Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Chronic Kidney Disease ( CKD )

2.1.1 Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)

Chronic Kidney Disease selanjutnya disebut CKD adalah kerusakan ginjal progresif

yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya

yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau

transplantasi ginjal). (Nursalam, 2011).

2.1.2 Etiologi dan Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Black & Hwaks dalam Bayhakky (2013), CKD disebabkan oleh berbagai

penyakit seperti glomerulonefritis akut, obstruksi saluran kemih, nefrotoksin, dan

penyakit sitemik sperti ; diabetes melitus, hipertensi, lupus eritematosus, serta

amiloidosis.

Beberapa penyakit ginjal akan menyerang glomerulus dan tubulus ginjal yang akan

menggangu perfusi darah ke jaringan parenkim ginjal akibatnya fungsi daripada ginjal

sendiri menurun dan tidak dapat mengsekresikan hasil dari metabolisme protein yang

normalnya disekresikan kedalam urin, tertahan didalam darah menyebabkan terjadinya

uremia dan mempengaruhi setiap organ tubuh. (Yuli, 2010)

8
9

2.1.3 Klasifikasi Chronic Kidney Disease (CKD)

Sesuai test creatinin klirens maka CKD dapat diklasifikasikan menjadi 4 diantarnya:

nilai creatinin 100-76 ml/mnt disebut insufisiensi ginjal berkurang, nilai creatinin 75-

26 ml/mnt disebut insufisiensi ginjal kronik, sedangkan nilai creatinin 25-5 ml/mnt

disebut gagal ginjal, dan >5 disebut gagal ginjal terminal. (Yuli, 2010)

2.1.4 Manifestasi Chronic Kidney Disease (CKD)

Manifestasi awal pasien CKD seringkali tidak teridentifikasi sampai tahap uremik.

Pada uremik keseimbangan cairan dan elektrolit terganggu, pengaturan dan fungsi

endokrin rusak. Manifestasi awal uremik mecakup mual, apatis, kelemahan dan

keletihan.

Pada sistem kardiovaskular terjadi hipertensi, perikarditis dan hiperkalemia, pada

sistem integumen terjadi kulit kering dan gampang terkelupas, pada paru-paru

terdengar rhonki, takipnea, sesak napas, pada saluran cerna dapat terjadi mual muntah,

konstipasi dan perdarahan saluran cerna, pada sistem neurologik terjadi kelemahan dan

keletihan, tremor, dan pada hematologi anemia dan trombositopenia. (Brunner &

Suddart, 2013)
10

2.1.5 Penatakasanaan Chronic Kidney Disease (CKD)

Penatalaksanaan CKD dapat dibagi menjadi dua tahap pertama yaitu tindakan non

operasi yaitu: penggunaan obat-obatan, pengaturan diet dan hemodialisa dan tahap

kedua dengan tindakan operasi yaitu transplantasi ginjal. Adapun penatalaksanaannya

sebagai berikut:

a) Farmakologi

Sebelum terjadi kondisi lebih lanjut dan sebelum menjalani hemodialisa pasien

CKD diberikan terapi melalui obat-obatan oral antara lain ; pemberian anti

hipertensi, eritropoetin, suplemen besi, agens pengikat pospat dan suplemen

kalsium dan Hemodialisa ( Brunner & Suddart, 2013)

Pemberian antihipertensi diindikasikan agar tekanan darah pasien tetap dalam batas

normal agar tidak memperberat kerja ginjal.

b) Nonfarmakologi

Prinsip penatalaksanaan konservativ sangat sederhana dan didasarkan pemahaman

mengenai ekresi yang dicapai oleh ginjal yang terganggu, jika ini sudah diketahui

maka cairan orang tersebut diatur dan diseussaikan dengan batas standar, selain itu

diarahkan juga kepada pencegahan dan komplikasi lanjut.

1) Pengaturan diet protein

Pembatasan protein akan mengurangi hasil toksik metabolisme yang belum

diketahui dan pembatasan asupan protein yang sangat rendah juga dapat

menguraangi beban ekresi.

