SKRIPSI
Disusun oleh:
orang yang sangat aku cintai, kedua orang tuaku dan adik-adikku:
iv
MOTTO
“Untuk terus maju, kadang-kadang cahaya terbaik bagi perjalanan itu mungkin saja
v
vi
vii
ABSTRAK
viii
ABSTRACT
ix
KATA PENGANTAR
Dengan segenap hormat dan kerendahan hati, penulis menghaturkan segala puji
dan syukur yang tiada terkira kepada Yesus Kristus, Sang Cinta yang memberi
cintaNya tanpa henti karena rahmat dan kasih-Nya telah memampukan penulis untuk
Penulis mengakui ketika awal menulis skripsi ini banyak hal suka duka yang
dilalui. Kesulitan yang sangat terasa ketika penulis mengumpulkan sumber-sumber data,
namun karena kecintaan terhadap musik serta ide-ide dan usulan-usulan cemerlang dari
berbagai pihak terutama Dosen Pembimbing Skripsi, akhirnya kesulitan itu tidak berarti
apa-apa. Memang tidak banyak seluk-beluk yang penulis ketahui tentang musik, namun
karena cinta dan perjuangan keras sedikit demi sedikit penulis juga tahu mengenai
musik. Namun di balik semua itu penulis sangat menyadari bahwa nuansa studi
kateketik yang penulis jalani selama empat tahun setengah ini pun sungguh merasuk ke
dalam pribadi penulis. Penulis merasa studi kateketik ini merupakan dasar untuk
kurikulum.
Penulis mulai memberi perhatian besar terhadap karya musik daerah ketika
duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Saat itu penulis merasa ada sesuatu dari
karya musik (khususnya di Kalimantan Barat) daerah ini yang harus diperjuangkan dan
dipertahankan; misalnya keaslian musiknya. Saat ini penulis berusaha agar karya musik
x
daerah tersebut berguna bagi kaum muda Gereja, selain sebagai barang komersial.
Langkah awal penulis untuk menanggapi keprihatinan tersebut yaitu dengan menulis
skripsi tentang karya musik daerah. Pusat Musik Liturgi Yogyakarta (PML) telah
setempat yaitu karya musik, mengapa tidak penulis maupun siapa saja yang dapat
Pergulatan penulis selama kurang lebih lima tahun studi di kampus IPPAK
tercinta ini telah memampukan penulis untuk melihat dunia secara lebih luas lagi. Dari
sisi ilmu, tak terbilang ilmu yang penulis peroleh, tak terbilang cinta dan perhatian yang
penulis alami baik selama studi maupun saat penyusunan skripsi. Penulis merasa dengan
menulis skripsi ini berarti inilah equilibrium dari semua ilmu yang didapat baik formal
maupun non formal dan sekaligus awal untuk menapaki lembar-lembar kosong yang
harus penulis isi dalam lembaran hidup ini. Sebagai ungkapan yang tiada berarti apa-apa
dibandingkan cinta yang telah penulis dapatkan, izinkanlah penulis haturkan rasa syukur
1. Romo Karl-Edmund Prier, S.J., Lic.Phil., selaku dosen pembimbing utama yang
2. Romo Drs. M. Sumarno Ds., S.J., M.A., selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan begitu banyak perhatian dan pendampingan bagi penulis selama
skripsi maupun proses studi yang penulis jalani di kampus ini. Lepas dari itu, beliau
xi
3. Bapak P. Banyu Dewa HS., S.Ag., M.Si., selaku dosen penguji yang telah
memberikan banyak perhatian dan pendampingan bagi penulis selama proses studi
yang penulis jalani di kampus ini maupun saat penulis menyusun skripsi.
4. Romo Drs. H.J. Suhardiyanto, S.J., selaku Kaprodi IPPAK yang selalu memberi
dukungan kepada penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Namun lebih
daripada itu, terima kasih karena telah menjadi sosok yang demikian dekat dan
berarti, layaknya orang tua bagi penulis. Terima kasih untuk semua kesempatan,
bimbingan, perhatian, serta kepercayaan yang Romo berikan sehingga penulis dapat
5. Segenap staf dosen, sekretariat dan perpustakaan, karyawan piket dan parkir Prodi
yang telah begitu melimpahi penulis dengan ilmu, perhatian, dukungan, bimbingan
serta senyuman yang selalu menguatkan penulis menjalani proses studi di kampus
ini.
6. Sahabat-sahabat mahasiswa, terkhusus angkatan 2004. Kita telah melalui pahit getir
selama studi di IPPAK, bersama jatuh dan bersama bernyanyi, bersama tertawa dan
bersama terluka. Jadikan ini sebagai kenangan terindah yang takkan pernah
terlupakan sampai kita tua nanti hingga kita terlahir kembali di suatu saat. Terima
kasih atas warna-warni indah yang kalian berikan dalam hidup penulis. Selamanya
akan penulis simpan sebagai kenangan terindah yang menghiasi taman hati penulis.
