Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN DYSPEPSIA

A. KONSEP DASARA MEDIS

1. DEFINISI
Dyspepsia atau dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinis yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan (Arif, 2000). Dyspepsia merupakan
kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri ulu hati,
mual,kembung, muntah, rasa penuh, atau cepat kenyang, sendawa
(Dharmika, 2001).

Sedangkan menurut Aziz (1997), sindrom dyspepsia merupakan


kumpulan gejala yang sudah dikenal sejak lama, terdiri dari rasa nyeri
epigastrium, kembung, rasa penuh, serta mual-mual.

Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri


dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa
panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi
termasuk dispepsia (Mansjoer A edisi III, 2007).

Dispepsia adalah keluhan yang diasosiasikan sebagai akibat dari


kelainan saluran makanan bagian atas yang berupa nyeri perut bagian atas,
perih, mual, yang kadang-kadang disertai rasa panas di dada dan perut,
lekas kenyang, anoreksia, kembung, regurgitasi, banyak mengeluarkan gas
asam dari mulut (Hadi, 2009).

Sedangkan menurut Mansjoer, Triyanti, Savitri, Wardhani dan


Setiowulan, (2008). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak atau sakit di perut bagian atas yang
menetap atau mengalami kekambuhan.
2. ETIOLOGI
Seringnya, dispepsia disebabkan oleh ulkus lambung atau
penyakit acid reflux. Jika anda memiliki penyakit acid reflux, asam
lambung terdorong ke atas menuju esofagus (saluran muskulo
membranosa yang membentang dari faring ke dalam lambung). Hal ini
menyebabkan nyeri di dada. Beberapa obat-obatan, seperti obat anti-
inflammatory, dapat menyebabkan dispepsia. Terkadang penyebab
dispepsia belum dapat ditemukan. Penyebab dispepsia secara rinci adalah:

a. Menelan udara (aerofagi)


b. Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung
c. Iritasi lambung (gastritis)
d. Ulkus gastrikum atau ulkus duodenalis
e. Kanker lambung
f. Peradangan kandung empedu (kolesistitis)
g. Intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu dan produknya)
h. Kelainan gerakan usus
i. Stress psikologis, kecemasan, atau depresi
j. Infeksi Helicobacter pylory

Penyebab dispepsia dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a) Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organik


sebagai penyebabnya (misalnya tukak peptic, gastritis,
pankreastitis, kolesistitis dan lainnya).
b) Dispepsia non organik atau dyspepsia fungsional atau dyspepsia
non ulkus (DNU), bila tidak jelas penyebabnya.
3. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang
dominan, membagi dispepsia menjadi tiga tipe :

1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus, dengan gejala :


a. Nyeri epigastrum terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas, dengan gejala seperti :
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal boating
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepsia non-spesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe diatas)
(Mansjoer, et al, 2007).
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan
berat, serta dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan
penyakitnya. Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka
waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada
mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras
(borborigmi). Pada beberapa penderita, makan dapat memperburuk
nyeri; pada penderita yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya.
Gejala lain meliputi nafsu makan yang menurun, mual, sembelit, diare
dan flatulensi (perut kembung).
Jika dispepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu,
atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai
penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka
penderita harus menjalani pemeriksaan.

4. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan
kosong, kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung
akibat gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.
5. PATHWAY

DISPEPSIA

Dispepsia Organik Dispepsia Fungsional

Stres Nikotin & Alkohol

Merangsang saraf simpati Respon mukosa lambung


N. Ke-V (Nervus Vagus)

Vasodilatasi mukosa gaster Eksfeliasi


(Pengelupasan)
↑ Produksi HCL
di Lambung

HCL kontak dengan


Ansietas
Mual mukosa gaster

Perubahan pada
Muntah Nyeri
status kesehatan

Hipovolemia Nyeri Akut


Defisit Pengetahuan

Defisit Nutrisi Nausea


6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium : lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan
penyebab organik lainnya seperti antara lain pankreasitis kronis, DM.
Pada dispepsia biasanya hasil laboratorium dalam batas normal.
2. Pemeriksaan radiologi yaitu, OMD dengan kontras ganda, serologi
helicobacter pylori.
3. Endoskopi
a. CLO (Rapid urea test)
b. Patologi anatomi
c. Kultur mikroorganisme jaringan
d. PCR (Polymerase Chain Reaction)

7. PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter
pylori 1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan
bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis)
yang disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di
masyarakat. Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat,
yaitu:

1. Antasida 20-150 ml/hari

Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasida akan


generalisir sekresi asam lambung. Antasida biasanya mengandung Na
bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian antasid
jangan terus menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi
rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga
berkhasiat sebagai absorben sehingga bersifat nontoksik, namun
dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa
MgCl2.
2. Antikolinergik

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat


yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asama lambung sekitar 28-
43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati


dispepsia organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang
termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada


stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol.

