Anda di halaman 1dari 14

DAFTAR ISI

BAB I – PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................... 2
1.2. Perumusan Masalah........................................................................ 2
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
1.4. Manfaat Penulisan.............................................................................3
BAB II – PEMBAHASAN
2.1. Difusi
2.1.1. Pengertian Difusi ................................................................ 3
2.1.2. Bentuk-bentuk Difusi......................................................... 4
2.1.3. Proses Difusi ....................................................................... 5
2.1.4. Contoh-contoh Difusi ......................................................... 6
2.2. Akulturasi
2.2.1. Pengertian Akulturasi ....................................................... 6
2.2.2. Masalah yang Timbul dalam Akulturasi ......................... 7
2.2.3. Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi.............................. 8
2.2.4. Contoh-contoh Akulturasi ................................................ 9
2.3. Asimilasi
2.3.1. Pengertian Asimilasi .......................................................... 11
2.3.2. Golongan yang Mengalami Proses Asimilasi .................. 12
2.3.3. Faktor-faktor yang Menghambat Asimilasi .................... 12
2.3.4. Contoh-contoh Asimilasi ................................................... 12
BAB III – KESIMPULAN .............................................................................. 13
Daftar Pustaka ............................................................................................... 14

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Semua konsep yang kita perlukan untuk menganalisa proses-proses


pergerakan masyarakat dan kebudayaan, termasuk lapangan penelitian yang
diteliti oleh ilmu antropologi dan sosiologi yang disebut dinamika sosial. Konsep
yang terpenting adalah mengenai proses belajar kebudayaan itu sendiri, yakni
internalisasi, sosialisasi dan enkulturasi. Selain itu ada proses perkembangan
kebudayaan umat manusia (evolusi kebudayaan) dari bentuk-bentuk kebudayaan
yang sederahana hingga yang makin lama makin kompleks yang melalui beberapa
tahapan-tahapan. Proses lainnya adalah proses pengenalan unsur-unsur
kebudayaan asing yang disebut proses akulturasi dan asimilasi. Ada proses
pembaruan (inovasi) yang berkaitan erat dengan penemuan baru (discovery) dan
invention (pengembangan penemuan yang telah ada).

Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku bangsa, yang
masing-masing memiliki budaya yang berbeda-beda. Keberbedaan itulah yang
menjadi ciri khas dan keunggulan Indonesia, Indonesia menjadi unik karena
budayanya yang beragam. Keanekaragaman itu ditambah lagi dengan masuknya
unsur-unsur budaya asing ke Indonesia. Masuknya budaya asing memperkaya
warna kebudayaan Indonesia. Budaya asing itu sendiri masuk melalui 3 macam
cara, yaitu difusi, akulturasi, dan asimilasi.

1.2. Perumusan Masalah

Makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep-konsep difusi, akulturasi,


dan asimilasi; serta memberikan beberapa contoh hasil-hasil difusi, akulturasi, dan
asimilasi dalam kebudayaan Indonesia.

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman


lebih lanjut tentang 3 cara penggabungan budaya, yaitu difusi, akulturasi, dan
asimilasi sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti dan membedakan
ketiga jalur penyebaran budaya tersebut.

2
1.4. Manfaat Penulisan
Diharapkan penulisan dari makalah ini dapat memberikan manfaat kepada
mahasiswa atau pembaca tentang beberapa cara penggabungan budaya, yaitu
difusi, akulturasi, dan asimilasi, sehingga pada akhirnya pembaca dapat mengerti
dan membedakan konsep- konsep di atas.

3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. DIFUSI
2.1.1. Pengertian Difusi

Proses difusi (diffusion) adalah proses penyebaran unsur-unsur


kebudayaan ke seluruh dunia. Difusi merupakan salah satu objek ilmu penelitian
antropologi, terutama sub-ilmu antropologi diakronik.
Proses difusi tidak hanya dilihat dari sudut bergeraknya unsur-unsur
kebudayaan dari satu tempat ke tempat lain di muka bumi saja, tetapi terutama
sebagai proses di mana unsur kebudayaan dibawa oleh individu dari suatu
kebudayaan, dan harus diterima oleh individu-individu dari kebudayaan lain.

