Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa
yang salah satunya adalah Pancasila. Memang ada perdebatan tentang istilah
pilar tersebut, karena selama ini dipahami bahwa Pancasila adalah dasar negara,
namun semangat untuk menumbuhkembangkan lagi Pancasila perlu disambut
dengan baik.
1. Dasar Filosofis
Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia
dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme.
Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi
kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham
sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat
di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem
kenegaraan yang berbeda. Faham individualisme melahirkan negara -negara
kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga
menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan
berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal.
Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter
dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi
segelintir warga pemilik kapital. Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan
‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri
negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub
ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische
grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang
terkandung p…
Nomor : 03/M/SE/VIII/2017
Yth:
Landasan Hukum:
5. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;
Wawasan Kebangsaan...
Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak
membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi
lain kaum colonial terus menggunakan politik “devide et impera”.
Tekad perjuangan itu lebih tegas lagi dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan
bahasa Indonesia”.
Dalam perjalanan sejarah itu telah timbul pula gagasan, sikap, dan tekad yang
bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan.
Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa
secara etimologis istilah “wawasan” berarti:
(1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti
“Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan,
adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.
Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa
struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial
budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.
Konsep kebangsaan merupakan hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia.
Dalam kenyataannya konsep kebangsaan itu telah dijadikan dasar negara dan
ideologi nasional yang terumus di dalam Pancasila sebagaimana terdapat dalam
Alinea IV Pembukaan UUD 1945.
Dalam zaman Kebangkitan Nasional 1908 yang dipelopori oleh Budi Utomo
menjadi tonggak terjadinya proses Bhineka Tunggal Ika.
Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu,
kelas dua, mayoritas atau minoritas.
Hal ini antara lain dibuktikan dengan tidak dipergunakannya bahasa Jawa
misalnya, sebagai bahasa nasional tetapi justru bahasa melayu yang kemudian
berkembang menjadi bahasa Indonesia.
Derasnya pengaruh globalisasi, bukan mustahil akan memporak porandakan adat
budaya yang menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan akan melemahkan
paham nasionalisme.
Melalui upaya tersebut diharapkan dapat terwujud pemerintah pusat yang bersih
dan akuntabel dan pemerintah daerah yang tumbuh dan berkembang secara
mandiri dengan daya saing yang sehat antar daerah dengan terwujudnya
kesatuan ekonomi, kokohnya kesatuan politik, berkembangnya kesatuan budaya
yang memerlukan warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri
kebangsaan, netralitas birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan,
sistem pendidikan yang menghasilkan kader pembangunan berwawasan
kebangsaan.
(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;
(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila,
bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah
(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;
(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila,
bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah
tata kehidupan di dunia;
(5). NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk
mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar
dengan bangsa lain yang sudah maju.
Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa
memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:
(1). Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa;
(2). Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan
besatu;
(3). Cinta akan tanah air dan bangsa;
Saya menghabiskan sebagian besar usia dewasa saya di luar nusantara. Saya
pernah tinggal di Amerika (Cambridge, Boston, Nashua, Columbus),Eropa
(Assen),Australia (Melbourne) dan Timur Jauh (Seoul). Kemanapun saya pergi
saya bangga menjadi orang Indonesia. Sangat bangga. Saya datang dari bangsa
yang kaya raya. Nenek moyang sayalah yang dulu menyelamatkan bangsa Eropa
dari ancaman kepunahan dan membiayai transformasi masyarakat mereka
untuk keluar dari abad kegelapan. Eropa tahun 1200an adalah daratan yang
terkebelakang. Lima ratusan tahun kemudian, pun dengan episode Renaissance
tahun 1400-1700an, nasib mereka tidak berubah banyak. Sampai tahun 1694,
Eropa masih didera wabah kelaparan. Menurut catatan pegawai di kota
Beauvais, wabah kelaparan yang mengganas membuat para warga yang miskin
mengkonsumsi makanan yang sangat tidak higienis (dan tidak akan pernah
terbayang oleh penduduk nusantara kita). Mereka makan kucing dan serpihan
bangkai kuda yang terserak di tengah kotoran. Lainnya memakan paku-pakuan,
rumput dan akar tanaman yang mereka rebus dalam air. Pemandangan ini
meruyak di seluruh daerah Perancis. Sekitar 15% populasi Perancis mati
kelaparan antara tahun 1692-1694. Tahun 1695, wabah yang sama memukul
Estonia dan membunuh seperlima populasinya. Tahun berikutnya, 1696, adalah
giliran Finlandia yang seperempat penduduknya habis. Sementara itu Skotlandia
juga dihajar wabah kelaparan antara tahun 1695-1698, dimana beberapa
daerah kehilangan 20% dari penduduknya. Itulah wajah Eropa selama lebih dari
setengah abad. Negeri-negerinya diperintah oleh penguasa-penguasa yang lalim
dan diperas oleh para perampok dan bajak laut. Sementara warga Perancis
sedang sekarat dan bergulat dengan kelaparan masal, Raja Louis XIV asyik
glenikan dengan simpanan-simpanannya di Versailles.