2) Pengaturan diet kalium

Hiperkalemia dapat terjadi karena adanya masalah diginjal, jumlah yang

diperbolehkan dikonsumsi pada pasien CKD 40 hingga 80 meq/hari.


11

3) Pengaturan diet natrium dan cairan

Pada pasien Chronic Kidney Disease atau CKD keseimbangan cairan dimonitor

secara ketat dengan pengukuran berat badan. Anjuran asupan cairan 500 ml

untuk kehilangan yang tidak disadari (pernapasan, keringat, kehilangan lewat

usus) dan menambahkan jumlah yang diekresikan (urine, muntah) selama 24

jam. Beberapa tatalaksana non farmakologis pada pasien Chronic Kidney

Diases atau CKD diantarntya pembatasan cairan, diet rendah garam. (LeMone,

Pricilla 2015)

c) Terapi pengganti ginjal

Jika terapi farmakologi dan non farmakologi tidak lagi efektif perlu

dipertimbangkan untuk terapi pengganti ginjal. Secara umum terapi pengganti ginjal

ada 2 yaitu dialisi dan transplantasi ginjal, namun yang paling sering di pilih pasien

biasnya hemodialisa.

2.2 Konsep Hemodialisis

2.2.1 Pengertian Hemodialisis

Hemodialisis adalah pengeluaran air dan produk sisa oleh mesin dialis melalui

sirkulasi ekstrakropereal menuju alat yang disebut dializer, atau ginjal buatan. Darah

berada dalam kompartemen yang berbeda. Disini darah mengalir melalui membran

semipermeable yang berpori halus yang terbuat dari selulos atau bahan sintetik.

Ukuran pori membran memungkinkan difusi zat dengan berat molekul rendah seperti

urea, kreatinin, dan asam urat (Morton, 2011)

Hemodialisis adalah suatu metode untuk mengeluarkan cairan yang berlebih dan

toksin saat darah pasien bersirkulasi melalui ginjal buatan ( Hurst, 2015).
12

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa hemodialisa adalah sebuah

proses pengalihan darah pasien melalui mesin yang melewati membran

semipermeable.

2.2.2 Prinsip hemodialisis

Pada awalnya pasien CKD menjalani hemodialisis selama 3-4 jam setiap kali dialisis,

kemudian tiga sampai empat sesi dalam semiggu sesuai dengan indikasi. Hemodialisis

tidak dianjurkan apabila hemodinamik pasien tidak stabil misalnya ; hipotensi atau

curah jantung rendah. Hemodialisi juga tidak dianjurkan pada pasien jika status

kardiovaskular mereka tidak stabil, misalnya ; akibat trauma, pembedahan mayor,

gagal jantung. (LeMone, Pricilla 2015)

Selama proses dyalist pasien akan terpajan dengan cairan dialist sebanyak 120-150

liter setiap dialist. Zat dengan berat molekul ringan yang terdapat dalam cairan dialist

akan mudah berdifusi kedalam darah pasien selama proses dialist, karena itu soulte

yang ada dalam cairan dialist harus dalam batas yang dapat ditoleransi oleh tubuh.

Dialiser dapat didaur ulang (reuse) untuk tujuan mengurangi biaya hemodialisa,

terdapat 2 jenis cairan dialist yang sering digunakan yaitu cairan asetat dan bikarbonat,

penggunaan cairan asetat dapat mengurangi vasokontriksi pembulu darah karena

cairan asetat bersifat asam, suasana asam dalam darah mengakibatkan vasodilatasi.

