Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPUTUSASAAN PADA PASIEN PENYAKIT GINJAL KRONIK DENGAN


DIALISIS

1. Penyakit Ginjal kronik dan Dialisis


A. Pendahuluan
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme yang tertimbun
dalam darah dan mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit juga asam basa melalui
sirkulasi ekstrakorporeal dengan menggunakan ginjal buatan.
Beberapa aspek yang mempunyai hubungan erat dengan masalah keperawatan
antara lain: Ginjal buatan, Dialisat, Pengolahan Air, Akses Darah, Antikoagulan, tekhnik
Hemodialisa, Perawatan Pasien Hemodialisa, Kompliokasi akut hemodialisa dan
pengelolaannya, peranan perawat yang bekerja di luar HD (ruang perawatan biasa)
Tindakan hemodialisa dilakukan ketika ginjal sudah tidak dapat berfungsi dengan
normal. Pada gagal ginjal kronik maka hemodialisa bisa dilakukan seumur hidup bila tidak
melakukan operasi transplantasi ginjal.
B. Definisi
Hemodialisis adalah suatu usaha untuk memperbaiki kelainan biokimiawi darah
yang terjadi akibat terganggunya fungsi ginjal, dilakukan dengan menggunakan mesin
hemodialisis. Hemodialisis merupakan salah satu bentuk terapi pengganti ginjal (renal
replacement therapy/RRT) dan hanya menggantikan sebagian dari fungsi ekskresi ginjal.
Hemodialisis dilakukan pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI
(Acute Kidney Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Menurut prosedur yang
dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD darurat/emergency, HD
persiapan/preparative, dan HD kronik/regular (Daurgirdas et al., 2007).
C. Tujuan
1. Membuang produk metabolisme protein seperti urea, kreatinin dan asam urat.
2. Membuang kelebihan air.
3. Mempertahankan sistem buffer tubuh.
4. Mempertahankan atau mengembalikan kadar elektrolit tubuh.
5. Memperbaiki status kesehatan pasien.
D. Proses Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari cara kerja hemodialisis, yaitu:
1. Difusi
Toksik dan limbah di dalam darah dialihkan melalui proses difusi. Melalui
cara bergeraknya darah yang berkosentrasi tinggi ke cairan dialisat yang
berkonsentrasi lebih rendah. Cairan dialisat tersusun dari elektrolit yang penting
dengan konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat dikendalikan
dengan mengatur rendaman dialisat secara tepat.
2. Osmosis
Air yang berlebih dikeluarkan melalui proses osmosis. Keluarnya air dapat
diatur dengan menciptakan gradien tekanan. Air bergerak dari tekanan yang lebih
tinggi (tubuh) ke tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat).
3. Ultrafiltrasi
Peningkatan gradien tekanan dengan penambahan tekanan negatif yang
biasa disebut ultrafiltrasi pada mesin dialysis. Tekanan negatif diterapkan pada alat
ini. Untuk meningkatkan kekuatan penghisap pada membrane dan memfasilitasi
pengeluaran air. Kekuatan ini diperlukan hingga mencapai isovolemia
(keseimbangan cairan).
E. Indikasi dan Kontraindikasi Hemodialisa
1. Indikasi
a) Pasien yang memerlukan hemodialisa adalah pasien GGK dan GGA untuk
sementara sampai fungsi ginjal kembali pulih.
b) Pasien dengan penurunan LFG yang diikuti gejala uremik, asidosis dll
c) Indikasi Biokimia
 BUN > 100 mg/dl
 Kreatinin > 10 mg/dl
 Hiperkalemia
 Asidosis metabolic tak dapat diatasi
d) Indikasi Klinis
 Anoreksia, nausea, muntah
 Ensepalopati uremikum
 Edema paru, refraktur dieresis
 Perikarditis uremikum
 Perdarahan uremik
2. Kontra indikasi
Akses vaskuler sulit, hemodinamik tidak stabil dan gangguan kekentalan darah.,
penyakit alzheimer, dan enselofati (PERNEFRI, 2003).
F. Frekwensi Hemodialiasa
Sebagian besar penderita menjalani dialisa sebanyak 2 - 3 x/mgg, setiap HD
berlangsung ± 4 jam.
Program dialisis dikatakan berhasil, jika :
1. Pasien mencapai BB kering.
2. Pasien makan dengan diit normal.
3. Kadar Hb ≥ 10 g/dl.
4. Tekanan darah normal.
G. Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah gangguan
hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan dilakukannya UF atau penarikan
cairan saat HD. Hipotensi intradialitik terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD
reguler. Namun sekitar 5-15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi
ini disebut hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan
Light, 2010).
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi kronik
(Daurgirdas et al., 2007).
1. Komplikasi akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama hemodialisis berlangsung.
Komplikasi yang sering terjadi adalah: hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit
kepala, sakit dada, sakit punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al.,
2007; Bieber dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau HID.
Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium, reaksi dialiser, aritmia,
tamponade jantung, perdarahan intrakranial, kejang, hemolisis, emboli udara,
neutropenia, aktivasi komplemen, hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
2. Komplikasi kronik
Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis kronik.
Komplikasi kronik yang sering terjadi adalah :. (Bieber dan Himmelfarb, 2013).
a. Penyakit jantung
b. Malnutrisi
c. Hipertensi / volume excess
d. Anemia
e. Renal osteodystrophy
f. Neurophaty
g. Disfungsi reproduksi
h. Komplikasi pada akses
i. Gangguan perdarahan
j. Infeksi
k. Amiloidosis
l. Acquired cystic kidney disease

