PEMUSIK GEREJA
Sarjana Teologi
oleh
Agustus 2019
Judul : Studi Karya Mass in B minor milik Johann Sebastian Bach sebagai Contoh
Spiritualitas yang Alkitabiah bagi Pemusik Gereja
Nama : Heavenly Joy Malangkaemba
NIM : 20141041466
Disetujui oleh
Pembimbing
Diketahui oleh
Sebagai mahasiswa Sekolah Tinggi Teologi SAAT, yang bertanda tangan di bawah
ini, saya:
Dibuat di : Malang
Pada tanggal : 3 Agustus 2019
Yang menyatakan
Malagkaemba, Heavenly Joy, 2019. Studi Karya Mass in B minor milik Johann
Sebastian Bach sebagai Contoh Spiritualitas yang Alkitabiah bagi Pemusik Gereja.
Skripsi, Program studi: Sarjana Teologi, Konsentrasi Musik Gerejawi, Sekolah Tinggi
Teologi SAAT, Malang. Pembimbing: Surjanto Aditia, M.M. Hal. xi, 132.
Kata Kunci: Musik Gereja, Spiritualitas, Johann Sebastian Bach, Mass in B minor.
Jesu Juva atau biasa disingkat “J.J.” merupakan sebuah penggalan kata yang
selalu diucapkan oleh Bach dalam setiap penulisan karya-karyanya. Jesu Juva ini
merupakan sebuah penggalan dalam bahasa Latin yang berarti “Yesus tolong!”
Dalam penulisan skripsi ini penulis mengalami banyak pembentukan dari Allah yang
membuat penulis betul-betul menyadari bahwa tanpa pertolongan dari Allah penulis
terima kasih yang pertama karena pertolongan Allah yang begitu baik selama
penyelesaian skripsi ini. Penulis mengingat ada banyak kondisi suka dan duka yang
penulis alami selama penyelesaian skripsi ini dan penulis bersyukur hal itu terjadi
telah mengajar dan mendidik penulis dengan sabar selama empat tahun lebih untuk
dipersiapkan menjadi seorang hamba Tuhan. Penulis juga bersyukur untuk dosen-
dosen Musik Gerejawi STT SAAT. Penulis berterimakasih untuk Ibu Carolien E.
Tantra selaku kepala program studi konsentrasi Musik Gereja SAAT, Bapak Samuel
E. Tandei selaku dosen vokal dan paduan suara penulis, Bapak Surjanto Aditia selaku
dosen pembimbing dari skripsi ini. Penulis juga bersyukur untuk Ibu Ester G. Nasrani
yang telah membantu dalam memberikan inspirasi dalam pembuatan tema skripsi ini.
penulis di kampus SAAT ini. Penulis bersyukur untuk kelompok Discipleship yaitu
untuk Daniel Iskandar dan Yoses Setiawan R. Penulis juga bersyukur kehadiran
sahabat penulis yaitu Richard S. Awuy yang telah mengenalkan dan membimbing
penulis dalam dunia musik klasik. Penulis juga bersyukur untuk kehadiran sahabat-
Timotius A. F. Lingkubi, Felita Boas, Eka Gilroy K., Daniel Shanahan. Penulis juga
buruk, penulis percaya Allah ingin membentuk penulis menjadi pribadi yang kenal
Kristen Indonesia Emaus, Surabaya yang telah membiayai perjalanan studi di SAAT
untuk menjadi seorag Hamba Tuhan Musik Gerejawi penuh waktu. Oleh karena itu,
khususnya untuk para pemusik gereja di GKI Emaus karena melalui gereja ini, Allah
pemusik gereja, baik di GKI Emaus maupun yang lainnya juga. Akhirnya penulis
persembahkan segala kemampuan dan kelemahan diri penulis dalam penulisan skripsi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
Batasan Masalah 12
Metodologi Penelitian 13
Sistematika Penulisan 13
KARYA-KARYA MUSIKNYA 16
Teologi Luther 16
Bach 45
ix
Kesimpulan 57
in B Minor 69
1. Kyrie 76
2. Gloria 81
3. Credo 95
4. Sanctus 108
Kesimpulan 116
Kesimpulan 124
Saran 125
x
DAFTAR ILUSTRASI
Gambar
Gambar 25 Motif menanjak ditafsirkan sebagai momen pendakian Yesus ......... 101
Gambar 27 Pengembangan nada di tiap suara pada fugue Et Resurrexit ............ 104
Gambar 29 Melodi daras St. Gregorian pada lagu Confiteor. ............................. 106
Gambar 30 Penggunaan tanda sharp atau cross (#) dalam lagu Confiteor.......... 106
Gambar 32 Melodi Flute pada lagu Et Expecto (bar ke 17-20) ........................... 107
Gambar 35 Motif salib pada bagian flute dalam lagu Benedictus. ...................... 113
Gambar 36 melodi solo alto pada kantata no.11 yang digubah ulang ................. 114
Gambar 37 motif melodi violin yang membentuk motif “permohonan” ............. 114
Gambar 38 motif melodi salib dalam lagu Agnus Dei ......................................... 114
Tabel
Tabel 1 Tabel ini merupakan table perbandingan Misa Roma Katolik, Formula
Tabel 4 Bagan penjelasan gerakan kelima dari karya Mass in B minor. ............. 109
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
menggambarkan atraksi misterius atau atraksi supranatural dari Allah itu sendiri.1
Bagi orang-orang Ascetic, musik adalah sebuah cerminan diri Allah. Musik
digambarkan sebagai wahyu umum yang dapat merefleksikan Allah.2 Musik Kristen
adalah sebuah kendaraan yang menolong seseorang untuk mengenal Allah.3 Hal ini
1
Richard Viladesau, Theology and the Arts: Encountering God through Music, Art, and
Rhetoric (New York: Paulist, 2000), 39.
2
Victoria Sirota, Preaching to the Choir: Claiming the Role of Sacred Musician (New York,
NY: Church, 2006), 37.
3
Ronald Barclay Allen dan Gordon Borror, Worship: Rediscovering the Missing Jewel
(Eugene, OR: Wipf and Stock, 2000), 29.
4
Harold M. Best, Unceasing Worship: Biblical Perspectives on Worship and the Arts
(Downers Grove, Ill: InterVarsity Press, 2003), 145.
1
semakin mengenal firman Allah, dan membawa seseorang semakin mencintai Allah.5
Orang-orang Kristen yang terpengaruh dengan pemikiran Aristotelian pada abad awal,
dan zaman medieval, maupun orang-orang Kristen pada zaman ini pun juga sepakat
Sang Pencipta sehingga melalui musik sendiri, manusia mendapat kepekaan terhadap
bentuk misterius kehadiran Allah, dan keberadaan akan penciptaan, serta akhir zaman
di mana semua hal itu hadir atas rencana Allah sendiri, sehingga melahirkan berbagai
macam bentuk spiritualitas sebagai respons atas keindahan tersebut. Martin Luther
juga menggambarkan musik sebagai predicatio sonora di mana musik tidak hanya
melalui firman Allah.6 Dengan demikian, efek dari musik Kristen seharusnya
Tugas para pelayan musik gereja juga tidak jauh berbeda dengan pemusik
sekuler yang membawa keindahan musiknya bagi para penonton. Para pelayan musik
gereja perlu membawa keindahan musiknya kepada Allah sebagai bentuk ibadah, dan
yang tidak jauh kalah pentingnya adalah pelayan musik gereja juga membawa
keindahan Allah kepada jemaat. Untuk membawa keindahan Allah, pelayan musik
gereja perlu memahami bahwa tidak hanya menghasilkan keindahan saja di dalam
5
Calvin M Johansson, Discipling Music Ministry: Twenty-First Century Directions (Peabody:
Hendrickson, 1992), 111.
6
Viladesau, Theology and the Arts, 34–37.
2
persembahan diri mereka kepada Allah.7 Oleh karena itu, dibutuhkan spiritualitas
yang alkitabiah dan integritas seni yang benar dalam memainkan sebuah musik atau
lagu Kristen.8 Pada akhirnya secara otomatis, tanpa perlu diusahakan dari pihak
jemaat pun, akan membawa jemaat beribadah kepada Tuhan dengan sendirinya.9
dapat mengubah hati jemaat di mana terdapat tendensi melalui karya seninya yang
dapat mengubah hati jemaat, secara tidak langsung mereka mulai memberhalakan
keindahan dirinya yang terpancar dari preferensi musik mereka sendiri. Oleh karena
itu, beberapa musisi ini merasa diri cukup ketika mereka dapat menghasilkan
keindahan musiknya saja. Tidak heran jika kita menemukan beberapa pelayan musik
gereja terlalu berfokus terhadap pengembangan musik secara skill saja.10 Mereka
seolah-olah tidak memahami bahwa di balik keindahan dari sebuah musik terdapat
firman Allah yang menjadi esensi yang lebih patut untuk disajikan.11 Memang
kultur dan budaya di dalam kekristenan. Hal itu tidak terlihat salah karena jika dilihat
dari sudut pandang Kristen, Allahpun juga menciptakan dunia ini dan segala isinya
dengan kondisi yang indah. Tetapi karena keindahan menjadi sebuah kebiasaan di
dalam budaya kekristenan contohnya seperti musik Reinasance hingga musik jazz
terdengar indah. Oleh karena itu, pada akhirnya tujuan akhir terciptanya sebuah karya
7
Harold M Best and Cindy Kiple, Unceasing Worship: Biblical Perspectives on Worship and
the Arts, 2003, 145.
8
Ronald Barclay Allen and Gordon Borror, Worship: Rediscovering the Missing Jewel
(Eugene, OR: Wipf and Stock, 2000), 22.
9
Best and Kiple, Unceasing Worship, 150.
10
Ibid., 159,169.
11
Allen and Borror, Worship, 22.
3
musik hanya demi sebuah keindahan estetika saja.12 Selain itu, tujuan akhir ini
membuat seorang musisi atau sekumpulan musisi ini merasa dipuaskan, dan layaknya
sebuah berhala, tujuan akhir ini dijadikan sebuah objek repetisi di mana hal tersebut
keindahan pada akhirnya tidak hanya membuat para pemusik terjebak masuk ke
dalamnya tetapi jemaat atau pendengar musik Kristen akan merasakan hal yang sama,
dengan kata lain pemberhalaan ini juga menghancurkan keberadaan tubuh Kristus.
Hal ini disebabkan karena pendengar juga dipersuasi untuk merasakan hal yang sama
berulang-ulang sehingga bagi pemusik ataupun jemaat hanya merasa melalui jenis
Oleh sebab itu, pemusik diajak perlu memiliki kesadaran akan firman Allah
sebagai satu-satunya otoritas tunggal yang dapat mengubah diri mereka, dan
mengubah hati jemaat pula. Dengan demikian, ketika mereka menghasilkan sebuah
karya, mereka juga perlu mengalami Allah (lewat firman-Nya) melalui proses
pemusik dapat mengajak pendengar mengalami keindahan firman Allah dan dapat
12
Best and Kiple, Unceasing Worship, 167.
13
Ibid., 163.
14
Ibid., 169.
15
Viladesau, Theology and the Arts, 39–41; Best and Kiple, Unceasing Worship, 158.
16
June Boyce Tilman, “Tune Your Music to Your Heart: Reflections for Church Music
Leaders,” in Christian Congregational Music: Performance, Identity, and Experience (New York:
Routlegde, 2009), 53.
4
Sebuah karya musik merupakan hasil pemikiran dari seseorang yang memiliki
ideologi tertentu. Dengan kata lain musik sendiri memiliki hubungan ke dalam
berbagai aspek kehidupan. Begitu juga dengan karya musik Kristen sangat
karya seni yang indah adalah karya seni yang mampu membawa penikmatnya untuk
manifestasi secara jiwa (atau spirit). Hal ini membuat karya musik ataupun karya seni
lainnya merupakan hasil “spiritual” atau keindahan yang digabungkan dengan sesuatu
hal yang mistikal. Dengan kata lain, untuk menghasilkan karya seni yang indah para
seniman musik gereja dituntut untuk memiliki hasrat untuk memiliki pengenalan
intim dengan sang pencipta yaitu Allah.18 Dalam hal ini pengenalan tersebut
dilakukan dalam bentuk bergantung pada firman Allah dalam setiap pekerjaan yang
dilakukan termasuk di dalam menghasilkan karya seni yang indah. Paulus di dalam
suratnya kepada jemaat Efesus mengajak para jemaat untuk menyanyikan pujian
mazmur dan himne dalam nyanyian pujian (spiritual song). Hal ini nyata untuk
yang dibawakan. Hal ini menuntut para pemusik sebelumnya untuk mengenal dan
Johann Sebastian Bach adalah seorang musisi klasik yang diakui sebagai
orang yang sangat berpengaruh dalam peran musik klasik di kebudayaan Eropa.
17
Gordon Adnam, “Really Worshiping, Not Just Singing,” in Christian Congregational
Music: Performance, Identity and Experience (New York: Routlegde, 2009), 202–211.
18
Steven R Guthrie, Creator Spirit: The Holy Spirit and the Art of Becoming Human (Grand
Rapids: Baker Academic, 2011), 158–159,161.
19
Best and Kiple, Unceasing Worship, 147.
5
Selain ahli dalam bermain organ, Bach sangat dikenal melalui pembuatan karya
identik dengan gaya penulisan kontrapung. Sekalipun musik Bach tidak dihargai oleh
orang-orang pada zamannya karena dianggap terlalu kuno tetapi 100 tahun kemudian
menciptakan beberapa karya mayor di antaranya adalah: St. Matthew Passion, St.
Clavier, 200 kantata untuk ibadah minggu, 20 lagu kantata sekuler, dan 200 organ
menyebabkan musik Bach diakui sebagai orang yang sangat berpengaruh dalam
sejarah musik barat.21 Layaknya pada zaman Bach saat itu, beliau juga menggunakan
simbol sebagai elemen retorika struktur, dan retorika ornamentasi untuk menjelaskan
makna yang lebih dalam dari lagu yang dijelaskan.22 Seperti dalam lagu Then Pilate
took Jesus and scourged him karya St. John Passion dalam karya ini Bach
20
Donald Jay Grout, J. Peter Burkholder, and Claude V. Palisca, A History of Western Music,
ed. ke-9. (New York: W. W. Norton & Company, 2014), 435–436. Karya Bach mulai diangkat oleh
seorang komposer romantik, Felix Mendelssohn, dimana pada tahun 1850 dia mulai membawakan
karya St. Matthew Passion.
21
Ibid., 448–449.
22
Martin Geck, Johann Sebastian Bach: Life and Work (Orlando: Harcourt, 2006), 660.
Terdapat tendensi melihat musik sebagai seni yang dapat dianalisa. Hal ini berlangsung sejak zaman
humanisme berkembang hingga zaman Bach. Hal ini terlihat dari karya Heinrich Schutz dengan
karyanya The Little Sacred Concertos yang menggunakan retorika struktur dalam karyanya. Beberapa
ahli Bach pula melihat bahwa karya ini juga memengaruhi Bach dalam beretorika secara struktur dalam
aria “Widerstehe doch der Sunde”.
6
janji perdamaian Allah dengan Nuh, sehingga beliau memberikan nada berbentuk
Johann Sebastian Bach juga merupakan contoh seorang musisi Protestan atau
Lutheran yang menghasilkan banyak karya musik sebagai bentuk ekspresi imannya
keindahannya tetapi membuat pesan Alkitab menjadi indah dan mudah diingat.
Dengan kata lain, Bach menjadikan Alkitab dan teologi Lutheran-nya menjadi sebuah
beberapa ahli yang meneliti kehidupan Bach dan musiknya (Bach Scholar) meyakini
bahwa Bach tidak hidup terlalu saleh dan memiliki hubungan yang tidak baik dengan
orang di sekitarnya. Para peneliti Bach melihat dan menyimpulkan bahwa Bach
hanya membuat musik dengan mengintegrasikan teologi dan musik sebagai sebuah
bagian yang telah dijalaninya dalam kehidupan sehari-hari.26 Namun begitu dalam
23
Ibid., 663–664.
24
Calvin Stapert, My Only Comfort: Death, Deliverance, and Discipleship in the Music of
Bach (Grand Rapids: Eerdmans, 2000), 47.
25
Ibid., 6, 11.
26
Richard J. Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of
J.S. Bach,” in Resonant Witness: Conversation between Music and Theology, ed. Jeremy S. Begbie and
Steven R Guthrie (Grand Rapids: Wm. B. Eerdmans, 2011), 220; Tanya Kevorkian, Baroque Piety:
Religion, Society, and Music in Leipzig, 1650–1750 , 2017, 141–142. Hal tersebut dibuktikan dari
kehidupan Bach yang tidak termasuk dalam golongan orang-orang saleh atau pengikut ajaran pietism.
Bach digolongkan sebagai orang Lutheran orthodox atau para musisi menyebutnya sebagai pro-
Baroque
27
Stapert, My Only Comfort, 9-11. Sebagai seorang Lutheran, Bach sangat menyukai bahkan
menghayati setiap bacaan teologi, dan Alkitab yang dibaca (mis: tafsiran Alkitab yang dimiliki oleh
Bach dalam 3 serinya yaitu Calov Bible Commentaries, dan bacaan lain seperti 4 seri buku Martin
Chenitz yang membahas tentang Konsili di Trent) dan diterapkan dalam karya-karya musiknya.
Sekalipun kehidupan Bach pada saat itu disibukkan dengan membuat karya tetapi terlihat logis jika
Bach sangat menyukai disiplin spiritualitas ini (membaca Alkitab) karena dalam setiap karya vokalnya
7
menerapkan penggunaan simbol tertentu untuk menggambarkan simbol kekristenan,
misalnya penggunaan catatan tulisan SDG atau Soli Deo Gloria dalam setiap akhir
setiap karyanya adalah untuk kemuliaan Allah.28 Hal ini membuat peneliti menunjuk
kehidupan Bach sebagai seorang musisi yang berkualitas saja tetapi untuk
Dalam tahun akhir hidupnya, Bach membuat karya Mass in B minor sebagai
karya-karya sebelumnya. Secara de facto, karya ini dibuat dari tahun sekitar tahun
1724 hingga 1749. Karya ini memiliki susunan liturgi seperti susunan liturgi di dalam
gereja Lutheran. Tetapi Bach menggunakan teks lagu dalam bahasa Latin dalam
setiap bagian liturginya antara lain: Kyrie, Gloria, Credo, Sanctus, Ossana,
Benedictus, dan Agnus Dei.29 Karya ini memang adalah karya yang tidak diselesaikan
oleh Bach secara tuntas.30 Selain itu pengerjaan karya ini tidak dikerjakan secara
progresif dan berurutan alias terpisah. Menurut peneliti Bach (Bach scholar)
mengatakan bahwa Bach hanya membuat sebagian dari karya tersebut. Kyrie dan
Gloria merupakan satu bagian yang ditampilkan kepada wali kota Dresden pada tahun
selalu merujuk kepada kalimat-kalimat dalam versi tafsiran Alkitab yang dimilikinya yaitu Calov Bible
Commentaries. Buku ini sendiri sedang berada di dalam perpustakaan St. Louis, Seminari Concordia,
Michigan. Lebih mengherankan lagi di dalam catatan tafsiran ini terdapat banyak coretan-coretan dari
Bach, di mana hal ini menunjukan bahwa Bach sangat serius dalam menggali isi Alkitab, dan
menjadikan Alkitab sebagai tuntunan hidupnya.
28
Ibid., 27.
29
Yo Tomita, Robin A Leaver, and Jan Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass (New
York: Cambridge University Press, 2013), 30.
30
John Butt, Bach, Mass in B Minor (Cambridge: New York: Cambridge University Press,
1991), 7, 19.
8
1733. Kemudian Sanctus juga merupakan karya kantata-kantata Bach ketika beliau
masih di Leipzig yang didaur-ulang. Sanctus pertama kali ditampilkan pada tahun
1724 untuk perayaan Natal.31 Sedangkan sisa dari pengerjaan ini dilanjutkan oleh
anak pertama J.S. Bach, Carl-Philip Emanuel Bach.32 Uniknya dalam bagian liturgi
Credo, karya Mass in B minor ini terdapat unsur chriastic di dalamnya, di mana inti
atau pusat dari susunan lagu ini menunjuk pada bagian ‘crucifixus’ dan ‘et resurexit.’
Beberapa ahli membandingkan karya ini dengan karya Bach sebelumnya ‘Crucifixus.’
Dalam lagu ini, Bach seperti menggambarkan dua pandangan, yaitu theologia gloriae,
paling hina melalui Kristus yang telah mati di atas kayu salib.33 Dalam hal ini, Bach
tersebut tidak pernah terjadi dalam pembuatan karya Bach sebelumnya. Karya ini
dipengaruhi oleh musisi-musisi dan budaya kota Dresden, di mana kota Dresden
sendiri memiliki campuran budaya Jerman, budaya Neapolitan (Italia) dan budaya
Eropa Timur. Hal ini belum pernah terjadi sebelumnya di mana Bach berusaha
31
Ibid., 4–5.
32
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 6. Sebenarnya dalam semua
bagian yang telah dikerjakan oleh C.P.E. telah dikerjakan oleh Bach sebelumnya dalam bentuk
kerangka kerja saja. Dalam bagian Credo merupakan bagian di mana yang telah dikerjakan oleh Bach
tetapi C.P.E melakukan menggubah ulang.
33
Ibid., 125.
34
Ibid., 136.
9
membuat karya dengan mencampurkan budaya Neapolitan dan Dresden.35 Karya ini
memiliki format misa Katolik tetapi dalam perspektif tradisi Lutheran. Hal ini
disebabkan karena status agama kota Dresden diubah menjadi Katolik. Kota Dresden
Lutheranisme di kota Dresden pada saat itu kurang menyukai akan kebijakan tersebut,
dan hal tersebut masih berlanjut pada era pemerintah August The Strong II, di mana
pada saat itu Bach juga tinggal di daerah tersebut. Kebanyakan para pedagang, dan
para kabinet pemerintahan yang berasal dari orang-orang Lutheran sendiri pun
menentang akan budaya tersebut. Oleh karena itu, di dalam daerah itu kita
akhirnya, Bach mengambil celah tersebut untuk menarik perhatian rakyat dan
ataupun yang khusus, secara sosial maupun secara individual. Tidak ada lagi
komposer seperti ini selain Bach dan Beethoven. Beethovendan Bach dapat
melakukan hal demikian karena mereka memiliki telinga untuk orang-orang (di
setiap tema menurut caranya sendiri. Hal ini menunjukan bahwa di akhir
35
Butt, Bach, Mass in B Minor, 2.
36
Yo Tomita, Robin A Leaver, dan Jan Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass (New
York: Cambridge University Press, 2013), 27. Karya The Missa ini menggunakan misa Katolik dalam
perspektif Lutheran di mana gaya ibadah ini sangat lumrah ditemukan pada zaman tersebut. Ibadah
Lutheran tidak jauh berbeda dengan ibadah Katolik. Luther hanya mengubah sedikit susunan ibadah
Lutheran menjadi terlihat Christ-centered.
10
kehidupannya, Bach adalah seorang musisi yang menerapkan spiritualitasnya dalam
Karya Mass in B minor ini berhasil menyatukan agama dan budaya kota
Dresden dalam menyembah Allah melalui karya ini dengan sebuah pemahaman
Alkitab yang dimiliki yaitu Injil kematian-kebangkitan Yesus Kristus.38 Jadi diyakini
tidak heran, Calvin R. Stapert memuji karya ini dengan menyatakan bahwa: “Bach
was able to do more than summarize and bring to culmination various styles, genres,
and compositional techniques. He was also able to put the whole range of his
Tidak hanya itu saja, karya Bach juga menginspirasi beberapa komposer di
masa berikutnya. Tidak pernah disangka jika F. Joseph Haydn mengoleksi karya ini,
untuk ditampilkan di publik, tepatnya pada 21 Januari 1841, dan 23 April 1843.40
37
Geck, Johann Sebastian Bach, 650–651.
38
Stapert, My Only Comfort, 45. Para sarjana menyetujui bahwa inti dari karya Mass in B
Minor ini tepat pada bagian liturgi credo (sanctus) yang memiliki bentuk khiasmus. Uniknya titik
tengah atau inti, pada bagian liturgi credo, ini adalah pada bagian penyaliban. Sehingga diyakini bahwa
inti dari karya ini bersifat cross centered. Hal ini menunjukan bahwa Bach menyatukan warga Katolik
dan Lutheran dengan salib Yesus Kristus.
39
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 219.
40
Ibid., 258. Pada bagian ini, uniknya Mendelssohn bukan hanya menampilkan ulang tetapi
sekaligus memberi tambahan dinamika sebagai bentuk interpretasinya terhadap karya ini, mis: pada
bagian crucifixus, Mendelssohn menginginkan impresi yang mendalam, dan menghasilkan efek suara
yang lembut sehingga dia menambahkan dinamika “pp” atau pianosisimo.
11
Rumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan atas dasar pemahaman bahwa sebuah karya musik
dihasilkan oleh seorang pemusik gereja (baik itu dalam bernyanyi, memainkan
ekspresi kehidupan imannya bersama dengan Tuhan, dan dapat menjadi berkat bagi
diajak untuk melihat kehidupan Johann Sebastian Bach, dan mengkaji ulang karya
Mass in B minor, dan perjalanan hidupnya selama penulisan karya Mass in B minor.
Pemusik gereja diajak untuk melihat kehidupan Johann Sebastian Bach, dan
mengkaji ulang karya Mass in B minor, dan perjalanan hidupnya selama penulisan
karya Mass in B minor sehingga para pemusik gereja dapat menyadari bahwa sebuah
karya musik akan membawa pendengar dekat pada Allah jika dihasilkan dari seorang
pemusik yang memiliki pengenalan akan Allah, baik secara kognitif maupun afeksi
yang seimbang pula. Pentingnya peran firman Allah dan pemahaman teologi bagi
pemusik gereja akan menjadi dasar dari setiap tindakan, dan menerapkannya sebagai
Batasan Masalah
karya Mass in B minor dan dalam sejarah perjalanan kehidupan J.S. Bach selama
penulisan karyanya ini. Bagi penulis ukuran spiritualitas pemusik gereja terukir
12
dalam karya-karyanya, oleh karena itu pembahasan nilai-nilai spiritualitas dalam
karya Mass in B minor ini akan dibahas dengan menganalisis beberapa karya saja
Pembahasan kehidupan J.S. Bach juga hanya akan dilakukan selama penulisan karya
Mass in B minor ini, yaitu selama beliau tinggal di Leipzig dan Dresden. Selanjutnya,
penulis akan meneliti bagaimana para pemusik gereja dapat membangun spiritualitas
yang dimiliki maupun tidak dimiliki oleh Bach ke dalam sebuah kebiasaan sehingga
para pemusik gereja dapat menghasilkan sebuah musik yang dapat mengubah
kehidupan jemaat.
Metodologi Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis akan melakukan analisa musik, dan studi
membandingkan hasil analisa ini dengan pendapat dari beberapa pakar sejarawan J. S.
Bach. Setelah itu penelitian dilanjutkan dengan studi pustaka yang meninjau dari sisi
sejarah sebagai bahan pembanding dari hasil analisa karya Mass in B minor untuk
menghasilkan pola penulisan, dan pola kehidupan J. S. Bach ketika menuliskan karya
tersebut sehingga dapat menjadi bahan pembelajaran bagi pemusik pada zaman ini.