2.1.2. Bentuk-bentuk Difusi

Salah satu bentuk difusi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan yang


terjadi karena dibawa oleh kelompok-kelompok manusia yang bermigrasi dari
satu tempat ke tempat lain di dunia. Hal ini terutama terjadi pada jaman prehistori,
puluhan ribu tahun yang lalu, saat manusia yang hidup berburu pindah dari suatu
tempat ke tempat lain yang jauh sekali, saat itulah unsur kebudayaan yang mereka
punya juga ikut berpindah.
Penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak hanya terjadi ketika ada
perpindahan dari suatu kelompok manusia dari satu tempat ke tempat lain, tetapi
juga dapat terjadi karena adanya individu-individu tertentu yang membawa unsur
kebudayaan itu hingga jauh sekali. Individu-individu yang dimaksud adalah
golongan pedagang, pelaut, serta golongan para ahli agama.
Bentuk difusi yang lain lagi adalah penyebaran unsur-unsur kebudayaan
yang terjadi ketika individu-individu dari kelompok tertentu bertemu dengan
individu-individu dari kelompok tetangga. Pertemuan-pertemuan antara
kelompok-kelompok itu dapat berlangsung dengan 3 cara, yaitu :

1. Hubungan symbiotic
Hubungan symbiotic adalah hubungan di mana bentuk dari
kebudayaan itu masing-masing hampir tidak berubah. Contohnya adalah di
daerah pedalaman negara Kongo, Togo, dan Kamerun di Afrika Tengah
dan Barat; ketika berlangsung kegiatan barter hasil berburu dan hasil hutan
antara suku Afrika dan suku Negrito. Pada waktu itu, hubungan mereka
terbatas hanya pada barter barang-barang itu saja, kebudayaan masing-
masing suku tidak berubah.
2. Penetration pacifique (pemasukan secara damai)

4
Salah satu bentuk penetration pacifique adalah hubungan
perdagangan. Hubungan perdagangan ini mempunyai akibat yang lebih
jauh dibanding hubungan symbiotic. Unsur-unsur kebudayaan asing yang
dibawa oleh pedagang masuk ke kebudayaan penemrima dengan tidak
disengaja dan tanpa paksaan. Sebenarnya, pemasukan unsur-unsur asing
oleh para penyiar agama itu juga dilakukan secara damai, tetapi hal itu
dilakukan dengan sengaja, dan kadang-kadang dengan paksa.
3. Penetration violante (pemasukan secara kekerasan/tidak damai)
Pemasukan secara tidak damai ini terjadi pada hubungan yang
disebabkan karena peperangan atau penaklukan. Penaklukan merupakan
titik awal dari proses masuknya kebudayaan asing ke suatu tempat. Proses
selanjutnya adalah penjajahan, di sinilah proses pemasukan unsur
kebudayaan asing mulai berjalan.
Ada juga difusi yang disebut stimulus diffusion. Stimulus diffusion adalah
proses difusi yang terjadi melalui suatu rangkaian pertemuan antara suatu deret
suku-suku bangsa. Konsep stimulus diffusion juga kadang dipergunakan ketika
ada suatu unsur kebudayaan yang dibawa ke dalam kebudayaan lain, di mana
unsur itu mendorong (menstimulasi) terjadinya unsur-unsur kebudayaan yang
dianggap sebagai kebudayaan yang baru oleh warga penerima, walaupun gagasan
awalnya berasal dari kebudayaan asing tersebut.

2.1.3. Proses difusi

Proses difusi terbagi dua macam, yaitu:


a. Difusi langsung, jika unsur-unsur kebudayaan tersebut langsung menyebar
dari suatu lingkup kebudayaan pemberi ke lingkup kebudayaan penerima.
b. Difusi tak langsung terjadi apabila unsur-unsur dari kebudayaan pemberi
singgah dan berkembang dulu di suatu tempat untuk kemudian baru masuk ke
lingkup kebudayaan penerima.

Difusi tak langsung dapat juga menimbulkan suatu bentuk difusi


berangkai, jika unsur-unsur kebudayaan yang telah diterima oleh suatu lingkup
kebudayaan kemudian menyebar lagi pada lingkup-lingkup kebudayaan lainnya
secara berkesinambungan.

2.1.4. Contoh-contoh difusi

Contoh difusi yang terjadi dalam masyarakat Indonesia adalah berbagai


kata yang ada dalam Bahasa Indonesia. Tanpa kita sadari, Bahasa Indonesia

5
sendiri merupakan contoh hasil dari proses difusi yang terjadi dalam masyarakat.
Berbagai kata dalam Bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa asing
dan bahasa-bahasa daerah, seperti Bahasa Jawa, Sunda, dan lain-lain.