Sedangkan cairan bokarbonat dapat memberikan bikarbonat dalam darah yang akan

menetralisir asidosis pada pasien dengan CKD dan tidak menimbulkan vasodilatasi

(Yuli, 2010)
13

2.2.3 Indikasi dan komplikasi

Hemodialisis diindikasikan pada pasien dalam keadaan akut yang memerlukan terapi

dilisis jangka pendek atau pada pasien gagal ginjal tahap ahkir yang memerluka terapi

jangka panjang/permanen. Secara umum indikasi dilakukan hemodialisis pada

penderita gagal ginjal adalah laju filtrasi glomerulus kurang dari 15 menit,

hiperkalemi, kegagalan terapi konservtif, kadar ureum lebih dari 200 mg/dl, kretinin

lebih dari 65 mEq/L, kelebihan cairan dan anuria berkepanjangan. (LeMone, 2009)

Komplikasi yang dapat diakibatkan oleh pelaksanaan terapi hemodilisa adalah

hipotensi dapat terjadi selama dialisis ketika cairan dikeluarkan, emboli udara

merupakan komplikasi yang jarang terjadi tetapi dapat saja terjadi jika udara masuk

melalui sistem vaskuler pasien, nyeri dada dapat terjadi karena pCO2 menurun dengan

bersamaan dengan terjadinya sirkulasi darah diluar tubuh, pruritus dapat terjadi selama

terapi dialisis selama produk ahkir metabolisme meninggalkan kulit. Gangguan

keseimbangan dialisis terjadi karena perpindahan cairan serbral dan muncul sebagai

serangan kejang, komplikasi ini terjadi lebih besar jika terdapat gejala uremia yang

berat.dan keram otot yang nyeri terjadi ketika cairan dan elektrolit dan cepat

meninggalkan ruang ekstrasel. Komplikasi yang terahkir yaitu mual dan muntah

merupakan hal yang sering terjadi. Setelah pasien melakukan hemodialisi rutin maka

penting melakukan pengkajian apakah pasien telah mendapatkan hemodialisis yang

adekuat atau tidak.


14

2.3 Konsep Kepatuhan

2.3.1 Pengertian kepatuhan

Kepatuhan adalah suatu bentuk prilaku sesorang dalam melaksanakan perawatan,

pengobatan dan prilaku yang disarankan oleh perawat, dokter dan tenaga kesehatan

lainnya (Fatmawati 2011 dalam Ismail, 2012)

Kepatuhan menrut Safrino dalam Nursuryawati (2010) mendefinisikan “kepatuhan”

sebagai tingkat pasien melaksanakan cara pengobatan dan prilaku yang disarankan

oleh atau dari petugas kesehatan, ketidakpatuhan merupakan masalah yang berat.

Kepatuhuan adalah kemauan prilaku penderita dalam mengambil suatu tindakan untuk

pengobatan, kebiasaan hidup sehat, dan kepatuhan berobat (Niven, 2012).

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan adalah kemauan

dan kemampuan inidvidu untuk mengikuti cara sehat yang berkaitan dengan aturan

yang ditetapkan oleh jadwal.

2.3.2 Faktor yang mempengaruhi kepatuhan pembatasan cairan

Kepatuhan pada program kesehatan merupakan prilaku yang dapat diobservasi dan

dengan begitu dapat langsung diukur, kepatuhan berbanding lurus dengan tujuan yang

dicapai pada program pengobatan yang telah ditentukan.

Menurut Laurence Green dalam Nursalam (2017), prilaku patuh di pengaruhi oleh tiga

faktor utama yang meliputi ; faktor predisposisi (predisposising), faktor pemungkin

(enabling), faktor pendukung (reinforcing).


15

a) Faktor predisposisi (predisposising faktor)

Faktor ini mecakup pengetahuan, sikap, nilai, keyakinan dan presepsi. Berkenaan

dengan motivasi sesorang untuk bertindak. Faktor predisposisi sebagai preferensi

“pribadi” yang dibawa seseorang kedalam pengalaman belajar.

b) Faktor pendukung (enabling faktor)

Faktor pendukung mecakup berbagai keterampilan sumber daya yang diperlukan.

