Anda di halaman 1dari 21

Dasar Hukum Serta Maksud dan Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Tujuan Pendidikan Pancasila dapat dipahami dengan menelaah dasar-dasar


pendidikan pancasila sebagai bagian yang tidak terpisah dalam konsep pendukung
capaian dalam penyelenggaraan pendidikan pancasila di perguruan tinggi. Dasar-
dasar yang dimaksud yakni dasar filosofis, sosiologis, dan dasar yuridis yang akan
diuraikan dalam artikel ini. Sebagaimana dikemukakan oleh sejumlah pengamat
bahwa gerakan untuk merevitalisasi Pancasila saat ini semakin menunjukkan
gejala yang menggembirakan. Forum-forum ilmiah di berbagai tempat telah
diselenggarakan baik oleh masyarakat umum maupun kalangan akademisi. 

Tidak terkecuali lembaga negara yaitu MPR mencanangkan empat pilar berbangsa
yang salah satunya adalah Pancasila. Memang ada perdebatan tentang istilah
pilar tersebut, karena selama ini dipahami bahwa Pancasila adalah dasar negara,
namun semangat untuk menumbuhkembangkan lagi Pancasila perlu disambut
dengan baik. 

Undang undang Republik Indonesia nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan


Tinggi yang belum lama disahkan, secara eksplisit juga menyebutkan bahwa
terkait dengan kurikulum nasional setiap perguruan tinggi wajib
menyelenggarakan mata kuliah Pancasila, Kewarganegaraan, Agama dan Bahasa
Indonesia. Menindaklanjuti undang undang tersebut, Dikti juga menawarkan
berbagai hibah pembelajaran untuk keempat mata kuliah tersebut.  

Pancasila adalah dasar filsafah negara indonesia, sebagaimana tercantum dalam


pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu setiap warga negara Indonesia harus
mempelajari, mendalami, menghayati, dan mengamalkan dalam segala bidang
kehidupan. Pancasila merupakan warisan luar biasa dari pendiri bangsa yang
mengacu kepada nilai-nilai luhur. Nilai nilai luhur yang menjadi panutan hidup
tersebut telah hilang otoritasnya, sehingga manusia menjadi bingung.
Kebingungan tersebut dapat menimbulkan krisis baik itu krisis moneter yang
berdampak pada bidang politik, sekaligus krisis moral pada sikap perilaku
manusia.

Dalam upaya merespon kondisi tersebut, pemerintah perlu mengantisipasi agar


tidak menuju kearah keadaan yang lebih memprihatinkan. Salah satu solusi yang
dilakukan oleh pemerintah, dalam menjaga nilai-nilai panutan dalam berbangsa
dan bernegara secara lebih efektif yaitu melalui bidang pendidikan. Oleh karena
itu, tujuan pendidikan pancasila yang akan diuraikan dalam artikel ini sasarannya
adalah bagi para mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi. 

Adapun dasar-dasar pendidikan pancasila tersebut dapat dijelaskan sebagai


berikut: 

1. Dasar Filosofis 

Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua, dunia
dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi komunisme.
Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi
kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham
sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat
di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem
kenegaraan yang berbeda. Faham individualisme melahirkan negara -negara
kapitalis yang mendewakan kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga
menimbulkan perilaku dengan superioritas individu, kebebasan berkreasi dan
berproduksi untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. 
Sementara faham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang otoriter
dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari eksploitasi
segelintir warga pemilik kapital. Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan
‘perang dingin’ yang dampaknya terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri
negara Republik Indonesia mampu melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub
ideologi dunia tersebut, dengan merumuskan pandangan dasar (philosophische
grondslag) pada sebuah konsep filosofis yang bernama Pancasila. Nilai-nilai yang
terkandung p…

[11.45, 17/9/2019] Bina: SURAT EDARAN

Nomor : 03/M/SE/VIII/2017

PENGUATAN PENDIDIKAN PANCASILA DAN MATA KULIAH WAJIB UMUM

PADA PENDIDIKAN TINGGI

Yth:

1. Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri;

2. Koordinator Kopertis I s.d XIV; dan

3. Pimpinan Perguruan Tinggi di Kementerian dan Lembaga Lain;

Landasan Hukum:

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara;

3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi;.

4. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi


Mental;

5. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi;

Dengan hormat kami sampaikan hal-hal, sebagai berikut:


1. Amanah dalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (3), “Setiap warga negara berhak
dan wajib turut serta dalam upaya pembelaan negara” dan Pasal 30 ayat (1),
“Tiap-tiap warga berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara”. Sebagai warga negara harus selalu siaga dalam usaha
membela bangsa dan negara, menjaga pertahanan dan keamanan sehingga selalu
terwujud kedamaian dan kenyamanan di masyarakat.

2. Amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi


diperlukan pendidikan yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang
berbudaya dan kreatif, toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani
membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Dalam pasal 35 ayat 2, kurikulum
pendidikan tinggi merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah : a. Agama;
b. Pancasila; c. Kewarganegaraan; dan d. Bahasa Indonesia yang dilaksanakan
melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

3. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara,


menimbang bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan
hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945. Dalam pasal 9, bela negara merupakan upaya setiap warga negara
untuk mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar
maupun dalam negeri, dan bentuk pengabdian sesuai dengan profesinya. Dalam
mensukseskan pertahanan negara melalui bela negara, dukungan dosen dan
mahasiswa baik secara fisik maupun non fisik diarahkan untuk menghasilkan
lulusan berkualitas yang siap menghadapi tantangan globalisasi memiliki sikap
toleran, tanggap terhadap lingkungan, memahami wawasan kebangsaan
dan bertanggungjawab dalam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

4. Memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan


Nasional Revolusi Mental, dalam melaksanakan butir kelima, bahwa untuk
mewujudkan generasi bangsa Indonesia yang berkarakter tangguh, cinta tanah
air, bela negara serta mampu meningkatkan jati diri bangsa, maka pendidikan
Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU) diperkuat sebagai salah satu komponen
pembentuk budaya bangsa.

Sehubungan hal-hal tersebut di atas, dengan ini kami menginstruksikan kepada


perguruan tinggi untuk mengintegrasikan dan menginternalisasikan muatan nilai
Pancasila, moral kebangsaan serta budaya nasional dalam proses pembelajaran
setiap mata kuliah dan kegiatan kemahasiswaan sebagai bagian dari bela negara.

Wawasan Kebangsaan...

Wawasan Kebangsaan lahir ketika bangsa Indonesia berjuang membebaskan diri


dari segala bentuk penjajahan, seperti penjajahan oleh Portugis, Belanda, Inggris,
dan Jepang.

Perjuangan bangsa Indonesia yang waktu itu masih bersifat lokal ternyata tidak
membawa hasil, karena belum adanya persatuan dan kesatuan, sedangkan di sisi
lain kaum colonial terus menggunakan politik “devide et impera”.

Kendati demikian, catatan sejarah perlawanan para pahlawan itu telah


membuktikan kepada kita tentang semangat perjuangan bangsa Indonesia yang
tidak pernah padam dalam usaha mengusir penjajah dari Nusantara.

Dalam perkembangan berikutnya, muncul kesadaran bahwa perjuangan yang


bersifat nasional, yakni perjuangan yang berlandaskan persatuan dan kesatuan
dari seluruh bangsa Indonesia akan mempunyai kekuatan yang nyata.
Kesadaran tersebut kemudian mendapatkan bentuk dengan lahirnya pergerakan
Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 yang merupakan tonggak awal sejarah
perjuangan bangsa yang bersifat nasional itu, yang kemudian disusul dengan
lahirnya gerakan-gerakan kebangsaan di bidang politik, ekonomi/perdagangan,
pendidikan, kesenian, pers dan kewanitaan.