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil


(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian
atas (SCBA).
6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon,


dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati
dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks
dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance) (Mansjoer
et al, 2007).

7. Psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti - depresi dan cemas)

Pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang


keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti
cemas dan depresi (Sawaludin, 2005). Sedangkan penatalaksanaan
Non Farmakologinya adalah sebagai berikut:

a. Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung.


b. Menghindari faktor resiko sepeti alcohol, makanan yang pedas,
obat-obatan yang belebihan, nikotin rokok, dan stress.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan
yang dilakukan yaitu : Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan
menganalisa data. Data fokus yang berhubungan dengan dispepsia
meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati, mual kadang-kadang
muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut kembung, rasa
panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar
tiba-tiba). (Mansjoer, 2000).
Menurut Tucker (1998), pengkajian pada klien dengan dispepsia
adalah sebagai berikut:
a. Biodata
 Identitas Pasien : nama, umur, jenis kelamin, suku / bangsa,
agama, pekerjaan, pendidikan, alamat.
 Identitas penanggung jawab : nama, umur, jenis kelamin,
agama, pekerjaan, hubungan dengan pasien, alamat.
b. Keluhan Utama
 Nyeri/pedih pada epigastrium disamping atas dan bagian
samping dada depan epigastrium, mual, muntah dan tidak nafsu
makan, kembung, rasa kenyang
c. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
 Sering nyeri pada daerah epigastrium, adanya stress psikologis,
riwayat minum-minuman beralkohol
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
 Adakah anggota keluarga yang lain juga pernah menderita
penyakit saluran pencernaan
e. Pola aktivitas
 Pola makan yaitu kebiasaan maakn yang tidak teratur, makan
makanan yang merangsang selaput mukosa lambung, berat
badan sebelum dan sesudah sakit.
f. Aspek Psikososial
 Keadaan emosional, hubungan dengan keluarga, teman, adanya
masalah interpersonal yang bisa menyebabkan stress
g. Aspek Ekonomi
 Jenis pekerjaan dan jadwal kerja, jarak tempat kerja dan tempat
tinggal, hal-hal dalam pekerjaan yang mempengaruhi stress
psikologis dan pola makan
h. Pemeriksaan Fisik
 Inspeksi
 Klien tampak kesakitan, berat badan menurun, kelemahan dan
cemas,
 Palpasi
 Nyeri tekan daerah epigastrium, turgor kulit menurun karena
pasien sering muntah
 Auskultasi
 Peristaltik sangat lambat dan hampir tidak terdengar (<5x/menit)
 Perkusi
 Pekak karena meningkatnya produksi HCl lambung dan
perdarahan akibat perlukaan
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nausea/ rasa mual b.d. iritasi lambung
2. Nyeri Akut b.d. agen pencedera fisiologis
3. Hipovolemia b.d. kehilangan cairan aktif
4. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan mencerna makanan dan
mengabsorbsi nutrien
5. Defisit Pengetahuan b.d. ketidaktahuan menemukan sumber informasi dan
kurang terpapar informasi
6. Ansietas b.d. krisis situasional
3. INTERVENSI KEPERAWATAN