Sumber daya itu meliputi adanya sarana kesehatan, terjangkaunya sarana kesehatan,

peraturan kesehatan dan keterampilan kesehatan. Contoh : pasien dapat terfasilitasi

dengan sarana dan jaminan BPJS saat melakukan hemodialisa.

c) Faktor pendorong

Faktor yang menentukan apakah tindakan kesehatan memperoleh dukungan atau

tidak. Faktor pendorong pada pasien berasal dari perawat, dokter, pasien lain,

keluarga, saudara atau teman dekat. Contoh : keluarga selalu menemani saat pasien

menjalani terapi hemodialisa

2.4 Konsep Pendidikan Kesehatan

2.4.1 Pengertian Pendidikan Kesehatan

Secara umum pendidikan adalah segala upaya yang direncanakan untuk

mempengaruhi orang lain, baik individu, kelompok, ataupun masyarakat sehingga

mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan (Notoadmojo,

2010)

Meurut Purwanto (2000) pendidikan kesehatan merupakan proses belajar, dalam

hali ini terjadi proses perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih tau.
16

Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan

kesehatan adalah usaha atau kegiatan untuk membantu individu, kelompok atau

masyarakat dalam meningkatkan kemampuan untuk mencapai kesehatan optimal.

2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan

Secara umum pendidikan kesehatan bertujuan mengubah prilaku individu maupun

masyarakat di bidang kesehtan. Tujuan ini dapat menjadikan kesehatan sebagai

sesuatu yang berarti di masyarakat. Menurut WHO dalam Notoatmojo (2010),

tujuan pendidikan kesehatan mencegah timbulnya penyakit, mempertahankan

derajat kesehatan, serta memaksimalkan fungsi dan peran pasien selama sakit, serta

membantu pasien dan keluarga untuk mengatasi masalah kesehatan.

Menurut Machfoed (2009) pendidikan ksehatan merupakan proses perubahan yang

bertujuan untuk mengubah individu, kelompok dan masyarakat menuju hal-hal

positif secara terencana melalui proses belajar. Perubahan tersebut mecakup

pengetahuan, sikap dan keterampilan melalui proses pendidikan kesehatan.

2.4.3 Metode Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan mempunyai beberapa unsur yaitu; input adalah sasaran

pendidikan (individu, kelompok, masyarakat) dan pendidik, pelaku pendidikan,

proses (upaya yang dilakukan) dan output (hasil). Metode pendidikan merupakan

salah satu unsur input yang berpengaruh pada pelaksanaan pedidikan kesehatan

a. Metode Pendidikan Individu

Bentuk pendidikan ini antara lain : Bimbingan dan penyuluhan (guidance and

conseling) Cara ini memungkinkn kontak antara petugas dan pasien lebih
17

intensif sehingga petugas dapat membantu menyelesaikan maslah

pasien.Wawancara (Interview) Metode ini bertujuan untuk mengali informasi

dari pasien mengenaiprilaku pasien.

b. Metode Pendidikan kelompok dilakukan dengan ceramah, diskusi curah

pendapat, memaikan peran dan simulasi.

2.4.4 Peran Perawat Dalam Pendidikan Kesehatan

Perawat dalam peran dan fungsinya memiliki banyak kewajiban terhadap

pelayanan kesehatan. Salah satu peran yang dilakukan perawat adalah

melaksankan pendidikan kesehatan guna mendorong dan memotivsi pasien.

Pendidikan kesehatan merupakan proses yang direncanakan dengan sadar, agar

individu bisa belajar serta meningkatkan pengetahuan serta keterampilan

kesehatannya (Nursalam 2008).

Sebelum melaksanakan pednidikan kesehatan perawat perlu mengkaji masalah

pasien dan bagaimana pendapat pasien tentang masalah tersebut dalam hal ini

perawat harus tahu masalah pasien hemodialisa sehingga bisaa memberikan

edukasi dan dukungan dengan baik agar pasien tetap patuh membatasi asupan

cairan.

