Jean-Baptiste de Lamarck
Lingkungan mempunyai pengaruh pada ciri dan sifat yang dihasilkan melalui
adaptasi lingkungan.
Ciri dan sifat yang terbentuk akan diwariskan kepada keturunan.
Organ yang sering digunakan akan berkembang dan membesar, sementara organ
yang jarang digunakan akan mengalami penyusutan, atau bahkan menghilang.
Menurut Lamarck, di masa lalu, jerapah hanya ada satu jenis, yaitu jerapah dengan leher
pendek. Karena makanan jerapah ini ada di pucuk daun yang tinggi, mau tidak mau,
jerapah harus berusaha untuk menggapai dedaunan tersebut. Jerapah pun menguatkan
otot lehernya dan menggunakannya secara maksimal sehingga lehernya dapat menjadi
panjang.
Sifat jerapah berleher panjang ini pun diwariskan kepada keturunanya sehingga semua
jerapah yang kita lihat saat ini berleher panjang.
Menariknya, gagasan yang dikeluarkan oleh teori evolusi Lamarck ini menghasilkan 2
fakta penting:
Adanya penemuan fosil yang memperlihatkan bahwa makhluk hidup zaman dulu
berbeda dengan makhluk hidup masa sekarang.
Teorinya menjelaskan mengapa setiap makhluk hidup memiliki adaptasi yang baik
terhadap lingkungan.
Gagasan Lamarck ini memperlihatkan bahwa tiap makhluk hidup punya cara adaptasi
sesuai dengan cara hidupnya masing-masing. Itulah mengapa singa punya cakar yang
kuat untuk menecngkeram mangsa. Mengapa gajah punya belalai panjang untuk
mengumpulkan makanan. Itulah mengapa, rusa punya otot kaki yang kuat, demi bisa
kabur dari kejaran predator.Lamarck juga mengajukan suatu penjelasan mengenai
mekanisme evolusi. Menurut Lamarck, makhluk hidup mengembangkan ciri khusus
melalui organ yang digunakan dan tidak digunakan (use and disuse). Oleh karena itulah,
mekanisme evolusi Lamarck disebut juga teori use and disuse. Lamarck mencontohkan
bahwa rusa yang sering berlari cepat menghindari serigala akan mengembangkan otot
lari yang kuat. Sifat yang dibentuk oleh makhluk hidup selama hidupnya disebut ciri atau
sifat yang didapatkan. Lamarck percaya bahwa ciri atau sifat yang didapat tersebut dapat
diwariskan.
HUKUM HARDY-WEINBERG
Asas Hardy-Weinberg menyatakan bahwa frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam
suatu populasi akan tetap konstan, yakni berada dalam kesetimbangan dari satu generasi
ke generasi lainnya kecuali apabila terdapat pengaruh-pengaruh tertentu yang
mengganggu kesetimbangan tersebut. Pengaruh-pengaruh tersebut
meliputi perkawinan tak acak, mutasi, seleksi, ukuran populasi terbatas, hanyutan genetik,
dan aliran gen. Adalah penting untuk dimengerti bahwa di luar laboratorium, satu atau
lebih pengaruh ini akan selalu ada. Oleh karena itu, kesetimbangan Hardy-Weinberg
sangatlah tidak mungkin terjadi di alam. Kesetimbangan genetik adalah suatu keadaan
ideal yang dapat dijadikan sebagai garis dasar untuk mengukur perubahan genetik.
Frekuensi alel yang statis dalam suatu populasi dari generasi ke generasi mengasumsikan
adanya perkawinan acak, tidak adanya mutasi, tidak adanya migrasi ataupun emigrasi,
populasi yang besarnya tak terhingga, dan ketiadaan tekanan seleksi terhadap sifat-sifat
tertentu.
Contoh paling sederhana dapat terlihat pada suatu lokus tunggal beralel ganda: alel
yang dominan ditandai A dan yang resesif ditandai a. Kedua frekuensi alel tersebut
ditandai p dan q secara berurutan; freq(A) = p; freq(a) = q; p + q = 1. Apabila populasi
berada dalam kesetimbangan, maka freq(AA) = p2 untuk homozigot AA dalam populasi,
freq(aa) = q2 untuk homozigot aa, dan freq(Aa) = 2pq untuk heterozigot.
Jika syarat-syarat tersebut terpenuhi, maka frekuensi alel dan frekuensi genotipe dalam
suatu populasi akan konstan dan evolusi pun tidak akan terjadi. Tetapi dalam kehidupan,
syarat-syarat tersebut tidak mungkin terpenuhi sehingga evolusi dapat terjadi.
Soal 1 :
Jika 1000 penduduk suatu wilayah diperiksa golongan darahnya menurut system ABO,
dan diperoleh data sebagai barikut : 320 orang bergolongan darah A, 150 orang B, 40
orang AB, dan 490 orang O.
1. Berapakah frekuensi alel IA,IB, dan I masing-masing pada populasi tersebut
?
2. Dari 320 orang yang bergolongan darah A, berapakah diperkirakan
homozigot IAIA ?
3. Dari 150 orang yang bergolongan darah B, berapakah yang heterozigot IBi
?
Jawab :
Andaikan p = frekuensi alel IA, q = frekuensi alel IB, dan r = frekuensi alel I menurut
Hukum Hardy Weinberg.
1. p2 IAIA + 2pr IAi + q2 IBIB + 2qr IBi + 2pq IAIB + r2 ii
r2 = frekuensi golongan O = 490 = 0,49
1000
r = √ 0,49 = 0,7
( p + r )2 = frekuensi golongan A + golongan O
= 320 + 490 = 0,81
1000
( p + r ) = √ 0,81 = 0,9
p = 0,9 – 0,7 = 0,2
karena ( p + q + r ) = 1, maka q = 1 – ( p + r )
q = 1 – ( 0,2 + 0,7 ) = 0,1
jadi frekuensi alel IA = p = 0,2
frekuensi alel IB = q = 0,1
frekuensi alel i = r = 0,7
1. Frekuensi genotip IAIA = p2 = ( 0,2 )2 = 0,04
Jadi dari 320 orang yang bergolongan darah A yang diperkirakan homozigot IAIA = 0,04
x 1000 orang = 40 orang
1. Frekuensi genotip IBi = 2qr = 2 ( 0,1 x 0,7 ) = 0,14
Jadi dari 150 orang yang bergolongan darah B yang diperkirakan heterozigotik IBi = 0,14
x 1000 orang = 140 orang.
Soal 2
Misalkan 8% dari laki-laki di suatu daerah menderita buta warna merah-hijau, berapakah
:
1. Frekuensi perempuan yang menderita buta warna di daerah tersebut ?
2. Frekuensi perempuan yang diduga normal di daerah tersebut ?
Jawab :
Menurut Hukum Hardy – Weinberg :
Frekuensi gen c = q = 0,08
Frekuensi gen C = p = 1 – 0,08 = 0,92
1. Frekuensi wanita buta warna = cc = q2 = ( 0,08 )2 = 0,0064
2. Frekuensi wanita normal = CC dan Cc = p2 + 2pq
3. Misalnya, dari 500 mahasiswa Fakultas Biologi Unsoed diketahui 196 orang
bergolongan darah A, 73 golongan B, 205 O, dan 26 AB. Alel yang langsung dapat
dihitung frekuensinya adalah I0 , yang merupakan akar kuadrat frekuensi O. Jadi,
frekuensi I0 = √ 205/500 = 0,64. Selanjutnya, jumlah frekuensi A dan O = p2 + 2pr + r2
= (p + r)2 = (1 – q) 2 sehingga akar kuadrat frekuensi A + O = 1 – q. Dengan demikian,
frekuensi IB (q) = 1 – akar kuadrat frekuensi A + O = 1 – √(196 + 205)/500 = 0,11. Dengan
cara yang sama dapat diperoleh frekuensi alel IA (p) = 1 – √(73 + 205)/500 = 0,25.
Teori Lamarck ditentang oleh Weismann. Weismann berpendapat bahwa perubahan sel-
sel tubuh akibat pengaruh lingkungan tidak diwariskan pada keturunannya. Weismann
membuktikan teorinya dengan mengawinkan dua ekor tikus yang masing-masing
ekornya telah dipotong.
Kemudian, anak-anak yang sudah dewasa dipotong ekornya dan dikawinkan dengan
sesamanya. Hasilnya tetap anak-anak tikus yang berekor. Percobaan ini dilakukan hingga
21 generasi tikus dan hasilnya tetap sama.