Bagaimana kondisi nusantara pada perioda tersebut? Pada perioda 1200 - 1700
nusantara kita adalah tempat paling makmur seluruh dunia. Setelah era
kerajaan maritim Sriwijaya (650-1183), tahun 1300an muncul, Majapahit,
empire kedua di Nusantara yang masa keemasannya didokumentasikan dalam
buku Negara Kertagama. Wilayah Majapahit membentang melebihi Indonesia
kita sekarang ini. Subur kang sarwo tinandur. Gemah ripah loh jinawi. Sawah
luas seperti tanpa batas. Hutan dan kebun dengan seribu macam buah, umbi-
umbian, rempah-rempah dan tentunya beraneka ragam ternak. Sungai, laut dan
danau penuh berisi ikan dan berbagai komoditi. Sementara tanah yang dipijak
berisi mineral dan berbagai logam mulia. Pendeknya, nusantara kita adalah
paradisal archipelago. Raja-raja kita memerintah dengan adil dan bijaksana.
Memang ada persaingan dan peperangan di sana-sini. Tetapi ini peperangan
bukan karena kekurangan. Semua raja di wilayah nusantara adalah penguasa
yang kaya raya. Madep ngalor sugih, madep ngidul sugih. Tidak pernah ada
masalah kelaparan seperti di Eropa sana. Jadi tidaklah logis. It doesn't add up.
Ora gathuk. Tidak nalar, kalo bangsa kelaparan tadi itu datang kledang-kledang
menjajah bangsa yang kuat dan makmur. Dari keseluruhan riset saya, berikut ini
adalah rekonstruksi yang lebih mungkin terjadi di situasi nusantara kita saat itu:
1. Para explorer dari Eropa itu dikirim kemana-mana oleh penguasanya justru
sebagai misi SOS (tapi kemudahan berkembang menjadi misi keserakahan).
Bangsa nyaris punah yang sedang mencari jalan keselamatan. Mereka
mengetahui dari laporan para traders sebelumnya bahwa ada negeri makmur di
katulistiwa yang mempunyai semuanya. Sumber daya yang besar. Itu adalah
harapan besar bagi mereka untuk survive.
3. Hanya atas belas kasihan raja-raja kita lah mereka itu diterima dan
ditampung dalam wilayah nusantara. Disanak dan diorangkan, karena
penguasa-penguasa kita menjunjung tinggi nilai bahwa tamu haruslah
dihormati. Sebenarnya kalangan Central Intelligence istana sudah menengarai
bahwa ada potensi ancaman (kelak akan terbukti secara besar-besaran), tapi
raja-raja kita adalah penguasa yang dermawan dan terbuka hatinya. Atas nama
kemanusiaan, orang-orang asing tersebut diberi makan dan bahkan diberi
sekedar pekerjaan. Karena memang di negeri asalnya sana sedang berlangsung
krisis pekerjaan dan ekonomi sampai orang-orang mati kelaparan di jalan-jalan.
Penguasa kita, yang resourcenya luar biasa, menyisihkan sedikit opportunity
buat mereka. Zaman sekarang ini mungkin sektor pekerjaan informal: menyapu
halaman, membantu masak, membersihkan kandang kuda, menguras kolam
ikan dsb.
6. Catatan ini kiranya penting bagi generasi muda Indonesia. Mereka harus kita
bekali kepercayaan dan sejenis keimanan bahwa mereka adalah bagian dari
bangsa pejuang dan negeri pemenang yang setara dengan negara besar dimana
saja. Bangsa besar yang bisa memimpin dan memandu bangsa-bangsa lain di
seluruh dunia.
Maka, kelak di tahun 2045, ketika Indonesia sudah menjadi salah satu dari 5
besar ekonomi dunia, saya juga ingin membantu memastikan bahwa kita adalah
1 dari 5 negara yang aktif mengurus dan mungkin malah memimpin Stasiun
Ruang Angkasa Dunia (International Space Station). Launching station kita akan
terletak di Morotai yang dilewati garis equator sehingga bahan bakar roket kita
akan lebih hemat. Space Shuttle kita bukan bernama Magellan atau
Nebuchadnezaar, tapi adalah SS Karaeng Galesung, SS Tjoet Nya' Dien atau SS
Ngurah Rai. Nama orang-orang gagah berani yang menjadi saksi bahwa
penjajahan sejati tidak pernah ada di Nusantara.
Keterangan Foto:
Ditulis dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-
74 dan memperinganti penerbangan pertama pesawat N250 buatan Indonesia,
10 Agustus 1995.
Harari, Yuval Noah. Homo Deus: A brief history of tomorrow. Random House,
2016.
Prapanca, Mpu. Negara Kertagama. Majapahit, 1365