Anda di halaman 1dari 20

1

 
 

HUBUNGAN FAKTOR LINGKUNGAN DAN PERILAKU TERHADAP


KEJADIAN SKABIES DI PONDOK PESANTREN AL-FURQON
KECAMATAN SIDAYU KABUPATEN GRESIK PROVINSI JAWA TIMUR
TAHUN 2013
Rochis Julia*
Sri Tjahyani Budi Utami**
* Mahasiswi Kebidanan Komunitas Fakultas Kesehatan Masyarakat
**Dosen Departemen Kesehatan Lingkungan Fakultas Kesehatan Mayarakat

ABSTRACT

Scabies is an endemic and transmitted skin disease which can be found in almost entire
countries with different prevalence. In District of Gresik, Sub district of Sidayu this disease
escalates from 527 cases (2010) to 644 cases (2011) and rises to 833 cases in 2012. The
biggest Muslim Boarding School in Sidayu is Al Furqon. This research is conducted to know
the relationship between environment and behavior to the event of scabies at Al Furqon
Muslim Boarding School. Design used is cross sectional. Sampling used is total sampling of
the woman boarding house occupant that is 170 people. Chi-square is used for data analysis.
The research result shows that there is a meaningful relationship among room density (P =
0,006, OR = unlimited), water quantity (P = 0,000, OR = 14, 609) and behavior of personal
hygiene in changing clothes (P = 0,000, OR = 7, 389) to the event of scabies at Al Furqon
Muslim Boarding School and there is no meaningful relationship among environment
sanitary (P = 0,753), taking a bath (P = 0,505), washing hands (P = 0,822), shared clothes (P
= 0,874), and shared towel (P = 1).

Key words: scabies, environment, behavior

ABSTRAK

Skabies merupakan penyakit kulit endemik dan menular pada masyarakat yang terdapat di
semua negara dengan prevalensi yang berbeda-beda. Di Kabupaten Gresik, Kecamatan
Sidayu mengalami peningkatan kasus yaitu dari 527 kasus (2010) menjadi 644 kasus (2011)
dan meningkat menjadi 833 kasus di tahun 2012. Pondok pesantren terbesar di Sidayu adalah
Al-Furqon.Penelitian dilakukan untuk mengetahui hubungan faktor lingkungan dan perilaku
terhadap kejadian skabies di Pondok pesantren Al-Furqon . Desain yang digunakan cross
sectional. Jumlah sampel yang diambil adalah semua penghuni asrama putri yaitu sebanyak
170 orang. Data dianalisis menggunakan Chi-square. Hasil penelitian menunjukkan ada

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
2  
 

hubungan bermakna antara kepadatan kamar (P = 0,006, OR = tak terhingga), kuantitas air (P
= 0,000, OR = 14,609) dan perilaku Personal Hygiene dalam ganti pakaian (P = 0,000, OR =
7, 389) dengan kejadian skabies di Pondok pesantren Al-Furqon, sedangkan yang tidak ada
hubungan bermakna adalah kebersihan lingkungan (P = 0,753), mandi (P = 0,505), cuci
tangan (P = 0,822), tukar baju (P = 0,874) dan tukar handuk (P = 1).

Kata kunci: skabies, faktor lingkungan, perilaku

PENDAHULUAN

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang terdapat di semua negara dengan
prevalensi yang berbeda-beda. Di negara yang sedang berkembang prevalensi skabies 6 % -
27 % menyerang populasi umum dan cenderung lebih tinggi terkena pada anak-anak dan
remaja. Perkembangan penyakit ini juga dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi yang
rendah, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya pengetahuan dan kesalahan dalam diagnosis
serta penatalaksanaan.10
Skabies menempati urutan ketiga dari 12 penyakit kulit tersering di Indonesia.
Menurut Depkes RI prevalensi skabies di puskesmas seluruh Indonesia pada tahun 1986
adalah 4,6 % - 12, 95 %. Sebanyak 704 kasus skabies yang dijumpai di Bagian Kulit Kelamin
FKUI/RSCM pada tahun 1988, merupakan 5,7% dari seluruh kasus baru. Pada tahun 1989
dan 1990 prevalensi skabies adalah 6% dan 3,9%. Prevalensi skabies di Indonesia pada tahun
2009 adalah 2,9 % yaitu dengan jumlah penderita 6.915.135 dari 238.452.952 penduduk di
Indonesia.10
Di Indonesia, penyakit ini masih menjadi masalah tidak hanya di daerah terpencil,
tetapi juga di kota besar bahkan di Jakarta. Berdasarkan pengumpulan data Kelompok Studi
Dermatologi Anak Indonesia (KSDAI) tahun 2001, dari 9 rumah sakit di 7 kota besar di
Indonesia, jumlah penderita skabies terbanyak di dapatkan di Jakarta yaitu 335 kasus di 3
rumah sakit. Prevalensinya di Jawa Timur yaitu 0,2 % dengan jumlah penderita 72.000 orang
dari 36.269.500 penduduk di Jawa Timur.7
Di Kecamatan Sidayu, Kabupaten Gresik, penyakit skabies mengalami peningkatan
kasus yaitu dari 527 kasus pada tahun 2010 menjadi 644 kasus pada tahun 2011. Pada tahun
2012 menjadi 833 kasus.11
Wilayah Kecamatan Sidayu berada di Kabupaten Gresik bagian utara, mempunyai
wilayah yang berbatasan langsung dengan selat Madura yang merupakan bagian dari laut

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
3  
 

Jawa sehingga termasuk sebagai daerah pantura. Kecamatan Sidayu merupakan dataran
rendah dengan wilayah pantai, sungai, sawah, dan tambak, sehingga sebagian besar air
tanahnya merupakan air payau. Dari jumlah KK 7602 sebanyak 93,26 % memakai sumber
air dari sumur.11
Kecamatan Sidayu juga dikenal dengan banyak pondok pesantren. Salah satu pondok
pesantren yang terbesar adalah Al-Furqon. Pesantren ini terdiri dari 24 kelas putra dan putri,
yang mempunyai kurikulum tersendiri di setiap jenjang yang dibuat oleh pesantren. Fasilitas
yang ada di Pondok Pesantren ini meliputi masjid, ruang belajar dan juga asrama yang
menjadi tempat tinggal para santri. Pada umumnya keadaan personal hygiene di pondok-
pondok pesantren kurang mendapat perhatian dari para santri.2 Hal tersebut sering
menimbulkan penyebaran penyakit menular yang cepat di antara para santri terutama
penyakit kulit khususnya skabies. Pesantren yang padat penghuninya dan hygiene yang buruk
prevalensi penderita skabies mencapai 78,7%. tetapi pada kelompok dengan hygiene yang
baik prevalensinya hanya 3,8%.10
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dibuat yaitu ingin
mengetahui hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku terhadap kejadian skabies di
Pondok Pesantren Al-Furqon Kecamatan Sidayu Kabupaten Gresik tahun 2013. Sedangkan
untuk tujuannya adalah diketahuinya hubungan antara faktor lingkungan dan perilaku
terhadap kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon.

TINJAUAN TEORI

1. Skabies

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh tungau (mite) Sarcopes scabei,
yang termasuk dalam kelas Arachnida. Tungau ini berukuran sangat kecil dan hanya bisa
dilihat dengan mikroskop atau bersifat mikroskopis. Penyakit skabies sering disebut kutu
badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia
dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung melalui sentuhan langsung
dengan penderita maupun secara tidak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau
sisir yang pernah digunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau
Sarcoptesnya.9

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
4  
 

Skabies merupakan penyakit kulit menular yang disebabkan oleh infestasi dan
sensitisasi terhadap sarcopes scabiei var hominis yang berada di dalam terowongan di
stratum korneum pada tempat predileksi. Yang diserang adalah bagian kulit yang tipis dan
lembab, misalnya, pada lipatan kulit orang dewasa antara lain pada daerah-daerah inter
digital, daerah umbilicus, daerah axilla, scrotum dan daerah areola mammae. Pada bayi,
karena kulitnya masih tipis maka seluruh badan dapat terserang.5

Masa inkubasi berlangsung 2 sampai 6 minggu sebelum serangan gatal muncul pada
orang yang sebelumnya belum pernah terpajan. Orang yang sebelumnya pernah menderita
skabies maka gejala akan muncul 1-4 hari setelah infeksi ulang.3

Gejala utama berupa gatal terutama waktu malam hari. Tempat predileksi ialah kulit
yang lunak dan lembab, paling sering adalah pada lipatan kulit orang dewasa antara lain pada
daerah-daerah inter digital, daerah umbilicus, daerah axilla, scrotum dan daerah areola
mammae. Pada bayi karena kulitnya masih tipis maka seluruh badan dapat terserang termasuk
telapak tangan, kaki, muka dan kulit kepala. Efloresensi bersifat polimorfi yaitu berupa papel,
erosi, ekskoriasi. Di samping itu terdapat gejala infeksi sekunder berupa pustel, folikulitis dan
furunkulosis.5

Cara penularan yang paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat juga
melalui alat-alat seperti tempat tidur, handuk dan pakaian. Perjalanan penyakit ini erat
hubungannya dengan kebersihan perorangan dan kebersihan lingkungan. Apabila banyak
orang yang tinggal bersama-sama di suatu tempat yang sempit, maka risiko penularannya
semakin tinggi.14

2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan skabies

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap kejadian skabies:

1. Bibit Penyakit (Agent)

Bibit penyakit adalah makhluk hidup, zat, bahan, substansi atau kekuatan fisik yang
memiliki potensi untuk menimbulkan kelainan fisik dan atau fungsi sebagian tubuh atau
seluruhnya serta satu atau lebih organ tubuh manusia.1 Bibit penyakit yang dapat
menyebabkan skabies adalah tungau Sarcoptes scabiei.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
5  
 

2. Lingkungan

2.1. Lingkungan Fisik

Lingkungan fisik yaitu segala sesuatu di sekitar kita yang berbentuk benda mati
seperti rumah, air, udara, sinar matahari maupun senyawa kimia.6

Menurut Keputusan bersama antara Menkes RI dan Menteri Agama RI Nomor:


783/BM/DJ/BPSM/VI/93, tanggal 10 Juni 1993, dijelaskan tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan di Pondok Pesantren8, yaitu:

A. Umum

Lingkungan dan bangunan pondok pesantren selalu dalam keadaan bersih dan tersedia
sarana sanitasi yang memadai.

B. Tata Ruang

Tata ruang dan penggunaannya sesuai dengan rencana umum (Master Plan) yang
telah ditetapkan.

C. Konstruksi

Pada kontruksi beberapa hal yang perlu diperhatikan antara lain, lantai, dinding, lubang
penghawaan, atap, langit-langit, pintu dan jaringan instalasi.

D. Persyaratan Kesehatan Kamar/Ruang

1. Selalu dalam keadaan bersih dan mudah dibersihkan, tersedia tempat sampah sesuai
dengan jenis sampahnya serta tersedia fasilitas sanitasi sesuai kebutuhan.
2. Perbandingan jumlah tempat tidur dengan luas lantai minimal 3 m2/tempat tidur (1,5 x
2 m).
3. Di dalam lingkungan TPA baik di dalam maupun di luar ruangan harus mendapat
pencahayaan yang memadai.
4. Mutu udara harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Tidak berbau (terutama H2S dan amoniak).
b. Kadar debu tidak melampaui konsentrasi maksimum.
5. Kebisingan
Tingkat kebisingan maksimum 70 dBA.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
6  
 

6. Pencahayaan
Pada lingkungan pondok pesantren baik di dalam maupun di luar ruangan harus
pendapat cahaya dengan intensitas berdasarkan fungsinya.

E. Persyaratan Kesehatan Fasilitas Sanitasi

1. Penyediaan air bersih


2. Toilet dan kamar mandi
3. Pengolahan sampah
4. Pengolahan air limbah

2.2. Lingkungan Biologi

Lingkungan biologi merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar manusia yang
berupa organisme hidup, seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, kuman dan sebagainya. Dalam
kejadian skabies lingkungan biologinya adalah dengan adanya tungau sarcoptes scabei di
lingkungan sekitar.6

2.3. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial adalah manusia lain yang ada di sekitar kita seperti tetangga,
kawan bahkan orang yang tidak kita kenal. Pada skabies lingkungan sosialnya adalah orang
lain yang menderita skabies yang dapat menularkan baik secara langsung maupun tidak
langsung.6

3. Penjamu (Host)

Adapun karakteristik penderita skabies antara lain :

3.1. Sosial ekonomi

Skabies umumnya terjadi pada komunitas dengan berpenghasilan rendah (low


income) yang kurang memperhatikan kebersihan diri dan sanitasi lingkungan.14

3.2. Pendidikan dan pengetahuan

Skabies biasanya terjadi pada komunitas yang kurang pengetahuannya tentang


kebersihan diri dan lingkungan sehingga kurang memperhatikan kebersihan diri dan
lingkungannya sehingga mudah untuk ditempati kutu penyebab skabies. 14

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
7  
 

3.3. Perilaku

1. Pesonal hygiene
Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Seseorang dikatakan
personal hygiennya baik bila yang bersangkutan dapat menjaga kebersihan
tubuhnya yang meliputi, kebersihan kulit, kuku, rambut, mulut dan gigi, pakaian,
mata, hidung dan telinga serta kebersihan alat kelamin.2
Kebersihan perorangan yang berhubungan dengan penyakit kulit skabies mencakup
antara lain 13:
• Menjaga kebersihan badan dengan mandi 2 kali sehari.
• Kebiasaan mengganti pakaian.
• Mencuci tangan dengan sabun.
2. Kebiasaan bertukar alat pribadi
Kebiasaan pinjam meminjam alat-alat pribadi seperti pakaian, handuk merupakan
kebiasaan buruk yang dapat terjadi di asrama, pondok pesantren tempat kerja, atau
juga dalam rumah tangga. Mikroorganisme penyebab skabies akan tetap hidup dan
berada pada alat-alat yang tersentuh atau melekat pada kulit orang lain. Oleh
karena itu diusahakan agar tidak meminjam ataupun meminjamkan pakaian,
handuk dan alat-alat yang berpotensi menularkan penyakit skabies.3

METODOLOGI

Penelitian yang akan dilakukan mengunakan studi penelitian kuantitatif dengan desain
cross sectional yaitu suatu penelitian yang mempelajari hubungan faktor lingkungan dan
personal hygiene dengan kejadian skabies di pondok pesantren Al-Furqon di wilayah
Puskesmas Sidayu tahun 2013 dengan cara pengumpulan data secara wawancara dan
observasi dengan menggunakan kuisioner. Jumlah sampel secara total sampling sebanyak
170 orang yaitu seluruh penghuni asrama putri. Penelitian ini akan dimulai pada bulan Maret
Tahun 2013 dan berakhir pada bulan Mei Tahun 2013. Data dianalisis secara univariat dan
bivariat (chi square) dengan menggunakan komputer dan disajikan dalam bentuk tabel dan
narasi.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
8  
 

HASIL PENELITIAN

1. ANALISA DATA UNIVARIAT

Uraian Frekuensi Persen


Skabies
Ya 96 56,5
Tidak 74 43,5
Total 170 100
Faktor Lingkungan
Kepadatan
Padat 164 96,5
Tidak padat 6 3,5
Total 170 100
Kebersihan
Tidak bersih 67 39,4
Bersih 103 60,6
Total 170 100
Kuantitas air
< 60 liter sehari 65 38,2
≥ 60 liter sehari 105 61,8
Total 170 100
Perilaku
Mandi
< 2 kali sehari 9 5,3
≥ 2 kali sehari 161 94,7
Total 170 100
Ganti pakaian
< 2 kali sehari 120 70,6
≥ 2 kali sehari 50 29,4
Total 170 100
Cuci tangan
Tidak 147 86,5
Ya 23 13,5
Total 170 100
Tukar baju
Tukar baju 66 38,8
Tidak tukar 104 61,2
Total 170 100
Tukar handuk
Tukar handuk 14 8,2
Tidak tukar 156 91,8
Total 170 100

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
9  
 

Dari tabel diatas, menunjukkan dari 170 santriwati bahwa sebagian responden
menderita skabies dalam 1 bulan terakhir sebanyak 96 orang (56,5%) dan 74 orang tidak
menderita skabies dalam waktu 1 bulan terakhir (43,5%). Kepadatan kamar/ruang di Pondok
Pesantren Al-Furqon dari 170 responden sebanyak 164 responden (96,5%) berada di ruangan
yang tidak sesuai kriteria yaitu dalam 3 m² terdapat lebih dari 1 tempat tidur (1,5x2m) dan 6
orang berada di ruangan yang sesuai kriteria. Kebersihan kamar santriwati Pondok Pesantren
Al-Furqon dapat dilihat pada tabel di atas, 39,4% dari 170 responden didapatkan
kamar/ruangannya tidak bersih dan sisanya yaitu 60,6% kamar/ruangan keadaannya bersih.
Kuantitas air yang digunakan oleh responden baik untuk mandi maupun mencuci sebagian
besar sudah sesuai aturan kesehatan dasar yaitu lebih dari 60 liter sehari (61,8%), dan hanya
65 orang responden yang penggunaan airnya kurang dari 60 liter sehari (38,2%). Dari tabel di
atas dapat diketahui bahwa sebagian responden mandi 2 kali sehari (94,7%) dan hanya 9
orang yang mandi kurang dari 2 kali sehari (5,3%). Perilaku ganti baju lebih dari 2 kali sehari
sebanyak 50 responden (29,4%) dan sebagian lainnya kurang baik sebanyak 120 responden
(70,6%). Perilaku mencuci tangan dan kaki setelah beraktifitas dapat dilihat dari tabel di atas
yaitu masih banyak yang tidak mencuci tangan setelah berktifitas sebanyak 147 responden
(86,5%) dan sebagian kecil yang sudah menyadari pentingnya cuci tangan setelah beraktifitas
sebanyak 23 orang (13.5%). Perilaku bertukar baju diantara para santriwati di Pondok
Pesantren Al-Furqon dapat dilihat dari tabel di atas yaitu banyak yang tidak saling bertukar
baju sebanyak 104 responden (61,2%) dan sebagian lagi sebanyak 66 orang (38,8%) masih
saling bertukar baju. Perilaku bertukar handuk diantara para santriwati di Pondok Pesantren
Al-Furqon dapat dilihat dari tabel di atas yaitu banyak yang tidak saling bertukar baju
sebanyak 156 responden (91,8%) dan sebagian lagi sebanyak 14 orang (8,2%) masih saling
bertukar handuk.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
10  
 

5.2 ANALISA DATA BIVARIAT

Tabel 5.4 Hubungan Faktor Lingkungan dengan Skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon
Tahun 2013

Variabel Status Skabies Total Nilai P OR (95% CI)


n=
Skabies n (%) Tidak Skabies n (%) 170
Lingkungan
Kepadatan
Padat 96 (58.5%) 68 (41.5%) 164
0,006 Tak hingga
Tidak padat 0 (0%) 6 (100%) 6

Kebersihan
Tidak bersih 39 (58.2%) 28 (41.8%) 67
0.753 1.124
Bersih 57 (55,3%) 46 (44,7%) 103

Kuantitas air
< 60 Liter 58 (89.2%) 7 (10.8%) 65 0.000 14.609
≥ 60 Liter 38 (36.2%) 67 (63.8%) 105

Pada variabel kepadatan kamar/ruang didapatkan hubungan yang signifikan dengan


kejadian skabies yaitu nilai p = 0.006 dengan resiko yang tak terhingga pada kamar yang
padat daripada kamar yang tidak padat. Pada variabel kebersihan kamar/ruangan didapatkan
tidak ada hubungan yang signifikan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon.
Nilai P yang didapatkan yaitu 0.753. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kuantitas air
berhubungan secara signifikan dengan kejadian skabies, dengan P value yaitu 0.000, dengan
OR 14.609 yang artinya bahwa responden yang mandi dan mencuci menggunakan air yang
kurang dari 60 liter per harinya akan beresiko 14 kali menderita skabies daripada yang
menggunakan air lebih dari 60 liter per hari.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
11  
 

Tabel 5.4 Hubungan Personal Hygiene terhadap Skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon
Tahun 2013

OR (95%
Variabel Status Skabies Total P CI)
Skabies n Tidak Skabies n n=
(%) (%) 170
Personal Hygiene
Mandi
< 2 kali sehari 4 (44.4%) 5 (55.6%) 9
0,505 0.6
≥ 2 kali sehari 92 (57.1%) 69 (42.9%) 161

Ganti Baju
< 2 kali sehari 84 (70.0%) 36 (30.0%) 120
0.000 7.389
≥ 2 kali sehari 12 (24.0%) 38 (76.0%) 50

Cuci Tangan
Tidak 82 (55.8%) 65 (44.2%) 147 0.822 0.811
Ya 14 (60.9%) 9 (39.1) 23

Tukar Pakaian
Tukar 38 (57.6%) 28 (42.4%) 66
0.874 1.076
Tidak Tukar 58 (55.8%) 46 (44.2%) 104

Tukar Handuk
Tukar 8 (57.1%) 6 (42.9%) 14
1 1.03
Tidak Tukar 88 (56.4%) 68 (43.6%) 156

Untuk variabel mandi didapatkan tidak ada hubungan secara signifikan dengan
kejadian skabies dengan nilai P= 0,505. Dari tabel di atas didapatkan bahwa mandi dengan
menggunakan sabun lebih dari atau sama dengan 2 kali sehari menderita skabies sebanyak
57.1% dan mandi dengan menggunakan sabun kurang dari 2 kali sehari yang menderita
skabies yakni 44.4%.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
12  
 

Pada variabel ganti baju didapatkan ada hubungan secara signifikan dengan kejadian
skabies dengan P = 0.000. Dengan OR 7.389 yang artinya bahwa responden yang ganti baju
kurang dari 2 kali sehari mempunyai resiko terkena skabies 7 kali daripada yang ganti baju
lebih dari sama dengan 2 kali sehari. Dari data di atas di dapatkan bahwa ganti baju kurang
dari 2 kali sehari sebanyak 70% terkena skabies dan dengan ganti baju lebih dari sama
dengan 2 kali sehari hanya berkisar 24%.

Variabel cuci tangan didapatkan tidak ada hubungan secara signifikan dengan
kejadian skabies dengan P = 0.822. Variabel tukar baju dengan nilai P= 0.874 yang artinya
tidak ada hubungan tukar baju dengan kejadian skabies. Pada variabel tukar handuk juga
tidak ada hubungan dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon dengan nilai P =
1.

PEMBAHASAN

1. Kejadian skabies

Angka kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon didapatkan dari 170


responden yang menderita skabies dalam 1 bulan terakhir adalah 56,5%. Sisanya sebanyak
43,5% tidak mengalami skabies dalam 1 bulan terakhir. Sampel yang diambil adalah santri
penghuni asrama putri Pondok Pesantren Al-Furqon.

Penyakit kulit menular skabies dari dulu dikenal sebagai penyakit yang sering diderita
oleh para penghuni pondok pesantren. Hal ini dikarenakan perjalanan penyakit skabies yang
erat hubungannya dengan banyak orang yang tinggal bersama-sama di satu tempat yang
sempit, seperti di asrama ataupun di pondok-pondok pesantren.5 Cara penularan skabies yang
paling sering adalah kontak langsung dan erat atau dapat juga melalui alat-alat seperti tempat
tidur, handuk dan pakaian.

2. Faktor lingkungan

Keadaan lingkungan Pondok Pesantren Al-Furqon khususnya kepadatan kamar


terlihat sangat penuh sesak. Dari data yang didapatkan dapat diketahui kepadatan hunian
kamar dari 170 responden sebanyak 164 responden menempati kamar yang padat (96,5%)
yang dalam luas lantai 3m2 di tempati oleh 1 orang dengan tempat tidur ukuran 1,2x2m. 6
orang lainnya (3,5%) menempati kamar yang sesuai yaitu terdapat satu tempat tidur (ukuran
1,5x2m) dengan luas lantai lebih dari 3m².

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
13  
 

Skabies dapat terjangkit pada mereka yang tinggal berdesakan seperti pengungsi,
anggota tentara, asrama, panti dan sekolah.14 Skabies mudah sekali menular terutama pada
pemukiman yang padat penghuninya.7 Dengan lingkungan yang padat frekuensi kontak
langsung sangat besar, baik saat istirahat/tidur maupun aktifitas lainnya. Kepadatan hunian
merupakan faktor yang berhubungan dengan peningkatan skabies.14
Kebersihan lingkungan dalam hal ini adalah kamar dari para santriwati. Setelah
melakukan observasi dan wawancara didapatkan bahwa sebagian besar santriwati sudah
memahami pentingnya kebersihan lingkungan bagi kesehatan. Data yang didapatkan yaitu
sebanyak 60,6% kamar santriwati dalam keadaan bersih dan 39,4% masih terlihat agak kotor.

Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di sekeliling manusia baik benda
hidup maupun mati.6 Lingkungan juga sangat mempengaruhi kesehatan dari seseorang. jika
lingkungan di sekitarnya bersih dan sehat. Penyakit skabies erat kaitanya dengan kondisi
kebersihan perorangan dan lingkungan. Munculnya skabies dapat dikarenakan lingkungan
yang tidak dijaga kebersihannya sehingga tungau sarcoptes dapat hidup. Tungau sarcoptes
akan mati pada suhu 50o C dalam waktu 10 menit. Tungau sarcoptes dapat hidup 30 hari
pada suhu 25o C dan bisa bertahan sampai 14 hari pada suhu 21o C di lingkungan yang kotor
di luar host.14 Sehingga untuk menghilangkan kutu sarcoptes lingkungan di sekitar harus
dibersihkan dengan cara sering menjemur kasur, mengganti alas tidur/seprai dengan yang
sudah dicuci setiap 1 minggu sekali, dan menyapu serta mengepel lantai.

Pada penelitian yang dilakukan di Pondok Pesantren Al-Furqon didapatkan bahwa


sebagian besar responden mandapatkan akses air yang optimal yaitu lebih dari 60 liter per
hari per orang (61,8%), dan 65 orang lainnya (38,2%) yang akses terhadap air tidak optimal.

WHO menyebutkan bahwa kebutuhan air untuk setiap orang di Negara maju antara
60-120 liter per hari, sedangkan di Negara berkembang seperti Indonesia kebutuhan air
bersihnya antara 30-60 liter per hari. Jadi 61,8% responden mendapat air yang cukup dan
diambil dari sumber air yang berasal dari sumur. 38,2% responden menggunakan air yang
kurang juga berasal dari sumur yang sama. Penggunaan air yang tidak optimal ini
dikarenakan perilaku yang malas untuk mandi maupun mencuci dari para santri sehingga
dalm sehari mereka menggunakan air yang kurang dari 60 liter.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
14  
 

3. Perilaku

Kebersihan perseorangan di Pondok Pesantren kadang kurang mendapat perhatian


oleh para santri. Hal ini dipengaruhi oleh faktor kebiasaan dari santri sebelum dating ke
pesantren, seperti sosial budaya, hunian, keyakinan, keadaan lingkungan dan faktor
individual seperti kurangnya pengetahuan.2 Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan
menjaga kebersihan lingkungan agar senantiasa bersih dan menjaga kebersihan diri antara
lain dengan cara mandi, menghindari penggunaan pakaian, handuk, dan tempat tidur secara
bersama-sama dengan penderita skabies, mencuci pakaian, handuk dan sprei secara rutin,
menjemur kasur dan bantal di bawah sinar matahari secara berkala.14

Pada perilaku personal hygiene mandi didapatkan bahwa sebagian responden mandi 2
kali sehari (94,7%) dan hanya 9 orang yang mandi kurang dari 2 kali sehari (5,3%).
Gambaran perilaku personal hygiene ganti pakaian didapatkan bahwa perilaku ganti baju
lebih dari 2 kali sehari sebanyak 50 responden (29,4%) dan sebagian lainnya kurang baik
sebanyak 120 responden (70,6%). Gambaran perilaku personal hygiene dalam cuci tangan
dapat dilihat bahwa masih banyak santri yang tidak mencuci tangan setelah beraktifitas
sebanyak 147 responden (86,5%) dan sebagian kecil yang sudah menyadari pentingnya cuci
tangan setelah beraktifitas sebanyak 23 orang (13.5%). Gambaran perilaku bertukar pakaian
didapatkan bahwa perilaku bertukar baju diantara para santriwati sebanyak 66 responden
(38,8%) sering melakukan bertukar pakaian dengan teman dekatnya dan sebagian lainnya
tidak melakukan pertukaran pakaian sebanyak 104 responden (61,2%).Gambaran perilaku
bertukar handuk didapatkan bahwa perilaku bertukar handuk sebanyak 14 responden (8,2%)
dan sebagian lainnya tidak bertukar handuk sebanyak 156 responden (91,8%).

Parasit akan mudah berkembang biak menimbulkan penyakit bila kebersihan diri dan
kebersihan umum tidak terjamin. Tungau penyebab skabies sukar menginfestasi individu
dengan kebersihan perorangan yang baik karena tungau skabies dapat dihilangkan dengan
mandi secara teratur.14 Jadi untuk mencegah terjangkitnya skabies maka, setidaknya yang
harus dilakukan antara lain mandi minimal 2 kali dalam sehari, mengganti baju dengan yang
bersih minimal 1 kali sehari, mengganti alas tidur minimal1 minggu sekali dan tidak saling
bertukar baju maupun handuk dengan sesama santri.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
15  
 

4. Hubungan Faktor Lingkungan Dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon.

Hasil analisa data hubungan kepadatan hunian dengan skabies didapatkan adanya
hubungan yang signifikan dengan nilai P < 0,005. Nilai P yang didapatkan 0.006 dengan OR
tak hingga, artinya setiap responden yang menempati kamar yang padat akan beresiko tertular
skabies.
Skabies ini dapat ditularkan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung
dapat melalui kontak langsung dengan penderita skabies. secara tidak langsung dapat melalui
alas tempat tidur, handuk, pakaian yang telah terkontaminasi dengan kutu sarcoptes. Oleh
karena itu skabies sering menyebar dalam satu asrama. Faktor – faktor yang berhubungan
dengan penularan skabies diantaranya adalah kepadatan hunian, seperti juga diungkapkan
oleh Djuanda (1992), bahwa penyakit skabies banyak terjadi di lingkungan yang padat
penghuninya. Dengan lingkungan yang padat frekuensi kontak langsung sangat besar, baik
pada saat beristirahat/tidur maupun kegiatan lainnya.
Kebersihan lingkungan sangat penting pada penularan skabies. Skabies umumnya
terjadi pada masyarakat dengan penghasilan yang kurang (low income) yang kurang
memperhatikan kebersihan baik diri maupun lingkungan.14 Pada penelitian ini didapatkan
bahwa kebersihan lingkungan tidak berhubungan secara signifikan dengan kejadian skabies
dengan nilai P > 0,005, yaitu didapatkan nilai P = 0.753. Hasil penelitian ini sama dengan
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Setiadi (2007) yaitu, tidak ada hubungan antara
kebersihan lingkungan dengan kejadian skabies di pondok pesantren dengan nilai P = 1.
Penyakit kulit ini (skabies) tergolong water washed disease yang dapat dicegah atau
dikurangi dengan tersedianya air yang berfungsi sebagai pembersih dengan kuantitas yang
cukup dan kualitas fisik yang tidak berbau, berasa maupun berwarna.6 Pada penelitian yang
dilakukan dan setelah dianalisa dengan komputer didapatkan kuantitas air berhubungan
secara signifikan dengan kejadian skabies, dengan P value yaitu 0.000, OR 14,609. Artinya
bahwa setiap responden yang menggunakan air kurang dari 60 liter sehari akan beresiko
terkena skabies 14 kali daripada yang menggunakan air lebih dari 60 liter dalam sehari.
Dalam pemenuhan kuantitas air untuk mandi dan mencuci pada penelitian ini
tergantung dari perilaku dan kebiasaan individu dalam menggunakan air dan bukan dari
kesulitan dalam mengaksesnya, dalam hal ini antara lain kebiasaan malas untuk mandi
dengan air yang cukup (mandi cepat). Malas untuk mencuci baju dengan bersih dan hanya
dibilas sekali.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
16  
 

5. Hubungan Perilaku Dengan Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon.

Untuk variabel mandi didapatkan tidak ada hubungan secara signifikan dengan
kejadian skabies dengan nilai P=0,505. Dari tabel di atas didapatkan bahwa mandi dengan
menggunakan sabun lebih dari atau sama dengan 2 kali sehari menderita skabies sebanyak
57,1% dan mandi dengan menggunakan sabun kurang dari 2 kali sehari menderita skabies
lebih banyak yakni 44,4%. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Setiadi (2007) bahwa tidak ada hubungan antara mandi dengan kejadian
skabies di pondok pesantren dengan nilai P = 0.080.

Pencegahan skabies dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan lingkungan agar


senantiasa bersih dan menjaga kebersihan diri antara lain dengan cara mandi, menghindari
penggunaan pakaian, handuk, dan tempat tidur secara bersama-sam dengan penderita
skabies, mencuci pakaian, handuk dan sprei secara rutin, menjemur kasur dan bantal di
bawah sinar matahari secara berkala. Tungau penyebab skabies sukar menginfestasi individu
dengan kebersihan perorangan yang baik karena tungau skabies dapat dihilangkan dengan
mandi secara teratur.14

Pada variabel ganti baju didapatkan ada hubungan secara signifikan dengan kejadian
skabies dengan P = 0.000. Dengan OR 7,389 yang artinya bahwa responden yang ganti baju
kurang dari 2 kali sehari mempunyai resiko terkena skabies 7 kali daripada yang ganti baju
lebih dari sama dengan 2 kali sehari. dari data di atas di dapatkan bahwa ganti baju kurang
dari 2 kali sehari sebanyak 70% terkena skabies dan dengan ganti baju lebih dari sama
dengan 2 kali sehari hanya berkisar 24%.

Skabies pada umumnya terdapat pada komunitas yang berpenghasilan rendah (low
income communities) yang kurang memperhatikan kebersihan diri (personal hygiene).
Sarcopter scabiei betina dapat hidup dan bertahan di luar suhu kamar selama lebih kurang 7-
14 hari.14 Sehingga untuk mencegah penularan skabies dsarankan untuk ganti baju sehari
minimal 2 kali dengan pakaian yang telah dicuci sebelumnya.

Dan untuk variabel cuci tangan didapatkan tidak ada hubungan secara signifikan
dengan kejadian skabies dengan nilai P = 0,882. Data yang didapatkan adalah 55,8 %
responden yang tidak mencuci tangan dan terkena skabies dan 60,9 % responden yang
melakukan cuci tngan tetapi terkena skabies.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
17  
 

Tangan merupakan anggota tubuh kita yang sering kali kotor karena digunakan untuk
beraktifitas. tangan dapat menyebarkan penyakit baik secara langsung maupun tidak
langsung. Oleh karena itu untuk mencegah penularan penyakit kita harus mencuci tangan
setelah melakukan berbagai aktifitas.13

Pada variabel bertukar baju dan bertukar handuk tidak didapatkan hubungan yang
signifikan terhadap kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon. Nilai P untuk bertukar
baju yaitu 0,874 yang artinya tidak ada hubungan yang signifikan bertukar baju dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon. Data yang didapatkan sebanyak 57,6 %
santri yang bertukar baju menderita skabies dan 55,8% santri yang tidak bertukar baju
menderita skabies. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
Setiadi (2007) yaitu, tidak ada hubungan antara tukar baju dengan kejadian skabies di pondok
pesantren dengan nilai P = 0,074.

Nilai P untuk bertukar handuk didapatkan P = 1 yang berarti tidak ada hubungan
yang signifikan bertukar handuk dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon,
dengan data yang didapatkan sebanyak 57,1% santri yang bertukar handuk terkena skabies
dan 56,4 % santri yang tidak bertukar handuk terkena skabies.

Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh tungau sarcoptes scabiei
yang menyerang pada kulit manusia. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
peningkatan kejadian skabies adalah faktor penjamu ( host ) dan faktor lingkungan.
Faktor dari penjamu adalah karakteristik dari penjamu misalnya, sosial ekonomi yang
rendah, pendidikan, pengetahuan dan juga perilaku penjamu yang kurang sehat antara lain
personal hygiene yang buruk, memakai handuk, pakaian, sprei yang kotor, memakai alat
pribadi bersama-sama ( misal handuk, pakaian dan lainnya).
Faktor lingkungan dapat dibedakan menjadi lingkungan fisik, biologik dan sosial.
Lingkungan fisik disini erat hubungannya dengan kondisi fisik rumah mengenai kepadatan
hunian, kebersihan rumah dan juga dengan penyediaan air bersih baik dari segi kualitas
maupun kuantitas. Sedangkan untuk lingkungan biologinya terkait dengan adanya tungau
sarcoptes yang ada di lingkungan sekitar manusia tersebut yang dapat ditularkan melalui
kontak langsung maupun tidak langsung oleh penderita skabies. Sedangkan lingkungan sosial
adalah adanya penderita skabies yang berada bersama-sama di lingkungan rumah yang dapat
menularkan skabies kepada orang lainnya yang sehat baik secara kontak langsung maupun
tidak langsung.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
18  
 

Secara umum dapat diketahui dari hasil penelitian ini didapatkan yang berhubungan
secara signifikan adalah kepadatan kamar kuantitas air dan perilaku ganti baju para santri.
Sehingga perlu untuk diberikan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan para santri
untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan dalam upaya pencegahan skabies.

KESIMPULAN

Gambaran kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon didapatkan dari 170


responden, 56.5% menderita skabies dan sisanya tidak menderita skabies dalam 1 bulan
terakhir ini (43.5%). Gambaran kepadatan kamar/ruang di Pondok Pesantren Al-Furqon dari
170 responden sebanyak 164 responden (96,5%) berada di ruangan yang tidak sesuai kriteria
yaitu dalam 3 m² terdapat 1 tempat tidur (1,2x2m) dan 6 orang berada di ruangan dengan luas
lantai lebih dari 3m2. Gambaran kebersihan kamar santriwati Pondok Pesantren Al-Furqon
didapatkan, 39,4% dari 170 responden didapatkan kamar/ruangannya tidak bersih dan sisanya
yaitu 60,6% kamar/ruangan keadaannya bersih. Gambaran kuantitas air yang digunakan oleh
responden baik untuk mandi maupun mencuci sebagian besar sudah sesuai aturan kesehatan
dasar yaitu lebih dari 60 liter sehari (61,8%), dan hanya 65 orang responden yang
penggunaan airnya kurang dari 60 liter sehari (38,2%).

Gambaran perilaku personal hygiene mandi didapatkan bahwa sebagian responden


mandi 2 kali sehari (94,7%) dan hanya 9 orang yang mandi kurang dari 2 kali sehari (5,3%).
Gambaran perilaku personal hygiene ganti pakaian dapat disimpulkan bahwa perilaku ganti
baju lebih dari 2 kali sehari sebanyak 50 responden (29,4%) dan sebagian lainnya kurang
baik sebanyak 120 responden (70,6%). Gambaran perilaku personal hygiene dalam cuci
tangan dapat disimpulkan bahwa masih banyak yang tidak mencuci tangan setelah
beraktifitas sebanyak 147 responden (86,5%) dan sebagian kecil yang sudah menyadari
pentingnya cuci tangan setelah beraktifitas sebanyak 23 orang (13.5%). Gambaran perilaku
bertukar pakaian diantara para santri dapat disimpulkan bahwa perilaku tukar baju sebanyak
66 responden (38,8%) melakukan tukar baju diantara para santri dan sebagian lainnya yaitu
sebanyak 104 responden tidak melakukan tukar baju (61,2%). Gambaran perilaku bertukar
handuk diantara para santri dapat dilihat bahwa perilaku tukar handuk sebanyak 14 responden
(8,2%) melakukan tukar handuk dan yang lainnya tidak melakukan tukar handuk sebanyak
104 responden (91,8)

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
19  
 

Dari hasil uji bivariat secara chi square didapatkan bahwa variabel yang berhubungan
adalah kepadatan hunian kamar dengan nilai P = 0.006 dengan resiko yang tak terhingga pada
kamar yang padat untuk terkena skabies daripada kamar tidak padat. Kuantitas air yang
dipergunakan untuk mandi dan mencuci dengan nilai P = 0,000, OR = 14, 609, yang artinya
adalah responden yang menggunakan air kurang dari 60 liter per harinya akan beresiko
terkena skabies 14 kali daripada yang menggunakan air lebih dari 60 liter per hari. Perilaku
personal hygiene ganti pakaian juga mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian
skabies dengan resiko yang 7 kali pada responden dengan ganti pakaian yang kurang dari 2
kali sehari.(nilai P = 0.000). Variabel yang tidak ada hubungan antara lain, kebersihan
lingkungan dengan nilai P = 0,753 yang artinya, tidak ada hubungan yang signifikan dengan
kejadian skabies di Pondok Pesantren Al-Furqon, dan perilaku personal hygiene (mandi,
mencuci tangan, tukar baju dan tukar handuk ).

SARAN

1. Untuk Puskesmas Sidayu dan Dinas Kesehatan Gresik:

• Menggalang komitmen dengan berbagai pihak baik dari Dinkes, Pemda maupun lintas
sektor lainnya. Yang paling utama para pemilik pondok pesantren, ulama, petugas
dari puskesmas dan juga dari aparat desa untuk mengurangi kepadatan hunian asrama
pondok agar dapat mencegah penularan skabies ke orang di sekitarnya.
• Peningkatan penyuluhan ke pondok-pondok pesantren akan menambah pengetahuan
yang utamanya adalah menjaga kebersihan diri dengan meningkatkan kuantitas air
yang dipakai untuk kebersihan diri serta ganti baju minimal 1 kali dalam sehari dan
dapat melakukan pencegahan dini penyakit skabies.

2. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan untuk mengambil sampel yang lebih heterogen dan
jumlah sampel yang diambil lebih banyak sehingga dapat lebih mewakili dari populasi
yang diteliti. Metodologi yang digunakan untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
menggunakan case control sehingga dapat melihat paparan penyebab yang lebih spesifik
terhadap kejadian skabies.

3. Untuk masyarakat agar meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat, serta berperan aktif
apabila ada keluarga atau tetangga yang terkena penyakit kulit untuk segera memberikan
informasi untuk segera berobat ke fasilitas kesehatan terdekat.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013
20  
 

KEPUSTAKAAN

1. Achmadi, F. A. 2011. Dasar-Dasar Penyakit Berbasis Lingkungan. Jakarta: Rajawali


Press.
2. Badri, Moch. 2007. Hygiene Perseorangan Santri Pondok Pesantren Wali Songo
Ngabar Ponorogo. Media Litbangkes volume XVII nomor 2.
3. Chin, James. 2009. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta: Infomedika.
4. Djuanda, Adi. 1992. Skabies. Majalah Kedokteran Indonesia volume 42 nomor 5.
5. Junadi Purnawan, dkk. 1982. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
FKUI.
6. Kabulrachman. 1992. Pengaruh Lingkungan dan Pencemarannya terhadap
Kesehatan Kulit. Majalah Kedokteran Indonesia volume 42, nomor 5.
7. Mansyur M, dkk. 2007. Pendekatan Kedokteran Keluarga pada Penatalaksanaan
Skabies Anak Usia Pra Sekolah. Majalah Kedokteran Indonesia volume 57, nomor 2.
8. Setiadi Totih R. S. 2007. Hubungan Faktor Lingkungan dan Perilaku dengan
Kejadian Skabies di Pondok Pesantren Al Karimiyah Sawangan Depok. Skripsi.
Depok: FKM UI.
9. Soedarto. 1990. Entomologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
10. Sungkar , dkk, 1992. Diagnosis Skabies dan Masalahnya. Majalah Kedokteran
Indonesia volume 42, nomor 5.
11. Laporan Tahunan Puskesmas Sidayu tahun 2010 sampai dengan 2012.
12. Profil Kesehatan Propinsi Jawa Timur tahun 2010.
13. Utojo, Kamsi, 1989. Personal Hygiene (Hygiene Perseorangan). Buletin Keslingmas
VII no.31.
14. Widiasih, D. A. dkk. 2012. Epidemiologi Zoonosis di Indonesia. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.

Universitas  Indonesia  
Hubungan Faktor..., Rochis Julia, FKM UI, 2013

Anda mungkin juga menyukai