Berbagai kontak budaya yang terjadi dalam masyarakat, menyebabkan


terjadinya difusi dalam struktur Bahasa Indonesia. Proses difusi yang
menyebabkan munculnya kosakata baru dalam Bahasa Indonesia terbagi dalam 2
proses, yaitu :
1. Difusi ekstern yaitu penyerapan kosakata asing oleh Bahasa Indonesia
yang mengubah Bahasa Indonesia ke arah yang lebih modern. Dampak
dari difusi ekstern ini terlihat dari kreativitas orang-orang Indonesia, yang
memadukan berbagai unsur bahasa asing sehingga menjelma menjadi
bentuk kata-kata baru, seperti : gerilyawan, ilmuwan, sejarawan,
Pancasilais, agamis, dan lain-lain.
2. Difusi intern yaitu timbulnya hubungan timbal balik antara bahasa
Indonesia dengan bahasa Jawa (seperti masuknya kata lugas, busana,
pangan dll) atau dengan bahasa Sunda (kata-kata nyeri, pakan, tahap,
langka) mengenai penyerapan kosakata.

2.2. AKULTURASI
2.2.1. Pengertian Akulturasi
Akulturasi (acculturation atau culture contact) adalah proses sosial yang
timbul bila suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan
dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing dengan sedemikian rupa,
sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke
dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan
itu sendiri.
Pengertian akulturasi budaya (acculturation) adalah berpaduan diantara
unsur-unsur kebudayaan yang berbeda dan bersatu dalam upaya membentuk
kebudayaan baru tanpa dengan maksud menghilangkan kepribadian
kebudayaannya yang asli. Definisi akulturasi ini tentusanya berbalik dengan
asimilasi, yang mana pengertian asimilasi adalah adanya penggamburan dua
kebudayaan baru dan menghilangkan kebudayaan yang lama.
Secara singkat, akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan atau lebih
sehingga membentuk kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan
asli.
2.2.2. Bentuk Akulturasi Budaya
Mengenai bentuk akulturasi budaya misalnya saja dalam Candi
Borobudur. Sebagai salah satu candi terbesar dan juga tergolong sebagai Kejaiban
Dunia. Bangunan atau teknik pembangunan dalam candi ini pada dasarnya

6
merupakan perpaduan atara kebudayaan India dengan kebudayaan yang asli lahir
dari Indonesia.
Dengan gabungan keduanya, maka bisa dikaitkan bahwa Candi
Borobudur sebenarnya adalah Candi yang mampu menggambarkan
kerukunan dan eratnya hubungan antara Indonesia dan India, yang sampai
saat inipun kedua negara ini berkerjasama dalam berbagai bidang.
Sebelum islam masuk dan berkembang , Indonesia sudah memiliki
corak kebudayaan yang dipengaruhi oleh agama hindu dan budha. Dengan
masuknya, islam, Indonesia kembali mengalami proses akulturasi ( proses
bercampurnya dua / lebih kebudayaan karena percampuran bangsa-bangsa
dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan islam Indonesia .
Akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a. Seni bangunan
1) Atapnya berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke
atas.
2) Tidak dilengkapi dengan menara.
3) Letak masjid biasanya dekat.
Mengenai contoh masjid kuno dapat memperhatikan masjid Agung
Demak, masjid kudus dan sebagainya.
b. Seni Rupa
Seni rupa tidak mngambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni
ukir relief yang menghiasi masjid, makam islam berupah saluran tumbuh-
tumbuhan namun terjadi pula sinkretisme ( hasil perpaduan dua aliran seni
logam ), agar didapat keserasian, ditengah ragam hias saluran
terdapat bentuk kera yang distilir.
c. Askara dan Seni Sastra
Bidang askara atau tulisan, yaitu masyarkat mulai mengenal tulisan
bahasa Arab berkembang menjadi Seni Kaligrafi yang banyak digunakan
sebagai motif hiasan ataupun ukiran.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah :
1) Suluk
2) Babad
3) Primbon
4) Hikaya

d. Sistem pemerintahan

7
Sistem rajanya bergelar Sultan atau Sunan . raja meninggal tidak
lagi dimakamkan dicandikan tetapi dimakamkan secara islam.
e. Sistem Kalender
Sebelum budaya islam masuk keindonesia , masyarakat Indonesia
sudah mengenal Kalender Saka ( kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M.
2.2.3. Masalah yang Timbul dalam Akulturasi