Sistematika Penulisan
Penulisan penelitian (skripsi) ini akan terdiri dari empat bab. Dalam bab
pertama, penulis akan memaparkan latar belakang penelitian ini, apa masalah
13
utamanya dan seberapa penting masalah ini diteliti. Kemudian, penulis akan
Dalam bab kedua, penulis akan membahas kehidupan spiritualitas Bach. Pada
awal pembahasan penulis akan membahas perjalanan iman kekristenan Bach dan
teologi Lutheran yang telah dianutnya sejak masih kecil. Pembahasan tentunya akan
membahas kehidupan interaksi Bach bersama dengan musik, keluarga, gereja, dan
spiritualitas dan tujuan dari spiritualitas bagi pemusik Kristen. Jadi melalui
perbandingan tersebut, penelitian ini dapat menarik kesimpulan dari nilai kepercayaan
yang dipegang oleh Bach sehingga dapat menghasilkan musik yang dapat dikenang
Dalam bab ketiga, penulis akan membuktikan teologi dan spiritualitas, serta
struktur penyusunan liturgi. Setelah itu penulis akan melakukan analisa dari beberapa
lagu yang telah disorot untuk dianalisa dari sudut gaya komposisi, penggunaan
instrument, mode lagu, bentuk lagu, harmony, rhythm, tempo, tekstur musik. Setelah
itu penulis akan membahas sejarah penulisan karya ini dan perjalanan karya ini
komposisi Mass in B minor dan kehidupan spiritualitas Bach. Pada akhirnya penulis
ini. Sintesa inilah yang nanti akan merumuskan relevansi bagi pemusik pada zaman
modern. Dalam bab terakhir, penulis akan memberikan kesimpulan dan saran.
15
BAB 2
KARYA MUSIKNYA
Iman dan kepercayaan Lutheran telah tertanam di dalam diri Bach. Banyak
ide-ide kreatif muncul dari iman-kepercayaan dalam diri Bach.41 Karya seni Bach
keberanian yang diwariskan dari Reformasi Jerman.42 Menurut Pelikan, ada 3 hal
penting yang membentuk iman kekristenan Bach yaitu doktrin kristologi, Hymn, dan
Liturgi dari Luther. Pada bagian lainnya, Pelikan memperlihatkan bahwa Bach juga
Teologi Luther
Fitur penting di dalam teologi Reformed dari Martin Luther adalah konsep
Theologia Crucis. Konsep teologi ini juga menjadi pembahasan terbaik dari seluruh
pembahasan Reformasi Luther.44 Teologi ini muncul atas pengaruh teologi skolastik
41
Geck, Johann Sebastian Bach, 653.
42
Jaroslav Jan Pelikan, Bach among the Theologians (Eugene: Wipf and Stock, 2003), 17;
Wilhelm Dilthey and Karlfried Gründer, Wilhelm Diltheys gesammelte Schriften. Abhandlungen zur
Geschichte der Philosophie und Religion Bd. 2 Bd. 2 (Leipzig: Teubner, 1940), 515.
43
Pelikan, Bach among the Theologians, 19–21.
44
Bernhard Lohse, Martin Luther’s Theology: Its Historical and Systematic Development,
Fortress Press ed. (Minneapolis: Fortress Press, 1999), 36.
16
terhadap Luther. Awalnya, teologi ini membingungkan Luther sehingga ia
menganggap bahwa anugerah aktual tidak cukup kuat untuk menghapus kesalahan
dosa asali maupun mentransformasi orang berdosa secara ontologis. Masalah terjadi
bahwa dosa aktuallah yang diampuni. Sementara hal yang menakutkan bagi Luther
adalah jika dosa-dosa yang tidak disadari dan dosa yang terjadi pada masa lalu tidak
dan mulai mengenal kelemahan diri sebagai sesuatu yang dibenci oleh Allah. Luther
menyadari akan penetapan pembenaran dari Allah secara mutlak. Dosa asali itu
sendiri muncul atas dasar permusuhan dan pemberontakan aktif manusia kepada
keberdosaannya, Luther dituntun untuk memandang dosa sebagai kekuatan yang tidak
dapat diatasi dengan cara biasa. Pada akhirnya, Luther menyatakan bahwa hanya
iman semata yang dapat membenarkan seseorang. Iman tersebut merupakan karya
pembenaran Allah sekaligus karya Roh Kudus dalam hati seseorang.45 Konsili
Ausburg no. 75, 78-79 mengukuhkan pemikiran Paulus dengan mengutip perkataan
Paulus dalam 1 Korintus 15:56-57, bahwa dosa dapat mencemaskan hati; hal ini
terjadi melalui hukum Taurat, yang menjadi murka Allah terhadap dosa. Tetapi
menang melalui Kristus dengan iman. Oleh karena itu kita dapat menghibur diri kita
sendiri dengan keyakinan yang bulat akan belas kasihan yang dijanjikan oleh Yesus.46
45
Timothy George, Theologi Para Reformator, trans. Katherina Tedja (Surabaya: Momentum,
2018), 78–87.
46
Theodore G. Tappert, ed., Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, trans. Theodore G.
Tappert (BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2004), 117–118.
17
Teologi Salib menjadi tonggak utama dari ketidaksetujuan atas pertentangan
atas pemikiran Luther mengenai sifat pemberontak aktif manusia dengan pemikiran
ini dengan memberikan pendahuluan pada tesis ke-19 yang mengatakan bahwa para
uskup tidak pantas untuk menyebut dirinya sebagai teolog karena seolah-olah mereka
dapat memandang jelas hal-hal yang terlihat padahal mereka tidak dapat melihat
Allah secara utuh. Luther mengutip firman Tuhan dengan menyebut para uskup
maupun Paus sebagai orang-orang yang bodoh (Roma 1:22). Terlebih lagi, Luther
menghina mereka yang menyebut dirinya bijak, saleh, dan adil. Hal ini ditujukan oleh
Luther kepada para uskup dan Paus karena mereka tidak memahami hal-hal yang
nyata dari Allah melalui penderitaan di kayu salib (tesis ke-20). Luther melanjutkan
pada tesis ke-21 menyimpulkan bahwa para uskup dan Paus (atau disebut sebagai
penderitaan salib sebagai sesuatu hal yang buruk untuk sesuatu yang dapat
disombongkan dari diri mereka (evil good and good evil). Sebaliknya Luther
menyarankan untuk para teolog untuk menemukan Allah di dalam penderitaan yaitu
ketika seseorang melawan natur dosanya sebagai Adam yang lama. Dengan
demikian, seseorang akan mengetahui bahwa usaha mereka dalam melepaskan natur
47
Ronald K. Rittgers, The Reformation of Suffering: Pastoral Theology and Lay Piety in Late
Medieval and Early Modern Germany (New York: Oxford University Press, 2012), 111–112.
18
dosa adalah sia-sia karena hanya melalui anugerah Allah saja manusia dilayakkan.48
Teologi Salib (Theology of The Cross) ini muncul sebagai bentuk dari oposisi
memperdebatkan hal ini karena memiliki perbedaan dari pandangan Roma Katolik
terdapat hasrat untuk mengenal Allah dari ciptaan-Nya. Sementara Teologi Salib
mengajarkan kepada seseorang untuk bertemu kepada Allah dengan mengenal dosa
dan penghakiman ilahi. Luther mengajak agar jemaat dapat melihat Allah dalam dua
sisi yaitu dari keagungan ciptaan-Nya maupun dari dosa dan penghakiman ilahi yang
dicurahkan dalam diri Yesus.49 Allah menggunakan jalan penderitaan dan sengsara,
yang asing bagi natur-Nya, untuk menyelesaikan tujuan yang sesuai dengan natur-
Pemikiran Teologi Salib Luther ini berbanding sama dengan argumen dalam
penyaliban Allah, dan kerelaan Allah dalam membawa salib di tengah orang-orang
yang menghindari penderitaan yang dilihat sebagai pelanggaran yang harus dihindari.
kemuliaan-Nya sebagai atribut tak terlihat dalam ciptaan-Nya, tetapi hal ini menuntun
manusia kepada sifat arogan dan sombong. Untuk itu, Allah memilih dirinya dalam
Yesus Kristus untuk dipandang lemah, menderita di atas kayu salib, dan dimusuhi
oleh orang banyak untuk menghancurkan kesombongan dalam diri manusia. Luther
48
Martin Luther, William Russell, and Timothy F Lull, Martin Luther’s Basic Theological
Writings (Minneapolis: Fortress, 2012), 22.
49
Lohse, Martin Luther’s Theology, 38–39.
19
penderitaan melalui penderitaan Kristus sebagai media perantara Allah dengan
dalam istilah medis yaitu forensik dan imputasi. Hal ini menunjukan bahwa orang
Kristen yang telah menerima anugerah juga menerima penyembuhan bertahap dari
luka dosanya. Allah tidak lagi melihat kelemahan manusia sebagai dosa karena
penyembuhan mereka telah dimulai. Luther mengatakan bahwa hal ini adalah
pertukaran yang indah antara Kristus dan orang berdosa. Dalam khotbah-nya, Luther
mengatakan:
dapat disandingkan dengan keberadaan teologi. Dalam sebuah surat yang ditulis oleh
1530, tertulis bahwa Luther tidak dapat membandingkan level musik dibandingkan
dengan seni manapun karena bagi Luther musik dapat menghasilkan apa yang hanya
dapat dihasilkan oleh teologi, yaitu sifat menenangkan dan menyenangkan. Bagi
50
Rittgers, The Reformation of Suffering, 112–113.
51
George, Theologi Para Reformator, 85.
20
Luther, para nabi di Alkitab tidak menggunakan sarana lain–selain musik–untuk
memuji kebesaran Allah. Dalam hal ini, Luther juga dipengaruhi oleh budaya
Medieval, masyarakat menilai bahwa seorang manusia akan dapat menghargai ciptaan
Allah (wahyu umum) dengan mempelajari 4 cabang ilmu pengetahuan yaitu: Musik,
Aritmatika, Geometri, dan Astronomi, atau yang disebut sebagai Quardivium. Hal ini
membuat Luther dapat mengintegrasikan wahyu khusus ke dalam wahyu umum Allah
melalui seni. Luther mengikuti kebiasaan para nabi yang menuangkan firman Allah
sebagai sebuah bentuk sarana ucapan syukur kepada Allah. Hal ini terlihat dari
setelah manusia jatuh dalam dosa, nyanyian pujian kepada Allah – tanpa diiringi
musik atau hanya menggunakan suara sebagai musik – terus berkelanjutan hingga
pada zaman Kain dan Habel. Hal ini masih diteruskan oleh Kain dan keturunannya.
Luther berpendapat bahwa ketika Kain yang saat itu di tengah kekeringan akibat
kutukan Allah kepada manusia membuat keturunan Kain bekerja keras menjadi
diri kepada musik. Mereka mengembangkan musik dengan menciptakan alat musik
dengan tujuan untuk mendevosikan dan mengekspresikan usaha keras dalam mencari
dan memenuhi kebutuhan hidup mereka. Semua pekerjaan keras ini ditempuh oleh
mereka untuk mendapat gelar sebagai manusia yang rajin agar mendapatkan berkah.
Akan tetapi, Luther melihat bahwa Allah memelihara keturunan Habel dengan tetap
Robin A. Leaver, Luther’s Liturgical Music: Principles and Implications (Grand Rapids:
52
21
menyembah kepada Allah sehingga beberapa orang dari keturunan Kain membawa
alat musik juga untuk menyembah Allah yang benar. Hal yang dilihat oleh Luther
menjadi sebuah ucapan syukur karena perkembangan musik dalam bentuk alat musik
kemampuan yang sama dengan teolog dalam memahami Alkitab sehingga dapat
dihasilkan juga memiliki fungsi homiletika yang mirip dengan khotbah. Dalam seri
menyampaikan firman Tuhan dalam khotbah Mazmur 98. Beliau menyatakan bahwa
musik dapat menyampaikan misteri tentang kerajaan surga dan dapat menasihati hal
yang baik kepada seseorang secara spiritual. Bagi Luther, Daud menggunakan kata-
kata yang indah atau yang manis untuk kepentingan gramatika atau kepentingan dari
sudut pandang musikal dan kemerduan kata-kata yang memiliki nada indah atau
keindahan teks ataupun tune nada saja tetapi karena kata-kata tersebut memiliki
kedalaman teologi yang mengarah kepada pengertian secara spiritual. Oleh sebab itu,
Luther meyakini bahwa tidak ada seni yang menyetarai seni musik karena musik yang
dikombinasikan dengan teologi dapat menghasilkan sebuah teologi musik yang dapat
53
George, Theologi Para Reformator, 69–70. Pada zaman Luther terjadi pertentangan yang
membahas sejarah munculnya musik pertama kali. Orang-orang Yunani menganggap bahwa
pengembangan musik secara instrumentalis ditemukan oleh Pytagoras dengan menggunakan alat
ciptaannya sendiri sehingga menghasilkan nada.
22
Luther sendiri memahami bahwa peran musik sangat efektif dalam
menyampaikan firman Tuhan termasuk di dalam liturgi gerejawi. Selain itu, musik
menyatukan umat sebagai satu komunitas untuk mengucap syukur sekaligus meratap
kepada Allah. Salah satu perhatian Luther adalah melihat umat tidak sungguh-
seni musiknya tersebut dengan membuat lagu baru maupun daras baru. Luther juga
tersebut. Menurut Dirk G. Lange, peran musik (bagi Luther) digunakan untuk
melayani liturgi Misa Jerman (German Mass) dalam rangka untuk melatih, mengajar
dan menasehati jemaat. Peran musik merupakan peran yang paling cemerlang dalam
era Reformasi karena secara gestur, ritual dan seni memproklamirkan berita Injil
Allah. 55
sakramen perjamuan kudus dan penghapusan dosa sehingga membuat gereja Tuhan
tertawan oleh dosa dan kebebasan-nya telah dicuri.56 Umat Katolik pada zaman
Medieval melakukan praktik pembayaran atas ganti rugi kesalahan dosa mereka
tersebut. Mereka mendaftarkan dosa ringan hingga dosa paling berat beserta harga
yang harus dibayar. Tetapi gereja menganggap hal ini sebagai sebuah kewajiban atas
55
Martin Luther dkk., Church and Sacraments, Annotated Luther, vol. 3 (Minneapolis:
Fortress Press, 2016), 135, 137.
56
Luther, Russell, and Lull, Martin Luther’s Basic Theological Writings, 200.
23
tuntutan perilaku moral saja. Oleh karena itu, kegiatan yang baik untuk memeriksa
diri dan untuk menciptakan disiplin rohani yang bersifat personal dan berulang dan
diarahkan kepada semua orang terlihat tampak baik dari luar saja. Orang-orang
kegiatan pengakuan dosa ini menghindarkan diri mereka atas tanggung jawab
kesucian diri mereka di hadapan Allah.57 Selain itu, pandangan budaya middle ages
melihat sakramen menjadi sebuah ritual dan gestur simbolik yang dapat memberikan
Tuhan. Akan tetapi, praktik ini muncul berlebihan karena seorang pastor akan
berkat berupa campuran garam dan air. Hal ini terlihat layaknya kegiatan eksorsisme
karena terbukti pastor tersebut memberkati rumah atau kapal atau benda-benda
lainnya untuk dapat menjadi berkat sehingga barang yang digunakan dapat menjadi
berkat. Hal ini memengaruhi seseorang dalam mengikuti perjamuan kudus, di mana
roti dan anggur dapat menjadi dikuduskan sehingga kehadiran roti dan anggur
57
Walter Sundberg, Worship as Repentance: Lutheran Liturgical Traditions and Catholic
Consensus (Grand Rapids: Eerdmans, 2012), 59–61, 63–64. Kesalahan ini muncul karena
kesalahpahaman orang-orang Katolik melihat pemahaman di abad sebelumnya. Orang-orang Katolik
Celtic yang dipimpin oleh St. Patrick Breastplate memulai dengan kebiasaan baik di mana mereka
memahami bahwa orang Kristen dipanggil untuk menginginkan kekudusan. Sebagai pengikut Kristus,
mereka dipanggil untuk makan dan minum satu hidangan dalam perjamuan kudus. Mereka
menanamkan prinsip budaya di mana jika terdapat seseorang yang ketahuan mencuri, dia harus
membayar ganti rugi kepada korban yang merupakan anggota tubuh Kristus lainnya. Jika pencuri terus
menerus melakukan dosa yang sama orang tersebut dipaksa untuk mengikuti perjamuan atau komuni
sehingga pencuri tersebut dapat bertobat.
58
Ibid., 65–66.
24
“mekanis” dari sakramen tersebut yang dianggap melalui pelaksanaannya dapat
merupakan bentuk firman yang ditujukan kepada Allah. Luther melihat Perjamuan
kudus bukan merupakan sebuah alat untuk menebus dosa tetapi merupakan sebuah
jaminan dari janji Allah kepada manusia.59 Dalam sakramen penebusan dosa, Luther
menuliskan hal pertama dalam 95 tesisnya untuk mengajak seluruh umat bertobat dari
perbuatan mereka. Luther mengomentari kegiatan sakramen penebusan dosa ini tidak
dijalankan karena keberadaannya yang tidak dapat menghapus dosa. Luther juga
mengatakan bahwa seseorang tidak dapat keluar dari hukuman dosanya. Oleh karena
itu, jika seseorang dapat diampuni dosa-dosanya oleh Allah, hal itu merupakan
pekerjaan Kristus semata-mata. Hal ini membuat Luther merancangkan ibadah untuk
kesalahan pemikiran Roma Katolik dalam pengakuan dosa dan sakramen saja, tetapi
Luther juga ikut ambil dalam mereformasi ibadah. Sekalipun kejadian Reformasi ini
dipandang oleh orang-orang sebagai sebuah penentuan untuk membebaskan diri agar
seseorang mencapai tingkat tertinggi dari moral dan spiritualitas. Tetapi Luther tidak
mengoreksi kesalahan diri. Dengan demikian, seseorang dapat datang dan merasakan
iman yang tulus untuk makan dan minum perjamuan kudus. Bagi Luther, intensi
kudus Allah adalah menyadari bahwa bagian manusia adalah terus menyadari akan
dosa dan kematian sehingga layak mendapatkan kutukan dan penghukuman. Dalam
59
George, Theologi Para Reformator, 115.
60
Sundberg, Worship as Repentance, 68–69.
25
penyesalan penuh ini, seseorang semakin menyadari penuh akan keselamatan yang
telah Allah berikan. Hal ini yang membuat Luther terbeban untuk membuat Misa
Jerman bagi orang-orang awam, untuk semua orang yang belum percaya. Tujuannya
adalah bukan untuk membawa diri meninggalkan natur sebagai manusia berdosa atau
the old Adam tetapi membawa seseorang untuk percaya kepada Yesus dan menjadi
pengikut Kristus.61
Dalam penyusunan liturgi misa Jerman, Luther memiliki rasa hormat yang
tinggi terhadap kultus. Hal ini ditunjukan ketika mengubah bentuk liturgi Roma
Katolik ke dalam Misa Jerman di mana Luther hanya membersihkan hal-hal yang
tidak sesuai dengan teologinya saat itu. Tetapi berbeda dengan masalah liturgi, beliau
melakukan perubahan bahasa dalam liturgi Roma Katolik. Perubahan dari bahasa
Latin menjadi bahasa asli atau bahasa Jerman. Luther membentuk ritual ekaristi
dalam bahasa Jerman atau German Mass dengan menggunakan format Formulae
Missae dari Misa Katolik Roma. Dalam perubahan liturgi, Luther menekankan tiga
poin utama yaitu musik, khotbah, dan ritual komuni yang dilakukan dalam sebuah
liturgi. Luther menyatakan bahwa musik adalah pemberian hadiah terbesar dari Allah
mengusahakan agar khtobah dapat masuk di dalam sebuah ibadah. Luther juga
61
Ibid., 68, 73–74.
26
mendorong jemaat untuk berpartisipasi dalam perjamuan kudus sehingga dapat
German mass menjadi liturgi yang penting dalam era Reformasi karena dalam
liturgi ini terdapat usaha Luther untuk memperbaharui dan menyebarkan semangat
bahasa asli atau bahasa Jerman. Liturgi ini mengganti setiap kata-kata dalam liturgi
misa Roma Katolik yang menggunakan bahasa Latin secara keseluruhan. Selain itu
Luther juga memotong beberapa lagu-lagu kanon yang ada di dalam Roma Misa.
Secara keseluruhan Luther menyetujui struktur dan bentuk liturgi Misa Roma Katolik.
Akan tetapi, pada waktu yang sama Luther juga menghentikan kelanjutan liturgi
Roma Katolik dengan beberapa inovasi. Luther menggunakan bentuk tradisional dari
liturgi Roma Katolik tetapi dengan cara pandang atau interpretasi yang berbeda.
Keseluruhan jemaat juga bernyanyi lagu hymn sesuai dengan susunan liturgi.
Contohnya: Verba testamenti atau ayat Alkitab tidak hanya dibacakan tetapi
dinyanyikan oleh jemaat dengan menggunakan nada yang sama dengan nada pada
secara musikal beserta mendorong jemaat untuk ikut berpartisipasi di dalamnya. Hal
ini sangat bertentangan dengan praktik ibadah yang dilakukan oleh ibadah Roma
62
Robert Webber, Twenty Centuries of Christian Worship (Nashville: Star Song, 1994), 75.
27
Luther memiliki perhatian yang mendalam terhadap orang-orang yang belum
bertobat, orang-orang yang belum percaya maupun kepada jemaat biasanya. Pada
bulan April 1524, Luther menggunakan misa Jerman pertama kali di gereja kota
Nuremberg. Persiapan misa ini dibantu oleh Andreas Osiander (1498-1552). Ibadah
mengenang akan kematian Yesus di atas kayu salib. Beliau juga mengajak para
mengajak jemaat untuk mengakui perbuatan dosa yang telah diperbuat.64 Dalam
apologi konfesi Ausburg no. 69 pasal gereja, Luther mengatakan bahwa sakramen
(baik pengakuan dosa ataupun yang lain) bukan tanda yang dibuat antar manusia.
Sebaliknya sakramen merupakan sebuah tanda kasih karunia Allah kepada manusia.
Oleh sebab itu, sakramen sangat penting digunakan dalam sebuah ibadah, sebab apa
yang menjadi soal dalam Perjanjian Baru adalah dorongan rohani, mati dan
dihidupkan kembali.65
64
Sundberg, Worship as Repentance, 54–56. Luther ingin mengembalikan kondisi liturgi
seperti liturgi di gereja awal, kira-kira pada abad ke-5-6 Masehi. Karena pada abad ke-7 masehi, gereja
dijadikan sebuah tempat perlindungan dari rasa bersalah dengan mengaku dosa secara pribadi dengan
pastor. Setelah itu pastor mengkategorikan dosa seseorang menurut kecil besarnya dosa tersebut. Pada
akhirnya seseorang diberikan penalti atas pelanggaran dosanya tersebut dan dosanya diampuni.
65
Tappert, Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran, 328.
28
memproklamirkan kebenaran firman Tuhan. Bagi Luther, perjamuan kudus adalah
momen mengingat akan pengorbanan Yesus di atas kayu salib. Perjamuan kudus
berbicara mengenai anugerah Allah sebagai pemberian cuma-cuma dari Allah kepada
manusia. Luther juga memandang bahwa tidak cukup jika jemaat hanya mengingat
pengampunan dosa, anugerah, dan kemurahan Allah yang patut diberitakan kepada
jemaat.66
Tetapi beberapa orang memiliki perspektif yang sering kali salah memahami
misa Jerman ini. Pertama, Luther dianggap berintensi untuk menggunakan susunan
dan bentuk ibadah ini sebagai liturgi yang diasosiasikan dengan gerakan Reformed di
gerakan yang melawan kebebasan dan terikat dengan sebuah bentuk. Padahal, Luther
menginginkan agar dalam sebuah ibadah terikat dengan pengampunan dan anugerah
atas Injil. Bagi Luther sendiri menilai bahwa akan berbahaya jika sebuah Injil
dijadikan sebagai hukum. Kedua, beberapa orang juga menganggap bahwa dengan
mengganti bahasa Latin menjadi bahasa Jerman dalam sebuah ibadah, Luther ingin
berintensi untuk membatalkan atau mengganti ibadah. Tetapi kenyataan yang terjadi
Oleh sebab itu, Luther tidak meneruskan kelanjutan ibadah dengan menggunakan
66
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 175–178. Anggapan Roma Katolik melihat perjamuan
kudus sebagai sacrificium, opus bonum, meritum atau pengorbanan, pekerjaan yang baik, dan korban
yang layak.
29
bahasa Latin. Sebaliknya, Luther malah mengajak jemaat untuk melanjutkan tradisi
prakata buku Misa Jerman (German Mass), Luther mengadaptasi pola liturgi lama ke
dalam dua bentuk yang berbeda sesuai dengan keadaan pada saat itu. Bentuk
pertama, Luther menghasilkan liturgi bernama Formula Missae (1523). Liturgi ini
telah disederhanakan dari Misa Roma Katolik. Dalam bagian ini Luther
mengeliminasi doa Offertory yang dilakukan secara kanon sebelum masuk bagian
Sanctus. Luther mengganti bagian ini dengan menggunakan kata-kata pengantar yang
diakhiri dengan ayat penyampaian “Yesus pada malam itu mengambil roti, dst.” (lih.
Lukas 22:14-19) sebelum masuk ke dalam bagian Sanctus. Dua tahun kemudian pada
tahun 1525, Luther mulai membuat liturgi Misa Jerman (German Mass). Liturgi ini
merupakan simplifikasi dari liturgi Formula Missae. Dalam liturgi ini, Luther
semakin menekankan perayaan sakramen perjamuan kudus. Selain itu Luther juga
menambahkan sursum corda dan kata pengantar sebelum masuk ke dalam bagian
Sanctus. 68 Luther juga mengubah posisi liturgi khotbah dan menambahkan bagian
khotbah pada bagian Formulae Missae dan German Mass. Pada zaman pre-reformasi
dan awal reformasi, penempatan bagian khotbah ini diletakkan sebelum atau sesudah
ibadah. Tetapi seiring berjalannya waktu para Lutheran mengubah posisi khotbah ini
masing liturgi:
67
Ibid., 293–294.
68
Robinson, Church and sacraments, 134-5
69
Joseph Herl, Worship Wars in Early Lutheranism Choir, Congregation and Three Centuries
of Conflict (New York: Oxford University Press, 2008), 29–31.