TUJUAN & KRETERIA HASIL INTERVENSI


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
NOC NIC
1. Nausea/Rasa mual b.d. iritasi NOC: NIC :
lambung - Nausea - Nausea management
- Fluid volume, risk for dificient 1. Tanyakan pada pasien penyebab mual
Setelah dilakukan tindakan 2. Observasi asupan makanan dan cairan
keperawatan selama 1x12 jam mual 3. Anjurkan pasien untuk makan makanan
pasien teratasi dengan kriteria hasil: yang kering, lunak
1. Pasien menyatakan penyebab mual 4. Berikan obat anti mual sesuai yang
dan muntah diresepkan
2. Pasien mengambil langkah untuk 5. Ajarkan tehnik relaksasi dan bantu pasien
mengatasi episode mual dan untuk menggunakan tehnik tersebut
muntah selama waktu makan
3. Pasien mengingesti zat gizi yang 6. Pada saat mual mereda anjurkan untuk
cukup untuk mempertahankan makan makanan yang berlebih
kesehatan
4. Pasien mengambil langkah untuk
meyakinkan nutrisi yang adekuat - Fluid/ Electrolit Management
pada saat mual reda 1. Berikan terapi IV sesuai dengan anjuran
5. Pasien mempertahankan berat 2. Berikan obat antimetic sesuai anjuran
badan dalam rentang tertentu yang 3. Pantau tanda-tanda vital, bila diperlukan
diharapkan 4. Pantau makanan dan cairan yang
dikonsumsi dan hitung asupan kalori
setiap hari, jika diperlukan
5. Pantau status hidrasi (misalnya membrane
mukosa lembab, keadekuatan nadi,
tekanan darah ortostatik) jika diperlukan
- Medication Management
1. Memantau efektivitas modalitas
administrasi pengobatan
2. Memantau pasien untuk efek terapi obat
3. Pantau tanda – tanda dan gejala dari
keracunan obat
4. Memonitor efek samping obat
5. Memonitor interaksi obat non therapeutic
2. Nyeri Akut b.d. agen pencedera NOC : NIC :
fisiologis - Pain level, - Pain management
- Pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
- Comfort level komperehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
keperawatan selama 1x 12 jam pasien dan faktor presipitasi
tidak mengalami nyeri, dengan 2. Observasi reaksi nonverbal dari
kriteria hasil: ketidaknyamanan
1. Mampu mengontrol nyeri (tahu 3. Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau
penyebab nyeri, mampu 4. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
menggunakan tehnik (farmakologi, non farmakologi, dan
nonfarmakologi untuk mengurangi interpersonal)
nyeri, mencari bantuan) 5. Ajarkan tentang tehnik non farmakologi
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 6. Evaluasi keefektifan control nyeri
dengan menggunakan manajemen
nyeri - Analgesic administration
3. Mampu mengenali nyeri (skala, 1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas,
intensitas, frekuensi dan tanda dan derajat nyeri sebelum pemeberian obat
nyeri) 2. Cek instruksi dokter tentang jenis obat,
4. Menyatakan rasa nyaman setelah dosis, dan frekuensi
nyeri berkurang 3. Cek riwayat alergi
4. Berikan analgesic tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
5. Evaluasi efektivitas analgesic, tanda dan
gejala.

3. Hipovolemia b.d. kehilangan NOC : NIC :


cairan aktif - Fluid balance - Fluid management
- Hydration 1. Pertahankan catatan intake dan output
- Nutritional status: Food and Fluid yang akurat
Intake 2. Monitor status hidrasi (kelembaban
Setelah dilakukan tindakan membrane mukosa, nadi adekuat,
keperawatan selama…kekurangan tekanan darah ortostatik), jika
cairan dapat teratasi dengan kriteria diperlukan.
hasil: 3. Monitor vital sign
1. Mempertahankan urine output 4. Monitor masukan makanan/ cairan dan
sesuai dengan usia dan BB, BJ hitung intake kalori harian
urine normal, HT normal 5. Kolaborasikan pemberian cairan IV
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh 6. Monitor status nutrisi
dalam batas normal 7. Dorong masukan oral
3. Tidak ada tanda dehidrasi, 8. Dorong keluarga untuk membantu pasien
elastisitas turgor kulit baik, makan
membrane mukosa lembab, tidak 9. Tawarkan snack (jus buah, buah segar)
ada rasa haus yang berlebihan 10. Atur kemungkinan transfuse
11. Persiapan transfuse

- Hypovolemia management
1. Monitor status cairan termasuk intake dan
output cairan
2. Pelihara IV line
3. Monitor tingkat Hb dan hematokrit
4. Monitor tanda vital
5. Dorong pasien untuk menambah intake
oral