Tekad perjuangan itu lebih tegas lagi dengan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928
dengan ikrar “Satu Nusa, Satu Bangsa, dan menjunjung tinggi bahasa persatuan
bahasa Indonesia”.

Wawasan kebangsaan tersebut kemudian mencapai satu tonggak sejarah, bersatu


padu memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945.

Dalam perjalanan sejarah itu telah timbul pula gagasan, sikap, dan tekad yang
bersumber dari nilai-nilai budaya bangsa serta disemangati oleh cita-cita moral
rakyat yang luhur.

Sikap dan tekad itu adalah pengejawantahan dari satu Wawasan Kebangsaan.

Pengertian Wawasan Kebangsaan

Istilah Wawasan Kebangsaan terdiri dari dua suku kata yaitu “Wawasan” dan
“Kebangsaan”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dinyatakan bahwa
secara etimologis istilah “wawasan” berarti:
(1) hasil mewawas, tinjauan, pandangan dan dapat juga berarti

(2) konsepsi cara pandang.

Wawasan Kebangsaan sangat identik dengan Wawasan Nusantara yaitu cara


pandang bangsa Indonesia dalam mencapai tujuan nasional yang mencakup
perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai kesatuan politik, sosial budaya,
ekonomi dan pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

“Kebangsaan” berasal dari kata “bangsa” yang menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (2002) berarti kelompok masyarakat yang bersamaan asal keturunan,
adat, bahasa, dan sejarahnya, serta berpemerintahan sendiri.

Sedangkan “kebangsaan” mengandung arti

(1) ciri-ciri yang menandai golongan bangsa,

(2) perihal bangsa; mengenai (yang bertalian dengan) bangsa,

(3) kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara.

Dengan demikian wawasan kebangsaan dapat diartikan sebagai konsepsi cara


pandang yang dilandasi akan kesadaran diri sebagai warga dari suatu negara akan
diri dan lingkungannya di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Prof. Muladi, Mantan Gubernur Lemhannas RI, meyampaikan bahwa wawasan
kebangsaan adalah cara pandang bangsa Indonesia mengenai diri dan
lingkungannya, mengutamakan kesatuan dan persatuan wilayah dalam
penyelenggaraan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Kesatuan atau integrasi nasional bersifat kultural dan tidak hanya bernuansa
struktural mengandung satu kesatuan ideologi, kesatuan politik, kesatuan sosial
budaya, kesatuan ekonomi, dan kesatuan pertahanan dan keamanan.

Wawasan kebangsaan menentukan cara bangsa mendayagunakan kondisi


geografis negara, sejarah, sosio-budaya, ekonomi dan politik serta pertahanan
keamanan dalam mencapai cita-cita dan menjamin kepentingan nasional.

Wawasan kebangsaan menentukan bangsa menempatkan diri dalam tata


berhubungan dengan sesama bangsa dan dalam pergaulan dengan bangsa lain di
dunia internasional.

Wawasan kebangsaan mengandung komitmen dan semangat persatuan untuk


menjamin keberadaan dan peningkatan kualitas kehidupan bangsa dan
menghendaki pengetahuan yang memadai tentang tantangan masa kini dan masa
mendatang serta berbagai potensi bangsa.

Wawasan kebangsaan dapat juga diartikan sebagai sudut pandang/cara


memandang yang mengandung kemampuan seseorang atau kelompok orang
untuk memahami keberadaan jati diri sebagai suatu bangsa dalam memandang
dirinya dan bertingkah laku sesuai falsafah hidup bangsa dalam lingkungan
internal dan lingkungan eksternal (Suhady dan Sinaga, 2006).
Dengan demikian dalam kerangka NKRI, wawasan kebangsaan adalah cara kita
sebagai bangsa Indonesia di dalam memandang diri dan lingkungannya dalam
mencapai tujuan nasional.