30
Tabel 1 Tabel ini merupakan table perbandingan Misa Roma Katolik, Formula
Missae, dan Misa Jerman
Misa Roma Katolik Misa Latin Lutheran Misa Jerman
(Formulae Missae)
• Introitus • Introitus • Mazmur atau lagu
• Kyrie • Kyrie hymn berbahasa
• Gloria • Gloria (pilihan) Jerman
• Persembahan • Persembahan • Kyrie
• Pembacaan surat • Pembacaan surat • Persembahan
Rasul rasul • Pembacaan surat
• Gradual • Gradual atau rasul
(menyanyikan lagu menyanyikan • Lagu hymn
hymn atau daras) Haleluya berbahasa Jerman
• Nyanyian • Sequence • Pembacaan kitab
Haleluya • Pembacaan kitab Injil
• Sequence Injil • Pengakuan iman
(menyanyikan lagu • Pengakuan iman Rasuli
daras) rasuli • Khotbah
• Pembacaan kitab • Khotbah • Doa Bapa Kami
Injil • Pembacaan teks dan nasihat
• Pengakuan iman sumsum corda kepada jemaat
rasuli • Prakata • Consecration
• Offertory (Doa • Consecration disertai dengan
yang biasanya • Doa Bapa kami perjamuan kudus.
dinyanyikan secara • Pax Domini Diiringi oleh
kanon) • Agnus Dei pujian (boleh
• Secret (doa) • Perjamuan Kudus menyanyikan
• Pembacaan teks • Persembahan
Sanctus dan Agnus
sumsum corda Dei secara
syukur
(artinya: opsional)
• Benidicamus &
arahkanlah hatimu • Persembahan
Benediction
kepada Tuhan) Syukur
• Prakata • Benedictus
• Sanctus &
Benedictus
• Canon Major
• Doa Bapa Kami
• Pax Domini
• Agnus Dei
• Komuni
(perjamuan kudus)
• Persembahan
(setelah perjamuan
kudus)
• Pembubaran
Sumber: Joseph Herl, Worship Wars in Early Lutheranism Choir, Congregation and
Three Centuries of Conflict, (New Yorks: Oxford University Press, 2008), 31.
31
Dalam prakata dokumen Misa Jerman (German Mass), Luther mengingatkan
bahwa urutan liturgi ini bukanlah sebuah aturan mengikat yang harus ditaati karena
bentuk liturgi ini bukanlah hukum kekal yang harus dilakukan sama persis oleh semua
orang. Akan tetapi, secara jelas Luther mengutamakan kembali pola yang berpusat
pada firman Tuhan, dan sakramen seperti yang telah ada dalam tradisi gereja. Dalam
tersebut, tetapi mereformasinya. Luther menggunakan ritual misa lama milik Katolik
Roma dengan cara menemukan kedua sisi persamaan, antara pemahaman tradisional
dalam bahasa Jerman agar dapat di dengar oleh masyarakat sekitar.70 Dalam
menyampaikan kebebasan di dalam Kristus dalam Injil. Oleh karena itu Luther
berusaha membuat Injil itu didengar maupun dilihat dalam liturgi melalui firman dan
sampai hari ini. Seperti yang telah dikatakan bahwa Liturgi adalah proklamasi
Firman Tuhan dan Sakramen, baik dalam perkataan dan ritual maupun dalam bentuk
gestur. Hal tersebut membentuk, melatih dan membawa komunitas kepada Firman
70
Luther et al., Church and Sacraments, 132–133.
71
Eric W. Gritsch, A History of Lutheranism, 2nd ed. (Minneapolis: Fortress, 2010), 137.
72
Luther et al., Church and Sacraments, 135.
32
Pengaruh Teologi Luther terhadap Teologi Bach
“viva voce evangeli” atau living voice of the Gospel. Hal ini dipahami oleh
khotbah maupun mengajar dalam gereja. Salah seorang pengikut Lutheran yang
menjunjung tinggi musik gereja yaitu Johann Sebastian Bach. Bach dikenal sebagai
seorang yang merepresentasikan tradisi musik gereja Lutheran sekalipun pada waktu
yang sama tradisi Lutheran mulai ditolak.73 Bach tidak hanya menjadi seorang musisi
hanya karena teologi Lutheran saja, tetapi karena budaya Lutheran juga yang dekat
dengan musik. Luther membangun sebuah tradisi bagi pengikutnya dengan sebuah
kebiasaan, beliau tidak hanya sekadar fanatik dengan teologi tetapi fanatik dengan
musik. Hal ini yang membuat beliau pada tahun 1520 membentuk ulang liturgi Roma
utama yang mendasari gerakan Reformasi, yaitu: sola scriptura, sola fide, sola gratia,
dan solus Christus. Luther menjadikan empat pemahaman ini ke dalam esensi teologi
sekaligus menjadi bahan dasar iman kekristenan ke dalam pengajaran Injilnya melalui
ibadah. Luther mencontohkan empat dasar teologi tersebut dalam empat unsur ibadah
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
74
222.
75
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 297–304.
33
Aspek pertama, sola scriptura diwujudkan dalam unsur Alkitab dalam ibadah.
Luther melakukan penerjemahan Alkitab ke dalam bahasa asli, sehingga jemaat dapat
membaca Alkitab secara bersama-sama dalam ibadah. Terlebih lagi, Alkitab dapat
Jerman, pembacaan Alkitab ini dilakukan sambil berdaras. Luther sendiri membuat
notasi pembacaan Alkitab ini dengan sangat berhati-hati. Luther sendiri membedakan
notasi pembacaan surat dari para rasul dengan Injil itu sendiri. Lebih lagi, Luther juga
membedakan notasi daras–mulai dari suara Yesus (Luther menggunakan suara bass),
dengan suara dari tokoh lainnya termasuk suara narator. Keinginan Luther agar Injil
dapat dinyanyikan terus menerus menginspirasi Bach. Praktik ini juga dilakukan oleh
Bach.77 Bach melakukan eksposisi ayat firman Tuhan (layaknya budaya Lutheran
dalam Misa Jerman) dan memeditasikannya ke dalam bentuk teks dan musik secara
bersamaan. Dalam recitative no. 7 pada kantata Ich hatte viel Beummernis (BWV
21), Luther menggunakan suara Bass pada Yesus, dan suara Soprano pada jiwa Yesus
Aspek kedua, unsur katekisasi dalam ibadah ini merupakan perwujudan sola
fide. Unsur ini menuntun iman seseorang. Luther sendiri menyarankan agar melalui
10 perintah Allah, pengakuan iman rasuli, dan Doa Bapa Kami dapat menjadi
instruksi awal bagi seseorang dalam membangun dasar imannya. Luther sendiri
berusaha agar ketiga bagian ini dapat disusun secara sederhana.79 Luther membuat
76
Luther, Russell, and Lull, Martin Luther’s Basic Theological Writings, 105–106.
77
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 298–299.
78
Alfred Dürr, The Cantatas of J.S. Bach: With Their Librettos in German-English Parallel
Text (Oxford: Oxford University Press, 2005), 412.
79
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 299–300.
34
sebuah buku katekismus pada tahun 1529 bagi para pastor dan buku katekismus kecil
bagi jemaat awam.80 Selain itu beberapa lagu hymn juga digunakan oleh Luther
dalam menjelaskan katekismusnya. Contohnya lagu Dies sin der heiligen zehn Gebot
sebagai lagu yang menjelaskan 10 perintah Allah dan lagu Jesus Christus unser
Heiland, der von uns sebagai lagu yang menjelaskan Perjamuan kudus. Dalam hal
ini, Bach dalam karya-nya berjudul Clavierubung III memasukan setting musik dari
katekismus Luther. Dalam BWV 678-9, Bach membuat setting lagu Dies sind der
heiligen zehn Gebot milik Luther.81 Secara mendasar karya-karya Bach ini dibentuk
Aspek ketiga, unsur himne dalam ibadah diperlukan sebagai ekspresi dari
bentuk doktrin keimanan semua orang percaya.83 Oleh karena itu, Luther berusaha
menyatukan semua orang percaya dengan menggunakan nyanyian dalam ibadah. Hal
ini membuat lagu sacred di Jerman berkembang pesat berkat peran dari Luther
sendiri.84 Luther menggunakan lagu dalam tiga bagian dalam ibadah. Pertama,
Luther merombak kembali susunan liturgi yang telah berlangsung selama ratusan
tahun. Luther menggunakan lagu hymn dalam bahasa asli ke dalam badan liturgi.
80
Robert Kolb, Martin Luther as Prophet, Teacher, Hero: Images of the Reformer, 1520 -
1620, Texts and studies in Reformation and post-Reformation thought (Grand Rapids: Baker, 1999),
157.
81
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 300.
82
Pelikan, Bach among the Theologians, 18.
83
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 300; George, Theologi Para Reformator, 120. Luther
mengatakan bahwa semua manusia yang telah diselamatkan merupakan imam dan raja berarti setiap
manusia ini adalah orang-orang yang dapat bertemu menghadap Allah. Luther menambahkan bahwa
jika terdapat seseorang yang imannya mulai ragu, dia berusaha dan mendoakan orang tersebut untuk
dikuatkan imannya kepada Allah.
84
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
222.
35
Contohnya, Luther menggunakan lagu Wir glauben all an einen Gott dalam bagian
liturgi Credo. Kedua, Luther menggunakan lagu hymn di antara pembacaan kitab dari
para rasul dan kitab Injil. Bagian ini dinyanyikan oleh paduan suara. Uniknya, lagu
hymn yang digunakan akan berubah seiring dengan perubahan kalender gereja.
Luther menggunakan lagu Christ lag in Todesbanden selama minggu sengsara atau
lagu Nun komm der Heiden Heiland selama minggu adven. Ketiga, Luther
menggunakan lagu hymn ketika pembagian komuni pada saat perjamuan kudus. Pada
awalnya, Luther menggunakan lagu Sanctus dalam bahasa Jerman yaitu: Gott sei
gelobet atau dalam bagian Agnus Dei menggunakan lagu berbahasa Jerman yaitu
Christe, du Lamm Gottes. Hal ini juga menginspirasi Bach untuk mempersembahkan
kantatanya seperti Du Wahrer Gott und Davids Sohn (BWV 23) ketika komuni
dibagikan. Bach juga membuat lagu kantata dari lagu hymn Luther yang berjudul Nun
komm der Heiden Heiland (BWV 61) ketika pembagian komuni dalam ibadah
adven.85 Penggaungan lagu-lagu reformasi pada karya-karya Bach ini tidak hanya
menggunakan cara ini untuk menekankan tujuan utama eksistensi Allah dan karya-
Nya di setiap lagu-lagu hymn milik Luther yang digubah oleh Bach.86
anugerah pada bagian perjamuan kudus dalam terminologi beneficium (hak istimewa),
85
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 301–302. Luther mengubah susunan yang kurang
penting atau kurang layak seperti perubahan pembacaan Mazmur dalam bagian liturgi introitus. Luther
mengubahnya dengan menggunakan lagu hymn dalam bahasa Jerman atau membacakan mazmur
dengan bahasa Jerman.
86
Pelikan, Bach among the Theologians, 21.
36
Katolik Sacrificium (pengorbanan), opus bonum (perkerjaan baik), meritum
(pelayanan atau jasa). Luther sengaja melakukan hal demikian karena ingin
mengembalikan makna liturgi ke dalam konten awal yang serupa dengan teologi
Injili. Luther juga tidak menolak tradisi daras, hanya saja Luther selalu membunyikan
nada pertama agar jemaat ikut menyanyikan setiap daras bersama-sama.87 Semangat
Luther dalam menyuarakan kebenaran melalui bentuk liturgi ini dituangkan dalam
karya Mass in B-Minor. Akibat pengaruh Rasionalis dan Pietis, Bach membuat karya
menggunakan bentuk tatanan liturgi Formula Missae dari misa Roma Katolik yang
telah dipelajari oleh Bach di gereja maupun di sekolah sejak masih muda.88
Luther tidak berhenti hanya pada menyusun ulang liturgi di gereja saja tetapi
ia mereformasi sekolah, khususnya sekolah yang menggunakan bahasa Latin. Hal ini
dilakukan agar tidak hanya gereja saja yang melakukan kegiatan ibadah dalam
87
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 303–304.
88
Pelikan, Bach among the Theologians, 55.
89
Leaver, Luther’s Liturgical Music, 295–297. Sekolah direformasi Luther dengan
memasukkan pelajaran musik, khususnya paduan suara. Anak-anak ini mulai diajarkan untuk
bernyanyi dalam bentuk unison terlebih dahulu, kemudian bernyanyi secara polyphonic. Bahkan dalam
beberapa momen harian, anak-anak diajak mendaraskan Mazmur dalam bahasa Latin sebelum masuk
ke dalam kegiatan belajar. Setelah itu dua atau tiga anak diajak untuk membaca beberapa pasal
Perjanjian Baru dalam bahasa Latin, sementara anak lainnya juga membaca hal yang sama tetapi dalam
bahasa Jerman. Setelah pelajaran anak-anak diajak untuk menyanyi lagu hymn dalam bahasa Jerman,
berdoa Bapa Kami yang diucapkan secara lembut. Kemudian sang guru akan memimpin doa berkat
dalam bahasa Latin yaitu Benedicamus Domino. Pada malam hari, anak-anak juga melakukan hal yang
sama dengan kebaktian pagi hari. Anak-anak diajak untuk membaca Mazmur yang dilakukan secara
bersahutan atau antiphonal. Setelah itu anak-anak diajak bernyanyi lagu hymn dan disusul dengan
pembacaan Perjanjian Lama dalam bahasa Latin. Terakhir, anak-anak diajak untuk menyanyikan
Magnificat dan ditutup dengan doa Bapa Kami. Kebaktian ditutup oleh pemimpin ibadah dengan doa
berkat. Hal ini dilakukan agar anak-anak pada hari Minggu juga ikut terlibat melayani Tuhan. Selain
itu, Luther juga menuntut agar pengajar dapat memberi pelajaran dalam bentuk musik dan ibadah
kepada anak-anak. Tentu saja hal ini secara tidak langsung menuntut para guru-guru agar dapat
bernyanyi.
37
pendidikan di sekolah Eisenach, Ohrdruf, khususnya di Luneberg membuat Bach
Hal ini telah terbentuk dengan sistem ibadah yang telah dirancang oleh Luther sendiri.
Sejak di Eisenach, Bach belajar mengenai katekismus dan Alkitab secara keseluruhan.
Selain itu beliau membaca sejarah penulisan dan membaca kitab Injil dan surat para
rasul.90 Bagi Robin A. Leaver, tidak heran jika memandang Bach sebagai teolog
musikal sekaligus musisi teologis di tengah pengaruh konteks masyarakat Pietis dan
dengan mengajarkan jemaat dasar teologi atau praktik katekisasi melalui lagu-lagunya
keseluruhan.91
90
Stapert, My Only Comfort, 8.
91
Leaver, Luther’s liturgical music, 289–291. Memang terdapat pertentangan dalam kalangan
musikolog untuk memberi kehormatan bagi Bach sebagai seorang teolog karena perbedaan dimensi
teologi yang terdapat dalam musik Bach. Bagi para musikologis sendiri melihat teologi merupakan
sebuah tambahan dalam dimensi musik yang hanya memberikan dampak kecil ataupun tidak sama
sekali berpengaruh ke dalam esensi musik itu sendiri. Tetapi bagi para teolog sendiri merasa kesulitan
memandang musik karena musik hanya menjadi sebuah opsi tambahan dalam konsep ibadah. Sehingga
cukup sulit jika melihat musik sebagai ketentuan teologis. Selain itu, Bach juga bukanlah seorang yang
ahli di bidang teologi atau “profesional dalam bidang teologi.” Tetapi hal itu tidak terlihat ketika
beliau menghasilkan karya musiknya.
38
Teologi dan Kehidupan Bach
sejak kecil, hingga sedang beraktivitas seperti bangun tidur, bekerja, dll.92 Memang,
secara profesi Bach bukanlah seorang teolog tetapi sebagai musisi di gereja Lutheran
beliau tidak hanya memiliki pengetahuan teologi yang dangkal.93 Akan tetapi, Bach
ketika Bach memiliki koleksi buku yang ditaruh dalam rak setinggi 20 kaki. Buku-
buku yang dikoleksi di antaranya adalah 7-8 edisi buku Martin Luther yang berjudul
mistisisme dari Lutheran, teologi reformed abad 17. Beberapa buku pietisme
Lutheran karangan Johan Arndt, Heinrich Muller, dan August Herman Francke juga
termasuk di dalam koleksi buku Bach. Luther juga mengoleksi Alkitab versi Calov
yang diterjemahkan oleh seorang teolog terkenal pada zaman Bach yaitu Abraham
Calov. Bach juga memiliki tiga volume buku tafsiran milik Luther. Selain buku-
buku teologi, Bach juga membaca buku-buku devosional. Pada zaman itu, buku-buku
devosi membahas kalender gereja sangat terkenal sehingga hal tersebut juga
92
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
222.
93
Stapert, My Only Comfort, 7. Selain itu, dalam buku Christoph Wolff, Johann Sebastian
Bach: The Learned Musician, 1. publ. (Oxford: Oxford Univ. Press, 2000), 111–112. Menunjukkan
bahwa Bach tidak melanjutkan pendidikan hingga tuntas tetapi hal tersebut tidak menunjukkan bahwa
Bach telah menyelesaikan pendidikan teologinya. Bach tetap berusaha menjalin relasi dengan teman-
teman pelayan Tuhan di sana. Georg Christian Eilmar merupakan pastor Gereja Marienkirche di
Mulhausen. Bach dan Eilmar merupakan teman baik, bahkan Bach telah menganggap Eilmar sebagai
teman baik Bach. Bach menghargai Eilmar sehingga teks-teks kantata-kantata milik Bach menjadi
bahan diskusi dalam pembicaraan mereka.
39
memengaruhi Bach dalam penulisan kantatanya di tiap minggu dengan menggunakan
dalam sebuah tradisi yang memusatkan Alkitab. Selain pengaruh dari cara ibadah
sekolahnya pada saat itu. Pada bersekolah di Eisenach, Bach kecil mempelajari
katekismus, kitab Mazmur, kitab Injil, kitab surat-surat dari para rasul dalam bahasa
Ohrdurf, Bach mempelajari buku tetap mempelajari kitab Mazmur, Injil, surat para
rasul dan katekismus, serta dasar bahasa Yunani. Pada waktu melanjutkan sekolah ke
tahap akhir di Luneburg, Bach semakin akrab dengan pelajaran Lutheran ortodoks.95
Hal ini membuat Bach menjadi seorang pembaca Alkitab yang teliti. Bach pada saat
itu menggunakan cara baca secara literal atau naratif. Cara membaca naratif ini selalu
menekankan tentang tipologi. Oleh sebab itu, tidak heran jika Bach suka
representasi Allah menjadi manusia yang telah mati untuk membenarkan umat
manusia ketika membaca kitab PB.96 Alfred Durr mengatakan bahwa: “Keyakinan
akan firman Tuhan yang tinggal di dalam Alkitab akan mati sia-sia (tidak efektif) jika
94
Geck, Johann Sebastian Bach, 653. Buku-buku seperti Alkitab versi Calov atau tafsiran
milik Luther ini telah disimpan oleh Anna Magdalena. Setelah beberapa dekade, seorang imigran
bernama Leonhard Reichle Jerman yang akan pindah ke Amerika menyimpannya dan memberikannya
kepada Lutheran Seminary di St. Louis untuk disimpan.
95
Stapert, My Only Comfort, 8–9.
96
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
221–222.
40
tidak diproklamasikan dengan membuatnya menjadi terkini, dan semakin
minggunya dengan menggunakan Alkitab sebagai teks lagunya dan dipadukan dengan
Karya St. Matthew Passion menceritakan penderitaan Yesus Kristus di atas kayu
salib. Secara tonalitas Bach menggunakan nada dasar E minor yang diasosiasikan
dengan kesengsaraan. Selain itu Bach juga memiliki kebiasaan untuk membentuk
format kiastik (chiasmus). Bentuk ini adalah format simetris di sekitar poros tengah,
contohnya: ABC-A-CBA. Format ini identik dengan penulisan Bach karena format
ini berhubungan dengan Kristus. Kata “Chiastic” dimulai dengan huruf Chi pada
bahasa Yunani. Huruf Chi memiliki bentuk X dan dapat diasosiasikan dengan salib.
Selain itu, huruf X atau Chi merupakan huruf depan dari nama Kristus dalam bahasa
Yunani. Selain itu, Bach dan beberapa komposer pada zaman Baroque memiliki ciri
khas dalam menuliskan nada untuk membentuk salib. Penggunaan nada ini dengan
cara menuliskan 4 nada dengan pola zig-zag–ke atas, ke bawah, ke atas–sehingga jika
ditarik dalam satu tempat akan membentuk garis salib. Selain itu, simbol salib ini
juga digambarkan dengan penggunaan tanda sharp (#). Dalam bahasa Jerman, sharp
97
Dürr, The Cantatas of J.S. Bach, 3.
98
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
223.
99
Stapert, My Only Comfort, 15–17.
41
Gambar 1 motif simbol salib. Sumber: “BACH Motif, “Wikipedia, Desember 12,
2018, diakses 10 April 2019,
https://en.wikipedia.org/w/index.php?title=BACH_motif&oldid=873359848.
dan salib yang ditanggung. Sebagai pengikut Kristus, manusia dipanggil menempuh
jalan salib dan penderitaan agar semakin menemukan Allah. Bach memahami jika
sukacita kemenangan di dalam Kristus. Pernyataan ini terinspirasi oleh Luther dalam
teologinya. Bahkan menurut Martin Geck melihat bahwa tidak ada komposer pada
zaman Baroque, selain Bach, yang menunjukkan penderitaan dan salib Kristus
Sebuah buku berjudul Western Attitudes Toward Death milik Philippe Arie
berhasil mengubah pandangan dunia barat mengenai kematian. Buku ini membahas
bagaimana kematian ini telah menjadi topik atau bahan perbincangan yang tabu
didengungkan oleh masyarakat barat tetapi hal itu mebuat terus menerus ada, dan
Kematian dianggap oleh masyarakat Eropa zaman pre-modern hingga saat ini sebagai
100
Geck, Johann Sebastian Bach, 658–9.
101
Philippe Ariès, Western Attitudes toward Death: From the Middle Ages to the Present
(Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1979), 84–107.
42
adalah salah satu dari orang yang merasakan ketidaknyamanan topik kematian ini.
Tetapi Richard Plantinga dan beberapa komentator memberi pendapat bahwa postur
Bach tidak terlihat takut melainkan menikmati, mendevosikan hal tersebut, bahkan dia
rela dalam menghadapi kematian.102 Bahkan dalam bukunya sendiri Aries menyebut
Selain konsep teologi Lutheran yang telah dipelajari Bach, pengalaman hidup
juga membuat Bach teguh dalam menjinakkan ketakutannya akan kematian. Pertama,
sejak kecil Bach mengalami kehilangan kedua orang tuanya, dan hidup sebagai yatim
karena sakit yang diderita oleh anak-anaknya. Keempat, Bach juga mengalami
hanya mendapatkan 100 thaler. Terlebih lagi biaya hidup yang tinggi di kota Leipzig
saat itu, sehingga dia mengajukan protes kepada Georg Erdmann, Imperial Russian
terutama ketika ia menulis karya St. John Passion. Bach sangat menekankan narasi
kematian Yesus, terutama unsur kemanusiaan Yesus. Hal ini ditandai dengan lagu
pembuka yang berjudul Herr atau Tuhan merupakan sebuah tangisan yang
dilayangkan kepada Tuhan yang meminta agar manusia melihat Allah ketika dirinya
102
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
224–225.
103
Ariès, Western Attitudes toward Death, 6.
104
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S. Bach,”
225.
43
menderita, dan dianggap rendah oleh manusia. Berikutnya lagu berjudul, es ist
Vollbracht atau it is finished (no.30) digambarkan dengan aria bass dan viola da
gamba yang menggambarkan kesedihan yang amat mendalam. Setelah aria tersebut,
Bach melanjutkannya dengan lagu Der Held aus Juda siegt mit Macht atau Judea’s
hero conquers with power (no.32). Lagu ini dimulai dengan aria bass yang
menggambarkan relasi yang dalam antara anak Allah (son of God) dengan manusia
Matthew Passion, karya St. John Passion diakhiri dengan lagu pengharapan yang
berjudul ach Herr, lass dein lieb Engelein, menceritakan bahwa jiwa-jiwa yang ada di
transisi dari dunia yang penuh dengan tempat cobaan. Tempat cobaan tersebut
105
Ibid., 229. Pada bagian lain dikatakan bahwa Bach memiliki cara untuk menghadapi
ketakutan akan kematian. Sekitar 20 kantatanya mengekspresikan ketidak-takutannya akan kematian.
Bach memiliki dasar attitude-nya dalam menghadapi kematian yang dapat ditemukan dalam kantatanya
no. 106 Gottes zeit ist die allerbeste Zeit atau God's time is the very best of all times. Pada saat itu,
Bach masih berumur 20 tahun mengarang karya ini. Dalam lagunya mengandung kandungan teologi
yang menakjubkan. Hal ini ditunjukan melalui struktur penulisan karya ini yang membentuk struktur
kiasmus di mana pusat dari kerangka ini terdapat pada kata “ja, komm Herr Jesu” (Why. 22:20). Pada
bagian sebelumnya, Bach menuliskan manusia yang jatuh dalam dosa, hidup dalam hukum Allah dan
seharusnya mati. Hal ini identik dengan Perjanjian Lama di mana umat manusia dalam keadaan
berdosa dan belum diselamatkan. Pada bagian selanjutnya, menceritakan Kristus telah mati bagi
manusia sehingga manusia tidak mengalami ketakutan akan kematian. Lagu ini mengajak kita untuk
dapat mengalami kematian di dalam Kristus. Dalam sudut penggunaan instrumen sendiri pada awal
lagu, Bach hanya mengunakan rekorder, viola da gamba, basso continuo. Dalam gerakan selanjutnya,
Bach menggunakan instrumen yang sama dengan menambahkan part paduan suara. Begitu juga
dengan gerakan ketiga, Bach hanya mengganti part paduan suara menjadi part solo tenor atau bass.
Berbeda ketika memasuki puncak kiasmus dimana Bach menggunakan semua intrumennya, dan
ditambahkan dengan part untuk paduan suara dan solo soprano. Uniknya dalam kata “ja, komm Herr
Jesu” yang dinyanyikan oleh part soprano ini tidak diiringi oleh ensambel maupun paduan suara.
Setelah itu, pada lagu in deine hande befehl ich meinen Geist atau into your hands I commen my spirit
atau narasi kematian Yesus, Bach hanya menggunakan solo alto dan diiringi oleh basso continuo untuk
mendapatkan suasana yang menyedihkan. Hal ini menunjukan efek puncak dari setiap karyanya adalah
menceritakan pengorbanan Yesus sekaligus menjadi sebuah ciri khas penulisan karyanya.
44
dipenuhi keengganan untuk mempercayai tempat ini tetapi manusia dipaksa
melewatinya hingga sampai pada titik akhir, Martin Luther menyebutnya dengan
istilah Jerman, Anfechtung. Tetapi tidak hanya itu saja, Bach juga memercayai akan
keberadaan surga sebagai tempat tujuan yang dilalui setelah kematian. Hal ini
diekspresikan ke dalam kantatanya berjudul O Jesu, Christ meins Lebens Licht atau O
Jesus Christ my life’s light. Dalam karya ini, Bach menuliskan “Darau mein letzte
Heimfarht Bau, Tu mir die Himmelstur weit auf” atau “On it I base my final journey
muncul bernama Gotthold Ephraim Lessing (1729-81) menuliskan sebuah buku dan
yang terlihat dari Alkitab. Bach pada saat itu juga ikut menyuarakan dan menentang
kebingungan yang terjadi dalam masyarakat pada saat itu. Hal ini terlihat bagaimana
beliau bergantung pada sebuah ayat pada Alkitabnya, yaitu pada Keluaran 20:3 yang
mengatakan “That we must accept, acknowledge, and honor only the Holy Trinity as
God, and put our trust in Him.” Eerdman Neumeister, sahabatnya, juga menguatkan
106
Ibid., 237–238.