2. Penyakit Ginjal kronik dan Dialisis


A. Keputusasaan
Keputusasaan adalah pernyataan subjektif individu di mana seorang individu melihat
keterbatasan atau tidak ada alternatif atau pilihan-pilihan pribadi yang tersedia dan tidak
dapat memobilisasi energi atau masalahnya secara sendiri (Herdman & Kamitsuru, 2014).
Wilkinson dan Ahern (2009) menyatakan bahwa faktor yang berhubungan dengan
terjadinya keputusasaan antara lain:
1. Pengabaian
2. Kondisi fisik yang turun atau membaik
3. Stress jangka panjang
4. Kehilangan keyakinan dalam nilai
5. Pembatasan aktivitas dalam waktu lama yang menyebabkan isolasi
6. Kurang dukungan social
B. Tanda dan Gejala Keputusasaan
Menurut Herdman dan Kamitsuru (2014), tanda dan gejala yang menunjukkan
klien memiliki masalah keperawatan keputusasaan menurut yaitu:
1. Klien mengatakan isi pembicaraan yang pesimis, misal “saya tidak bisa”
2. Klien menutup mata
3. Penurunan nafsu makan
4. Penurunan afek
5. Penurunan respon terhadap stimuli
6. Penurunan pengungkapan verbal
7. Kurang inisiatif
8. Kurang terlibat dalam perawatan
9. Pasif
10. Mengangkat bahu sebagai respon terhadap pembicaraan
11. Gangguan pola tidur
12. Meninggalkan pembicaraan
13. Menghindari kontak mata
C. Proses Keperawatan Keputusasaan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan keputusasaan dapat dilihat dari tanda dan
gejala dari depresi sebagai berikut (Townsend, 2015):
a. Pengaruh orang yang depresi adalah salah satu kesedihan, kekecewaan,
ketidakberdayaan, dan keputusasaan. Prospek suram dan pesimistis dan
perasaan tidak berharga.
b. Pikiran melambat dan kesulitan konsentrasi terjadi. Ide obsesif dan ruminasi
dari pikiran negatif yang umum. Pada depresi berat (depresi besar atau depresi
bipolar), fitur psikotik seperti halusinasi dan delusi mungkin jelas.
c. Secara fisik, ada bukti kelemahan dan sangat kelelahan, sedikit energi untuk
melakukan aktivitas sehari-hari (ADL).
d. Beberapa orang mungkin cenderung ke arah makan yang berlebihan dan
minum, sedangkan yang lain mungkin mengalami anoreksia dan penurunan
berat badan. Menanggapi perlambatan umum tubuh, pencernaan sering lemah,
sembelit, dan retensi urin.
e. Gangguan tidur yang umum, baik insomnia atau hipersomnia.
f. Verbalisasi terbatas. Ketika orang depresi berbicara, konten dapat berupa
perenungan tentang kehidupan mereka sendiri menyesalkan atau, dalam klien
psikotik, sebuah refleksi dari pemikiran delusi mereka.
g. Partisipasi sosial berkurang, klien memiliki kecenderungan terhadap
egosentrisme dan fokus yang intens pada diri
2. Diagnosis Keperawatan
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Britneff dan Winkley (2013)
mengenai peran intervensi psikologis untuk orang dengan diabetes dan masalah
kesehatan mental, menunjukkan bahwa beberapa orang dengan diabetes merasa
sulit untuk mengatasi dan beresiko memiliki masalah kesehatan mental, seperti
gangguan suasana hati, gangguan makan dan kecanduan. Gangguan suasana hati
tersebut salah satunya yaitu depresi, yang memiliki tanda gejala keputusasaan
seperti hilangnya rasa percaya, perasaan kegagalan atau rasa bersalah yang
berlebihan, pikiran atau tindakan bunuh diri, kurang konsentrasi/ ragu- ragu dan
gerakan melambat atau agitasi.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut Stuart (2009), keputusasaan merupakan suatu respon emosional
dari masalah psikologis respon emosional maladaptif. Intervensi yang dilakukan
untuk mengatasi masalah psikososial yang berhubungan dengan respon emosional
maladaptif atau keputusasaan yaitu:
a. Modifikasi respon maladaptif klien
b. Kembalikan fungsi kerja dan fungsi psikososial klien
c. Tingkatkan kualitas hidup klien
d. Meminimalkan risiko kekambuhan klien
e. Memberikan keamanan
f. Mendorong hubungan terapeutik
g. Mendorong ADL dan perawatan fisik
h. Menggunakan komunikasi terapeutik
i. Berikan pendidikan kesehatan pada klien dan keluarga (Videbeck,
2011).
Untuk berhasil melaksanakan tindakan keperawatan yang terkait dengan
kebutuhan afektif pasien perawat harus menggunakan berbagai keterampilan
komunikasi, seperti empati, refleksi perasaan, pertanyaan terbuka-tertutup
berorientasi, validasi, pengungkapan diri, dan konfrontasi. Pasien dengan
gangguan suasana hati yang parah akan menantang keterampilan terapeutik
perawat dan menguji perawat yang peduli dan berkomitmen (Stuart, 2009).
a. Intervensi Keperawatan pada Pasien:
1) Diskusi tentang kejadian yang membuat putus asa,
perasaan/pikiran/perilaku yang berubah
2) Latihan berpikir positif melalui penemuan harapan dan makna
hidup
3) Latihan melakukan aktivitas untuk menumbuhkan harapan
dan makna hidup
b. Intervensi Keperawatan pada Keluarga dengan Keputusasaan
1) Mendiskusikan kondisi pasien: keputusaan, penyebab, proses
terjadi, tanda dan gejala, akibat
2) Melatih keluarga merawat pasien dengan keputusasaan
3) Melatih keluarga melakukan follow up
DAFTAR PUSTAKA
Baradero, M. Dayrit, M.W. & Siswadi, Y. (2009). Klien Gangguan Endokrin. Jakarta : EGC
Barnabishvili, M., Ulrichs, T. & Waldherr, R. (2016). Role of acceptability barriers in delayed
diagnosis of Tuberculosis: Literature review from high burden countries. Acta Tropica, 161, 106-
113
Black, J. M. & Hawks, J. H. (2009). Medival Surgical Nursing: Clinical Management for Positive
Outcomes 8th edition. Missouri: Saunders Elsevier.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
interventions classification (NIC). Edisi 6. St. Louis: Elsevier Mosby