Tujuan nasional itu mencakup perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai


kesatuan politik, sosial budaya, ekonomi dan pertahanan keamanan, dengan
berpedoman pada falsafah Pancasila dan UUD 1945.

Dengan demikian Wawasan kebangsaan adalah bagaimana kita memahami


Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan POLEKSOSBUD dan HANKAM.

Wawasan Kebangsaan Indonesia

Konsep kebangsaan merupakan hal yang sangat mendasar bagi bangsa Indonesia.

Dalam kenyataannya konsep kebangsaan itu telah dijadikan dasar negara dan
ideologi nasional yang terumus di dalam Pancasila sebagaimana terdapat dalam
Alinea IV Pembukaan UUD 1945.

Konsep kebangsaan itulah yang membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-


bangsa lain di dunia ini.

Dorongan yang melahirkan kebangsaan kita bersumber dari perjuangan untuk


mewujudkan kemerdekaan, memulihkan martabat kita sebagai manusia.
Wawasan kebangsaan Indonesia menolak segala diskriminasi suku, ras, asal-usul,
keturunan, warna kulit, kedaerahan, golongan, agama dan kepercayaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, kedudukan maupun status sosial. Konsep kebangsaan kita
bertujuan membangun dan mengembangkan persatuan dan kesatuan.

Dalam zaman Kebangkitan Nasional 1908 yang dipelopori oleh Budi Utomo
menjadi tonggak terjadinya proses Bhineka Tunggal Ika.

Berdirinya Budi Utomo telah mendorong terjadinya gerakan-gerakan atau


organisasi-organisasi yang sangat majemuk, baik di pandang dari tujuan maupun
dasarnya.

Dengan Sumpah Pemuda, gerakan Kebangkitan Nasional, khususnya kaum


pemuda berusaha memadukan kebhinnekaan dengan ketunggalikaan.

Kemajemukan, keanekaragaman seperti suku bangsa , adat istiadat, kebudayaan,


bahasa daerah, agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa tetap
ada dan dihormati.

Wawasan kebangsaan Indonesia tidak mengenal adanya warga negara kelas satu,
kelas dua, mayoritas atau minoritas.

Hal ini antara lain dibuktikan dengan tidak dipergunakannya bahasa Jawa
misalnya, sebagai bahasa nasional tetapi justru bahasa melayu yang kemudian
berkembang menjadi bahasa Indonesia.
Derasnya pengaruh globalisasi, bukan mustahil akan memporak porandakan adat
budaya yang menjadi jati diri kita sebagai suatu bangsa dan akan melemahkan
paham nasionalisme.

Paham nasionalisme adalah suatu paham yang menyatakan bahwa loyalitas


tertinggi terhadap masalah duniawi dari setiap warga bangsa ditunjukan kepada
negara dan bangsa.

Meskipun dalam awal pertumbuhan nasionalisme diwarnai oleh slogan yang


sangat terkenal, yaitu: liberty, equality, fraternality, yang merupakan pangkal
tolak nasionalisme yang demokratis.

Namun dalam perkembangannya nasionalisme pada setiap bangsa sangat


diwarnai oleh nilai-nilai dasar yang berkembang dalam masyarakatnya masing-
masing. Sehingga memberikan ciri khas bagi masing-masing bangsa.

Wawasan kebangsaan Indonesia menjadikan bangsa yang tidak dapat mengisolasi


diri dari bangsa lain yang menjiwai semangat bangsa bahari yang
terimplementasikan menjadi wawasan nusantara bahwa wilayah laut Indonesia
adalah bagian dari wilayah negara kepulauan yang diakui dunia.

Wawasan kebangsaan merupakan pandangan yang menyatakan negara Indonesia


merupakan satu kesatuan dipandang dari semua aspek sebagai pandangan hidup
bangsa Indonesia dalam mendayagunakan konstelasi Indonesia, sejarah dan
kondisi sosial budaya untuk mengejawantahan semua dorongan dan rangsangan
dalam usaha mencapai perwujudan aspirasi bangsa dan tujuan nasional yang
mencakup kesatuan politik, kesatuan sosial budaya, kesatuan ekonomi, kesatuan
pertahanan keamanan (Suhady dan Sinaga, 2006).

Wawasan kebangsaan Indonesia yang menjadi sumber perumusan kebijakan


desentralisasi pemerintahan dan pembangunan dalam rangka pengembangan
otonomi daerah harus dapat mencegah disintegrasi / pemecahan negara
kesatuan, mencegah merongrong wibawa pemerintah pusat, mencegah
timbulnya pertentangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.

Melalui upaya tersebut diharapkan dapat terwujud pemerintah pusat yang bersih
dan akuntabel dan pemerintah daerah yang tumbuh dan berkembang secara
mandiri dengan daya saing yang sehat antar daerah dengan terwujudnya
kesatuan ekonomi, kokohnya kesatuan politik, berkembangnya kesatuan budaya
yang memerlukan warga bangsa yang kompak dan bersatu dengan ciri
kebangsaan, netralitas birokrasi pemerintahan yang berwawasan kebangsaan,
sistem pendidikan yang menghasilkan kader pembangunan berwawasan
kebangsaan.

Wawasan kebangsaan Indonesia memberi peran bagi bangsa Indonesia untuk


proaktif mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik dengan memberi
contoh bagi bangsa lain dalam membina identitas, kemandirian dan menghadapi
tantangan dari luar tanpa konfrontasi dengan meyakinkan bangsa lain bahwa
eksistensi bangsa merupakan aset yang diperlukan dalam mengembangkan nilai
kemanusiaan yang beradab (Sumitro dalam Suhady dan Sinaga, 2006).

Akhirnya, bagi bangsa Indonesia, untuk memahami bagaimana wawasan


kebangsaan perlu memahami secara mendalam falsafah Pancasila yang
mengandung nilai-nilai dasar yang akhirnya dijadikan pedoman dalam bersikap
dan bertingkah laku yang bermuara pada terbentuknya karakter bangsa.
Makna Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna:

(1). Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar


menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

(2). Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa


sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;

(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;

(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila,
bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah

Makna Wawasan Kebangsaan

Wawasan Kebangsaan bagi bangsa Indonesia memiliki makna:

(1). Wawasan kebangsaan mengamanatkan kepada seluruh bangsa agar


menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa
dan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;
(2). Wawasan kebangsaan mengembangkan persatuan Indonesia sedemikian rupa
sehingga asas Bhinneka Tunggal Ika dipertahankan;

(3). Wawasan kebangsaan tidak memberi tempat pada patriotisme yang licik;

(4). Dengan wawasan kebangsaan yang dilandasi oleh pandangan hidup Pancasila,
bangsa Indonesia telah berhasil merintis jalan menjalani misinya di tengah-tengah
tata kehidupan di dunia;

(5). NKRI yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur bertekad untuk
mewujudkan bangsa yang maju dan mandiri serta sejahtera lahir batin, sejajar
dengan bangsa lain yang sudah maju.

Nilai Dasar Wawasan Kebangsaan

Nilai Wawasan Kebangsaan yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa
memiliki enam dimensi yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:

(1). Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai makhluk ciptaan
Tuhan Yang Maha Esa;

(2). Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merkeka, dan
besatu;
(3). Cinta akan tanah air dan bangsa;

(4). Demokrasi atau kedaulatan rakyat;

(5). Kesetiakawanan sosial;

(6). Masyarakat adil-makmur.

ARTICLE: Nusantara Tidak Pernah Dikalahkan

READING TIME: 6 MINUTES

by Agus Budiyono, Alumni Massachusetts Institute of Technology


disampaikan dalam Seminar Nasional "Literasi Sains untuk Membumikan Nilai-
nilai Pancasila" Solo, 19 Agustus 2019

Saya menghabiskan sebagian besar usia dewasa saya di luar nusantara. Saya
pernah tinggal di Amerika (Cambridge, Boston, Nashua, Columbus),Eropa
(Assen),Australia (Melbourne) dan Timur Jauh (Seoul). Kemanapun saya pergi
saya bangga menjadi orang Indonesia. Sangat bangga. Saya datang dari bangsa
yang kaya raya. Nenek moyang sayalah yang dulu menyelamatkan bangsa Eropa
dari ancaman kepunahan dan membiayai transformasi masyarakat mereka
untuk keluar dari abad kegelapan. Eropa tahun 1200an adalah daratan yang
terkebelakang. Lima ratusan tahun kemudian, pun dengan episode Renaissance
tahun 1400-1700an, nasib mereka tidak berubah banyak. Sampai tahun 1694,
Eropa masih didera wabah kelaparan. Menurut catatan pegawai di kota
Beauvais, wabah kelaparan yang mengganas membuat para warga yang miskin
mengkonsumsi makanan yang sangat tidak higienis (dan tidak akan pernah
terbayang oleh penduduk nusantara kita). Mereka makan kucing dan serpihan
bangkai kuda yang terserak di tengah kotoran. Lainnya memakan paku-pakuan,
rumput dan akar tanaman yang mereka rebus dalam air. Pemandangan ini
meruyak di seluruh daerah Perancis. Sekitar 15% populasi Perancis mati
kelaparan antara tahun 1692-1694. Tahun 1695, wabah yang sama memukul
Estonia dan membunuh seperlima populasinya. Tahun berikutnya, 1696, adalah
giliran Finlandia yang seperempat penduduknya habis. Sementara itu Skotlandia
juga dihajar wabah kelaparan antara tahun 1695-1698, dimana beberapa
daerah kehilangan 20% dari penduduknya. Itulah wajah Eropa selama lebih dari
setengah abad. Negeri-negerinya diperintah oleh penguasa-penguasa yang lalim
dan diperas oleh para perampok dan bajak laut. Sementara warga Perancis
sedang sekarat dan bergulat dengan kelaparan masal, Raja Louis XIV asyik
glenikan dengan simpanan-simpanannya di Versailles.

Bagaimana kondisi nusantara pada perioda tersebut? Pada perioda 1200 - 1700
nusantara kita adalah tempat paling makmur seluruh dunia. Setelah era
kerajaan maritim Sriwijaya (650-1183), tahun 1300an muncul, Majapahit,
empire kedua di Nusantara yang masa keemasannya didokumentasikan dalam
buku Negara Kertagama. Wilayah Majapahit membentang melebihi Indonesia
kita sekarang ini. Subur kang sarwo tinandur. Gemah ripah loh jinawi. Sawah
luas seperti tanpa batas. Hutan dan kebun dengan seribu macam buah, umbi-
umbian, rempah-rempah dan tentunya beraneka ragam ternak. Sungai, laut dan
danau penuh berisi ikan dan berbagai komoditi. Sementara tanah yang dipijak
berisi mineral dan berbagai logam mulia. Pendeknya, nusantara kita adalah
paradisal archipelago. Raja-raja kita memerintah dengan adil dan bijaksana.
Memang ada persaingan dan peperangan di sana-sini. Tetapi ini peperangan
bukan karena kekurangan. Semua raja di wilayah nusantara adalah penguasa
yang kaya raya. Madep ngalor sugih, madep ngidul sugih. Tidak pernah ada
masalah kelaparan seperti di Eropa sana. Jadi tidaklah logis. It doesn't add up.
Ora gathuk. Tidak nalar, kalo bangsa kelaparan tadi itu datang kledang-kledang
menjajah bangsa yang kuat dan makmur. Dari keseluruhan riset saya, berikut ini
adalah rekonstruksi yang lebih mungkin terjadi di situasi nusantara kita saat itu:

1. Para explorer dari Eropa itu dikirim kemana-mana oleh penguasanya justru
sebagai misi SOS (tapi kemudahan berkembang menjadi misi keserakahan).
Bangsa nyaris punah yang sedang mencari jalan keselamatan. Mereka
mengetahui dari laporan para traders sebelumnya bahwa ada negeri makmur di
katulistiwa yang mempunyai semuanya. Sumber daya yang besar. Itu adalah
harapan besar bagi mereka untuk survive.

2. Ketika datang ke nusantara, tidak seperti yang digambarkan oleh kebanyakan


narasi mereka kemudian(yang ironically menjadi rujukan utama sejarah kita
sampai saat ini), mereka bukanlah datang dengan kapal-kapal yang gagah yang
pantas untuk menguasai kita. Layar kapal-kapal mereka compang-camping.
Tiang-tiang kapal banyak yang patah. Awak-awak kapal mereka kurus kering,
kelaparan dan penyakitan sesudah dihajar badai-badai dan digarap para
perompak sepanjang lintasan ke nusantara. Mereka tiba di kepulauan kita
dengan kaki lemes, mata nanar dan tatapan kosong. Salah satu episoda yang
tercatat secara resmi adalah diterimanya 7 pelaut Portugis oleh Sultan Abu Lais
tahun 1512, sesudah mereka diselamatkan oleh nelayan karena kapalnya
hampir karam. Alvares Cabral memimpin pelayaran 13 kapal dan hanya 7 yang
selamat.

3. Hanya atas belas kasihan raja-raja kita lah mereka itu diterima dan
ditampung dalam wilayah nusantara. Disanak dan diorangkan, karena
penguasa-penguasa kita menjunjung tinggi nilai bahwa tamu haruslah
dihormati. Sebenarnya kalangan Central Intelligence istana sudah menengarai
bahwa ada potensi ancaman (kelak akan terbukti secara besar-besaran), tapi
raja-raja kita adalah penguasa yang dermawan dan terbuka hatinya. Atas nama
kemanusiaan, orang-orang asing tersebut diberi makan dan bahkan diberi
sekedar pekerjaan. Karena memang di negeri asalnya sana sedang berlangsung
krisis pekerjaan dan ekonomi sampai orang-orang mati kelaparan di jalan-jalan.
Penguasa kita, yang resourcenya luar biasa, menyisihkan sedikit opportunity
buat mereka. Zaman sekarang ini mungkin sektor pekerjaan informal: menyapu
halaman, membantu masak, membersihkan kandang kuda, menguras kolam
ikan dsb.

4. Dalam perkembangannya, kelompok yang mula-mula disanak tadi ternyata


sesuai prediksi berbalik mengkudeta para tuan-nya. Dibekali dan diperkuat
dengan teknologi senjata api yang marak di Eropa, gelombang-gelombang
pendatang baru ke nusantara ini perlahan-lahan mulai melakukan aksi
penguasaan. Dimulai dari taktik monopoli dagang. Kemudian secara berangsur
yang tadinya adalah perusahaan menjadi pemerintahan. Dimulai dengan
datangnya Afonso de Albaquerque (belajar dari rute Diaz dan Vasco De Gama)
tahun 1511 di selat Malaka sesudah ybs menaklukan satu demi satu pelabuhan-
pelabuhan di perairan India. Persaingan kemudian terjadi antara bangsa
pendatang Portugis, Spanyol, Inggris dan Belanda. Masing-masing ingin
menguasai dan memonopoli jalur rempah-rempah. Mereka, bangsa yang
kelaparan dan hampir punah ini, menemukan bahwa dagang rempah-rampah
sangat menguntungkan.

5. Gelombang explorer dari Eropa tadi terbukti ternyata membawa kerusakan di


seluruh wilayah dunia, tidak hanya Nusantara. Pada Maret tahun 1520 ketika
fleet Spanyol tiba, Meksiko adalah rumah bagi 22 juta penduduknya. Pada bulan
December, penduduknya tinggal 14 juta. Pendatang Eropa tidak hanya
membawa mesiu, mereka juga datang dengan virus cacar, flu dan tubercolusis.
Tahun 1580 penduduk Meksiko menyusut menjadi tinggal 2 juta. Dua abad
kemudian, pada tanggal 18 Januari 1778, explorer Inggris James Cook mencapai
kepulauan Hawaii, daerah padat dengan penduduk hampir setengah juta.
Tahun 1853 hanya 70,000 orang yang selamat mewarisi puing-puing Hawaii.
Peradaban Maya dan Aztec kolaps dan punah karena sergapan dan dominasi
bangsa Eropa. Tetapi peradaban Nusantara kita berbeda. Tidak sedikitpun kita
bergeming dari serbuan bangsa barbar dari Utara. Sejak pecah perang pertama,
tahun 1500an di Ternate, penduduk nusantara tidak berhenti angkat senjata
untuk mengusir bekas budak yang menjadi durhaka. Perang Saparua di Ambon,
Perang Padri (Sumbar), Perang Diponegoro (1825-1830), Perang Aceh (1873-
1904), Perang Jagaraga (Bali) dan ratusan perang lainnya. Demikianlah bela
tanah air ini terus berlanjut sampai proklamasi kemerdekaan 1945 dan era
mempertahankan sesudahnya. Termasuk era perang budaya dan
teknologi yang sekarang berlangsung.

6. Catatan ini kiranya penting bagi generasi muda Indonesia. Mereka harus kita
bekali kepercayaan dan sejenis keimanan bahwa mereka adalah bagian dari
bangsa pejuang dan negeri pemenang yang setara dengan negara besar dimana
saja. Bangsa besar yang bisa memimpin dan memandu bangsa-bangsa lain di
seluruh dunia.
Maka, kelak di tahun 2045, ketika Indonesia sudah menjadi salah satu dari 5
besar ekonomi dunia, saya juga ingin membantu memastikan bahwa kita adalah
1 dari 5 negara yang aktif mengurus dan mungkin malah memimpin Stasiun
Ruang Angkasa Dunia (International Space Station). Launching station kita akan
terletak di Morotai yang dilewati garis equator sehingga bahan bakar roket kita
akan lebih hemat. Space Shuttle kita bukan bernama Magellan atau
Nebuchadnezaar, tapi adalah SS Karaeng Galesung, SS Tjoet Nya' Dien atau SS
Ngurah Rai. Nama orang-orang gagah berani yang menjadi saksi bahwa
penjajahan sejati tidak pernah ada di Nusantara.

Keterangan Foto:

Di tengah-tengah generasi muda pejuang teknologi Indonesia. Insinyur-insinyur


kampiun yang sebrilliant dan sebaya dengan founder Gojek, Bukalapak dan
Tokopedia (Unicorn start-ups Indonesia).

Ditulis dalam rangka peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke-
74 dan memperinganti penerbangan pertama pesawat N250 buatan Indonesia,
10 Agustus 1995.

References (primary and partial list):

Diamond, Jared. Collapse: How societies choose to fail or succeed. Penguin,


2005.

Diamond, Jared. Guns, Germs and Steel. New York (1997).

Harari, Yuval Noah. Sapiens: A brief history of humankind. Random House,


2014.

Harari, Yuval Noah. Homo Deus: A brief history of tomorrow. Random House,
2016.
Prapanca, Mpu. Negara Kertagama. Majapahit, 1365

Library of Congress, Reuters, AP, AFP, Compton’s Encyclopedia, Wikipedia,


National Geographic, Smithsonian magazine, New York Times, Washington Post,
Los Angeles Times, Times of London, Lonely Planet Guides, The Guardian, The
New Yorker, Time, Newsweek, Wall Street Journal, The Atlantic Monthly, The
Economist

Anda mungkin juga menyukai