Pelaksanaan pendidikan kesehatan dapat dipengaruhi berbagai faktor antara lain

motivasi dari pasien sendiri dan tingkat pendidkan maupun wawasan serta

dukungan dari keluarga itu sendiri, faktor-faktor ini berperan dalam menentukan

keberhasilan melakukan pendidikan kesehatan.


18

2.5 Konsep Motivasi

2.5.1 Pengertian motivasi

Motivasi itu mempunyai pengertian dari bahasa latin movere yang berarti

mendorong atau menggerakan. Motivasi inilah yang mendorong sesorang untuk

berprilaku beraktifitas dalam pencapaian tujuan. Motif atau motivasi ialah

gambaran penyebab yang menimbulkan tingkah laku, menuju pada suatu sasaran

tertentu.

Motivasi adalah karakteristik psikologi manusia yang memberi kontribusi pada

tingkat komitmenseseorang. Hal ini termasuk faktor-faktor yang menyebabkan,

menyalurkan, dan mempertahankan tingkah laku manusia dalam arah tekad

tertentu ( Stooner 1992 dalam Notoatmojo 2010)

2.5.2 Fungsi motivasi

Jadi motivasi adalah dorongan yang menyebabkan timbulnya tingkah laku dan

memberikan energi kepada aktivitas seseorang. Fungsi motivasi diantaranya

mendorong timbulnya tingkah laku atau perbuatan, dan sebagai pengaruh artinya

menggerakan tingkah laku seseorang, besar kecilnya motivasi seseorang akan

menentukan suatu perkerjaan. (Soekidjo, 2010)

2.5.3 Macam-Macam motivasi

Menurut Handoko (2008), Secara umum ada dua macam motif, yaitu :

a. Motif primer atau motif dasar, yaitu motif yang tidak dapat dipelajari karena

berbentuk insting dan untuk memprtahankan hidup serta mempertahankan agar


19

tidak kelebihan asupan cairan. Motif ini sering disebut drive. Contoh :

Dorongan untuk menjalankan hemodialisa karena ingin sembuh dan membatasi

minum.

b. Motif sekunder adalah motif yang dapat dimodifikasi, dikembangkan dan

dipelajari seiring dengan pengalaman yang diperoleh individu.

Contoh : Motiv saat melihat pasien lain yang pernah sesak akibat kelebihan

cairan dan dijadikan pengalaman.

2.5.4 Beberapa pendekatan dasar pada motivasi

Surgent & R.C Wiliams, 1996 dalam Sarwono (2002) mencoba menulusuri

berbagai pendekatan dasar pada motivasi:

a. Teori insting

Untuk menerangkan prilaku manusia, para pakar masih merujuk pada insting.

Prilaku manusia sangat bervariasi, tergantung dari lingkungan, sehingga tidak

dapat dijelasakan dengan insting.

Contoh : Pasien membatasi minum tergantung dari lingkungan yang

mendukung

b. Teori konsep dorongan

E.C. Tolman membagi dorongan dalam dua jenis, yaitu hasrat seperti , ingin

sembuh, dan pengingkraran seperti menghindari sakit dan sebagainya. Contoh :

Dorongan dalam mematuhi asupan cairan karena ingin sembuh.

c. Teori libido dan ketidaksadaran dan sigmund freud

Inti dari teori prilaku ini adalah motif bersumber pada stress internal yang

terdiri dari insting dan dorongan yang bekerja dalam alam ketidaksadaran
20

manusia. Contoh : Pasien merasa bosan dan strees manjalani hemodialisa yang

menyebabkan pasien patuh

d. Teori perilaku puposif dan konflik

Pengaruh psikologi gestalt (keseluruhan) terhadap behaviorisme adalah bahwa

orang lebih mementingkan perilaku orang (keseluruhan seperti makan)

daripada perilaku molekular (bagian dari perilaku keseluruhan) seperti

mengeluarkan liur.