Depkes. (2008). Riset Kesehatan Dasar 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI

Gooding, P., Tarrier, N., Dunn, G., Shaw, J., Awenat, Y., Ulph, F. & Pratt, D. (2015). Effect of
hopelessness on the links between psychiatric symptoms and suicidality in a vulnerable
population at risk of suicide. Psychiatry Research, 230, 464-471

Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. (Eds.). (2014). NANDA International Nursing


Diagnoses: Definitions & Classification, 2015–2017. Oxford: Wiley Blackwell.

Ismail, K. (2009). Depression and diabetes. Psychiatry and Medicine. 8(6), 203- 207.

Keliat, B. A, et al. (2007). Keperawatan kesehatan jiwa komunitas: CMHN (basic


course). Jakarta: EGC

Kuznetsov, V. N., Grjibovski, A. M, Mariandyshev, A. O., Johansson, E., Enarson,

A. & Bjune, G.A. (2013). Hopelessness as a basis for tuberculosis diagnostic delay in
the Arkhangelsk region: a grounded theory study. BMC Public Health. 712(13), 1-11.

Lossnitzer, N., Wagner, E., Wild, B., Frankenstein, L., Rosendahl, J., Leppert K., Herzog, W., &
Schultz J.H., (2014). Resilience in chronic heart failure. Deutsche Medizinische
Wochenschrift, 139(12), 580-4.
Moorheads, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2013). Nursing outcomes
classification (NOC). Edisi 5. St.Louis: Elsevier Mosby

Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Volume 3. Penerjemah Agung Waluyo dkk. Jakarta: EGC

Wilkinson, J.M., & Ahern, N.R. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC, Edisi 9. Esty Wahyuningsih (Penerjemah).
Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai