TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
ditandai dengan penurunan fungsi renal yang tidak dapat kembali menjadi
baik dalam fungsi (irreversible), pada keadaan ini penderita memerlukan
terapi sebagai pengganti ginjal tetap berupa dialisis atau transplantasi
ginjal.
Keadaan gagal ginjal terjadi bilamana ginjal tidak mampu membawa
sampah metabolik dan zat zat toksik atau melakukan fungsi regulernya.
Berbagai bahan yang biasanya dikeluarkan melalui urine menumpuk dalam
cairan tubuh akibat gangguan ekskresi renal dan menyebabkan malfungsi
pada endokrin, elektrolit serta asam basa. Gagal ginjal kronik merupakan
penyakit sistemik dan jalur akhir yang umum dari berbagai penyakit traktus
urinarius dan renal (Smeltzer & Bare, 2002: 1443).
c. Kriteria Gagal Ginjal Kronik
Menurut Cahyaningsih (2011) mengemukakan bahwa kriteria gagal
ginjal kronik sekurang kurangnya selama 3 bulan atau lebih, yang
diartikan sebagai abnormalitas struktural atau fungsional pada ginjal. Gagal
ginjal kronik dikriteriakan menurut derajat penyakit yang mengacu pada
Laju Filtrasi Glomelurus (LFG). Hal ini sangat penting diperhatikan
sebagai terapi pendukung untuk mengetahui abnormalitas dengan implikasi
pada kasus di lapangan yang ditandai dengan adanya kerusakan
kerusakan pada ginjal dan saat kapan dimulai terapi penggantian ginjal
seperti yang terdapat pada Tabel 2.1 di bawah ini (Kidney Disease
Improving Global Outcomes (KDIGO, 2013).
Tabel 2.1 Kriteria GGK (Abnormalitas struktural dan fungsi ginjal yang
berlangsung 3 bulan (KDIGO, 2013)
Petanda
kerusakan Albuminuria (AER 30 mg/24 jam:
ginjal
ACR 30 mg/g [ 3 mg/mmol])
(Satu atau lebih)
Abnormalitas pada sedimen urine
Gangguan elektrolit dan abnormalitas yang
berhubungan dengan kerusakan tubulus
Abnormalitas pada pemeriksaan histologi
Abnormalitas struktural pada pemeriksaan imaging
Riwayat transpantasi ginjal
Penurunan LFG
LFG < 60 ml/min/1,73 m (kategori LFG G3a G5)
d. Stadium Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik dibagi menjadi 6 stadium didefinisikan berdasarkan
derajat penurunan LFG dimana stadium yang lebih tinggi memiliki nilai
LFG yang lebih rendah seperti Tabel 2.2 dibawah ini (KDIGO, 2013).
Tabel 2.2 Kategori LFG pada GGK (KDIGO, 2013)
Kategori LFG
G1
G2
G3a
G3b
G4
G5
LFG (ml/min/1,73 m)
90
60 89
45 59
30 44
15 29
< 15
Batasan
Normal atau tinggi
Penurunan ringan
Penurunan ringan sampai sedang
Penurunan sedang sampai berat
Penurunan berat
Gagal ginjal (dialisis)
Faktor faktor
Kelemahan
Faktor faktor
inisiasi
Definisi
Contoh
Meningkatkan
kerentanan untuk terjadi Usia tua, riwayat keluarga
kerusakan pada ginjal
Diabetes
Hipertensi
Penyakit autoimmun
Infeksi sistemik
Secara langsung
Infeksi saluran kencing
mengawali kerusakan
Urolitiasis
ginjal
Obstruksi saluran kencing
bagian bawah
Keracunan obat
Faktor faktor
yang memperburuk
Penyebab
memburuknya penyakit
ginjal dan mempercepat
penurunan fungsi ginjal
setelah inisiasi dari
kerusakan ginjal
Smeltzer
&
Bare
(2002:
1449)
tujuan
daripada
2. Hemodialisis (HD)
a. Definisi Hemodialisis (HD)
Hemodialisis adalah suatu upaya untuk memperbaiki kelainan
biokimiawi darah yang terjadi akibat abnormalitas fungsional pada ginjal
dan dilakukan dengan menggunakan mesin hemodialisa. HD merupakan
salah satu bentuk terapi pengganti renal dan bertujuan hanya menggantikan
sebagian fungsi ekskresi ginjal. Terapi dialisis diberikan pada pasien GGK
stadium 5 dimana LFG penderita GGK <15 dalam ml/min/1,73 m, itu
artinya terapi ini bertujuan untuk mengetahui faktor faktor yang relevan
sebagai pertimbangan untuk memulai dan menjaga pasien agar tetap pada
terapi dialisis (Cahyaningsih, 2011: 77). Menurut Mutoharoh (2011) terapi
hemodialisis merupakan suatu teknologi sebagai terapi pengganti untuk
mengeluarkan sisa sisa metabolisme atau toksik tertentu dari peredaran
darah manusia seperti, air, elektrolit, natrium, kalium, hidrogen, ureum,
kreatinin, asam urat dan zat zat lain melalui membran semipermeable
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi
proses osmosis, difusi dan ultrafiltrasi.
b. Indikasi Hemodialisis
Indikasi hemodialisis dibagi menjadi 2 yakni hemodialisis emergency
atau HD segera dan Hemodialisis kronik. Hemodialisis emergency adalah
HD yang harus segera mendapatkan tindakan.
1) Indikasi hemodialisis emergency menurut Daurgirdas et al., cit.
Kandarini (2013) antara lain:
a) Kegawatan ginjal
1) Komplikasi Akut
Tabel 2.4 Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb cit. Kandarini, 2013)
Komplikasi
Penyebab
Hipotensi
Hipertensi
Reaksi alergi
Aritmia
Kram otot
Emboli udara
Dialysis disequilibirium
Masalah pada dialisat/
kualitas air
Chlorine
Kontaminasi Flouride
Kontaminasi bakteri/
endotoksin
2) Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik merupakan komplikasi yang terjadi pada pasien
dengan hemodialisis kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi
diantaranya penyakit jantung, malnutrisi, hipertensi (volume excess),
anemia, renal osteodystrophy, neurophaty, disfungsi reproduksi,
komplikasi pada akses, pendarahan, infeksi, amiloidosis, acquired
cystic kidney disease (Bieber dan Himmelfarb cit. Kandarini, 2013).
maksimal
yang
dapat
ditoleransi
dengan
tujuan
untuk
seperti telur, susu, ikan, ayam, daging tidak berlemak) (Situmorang, 2009).
Asupan protein harus disesuaikan dengan kebutuhan pasien. Jumlah protein
mungkin dapat diberikan lebih banyak dari porsi yang ditetapkan untuk
melampaui efek katabolik terapi kortikosteroid. Jumlah yang lebih rendah
mungkin dibutuhkan jika gejala uremia diduga kembali muncul (Williams
& Wilkins, 2012: 273).
d. Kalium
Menurut (Williams & Wilkins, 2012: 270) penderita insufisiensi renal
dan pasien yang menjalani dialisis peritoneal tidak perlu membatasi kalium
mereka, sedangkan pasien yang mengalami hiperkalemia atau menjalani
hemodialisis harus membatasi intake kalium menjadi 2 3 g/hari. Hal ini
diperhitungkan untuk mencegah timbulnya kagawatan jantung yang
disebabkan oleh hiperkalemia (defisit volume urine, keadaan metabolik dan
obat obatan yang mengandung kalium). Jadi, untuk menghindari hal
tersebut, kadar kalium dalam serum hendaknya dijaga dalam suatu kisaran
sempit yakni 3,5 hingga 5 Eq/l.
e. Kalori/ Energi
1) Kalori
Asupan kalori yang seimbang, diperlukan untuk mencegah
penurunan berat badan dan proses katabolisme protein. Gagal dalam
mengonsumsi kalori yang cukup menyebabkan meningkatnya kadar
BUN, karena protein tubuh dipecah menjadi energi. Penderita GGK
yang tidak memerlukan dialisis wajib mengonsumsi 35 kal/kg/hari.
Penderita yang menjalani dislisis peritoneal harus mengurangi asupan
dan
mempertahankan
status
gizi
optimal
dengan
atau
mengurangi
progesifitas
gagal
ginjal
dengan
dikonsumsi perorangan dalam keseharian dan merupakan suatu ciri khas pada
suatu komunitas tertentu. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk
memenuhi keseimbangan kebutuhan gizi seseorang. Pengaturan diet atau pola
makan pada pasien gagal ginjal sangat berpengaruh bagi status kesehatan
secara umum.
Tabel 2.5 Daftar Kadar Natrium dan Kalium Bahan Makanan
(mg/100 g Bahan Makanan) menurut Almatsier (2006)
a. Sumber Karbohidrat
Bahan Makanan
Beras giling
Beras giling
Beras ketan
Beras merah
Bihun
Biskuit
Havermout
Jagung kuning
Kentang
Krekers (soda)
Krekers graham
Kue kue
Makaroni
Misoa
Natrium
5
5
5
2
13
500
5
5
7
110
710
250
3
1
Kalium
100
303
282
282
195
195
200
400
260
396
120
330
132
96
Bahan Makanan
Roti bakar
Roti coklat
Roti coklat tak
bergaram
Roti kismis
Roti putih
Roti putih tak
bergaram
Roti susu
Singkong
Tepung kedelai
Tepung tapioka
Tepung terigu
Ubi kuning
Ubi putih
Vermiseli
Natrium Kalium
700
150
500
200
Kalium
350
100
250
210
300
350
350
498
159
300
350
350
213
300
335
Bahan Makanan
Ikan tongkol
Babat
Keju
Lidah
Merah elur ayam
Merah telur
bebek
Paru paru sapi
Putih telur ayam
Putih telur bebek
Sosis
Telur ayam
Telur bebek
Udang
Usus besar
Natrium Kalium
180
470
57
158
1250
100
100
250
128
169
10
300
530
200
91
94
3
500
3
11
5
2
36
30
3
150
394
926
400
400
150
304
210
130
Natrium
100
1250
100
30
200
100
50
93
73
200
1250
150
110
100
-
125
190
215
2281
1000
158
191
185
84
106
136
172
158
250
176
258
333
177
Ikan sarden
131
501
Usus halus
123
213
Natrium
6
-
Kalium
1132
1504
Bahan Makanan
Kacang tanah
Kecap
Keju kacang
tanah
Tahu
Tempe
Natrium Kalium
4
421
4000
500
1504
26
19
410
420
1151
Natrium
14
4
9
18
36
16
18
Kalium
294
416
166
373
330
652
295
Bahan Makanan
Mentimun
Kol
Peterseli
Petsay
Prei
Selada
Seledri batang
Seledri daun
Tomat
Sortel
Natrium Kalium
5,3
122
10
238
28
900
22
279
5
316
15
203
75
350
96
326
4
235
70
245
11
1
20
295
370
349
Natrium
2
6
2
3,8
1
4
1
Kalium
278
111
130
203
193
130
232
Bahan Makanan
Jeruk manis
Jeruk
Nanas
Pepaya
Pisang
Sari apel
Sawo
Natrium Kalium
4
137
2
162
2
125
4
221
18
435
1
95
3
181
Natrium
100
100
50
600
50
150
Kalium
500
90
150
1800
200
320
Bahan Makanan
Susu kental tak
bergula
Susu penuh cair
Susu penuh
bubuk
Susu krim cair
Susu krim bubuk
Youghurt
Natrium Kalium
140
303
607
12
-
670
151
-
d. Sayuran
Bahan Makanan
Andewi
Bayam
Bawang merah
Bawang putih
Bit
Daun pepaya
Kacang buncis
Kacang kapri
(biji)
Kapri
Kembang kol
e. Buah buahan
Bahan Makanan
Alpokat
Anggur
Apel hijau
Apel merah
Arbei
Belimbing
Duku
f. Susu
Bahan Makanan
Cokelat susu
Es krim
Susu
Susu asam bubuk
Susu kambing
Susu kental manis
36
150
380
38
470
175
1200
149
1500
200
g. Lemak
Bahan Makanan
Kelapa
Lemak babi
Margarin
Natrium
7
1500
987
Kalium
555
250
23
Bahan Makanan
Margarin tak
bergaram
Mentega
Santan
Natrium Kalium
Natrium
8
5000
500
4
38758
24
0,3
Kalium
46
100
1000
830
4
230
0,5
Bahan Makanan
Hagelslag
Jam
Kopi
Madu
Teh
Tomato ketchup
Natrium Kalium
25
300
15
75
0,03
16
60
210
10
1800
2100
800
15
987
4
10
15
324
h. Lain lain
Bahan Makanan
Bit (4% alkohol)
Boulin blok
Bubuk coklat
Cokelat pahit
Garam
Gula merah
Gula putih
6. Kepatuhan
a. Pengertian
Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI) (2007: 849), kepatuhan
berasal dari kata patuh yang berarti suka menurut; taat; berdisiplin. Kepatuhan
adalah suatu pengukuran pelaksanaan kegiatan sesuai dengan langkah
langkah yang telah ditetapkan. Penilaian ini dapat digunakan sebagai kontrol
bahwa program telah terlaksana sesuai standar dan sejauh mana perilaku
pasien dengan ketentuan yang diberikan oleh tenaga kesehatan (Sudarwati
2003 cit. Hirowati, 2010).
b. Faktor faktor yang mempengaruhi kepatuhan
Menurut Diana (2012) faktor faktor yang dapat mendukung sikap
patuh pasien, diantaranya:
1) Kemampuan
Kemampuan stimulus otak dalam menerima dan mengekspresikan
stimuli visual. Secara garis besar otak memproses sesuatu yang dilihat,
seperti sensitifitas terhadap warna, bentuk, garis dan ruang.
2) Motivasi
Motivasi
merupakan
karakteristik
psikis
manusia
dalam
5) Pendidikan
Pendidikan pasien dapat meningkatkan kepatuhan sepanjang
pendidikan tersebut merupakan pendidikan yang aktif, seperti
bersekolah sampai jenjang sarjana ataupun mencari serangkaian ilmu
pengetahuan secara otodidak (dari buku, majalah, koran, internet).
6) Modifikasi Faktor Lingkungan dan Sosial
Membangun dukungan sosial baik dari keluarga, saudara atau
kerabat. Dukungan dapat dibentuk untuk membantu pasien dalam
memahami
kepatuhan
terhadap
program
pengobatan,
seperti
dan
mengkaji
masalah
serta
mengevaluasi
B. Kerangka Teori
Pola konsumsi
makan :
Jenis
Jumlah
Frekuensi
Tingkat kepatuhan :
Pasien GGK yang menjalani
terapi hemodialisa
Patuh
Tidak patuh
Kemampuan
Motivasi
Fasilitas
Pengetahuan
Pendidikan
Modifikasi faktor lingkungan &
sosial
Perubahan model terapi
Komunikasi terapeutik
C. Kerangka Konsep
Pola konsumsi
makan :
Jenis
Jumlah
Frekuensi
Patuh
Kepatuhan pasien GGK yang
menjalani terapi hemodialisa
Tidak Patuh
D. Hipotesis