terlupakan semua alunan nada yang pernah menggema dalam batin, seolah
xii
mengingatkan bahwa terdapat satu masa di mana kita bernyanyi bersama
8. Teman-teman kos V’Men yang pernah penulis kenal. Terima kasih untuk semua
kebersamaan yang telah dilalui bersama, penulis tidak akan mampu menjalani
semuanya tanpa bantuan dan kehadiran teman-teman kos V’Men. Segenap canda
dan tawa, suka dan duka sangat menguatkan bagi penulis. Semoga hidup
9. Yasinta yang selalu memberi dorongan serta semangat untuk menyelesaikan skripsi
peranannya sangat besar dalam proses penulisan skripsi ini karena tanpa dia dan
10. Keluarga penulis yang sangat penulis cintai, andai terdapat kata yang mampu
melukiskan betapa kalian sungguh berarti dalam hidup penulis, karena dari kalian
11. Seluruh staf Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta yang telah membantu penulis
12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini telah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan
xiii
xiv
DAFTAR ISI
JUDUL …………………………………………………………………… i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii
HALAMAN PERSEMBAHAN …………………………………………. iv
MOTTO ………………………………………………………………...... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA …………………………………. vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI………………………… vii
ABSTRAK ……………………………………………………………….. viii
ABSTRACT ……………………………………………………………… ix
KATA PENGANTAR …………………………………………………… x
DAFTAR ISI …………………………………………………………....... xv
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………… xix
BAB I. PENDAHULUAN ……………………………………………... 1
A. Latar Belakang …………………………..................................... 1
B. Rumusan Masalah ……………………………………………… 11
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………. 11
D. Manfaat Penulisan…………………………………………........ 11
E. Metode Penulisan …………………………………………......... 12
F. Sistematika Penulisan ………………………………………...... 12
BAB II. KAUM MUDA DAN KARYA MUSIK DEWASA INI ............ 14
A. Kesadaran Diri Gereja sebagai Umat Allah dalam Dokumen
Lumen Gentium ……………………………………………........ 14
B. Gambaran Umum Kaum Muda ………………………………… 18
1. Ciri-ciri kaum muda ………………………………………... 20
a. Segi biologis ……………………………………………. 21
b. Segi psikologis ……………………………………......... 22
c. Segi sosial ……………………………………………… 23
xv
2. Perkembangan iman kaum muda ………………………….. 24
a. Tahap I: proyektif intuitif (usia 4-8 tahun) …………….. 25
b. Tahap II: Mistis literal (usia 6-7 tahun
dan 11-12 tahun) ……………………………………….. 25
c. Tahap III: Sistem konvensional (usia 12 tahun-dewasa).. 25
d. Tahap IV: Refleksi individuatif (usia 17-18 tahun dan
20-22 tahun) ……………………………………………. 26
e. Tahap V: Iman yang konjungtif (usia 30an) …………… 26
f. Iman yang diuniversalkan ……………….……………... 27
C. Kaum Muda di Keuskupan Agung Pontianak ............................. 27
D. Karya Musik Dewasa Ini ............................................................. 29
E. Musik Bagi Kaum Muda ............................................................. 31
F. Karya Musik Daerah Kalimantan Barat ....................................... 34
G. Pengertian Evangelisasi Baru ....................................................... 37
1. Pengertian umum …………………………........................... 37
2. Pengertian berdasarkan Kitab Suci ………………………… 40
3. Pengertian berdasarkan Dokumen Gereja ……………......... 41
H. Isi Evangelisasi Baru …………………………………………… 43
I. Metode Evangelisasi Baru ……………………………………... 46
J. Pewartaan Injil di Zaman Modern dalam
Evangelii Nuntiandi ……………………………………………. 48
xvi
C. Karya Musik Daerah Sebagai Pintu Masuk Dalam Evangelisasi 67
xvii
BAB IV. PENUTUP ……………………………………………………… 109
A. Kesimpulan …………………………………………………..... 110
B. Saran/ Usulan ............................................................................... 112
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………..... 115
LAMPIRAN
Lampiran 1: Hasil Wawancara 1 ....................................................... (1)
Lampiran 2: Hasil Wawancara 2 ....................................................... (2)
Lampiran 3: Hasil Wawancara 3 ....................................................... (3)
Lampiran 4: Surat Permohonan Data Kaum Muda ........................... (4)
Lampiran 5: Lampiran Surat Permohonan ........................................ (5)
Lampiran 6: Hasil Wawancara 4 ....................................................... (6)
Lampiran 7: Hasil Wawancara 5 ....................................................... (7)
Lampiran 8: Hasil Wawancara 6 ....................................................... (8)
Lampiran 9: Hasil Wawancara 7 ....................................................... (9)
Lampiran 10: Hasil Wawancara 8 ..................................................... (10)
Lampiran 11: Program Evangelisasi Melalui Karya Musik Daerah.. (11)
xviii
DAFTAR SINGKATAN
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci
Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik
Indonesia dalam rangka PELITA IV). Ende: Arnoldus, 1984/ 1985, hal. 8.
xix
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatik Konsili Vatikan II tentang
C. Singkatan Lain
Bdk : Bandingkan
CU : Credit Union
Katolik
xx
MM : Maelzel Metronome, alat pengukur kecepatan (tempo)
xxi
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
solidaritas, lingkungan dan pluralitas. Hal ini merupakan sebuah tanda bahwa adanya
hubungan timbal balik antara manusia dengan manusia dan manusia dengan
lingkungannya. Di sisi lain manusia sadar bahwa selain adanya hubungan dirinya
dengan sesamanya dan makhluk hidup beserta lingkungan sekitarnya, ada hubungan
manusia dengan Yang Ilahi. Dalam hubungan yang satu ini terkadang kurang
Sejak zaman para nabi, zaman Yesus Kristus dan diteruskan hingga sekarang telah
diusahakan dalam pewartaan yaitu membuka jalan pada manusia dalam hubungannya
tentang masalah surga, semua perkataan yang selalu berhubungan dengan yang ilahi,
kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini karya Roh lebih diutamakan dibandingkan
dengan karya manusia itu sendiri. Apa itu karya Roh dan apa itu karya manusia?
Karya Roh berupa suatu kebaikan, kesejahteraan, kedamaian serta ketenteraman yang
2
harus dimiliki dan diwujudkan bersama sedangkan karya manusia berupa suatu
tindakan untuk mewujudkan karya Roh. Tidak mungkin karya manusia terjadi tanpa
karya Roh namun karya Roh dapat terwujud dalam diri manusia yang berkehendak
baik serta menyerahkan diri seutuhnya kepada Sang Pencipta. Oleh karena itu
penerangan dan dorongan Roh Kudus dibutuhkan baik dalam si pewarta maupun
dalam orang yang mendengarkan Injil (Gal 1:9). Berpangkal dari 2 Kor 4:5, St.
Paulus menyebutkan “Bukan diri kami yang kami beritakan, tetapi Yesus Kristus
sebagai Tuhan, dan diri kami sebagai hambamu karena kehendak Yesus”. Segala
dalam Kristus. Berbicara dalam konteks ini, mewartakan berarti membawakan orang
kehadapan peristiwa keselamatan Allah sendiri. Artinya orang-orang yang mau dan
tergerak untuk ‘dibawa’ dalam keselamatan Allah dengan sendirinya akan mengalami
suka cita yang menjadi cita-cita dalam jemaat bersama sejak jemaat perdana
terbentuk yaitu damai sejahtera hadir dan menyelimuti orang-orang yang percaya.
“Paulus memiliki keyakinan bahwa manusia diselamatkan hanya karena iman kepada
1. Evangelisasi
kenyataan bahwa karya-karya dari evangelisasi haruslah nampak terlebih dahulu dan
setelah itu dapat dinamakan evangelisasi (Jacobs, 1992: 108). Memang dapat
terang Roh Kudus. Oleh karena itu evangelisasi merupakan suatu bentuk kesaksian
hidup. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa kesaksian merupakan tugas perutusan
keluarga, dan persekutuan umat Gereja (EN 41). Kesaksian hidup merupakan aspek
evangelisasi yang paling mendasar dan dari sinilah pergerakan karya evangelisasi
dapat terwujud nyata dalam kehidupan sehari-hari umat beriman. Kesaksian hidup
menuntut pribadi untuk berani keluar dalam dirinya sendiri dan ikut memberikan
kesaksian hidup bagi yang lainnya setelah dirinya menerima suatu kesaksian akan
beberapa hal yang bukan hanya berkaitan dengan akibat positif namun akibat negatif
juga dapat terjadi. Akibat negatif bisa saja ditimbulkan karena minimnya atau
pemahaman seperti ini segala kegiatan dan tindakan dilakukan juga hanya sebatas
untuk mencapai tujuan tertentu saja yaitu lebih mementingkan kuantitas (Suharso &
Retnoningsih, 2005: 116). Menurut Suharyo, 1995: 58, ada tiga tahap inisiasi ke
maupun dari sisi umat itu sendiri. Pintu masuk bagi Umat Allah untuk lebih fokus
4
memberikan diri masuk lebih dalam lagi dalam evangelisasi; Sakramen Inisiasi
memulai hidup baru berdasarkan sabda-sabda dan pengetahuan yang diterima dari
buah-buah evangelisasi. Perlu disadari juga kajian mengenai Umat Allah oleh Konsili
melainkan perwujudan karya Allah yang konkret” (LG 9 bdk. KWI, 1996: 333).
Kekhususan Umat Allah dalam menanggapi sebuah evangelisasi justru terlihat dari
masing dan di sini pula letak kekhasannya sebagai Umat Allah yang selalu dihidupi
oleh sabda kehidupan atau sabda keselamatan. Dengan caranya masing-masing dapat
terlihat misalnya dalam kehidupan berkeluarga (bagi yang telah berkeluarga), dalam
kehidupan pertemanan (bagi yang belum berkeluarga), dalam kehidupan biara (bagi
2. Kaum muda
Dalam tulisan ini yang menjadi sasaran utama adalah kaum muda di
Keuskupan Agung Pontianak? Penulis mengatakan bahwa kaum muda identik dengan
generasi fresh. Dalam kotbahnya pada hari Minggu tanggal 21 November 2006 saat
misa Ekaristi Kaum Muda di gereja St. Antonius Kotabaru, Romo Gandhi, SJ
dirinya sendiri untuk membangun situasi diri sendiri kemudian berani keluar dari
diri”. Berhubungan dengan ungkapan bahwa kaum muda adalah generasi fresh
5
dengan ungkapan yang dilontarkan oleh Romo Gandhi tadi dapat dikatakan bahwa
kaum muda benar-benar memiliki andil yang lebih besar terhadap situasi luar yang
melingkupi gerak kaum muda itu sendiri. Berbagai cara yang dilakukan dalam
pendekatan dengan situasi kaum muda dewasa ini misalnya dengan cara camping
Realitas yang terjadi bahwa kaum muda sendiri yang menggerakan dirinya
dapat terlihat di sebuah desa kecil Taize, di Pegunungan Burgundi beberapa mil dari
garis demarkasi yang membelah Prancis menjadi dua. Kaum muda berdatangan dari
berbagai negara baik perorangan maupun kelompok dengan satu tujuan yaitu ingin
yang berbeda (Olivier, 2003:107). Kaum muda memiliki harapan untuk memperoleh
sesuatu dengan apa yang dilakukannya dan dengan apa yang diusahakan dengan
penyelesaian bahwa harus segera mencapai sesuatu. Keinginan keras inilah yang
mendorong kaum muda dalam usahanya untuk segera melakukan sesuatu dan
memenuhi keinginannya tersebut. Inilah sifat asli kaum muda, yaitu keinginan untuk
Clement (2003: 10) dalam bukunya yang berjudul Taize, Mencari Makna Hidup yaitu
“Mengapa setiap tahun beribu-ribu orang muda dari kelima benua terus saja datang
ke Taize, tak kunjung henti mengadakan ziarah, minggu demi minggu”? Dibutuhkan
tanggapan serius untuk menanggapi pertanyaan tersebut. Kaum muda adalah sebuah
tersebut tidak lain adalah untuk memberi warna di masa itu. Banyak hal yang harus
6
dilakukan oleh kaum muda dan salah satu warna cerah yang terus dihidupi ialah
Orang-orang muda sangat haus akan yang mutlak. Dan tidak dapat
diragukan, dewasa ini banyak orang muda/ kaum muda mengunjungi biara-biara
walau hanya sekedar ingin tahu kehidupan di dalamnya. Namun dari maksudnya yang
adalah rasa misteri, kedamaian, dan kedalaman – segala sesuatu yang tidak terdapat
dalam masyarakat-masyarakat tempat kita hidup (Oliver, 2003: 28). Keinginan kaum
muda dalam masanya memang masih berupa pencarian hidup. Banyak hal yang
ditawarkan baik yang berifat khas duniawi dan fantastis maupun dalam beberapa
yang berurusan dengan kekudusan. Tidak heran apa saja yang dapat dicoba senantiasa
terus dilakukan, dan sekali lagi ini demi memberi warna di masa mudanya serta
dalam pencariannya. Dengan alasan seperti ini jugalah maka penulis memilih kaum
3. Musik
Salah satu yang paling dekat dengan kaum muda dan tidak mungkin tidak
ada dari salah satu kaum muda yang mengenalnya yaitu musik. Melalui musik, apa
saja dapat diungkapkan. Berbagai macam perasaan contohnya saja sedih, senang,
marah, benci, sayang, cemburu, bosan, terharu dan sebagainya. Seperti yang
diungkapkan dalam istilah seni pada umumnya bahwa suatu karya seni paling baik
dinilai menurut ukuran atau pertimbangan estetis, yaitu bersifat ekspresif atau tidak
ekspresif, dapat atau tidak dapat menimbulkan emosi estetis para pemirsa (Gie, 1996:
45). Kekhasan seni memang yang pertama terletak pada unsur estetisnya, mengenai
7
sisi penghargaan maupun sebuah prestasi hanya merupakan sebuah pendukung sebab
dalam unsur estetis ini mementingkan sebuah ekspresi yang mendalam dari sebuah
estetika sehingga menimbulkan tanggapan berupa perasaan estetis dan pada akhirnya
sebuah perasaan estetis yang merupakan sebuah emosi dari si penanggap timbul
sebagai sebuah bentuk respon penting untuk memberi penilaian suatu karya seni.
Musik merupakan salah satu unsur yang terdapat pada karya seni. Hampir
Musik menampilkan seni tentang ruang dimana terdapat cahaya, warna, gerak dan
tarikan garis-garis sebagai mediumnya. Panca indera yang lainnya ialah pendengaran.
Pendengaran ini berkaitan langsung dengan melodi dan syair. Musik menampilkan
suara yang dihasilkan langsung oleh alat-alat yang keberadaan musik tersebut. Dalam
pendengaran ini musik tidak lupa menampilkan kata atau syair. Kata merupakan
bentuk ekspresif langsung dari sebuah nada. Ungkapan berupa kata ini dapat
manusia atau situasional berbagai macam peristiwa hidup. Masih dalam lingkup ini
nada dan gerak merupakan sebuah unsur seni paduan yang memberikan warna baru
ruang khusus pada diri personal, ada kemungkinan bahwa warna-warni hidup
terbangun karenanya. Kaum muda yang ekspresif akan selalu menghiasi hidupnya
dengan musik. Namun dengan mengatakan seperti ini bukan berarti musik digemari
oleh semua orang terkhusus kaum muda, tidak. Tidak semua dari kaum muda
menyukai musik, namun tidak selamannya pula dari kaum muda yang tidak
8
Ibarat pepatah para penikmat musik kebanyakan, “hidup tanpa musik adalah hampa”.
Sekedar mengenal ‘kulit luarnya’ saja sudah cukup bagi orang-orang yang tidak
gemar akan musik, apalagi untuk mereka yang menjadikan musik sebagai bagian
hidupnya.
sangat memungkinkan bahwa Kabar Gembira akan cepat dan mudah ditangkap atau
dipahami. Kaum muda umumnya telah mengenal musik dengan berbagai jenisnya.
Memang perlu diakui bahwa dunia musik telah merambah dimana-dimana hingga ke
Kalimantan Barat. Berbagai karya musik telah dihasilkan. Beranjak dari gaya musik
Dewasa ini blantika musik daerah telah diwarnai dengan berbagai hasil
ciptaan lagu-lagu yang cukup digemari oleh masyarakat setempat. Inspirasi lirik dari
lagu-lagu daerah tidak jauh dari seputar masalah dan kejadian dalam kehidupan
sehari-hari dan tidak sedikit pula lagu-lagu hasil ciptaan mengangkat adat istiadat
daerah setempat. Oleh karena inilah karya musik daerah merupakan salah satu karya
musik yang digemari. Evangelisasi melalui lagu-lagu daerah merupakan salah satu
cara yang digunakan dalam pendekatan terhadap kaum muda dengan maksud utama
dimengerti sebagai Kabar Gembira yang didasarkan pada apa yang dimaksud Paulus
dalam pewartaan tentang Kristus dan rencana keselamatan Allah. Kabar Gembira
dalam Perjanjian Baru erat kaitannya dengan istilah kesaksian, dalam bahasa Yunani
kuno martyria. Dikatakan oleh Jacobs (1992: 108) bahwa kesaksian selalu berarti
pengakuan, dengan itu maka “saksi” mempunyai arti yang khas misioner.
Komposer asal Kalimantan Barat yang telah berkarya kurang lebih sepuluh
tahun, Alpino telah memberikan sebuah kesaksian hidup dalam beberapa karyanya
(mis. Ka’ Patamuan, Ka’ Radio, dan Baru’ Tumalam). Dia juga telah membagikan
sendiri maupun tantangan dalam kehidupan bermasyarakat dan selain itu ungkapan
syukur serta permohonan tidak luput dari tema lirik beberapa lagu-lagunya. Misalnya
berikut ini kutipan refren dari salah satu judul lagu yang memiliki tema tentang
Karya musik memang tidak jauh dari pengungkapan oleh apa yang sedang
dirasakan dan ada yang menjadi acuan norma dalam kehidupan sehari-hari, misalnya
pengungkapan rasa bersalah di hadapan Tuhan dan merasa telah berdosa karena
contoh yang lain misalnya, seorang anak muda mengungkapkan rasa sayangnnya
10
Sebuah kesaksian hidup sangat berarti dan memiliki nilai seni ketika
diungkapkan melalui sebuah lagu. Kesaksian hidup yang memiliki nilai seni
merupakan wujud daya kreativitas manusia yang tidak hanya memandang dari sisi
luar/ harafiahnya saja namun mencoba menggali sejauh mana sebuah kesaksian hidup
dalam tulisan ini. Sebagai salah satu dari kaum muda di Keuskupan Agung
Pontianak, penulis merasa ada suatu hal yang harus dilakukan untuk menyemangati
serta mengembangkan sisi hidup rohaninya. Penulis merasa ini perlu dilakukan
disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya ialah karena faktor ekonomi, sosial, dan
agama.
bagi anak-anak terpaksa digantikan dengan kerja keras di ladang/ sawah atau mencari
kerja di luar daerah. Begitu juga yang terjadi pada kaum mudanya. Dalam hal ini
yang terpenting adalah uang dan kebutuhan keluarga, sisi hidup rohani menjadi
tertentu dan menjadi sebuah kebiasaan. Misalnya, pagi hari noreh (mengumpulkan
lateks dari pohon karet), siang hari menjual hasil olahan pada penadah. Pada sore
hingga malam hari hasil dari penjualan karet ini dipergunakan untuk mabuk-
mabukan, sisanya untuk membeli kebutuhan keluarga. Lain hal dengan faktor agama;
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
ada dukungan dari pihak Gereja setempat serta adanya kemauan dan usaha
D. Manfaat Penulisan
1. Menumbuhkan kesadaran baru bagi kaum muda bahwa sebuah karya musik
arti sebuah evangelisasi beserta cara yang dapat digunakan dalam evagelisasi
tersebut.
E. Metode Penulisan
interpretatif, serta studi pustaka. Artinya penulis mendasarkan tulisannya pada studi
kepustakaan atau literer, baik melalui tulisan-tulisan ilmiah, berupa buku, majalah
buletin, maupun ajaran-ajaran Gereja serta Kitab Suci Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru. Dengan kata lain, penulis mengumpulkan mengolah dan menganalisa, serta
skripsi ini berdasarkan tulisan-tulisan dan teori-teori yang relevan. Selain itu, penulis
F. Sistematika Penulisan
Bab II berisikan kaum muda dan karya musik dewasa ini, diuraikan dalam
beberapa pokok diantaranya adalah kesadaran diri Gereja sebagai umat Allah dalam
dokumen Lumen Gentium, gambaran umum kaum muda, kaum muda di Keuskupan
Agung Pontianak, karya musik dewasa ini, musik bagi kaum muda, karya musik
baru, metode evangelisasi baru, pewartaan Injil di zaman modern dalam Evangelii
13
Bab III terdapat beberapa pokok penting yang diuraikan dalam bab ini,
yaitu: evangelisasi dalam karya musik daerah merupakan sebuah usaha dialog,
dihadapi, karya musik daerah sebagai pintu masuk dalam evangelisasi, contoh karya
musik dan analisisnya: aspek-aspek lagu yang dianalisis; analisis karya musik.,
memberikan kesimpulan dan saran kepada para katekis dan staf komisi di Keuskupan
BAB II
A. Kesadaran Diri Gereja sebagai Umat Allah dalam Dokumen Lumen Gentium
keselamatan dan sarana untuk mempertemukan umat manusia dengan Allah. Gereja
tidak lagi memandang, jika adanya keselamatan hanya ada di dalamnya namun
Gereja lebih terbuka bahwa keselamatan terjadi jika adanya sebuah pertobatan dan
perubahan cara hidup. Gereja disebut suatu “misteri dan sakramen untuk menandai
kesatuan unsur lahiriah dan rohani, unsur manusiawi dan ilahi, sehingga dapat
menjadi tanda dan sarana untuk mempertemukan manusia dengan Allah dan
Hadirnya Gereja dalam sejarah umat manusia tidak lepas dari peran aktif
Yesus Kristus yang ikut menyejarah bersama perkembangan iman dan umat manusia
itu sendiri. Ketika Kristus hadir di dunia dan ikut menyejarah bersama umat manusia,
Dia membangun Kerajaan Allah. Kerajaan Allah yang Ia bangun inilah yang
merupakan pondasi awal berdirinya Gereja. Gereja muncul dan berkembang dengan
dalamnya dan Roh Kudus menyatukan serta membimbing perjalanan Gereja menuju
dalam Gereja saja namun keselamatan tetap terjadi sekalipun di luar organisasi
hierarkis Gereja itu sendiri atau dengan kata lain, unsur-unsur pengudusan dan
kebenaran serta keselamatan tetap terjadi dimanapun selain dalam “Gereja Kristus”
Berbicara mengenai Gereja berarti ikut juga memberikan definisi apa yang
dimaksud dengan “Gereja”. Berikut arti Gereja ditinjau dari sisi asal katanya:
Kata “Gereja” yang berasal dari kata igreja dibawa ke Indonesia oleh para
misionaris Portugis. Kata tersebut adalah ejaan Portugis untuk kata Latin
ecclesia, yang ternyata berasal dari bahasa Yunani, ekklesia. Kata Yunani
tersebut sebetulnya berarti ‘kumpulan’ atau ‘pertemuan’ atau ‘rapat’.
Namun Gereja atau ekklesia bukan sembarang kumpulan, melainkan
kelompok orang yang sangat khusus. Untuk menonjolkan kekhususan itu
dipakailah kata asing itu. Kadang-kadang dipakai “jemaat” atau “umat”.
Itu tepat juga. Perlu diingat bahwa jemaat ini sangat istimewa. Maka
barangkali lebih baik memakai kata “Gereja” saja, yakni ekklesia. Kata
Yunani itu berasal dari kata yang berarti ‘memanggil’. Gereja adalah umat
yang dipanggil Tuhan. Itulah arti sesungguhnya kata “Gereja” (KWI,
1996: 332).
Dari asal kata inilah dapat diartikan bahwa Gereja merupakan jemaat atau
umat yang terpanggil; terpanggil dalam hal apa? Tentunya dalam karya penyelamatan
yang telah dimulai oleh Yesus Kristus sendiri terhadap umat manusia. Ketika
berbicara mengenai peran, maka dapat dikatakan bahwa “umat-lah” yang memiliki
peran lebih banyak dalam Gereja. Dalam Konsili Vatikan II (LG 9) menyebutkan
karya Allah yang konkret. Inilah bukti bahwa Allah benar-benar mengasihi dan
memanggil umatNya. Memang Gereja dikatakan dengan kata “umat Allah” sedikit
“kabur”, tetapi kata ini dipakai agar Gereja tidak dilihat secara yuridis dan
organisatoris melulu karena Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah keselamatan
tidak hanya dipandang secara yuridis dan organisatoris melulu melainkan Gereja
dipandang sebagai bagian terpenting dari “umat” yang diselamatkan oleh Allah,
Spes (GS) berkaitan dengan hal ini, Gereja muncul dan tumbuh dari sejarah
Konsili juga mau menekankan bahwa Gereja “mengalami dirinya sungguh erat
berhubungan dengan umat manusia serta sejarahnya” (GS 1). Sekaligus jelas pula
ditegaskan lagi bahwa Gereja itu sebenarnya majemuk: “Dari bangsa Yahudi
maupun kaum kafir Allah memanggil suatu bangsa, yang bersatu-padu bukan
menurut daging, melainkan dalam Roh” (LG 9). Konsili Vatikan II melihat Gereja
dalam rangka sejarah keselamatan, tetapi tidaklah berarti bahwa Gereja hanyalah
lanjutan bangsa Israel saja. Ketangan Kristus memberikan arti yang baru kepada umat
Allah.
majemuk. Tidak memandang dan membedakan bangsa, suku, ras, golongan, bahasa
dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang sekarang, terutama kaum miskin dan
siapa saja yang menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan para murid kristus juga” (GS 1). Inilah yang disebut dengan pergulatan
hidup manusia, dimana manusia mencoba berjuang untuk terus dapat memberi arti
yang lebih baik dalam hidupnya sehingga apa yang diterimanya sejak awal mula
hidup yaitu suatu hidup yang penuh arti haruslah dengan usaha dan kerja keras
Manusia dari dulu hingga saat ini terus bergulat dengan hidupnya untuk
menemukan nilai yang sesuai dengan arah hidupnya. Terkadang manusia ingin agar
lingkungan itu sendiri yang karena kejahilan manusia lainnya akhirnya tidak
terjadilah suatu hal yang tidak diinginkan; misalnya saja terjadi bencana alam.
Memang, dalam hal ini rahasia batinnya sendiri coba ia selami namun apabila telah
umat Allah itu sendiri sadar akan keberadaannya sebagai makhluk yang universal.
Dimana yang seharusnya menjadi tindakan makhluk universal itu ialah mampu
Kesadaran diri Gereja sebagai umat Allah dalam hal ini memiliki arti yang
luas dimana Gereja bukanlah lagi menyangkut perorangan namun ketika berbicara
mengenai Gereja berarti melibatkan juga dalam berbicara mengenai dunia, karena
Gereja ada dalam dunia dan Gereja pula bagian dari dunia. Inilah sifat universal
dalam Gereja. Gereja menerima apa yang diberikan oleh dunia padanya dan Gereja
memiliki hak untuk menolak segala bentuk tindak kejahatan yang disebabkan oleh
umat manusia dalam dunia itu sendiri dan Gereja memiliki hak untuk memperbaiki
Gereja sebagai umat Allah yang terpanggil serta terdorong oleh iman
serta aspirasi-aspirasi yang dirasakan bersama pada zaman sekarang ini. Mencoba
mengenai isyarat-isyarat sejati kehadiran atau rencana Allah (GS 11). Sedikit demi
sehingga apa yang dikatakan mengenai Gereja sadar akan kehadirannya di tengah
dunia memiliki peran aktif semakin nyatalah bahwa umat Allah dan bangsa manusia
yang mencakupnya saling melayani dengan demikian semakin nyata lagi perutusan
18
Gereja sebagai misi yang bersifat religius dan justru karena itu juga Gereja memiliki
sifat manusiawi.
Sifat manusiawi yang tergambarkan dalam diri Gereja telah muncul sejak
dahulu yaitu katika Yesus mengawali karyaNya dengan mewartakan kabar bahagia,
yakni kedatangan Kerajaan Allah yang sudah berabad-abad lamanya dijanjikan dalam
Alkitab: “Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15).
Dengan ini pulalah maka Gereja berusaha menampakkan misteri keselamatan yang
ada di dalamnya. Kabar Bahagia inilah yang disebut sebagai wujud dari kehadiran
Kristus bagi umat manusia, maka sangat diharapkan adanya tanggapan dari umat itu
bahwa seseorang dalam hitungan umur yang dianggap belum dewasa. Dengan
pengertian seperti ini hanya ketidakjelasan yang memberikan gambaran tentang kaum
muda. Kaum muda disebut sebagai “kaum muda” dalam pengertian berdasarkan umur
yaitu dengan umur yang terbentang dari 15-24 tahun, dalam tahap pertumbuhan fisik
dan perkembangan mental, emosional, sosial, moral serta religius (Shelton, 2000: 57).
menonjol ialah diri kaum muda itu sendiri. Ia akan berusaha menunjukan siapa
Status kaum muda yang diberikan kepada kaum muda itu sendiri tidaklah
sesuai apabila dalam usianya yang masih muda ia hanya berpangku tangan atau
menurut pepatah: ibarat katak yang terus berbunyi menunggu hujan turun dari langit.
Sebaliknya, dalam batasan umur untuk ukuran orang dewasa bahkan tua namun
apabila dalam memandang hidup penuh dengan optimis dan bersemangat serta mau
bekerja keras inilah yang pantas dikatakan sebagai kaum muda, generasi fresh. Romo
Gandhi, S.J. (pendamping kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru 2005-2006)
selalu mengharapkan bahwa kaum muda benar-benar memiliki andil yang lebih besar
terhadap situasi luar yang melingkupi gerak kaum muda itu sendiri. Berbagai cara
yang dilakukan dalam pendekatan dengan situasi kaum muda dewasa ini misalnya
dengan cara camping rohani, out bond, rekoleksi kaum muda dan sebagainya.
Realitas yang terjadi bahwa kaum muda sendiri yang menggerakan dirinya
dapat terlihat di sebuah desa kecil Taize, di Pegunungan Burgundi beberapa mil dari
garis demarkasi yang membelah Prancis menjadi dua. Kaum muda berdatangan dari
berbagai negara baik perorangan maupun kelompok dengan satu tujuan yaitu ingin
yang berbeda (Olivier, 2003:107). Kaum muda memiliki harapan untuk memperoleh
sesuatu dengan apa yang dilakukannya dan dengan apa yang diusahakan dengan
20
penyelesaian bahwa harus segera mencapai tujuan. Keinginan keras inilah yang
mendorong kaum muda dalam usahanya untuk segera melakukan sebuah usaha dan
memenuhi keinginannya. Inilah sifat asli kaum muda, yaitu keinginan untuk terus
Mulai dari pola hidup, cara-cara dalam pergaulan, keterlibatan dalam masyarakat,
hingga yang berkaitan dengan kebiasaan-kebiasaan tertentu yang menjadi ciri khusus
yang menandakan dirinya adalah kaum muda. Kaum muda berkembang setaraf
dengan pola pikir dan kesadaran mereka akan kebutuhan serta peran yang akan selalu
disandangnya ketika dalam lingkungan orang dewasa dan akan disesuaikannya ketika
Kaum muda adalah mereka yang berusia 13 sampai 35 tahun dan belum
menikah, sambil tetap memperhatikan situasi dan kebiasaan masing-
masing daerah. Kaum muda tersebut mencakup jenjang usia remaja,
taruna dan pemuda.
dan semuanya menunjukan tidak ada kesamaan untuk batasan ini maka baiklah,
batasan yang diberikan oleh Komisi Kepemudaan KWI ini menjadi patokan dasar
untuk menentukan batasan usia kaum muda baik dari segi psikologisnya,
21
sosiologisnya, biologisnya. Pada usia ini secara umum kaum muda sedang memasuki
masa pancaroba dan ada yang mulai memasuki masa dewasa dan pada usia ini, kaum
beraktivitas yang pesat. Di sinilah tempat dan saatnya untuk membangun dan
mengembangkan watak dan kepribadian serta termasuk eksplorasi seluruh bakat yang
ada.
Dikatakan bahwa masa muda adalah masa yang menentukan, baik itu
masa depan, kehidupannya, keluarganya, dalam masyarakat dan bahkan bangsa dan
negara dapat ditentukan olehnya. Pada masa muda ini pula segala tanggungjawab
mulai lebih memberikan sebuah makna tersendiri. Arah hidup harus mereka tentukan
sehari-hari yang dipengaruhi oleh segi-segi baik itu segi biologis, psikologis, maupun
a. Segi biologis
perkembangan yang dapat diamati secara langsung atau dengan kata lain dalam
perkembangan dari segi biologis ini pula lebih menunjukan perkembangan jasmani.
Namun sejauh ini perkembangan fisik dan segi biologis Perkembangan fisik kaum
muda dapat dilihat pada tungkai dan tangan, otot-otot tubuh berkembang pesat, tetapi
dalam tubuhnya membuat mereka lebih menyadari diri sebagai pria atau wanita.
Mereka merasakan daya tarik jenis lain. Mereka mulai mengalami perasaan jatuh
kaum muda adalah bagaimana terlihat dalam pertumbuhan/ perubahan pada setiap
b. Segi psikologis
kaum muda misalnya dilihat dari sisi perkembangan emosional dan sosial. Kaum
muda akan menunjukan sifat-sifat yang mengarah pada kepedulian terhadap sesama
dan lingkungan. Telah dijelaskan diatas tadi bahwa pada tahap ini kaum muda mulai
mencari-cari berbagai makna daam kehidupannya termasuk arti cinta, sinta ekslusif
maupun cinta universal. Mereka mulai memahami perasaan lawan jenisnya dan dapat
berpacaran.
Masa dewasa, yaitu periode yang paling panjang dalam masa kehidupan,
umumnya dibagi atas tiga periode yaitu: masa dewasa dini, dari umur 18
sampai 35 tahun, masa dewasa pertengahan atau “setengah umur”, dari 35
tahun sampai 60 tahun dan masa dewasa akhir atau usia lanjut dari usia 60
tahun hingga mati. Masa dewasa dini adalah masa pencarian kemantapan
dan masa produktif yaitu suatu masa yang penuh dengan masalah dan
ketegangan emosional, periode isolasi sosial, periode komitmen dan masa
ketergantungan, perubahan-perubahan nilai-nilai, kreativititas dan
penyesuaian pada pola hidup baru.
Pada masa dewasa dini, orang muda mulai menemukan dan mengambil
emosi dan afeksi mulai dibina untuk semakin matang baik untuk menyesuaikan
23
menyimak sejarah hidup mereka sendiri secara lebih langsung. Orang muda harus
suatu sistem berpikir yang lebih utuh untuk memberi arti pribadi. Oleh karena inilah
Melihat situasi seperti di atas dapat dikatakan kaum muda adalah manusia
yang sedang berada dalam fase belajar untuk menjadi pribadi manusia yang dewasa.
Dengan kata lain setiap orang muda harus mampu menangkap situasi hidup dengan
c. Segi sosial
Kaum muda akan terlihat sangat kontras dengan masa kecil yang telah
dilaluinya atau dengan masa dewasa yang belum dilalui karena dilihat dari segi sosial,
kaum muda adalah manusia yang penuh dengan ketegangan dan pergolakan demi
sadar bahwa lingkungan pergaulannya dalam keluarga dirasa sudah terlalu sempit.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kaum muda merupakan sosok pribadi yang
kaum muda tidak menyenangi yang dinamakan “berdiam diri”. Sifat unik sebagai
24
petualang hidup terus dihidupi untuk mencari dan membentuk pribadi serta
identitasnya. Kaum muda selalu terbuka akan segala hal, termasuk tantangan-
tantangan dalam hidupnya. Dan satu hal lagi sifat kaum muda yang paling menonjol
yaitu ingin selalu mendapat pengakuan dari lingkungan sekitarnya dan ingin
membuktikan bahwa dirinya “bisa”. Mereka kurang bisa menerima segala sesuatu
untuk siapa yang diimani tersebut dan dalam hal ini tidak lain adalah Yesus Kristus.
Iman adalah proses aktif dan dinamis yang memainkan peranan sentral dalam
adalah cara seseorang untuk melihat dirinya sendiri dalam hubungan dengan orang
lain berdasarkan arti dan maksud yang dimengerti bersama. Maka iman adalah
keterlibatan yang manusia buat bagi orang lain, kelompok dan jemaat. Di dalam
keterlibatan itu ada kepercayaan yang dalam untuk berbagi dalam nilai-nilai bersama.
Nilai-nilai itu adalah cita-cita yang secara dalam merasuki harapan, pandangan dan
bahwa “untuk mencapai iman yang benar-benar mantap seseorang harus melewati
tahap-tahap yang tidak sangat mudah bahkan dibutuhkan sebuah perjuangan untuk
melewati proses sulit dan tidak jarang menemui derita. Orang muda tampak sedang
berusaha meninggalkan tahap ketiga dan memasuki tahap keempat (lihat di bawah,
pada butir c-d), suatu proses yang biasanya diliputi keraguan dan penderitaan”. Ada
enam teori Fowler yang dikemukakan oleh Shelton (1988: 55-56) yaitu:
25
peristiwa. Oleh karena itu tantangan yang muncul pada tahap ini ialah untuk
b. Tahap II: mistis literal (usia 6-7 tahun hingga 11-12 tahun)
dikuasai secara konkret karena mereka belum memiliki kemampuan abstraksi dan
refleksi. Tuhan dilihat sebagai sesuatu yang setia dan tidak dipersoalkan. Tetapi dunia
tetap saja tidak pasti dan dalam berbagi cara, mereka tidak berdaya. Dalam
mereka yang sedang tumbuh. Pandangan orang lain sangat penting untuk
pembentukan sistem nilai mereka sendiri. Di sinilah simbol memiliki arti tersediri
bagi mereka. Simbol dimengerti sebagai sesuatu yang lebih daripada sekedar
penampilan benda fisiknya, atau nama yang digunakannya seperti misalnya “Tuhan”.
