Anda di halaman 1dari 6

Nama : Aldhiansyah Anggara Firdhana

Nim : 185120400111063
Matkul : Pengantar Globalisasi
Kelas : B-3
Tema : Globalisasi Budaya

More Than A Game of Crowns: Globalization of Beauty Pageants

Beauty Pageants atau sering kita sebut sebagai kontes kecantikan, baik di panggung
nasional ataupun internasional sudah menjadi suatu hal yang dekat dengan kehidupan kita. Beauty
Pageants sering kali dijadikan sebagai ajang kontestasi dan juga produksi makna suatu budaya.
Beauty Pageants adalah sisi yang kaya akan simbol dan budaya serta memiliki banyak kesamaan
dengan budaya populer lainnya seperti talkshow (Gamson, 1998) dan juga cheerleading teams.
(Grindstaff & West, 2006) Melalui serangkaian latihan, peniliaian dari juri dan seleksi yang ketat
setiap tahunnya, Beauty Pageants mengungkapkan proses yang dilalui oleh kelompok sosial dalam
mendefiniskan, berdebat, dan mengubah identitas budaya mereka.
Beauty Queen atau ratu kecantikan adalah seseorang yang umumnya adalah seorang wanita
yang dipilih oleh sekelompok orang untuk mewakili sesuatu dan menjadi simbol dari suatu
identitas yang dipersembahkan untuk audience dengan cakupan yang lebih besar. Seringkali
mereka mewakili nasional di ajang internasional. Biasanya ratu kecantikan dipilih melalui kontes
kecantikan yang bisa mempunyai beragam hal yang berbeda berdasarkan konteks sosial,
pengaturan, dan tentunya kriteria penilaian. Selama masa jabatannya, seorang ratu kecantikan
selalu berpenampilan simbolis di acara-acara publik, seperti gelar yang dia pegang ataupun nama
kontes yang dia menangkan.
Pada masa awal terbentuknya kontes kecantikan, Riverol (1992) menelusuri sejarah kontes
kecantikan Miss America. Disiarkan dari salh satu televisi di Amerika dan membiarkan seluruh
rakyat Amerika menyaksikan bagaimana ratunya dipilih. Kontes kecantikan Amerika yang sudah
bersifat modern pertana diadakan oleh PT. Barnum pada tahun 1854. Kontes tersebut diberi nama
Lone Star State Selects Beauties for 100 year. Kemudian acara ini mulai diadopsi oleh beberapa
koran-koran. Dan tahun 1880, konten yang bertemakan kecantikan mandi pertama kali digelar
menjadi salah satu hal yang ada di festival saat musim panas guna mengiklankan perusahaan yang
berada di Delaware, tepatnya di Rehoboth Beach. Dari sini sebuah konten menjadi salah satu
bagian dari perayaan musim panas yang rutin digelar.
Ketika kontes kecantikan itu diadakan, banyak orang yang memandang bahwa untuk
memenangkan kontes tersebut hanya bermodalkan tampang dan juga kecantikan. Tak khayal
bahwa kontes kecantikan sering dipandang sebelah mata. Maka dari itu, Miss America, kontes
pertama dari jenisnya, telah mematahkan berbagai stereotip buruk tentang kontes. Kontes
kecantikan erat kaitannya dengan mempromosikan harga diri, namun semua pemikiran itu sudah
dibantah. Setiap kontes kecantikan mempunyai peraturannya sendiri, dan kebanyakan dari mereka
memasukkan “prestasi dan bakat” ke dalam salah satu list persyaratannya. Selain itu agar tidak
terkesan hanya peduli kepada kecantikan para finalisnya tetapi juga intelligent mereka, kontes akan
menyediakan hadiah berupa beasiswa kuliah yang dibagikan kepada pemenang utama ataupun
beberapa runner-up.
Mei 1920 menjadi bulan lahir Splash Day yang diselenggarakan oleh CE Barfield
Galveston.(Shannon SoRelle, 2006) Acara ini dikenal oleh seluruh orang di luar Texas dalam
jangka waktu yang terbilang pesat. Kemudian pada tahun 1926, kontes internasional pertama di
“Universe” diadakan. Pada saat itu kontes internasional ini dikenal dengan nama Pageant
Internasional Pulchritude.(Shannon SoRelle, 2006) Ini menampilkan peserta pemilihan dari
berbagai negara. Nama kontes yang disampaikan pada era itu dikenal sebagai "Miss Universe”.
Kemudian negara Amerika vakum dari ajang perkontesan pada tahun 1932 karena sedang
mengalami depresi. Namun sebenarnya kontes kecantikan sempat diadakan di Belgia namun tidak
bertahan lama.
Kontes Internasional utama yang didedikasikan untuk perempuan adalah Miss World.
Kontes ini digelar setiap tahunnya untuk memilih perempuan yang dapat merepresentasikan dunia.
Kontes ini dipelopori oleh Eric Morley ketika tahun 1951, kemudian disusul oleh Miss Universe
yang dicetuskan pada tahun 1952, lalu terbentuk juga setelahnya yaitu Miss International pada
tahun 1960, dan yang termuda diantaranya adalah Miss Earth yang diadakan pada tahun 2001
dengan concern berupa lingkungan hidup. Empat kontes kecantikan internasional bergengsi ini
sering disebut sebagai “Big Four”.
Pada tahun 2002, yaitu tahun yang hebat untuk sejumlah pemenang yang berasal dari
berbagai negara yang ada di seluruh dunia. Karena tahun itu, banyak sekali pemenang yang
beragama Islam. Seperti halnya disaat tahun itu, Miss Lebanon, yaitu Christina Sawaya menyabet
gelar sebagai Miss International, kemudian Azra Akin yang menjadi perwakilan Turki
memenangkan Miss World. Dari Big Four tersebut, lahirlah berbagai jenis beauty pageants yang
semakin beragam dan menyebar ke berbagai negara. Seperti halnya Dirty Beer Hole yang mencari
kandidat Miss Cheap Beer Pageant pada tahun 2011, kemudian Maid of San Diego County, Maid
of California, Miss Photogenic, dan Miss Contour yang masing-masing bertugas mempromosikan
pekan raya dan produk lokal.
Seperti halnya negara-negara lain yang mengadopsi beauty pageants di negaranya, begitu
juga negara kita yang mempunyai semboyan Bhineka Tunggal Ika, atau Unity in Diversity,
Indonesia. Indonesia yang bisa disebut sebagai negara bangsa yang tengah berusaha untuk lebih
dikenal di kancah internasional dan bergerak ke arah yang lebih maju, Indonesia merasa
mempunyai sebuah keharusan untuk mengikutsertakan perwakilannya dalam kontes beauty
pageantse tersebut. Jelas tujuan terselubungnya adalah untuk meningkatkan keaktifan Indonesia
dalam acara-acara dunia. Indonesia merasa mampu menebarkan pesonanya di kancah internasional
dengan bakat para wakil yang dikirimkannya.
Tetapi akhir-akhir ini, muncul berbagai kabar panas di dalam negeri disebabkan karena
diadakannya kontes kecantikan tersebut. Pasalnya terdapat sesi bikini dalam kontes kecantikan
internasional tersebut dimana Indonesia ikut memperagakannya. Hal yang perlu jadi fokus adalah
bikini bukanlah satu-satunya faktor dalam penilaian juri, tetapi juga ada kepribadian, serta bakat
(talent) yang ada pada diri peserta.
Terkesan tak mau kalah dengan kontes kecantikan internasional yang mempunyai Big
Four, Indonesia juga mempunyai empat kontes kecantikan utama, yaitu Puteri Indonesia,
kemudian ada Miss Indonesia, serta Putri Pariwisata Indonesia, dan yang terakhir adalah Miss
Earth Indonesia. Disini yang menarik dibahas adalah Puteri Indonesia yang memang sudah
menjadi kontes beauty pageants paling bergengsi yang ada di Indonesia.
Puteri Indonesia yang merupakan kontes kecantikan paling bergengsi dan juga terbesar di
Indonesia serta sudah mengirimkan banyak perwakilannya diajang Miss Universe, Miss
International, dan Miss Supranational untuk didedikasikan bagi Indonesia, pertama kali dihelat
pada tahun 1992 oleh Yayasan Puteri Indonesia dengan sponsor utama yaitu Mustika Ratu.
Pencapaian terbesar dari Puteri Indonesia adalah pada tahun 2016, Ariska Putri Pertiwi bisa
menyabet gelar Miss Grand International 2016, pada tahun 2017, Kevin Liliana bisa menyabet
gelar Miss International 2017, dan pada tahun ini, untuk pertama kali Indonesia yang diwakili oleh
Frederika Alexis Cull dapat masuk ke dalam jajaran Top Ten Miss Universe setelah sebelum-
sebelumnya Indonesia hanya mentok di dalam Top Twenty.
Puteri Indonesia akan menjadi perwakilan kebanggaan Indonesia untuk mewakili
Indonesia di acara-acara besar bertaraf Internasional dan ikut serta dalam meningkatkan komoditas
ekspor Indonesia, pariwisata yang ada di dalam negeri, dan juga membagikan norma budaya ciri
khas Indonesia. Tak kelewatan, Puteri Indonesia juga dituntut aktif dalam berbagai kegiatan sosial
ke daerah-daerah yang membutuhkan untuk ikut memberikan hiburan dan juga bantuan. Yang
menjdi menarik untuk dibahas adalah tiga nilai yang diusung oleh Puteri Indonesia. Parameter
penilaian dalam pemilihan Puteri Indonesia yautu 3Bs, Brain yang berarti kecakapan yang harus
dimiliki oleh Puteri Indonesia, Beauty yang berarti perlunya juga mempunyai penampilan menarik
bagi Puteri Indonesia, dan yang terakhir adalah Behavior yang berarti tingkah laku Puteri
Indonesia selaku role model. Selain ketiga tersebut, keterampilan berhubungan, berpikr secara
rasional, mempunyai ilmu umum yang luas dan mempunyai kepedulian sosial yang tinggi serta
berwawasan tinggi tentang pariwisata.
Penggunaan kata Brain yang disematkan untuk Puteri Indonesia dan diletakkan pada posisi
pertama, mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap opini publik. Opini publik akan digiring
dalam memandang konteks kecantikan ini sehingga tidak terkesan hanya sebagai kontes yang
dangkal. Selain itu, efek yang bisa dirasakan oleh pemenang Puteri Indonesia karena adanya slogan
3Bs ini dapat dilihat dari kesehariannya. Pemenang Puteri Indonesia mendapat berbagai
kemudahan dalam lingkup masyarakat. Seperti halnya pekerjaan. Setelah masa jabatan mereka
habis, kebanyakan dari mereka memasuki ranah entertainment, seperti halnya pemeran film, artis,
atau bahkan pembawa acara atau berita. Hal ini sangat mudah mereka raih karena memang dilihat
dari rekam jejak mereka sebagai mantan Puteri Indonesia yang mengedepankan slogan 3Bs
tersebut. Tak lain juga kasus Angelina Sondakh, yang merupakan mantan pemenang Puteri
Indonesia yang menjadi terdakwa pada kasus korupsi SEA Games. Pada saat pledoi dibacakan
olehnya yang berisi sederet prestasi yang sudah dia raih, termasuk prestasi mantan Puteri
Indonesia, ancaman hukuman yang sehatusnya 20 tahun penjara, berkurang menjadi hanya 4,5
tahun penjara dengan disertai denda 250 juta rupiah. Hal ini jelas ada ketimpangan yang sangat
signifikan dikarenakan prestasi Puteri Indonesia.
Selain hal-hal twrsebut, ternyata Puteri Indonesia memberikan dampak yang cukup besar
untuk saat ini. Puteri Indonesia yang merupakan hasil dari globalisasi, menyebarkan nilai-nilai
yang baik untuk bangsanya. Nilai-nilai yang awalnya hanya dipakai dalam Miss Universe untuk
dijadikan tolak ukur pemilihan Miss Universe, kini dianut juga oleh berbagai kontes kecantikan di
seluruh dunia termasuk Indonesia. Inilah dimana globalisasi memberikan kontribusinya.
Pengadaan kontes kecantikan di berbagai negara saja sudah merupakan dampak globalisasi. Nilai-
nilai yang dianut oleh Puteri Indonesia kemudian menjadi nilai-nilai yang menjadi tolak ukur para
perempuan di Indonesia untuk menilai sebuah kecantikan. Yang pertama adalah Brain. Perempuan
yang cantik haruslah mempunyai banyak wawasan dan ilmu yang bermanfaat bagi orang lain.
Mereka haruslah cerdas, pandai, dan juga bijak. Kemudian yang kedua adalah Beauty. Perempuan
yang cantik juga harus memperhatikan penampilannya. Karena kecantikan bukan hanya dari luar
tapi juga dari hati. Kemudian yang terakhir adalah Behavior. Perempuan haruslah bersikal yanh
sopan dan selalu menjaga tingkah lakunya didepan siapapun. Keramahan seorang perempuan juga
mempengaruhi definisi kecantikan sebenarnya. Tingkah laku yang baik adalah bagaimana orang
itu membawa dirinya dalam beraosialisasi dengan sesama manusia dalam kehidupan sehari-hari
nya. Tiga hal itu yang akhirnya membuat para perempuan lebih open minded dalam menyikapi
kecantikan.
Selain itu rasa nasionalisme juga terbentuk karena adanya beauty pageants. Ketika Puteri
Indonesia melebarkan sayapnya ke ranah internasional, disitulah peran para pageant lovers diuji.
Pageany lovers adalah sebutan pendukung para wakil beauty pageants dari negaranya masing-
masing. Rasa nasionalisme akan terbentuk ketika kebanggaan dari suatu negara memasuki kontes
internasional. Dukungan pageant lovers merupakan sebuah bentuk implementasi dari rasa
nasionalisme mereka. Tak luput Puteri Indonesia yang memiliki pendukung setia, yaitu Pageant
Lovers Indonesia.
Ajang kontestasi beauty pageants bertaraf internasional seperti halnya Miss Universe,
mempertemukan para beauty queen dari berbagai negara. Dari situ, Miss Universe juga bisa
dijadikan ajang menduniakan budaya dari suatu negara peserta Miss Universi tersebut. Lagi-lagi
hal inilah fungsi dari globalisasi dalam menyebarkan impact beauty pageants.

Daftar Pustaka:
Gamson, Joshua 1998. Freaks Talk Back: Tabloid Talk Shows and Sexual Nonconformity.
Chicago, IL: University of Chicago Press.
Grindstaff, Laura and Emily West 2006. ‘Cheerleading and the Gendered Politics of Sport.’ Social
Problems 53: 500–18.
Riverol, A. R. 1992. Live From Atlantic City: The History of the Miss America Pageant Before,
After and in Spite of Television. Bowling Green, OH: Bowling Green State University Popular
Press.
Shannon SoRelle. 2006 . Miss United States Began in Galveston. The Islander Magazine.
http://theislandermagazine.com/history/february2008/missus.html/. Diakses pada 10 Desember
2019.

Anda mungkin juga menyukai