4. Defisit Nutrisi b.d. NOC : NIC :


ketidakmampuan mencerna - Nutritional status: - Nutrition management
makanan dan mengabsorbsi - Nutritional status: Food and Fluid 1. Kaji adanya alergi makanan
nutrien Intake 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
- Nutritional status: Nutrient Intake menunjukkan jumlah kalori dan nutrisi
- Weight control yang dibutuhkan pasien
Setelah dilakukan asuhan selama.... 3. Berikan makanan yang terpilih (sudah
diharapkan ada peningkatan BB pada dikonsultasikan dengan ahli gizi)
pasien dan tidak ada tanda-tanda 4. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan
malnutrisi dengan kriteria hasil: kalori
1. Adanya peningkatan berat badan
sesuai dengan tujuan - Nutrition monitoring
2. Berat badan ideal sesuai dengan 1. BB pasien dalam batas normal
tinggi badan 2. Monitor adanya penurunan berat badan
3. Mampu mengidentifikasi 3. Monitor kulit kering dan perubahan
kebutuhan nutrisi pigmentasi
4. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi 4. Monitor turgor kulit
5. Menunjukkan peningkatan fungsi 5. Monitor mual dan muntah
pengecapan dari menelan 6. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
6. Tidak terjadi penurunan berat dan kadar Ht.
badan yang berarti 7. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
8. Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
9. Monitor kalori dan intake nutrisi

5. Defisit Pengetahuan b.d. NOC : NIC :


ketidaktahuan menemukan - Knowledge : disease process - Teaching : disease process
sumber informasi dan kurang - Knowledge : helat behavior 1. Berikan penilaian tentang tingkat
terpapar informasi Setelah dilakukan tindakan pengetahuan pasien tantang proses
keperawatan selama… pasien tidak penyakit yang spesifik
mengalami masalah pada nafasnya 2. Jelaksan patofisiologi dari penyakit dan
dengan kriteria hasil: bagaimana hal ini berhubungan dengan
1. Pasien dan keluarga menyatakan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
pemahaman tentang penyakit, tepat
kondisi, prognosis, dan program 3. Gambarakan tanda dan gejala yang biasa
pengobatan. muncul pada penyakit, dengan cara yang
2. Pasien dan keluarga mampu tepat
melaksanakan prosedur yang 4. Gambarakan proses penyakit, dengan
dijelaskan secara benar. cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga mampu 5. Identifikasi kemungkinan penyebab,
menjelaskan kembali apa yang dengan cara yang tepat
dijelaskan perawat / tim 6. Sedikan informasi pada pasien tentang
kesehatan lainnya. kondisi, dengan cara yang tepat
7. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang
dan atau proses pengontrolan penyakit.
8. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
9. Dukung pasien untuk mengeksplorasi
atau mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan

6. Ansietas b.d. krisis situasional NOC : NIC :


- Anxiety self - control - Anxiety Reduction (penurunan
- Anxiety level kecemasan)
- Coping 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan.
Setelah dilakukan tindakan 2. Nyatakan dengan jelas harapan terhadap
keperawatan selama… pasien tidak pelaku pasien.
mengalami masalah pada nafasnya 3. Jelaskan semua prosedur dan apa yang
dengan kriteria hasil: dirasakan selama prosedur.
1. Klien mampu mengidentifikasi dan 4. Temani pasien untuk memberikan
mengungkapkan gejala cemas. keamanan dan mengurangi takut
2. Mengidentifikasi, mengungkapkan 5. Dengarkan penuh perhatian.
dan menunjukkan teknik untuk 6. Identifikasi tingkat kecemasan
mengontrol cemas. 7. Bantu pasien mengenal situasi yang
3. Vital sign dalam batas normal menimbulkan kecemasan.
4. Postur tubuh, ekspresi wajah, 8. Dorong pasien mengungkapkan
bahasa tubuh dan tingkat aktivitas perasaan, ketakutan, persepsi.
menunjukkan berkurangnya 9. Instruksikan pasien menggunakan teknik
kecemasan relaksasi
10. Berikan obat untuk mengurangai
kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart.2002. Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2. Jakarta:


EGC

Doengoes. E. M, et al.2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. Jakarta:


EGC

Hadi, S.1995. Gastroenterologi Edisi 4. Bandung: Alumni


Herdman, T.H dan Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &
Klasifikasi 2015 –

2017 Edisi 10. EGC : Jakarta

Manjoer, A, et al.2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Jakarta: Medika


aeusculapeus
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan, W.1999.
Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media Aesculapius
Price & Wilson.1994. Patofisiologi, Edisi 4, Jakarta: EGC

Suryono Slamet, et al.2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid 2. Jakarta:
FKUI

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
PPNI

Warpadji Sarwono, et al.1996. Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: FKU

Anda mungkin juga menyukai