45
untuk dapat mengerti dan menginterpretasi firman Allah adalah kepercayaan penuh
menyatakan pada karya Clavier Ubung (BWV 669-768) yang ditulis di Leipzig. Pada
enam karya pertamanya (BWV 669-74) yang diberikan judul Kyrie, Gott Vater in
Ewigkeit. Dalam lagu ini Bach berturut-turut menyebutkan ketiga pribadi Allah
The theologian Bach also had a hand in the composition of the Credo.
He knew what the Greek fathers had in their minds when they took such pains
to prove identity of Christ with God and yet assert a diversity and
independence of person. To dogmatist Bach the parallel passages…were not
merely empty sounds to be turned into terms of music. He makes both singers
sing the same notes, but in such a way that it does not amount to the same
thing; the voices follow each other in strict canonic imitation; the one proceeds
out of the other just as Christ proceeds out of God…Bach thus proves that the
dogma can be express much more clearly and satisfactorily in music than in
verbal formulae.109
107
Pelikan, Bach among the Theologians, 45–46. Eerdman Neumeister merupakan seorang
sahabat dari J.S. Bach. Neumesiter merupakan seorang teolog yang memengaruhi kehidupan Bach
termasuk dalam kehidupan bermusik. Beberapa orang seperti Gottfried Tilgner mengakui bahwa
Neumesiter merupakan seseorang yang layak terkenal di dalam mebawakan kultur musik gereja Jerman
ke dalam taraf yang tinggi melalui sacred song maupun kantata milik Bach. Neumeister juga
merupakan penulis puisi. Namun sayangnya tidak banyak orang yang menyukai puisi Neumeister
karena dianggap terlalu kasar dan menuding langsung sehingga Neumesiter ini dicela karena puisi-
puisinya atau hasil karya teologinya tidak dianggap sebagai karya yang memiliki kandungan teologi.
Kedekatan Neumeister dengan Bach terlihat dari sebuah kejadian yaitu ketika Bach ditolak oleh
pemerintahan untuk menjadi pelayan Tuhan dalam gereja Neumeister yaitu St. Jacobi kirche (karena
pesaing Bach melakukan kecurangan dengan membayar orang-orang pemerintahan) membuat
Neumeister sangat marah dengan perilaku tersebut sehingga pada hari Minggu, Neumeister berkhotbah,
dan menyinggung orang-orang pemerintahan secara tidak langsung. Neumeister sangat mendukung
karya-karya, dan kegiatan bermusik yang dilakukan oleh Bach. Melalui hal itulah, Bach sangat
menekuni dan mempelajari doktrin iman Kristen (Lutheran). Selain beliau menggunakan Alkitab versi
Calovius yang masih disimpan asli beserta coretan-coretannya. Bach juga diteguhkan melalui khotbah
mingguan yang disampaikan oleh Neumeister sahabatnya. Sehingga peran Firman Tuhan di dalam
kehidupan beliau adalah untuk melawan “pride” dalam diri seseorang.
108
Lih. Wolff, Johann Sebastian Bach, 380. Pelikan dalam buku: Bach among the
Theologians, 46 mengatakan pada bagian klimaks, Bach menggubah lagu hymn Jerman Lutheran Wir
Glauben all’ an einen Gott (BWV 680-81) yang diambil dari teks credo yang menyatakan
ketritunggalan Allah.
109
Albert Schweitzer, J.S. Bach (New York: Macmillan, 1966), 318–319.
46
Selain itu, dampak Enlightenment dari orang-orang humanis memengaruhi
Bach dalam sisi musik dengan kehadiran Johann August Ernesti. Ernesti seorang
Rasionalis yang mengajar mata kuliah teologi di universitas Leipzig. Ernesti juga
Seorang ahli Bach bernama Emanuel Hirsch menyimpulkan bahwa sebagai sejarawan,
dan teolog, Ernesti tidak menghadirkan Allah dari sisi spiritual dan bersifat misteri.
Beliau hanya memahami Allah di dalam Alkitab (atau Perjanjian Baru) dengan
pandangan positivistik saja.110 Ernesti membuang nilai Alkitab dari sisi misteri iman
dan diganti dengan kacamata positivistik yang merupakan bagian dari sistem realita.
Sebaliknya bagi Bach, Alkitab didesain untuk membebaskan pembaca dari bentuk
seseorang untuk menghasilkan emosi yang terdapat dalam teks Alkitab. Ia tidak
memberikan prioritas utama poros Injil sebagai sebuah cerita yang diriwayatkan dan
memanggil pendengar untuk merespons secara totalitas setiap peristiwa yang telah
pertempuran antara Bach dan Ernesti terjadi sengit. Pertengkaran sengit dimulai
ketika Ernesti tidak terlalu menyukai beberapa penyanyi dari Thomasschule yang
dikirim untuk melayani mingguan di gereja. Ernesti mengomentari bahwa Bach tidak
110
Emanuel Hirsch, Geschichte der neueren evangelischen Theologie 5. 5. (Gütersloh:
Bertelsmann, 1984), 4:11.
111
Paul S. Minear, “J.S. Bach and J.A. Ernesti: A Case Study in Exegetical and Theological
Conflict,” dalam Our Common History as Christians: Essay in Honor of Albert C. Outler, John
Descher and others. (New Yorks: Oxford University Press, 1975), 137.
112
Pelikan, Bach among the Theologians, 38.
47
dapat memberi aba-aba hitungan dengan tepat. Selain itu, Ernesti tidak terlalu
menyukai tempo yang diberikan oleh Bach karena dianggap seenaknya. Ernesti tidak
terlalu menyukai selera bermusik Bach. Hingga Bach dan Ernesti berselisih di
hadapan Court of Dresden melalui surat. Mereka saling mengomentari satu sama
lain. Pada suatu saat Ernesti yang adalah rektor Thomasschule pada saat itu, Ernesti
mengomentari masalah pendidikan musik yang diberikan oleh Bach pada saat itu.
Hal ini muncul karena Ernesti kurang menyukai musik.113 Dalam beberapa momen,
yang kelihatan dengan yang tidak terlihat. Musik dianggap sebagai sesuatu yang
tidak terlihat. Akan tetapi, Bach menentangnya dan menganggap bahwa musik juga
merupakan sesuatu hal yang nyata sekalipun tidak terlihat. Bach menunjukkan bahwa
musik adalah bagian karya ciptaan Allah, dan semua ciptaan bersinergi satu sama
lainnya untuk memuliakan Allah. Hal ini terlihat pada karya The well tempered
clavier atau The art of Fugue. Dalam karya ini, Bach memanfaatkan semua lapisan
menyebabkan lagu-lagu dari Bach terdengar kompleks di tengah zaman Baroque yang
113
Wolff, Johann Sebastian Bach, 319. Bach dan Ernesti bertemu dan berinteraksi dalam
sebuah komunitas akademisi di Leipzig yang berisi pengajar akademisi di seluruh kota Leipzig. Bach
sendiripun menjadi anggota dari komunitas ini berkat Jenderal Joachim Friedrich von Flemming yang
adalah seorang jenderal di kota Leipzig. Jenderal Flemming dapat berteman akrab dengan Bach ketika
Bach mempersembahkan karyanya pada acara ulang tahun Flemming yang mengadakan malam
penampilan. Bach telah mempersembahkan kepada Flemming karya BWV 249b, BWV 210a.
114
Geck, Johann Sebastian Bach, 645–646. Bach tidak terlalu setuju akan pendapat
Enlightenment yang menganggap bahwa adalah cara paling alami untuk menikmati musik dalam
bentuk melodi dan pengiringan. Bach menyatakan bahwa yang nyata bukanlah natur manusia itu
sendiri tetapi natur musik juga nyata. Dalam hal ini Bach ingin menunjukan eksistensi musik juga
sebagai salah satu karya ciptaan Allah yang saling bersinergi dengan ciptaan yang lainnya untuk
48
Kesetiaan Bach pada doktrin reformed yang membuatnya bertahan dan
John Locke (1624-1704) yang berpendapat bahwa pengetahuan datang dari persepsi,
dari Allah sebagai sumber pengetahuan dasar hingga universal (Roma 2:15). Locke
juga menentang bahwa interpretasi Alkitab harus disetujui oleh para uskup maupun
Paus. Hal ini menimbulkan persepsi bahwa keotentisitasan dan keotorotatifan Alkitab
dipegang oleh Paus. Dalam hal ini, Locke menentang pendapat Loscher bahwa awal
pengetahuan datang dari Roh Kudus yang menginspirasi setiap Paus termasuk Petrus
sang Paus pertama (Mat. 16:18).115 Dalam mempertahankan keutuhan Alkitab, Bach
dengan kantatanya yang berjudul Wer micht liebet, der wind mein Wort halten atau
He who loves me will keep my commandments yang diambil dari perkataan Yesus
kepada Yohanes. Selain Loscher, Neumeister yang berdasar dari Yesaya 56:10-11
ini akhirnya digubah oleh Bach menjadi sebuah kantata yang berjudul Gleiche der
memuliakan Allah. Selain itu karya seperti The art of fugue dan The well tempered clavier
menginspirasi teori “World-idea” komposer zaman Romantic Wagner.
115
Gritsch, A History of Lutheranism, 126.
116
Pelikan, Bach among the Theologians, 54. Dalam bagian lain, Bach berusaha menyuarakan
kebenaran tentang keselamatan yang diperoleh dari iman. Bach menyuarakan kebenaran iman-nya ini
ke dalam sebuah lagu kantata BWV 9. Kantata ini merupakan kantata yang dinyanyikan dalam minggu
ke enam setelah minggu Trinitas dalam kalender gereja. Dalam gerakan pertama, Bach menggunakan
paduan suara untuk menyanyikan lagu yang merupakan gubahan dari hymn dari Lutheran berjudul
Eltich Christlich Lieder (LBW 297) yang merupakan parafrase Paulus mengenai hukum dan
49
Selain itu, dalam zaman enlightenment atau Aufklarung dalam bahasa Jerman
sebuah budaya toleransi antar pengikut agama. Oleh karena itu, pengaruh
ketritunggalan Allah tetapi di sisi lain menghasilkan konflik antara Katolik dan
tiri, dengan tujuan mengadu domba antara umat Katolik dengan Lutheran.117 Karya
Katolik (evangelical catholicity) pada saat yang di mana akan menjadi kesulitan bagi
Bach karena menghadapi dua pandangan yang telah dimiliki oleh umat Katolik ini.
dalam sebuah bentuk liturgi Katolik. Mass in B-Minor merupakan misa raksasa yang
berliturgi. Dalam hal ini karya ini tidak ada perbedaan yang terlalu signifikan antara
bahwa karya ini diambil dari misa Lutheran, tetapi pada zaman tersebut Bach
membuat karya ini terdengar biasa di telinga jemaat Lutheran karena melodi lagu
pembenaran dalam Roma 3. Dalam bagian ini, Bach menggubahnya menjadi versi paduan suara
dengan tambahan instrumen Flute, Oboe d’amore, Violin, dan Basso Continuo.
117
Smalcald Articles 2.4.10 dalam buku Theodore G Tappert, The Book of Concord: The
Confessions of the Evangelical Lutheran Church (Philadelphia: Fortress, 1992), 300.
118
Pelikan, Bach among the Theologians, 55, 117.
50
Pengaruh Pietisme dan Teologi Bach
Pietisme. Keluarga ini merupakan seorang bangsawan yang diingat warga Jerman
karena jasanya membangun Universitas Halle dan beberapa gereja seperti gereja
pietis ini menggerakan para umat Protestan untuk menjadi pengikut Kristus yang
memiliki perilaku lebih baik dengan menghasilkan iman dan buah-buah dari iman
dipanggil untuk merenungkan dan menghidupi firman Tuhan. Sesuai dengan doktrin
Lutheran dan kebenaran Alkitab, para umat dipanggil untuk mematikan dirinya
bersama dengan dunia dan hidup bersama Kristus untuk menjadi contoh bagi orang-
orang di sekitarnya. Tentu tidak mudah untuk menjalankan ibadah dalam kehidupan
Sementara itu, Nikolaus Ludwig Zinzendorf lahir 15 tahun setelah Bach, yaitu
pada tahun 1700 merupakan pemimpin Pietisme Jerman yang menyesatkan. Awalnya
beliau dikenal memiliki pengetahuan tentang dasar pietisme yang brilian dan dikenal
oleh banyak orang sejak muda. Orang-orang banyak mengenali Zinzendorf sebagai
orang yang mengenai Lutheran bahkan perbedaan Katolik dan Lutheran. Hati
120
Philipp Spitta, Johann Sebastian Bach: His Work and Influence on the Music of Germany,
1685-1750, Dover books on music, music history (London: Novello, 1992)165-166.; Pelikan, Bach
among the Theologians, 56-57. Berkat peran Philip Jacob Spenner membuat Universitas Halle berhasil
mengeluarkan sebuah buku ensiklopedia yang modern dan otoritatif pada zaman itu.
121
Carter Lindberg, ed., The Pietist Theologians: An Introduction to Theology in The
Seventeenth and Eighteenth Centuries, The great theologians (Malden: Blackwell, 2005), 85.
51
Henrietta dari Gersdorf (1686-1761) mengajarkan Zinzendorf mengenai intimasi
Tuhan. Bahkan Zinzendorf pernah berpendapat dalam sebuah diskusi bahwa agama
dan rasionalitas tidak akan pernah menyatu tanpa ada kasih di dalamnya. Beliau
melanjutkan bahwa tanpa Yesus seseorang akan mudah menjadi atheis.122 Salah satu
khas bagi orang-orang pietisme berpaham Zinzendorf adalah sebuah kesadaran akan
dosa. Kesadaran ini merupakan bagian elemen kekristenan di mana bapak gereja
manusia. Tidak hanya itu saja, teologi ini juga membangkitkan rasa keberdosaan
yang terdapat di dalam diri manusia. Hal tersebut membawa kepada sebuah
rasa kesadaran akan dosa ini menjadi sebuah rasa kekhawatiran atau ketakutan. Hal
inilah yang membuat mereka menjauhkan diri dari perilaku-perilaku tersebut. Bahkan
bagi mereka mengutuk adanya kegiatan seperti drama atau menari dalam gereja yang
dianggap sebagai gejala perusakan gereja dengan memancing seseorang untuk jatuh
ke dalam dosa.123
Sebelum pietisme muncul, umat Kristen memandang Yesus dalam perspektif Kristus
untuk semua komunal. Tetapi aliran pietis melihat doktrin kesatuan diri Yesus
berpikir lebih personal mengenai pandangan mereka bahwa Kristus ada di dalam kita.
122
Gritsch, A History of Lutheranism, 152.
123
Pelikan, Bach among the Theologians, 61–62.
52
Hal ini dipandang oleh orang-orang Pietis untuk menekankan Yesus dalam sudut
pandang intimasi dengan menggunakan analogi pengantin pria dan wanita seperti
gambaran Yesus dan umat-Nya. Tetapi hal ini membuat mereka memandang Yesus
bukan dalam sudut pandang objektif melainkan lebih subjektif. Zinzendorf membuat
Lebih parahnya, Zinzendorf membawa umat untuk melihat Yesus sebagai anak secara
literal dari penggambaran anak domba, sementara Allah Bapa dianggap sebagai ayah
dan Roh Kudus sebagai ibu.124 Zinzendorf yang merupakan bapak dari Pietisme telah
dikecam oleh Neumeister sebagai rasul Iblis. Pasalnya Zinzendorf menyuruh umat
pietis untuk berdoa kepada Yesus saja tidak kepada Allah maupun Roh Kudus. Hal
ini ditentang oleh Neumeister dalam lagunya, “Jesus nimmnt die Sunder an (Jesus
sinners doth receive) secara implisit menyatakan bahwa baik Bapa, Roh Kudus
maupun Yesus adalah Allah yang menawarkan pengampunan dan perdamaian kepada
melihat Yesus tidak dalam sisi subjektif saja tetapi Yesus dalam pandangan objektif.
Uniknya dalam beberapa karya Bach, ia menggunakan imageri pengantin pria dan
wanita dalam lagu Schmucke dich, O liebe Seele atau Deck thyself, O soul beloved
124
Gritsch, A History of Lutheranism, 154.
125
Pelikan, Bach among the Theologians, 64–67. Hal ini berpengaruh pada penggunaan kata
“Herr” atau Tuhan pada kata awal lagu pertama karya St. John Passion ini kurang diminati oleh kaum
Pietis. Mereka lebih suka jika kata ”Herr” atau Tuhan diganti menjadi “Heiland” atau Juruselamat.
Seorang teolog pietis bernama Johann Albrecht Bengel mengonfirmasi sekaligus menyarankan orang-
orang pietis untuk membiasakan diri dengan mengatakan “Juruselamat, Juruselamat!”
53
membangun gerakan pilgrimage congregation. Selain itu, Zinzendorf telah banyak
Uniknya, pengaruh budaya pietisme akan obsesi atas kematian ini ditemukan
dalam kantata Bach dan lagu-lagu sacred lainnya. Pada zaman ini, topik kematian
menginterpretasi topik ini menjadi sebuah semangat sejati dari gerakan pietisme.
Sebuah kejadian perang yang terjadi selama 30 tahun pada tahun 1648. Perang ini
dan hanya tersisa 6 juta diakhir perang. Tercatat di daerah Palatinate bagian bawah
Hal ini berdampak besar bagi kondisi kerohanian penduduk Jerman, sehingga
khotbah-khotbah mingguan dipenuhi oleh topik panggilan untuk taat dan hidup kudus.
Hal ini terbukti dari penemuan beberapa buku The Rule and Exercise of Holy Living,
dan The Rule and Exercise of Holy Dying dari Jeremy Taylor pada tahun 1650. Bach
dalam hal ini juga menuliskan sebuah kantata berjudul Mitter wir im Leben sind
(BWV 383). Kantata ini diambil dari puisi abad pertengahan dan reformasi yang
dikombinasi dengan pemikiran aliran Pietis, Jesus devotion. Dalam kantata ini
terdapat penggalan kalimat yang menuliskan: “rest well, beloved bones, sweetly
126
Gritsch, A History of Lutheranism, 155. Dalam buku Jaroslav Jan Pelikan, Bach among the
Theologians (Eugene (Or.): Wipf and Stock, 2003), 56-57. Mengatakan bahwa Zinzendorf juga
membuat sebuah lagu untuk menyebarkan doktrinnya dengan menyelewengkan lagu hymn Lutheran
yang berjudul “Seelenbrautigam, Jesus, Gottes Lamm.” Lagu ini merupakan karangan seorang
Kapellemesiter gereja Lutheran Pietis di Arnstadt bernama Adam Driese. Zinzendorf mengubah judul
lagu tersebut menjadi “Seelenbrautigan, O du Gottes-Lamm” dengan memberikan nada dari lagu
Himne milik Luther yang berjudul Jesu geh’ voran.
54
sleeping, That I may cease from further weeping. . .” Dapat terlihat bahwa Bach juga
ikut bagian dalam pemikiran Pietisme di mana akan ada ketenangan setelah melewati
kematian.127
Bach dapat digolongkan sebagai seorang pietis karena jika menggunakan tolak ukur
pemahaman mistisisme Lutheran, Bach merupakan seorang pietis yang terbukti dari
merupakan seorang pembawa cahaya bagi Pietisme karena karya musiknya mengubah
orang saat itu yang muncul akibat perubahan hati yang sangat religius dan jeritan dari
pergumulan yang dihadapi.128 John Sittler menanggapi secara praktis bahwa bentuk
pengakuan iman Bach, baik secara kata-kata maupun konten musik yang merupakan
implikasi dari kehidupannya, tidak muncul karena efek dari semangat diri sendiri
tetapi muncul dari Roh Kudus yang telah diimani oleh Bach.129
Rasionalisme, Katolik Roma, tetapi para peneliti sepakat bahwa Bach dan Neumeister
127
Pelikan, Bach among the Theologians, 68–69.
128
Geck, Johann Sebastian Bach, 655. Jika Bach membuat karya itu untuk orang-orang pietis
pada zaman tersebut, maka Bach ditafsirkan sangat kontroversial dalam dunia pietis saat itu karena
beliau menggunakan irama-irama tarian dalam karya-karya vokalnya.
Johann Sittler, “Johann Sebastian Bach: An Essay in Discovery,” The Cresset, April 1943,
129
55
(sebagai librettis kantata Bach) sekaligus gerejanya tidak tergolong ketiga
tetapi dari kantata maupun karya Passions-nya dapat digolongkan sebagai lagu yang
mengikuti ajaran pietsime, meskipun tidak semua bagian mengandung unsur pietis.
Hal ini terlihat dari setiap kantata Bach yang mengandung tema-tema pietis seperti
subjektivitas yang intens, kesungguhan moral, dan penggunaan metafora rococo pietis
yang muncul dalam bentuk cara berhomiletika, cara berdevosi, penggunaan ayat
Alkitab yang cenderung sering dipakai oleh orang pietis.130 Seperti yang telah
dikonfirmasi oleh Tanya Kevorkian bahwa Bach menganut teologi Lutheran, terutama
ketika sejak kecil hingga berkeluarga dia bergereja di gereja Lutheran. Hal itu
ditunjukannya dengan memilih orang tua baptis dari beberapa teolog Lutheran
ortodoks (dari kota Leipzig) untuk anak-anaknya yang akan dibaptis Sekalipun
pengaruh Pietisme cukup kuat, bahkan Court Leipzig adalah pengikut pietisme
secara teks dalam karya-karyanya yang dibuat di Leipzig tetap digolongkan sebagai
pietisme, tetapi Bach menggunakan hal tersebut untuk menekankan sisi perjalanan
Bach juga ikut ambil dalam gerakan ini sekalipun beliau bukan seorang pietis.
Hal ini dilakukan oleh Bach dalam rangka ikut berantisipasi dengan golongan
pietisme sebelum disesatkan oleh Zinzendorf atau menurut Pelikan dianggap sebagai
kaum pre-pietisme. Hal ini ditunjukkan yaitu Bach menggunakan lagu-lagu hymn
130
Ibid., 57.
131
Tanya Kevorkian, Baroque Piety: Religion, Society, and Music in Leipzig, 1650–1750 ,
2017, 124, 141–142.
56
milik Schemelli berjudul Musicalisches Gesang-Buch pada beberapa bagian lagunya
seperti Dir, dir, Jehova, will ich singen (BWV 42) atau Komm Susser Tod, komm,
sel’ge Ruh (BWV 505). Buku ini nyanyian ini sering digunakan oleh orang-orang
gerakan ini adalah ingin mengingatkan agar jemaat tidak masuk ke dalam perspektif
cheap Grace. Bach menggunakan setting lagu hymn berjudul O Gott, du frommer
Gott (BWV 398-399) milik Johann Hermann. Melalui lagu ini, Johann Hermann
ingin mengekspresikan imannya untuk terus ada di dalam dunia yang penuh
yaitu untuk memikul salib dan taat (penggunaan kata taat pada bahasa Jerman yang
berarti “fromm” yang merupakan sinonim dari kata “Pious” atau dalam bahasa Inggris
berarti “Devout”). Bach telah menggunakan kalimat pertama dalam lagu ini dalam
Kesimpulan
Richard Plantinga meragukan bahwa Bach bukanlah seorang teolog ataupun pemusik
yang saleh melainkan seorang musisi gereja Lutheran yang hanya melakukan
tugasnya sebagai pelayan di gereja Lutheran.133 Akan tetapi, tidak dapat dipungkiri
bahwa Bach merupakan seorang musisi sekaligus teolog Lutheran. Ada banyak nilai-
132
Pelikan, Bach among the Theologians, 59–60.
133
Plantinga, “The Integration of Music and Theology in the Vocal Composition of J.S.
Bach,” 220.
57
nilai Lutheran yang terlihat dalam musik Bach, seperti teologi salib (sebagai lambang
penebusan dosa dan penekanan atas doktrin Kristosentris), sakramen, dan elemen
ibadah lainnya (sebagai perwujudan dari sola scriptura, sola fide, sola gratia). Pada
sisi spiritualitas, Bach juga melakukan kegiatan seperti mengoleksi buku 7-8 edisi
buku Martin Luther yang berjudul Haustpostille; Beberapa tulisan orthodox Lutheran
seperti tulisan mengenai aliran mistisisme dari Lutheran, teologi reformed abad 17;
Beberapa buku pietisme Lutheran karangan Johan Arndt, Heinrich Muller, dan
August Herman Francke juga termasuk di dalam koleksi buku Bach; Bach juga
mengoleksi Alkitab terjemahan seorang teolog terkenal pada zaman Bach yaitu
Abraham Calov; Bach juga memiliki tiga volume buku tafsiran milik Luther; Bach
juga mengoleksi buku studi tentang konsili di Trent, pengakuan iman Augsburg, buku
tentang perjamuan kudus dan baptisan; Bach juga mengoleksi beberapa karya musik
Luther; Bach juga membaca buku-buku devosional. Pada zaman itu, buku-buku
devosi membahas kalender gereja sangat terkenal sehingga hal tersebut juga
memengaruhi Bach dalam penulisan kantatanya di tiap minggu, sesuai dengan ayat
dari buku devosi tersebut. Tetapi hal ini dihidupi oleh Luther dalam beberapa
kejadian seperti kehilangan orang tua, istrinya, dan anak-anaknya. Kejadian ini
melepaskan kesombongan dalam dirinya. Hal ini juga terlihat ketika Bach bertahan
atas perilaku walikota bahkan rakyat Jerman yang tidak terlalu menerima dirinya
sebagai seorang komposer terkenal dan layak menerima banyak penghargaan dari
orang lain. Bach juga melakukan relasi dengan para teolog sebagai sahabat-
sahabatnya untuk menjaga kesehatan rohaninya pula. Hal itu terbukti ketika Bach
59
BAB 3
Karya musik beraliran Mass atau misa merupakan sebuah karya misa yang
musik mass ini diminati oleh komposer-komposer pada zaman Medieval hingga
aliran ini. Akan tetapi para komposer pada masa Bach hidup ataupun setelahnya
mulai meninggalkan aliran musik ini.135 Meskipun demikian, penulisan aliran musik
ini masih tetap dipertahankan dalam beberapa abad kemudian. Beberapa komposer
masih membuat karya-karya mass ini seperti: Bach, Beethoven, Mozart, Haydn,
bahkan Verdi di zaman Romantic. Uniknya, komposer setelah zaman Bach banyak
134
Stapert, My Only Comfort, 42.
135
Butt, Bach, Mass in B Minor, 1.
60
Setelah zaman Renaissance, karya mass lebih banyak dikenal oleh pengamat
musik sebagai karya musik yang membuat pendengarnya tidak hanya menikmati dari
sisi liturgi saja tetapi juga menikmati dari sisi teatrikal pula. Inilah yang membuat
Anton Friederich Justus mengomentari karya musik mass milik Mozart dan Haydn di
mana nilai komposisi gerejawi telah merosot jauh karena karya mass milik mereka
menggantikan nilai musik-musik gereja dengan nilai-nilai asmara dan emosional saja.
Karya mass milik Mozart dan Haydn telah mengganti warna mass yang awalnya
merupakan bagian dari musik gereja menjadi bagian dari opera vulgar.137 Bahkan
bagi Pelikan, karya mass milik Haydn dan Mozart ini dibuat bukan dalam tujuan
Berbeda dari Haydn dan Mozart, J.S. Bach dalam abad yang sama (abad ke-18
Masehi) menuliskan karya musik mass dengan tujuan berbeda. Bach menuliskan
karya ini untuk memfasilitasi umat Katolik untuk mengenal Allah serta menyatukan
umat Katolik dan Lutheran dalam menyembah Allah yang benar. Bach menggunakan
latar liturgi ibadah Lutheran dalam bahasa Latin (Formula Missae) yang awalnya
ditujukan untuk memfasilitasi umat Katolik dalam memahami Allah dan Injil secara
benar. Hal ini membuat Luther menggunakan bahasa Latin dalam format liturgi
ini.139 Hal ini dikonfirmasi oleh analisa kaum Wagnerian bahwa estetika penulisan
drama dalam Mass in B Minor digerakkan oleh idealisme dan presentiment Bach
sebagai seorang Lutheran untuk membangun susunan drama kekristenan bagi orang-
137
Anton Friedrich Justus Thibaut, On Purity in Musical Art (London, 1877), 756–759.
138
Pelikan, Bach among the Theologians, 117.
139
Ibid., 117–118. Sekalipun tujuan Bach untuk memuliakan Allah, tidak sedikit pengamat
musik seperti Albert Schweitzer atau Etienne Gilson mengomentari karya ini sebagai “pengacau
liturgi”. Hal ini terjadi karena setting dari penulisan Mass in B minor ini menggunakan pemahaman
Katolik dan Protestan
61
orang Katolik dimulai dari kejatuhan manusia (Kyrie), penebusan dosa Kristus
(Gloria), tindakan gereja sebagai kepanjangan tangan Allah (Credo), dan memorial
Sekalipun Bach membuat karya mass ini melenceng jauh dari kebiasaan yang
dilakukan karena Bach menggunakan tradisi Katolik sebagai jalan penginjilannya, hal
itu tidak membatasi tradisi Protestan dalam dirinya untuk digunakan sebagai konten
musik yang akan disampaikan kepada umat Katolik.141 Untuk menginjili umat
Katolik serta menyatukan kedua kubu agama, Bach menggubah ulang beberapa
kantata yang ditampilkan dalam gereja Lutheran sekaligus memperdalam makna dari
setiap bagian liturgi misa dari sudut pandang Injil.142 Dalam bagian lain, Bach juga
mencurahkan teologi dari sudut pandang pribadinya sebagai seorang yang bergumul
dengan firman Tuhan. Hal ini terlihat dalam lagu Confiteor dan Agnus Dei yang
menceritakan pergumulan antara dosa dalam dirinya dengan kebaikan Allah yang ia
percayai.
Missae, tetapi karya ini bukanlah sebuah misa yang dikarang sebagai sebuah bentuk
karya yang dapat mengakomodasi ibadah mingguan. Karya ini hanyalah bentuk
ekspresi Bach kepada Tuhan yang dituangkan ke dalam sebuah karya musik dan
Franz Anton Count Sporck di Bohemia.143 Sekalipun karya ini tidak berhubung
140
Butt, Bach, Mass in B Minor, 32.
141
Spitta, Johann Sebastian Bach, 43–44.
142
Butt, Bach, Mass in B Minor, 2.
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 4. C.P.E Bach
143
mengizinkan karya ayah-nya untuk ditampilkan di istana kerajaan Franz Anton Count dalam bentuk
62
langsung dengan sebuah ibadah, karya ini tetap menceritakan tentang Kristus. Bach
membawa pendengar dapat memahami Allah dan firman-Nya dengan benar dalam
Mass in B minor adalah karya musik yang melampaui standar karya misa
berdasarkan Injil Kristus. Sementara karya Mass in B minor ini menawarkan sebuah
cara pandang baru melihat musik. Bach mengganti peran musik untuk berperan
sebagai tafsiran. Dalam hal ini Bach dianggap jenius karena secara simultan ia telah
meringkas era saat itu sambil membuka pintu menuju era baru dalam hal pemikiran
teks Latin. Bach selalu menggunakan teknik komposisinya dengan terampil dalam
mempersembahkan musik fugue dengan tujuan untuk menawarkan makna dalam teks
Alkitab dan kejelasan posisi teologi yang dimiliki. Misalnya, Bach menggunakan
pembenaran, doktrin pengudusan, hukum Taurat dan Injil, sakramen, theologia crucis,
simul iustus et peccator, the finitum capax infiniti, dan doktrin eskatologi.145 Bach
juga menekankan doktrin eksatologinya, seperti yang terlihat dalam kombinasi lagu
Gratias tibi (We give thanks to You) dan Dona Nobis Pacem (Grant us Peace).
Martin Geck juga mengagumi kemampuan Bach dalam menuliskan karya ini dengan
menggunakan format liturgi Formula Missae sebagai lambang dari kekayaan teologi
performance parts. Peminjaman yang ditampilkan kepada Franz Anton Count ini bukanlah
peminjaman skor atau penggandaan skor.
144
Hermann Sasse, We Confess: Anthology (St. Louis: Concordia, 1999), 92–93.
145
Paul Hofreiter, “Bach and The Divine Service: The B Minor Mass,” Concordia Theological
Quarterly 66, no. 3 (July 2002): 223–224.
63
yang dipadukan dengan tarian Baroque, keindahan format, gaya, ekspresi musik.146
Bach juga menuliskan simbol “JJ” atau Jesu Jova dan “Fine SDG” atau Finish, Soli
sebelumnya. Sebelum tahun 1747, Bach tidak pernah berpikir bahwa beberapa
karyanya akan dijadikan kompilasi dalam karya Mass in B Minor (BWV 212). Akan
tetapi secara de facto, karya Mass in B minor telah dibuat sejak 1714. Sebagai
seorang hamba Tuhan musik gereja di Weimar, Bach bertugas untuk membuat kantata
pada minggu ketiga setelah Paskah (jubilate) berjudul Wienen, Klagen, Sorgen, Zagen
(BWV 12). Karya ini dikerjakan ulang pada tahun 1724 di Leipzig. Bach
menggunakan kembali salah satu nada paduan suara dari bagian kantata ini untuk
dijadikan melodi pengiring (accompany) dari lagu Crucifixus dari bagian Credo yang
diperkirakan pada tahun 1747-9. Selain itu, Bach juga telah menciptakan bagian
Sanctus sendiri pada tahun tahun 1724. Bach menciptakan karya Sanctus untuk
kepentingan liturgi Ekaristi pada rangkaian minggu adven.148 Ketika Bach membuat
146
John Eliot Gardiner, Bach: Music in the Castle of Heaven (New York: Vintage Books,
2015), 489.
147
Butt, Bach, Mass in B Minor, 148.
148
Hofreiter, “Bach and the divine service,” 225. Bach menuliskan kantata Weinen, Klagen,
Sorgen, Zargen (BWV 12) dengan mengambil dua teks Alkitab, yaitu Yoh. 16:20 “Seorang perempuan
berdukacita pada saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak ingat lagi akan
penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan ke dunia.” Teks kedua
diambil dari Kisah Para Rasul 14:22 “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan
menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke
dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara.” Kedua teks diambil oleh Bach untuk
menjelaskan bahwa adanya dukacita yang akan diubahkan menjadi sukacita ketika mengikut Yesus.
64
banyak karya Sanctus di Leipzig dalam kantatanya, Bach juga belum memikirkan
untuk menulis lagu baru.149 Bach juga menggubah ulang lagu Agnus Dei yang
diambil dari lagu kantata karangannya yang dibuat untuk liturgi kenaikan Yesus pada
tahun 1735.
kepada Raja August III dalam usahanya untuk mendapatkan jabatan serta pekerjaan di
kota Dresden. Pada tahun 1732 dan 1734, Bach membuat sebuah karya kantata
sekuler (no. 215) sebagai bentuk penghormatan kepada Raja August II dan III. Dalam
penulisan karya Mass in B minor, Bach mengerjakan ulang salah satu gerakan dalam
kantata ini menjadi lagu Osanna. Dalam sudut pandang unsur musik, lagu ini cocok
mempersembahkan karya berjudul The Missa dalam rangka menawarkan diri menjadi
mass dengan menggunakan dua gerakan yang diambil dari liturgi Lutheran (Formula
Missae), yaitu Kyrie dan Gloria. Dalam penulisan musik gerakan Kyrie,
kemungkinan besar Bach dipengaruhi istilah anfechtung151 oleh Martin Luther dalam
(Lih. Alfred Dürr, The Cantatas of J.S. Bach: With Their Librettos in German-English Parallel Text
(Oxford: Oxford University Press, 2005), 37.)
149
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 14–17.
150
Butt, Bach, Mass in B Minor, 57. Sayangnya partitur kantatano. 215 ini lenyap dan tidak
pernah ditemukan bukti peninggalannya hingga sekarang. Selain itu, Bach juga mempersembahkan
beberapa karya instrumental untuk pengagungan kepada Raja August III salah satunya adalah
Clavierubung.
151
Lihat penjelasan anfechtung pada bab 2
65
membuat bagian Kyrie ini.152 Sementara setelah penulisan gerakan Gloria selesai,
gerakan ini digunakan kembali pada kantata misa natal pada tanggal 1745 yaitu
kantata Gloria in Excelsis Deo (BWV 191).153 Bach mengambil 3 lagu seperti
Gloria, Domine Deus, dan Cum Sancto Spiritu. Uniknya, dalam penulisan karya The
Missa, Bach seolah mendapatkan ide untuk karya Mass in B minor. Hal ini terlihat
dari karya Mass in B Minor yang berisi sejumlah besar gerakan yang pengerjaan
ulang musiknya sudah ada dalam karya The Missa. Selang beberapa waktu kemudian,
Bach baru menuliskan karya Mass in B Minor sekitar tahun 1740-1749 dengan
mengkompilasi karya The Missa yang mengambil gerakan Kyrie dan Gloria (Bach
mengambilnya bukan dari kantata no.131, melainkan dari gerakan The Missa).154
menyampaikan liturgi Credo (sebagai bagian dari liturgi Formula Missae) sebagai
pernyataan abstrak dogma teologi dan demonstrasi imageri narasi Alkitab melalui
sebuah karya musik yang indah kepada umat Katolik dan Lutheran. Dalam gerakan
ini, Bach menggunakan dasar pemahaman katekisasi yang sederhana milik Luther.
Pemahaman ini dibagi menjadi tiga bagian: Kisah Penciptaan (Creation), Kisah
ini dihubungkan dengan ke-Tritunggalan Allah; Allah mencipta, Yesus turun menebus
dosa manusia, dan Roh Kudus yang menuntun kehidupan manusia untuk semakin
153
Butt, Bach, Mass in B Minor, 13.
154
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 18. Dalam pengerjaan
karya The Missa-pun, Bach mengambil beberapa bagian dari lagu paduan suara kantata berjudul Wir
danken dir Gott atau We thank thee, God. Bagian lagu ini dianggap Bach cocok dan ideal untuk
menggambarkan teks Gratias Agimus Tibi dalam gerakan Gloria.
66
dekat kepada Allah.155 Untuk membuat Credo ini terdengar indah dan megah maka
Bach menggubah ulang lagu-lagu ini menjadi tujuh bagian suara.156 Bach
menggunakan 5 bagian dalam paduan suara (SSATB), violin, dan continuo. Dalam
bagian isi, Bach bertujuan untuk menyampaikan pengakuan seluruh umat percaya dan
gereja di sepanjang abad (sesuai konsili Nicea abad ke-4 Masehi) sehingga Bach
modern (stile moderno) untuk menjelaskan bahwa permasalahan dari zaman ke zaman
tidak menghalangi kuasa Allah dalam menyertai iman umat Kristen.157 Dalam masa
pembuatannya, Credo tidak hanya dibuat oleh Bach sendiri. Penulisan gerakan Credo
ini dibantu oleh anak pertama Bach yaitu C.P.E. Bach karena kondisi J.S. Bach yang
semakin menua dan melemah. Selain itu, terdapat koreksi partitur pada karya The
Missa yang diyakini dikerjakan menggubah ulang gerakan Gloria menjadi kantata
Natal (BWV 191). Hal ini didukung oleh penemuan salah satu bagian dari partitur
Amen dari karya Magnificat C.P.E. Bach dinilai sama dengan bagian partitur Gratias
dari karya Mass in B Minor milik J.S. Bach. Hingga saat ini, masih banyak bukti
simpang siur yang membuktikan siapakah penulis sesungguhnya dari karya ini tetapi
para peneliti sepakat bahwa sekalipun penulis tersebut adalah C.P.E. Bach, hal
tersebut tetaplah tidak terlalu signifikan karena C.P.E. Bach tetap menghormati
Tucker Bilodeau, “Johann Sebastian Bach & Symbolum Nicenum: A Catholic Text with
155
156
Awalnya, lagu-lagu karangan Bach hanya berjumlah empat bagian (SATB dan diiringi
secara doubling oleh ensemble) atau berjumlah enam bagian (SATB dan diiringi oleh harpsichord,
continuo, dan doubling ensemble).
157
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 15–17. Perlu diketahui
bahwa murid Bach, Johann Frederich Angola sebelumnya telah berhasil menciptakan karya credo
dengan menyatukan kata-kata dengan musik polyphonic sehingga dapat menyampaikan pesan kepada
penonton dengan baik.
67
ayahnya dalam relasi keluarga maupun dalam relasi rekan kerja pemusik. Hal ini
terlihat dari keseganan C.P.E. Bach di mana setelah beberapa tahun dia berkarier di
mirip dengan lagu Gratias di gereja ayahnya berkarier yaitu St. Thomaskirche pada
tahun 1750 (sebulan sebelum J.S. Bach meninggal) untuk menghormati ayahnya yang
ditampilkan pertama kali oleh C.P.E. Bach di Hamburg pada tahun 1786.159
Gambar 2 Perbandingan lagu “Amen” Magnificat karya C.P.E. Bach dan “Gratias”
Mass in B Minor karya J.S. Bach. Sumber: John Butt, Bach, Mass in B minor
(Cambridge: Cambridge University Press, 1991), 20.
158
Butt, Bach, Mass in B Minor, 19–20.
159
Daniel R. Melamed, Listening to Bach: The Mass in B Minor and Christmas Oratorio (New
York: Oxford University Press, 2018), 5.
68
Konteks Kebudayaan dari J. S. Bach pada Waktu Penulisan Karya Mass in B
Minor
Pembahasan konteks budaya ini dibatasi ketika Bach mulai memikirkan karya
Mass in B Minor yaitu pada waktu Bach menuliskan karya The Missa.160 Pada
awalnya, karya ini merupakan pemberian dari Bach beserta surat yang berisi
permohonan gelar pengakuan sebagai Musique atau musikus. Melalui gelar ini, Bach
dapat diakui sebagai musisi yang berpengalaman dalam mengatur berbagai macam
spektrum suara dan instrumen sekaligus menjadi orang yang ahli dalam karya musik
beraliran misa.161 Bach mengirimkan karya ini sebagai sebuah kesempatan bagi
dirinya karena Walikota Saxon, Frederich August I atau Raja Polandia August II ‘The
Frederich August II yang akan menjadi Raja Polandia August III. Hal ini juga
pemimpin musik gereja. Selain itu, Frederich August II tidak terlalu menyenangi
musik bernuansa tarian Perancis seperti ayahnya. Frederich August II memiliki selera
musik opera Italia. Frederich August II mulai mengundang musisi-musisi Italia untuk
bermain di istananya. Sejak saat itu, musik di kota Dresden mulai didominasi musik
Neapolitan. Tetapi hal tersebut membuat perekonomian mulai di bidang musik mulai
161
Ibid., 11.
69
Katolik dengan mengangkat Johann Adolf Hasse sebagai Kapellmeister gereja
Katolik di Dresden, menggantikan posisi Johann David Heichen yang dinilai kurang
efektif akibat penyakit yang dideritanya dan pada akhirnya meninggal pada tahun
perekonomian musik negara yang telah habis. Tetapi Hasse mengalami absen dari
Dresden untuk menghasilkan karya-karya musik untuk kebutuhan gereja saat itu.
Frederich August II. Dalam hal tersebut, posisi Kapellmeister masih kosong (setelah
ditinggalkan oleh Hasse beberapa saat). Oleh karena itu, terdapat wacana untuk
Johann Joachim Quantz, Georg Friedrich Kästner, Tobias Butz. Bach sendiri
menawarkan aplikasi dalam bentuk penawaran diri untuk posisi Kapellmesiter atau
meminta pembayaran dari pihak Court. Hal tersebut membuat pihak kanselir Saxon
cukup ragu untuk menerima Bach bukan karena Bach kurang pengakuan atas
bakatnya sendiri tetapi pihak Court cukup takut dalam membiayai hidup Bach dengan
gaji yang melebihi standar sementara pihak Court juga membiayai banyak komposer
lainnya di Jerman. Pada waktu perancangan surat aplikasi Bach, ia dibantu oleh
Gottfried Rausch seorang bea cukai tepat ketika Bach singgah di Dresden pada bulan
162
Ibid., 54–58.
70
Juli 1733 untuk mempromosikan anaknya, Wilhem Friedemann Bach, sebagai organis
Pergantian Raja August I kepada anaknya, Raja August II, mengalami banyak
seorang Jesuit mengirimkan surat kepada Paus di Roma. Surat tersebut berisi curahan
hati yang pahit karena Raja August memecat para musisi gereja akibat kedatangan
musisi-musisi kerajaan yang baru. Hal ini membuat para musisi gereja Katolik
bekerja. Hal ini berakibat kepada Zelenka yang harus bekerja keras akibat berita
buruk ini bahkan diberitakan bahwa Zelenka membuat karya baru hanya dalam 10
hari saja tanpa gaji selama berbulan-bulan.164 Dalam kekacauan pemerintahan Saxon,
Bach terdorong untuk menghasilkan karya yang melampaui model karya misa
sebelumnya. Bach sadar bahwa dia telah berhadapan dengan aliran musik tertua di
mempelajari karya-karya misa dari komposer lain seperti Palestrina, Lotti, dan
lainnya. Bach ingin menghasilkan paradigma musik yang baru dalam bidang
polifonik vokal.165
yang mirip dengan Roma Katolik untuk membuat publik Dresden secara khusus untuk
walikota Dresden August III atau Raja August II, Raja Polandia menyenangi
163
Ibid., 58–61. Dalam pengajuan surat aplikasinya, Bach sempat menyinggung para komposer
lainnya sebagai pencuri dari lumbung kekayaan pemerintah. Hal ini merupakan sikap Bach yang wajar
mengingat persaingan antar komposer yang ada di Dresden.
164
Ibid., 39–41.
165
Butt, Bach, Mass in B Minor, 1–2.
71
karyanya. Hal ini ditetapkan demikian karena untuk menjadi seorang raja, seseorang
wajib memeluk agama Katolik. Selain itu, dalam karya ini Bach menggunakan gaya
Neapolitan yang disenangi oleh Raja August II. Terhitung dalam catatan kerajaan
yang diterima oleh Zelenka, terdapat 806 gerakan misa dari 205 karya misa
diantaranya terdapat 91 karya misa yang menggunakan format liturgi secara lengkap
Misa Bach ini dibuat dengan menyesuaikan keadaan di Dresden pada saat itu.
Misa ini dibuat dengan menggunakan gaya Neapolitan karena pengaruh perkawinan
Putri Maria Amalia dari Dresden dengan Pangeran Charles dari Bourbon, Spanyol.
Hal ini membuat preferensi musik kerajaan Dresden cenderung dipengaruhi oleh gaya
Neapolitan. Lalu pertanyaannya, mengapa The Missa Bach ini tidak berhasil
membandingkan The Missa milik Bach dengan karya misa lainnya. Dari semua misa
yang pernah dipersembahkan kepada Raja August II hingga tahun 1765, hanya ada
dua yang menggunakan misa yang menggunakan dasar B Minor yaitu Missa Martis
Dolorosae oleh Caldara dan misa milik Bach. Selain itu, Bach menyiapkan 21 bagian
musik yaitu: Soprano I-II, Alto, Tenore, Basso, Traversiere 1, Traversiere 2, Hautbois
166
Peter Williams, J. S. Bach - a Life in Music., 2012, 258; Peter Williams, The Life of Bach,
Musical lives (Cambridge: Cambridge University Press, 2004), 131. Bach juga menggunakan gaya
Neapolitan ini akibat kritik Schiebe di mana salah satu bentuk kritiknya adalah Bach tidak dapat
menggunakan musik Neapolitan layaknya Handel. Keteganngan antara Bach dan Schiebe ini masih
terus berlangsung hingga 1740-an di mana kritik tersebut disampaikan secara personal tetapi Schiebe
melaporkan hal ini kepada Raja August III. Hal ini membuat penulisan lagu Benedictus tidak terlihat
layaknya penulisan Bach seperti biasanya sebagai sebuah bukti ketidaksetujuan Bach terhadap kritik
Schiebe di hadapan negara.
72
Violoncello, dan Continuo. Seandainya saja, jika Bach menggunakan semua sumber
pemusik yang murni berasal dari pemusik gereja Hofkirche (Hofkapele), maka
pemerintah walikota Dresden pasti akan menetapkan Bach menjadi bagian anggota
dari pemusik gereja Hofkirche pada saat itu. Hal ini terbukti ketika Bach membuat
karya misa yang lebih baik ketimbang karya misa dari komposer lain pada tahun yang
sama. Karya ini memberi porsi instrumen tiup lebih banyak daripada karya misa itu.
Mengenai pemusik yang berada di penampilan karya The Missa, Bach sempat
mendatangkan beberapa penyanyi castrati dari Italia.167 Bach juga menggunakan jasa
penyanyi seperti Faustina Bordoni dan pemain violin terkenal Joan Georg Pisendel.
Kedua penampil ini memiliki gaya Neapolitan sesuai instrumen masing-masing. untuk
The Missa milik Bach terhitung sama dengan karya Misa milik komposer-
komposer lain pada waktu yang sama di kota Dresden. Salah satu tren di kota
Dresden pada waktu itu adalah tren gaya Neapolitan. Namun misa ini tidak dapat
disimpulkan sebagai karya misa yang mengikuti konteks liturgi dan teologi
Katolikisme. Dalam karya ini, dia menggunakan pendekatan Lutheranisme. Hal ini
terbukti dari penggunaan kata-kata dalam gerakan Qui Sedes. Bach menggunakan
tambahan kata “Dei” sebelum kata “Patris” dalam kalimat “ad dexteram Patris.”169
Hal ini dilakukan oleh Bach untuk memasukan doktrin Lutherannya. Selain itu, Bach
167
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 45–48.
168
Ibid., 69; Williams, The Life of Bach, 133. Faustina adalah seorang penyanyi terkenal di
kota Dresden, Namanya melonjak dan menjadi perhatian publik Dresden karena penampilannya pada
opera Cleo Fide karya Hasse
169
Dalam tradisi katolik, lirik lagu Qui Sedes adalah “Qui sedes ad dexteram Patris”
73
menggunakan kata “altissimus” atau yang berarti “most” sebelum kalimat “Domine
Dalam kota Dresden juga terkenal dengan istilah “stile antico” atau gaya
tradisional. Hal ini dinyatakan menjadi sebuah gaya yang terus berkembang di abad
ke-18 bagi kota Jerman. Gaya artistik ini mulai diperkenalkan di kota Dresden pada
tanggal 1728. Hal ini dimulai pula dengan keragaman musisi-musisi di kota Dresden
yang terdiri dari berbagai negara seperti: Italia, Prancis, Jerman, Ceko, dan Polandia.
Dalam hal ini, karya musik Zelenka juga dipengaruhi oleh musik Perancis karena
sebelumnya dia sering bermain bersama musisi Perancis. Hal ini juga memengaruhi
musik dalam istana Court Dresden pula. Bach sendiripun mengakui kemampuan atau
skill yang tinggi dari para musisi di kota Dresden. Bach mengakui bahwa mereka
musisi Jerman lainnya. Pada akhirnya Bach, menuliskan lagu Christe Eleison, dan
diterapkan pada lagu Domine Deus, Qui sedes (dengan genre concerto antar oboe
d’amore). Gaya stile antico pada lagu Kyrie II, dan Gratias. Gaya counterpoint
Jerman digunakan pada lagu Kyrie I, et in terra pax, Cum sancto Spiritu. Gaya
Polandia juga muncul pada lagu solo aria bass Quoniam yang menampilkan gaya
Polonaise atau tarian dari Polandia ini menjadi tren budaya di kota Dresden
pada waktu itu. Tren ini muncul karena Raja Polandia August II sekaligus walikota
Dresden ingin menjadikan kota Dresden menjadi contoh kota yang bersih dari
Lihat gambar dalam buku Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass,
170
71.
74
pengaruh Lutheranisme. Hal ini dilakukan oleh beliau untuk menekan perselisihan
antara Jerman dengan Roma. Untuk merencanakan hal tersebut maka August II
membuat kota Dresden menjadi kota yang dapat diisi oleh semua agama dan budaya.
Tidak hanya agama Katolik banyak budaya pada saat itu masuk termasuk dengan
budaya Polandia yang mewakili budaya dari kerajaan yang dipimpin oleh August II.
Tarian Polandia menjadi naik daun ketika anak dari Raja August II yaitu August III
menikah dengan Archduches Maria Josepha anak dari Raja Joseph I dari Austria.
Pernikahan mereka dibuka dengan tarian Polonaise. Tarian ini menjadi disukai oleh
pembuka dalam setiap acara pemerintahan. Itulah sebabnya musik Polonaise ini
dianggap sebagai simbol musik surgawi pada saat itu. Bach mengintegrasikan musik
ini ke dalam bagian liturgi Quoniam. Hal ini digunakan sebagai sebuah simbolisasi
dari teks Quoniam itu sendiri. Quoniam diambil dari liturgi tradisional yaitu
Quoniam tu solus sanctus, tu solus atau since You alone are holy, You alone are the
Lord, You alone are the highest diambil dari beberapa teks seperti Mazmur 83:19;
86:9-10 yang menggambarkan Allah sebagai Raja. Dalam hal ini Bach ingin
menggambarkan teks “Kristus sebagai seorang Raja yang duduk disebelah kanan
Allah” dengan musik polonaise yang dikenal sebagai musik untuk Raja yang
agung.171
surat balasan pun muncul dari Court Saxon di mana Bach diakui sebagai Hof-
Compositeur pada tanggal 19 November 1736. Bahkan seorang duta besar Rusia,
Hermann Carl von Keyserlingk mendukung Bach dalam pengajuan aplikasi ini.
171
Ibid., 70–73, 82–83.
75
Kemudian, pada 1 Desember 1736, Bach membuat recital organ yang dihadiri oleh
beberapa pejabat sebagai bentuk persembahan kepada Raja August II dan pengajuan
1. Kyrie
Penggunaan nada dasar Kyrie besifat “Progresi Tonal” yang sesuai dengan urutan nada
dasar B minor yang terdiri dari B, D, F#
Lagu Kyrie I ini sangat berkaitan dengan konsep anfechtung atau kelemahan
diri atas natur keberdosaan manusia milik Luther.173 Dalam segi fugue, Bach
menggunakan sebuah melodi utama yang akan direpetisi oleh suara lain serta
dikembangkan. Hal ini menjadi sebuah kekuatan bagi Bach dalam menulis karya-
bertahap. Hal ini dapat dilihat dari penulisan melodi uatamanya di mana Bach
172
Ibid., 61–64.
76
menggunakan melodi kromatik (B-C#, C#-D) (lih. gambar melodi pertama Kyrie I).
lintasan melodi gradation ini menuju ke atas untuk menggambarkan bahwa di dalam
kondisi meratap seseorang menarik bajunya dan menaikan wajahnya untuk memohon
kepada Allah. Selain itu Bach menggunakan motif melodi “sigh” yang biasa
digunakan untuk menggambarkan kondisi keluhan akan natur keberdosaan diri. Hal
ini terlihat dari lintasan melodi yang turun ke bawah menggambarkan raut wajah yang
menambahkan bahwa dalam motif ini terdapat konflik batin dalam diri seseorang
Gambar 3 penjelasan melodi utama Kyrie I. sumber: Uri Golomb, “Rhetoric and
Gesture in Performances of the First Kyrie from Bach’s Mass in B Minor (BWV
232)” (t.t):11-12, diakses 12 Juli 2019,
https://www.academia.edu/261786/Rhetoric_and_gesture_in_performances_of_the_Fi
rst_Kyrie_from_Bach_s_Mass_in_B_minor_BWV_232
Melodi ini digaungkan oleh Bach pada bar 5-9 oleh Oboe d’amore terlebih
dahulu dan disusul oleh fugue yang dimulai dari suara tenor, lalu disusul oleh Alto,
Uri Golomb, “Rhetoric and Gesture in Performances of the First Kyrie from Bach’s Mass in
174
Menurut Wolff dalam hipotesisnya mengatakan bahwa Kyrie I milik Bach ini
mengcopy beberapa bagian dari karya musisi seperti Johann Hugo Wilderer (1640-
1724) di mana tertulis dalam repertoar aslinya dengan tulisan “Adagio C”, dan dibuka
dengan pengulangan kata Kyrie sebanyak 3 kali, serta diakhiri dengan Phrygian
cadence (cari di analisa skornya). Hal ini dilakukan oleh Bach agar karya ini dapat
diterima masyarakat Dresden yang dipengaruhi oleh musik Neapolitan saat itu. Kalu
Hafner perlu mengakui bahwa empat bar awal dalam lagu ini tidak terdengar seperti
karangan Bach pada umumnya. Selain itu, Bach juga menyalin daras Kyrie milik
Luther yang diambil dari Deutsche Messe. Hal ini terlihat dari pembukaan di mana
kedua dari kesatuan ketritunggalan Allah. Dalam hal ini, Bach menggunakan duet
Koopman membawakan tema melodi pada Kyrie I ini dengan mengelompokkan bagian repercussion
dan gradation. Kemudian Koopman memberi crescendo tiap kelompok repercussion, gradation. Hal
ini dilakukan untuk memberikan penekanan sekaligus menghidupkan musik sekalipun dalam ritme
yang sama.
175
Ibid., 43; Charles Sanford Terry, Bach, the Mass in B Minor (London: Oxford University
Press, 1958). Dalam Ritornello pertama pada bar 5-29 membentuk format AABCDAB dengan catatan
B diakhiri dengan perfect cadence. Sebelum bagian perfect cadence, pada bar 15-21 atau CD terdapat
pengembangan tonalitas (tension) dalam bagian ini dan diakhiri bagian AB tonalitas kembali menjadi B
minor (realease).
176
Butt, Bach, Mass in B Minor, 44–45.
78
soprano dengan gaya penulisan Neapolitan.177 Secara politis, Bach juga seolah ingin
dipenuhi oleh nada minor dan dissonance, pada bagian ini Bach menggunakan melodi
yang indah dan lugas. Terbukti pada penampilan pertama, Bach malah meminta duet
ini dilakukan oleh Soprano saja (duet Soprano I-II) di mana penulisan partitur
Soprano II ditulis dalam alto clef. Hal ini dilakukan oleh Bach untuk menampilkan
kemampuan para penyanyi Dresden yang tidak kalah hebatnya dengan penyanyi dari
Italia. Selain itu, Bach juga menggunakan gaya penulisan Neapolitan juga untuk
dengan musik Neapolitan. Hal ini dilakukan semua oleh Bach untuk mendapatkan
jabatan sebagai Kapellmesiter di Horfkirche. Salah satu tugas yang harus diemban
oleh Kapellmesiter adalah membuat karya yang sesuai dengan karakter musisi agar
musisi dapat menampilkan secara optimal, serta dapat mempromosikan para musisi
gereja secara tidak langsung.178 Pada bagian lain Bach menghadirkan tanda sharp
atau salib pada bar 74-75 pada instrumen violin untuk menunjukan bahwa Kristus
telah menebus kesalahan manusia melalui jalan kematian di atas kayu salib.179
177
Gardiner, Bach, 490.
178
Butt, Bach, Mass in B Minor, 45.
179
John Maclay, “Bach Mass in B Minor Guide” (presented at the The Choral Society of Grace
Church, New York, 2013), 10, diakses 17 Mei 2019,
https://static1.squarespace.com/static/52154231e4b0af0a3133f7b4/t/55b81a79e4b0f8cc35e7b5d7/1438
128761309/Bach+Mass+in+B+Minor+Guide.pdf.
79
Gambar 4 simbol sharp atau dalam bahasa Jerman kreuz yang mendekati terminologi
salib. Sumber: Maclay, “Bach,” 10.
Kata “kyrie” ini muncul dua kali dalam liturgi pengakuan dosa setelah Christe
Eleison. Bach menggunakan gaya penulisan stile antico atau gaya tradisional untuk
akan kasih Allah yang besar dan dosa dalam diri manusia.180 Bach memberikan
penulisan stile antico. Namun menurut Butt, melodi Kyrie ini telah dipengaruhi oleh
mana Bach menggunakan singkopasi dan terlihat tidak rapi dalam kacamata sistem
peraturan penulisan Renaissance. Selain itu Bach juga menggunakan range nada
Golomb, “Rhetoric and Gesture in Performances of the First Kyrie from Bach’s Mass in B
180
Maclay, “Bach,” 11; Menurut Butt, Bach, Mass in B minor, 79, mengatakan bahwa
181
penggunaan signature alla breve ini untuk menyesuaikan melodi zaman kuno yang tidak memiliki
ketukan berat (seperti pada ketukan 4/4 di mana ketukan pertama dan ketiga memiliki aksen) dengan
musik baroque yang memiliki hubungan kuat dengan irama dance. Bach menggunakan alla breve
untuk memberi aksen kuat pada bagian pertama (ketukan satu) dan aksen lemah pada bagian kedua
(ketukan kelima).
182
Butt, Bach, Mass in B Minor, 80.
80
tinggi dalam suara Soprano menunjukan bahwa lagu ini menggunakan gaya penulisan
Gambar 5 melodi antar suara dalam lagu Kyrie II ini mengalami tumpang tindih
layaknya penulisan lagu Reinassance. Sumber: Maclay, “Bach,” 11.
2. Gloria
Golomb, “Rhetoric and Gesture in Performances of the First Kyrie from Bach’s Mass in B
183
81
Gerakan Gloria ini menceritakan keanekaragaman puji-pujian manusia kepada
Allah. Hal ini terlihat di mana gerakan ini dipengaruhi oleh beragam irama tarian
atau dansa seperti Gloria yang menggunakan tarian Gigue, Qui Tollis yang
mengggunakan irama tarian Sarabande, Qui Sedes yang menyerupai tarian Giga, dan
Quoniam yang menggunakan tarian Polonaise dari Polandia. Selain itu, gerakan
Gloria ini diisi oleh pergantian solo (pada lagu Laudamus te, dan Quoniam), duet
(Domine Deus), dan paduan suara. Dalam pengiringan, gerakan ini juga diliputi oleh
pergantian solo instrumen (seperti String pada lagu Laudamus, flute pada lagu
Domine Deus, oboe pada lagu Qui Sedes, Brass pada lagu Quoniam).184
Lagu Gloria merupakan karya yang telah dikerjakan ulang oleh Bach. Gloria
yang ditulis dalam nada dasar C mayor ini merupakan hasil gubahan dari karya yang
sebelumnya dalam bentuk concerto. Bach menambahkan melodi soprano ke-2 pada
lagu Gloria (dalam karya Mass in B minor) di mana hanya terdapat empat suara saja
dalam lagu sebelumnya. Gloria ini memiliki motif yang sama dengan beberapa lagu
sebelumnya seperti BWV 201, 206, 207, 214, 215.185 Karya ini juga dibuat ulang
menjadi karya pembukaan kantata natal: Gloria in Excelsis Deo (BWV 191).
Terdapat bagian unik di mana Bach membuat dengan rhytm 3/8 yang merupakan
ritme yang jarang digunakan oleh musisi pada zaman itu.186 Maclay, seorang sarjana
184
Gardiner, Bach, 498; Maclay, “Bach,” 18.
185
Butt, Bach, Mass in B Minor, 46.
186
Ibid. Selain itu, Butt juga mengatakan bahwa terdapat penambahan bagian dalam lagu
Gloria oleh Bach sendiri. Hal ini terlihat dari penulisan pada naskah asli Mass in B Minor. Bach
menambahkan beberapa nada pada bar 12 maupun 40 dari karya The Missa. Hal ini yang membuat
format penulisan Gloria tidak terlalu jelas akibat penambahan beberapa bagian ini. Menurut Gardiner
dalam bukunya (Music in The castle of Heaven) mengatakan bahwa kantata Gloria in Excelsis Deo
(yang ditulis dengan kode BWV 191) dimainkan ketika masa penyerangan kerajaan Prusia sehingga
secara politis kantata ini membawa pesan perdamaian bagi rakyat Leipzig. Hal ini diangkat kembali
oleh Bach dalam penulisan Mass in B minor pada tahun akhir hidupnya untuk membawa pesan
perdamaian.
82
Bach, menanggapi tanggapan itu bahwa Bach ingin menghasilkan ritme yang
masa akhir kehidupan Bach, ia menggunakan Gloria dari Christmas Cantata dan
Gambar 6 irama 3/8 dalam lagu Gloria Bach yang erat dengan irama tarian Gigue.
Sumber: Maclay, “Bach,” 12.
Uniknya dalam lagu ini terdapat nada C- B dalam melodi Bass dan nada B dalam
melodi soprano yang menjadi nada tertinggi dari seluruh karya Mass in B minor.189
Gambar 7 nada tertinggi dalam lagu Gloria dan nada tertinggi dalam seluruh karya
Mass in B Minor. Sumber: Ibid.
Lagu Et in Terra Pax merupakan lagu kedua dari gerakan Gloria. Beberapa
sarjana seperti Rifkin atau Hafner maupun Butt setuju bahwa karya Gloria dan Et in
Terra Pax ini menjadi satu kesatuan bagian.190 Bagian et in Terra Pax terbagi atas 3
bagian. Bagian pertama (bar ke 1-13), dimulai dari bagian Bass dan Continuo dengan
188
Gardiner, Bach, 490.
190
Butt, Bach, Mass in B Minor, 46.
83
nada G dan nada D pada melodi tenor. Pada bagian ini, Bach seolah ingin memberi
Gambar 8 motif pedal poin nada G pada Bass dan Continuo, serta nada D pada tenor
ingin menggambarkan suasana damai di bumi. Sumber: Maclay, “Bach,” 13.
Bach juga menggambarkan perasaan sedih akibat keadaan dunia yang bobrok
sehingga Mesias turun ke dalam dunia ini untuk menyelamatkan manusia yang penuh
dosa ini. Bach menggambarkan keadaan ini dengan tekstur melodi sighing pada bar
21.192
Gambar 9 motif melodi sighing pada bar 21. Sumber: Maclay, “Bach,” 13.
Bagian kedua (bar 14-38), Bach ingin membangun suasana duka atas keberdosaan
manusia dengan menggunakan instrumen (bar 14-20), kemudian disusul oleh fugue
yang dimulai oleh Soprano I, Alto, Tenor, Bass, dan Soprano II. Pada bagian ketiga
(bar 39-76), Bach menggunakan gaya penulisan monofonik pada paduan suara dengan
192
Gardiner, Bach, 491.
84
suasana sukacita untuk menggambarkan seluruh umat dari segala bangsa berkumpul
untuk meresponis kabar baik dari malaikat yang membawa kabar kedatangan
Mesias.193
(lihat bagan Gloria). Seperti yang telah diketahui bersama bahwa dalam gerakan
Gloria terdapat rotasi penampilan penyanyi (paduan suara-solois), hal ini terjadi pada
lagu Laudamus Te. Tidak hanya itu, Bach juga merotasi suasana pengabaran berita
Thee digambarkan oleh Bach dengan solois Soprano II bergaya Neapolitan Faustina
Bordini dan diiringi oleh Violinis terkenal Neapolitan Johann Georg Pisendel. Dalam
penulisan karya ini, Bach menyertakan embellishment dalam suara soprano maupun
violin. Bach juga menggunakan irama galant untuk menambah keindahan lagu ini
serta dalam hal mengikuti tren Neapolitan yang ada dalam kota Leipzig. Bersamaan
dengan lagu Christe Eleison, secara politis, Bach ingin menunjukan bahwa ia dapat
musik yang berada di kota Dresden, serta dapat mengeluarkan talenta penyanyi yang
terkenal di kota Dresden.194 Secara spiritual, hal ini ingin diutarakan oleh Bach
193
Maclay, “Bach,” 13.
194
Butt, Bach, Mass in B Minor, 47; Gardiner, Bach, 492. Faustina Bordoni merupakan satu-
satunya seorang penyanyi solois Soprano yang bukan termasuk golongan Castrati dalam penampilan
karya The Missa pada tahun 1733.
85
Gambar 10 Contoh embellishment yang terdapat pada nada Solois. Sumber: Maclay,
“Bach,” 14.
Gambar 11 Contoh dari Galant Style pada string section dalam lagu Laudamus Te.
Sumber: Johann Sebastian Bach, Mass in B minor, BWV 232 (Messe in h-Moll):
Vocal Score (Bärenreitwe Verlag, 2005), 76.
Dalam bagian ini Bach seolah ingin mendalami liturgi Gratias Agimus Tibi yang
berbunyi “We give thanks to thee on account of thy great glory” dengan mengambil
nyanyian kantata ‘Wir danken dir, Gott’ (BWV 29) yang diadaptasi Mazmur 75:2.
Kantata no. 29 sendiri dibuat oleh Bach pada tanggal 27 Agustus 1731 dalam rangka
ibadah pergantian walikota. Lirik lagu dari kantata ‘Wir danken dir, Gott’ (BWV 29)
ini diambil dari Mazmur 75:2 yang berbunyi “Kami bersyukur kepada-Mu, ya Allah,
86
perbuatan-perbuatan-Mu yang ajaib.”195 Dalam lagu ini, Bach berusaha mengubah
beberapa bagian melodi paduan suara dan menyesuaikannya dengan teks Latin196
dengan melakukan pergantian dari teks bahasa Jerman menjadi bahasa Latin dalam
di kota Dresden. Bach memulai ucapan syukur ini dari bass dan kemudian
syukur manusia kepada Allah. Bach juga menggunakan trumpet sebagai pengiring
melodi Soprano I. Lagu ini menggunakan tanda atau alla breve di dalam lagu ini.
Menurut Gardiner, lagu ini juga dirancang dengan menggunakan gaya tradisional atau
stile antico. Hal ini terlihat dari penggunaan melodi yang mirip dengan lagu daras
Gambar 12 Contoh bagian reworking Bach dari karya ‘Wir danken dir, Gott’ (BWV
29) dan Gratias Agimus Tibi dalam Mass in B Minor. Sumber: Butt, Bach, Mass in B
minor, 47.
195
Maclay, “Bach,” 15.
196
Butt, Bach, Mass in B Minor, 47.
197
Gardiner, Bach, 490, 492. Trumpet yang mengiringi lagu Gratias Agimus Tibi ini ditulis
dalam nada dasar D Mayor. Secara politik, Bach ingin menunjukan kesamaan bunyi dengan standar
kerajaan Polandia di Dresden, bunyi Trumpet harus dibunyikan dalam nada dasar D Mayor.
87
Lagu Domine Deus merupakan lagu keempat dari gerakan Gloria. Dalam lirik
lagu Domine Deus ini, Bach menggunakan kata “altissime” atau “The most high” di
mana kata ini hanya dapat ditemukan dalam format liturgi Lutheran (Formula
pribadi kedua dalam duet melodi tetapi salah satu melodi tersebut mendominasi dan
melodi lainnya hanya sebagai gaung dari melodi utama.199 Hal ini dapat dilihat dalam
bar 17-18 di mana Bach menggambarkan Allah Bapa dalam suara tenor dan Yesus
dalam suara Soprano (dapat dilihat kembali dalam bar 25-26). Dalam hal ini suara
Tenor terlihat lebih dahulu menyanyikan lirik “Domine Deus. . . ” (Allah Bapa. . .)
dan disusul oleh Soprano yang menyanyikan lirik “Domine “Filli unigenite, Jesu
Christe altissime” (Oh Putra Tunggal, Tuhan Yesus Kristus yang maha tinggi). Hal
ini membuktikan bahwa Yesus merupakan pribadi kedua dalam ketritunggalan Allah
sekaligus menggambarkan hubungan yang indah antara hubungan Allah Bapa dan
Putra.200
Gambar 13 Contoh bar 17 dimana Tenor (digambarkan sebagai Allah Bapa) dan
Soprano (digambarkan sebagai Allah Putra). Sumber: Maclay, “Bach,” 16.
Dalam bagian ini Bach membentuk lagu ini dalam bentuk da capo (A-B-A).
Bagian A menceritakan tentang keindahan dari kesatuan Bapa dan Kristus, hal ini
198
Butt, Bach, Mass in B Minor, 48.
199
Spitta, Johann Sebastian Bach, 37, 64.
200
Maclay, “Bach,” 16.
88
digambarkan dalam tonalitas mayor dan gaya penulisan ritme Lombard yang sangat
penderitaan Yesus Kristus (dalam liriknya tertulis: Domine Deus, Agnus Dei, Fillius
Patris atau Oh Allah, sang anak domba Bapa) digambarkan dalam tonalitas minor dan
suasana sedih. Bach membuat lagu ini (dan Qui Tollis) menjadi pusat dari gerakan
Gloria yang menceritakan Yesus mati disalibkan. Bagian ini juga menjadi bagian
Lagu Qui Tollis Peccata Mundi merupakan lanjutan dari lagu Domine Deus.
Lagu ini juga menjadi pusat dari gerakan Gloria. Bagian ini merupakan
pengembangan dari teks Qui Tollis Peccata Mundi yang diadaptasi dari Yohanes 1:29
“Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.” Bach mengembangkan
lagunya dengan mengadaptasi kantata Schauet doch und sheet, ob irgend, ein Schmerz
sei (BWV 46). Kantata ini ditulis pada tanggal 1 Agustus 1723. Kantata ini
lagu ini dalam suasana sedih. Dia menggunakan akor dissonan, seperti diminish 4th,
pada bagian paduan suara untuk menggambarkan betapa pedihnya dosa-dosa manusia.
Pada bagian viola, Bach menggunakan motif ratapan (sighing). 202 Uniknya dalam
kantata no. 46 ini awalnya ditulis dalam tonalitas D minor kemudian diganti kembali
dalam kepentingan lagu Qui Tollis ini dalam tonalitas B minor. Menurut Butt, Bach
seolah ingin mengatakan bahwa apa yang menjadi penyakit dosa manusia
201
Gardiner, Bach, 494; Butt, Bach, Mass in B Minor, 10.
202
Butt, Bach, Mass in B Minor, 48–9; Gardiner, Bach, 495. Pada bagian lain, Bach
menggunakan teks alkitab yang sama untuk menggambarkan pembukaan lagu dari John Passion yang
berjudul “Herr!” atau Tuhan!
89
(digambarkan dalam D minor) telah dilimpahkan dalam penderitaan Yesus Kristus.
hubungan dengan Matius 11:17. Sementara dua instrumen flute ingin menunjukkan
mendalam. Oleh sebab itu, Allah yang ikut merasakan penderitaan manusia tersebut
rela mati melalui pengorbanan Yesus Kristus sehingga manusia beroleh sukacita yang
kekal.203
Gambar 14 Contoh motif sighing pada bagian viola dan flute yang saling bersahutan
yang menggambarkan penderitaan manusia juga merupakan penderitaan Kristus pula.
Sumber: Maclay, “Bach,” 14.
Lagu Qui sedes ini memiliki banyak bukti bahwa Bach melakukan
menurut teologi Lutheran-nya. Dalam penulisan lirik Qui sedes, Bach menggunakan
format liturgi Lutheran dalam bahasa Latin atau Formula Missae. Dalam liturgi
Roma Katolik, lirik lagu Qui sedes ad dexteram Patris ini awalnya ditambahkan kata
203
Butt, Bach, Mass in B Minor, 49; Hofreiter, “Bach and the Divine Service,” 229.
90
“Dei” setelah kata “Patris.” Penghilangan kata “Dei” ini diikuti oleh Bach sesuai
dengan format liturgi Formula Missae. Hal ini digunakan oleh Bach sebagai upaya
penginjilan kepada umat Katolik sekalipun keberadaan kata “Allah” tidak membuat
perbedaan teologi secara signifikan. Melihat konteks pada zaman tersebut di mana
banyak komposer yang ingin merebut hati penonton Katolik Dresden, Bach juga
Sedes juga menggunakan gaya penulisan Prancis. Hal ini dilakukan oleh Bach untuk
manusia. Bach menggambarkan keagungan dan keserasian Allah Bapa dan Putra
(yang duduk disamping kanan Allah Bapa) dengan mengkolaborasikan melodi oboe
d’amore dan solo alto (bar 18-21) layaknya lagu Domine Deus.206 Sebaliknya, Bach
dengan melodi yang sedih dan dimainkan pada range nada bawah. Bach juga
menuliskan tempo Adagio pada bar 73-74 tepatnya pada kata “nobis” untuk
memperlambat tempo. Melodi pada kata nobis (pada kata “misere nobis” atau “Have
204
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 66. Yo juga melihat bahwa
Bach menghilangkan huruf vokal ‘e’ pada kata “dextram” yang seharusnya tertulis “dexteram” pada
lirik Qui sedes dalam liturgi Formula Missae. Hingga saat ini tidak diketahui mengapa Bach
menghilangkan huruf vokal ‘e’ pada kata “dexteram”, Yo hanya memberi tanggapan bahwa Bach
berusaha untuk memasukan lirik lagu Qui sedes ke dalam melodi lagunya saja.
205
Ibid., 70. Quants merupakan seorang pemain alat tiup Perancis yang menetap di Dresden.
Quantz juga merupakan seorang pemain alat tiup yang terkenal di kota Dresden pada waktu itu.
206
Lih. penjelasan Domine Deus
91
mercy on us”) juga dibuat menurun oleh Bach untuk menunjukan keberdosaan
manusia.207
Gambar 16 Tanda Adagio dan bentuk melodi yang menurun dalam kata Nobis atau
kita untuk menggambarkan keberdosaan manusia. Sumber: Maclay, “Bach,” 18.
Quoniam dan Cum Sancto Spiritu merupakan dua lagu terakhir yang
keagungan Allah tritunggal. Kedua lagu ini merupakan bentuk foreshadow dari lagu
Gloria di mana lagu Gloria juga merupakan lagu pengagungan kepada Allah dan
kehadiran Mesias di bumi.208 Bach telah menyiapkan dua lagu ini menjadi sebuah
paket penutup bagi para pendengar karya Mass in B minor dengan memberikan corta
atau motif ritme yang sama antara bassoon Qui tolis dengan melodi paduan suara
208
Butt, Bach, Mass in B Minor, 93.
92
Gambar 17 Motif ritme corta antara ritme bassoon Quoaniam dan ritme Soprano 2
Cum Sancto Spiritu yang dicetuskan oleh J.G. Walther. Sumber: Butt, Bach, Mass in
B minor, 93.
Gambar 18 Gabungan ritme antara Quoaniam dan Cum Santo Spiritu. Sumber: Butt,
Bach, Mass in B minor, 86.
yang berbeda dari lagu lainnya. Dalam liturgi Misa Lutheran (Formula Missae)
mengambil teks Alkitab dari 2 Raja-raja 19:19, Mazmur 83:19, Wahyu 15:3-4.
sementara dalam Perjanjian Baru menceritakan keagungan Kristus yang telah mati
dan menebus dosa manusia digambarkan dengan kombinasi solo aria Bass dan Horn
yang diiringi oleh dua Bassoon. Uniknya, Bach membuka lagu ini dengan urutan
Gambar 19 Melodi simetris Horn pada pembukaan lagu Quoniam. Sumber: Maclay,
“Bach,” 19.
93
Lagu ini sengaja didominasi oleh instrumen dengan nada range rendah karena
secara teologis Bach menggunakan nada rendah untuk menjelaskan bahwa manusia
perlu merendahkan dirinya sehingga Allah layak menerima puji-pujian manusia. Hal
ini juga telah dilakukan oleh Bach ketika dia menggambarkan suara Yesus dengan
nada rendah pada karya The Passion-nya. Bach juga menyusun lagu ini dengan
mengadaptasi irama Polonaise atau irama tarian kerajaan Polandia yang mendominasi
lingkungan kerajaan Polandia di kota Dresden. Hal ini dilakukan oleh Bach dalam
rangka untuk memperkenalkan Kristus sebagai seorang Raja di atas segala raja.210
Lagu Cum Sancto Spiritu merupakan sebuah pujian kepada Allah Roh Kudus
sekaligus menjadi pernyataan iman dimana Roh Allah yang memberi kehidupan (life)
kepada manusia. Hal ini digambarkan oleh Bach dengan mengadaptasi irama dansa
corybantic. Bach menggunakan kelima bagian paduan suara dan orchestra untuk
memberikan efek kemegahan dalam rangka memuji Allah Roh Kudus dengan
memberi nada semiquaver dan tempo vivace (lively) atau tempo cepat untuk
menghidupkan suasana musik tersebut. Bach menggunakan irama tarian ini untuk
menggambarkan kebebasan Roh Kudus yang memiliki entitas yang tidak terikat pada
sebuah benda maupun ruang dan waktu. Bach menggunakan penggambaran demikian
zaman pencerahan.211
Adapun bentuk lagu yang ditulis oleh Bach memberntuk struktur A-B-A-B
• Intro (bar 1-36)
• A: berisi kumpulan tema fugue dari masing-masing suara. Uniknya, Bach
tidak
melakukan doubling fugue pada orchestra (bar 37-64)
210
Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-Minor Mass, 80–2. (lihat penjelasan
sebelumnya mengenai sejarah dan konteks penulisan Mass in B minor)
211
Pelikan, Bach among the Theologians, 54; Gardiner, Bach, 498.
94
• B: interlude orchestra. Pada bagian ini akan terdengar perkebangan volume
dari instrumen terompet (bar 65-80)
• A: pengulangan tema fugue. Uniknya, Bach menggunakan doubling paduan
suara pada orkestra (bar 80-111)
• B: vocal-instrumental coda dan diakhiri suara kembang api pada instrumen
terompet dengan menggunakan nada triplet (bar 112-akhir)
Pada akhir lagu ini, Bach menutup dengan suara kembang api sekaligus menjadi
3. Credo
Credo atau biasa yang disebut Symbolum Nicenum merupakan gerakan ketiga
dari karya Mass in B minor. Credo merupakan bagian liturgi gereja Protestan maupun
Katolik. Hal ini yang memengaruhinya untuk membuat sebuah katekisasi kecil
teologi Lutheran dan disajikan dengan kemasan liturgi Lutheran dalam bahasa Latin
(Formula Missae). Penggunaan bahasa Latin ini juga dilakukan oleh Bach dengan
tujuan untuk memfasilitasi umat Katolik agar dapat memuji Tuhan karena mereka
telah terbiasa menggunakan bahasa Latin dalam ibadah mereka. Hal ini juga sejalan
dengan pemikiran Luther ketika merancang liturgi ibadah Lutheran dengan bahasa
Latin bukan untuk memasukan unsur Katolik di dalamnya tetapi untuk memfasilitasi
umat Katolik menyembah Allah dengan dasar pemahaman tentang Allah yang
benar.213 Gerakan ini membentuk sebuah format simetris yang berujung pada kisah
Kristus, tepatnya pada kisah kematian-nya di atas kayu salib. Selain itu, Bach
membuka gerakan ini dengan menggunakan gaya penulisan tradisional atau stile
antico dan menutupnya dengan gaya modern. Hal ini meyakinkan peneliti maupun
95
pendengar bahwa susunan lagu ini berpusat pada pengorbanan Yesus di atas kayu
salib. Selain itu, Bach meyakinkan dirinya maupun pendengar bahwa iman
kekristenan akan terus menerus ada dengan kehadiran Allah Bapa sebagai Sang
Pencipta dan Allah Roh Kudus sebagai Pribadi yang menyertai manusia (diwakili
oleh lagu Et in unum Deum dan Et in Spiritum sanctum) dengan menyajikan gaya
tradisional atau stile antico dengan gaya modern pada zaman itu seperti galant
style.214
Gambar 20 Struktur bagan simetris dalam gerakan Symbolum Nicenum atau Credo.
Sumber Maclay, “Bach,” 5.
Bach membuka pengakuan imannya dengan menggunakan statement awal
“Aku percaya kepada satu Allah.” Bach menggunakan beberapa gaya tradisional atau
stile antico seperti memberi melodi cantus firmus yang diambil lagu dari salah satu
koleksi daras milik St. Gregorian.215 Kedua, Bach menuliskan melodi daras tersebut
dalam mode mixolydian. Ketiga, melodi daras dinyanyikan pertama kali oleh
214
Butt, Bach, Mass in B Minor, 94–95. Credo atau pengakauan iman rasuli ini mulai
ditambahkan ke dalam bagian liturgi gereja sejak abad ke-11 Masehi.
215
Ibid., 81.
96
penyanyi tenor atau dalam bahasa latin tenere.216 Penggunaan tenor atau tenere ini
juga merupakan bagian yang sering digunakan oleh komposer pada zaman Kegelapan
atau Mid-ages. Bach juga menambahkan penulisan Bass line yang layaknya walking
bass yang terkenal pada zaman Baroque.217 Kombinasi elemen-elemen stile antico
maupun elemen gaya modern ini menyatakan bahwa pekerjaan Allah bagi iman
kekristenan tidak dapat dibatasi oleh waktu baik dari masa lalu hingga masa
sekarang.218
Gambar 21 Melodi tema Credo in unum Deum yang dinyanyikan oleh penyanyi tenor
pada bagian awal lagu. Sumber: Maclay, “Bach,” 21.
Lagu Credo in unum Deum dan lagu Patrem Omnipotent merupakan satu
kesatuan kesatuan. Lagu Credo in unum Deum ini diawali dalam tonalitas D mayor
dan diakhiri dengan half cadence. Uniknya, Bach menghentikan lagu ini dengan half
cadence untuk memberi isyarat bahwa lagu ini belum selesai. Selanjutnya, lagu
akor terakhir dalam lagu Credo in unum Deum sebagai simbol dari pergerakan
perjalanan iman yang akan terus disertai oleh Allah. Patrem Omnipotent juga
Galant yang terkenal pada penulisan lagu pada zaman akhir musik Baroque. Hal ini
dilakukan oleh Bach untuk menggambarkan pergerakan iman kekristenan yang mulai
216
Tenere sangat identik dengan istilah awal mula penemuan Musik Barat hingga zaman
Renaissance. Tenere dalam bahasa Latin artinya penyanyi yang menyanyikan nada yang panjang.
217
Maclay, “Bach,” 21. Penulisan walking bass ini dipopulerkan pada tahun 1730-an oleh
komposer-komposer dari Franco-Flemisch School-Italia.
218
Butt, Bach, Mass in B Minor, 95.
97
bergerak dari masa lalu menuju arah modern sesuai dengan tema tujuan awal gerakan
Credo dibuat.219
BWV 171 yang dinyanyikan oleh bagian Bass sementara bagian soprano, alto, dan
tenor mengiringi dengan genre galant-nya. Bach menggunakan melodi Bass yang
diambil dari melodi pembuka kantata BWV 171 yang mengadaptasi Mazmur 48:11.
Dalam bahasa Jerman tertulis: “Gott, wie dein Name, so ist auch dein Ruhm bis an der
Welt Ende” atau “God, as your name is, so also your praise is to the ends of the
world.” Hal ini ingin disampaikan oleh Bach untuk memperdalam makna dari lirik
Patrem Omnipotent, yaitu Allah yang berkuasa baik di bumi maupun di surga
Layaknya Christe Eleison atau Domine Deus, lagu Et in unum Deum juga
menceritakan Yesus sebagai pribadi kedua dari Allah tritunggal. Bach menggunakan
dua penafsiran mengapa Bach menggunakan baik duet soprano dan alto maupun
violin dan oboe. Bagi Maclay, Bach ingin menjelaskan konsep ketritunggalan Allah
secara sederhana melalui kolaborasi melodi solo violin dan oboe. Allah Bapa
digambarkan dengan melodi detached atau tegas sementara Allah Putra digambarkan
221
Ibid., 23.
98
Gambar 22 Motif melodi detached yang mewakili Allah dan melodi sighing yang
mewakili Yesus pada lagu Et in unum Deum. Sumber: Maclay, “Bach,” 22.
Akan tetapi bagi Butt, memandang bahwa ekspresi dua suara ini
menggambarkan dua pribadi yang terdapat dalam pribadi Yesus. Hal ini ditandai
dengan kombinasi figur motif Keilahian Yesus dengan melodi detached dan tegas
sementara motif kemanusiaan Yesus digambarkan dengan motif melodi sighing. Butt
juga meyakinkan penafsiran ini karena pada bar 15-16 penyanyi Soprano
menyanyikan kata “Jesum” dengan nada tinggi A untuk menunjukan keilahian Yesus
yang berasal dari tempat yang tinggi.222 Sekalipun berbeda tetapi kemungkinan besar
Bach mengartikulasikan dua melodi yang berbentuk imitatif dalam lagu et in unum
untuk mengkonsepkan Kristus sebagai Pribadi Kedua dan Pribadi yang lain dari
Pribadi Bapa.223 Selain itu, Bach juga menggambarkan melodi menurun setelah duet
soprano-alto menyanyikan kata “descendit de coelis” atau turun dari surga (bar 59-60,
73-4). Hal ini juga menjadi alusi untuk lagu selanjutnya (Et Incarnatus est), di mana
222
Butt, Bach, Mass in B Minor, 85.
223
Spitta, Johann Sebastian Bach, 52.
99
terdapat motif melodi menurun juga pada kata “et homo factus” (bar 48-49).224
Gambar 23 melodi violin pada violin dan viola (bar 73-4 ) merupakan alusi dari lagu
selanjutnya yaitu Et incarnatus est. Sumber: Bach, Mass in B minor, BWV 232
(Messe in h-Moll), 193-4.
Lagu Et incarnatus menjadi pembuka dari simetri pusat dari urutan gerakan
Credo (lihat bagan gerakan Credo). Lagu ini telah dihantar sebelumnya dengan
melodi alusi pada lagu Et unum Deum di mana menceritakan Kristus sebagai pribadi
Allah dan manusia ini turun dari sorga ke dalam dunia yang penuh dosa (yang diulang
kembali pada bar 42-44). Lagu Et incarnatus ini dibuka dengan nada dasar awal yaitu
B minor dan menjadi alusi dari keberdosaan manusia (lihat gerakan Kyrie). Lagu ini
dibuka dengan suasana ratapan dengan akor disonan dan tempo yang sangat lambat
untuk menghasilkan sebuah kesan amat menyedihkan.225 Selain itu, penulisan melodi
pada violin membentuk sebuah figure yang menyerupai huruf X yang identik dengan
224
Butt, Bach, Mass in B Minor, 52–3, 85.
225
Gaya penulisan Bach pada lagu ini sangat dipengaruhi oleh gaya penulisan Neapolitan.
Bandingkan dengan lagu “Et in terra pax” karya Gloria milik Vivaldi (RV 589)
100
simbol salib.226 Motif melodi menanjak dari (pada bar 45-8 lihat melodi bass-viola-
violin) di tengah motif melodi menurun akibat ekspresi turunnya Yesus ke dunia.
Maclay menafsirkan bahwa figur melodi ini menandakan pendakian Yesus menuju
bukit Golgota. Dari semua bagian ini dilakukan oleh Bach dalam rangka untuk
memperdalam narasi inkarnasi Yesus, dimana Dia tidak hanya menjadi serupa dengan
manusia tetapi direndahkan hingga memikul kayu salib menuju bukit Golgota.227
Gambar 24 Motif salib pada intro lagu Et incarnatus est. Sumber: Maclay, “Bach,”
24.
Lagu Crucifixus merupakan lagu pusat dari bagan kiastik simetris dari seluruh
gerakan Credo. Hal ini juga merupakan sebuah bentuk ekspresi teologi salib dari
Luther di mana wahyu Allah yang tertinggi terdapat dalam salib Kristus.228 Lagu ini
226
Huruf X atau chi dalam bahasa Latin sering dihubungkan dengan nama Kristus.
101
Klagen, Sorgen, Zagen” (BWV 12) yang berarti “Weeping, lamentation, worry,
despair, anguish and trouble are the Christian’s bread of tears, that bear the marks of
Jesus” yang menceritakan penyaliban Yesus dari perspektif manusia berdosa.229 Bach
penulisan berbentuk passacaglia atau pengulangan motif melodi beberapa kali pada
penyanyi. Bach juga menggunakan gerakan melodi paduan suara terdapat gerakan
kromatik yang canggung atau yang disebut saltus duriusculus atau gerakan melodi
pengulangan nada Bach menambahkan motif nada kromatis yang sama terus menerus
dengan pola menurun atau biasa disebut passus duriusculus pada bagian continuo
chaconne. Uniknya, pergantian nada kromatis oleh Bach bukan pada ketukan
pertama sebagai ketukan berat tetapi ketukan kedua untuk memberikan gambaran
bahwa Yesus disalib pada urutan kedua dari ketiga orang yang disalibkan pada waktu
itu (ketukan berat lagu ini berada ketuka pertama saja karena time signature lagu ini
adalah 3/2). Dalam akhir lagu ini, Bach membuat bagian akhir dengan memberikan
bagian tambahan yang menurun hingga berhenti dalam posisi akor G mayor. Menurut
Butt, Bach seolah ingin menggambarkan Yesus ke dalam tempat yang paling rendah
dalam peristiwa penyaliban tersebut. Bukan hanya itu, Butt juga berpendapat bahwa
229
Kemungkinan besar Bach terinspirasi oleh karya aria Vivaldi yang berjudul “Piango, gemo
sospiro e peno” (RV 675) yang berarti I weep, moan, sigh and suffer menceritakan penderitaan Yesus
dari perspektif Yesus sendiri.
230
Saltus duriusculus ini digunakan dari zaman baroque dan bertentangan dengan cara
penulisan melodi pada zaman Reinasance
102
akor G mayor merupakan jembatan untuk mengkontraskan lagu Crucifixus yang sedih
Gambar 26 Pergantian nada pada melodi Continuo yang terletak pada ketuka kedua
untuk menggambarkan bahwa Yesus disalib pada urutan kedua dari ketiga orang yang
disalib pada saat itu. Sumber: Maclay, “Bach,” 25.
Yesus dalam liturgi Credo atau pengakuan iman Rasuli. Pada bagian ini, untuk
bersama-sama dari pembukaan hingga akhir lagu. Bach menggunakan ketebalan dari
instrumen bass (continuo) untuk menunjukkan pengakuan iman bahwa Yesus telah
bangkit dan akan datang kedua kalinya. Lagu yang ditulis dalam nada dasar D mayor
ini juga mengandung nuansa tarian Courante, dan Polonaise di mana courante
tarian kerajaan. Dalam hal ini, Bach ingin menyampaikan suasana sukacita karena
seorang Raja yang telah direndahkan hingga mati diatas kayu salib telah bangkit.
Tidak hanya itu, Bach juga berusaha menggambarkan para murid mulai
Butt, Bach, Mass in B Minor, 54, 72 ,85; Maclay, “Bach,” 25; Wolff, Johann Sebastian
231
Bach, 440–441.
103
pengembangan nada di tiap suara (lihat tema fugue pada bar 10-4) hingga soprano
Gambar 27 Pengembangan nada di tiap suara pada fugue Et Resurrexit dan nada
kedua tertinggi pada karya Mass in B minor. Sumber: Maclay, “Bach,” 26.
pengakuan iman rasuli mengenai Roh Kudus. Dalam pernyataan sebagai seorang
Kristen juga mengakui akan keberadaan Allah Roh Kudus sebagai pribadi ketiga dari
ketritunggalan Allah. Bach menggunakan solo aria yang mewakili Allah Roh Kudus
dan diiringi dua Oboe yang mewakili Pribadi Bapa dan Putra. Hal ini dilakukan oleh
Bach sebagai bentuk pengakuan akan keberadaan Roh Kudus. Bach membuat
kombinasi kedua oboe dan solo bass sehingga membuat lagu ini memiliki sifat
menjelaskan bahwa Roh Kudus adalah Pribadi yang membawa damai sejahtera
Hofreiter, “Bach and the Divine Service,” 241; Spitta, Johann Sebastian Bach, 58; Maclay,
232
“Bach,” 26; Butt, Bach, Mass in B Minor, 55, 72. Menurut Butt, karya ini kemungkinan besar
merupakan karya gubahan ulang Bach dari karya concerto Bach. Akan tetapi karya ini menghilang
sehingga para ahli hanya memberi nama karya yang hilang ini menjadi BWV Anh. 9. Hal ini diyakini
oleh Butt karena karya ini tidak dimulai dengan bagian intro. Butt juga meyakini bahwa Bach
mengerjakan bagian paduan suara di bagian akhir. Selain itu, pada bar 60-2, pada bagian suara Alto
diyakini sebagai bagian yang awalnya diberi lirik “Augustus” yang merujuk pada kantata persembahan
kepada Raja August I.
Menurut Butt, Bach, Mass in B minor, 55. Menurut Butt, karya ini kemungkinan besar merupakan
karya gubahan ulang Bach dari karya concerto Bach. Akan tetapi karya ini menghilang sehingga para
ahli hanya memberi nama karya yang hilang ini menjadi BWV Anh. 9. Hal ini diyakini oleh Butt
karena karya ini tidak dimulai dengan bagian intro. Butt juga meyakini bahwa Bach mengerjakan
bagian paduan suara di bagian akhir. Selain itu, pada bar 60-2, pada bagian suara Alto diyakini sebagai
104
Lagu Confiteor merupakan lanjutan dari tema utama Credo yang menceritakan
bahwa Allah menyertai perjalanan iman umat Kristen dari zaman dahulu hingga saat
ini. Bach membawa narasi karya ini bahwa manusia tidak hanya “percaya” akan
Allah saja (Credo) melainkan juga “mengakui” Allah secara personal (Confiteor).
Maka dari itu, Bach membuat lagu ini dengan gaya tradisional atau stile antico
sekaligus membuat posisi lagu ini parallel dengan dua lagu di awal gerakan ini (Credo
in Unum dan Patrem Omnipotent). Dalam hal ini, Bach membuat 2 tema cantus
firmus yang diambil dari Vopelius Hymnbook. Tema pertama terdapat pada lirik
Confiteor in Unum Baptisma dan tema kedua terdapat pada lirik in remisionem
peccatorum. Uniknya kedua tema ini dikombinasikan oleh Bach dalam fugue-nya
yang mengartikan bahwa orang-orang yang percaya kepada satu baptisan, dosanya
akan dihapuskan.234
Gambar 28 Kedua tema awal fugue lagu Confiteor. Sumber: Maclay, “Bach,” 27.
Bach juga menggunakan melodi daras dari St. Gregorian pada bar ke 73 yang
dinyanyikan oleh Alto dan Bass secara bergantian. Melodi ini juga dinyanyikan oleh
penyanyi tenor pada bar 92. Bagi Spitta melihat bahwa setiap umat Kristen-mulai
dari umat Kristen mula-mula hingga saat ini-akan selalu hidup dalam penderitaan,
bagian yang awalnya diberi lirik “Augustus” yang merujuk pada kantata persembahan kepada Raja
August I.
234
Donald Francis Tovey, Essays in Musical Analysis. (London: Oxford University Press,
1935), 43; Bilodeau, “Johann Sebastian Bach&Symbolum Nicenum,” 10.
105
tetapi hal tersebut akan menuntun seseorang menuju kepada Allah yang sempurna
Gambar 29 Melodi daras St. Gregorian pada lagu Confiteor. Sumber: ibid.
Penderitaan kepada umat Kristen juga menimpa kehidupan Bach pula. Oleh
karena itu, Bachpun mengekspresikan keraguan dalam mengikut Allah. Pada bar ke
121, Bach mengekspresikannya dengan harmoni yang abu-abu, tidak stabil dengan
merubah tonalitas menjadi E flat minor yang seharusnya dimulai dari D mayor.
Tonalitas ini mirip dengan tonalitas yang digunakan oleh Bach dalam karya St.
sabakhtani.” Tetapi pada akhirnya, Bach membalikan suasana pada bar 138-9 yaitu
ketika dia menuliskan B sharp atau C natural. Tanda sharp atau cross (#) dalam
zaman Baroque diasosiasikan dengan tanda salib. Dalam hal ini Bach dapat
Gambar 30 Penggunaan tanda sharp atau cross (#) dalam lagu Confiteor pada melodi
soprano (bar ke 139) diasosiasikan sebagai tanda salib pada zaman Baroque.
Sumber: Bach, Mass in B minor, BWV 232 (Messe in h-Moll), 247-8.
235
Spitta, Johann Sebastian Bach, 59.
106
Lagu Et Expecto merupakan lagu terakhir dalam gerakan Credo ini. Lagu ini
mengisahkan pengakuan iman umat Kristen yang tidak terlihat. Mereka meyakini
akan ada kebangkitan orang mati pada masa akhir zaman. Bach juga meneruskan
narasi Credo yang berangkat dari masa lalu dengan menggunakan gaya penulisan stile
antico dan diteruskan dengan stile moderno dengan menggunakan gaya tarian Bouree
dalam lagu ini. Stauffer melihat bahwa Bach mengajak banyak orang untuk
mengakui eksistensi kebangkitan tubuh orang mati (Bd. Surat Rasul Paulus mengenai
kantatanya yang berjudul “Jauchzet, ihr erfreuten Stimmen, steiget bis zum Himmel
‘nauf “ atau “Exult, you delighted voices, climb all the way to heaven!” (BWV 120).
Uniknya, Bach menggunakan motif menanjak dalam nada melismatik pada kata
“steiget bis zum Himmel” tepatnya pada kata “steiget” (bar ke 41). Bach mengulang
pola yang persis dalam instrumen flute pada lagu Et Expecto (bar ke 17-20). Bach
Gambar 31 nada melismatik pada kantata no.120 memiliki motif menanjak. Sumber:
Maclay, “Bach,” 29.
Gambar 32 Melodi Flute pada lagu Et Expecto (bar ke 17-20) memiliki motif yang
sama dengan nada melismatik dengan motif mellismatik pada kantata no.20. Sumber:
Ibid.
Stapert, My Only Comfort, 101; Maclay, “Bach,” 29; Bilodeau, “Johann Sebastian
237
107
Gambar 33 Solo timpani pada lagu Et expecto merupakan solo timpani pertama yang
jarang ditemui dalam karya-karya Baroque lainnya. Sumber: Bach, Mass in B minor,
BWV 232 (Messe in h-Moll), 252
4. Sanctus
dari sudut pandangan Yesaya 6:1-3. Karya Sanctus ini diambil ulang sebelumnya dari
dua karya pada tahun 1723 yang dibuat dalam tonal C mayor dan D mayor (BWV
237-8). Bach tidak ingin hanya membuat Sanctus terlihat sebagai gerakan yang
diiringi musik secara meriah saja, tetapi dia juga ingin agar gerakan Sanctus ini
menciptakan efek yang berbeda dari biasanya. Bach ingin menciptakan suasana
Sanctus diambil dari perkataan Yesaya ketika menerima penglihatan dari Allah (Yes.
kemuliaan Allah (ujung jubah-Nya) meliputi bait suci. Selain itu, terdapat Serafim
yang dengan keenam sayap untuk menutup diri dari kekudusan dan kemuliaan Allah
108
yang sedang memuji Tuhan. Dalam hal ini, Bach menekankan angka enam (6) yang
mewakili kemuliaan Allah sehingga dia memasang 6 suara (SSS-ATB) dalam paduan
suara dengan bentuk polifonik. Dalam bagian instrumen, Bach juga menggunakan 3
trumpet dan timpani, 3 oboe, 3 biola (2 violin dan 1 viola), dan basso continuo sebagai
bagian dari Bass. Lagu ini juga didominasi oleh ritme triplet untuk menekankan
angka 3. Selain itu, pola pergerakan melodi di bagian awal memberikan nada tinggi
lalu turun ke bawah dan naik secara perlahan dengan triplet. Secara keseluruhan lagu
ini dominasi oleh tempo 3/4, 3/8 dan ritme lagu triplet. Dalam hal ini, Bach berusaha
untuk menciptakan suasana kemuliaan Tuhan yang memenuhi bait suci (digambarkan
oleh continuo sebagai instrumen terendah karena kemuliaan Tuhan turun ke bait suci)
terdapat serafim yang memiliki enam sayap memuji Tuhan (digambarkan oleh paduan
Bach menutup karya ini dengan mengisi beberapa lagu terakhir sesuai dengan
urutan liturgi Lutheran dalam bahasa Latin (Formula Missae). Gardiner dan Spitta
memiliki pandangan bahwa lagu Sanctus menjadi satu bagian dengan gerakan
109
terakhir. Mereka melihat bahwa lagu Osanna, Benedictus dan Agnus Dei tidak dapat
dipisahkan dengan lagu Sanctus. Sanctus, Pleni sunt coeli, Osanna, Benedictus, dan
Agnus Dei merupakan kumpulan lagu dari gerakan terakhir Mass in B minor. Hal ini
dilihat dari sisi urutan liturgi Lutheran pada saat itu, di mana lagu Sanctus dan Agnus
Dei merupakan lagu wajib bagi para jemaat ketika pembagian komuni (perjamuan
kudus). Sementara Osanna dan Benedictus hanya merupakan bagian yang tidak wajib
memisahkan posisi lagu Sanctus dari gerakan terakhir. Hal ini dilihat pada bagan
gerakan terakhir (lih. gambar 3.33) di mana urutan lagu ini merupakan ekspresi dari
emosi dan pergumulan yang dihadapi oleh Bach. Terdapat lagu cepat dan diselingi
oleh lagu lambat di dalamnya. Hal ini menjadi gambaran kondisi iman Bach yang
terkadang kuat dan lemah. Akan tetapi, pola tersebut juga dapat menggambarkan
peranan Allah. Ketika dia merasa tidak mampu tetapi Allah selalu hadir dan
memampukannya atau dalam kondisi yang terasa jauh tetapi Allah sangat dekat
dengan Bach. Oleh karena itu, Bach menutup gerakan ini dengan ucapan syukur
kepada Allah. Hal itu dapat terlihat dari lagu terakhir dalam karya misa ini (Dona
Nobis Pacem) yang digubah ulang dari lagu sebelumnya yaitu Gratias Agimus Tibi.240
Lagu Osanna merupakan lagu pengagungan kepada Tuhan. Teks lagu ini
berbunyi, “Osanna in excelsis” yang berarti “Hosana di tempat yang maha tinggi.”
Bach mengadaptasi lagu Osanna ini dari gerakan pertama lagu kantatanya kepada
Raja August II (1734), berjudul “Preise dein Glücke, gesegnetes Sachsen, Weil Gott
den Thron deines Königs erhält” (BWV 215) atau “Praise your good fortune, blessed
239
Gardiner, Bach, 516; Butt, Bach, Mass in B Minor, 59–60.
110
Saxony, since God upholds the throne of your king.” 241 Bach menggubah ulang lagu
ini dengan menginterpretasi ulang lagu sebelumnya bukan hanya sebagai bentuk
pengagungan kepada raja, melainkan juga kepada Allah. Hal ini dilakukan oleh Bach
salah satunya dengan menggaungkan melodi dari kantata no. 215 kepada lagu Osanna
Gambar 34 Pengulangan tema melodi dari kantata no.25 kepada lagu Osanna dan
Sanctus. Sumber: Maclay, “Bach,” 31.
grouping pada tiap instrumen di mana terdapat tema kecil (mirip fugue) yang
dibunyikan oleh tiap instrumen di awal lagu. Continuo (bar 1), flute (bar 2), oboe (bar
3), violin (bar 4), trumpet (bar 5) menggambarkan perbedaan suasana dari setiap
daerah di bumi ini ketika memuji Tuhan. Bach juga membuat dua paduan suara
dalam lagu ini. Pada bar ke 15-42 paduan suara pertama memuji Tuhan dengan
penuh semangat sementara paduan suara kedua, berada dalam posisi diam, yang
artinya menyetujui pernyataan yang dinyanyikan oleh paduan suara pertama. Begitu
juga sebaliknya yang terjadi pada bar 38-62. Pada bar 63-80, suara Bass I, Alto I,
Tenor I, dan Soprano I menyanyikan nada melismatik dan pada bar selanjutnya
241
Butt, Bach, Mass in B minor, 57; Menurut Gardiner, Bach, 517 dan Daniel R. Melamed,
Listening to Bach: the Mass in B minor and Christmas oratorio (New York: Oxford University Press,
2018), 128, memandang bahwa lagu ini diambil dari karya kantata BWV Anh 1/11 yang telah
menghilang. Akan tetapi, Butt memandang bahwa Bach mengadaptasinya dari kantata sekulernya no.
215. Selain karya Mass in B Minor, kantata ini juga merupakan persembahan dari Bach kepada Raja
August II.
242
Khusus untuk lagu Sanctus, Bach mendengungkan melodi yang sama sebagai bentuk
penggaungan ulang tentang kebesaran Allah.
111
Soprano II, Tenor II, Alto II, Bass II menyanyikan pola melismatik yang sama.
Semua ini dilakukan oleh Bach dalam rangka untuk menciptakan suasana meriah
untuk mendukung teks lagu ini. Bach mengulang lagu ini kembali setelah lagu
“Benedictus.”243
Lagu Benedictus ini merupakan bagian liturgi yang dinyanyikan pada waktu
liturgi berkat. Teks lagu ini diambil dari Matius 21:9 ketika Yesus masuk ke dalam
kalimat berkat. Pada akhirnya, dalam perjalanan sejarah gereja umat Katolik
menggunakan kalimat tersebut menjadi sebuah pujian dalam bagian liturgi mereka.
Tetapi Bach melihat lagu ini dalam kondisi yang berbeda. Bach menggunakan akor,
dan tekstur melodi yang sedih dan sangat kontras dengan melodi yang menyedihkan.
Bahkan bagian solo tenor seperti bernyanyi tanpa iringan hingga diakhir lagu.