2.5.5 Cara Memotivasi

Ada beberapa cara yang dapat ditetapkan untuk memeotivasi seseorang (Sunaryo,

2004), yaitu;

a. Memeotivasi dengan kekerasan (Motivating By Force) yaitu cara memeotivasi

dengan menggunakan ancaman hukuman atau kekerasan agar yang dimotivasi

dapat melakukan apa yang harus dilakukan. Contoh : Jika pasien tidak patuh

dorongan dari keluarga berupa hukuman yang membuat efek patuh pada

pasien.

b. Memotivasi dengan bujukan (Motivating By Enticement) yaitu cara memotivasi

dengan bujukan memberi hadiah agar melakukan sesuatu sesuai harapan yang

memberi motivasi. Contoh : Kelurga memberi bujukan agar pasien tetap

membatasi miunum

c. Motivasi dengan identifikasi (Motivating By Identification) yaitu cara

memeotivasi dengan menanamkan kesadaran sehingga individu bebuat sesuatu

karena adanya keinginan yang timbul dari dalam dirinya sendiri dalam
21

mencapai tujuan tertentu. Contoh : Memberikan pemahaman kepada pasien apa

akibat jika tidak patuh sehingga pasien timbul kesdaran dengan sendirinya.

2.5.6 Faktor perangsang dan penguat motivasi

a. Faktor Intrinsik

1) Pendidikan

Secara luas pendidikan menvcakup proses kehidupan individu sejak dalam

kandungan sampai meniinggal dunia. Hal gtersebut mencakup interaksi

individu denan pendidikan pada dasarnya melibatkan perilaku individu

maupun kelompok. Kegiatan pendidikan formal maupun informal berfokus

pada proses belajar mengajr dengan tujuan terjadi perubahan perilaku dari

tidak mengerti menjadi mengerti, dari tidak tahu menjadi tahu sehingga

pendidikan dapat mempengaruhi perilaku seseorang (Sunaryo, 2004).

2) Pengalaman

Pengalaman adalah segala sesuatu yang pernah dialami, dirasakan dan

dijalani oleh individu selama hidupnya.

3) Kebutuhan

Kebutuhan adalah segala sesuatu yang dibutuhkan individu untuk tujuan

peningkatan kualitas hidupnya.

4) Kemampuan Fisik

Penilaian individu terhadap status yang berhubungan dengan kesehatan

fisik. Misalnya individu terserang penyakit dan salah satu organ tubuhnya

terganggu namun dia tidak merasa sakit dan tetap menjalankan aktifitasnya
22

atau sebaliknya, ada yang merasa sakit sehingga tidak bisa menjalankan

aktifitasnya.

b. Faktor Ekstrinsik

1) Lingkungan

Pengaruh ligkungan baik fisik, biologis maupun sosial yang ada

disekitarnya dapat mempengaruhi tingkah laku sesorang sehingga dorongan

dan pengaruh lingkungan akan dapat meningkatkan motivasi individu

untuk melaksanakan sesuatu (Rahma, 2015)

2) Sosial Ekonomi

Lingkungan sosial dapat menyangkut sosial ekonomi, sebagai contoh

keluarga yang status sosial ekonominya berkecukupan, akan mampu

menyediakan segala fasilitas yang diperlukan. (Ismail dkk, 2012)

2.6 Konsep Dukungan Keluarga

2.6.1 Pengertian Dukungan Keluarga

Menurut Friedman dalam Muhith dkk (2016) dukungan keluarga adalah sikap

tindakan dan peneriman keluarga terhadap penderita yang sakit.

2.6.2 Jenis-Jenis Dukungan Keluarga

House dan Kahn (1985) dalam Friedman (2010) menerakan bahwa keluarga

memiliki empat jenis dukungan, yaitu:

a) Dukungan informasional

Keluarga berfungsi sebagai pengumpul dan penyebar informasi, menjelaskan

tentang pemberian saran dan sugesti, informasi yang digunakan untuk

mengungkapkan suatu masalah.