Dalam meneliti akulturasi, ada lima golongan masalah mengenai


akulturasi, yaitu :
1. masalah mengenai metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan
melukiskan suatu proses akulturasi dalam suatu masyarakat;
2. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan asing apa yang mudah
diterima, dan unsur-unsur kebudayaan asing apa yang sukar diterima oleh
masyarakat penerima;
3. masalah mengenai unsur-unsur kebudayaan apa yang mudah diganti atau
diubah, dan unsur-unsur apa yang tidak mudah diganti atau diubah oleh
unsur-unsur kebudayaan asing;
4. masalah mengenai individu-individu apa yang suka dan cepat menerima,
dan individu-individu apa yang sukar dan lambat menerima unsur-unsur
kebudayaan asing;
5. masalah mengenai ketegangan-ketegangan dan krisis-krisis sosial yang
timbul sebagai akibat akulturasi.

2.2.4. Hal-hal Penting Mengenai Akulturasi

Hal-hal yang sebaiknya diperhatikan oleh para peneliti yang akan meneliti
akulturasi adalah :
1. keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi mulai
berjalan;
Bahan mengenai keadaan masyarakat penerima sebenarnya merupakan
bahan tentang sejarah dari masyarakat yang bersangkutan. Apabila ada
sumber-sumber tertulis, maka bahan itu dapat dikumpulkan dengan
menggunakan metode yang biasa dipakai oleh para ahli sejarah. Bila
sumber tertulis tidak ada, peneliti harus mengumpulkan bahan tentang
keadaan masyarakat penerima yang kembali sejauh mungkin dalam
ruang waktu, misalnya dengan proses wawancara. Dengan demikian,
seorang peneliti dapat mengetahui keadaan kebudayaan masyarakat
penerima sebelum proses akulturasi mulai berjalan. Saat inilah yang

8
disebut “titik permulaan dari proses akulturasi” atau base line of
acculturation.
2. Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur
kebudayaan asing;
Individu-individu ini disebut juga agents of acculturation. Pekerjaan
dan latar belakang dari agents of acculturation inilah yang akan
menentukan corak kebudayaan dan unsur-unsur apa saja yang akan
masuk ke dalam suatu daerah. Hal ini terjadi karena dalam suatu
masyarakat, apalagi jika masyarakat itu adalah masyarakat yang luas
dan kompleks, warga hanya mengetahui sebagian kecil dari
kebudayaannya saja, biasanya yang berkaitan dengan profesi dan latar
belakang warga tersebut.
3. Saluran-saluran yang dilalui oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk
masuk ke dalam kebudayaan penerima;
Hal ini penting untuk mengetahui gambaran yang jelas dari suatu
proses akulturasi. Contohnya adalah apabila kita ingin mengetahui
proses yang harus dilalui oleh kebudayaan pusat untuk masuk ke
dalam kebudayaan daerah, maka saluran-salurannya adalah melalui
sistem propaganda dari partai-partai politik, pendidikan sekolah, garis
hirarki pegawai pemerintah, dan lain-lain.
4. Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-
unsur kebudayaan asing tadi;
Kadang, unsur-unsur kebudayaan asing yang diterima tiap golongan-
golongan dalam masyarakat berbeda-beda. Oleh karena itu, penting
untuk mengetahui bagian-bagian mana dari masyarakat penerima yang
terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing tersebut.
5. Reaksi para individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing,
Terbagi menjadi 2 reaksi umum, yaitu reaksi “kolot” dan reaksi
“progresif”. Reaksi “kolot” adalah reaksi menolak unsur-unsur
kebudayaan asing, yang pada akhirnya akan menyebabkan
pengunduran diri pihaknya dari kenyataan kehidupan masyarakat,
kembali ke kehidupan mereka yang sudah kuno. Reaksi “progresif”
adalah reaksi yang berlawanan dengan”kolot”, reaksi yang menerima
unsur-unsur kebudayaan asing.

2.2.5. Contoh-contoh Akulturasi

1. Kereta Singo Barong (Cirebon)


Kereta Singa Barong, yang dibuat pada tahun 1549, merupakan
refleksi dari persahabatan Cirebon dengan bangsa-bangsa lain. Wajah

9
kereta ini merupakan perwujudan tiga binatang yang digabung menjadi
satu, gajah dengan belalainya, bermahkotakan naga dan bertubuh hewan
burak. Belalai gajah merupakan persahabatan dengan India yang beragama
Hindu, kepala naga melambangkan persahabatan dengan Cina yang
beragama Buddha, dan badan burak lengkap dengan sayapnya,
melambangkan persahabatan dengan Mesir yang beragama Islam.
Kereta ini dibuat oleh seorang arsitek kereta Panembahan Losari
dan pemahatnya Ki Notoguna dari Kaliwulu. Pahatan pada kereta itu
memang detail dan rumit. Mencirikan budaya khas tiga negara sahabat itu,
pahatan wadasan dan megamendung mencirikan khas Cirebon, warna-
warna ukiran yang merah-hijau mencitrakan khas Cina. Dalam kereta itu,
tiga budaya (Buddha, Hindu, dan Islam) digambarkan menjadi satu dalam
trisula di belalai gajah.

2. Keraton Kasepuhan Cirebon

Bangunan arsitektur dan interior Keraton Kasepuhan


menggambarkan berbagai macam pengaruh, mulai dari gaya Eropa, Cina,
Arab, maupun budaya lokal yang sudah ada sebelumnya, yaitu Hindu dan
Jawa. Semua elemen atau unsur budaya di atas melebur pada bangunan
Keraton Kasepuhan tersebut.

Pengaruh Eropa tampak pada tiang-tiang bergaya Yunani.


Arsitektur gaya Eropa lainnya berupa lengkungan ambang pintu berbentuk
setengah lingkaran yang terdapat pada bangunan Lawang Sanga (pintu
sembilan). Pengaruh gaya Eropa lainnya adalah pilaster pada dinding-
dinding bangunan, yang membuat dindingnya lebih menarik tidak datar.
Gaya bangunan Eropa juga terlihat jelas pada bentuk pintu dan jendela
pada bangunan bangsal Pringgondani, berukuran lebar dan tinggi serta
penggunaan jalusi sebagai ventilasi udara.

Bangsal Prabayasa berfungsi sebagai tempat menerima tamu-tamu


agung. Bangunan tersebut ditopang oleh tiang saka dari kayu. Tiang saka
tersebut diberi hiasan motif tumpal yang berasal dari Jawa.

Pengaruh arsitektur Hindu-Jawa yang jelas menonjol adalah


bangunan Siti Hinggil yang terletak di bagian paling depan kompleks
keraton. Seluruh bangunannya terbuat dari konstruksi batu bata seperti
lazimnya bangunan candi Hindu. Kesan bangunan gaya Hindu terlihat kuat
terutama pada pintu masuk menuju kompleks tersebut, yaitu berupa gapura

10
berukuran sama atau simetris antara bagian sisi kiri dan kanan seolah
dibelah.

Pada dinding kiri dan kanan bangsal Agung diberi hiasan tempelan
porselen dari Belanda berukuran kecil 110 x 10 cm berwarna biru (blauwe
delft) dan berwarna merah kecoklatan. Pada bagian tengahnya diberi
tempelan piring porselen Cina berwarna biru. Lukisan pada piring tersebut
melukiskan seni lukis Cina dengan teknik perspektif yang bertingkat.

Secara keseluruhan, warna keraton tersebut didominasi warna hijau


yang identik dengan simbol Islami. Warna emas yang digunakan pada
beberapa ornamen melambangkan kemewahan dan keagungan dan warna
merah melambangkan kehidupan ataupun surgawi. Bangunan Keraton
Kasepuhan menyiratkan perpaduan antara aspek fungsional dan simbolis
maupun budaya lokal dan luar. Mencerminkan kemajemukan gaya
maupun kekayaan budaya bangsa Indonesia.

3. Barongsai

Kesenian Barongsai, yang awalnya berasal dari Kebudayaan


Tionghoa, kini telah berakulturasi dengan kesenian lokal.

2.3. ASIMILASI

2.3.1. Pengertian Asimilasi

Asimilasi atau assimilation adalah proses sosial yang timbul bila ada
golongan-golongan manusia dengan latar belakangan kebudayaan yang berbeda-
beda yang saling bergaul langsung secara intensif untuk waktu yang lama,
sehingga kebudayaan-kebudayaan golongan-golongan tadi masing-masing
berubah sifatnya yang khas, dan unsur-unsurnya masing-masing berubah menjadi
unsur-unsur kebudayaan campuran.

Secara singkat, asimilasi adalah bercampurnya dua kebudayaan atau lebih


sehingga membentuk kebudayaan baru.