Bahkan Maclay memberikan komentar bahwa bagian tenor mengakhiri lagu ini
penderitaan Yesus di mana Dia menghilang ketika semua orang memuji Dia sebagai
Raja dalam minggu itu juga. Hal ini juga didukung dengan penemuan motif salib dan
tanda sharp (#)244 pada bagian flute, layaknya lagu Et incarnatus est yang juga
menggambarkan suasana penderitaan salib Yesus.245 Hal ini digambarkan oleh Bach
untuk memperdalam makna Benedictus bahwa berkat Allah tidak terasa baik saja
244
Tanda sharp atau kreuz dalam bahasa Jerman yang dapat diartikan salib juga
112
tetapi hal yang dirasa tidak baik juga merupakan bentuk berkat Allah. Tema utama
dalam gerakan ini salah satunya berbicara mengenai pergumulan iman Bach.
Gambar 35 Motif salib pada bagian flute dalam lagu Benedictus. Sumber: Maclay,
“Bach,” 32.
Lagu Agnus Dei merupakan lagu yang berisi tentang pujian kepada Allah
dalam metafora anak domba yang telah menghapus dosa dan permohonan
pengampunan dosa. Bach mengubah makna teks ini dengan menggubah kembali
kantata pada hari kenaikan Tuhan Yesus (BWV 11) yang berisi mengenai
permohonan untuk tinggal bersama Allah dalam perspektif seseorang yang sedang
dalam kondisi asmara. Bach mengubah melodi solo aria kantata no. 11 ke dalam
melodi violin. Dalam bar ke 3-4 terdapat motif-motif nada sighing dan permohonan
seperti pada motif dalam Kyrie I (lih. pembahasan Kyrie) sebagai bentuk permohonan
maaf kepada Allah. Dalam lagu ini, Bach terlihat lebih personal dalam
emosi ketakutan dirinya jika ditinggalkan oleh Allah karena dia dapat berbuat dosa
kembali. Lagu ini juga merupakan lagu terakhir yang memiliki bentuk ritornello
karena Bach hanya menggunakan solo aria alto, Contrabass, dan violin. Hal ini
membuat suasana terasa sedih dan sunyi. Pada akhirnya, Bach melihat bahwa kasih
Allah jauh lebih besar daripada dirinya, Allah telah menebus dosanya melalui
pengorbanan Yesus di kayu salib, bahkan Allah tidak pernah meninggalkan dirinya.
113
Hal ini terlihat dari motif salib pada instrumen violin di bar akhir dan tanda sharp
Gambar 36 melodi solo alto pada kantata no.11 yang digubah ulang oleh Bach
menjadi melodi violin. Sumber: Maclay, “Bach,” 33.
Gambar 37 motif melodi violin yang membentuk motif “permohonan” dan motif
sighing. Sumber: Maclay, “Bach,” 33.
Gambar 38 motif melodi salib dalam lagu Agnus Dei yang terdapat pada instrumen
violin. Sumber: Ibid.
Lagu Donna nobis Pacem merupakan lagu terakhir dalam gerakan ini
sekaligus lagu penutup dari karya Mass in B minor. Lagu ini diakhiri oleh Bach
dengan mengambil karya dari Gratias agimus Tibi dari album The Missa beberapa
Memang para peneliti menilai bahwa Bach terlalu memaksakan musik dari Gratias
untuk disesuaikan dengan lirik Dona Nobis Pacem. Bach harus mengulang kata
“pacem” tiga kali kali dan mengulang lirik tersebut beberapa kali untuk menyesuaikan
246
Hofreiter, “Bach and the Divine Service,” 243; Butt, Bach, Mass in B Minor, 58; Gardiner,
Bach, 518; Maclay, “Bach,” 33. Bach dengan sengaja memperlihatkan tanda sharp kepada penonton
dengan memberi fermata pada bar ke 34.
114
lirik lagu dengan musiknya. 247 Namun, Hofreiter menganggap bahwa lagu ini tidak
dapat dipisahkan dari gerakan Gloria karena lagu ini diambil dari lagu Gratias yang
merupakan lagu dari gerakan Gloria. Oleh sebab itu, Hofreiter melihat bahwa Bach
menghubungkan tema lagu Don Nobis Pacem yang berarti “Grant us peace” dengan
tema kehadiran Yesus dalam dunia (tema awal dari gerakan Gloria yang diambil dari
Lukas 2:14). Bach melihat bahwa Allah telah memberikan damai sejahtera kepada
diri manusia dengan menghadirkan Yesus ke dalam dunia bahkan mati sebagai
Gratias sebagai bentuk ucapan syukur atas anugerah damai sejahtera yang telah
diberikan oleh Allah melalui pengorbanan Yesus di atas kayu salib. Interpretasi
dalam karya ini tidak jauh berbeda dengan lagu Gratias. Pada bar ke 15 melodi
soprano mulai naik ke range atas. Suara trumpet juga mengiringi suara soprano pada
bar ke 27. Sementara itu terjadi pelebaran suara di mana melodi bagian Bass turun
pada bar ke 35. Uniknya, terdapat suara timpani yang mengiringi suara Bass. Dalam
bagian akhir, Bach melebarkan tekstur masing-masing suara untuk menciptakan efek
kemegahan sebagai bentuk ucapan syukur yang terbesar dari Bach kepada Allah.248
247
Wolff, Johann Sebastian Bach, 441; Tomita, Leaver, and Smaczny, Exploring Bach’s B-
Minor Mass, 138–40. Menurut Yo, Bach telah menyiapkan 18 baris untuk menuliskan lagu ini awalnya
sebelum terpikirkan untuk menggubah ulang lagu “Gratias”. Hal ini terlihat dari naskah aslinya di
mana masih terdapat sisa baris-baris dari penulisan lagu “Dona Nobis Pacem”
248
Hofreiter, “Bach and the Divine Service,” 245–248; Maclay, “Bach,” 34. Hofreiter
melanjutkan bahwa Bach memiliki dasar pemikiran dimana manusia ditebus dari dosa. Penebusan
tersebut dapat dilihat dan dikenang dalam sakramen ekaristi atau perjamuan kudus. Hal ini sangat
berhubungan dengan liturgi Dona nobis pacem dimana liturgi ini merupakan bagian dari perjamuan
kudus dalam ibadah Lutheran (Formula Missae).
115
Kesimpulan
dapat tercipta kesan dramatis layaknya Mozart maupun Haydn dari zaman klasik. Hal
ini dapat terlihat di mana Bach menggunakan seluruh elemen musik (seperti elemen
harmoni atau akor, elemen bentuk, elemen gerakan melodi, maupun penggunaan gaya
tradisional dan gaya budaya-budaya sekitar) untuk mendukung pesan teologi yang
ingin disampaikan oleh Bach. Dalam karya ini juga terlihat testimoni Bach di akhir
hidupnya dalam menjalani panggilan-nya selama mengikut Kristus. Hal ini terlihat
bagaimana Bach menggubah ulang semua hampir seluruh lagu dalam karya Mass in B
minor. Karya gubahan ulang Bach terlihat dari perjalanan awalnya meniti menjadi
seorang pelayan musik di gereja hingga menjadi kepala musik gereja. Hal ini
dilakukan oleh Bach untuk memperdalam makna setiap lagu bahkan memberi
Jika melihat keseluruhan dari penulisan Bach pada karya Mass in B minor ini,
dapat disimpulkan bahwa Bach bukan hanya seseorang yang memiliki kesetiaan pada
juga merupakan seseorang yang bergumul dengan teologi yang dipelajarinya. Dalam
beberapa momen, Bach tidak bertingkah layaknya orang saleh dalam membuat karya
Mass in B minor ini. Seperti yang telah dikatakan oleh Peter Williams di mana Bach
116
August bahwa kritik dari Schiebe yang telah merendahkan dirinya.249 Selain itu, Bach
juga berusaha memperjuangkan diri dan keluarganya agar lebih diperhatikan sebagai
seorang musikus dalam kota tersebut sehingga dia mempersembahkan banyak lagu,
salah satunya karya Mass in B minor kepada Raja August II. Akan tetapi seperti yang
dikatakan oleh Spitta bahwa Bach tidak kehilangan natur Lutheran-nya di tengah
situasi konflik dalam hidupnya. Bahkan, Bach dapat memberkati umat Katolik dalam
kota Dresden sehingga dapat mengenal Allah secara benar melalui musiknya. Bach
pun dapat mempersatukan umat Katolik dan Lutheran di kota Dresden. Selain itu,
dapat dilihat bahwa sekalipun Bach bergumul dengan dirinya, Allah tetap mecintainya
249
Williams, J. S. Bach - a Life in Music., 258. (lih. kritik Schiebe pada hal. 301)
117
BAB 4
PENUTUP
Nilai-Nilai Kehidupan Teologis J.S. Bach pada masa Penulisan Karya Mass in B
menuntun pendengar bertemu dengan Allah. Keindahan tersebut dapat dicapai jika
musik memiliki unsur firman Allah di dalamnya. Firman Allah tidak hanya berfungsi
sebagai atribut resmi dari Allah, tetapi firman Allah merupakan perkataan dari Allah
sendiri dalam diri manusia. Karya musik yang indah dalam kacamata kekristenan
merupakan kombinasi dari perkataan Allah sebagai ide dan keindahan musik sebagai
meditasi firman Allah dalam diri seseorang dan diekspresikan dalam bahasa musik.
Firman Allah dalam bentuk musik (baik berupa ide maupun keindahan) yang telah
juruselamat melalui kuasa Roh Kudus dalam hati manusia.250 Bach merupakan
seorang musisi (dan teolog) Lutheran. Bach hidup dalam budaya Lutheran sejak kecil
hingga dewasa. Hal itu membuat Bach sangat dekat dengan teologi Lutheran.
250
Viladesau, Theology and the Arts, 144–145.
118
Sebagai seorang Lutheran, tentu Bach juga sering berinteraksi dengan firman Tuhan.
Hal ini dapat ditemukan dari penemuan Alkitab versi Calov dari perpustakaan pribadi
makna firman Tuhan di dalamnya. Dalam lagu Gratias Agimus Tibi, Mass in B
Minor, Bach menggunakan lagu kantata Wir danken dir, Gott, wirr danken dir und
verkündigen deine Wunder atau We thank you, God, we thank you and tell of your
great deeds dari kantata no. 29. Lagu ini merupakan adaptasi dari Mazmur 75:2.
Selain itu, Bach juga mengombinasikan kata-kata tersebut dengan motif melodi
mendaki untuk dari satu bagian suara dan disusul oleh bagian suara lainnya untuk
menggambarkan pengucapan syukur kepada Tuhan (yang berada di atas) dari seorang
manusia dan disusul orang lain. Dalam bagian lain, Bach menggunakan kantata-
kantata sekulernya seperti kantata pengagungan kepada raja maupun kantata yang
bertemakan tentang cinta. Misalnya dalam lagu Osanna, Bach menggunakan lagu
dari kantata sekuler kepada Raja August II saat itu. Lagu ini merupakan bagian dari
kantata yang diberikan oleh Raja August beberapa tahun setelah Bach
Minor, Bach mengganti teks lagu sekuler ini menjadi lagu sakral untuk menjembatani
dan memberikan suasana khidmat kepada para pendengar dalam menyembah kepada
Tuhan layaknya menyembah kepada seorang raja, bahkan menyembah kepada Tuhan
yang adalah Raja di atas segala raja. Dalam hal ini, Bach ingin memperdalam makna
251
Calvin Stapert, My Only Comfort: Death, Deliverance, and Discipleship in the Music of
Bach (Grand Rapids: Eerdmans, 2000), 7, 11.
119
liturgi yang biasa dinyanyikan oleh para pendengar saat itu dari sudut pandang Injil
membagikan unsur firman dan unsur musik secara seimbang. Dalam pekabaran Injil,
menyatakan teologi di dalam sebuah seni sehingga pendengar dapat menemukan nilai
teologis di dalamnya. Beberapa karya musik gereja tidak mendasarkan karya musik
mereka dari sebuah narasi sehingga bentuk penyampaian tersebut dinilai terlalu
banyak varian. Akibatnya, pendengar tidak mengetahui pesan dari karya tersebut.254
layaknya Alkitab, di mana Alkitab merupakan sebuah hasil karya seni di mana
dalam Mazmur atau unsur chiastic dalam beberapa teks Alkitab. Sekalipun Alkitab
memiliki unsur seni di dalamnya tidak kehilangan unsur kebenaran seperti menegur,
membangun setiap lagu-lagunya dengan unsur kebenaran dan unsur seni di dalamnya.
Dalam lagu Benedictus karya Mass in B Minor, Bach memperdalam makna berkat
yang Tuhan berikan. Benedictus merupakan bagian liturgi yang berisi janji berkat
kepada jemaat. Liturgi ini mengambil perkataan umat Israel ketika menyambut Yesus
252
Lih. penjelasan bab 3
253
Viladesau, Theology and the Arts, 193.
254
Best and Kiple, Unceasing Worship, 154–155.
255
Ibid., 158.
120
yang masuk ke dalam kota Yerusalem (Mat. 23:39) dan kalimat ini paralel dengan
Mazmur 118:26 yang tertulis: “Diberkatilah Dia yang datang dalam nama Tuhan.”
Uniknya, Bach memperdalam makna berkat dengan kejadian Yesus akan disalibkan.
Bach menggunakan tonalitas minor untuk membawa suasana sedih. Bach juga
menggunakan motif melodi salib beserta lambang sharp atau kreuz yang berarti salib
dalam melodi flute di akhir bagian pertama. Hal ini dilakukan untuk meyakinkan
suasana salib dalam lagu ini. Dari bagian ini, Bach ingin mengajak pendengar untuk
menerima penderitaan sebagai bagian berkat dari Allah, layaknya Yesus yang tetap
Sebagai bagian dari makhluk ciptaan Allah, para pemusik gereja dipanggil
untuk hidup serupa dengan Allah (imago Dei) sehingga para pemusik dituntut untuk
menghasilkan karya seni yang memiliki standar layaknya Allah menciptakan manusia.
Harold M. Best menjelaskan dua kriteria Allah sebagai Pencipta (Creator) ketika
menciptakan manusia (sebagai karya seni-Nya). Kedua sifat ini adalah sifat
kreativitas dan kasih. Sebagai sang pencipta (creator), Allah memiliki kreativitas
dalam menciptakan manusia. Hal ini juga terlihat pada manusia yang diciptakan
serupa dengan gambar diri Allah (imago Dei) sehingga manusia dijuluki sebagai
ciptaan yang paling sempurna di antara ciptaan Allah yang lain. Begitu juga dengan
selanjutnya, ketika Allah menciptakan manusia dengan penuh kasih. Hal ini terlihat
pada penyataan kasih Allah di dalam perjalanan hidup manusia hingga rencana
keselamatan yang telah digenapi dalam diri Yesus Kristus. 257 Bach merupakan
musikus yang kreatif karena beliau memiliki ide-ide brilian dalam proses pembuatan
256
Lih. penjelasan bab 3
257
Best and Kiple, Unceasing Worship, 128–129.
121
karya Mass in B Minor. Bach berhasil menggubah ulang lagu-lagu tradisional, seperti
lagu daras St. Gregorian maupun lagu dari Palestrina, dengan mengombinasikan gaya
penulisan pada zaman Baroque, dapat dilihat pada penulisan lagu Kyrie II, dan Credo
in unum. Bach juga berhasil membuat lagu dengan irama kebudayaan lain seperti
Polandia maupun Italia. Dalam penulisan solo aria “Quoniam,” Bach sengaja
menggunakan irama Polonaise agar karya The Missa dapat diterima oleh Raja August
II. Dalam bagian lain Bach juga menggubah lagu “Quoniam” yang diambil dari
beberapa teks PL mengenai pengagungan kepada Allah. Bach dalam hal ini sengaja
mengambil lagu-lagu pengagungan kepada Tuhan dari lagu persembahan kepada raja
yang memiliki suasana hormat dengan memakai suasana lagu ini untuk mendukung
pergumulan saat itu akibat kritik dan pelaporan kepada Raja yang diberikan oleh
beberapa kritikus seperti Eerdman dan Schiebe membuat dirinya ditolak oleh pihak
kerajaan sehingga Bach tidak mendapatkan pekerjaannya kembali.259 Hal inilah yang
penulisan Neapolitan. Hal ini dapat dilihat sebagai salah satu titik terburuk dalam
penulisan karya Mass in B Minor di mana dia merasa marah karena karyanya tidak
dihargai sekaligus sebagai alat pembuktian diri bahwa dirinya merupakan musikus
yang baik. Dalam penulisan karya Agnus Dei dan Confiteor, Bach mencurahkan
setiap pengalaman buruk dan keraguan atas setiap dosa yang diperbuatnya setelah
menjadi pengikut Kristus seumur hidupnya. Namun dalam bagian lain, Bach juga
meyakinkan dirinya bahwa Allah mengasihinya melebihi kasihnya kepada Allah, hal
258
Lih. pernjelasan bab 3.
259
Untuk kritik Schiebe dapat dilihat di penjelasan bab 3 dan kritik Eerdman dapat dilihat pada
penjelasan bab 2.
122
ini diungkapkan dalam melalui pengorbanan Yesus diatas kayu salib yang ditulis
Kemuliaan Allah di dalam musik tersebut. Kemuliaan Allah muncul dari keindahan
perbuatan Allah terhadap manusia. Seseorang akan merasakan karya musik yang
indah dari sebuah testimoni orang mengenai perbuatan Allah terhadap manusia.
pengampunan dari Allah dalam bentuk pengorbanan Yesus di atas kayu salib.261
Dalam pembuatan karya musiknya, Bach terbiasa membuat simbol salib dalam setiap
penulisan karya-karyanya, Bach dapat menggunakan simbol # atau sharp atau kreuz
dalam bahasa Jerman yang dapat dikaitkan dengan simbol salib.262 Dalam karya
Mass in B Minor sendiri, Bach juga tidak lupa dengan peristiwa salib dan motif salib.
Dalam tiga dari empat gerakan karya Mass in B Minor, Bach menceritakan peristiwa
salib pada poros di setiap gerakan. Uniknya, Bach juga memberikan motif berbentuk
salib dalam lagu poros di setiap gerakan Mass in B minor. Hal ini dapat ditemukan
dalam gerakan Credo terdapat simbol salib dalam lagu Et in Unum Deum, dalam
gerakan Gloria Bach memberikan simbol salib dalam lagu Domine Deus. Dalam lagu
crucifixus dengan menggunakan kantata kematian Yesus dari lagu kantata no. 12
despair, anguish and trouble are the Christian’s bread of tears, that bear the marks of
Jesus” dalam lagu ini Bach menekankan setiap kata sifat dengan memberikan motif
260
Lih. penejlasan bab 3
261
Viladesau, Theology and the Arts, 147.
262
Lih. penejlasan bab 2
123
nada menurun untuk memberikan gambaran terendah dalam diri Yesus ketika Dia
disalibkan. Bach juga mengombinasikan melodi suara dengan melodi musik yang
menekankan ketukan kedua dari 3 ketukan sebagai perubahan nada melodi cello
disalibkan.263
Kesimpulan
Bach. Dalam karya inilah tersimpan sebagian besar potret kehidupan Bach dari awal
karier hingga akhir masa hidupnya. Dalam karya inilah terlihat kehidupan Bach
dalam proses mengenal dan mengikut Kristus hingga akhir hidupnya. Dalam karya
ini dapat terlihat bukti Bach merupakan seorang Lutheran sejati. Hal ini terlihat
ketika Bach menuliskan hampir seluruh karyanya yang berisi Injil dan teologi
Lutherannya pada karya musik pada awal kariernya hingga karya Mass in B Minor di
akhir hidupnya.
tidak dihargai (baik dari pemerintah hingga rakyat biasa), bahkan dikritik oleh banyak
orang (seperti kritik Schiebe kepada Bach yang menghina musik Bach yang terlalu
kolot atau kritik Eerdman kepada Bach karena memberikan musik yang sulit kepada
gaya penulisan Italia, Polandia, maupun stile antico, hal ini tidak murni hanya untuk
memfasilitasi pendengar pada saat itu saja melainkan terdapat motif sakit hati dan
263
Lih. penjelasan bab 3
124
pembuktian diri Bach atas pengajuan kritik yang diberikan kepadanya. Tetapi dari hal
tersebut dapat terlihat bahwa Bach merupakan seorang yang bergumul dengan dirinya
yang penuh ketidaksempurnaan. Dalam proses mengikut Allah, banyak tokoh Alkitab
yang jatuh bangun dalam dirinya, membuktikan bahwa kemuliaan Allah semakin
gereja untuk mempersembahkan dirinya bagi Allah, termasuk karya musiknya, secara
totalitas dengan menjunjung peran firman Tuhan sebagai bahan dasar dari karya
musiknya. Hal ini terlihat dari penggunaan firman Tuhan sebagai adaptasi dari teks
Saran
menghasilkan keindahan Ilahi di setiap karya musiknya. Keindahan ini didasari atas
pengenalan kepada Tuhan baik melalui firman Tuhan dan pengalaman hidup sebagai
bentuk respons dari pembacaan firman Tuhan. Diharapkan agar pemusik gereja
menghasilkan karya musik (baik dalam kondisi menampilkan sebuah lagu maupun
membuat sebuah lagu atau menggubah sebuah lagu). Selain itu, diharapkan agar
sebuah karya musik dihasilkan dari penyesuaian selera pendengar sehingga para
pendengar terutama jemaat gereja dapat merasakan keindahan seni dan firman Tuhan
125
Dalam bagian lainnya, peneliti menyarankan agar penelitian di dalam
bidang musik klasik terus ditingkatkan sehingga membawa sumbangsih besar bagi
perkembangan dalam dunia kesarjanaan musik. Penelitian ini sendiri masih memiliki
kekurangan baik dalam bidang teologi, musik, dan ibadah sehingga diharapkan agar
teman-teman pemusik gereja dapat melanjutkan penelitian ini untuk khususnya pada
bagian studi analisa di setiap bagian lagu untuk memperoleh makna-makna teologis
126
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Allen, Ronald Barclay, dan Gordon Borror. Worship: Rediscovering the Missing
Jewel. Eugene, OR: Wipf and Stock Publishers, 2000.
Ariès, Philippe. Western Attitudes toward Death: From the Middle Ages to the
Present. Baltimore: Johns Hopkins University Press, 1979.
Best, Harold M. Unceasing Worship: Biblical Perspectives on Worship and the Arts.
Downers Grove: InterVarsity Press, 2003.
Bilodeau, Tucker. “Johann Sebastian Bach & Symbolum Nicenum: A Catholic Text
with Lutheran Implications” (n.d.). Diakses 17 Mei 2019.
https://www.academia.edu/23594287/Johann_Sebastian_Bachs_Symbolum_N
icenum_A_Catholic_Text_with_Lutheran_Implications.
Butt, John. Bach, Mass in B Minor. Cambridge: Cambridge University Press, 1991.
Dürr, Alfred. The Cantatas of J.S. Bach: With Their Librettos in German-English
Parallel Text. Oxford: Oxford University Press, 2005.
Gardiner, John Eliot. Bach: Music in the Castle of Heaven. New York: Vintage
Books, 2015.
Geck, Martin. Johann Sebastian Bach: Life and Work. Orlando: Harcourt, 2006.
Golomb, Uri. “Rhetoric and Gesture in Performances of the First Kyrie from Bach’s
Mass in B Minor (BWV 232)” (n.d.). Diakses 12 Juli 2019.
https://www.academia.edu/261786/Rhetoric_and_gesture_in_performances_of
_the_First_Kyrie_from_Bach_s_Mass_in_B_minor_BWV_232_.
127
Grout, Donald Jay, J. Peter Burkholder, dan Claude V. Palisca. A History of Western
Music. Ninth edition. New York: W. W. Norton & Company, 2014.
Guthrie, Steven R. Creator Spirit: The Holy Spirit and the Art of Becoming Human.
Grand Rapids: Baker Academic, 2011.
Hofreiter, Paul. “Bach and The Divine Service: The B Minor Mass.” Concordia
Theological Quarterly 66, no. 3 (July 2002): 221–254.
Joseph Herl. Worship Wars in Early Lutheranism Choir, Congregation and Three
Centuries of Conflict. New York: Oxford University Press, 2008.
Kevorkian, Tanya. Baroque Piety: Religion, Society, and Music in Leipzig, 1650–
1750, 2017.
Kolb, Robert. Martin Luther as Prophet, Teacher, Hero: Images of the Reformer,
1520 - 1620. Texts and studies in Reformation and post-Reformation thought.
Grand Rapids: Baker, 1999.
Luther, Martin, Paul W. Robinson, Hans Joachim Hillerbrand, Kirsi Irmeli Stjerna,
Timothy J. Wengert, and Martin Luther. Church and Sacraments. Annotated
Luther volume 3. Minneapolis: Fortress, 2016.
Luther, Martin, William Russell, dan Timothy F Lull. Martin Luther’s Basic
Theological Writings. Minneapolis: Fortress, 2012.
Maclay, John. “Bach Mass in B Minor Guide” presented at the The Choral Society of
Grace Church, New York, 2013. Diakses 17 Mei 2019.
https://static1.squarespace.com/static/52154231e4b0af0a3133f7b4/t/55b81a79
e4b0f8cc35e7b5d7/1438128761309/Bach+Mass+in+B+Minor+Guide.pdf.
128
Minear, Paul S. “J.S. Bach and J.A. Ernesti: A Case Study in Exegetical and
Theological Conflict.” Dalam Our Common History as Christians: Essay in
Honor of Albert C. Outler. John Descher and others. New Yorks: Oxford
University Press, 1975.
Pelikan, Jaroslav Jan. Bach among the Theologians. Eugene: Wipf and Stock, 2003.
Rittgers, Ronald K. The Reformation of Suffering: Pastoral Theology and Lay Piety in
Late Medieval and Early Modern Germany. New York: Oxford University
Press, 2012.
Sirota, Victoria. Preaching to the Choir: Claiming the Role of Sacred Musician. New
York: Church, 2006.
Spitta, Philipp. Johann Sebastian Bach: His Work and Influence on the Music of
Germany, 1685-1750. London: Dover, 1992.
Stapert, Calvin. My Only Comfort: Death, Deliverance, and Discipleship in the Music
of Bach. Grand Rapids: Eerdmans, 2000.
Tappert, Theodore G., ed. Buku Konkord: Konfesi Gereja Lutheran. Diterjemahkan
oleh Theodore G. Tappert. BPK Gunung Mulia: Jakarta, 2004.
Terry, Charles Sanford. Bach, the Mass in B Minor. London: Oxford University Press,
1958.
Tilman, June Boyce. “Tune Your Music to Your Heart: Reflections for Church Music
Leaders.” Dalam Christian Congregational Music: Performance, Identity, and
Experience. New York: Routlegde, 2009.
Tomita, Yo, Robin A Leaver, dan Jan Smaczny. Exploring Bach’s B-Minor Mass.
New York: Cambridge University Press, 2013.
129
Tovey, Donald Francis. Essays in Musical Analysis. London: Oxford University
Press, 1935.
Viladesau, Richard. Theology and the Arts: Encountering God through Music, Art,
and Rhetoric. New York: Paulist, 2000.
Webber, Robert. Twenty Centuries of Christian Worship. Nashville: Star Song, 1994.
Williams, Peter. The Life of Bach. Musical lives. Cambridge: Cambridge University
Press, 2004.
Wolff, Christoph. Johann Sebastian Bach: The Learned Musician. 1. publ. Oxford:
Oxford Univ. Press, 2000.
130