23

b) Dukungan Penilaian

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan

mencegah masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota keluarga

diantaranya; memberikan support, pengakuan, penghargaan dan perhatian.

Dengan dukungan keluarga pada pasien hemodialisa yaitu memngingtkan

untuk membatasi mimum, selalu mengantar saat pasien menjalani hemodialisa.

c) Dukungan Instrumental

Dukungan keluarga ini dapat berupa pertolongan praktis dan konkrit

diantaranya; bantuan langsung dari orang yang diandalkan seperti materi,

teanga dan sarana. Dukungan instrumental keluarga merupakan dukungan atau

bantuan penuh dari keluarga dalam bentuk memberikan bantuan tenaga, dana

maupun meluangkan waktu untuk membantu atau melayani dan mendengarkan

keluhan pasien hemodialisa dan menyampaikan perasaannya.

Dukungan instrumental pada pasien hemodialisa adalah merawat anggota

keluarga yang menjalani hemodialisa dirumah termasuk bertanggung jawab

terhadap pembatasan cairan pasien dirumah.

d) Dukungan Emosional

Keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan

pemulihan serta membantu penugasan terhadap emosi. Aspek-aspek dari

dukungan sosial meliputi; dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi,

adanya kepercayaan, perhatian dan mendengarkan serta didengarkan.

Dukungan emosional pada pasien hemodialisa yaitu keluarga membantu

mengatasi masalah yang dihadapi dan mendengarkan segala keluhan.


24

2.7 Penelitian terkait

1. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Diyah dan Dwi (2016) dikatakan bahwa

sebagian besar pasien yang memiliki tingkat kepatuhan yang baik adalah adalah

pasien yang baru menjalani hemodialisa (15 orang dari 16 responden atau setara

93,75%)

2. Febrianita (2013) dikatakan bahwa sebagian besar aktifitas spritual baik sebanyak

17 orang (56%) dengan tingakat kepatuhan baik dalam menjalani hemodialisa.

3. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mia (2016) mengatakan bahwa

responden dengan pengetahuan baik sebanyak 30 orang (62,5%) memiliki tingkat

kepatuhan baik.

4. Penelitian serupa dilakukan Lilik (2014) disimpulkan terdapat 35 responden

(62,86%) dengan pemahaman discharge planing yang baik dapat memahami

manfaat pengobatan dan dampak pengobatan terapi hemodialisa sehingga tngkat

kepatuhan meningkat.

5. Ridwan Kamaludin (2015) dukungan keluarga dan kepatuhan pembatasan cairan

saling berkalitan, dimana hasil dukungan keluarga baik maka tingkat kepatuhan

akan semakin meningkat.

6. Nurul Aini (2015) menyatakan motivasi baik akan mempengaruhi tingkat

kepatuhan pasien dalam mengurangi asupan cairan.

7. penelitian Novita Sari (2016) tentang analisis faktor-faktor yang mempengaruhi

kepatuhan asupan cairan pada pasien gagal ginjal salah satunya sikap perwat yang

baik akan memberikan dampak dalam kepatuhan pembatasan cairan pada pasien

CKD yang menjalani hemodialisa.


25

2.8 Kerangka Teori

Bagan 2.8 Kerangka Teori

Konsep CKD (Nursalam, 2011)

Pengertian, Etiologi,
Klasifikasi, Manifestasi, Kepatuhan
Patofoidologi, Penatalaksanaan pembatasan cairan

Penatalaksaan CKD ( Burnner &


Suddart, 2002)

1. Farmakologi ( Oral, Hemodialisa)

2. Non Farmakologi (Pembatasan


cairan, diet rendah garam)

Faktor yang mempengaruhi


kepatuhan (Laurent Green
dalam Nursalam, 2010)

 Motivasi
 Dukungan keluarga
 Sikap perawat
 Nilai, Keyakinan
 Presepsi
 Pengalaman
 Sumber Daya
 Sarana Kesehatan

Anda mungkin juga menyukai