2.3.2. Golongan yang Mengalami Proses Asimilasi

Golongan yang biasanya mengalami proses asimilasi adalah golongan


mayoritas dan beberapa golongan minoritas. Dalam hal ini, kebudayaan
minoritaslah yang mengubah sifat khas dari unsur-unsur kebudayaannya, dengan

11
tujuan menyesuaikan diri dengan kebudayaan mayoritas; sehingga lambat laun
kebudayaan minoritas tersebut kehilangan kepribadian kebudayaannya dan masuk
ke dalam kebudayaan mayoritas.

2.3.3. Faktor-faktor yang Menghambat Terjadinya Asimilasi

Asimilasi ini umumnya dapat terjadi apabila ada rasa toleransi dan simpati
dari individu-individu dalam suatu kebudayaan kepada kebudayaan lain.

Sikap toleransi dan simpati pada kebudayaan ini dapat terhalang oleh
beberapa faktor, yaitu :
a. Kurangnya pengetahuan tentang kebudayaan yang dihadapi
b. Sifat takut terhadap kekuatan dari kebudayaan lain
c. Perasaan superioritas pada individu-individu dari satu kebudayaan
terhadap yang lain.

2.3.4. Contoh-contoh asimilasi

Salah satu contoh proses asimilasi adalah program transmigrasi yang


dilaksanakan di Riau pada masa pemerintahan Orde Baru. Program transmigrasi
ini tidak hanya berhasil meratakan jumlah penduduk di berbagai pulau di
Indonesia, tetapi program transmigrasi ini juga mengakibatkan terjadinya
asimilasi, terutama di wilayah Riau. Hal ini terlihat dari banyaknya transmigran
yang menghasilkan budaya baru, misalnya Jawa-Melayu, Mandailing-Melayu,
dan lain sebagainya.

12
BAB III
KESIMPULAN

Indonesia, yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki warisan


budaya yang sangat kaya. Berbagai macam tradisi dan adat-istiadat yang dimiliki
Indonesia seperti menjadi kebanggaan tersendiri bagi Indonesia. Indonesia
menjadi kaya karena budayanya. Kekayaan budaya itu ditambah lagi dengan
masuknya berbagai unsur kebudayaan asing ke dalam Indonesia melalui proses
difusi, akulturasi, dan asimilasi. Difusi adalah proses persebaran unsur-unsur
kebudayaan dari suatu tempat ke tempat lain. Difusi dapat terjadi dalam dua
proses, proses langsung dan tak langsung. Akulturasi adalah bergabungnya dua
kebudayaan atau lebih sehingga menciptakan suatu kebudayaan baru, tanpa
menghilangkan kepribadian dari kebudayaan asli. Sedangkan asimilasi adalah
bercampurnya dua kebudayaan atau lebih sehingga menghasilkan suatu
kebudayaan baru, yang berbeda dengan kebudayaan aslinya. Asimilasi ini biasa
terjadi pada golongan minoritas dan golongan mayoritas pada suatu tempat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Harianto, Jimmy S. ”Keraton Kasepuhan dan Pergaulan Antarbangsa.”


http://images.google.co.id /imgres?imgurl=http://www.kompas.com/kompas-
cetak/0104/12/daerah/1104h27.jpg&imgrefurl=http://www.kompas.com/kom-
pascetak/0104/12/daerah/kera27.htm&h=361&w=248&sz=20&hl=id&start=1
&um=1&tbnid=WVVh_lQhe44UBM:&tbnh=121&tbnw=83&prev=/images
%3Fq%3Dkeraton%2Bkasepuhan%2Bcirebon%26svnum%3D10%26um
%3D1%26hl%3Did. (diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.43 WIB).
Iskar, Soehenda. ”Aspek-aspek Budaya dalam Komunikasi Bahasa.”
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/0505/07/khazanah/lainnya04.htm
(diakses pada 18 Oktober 2007, pukul 16.41 WIB).
Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta : PT Rineka Cipta, 2002.
Munandar, Agus Aris. ”Dinamika Kebudayaan Indonesia – Suatu Tinjauan
Ringkas.” http://www.geocities.com/liacybercampus/lingua1 (diakses pada 18
Oktober 2007, pukul 16.27 WIB).
Tanpa nama. ”Budaya.” http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya (diakses pada 18
Oktober 2007, pukul 16.55 WIB).
Tanpa nama. ”Riau yang Kehilangan Integritas.” http://www.bangrusli.net/index.
php?option=com_content&task=view&id=497&Itemid=38 (diakses pada 18
Oktober 2007, pukul 16.18 WIB).

14

Anda mungkin juga menyukai