Di sini, kualitas pribadi simbol sangat diperhatikan. Jadi Yesus Kristus dapat menjadi
sahabat dan teman yang dapat mereka hubungi. Inilah yang mengakibatkan hubungan
d. Tahap IV: refleksi individuatif (usia 17-18 tahun hingga 20-22 tahun)
Selain usia yang telah ditentukan tersebut di atas, pada tahap ini dapat juga
terjadi pada usia 30-an atau 40-an tahun. Di usia ini seseorang mulai memandang
iman yang semakin “menjadi milik sendiri”. Iman bukan hanya personal namun lebih
konstan dan koheren. Mereka tidak hanya merasa hanya merasa butuh memperdalam
refleksi imannya, tetapi juga butuh keterbukaan pada pengalaman masa kini dan
Tahap ini muncul dari pengalaman hidup yang semakin mendalam yang
mencakup penderitaan, kehilangan dan ketidakadilan. Dalam tahap ini pula seseorang
luas; masyarakat tempat mereka menemukan arti. Namun mereka juga menyadari
pentingnya keterbukaan terhadap masa depan yang tidak menentu. Oleh kerena itu
mereka juga terlibat dalam masalah-masalah politik dan etika yang semakin dalam,
tahap ini merupakan hasil renungan seseorang dalam interaksi mereka dengan orang
sesuatu hal yang diungkapkan di sini merupakan sesuatu yang mutlak terjadi pada
kaum muda. Gambaran tadi sekiranya menjadi pegangan bagi para pembimbing kaum
muda ketika berhadapan dengan komunitas orang muda dan sekali lagi dikatakan
gambaran tersebut bukanlah sesuatu yang tidak berubah. Setiap saat pasti mengalami
perubahan, maka perlu pengamatan dimana kaum muda itu berada, sehingga akan
27
lebih memadai antara tujuan pembinaan dan kebutuhan, baik yang dirasakan maupun
Sebuah keinginan dari dalam yaitu ingin melayani orang lain terjadi dalam
tahap ini. Semangat keterlibatan untuk memburu cinta dan keadilan. Dengan iman
kodrat mereka dalam hubungannya dengan rahmat istimewa. Terdapat “rahmat luar
biasa” yang merupakan manifestasi tak terduga dan tak terselami dari keprihatinan
Allah dan umat-Nya akan cinta dan semangat mereka. Pribadi-pribadi yang telah
berhasil mencapai tahap ini misalnya Ibu Theresa dan Martin Luther King. Mereka
telah memperlihatkan semangat besar dan keterlibatan untuk tuntutan cinta dan
keadilan.
gambaran umum kaum muda seperti yang telah diutarakan di atas. Namun sebagai
fokus utama dalam tulisan ini, kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak tentu
memiliki sesuatu atau ciri-ciri tertentu yang dapat dikatakan kaum muda di
Keuskupan Agung Pontianak sedikit “berbeda” dengan kaum muda secara umum
atau kaum muda yang ada di beberapa tempat misalnya di Keuskupan Agung
Semarang, kaum muda di Paroki St. Antonius Kotabaru Yogyakarta atau kaum muda
di Lingkungan Yohanes Paulus Tukangan. Dalam tulisan ini akan dilihat bagaimana
kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak secara umum dan ciri khas kaum muda
Iosefus Erwin, OFM.Cap [Lampiran 6: (6)]. Beberapa pokok acuan untuk pertanyaan
o Program Paroki yang berkaitan dengan kaum muda dan tanggapan kaum muda
menggereja dan sebut saja kegiatan-kegiatan tersebut ialah pendalaman iman di setiap
lingkungan yang kebanyakan dipimpin oleh kaum muda, dialog berbagai masalah
yang diangkat seputar kaum muda, dan beberapa petugas pastoral dari paroki diambil
dari kaum muda demi kelancaran urusan pastoral yang ada di paroki. Program-
program dari paroki yang diharapkan mampu memberdayakan kaum muda adalah
rekoleksi Orang Muda Katolik (OMK), rekoleksi pada Pendamping Iman Anak (PIA)
tiap lingkungan, sarasehan, turne. Berkaitan dengan keterlibatan kaum muda, beliau
diandalkan dan potensi-potensi tersebut nampak ketika dalam beberapa kegiatan yang
ketika bertepatan hari raya Natal dan Tahun Baru, Paskah dan beberapa acara-acara
Memang perlu diakui tidak ada yang tidak mungkin juga hal ini terjadi
pada Paroki-paroki atau tempat-tempat lain yang ada di Keuskupan Agung Pontianak.
Hal ini menunjukan bahwa di sinilah sebuah letak nilai-nilai positif yang ada pada
29
kaum muda di Keuskupan ini, sebuah gambaran masa depan yang cerah. Namun
masih banyak yang harus dibenahi berkaitan dengan masa depan kaum mudanya.
Sebut saja hal-hal negatif yang sampai sekarang menjadi kebiasaan adalah kebiasaan
sering terjadi. Kebanyakan hal-hal negatif ini terjadi pada orang muda Dayak.
sudah banyak terjadi dari macam-macam segi di tanah Kalimantan Barat ini, terutama
pada penduduk asli. Masyarakat Dayak sebenarnya sadar akan perubahan yang
sedang terjadi namun perubahan yang bagaimana? Dalam arti tertentu mereka juga
Tetapi ada sebuah keyakinan bahwa mereka belum bisa mengatakan perubahan
macam apa yang sedang terjadi, mereka juga tidak bisa mengatakan apakah dampak
Dewasa ini musik tidak asing lagi di telinga masyarakat dunia pada
umumnya. Berbagai bentuk karya musik menjadi santapan sehari-hari bagi para
penggemarnya, sebut saja berikut ini aliran-aliran musik pop, rock, underground,
klasik, reggae, jazz, keroncong, folksong, campur sari dan masih banyak lagi yang
lainnya. Karya-karya musik ini menawarkan berbagai macam situasi yang mungkin
dikonsumsi. Memang perlu diakui bahwa musik dapat masuk di mana saja dalam
setiap sendi-sendi kehidupan manusia serta dalam seluruh alam pikiran manusia.
Musik dapat dikatakan sebagai bahasa kedua setelah bahasa baku yang digunakan
30
manusia sehari-harinya seperti bahasa Indonesia, bahasa Jawa, bahasa Inggris dan
lainnya. Seperti yang ditegaskan oleh Karl Edmund Prier (2004: 3) berkaitan dengan
hal ini yaitu “Bahasa musik melampaui batas bahasa, kebudayaan, bahkan agama”.
Dengan demikian musik dapat juga dikatakan sebagai bahasa universal setiap umat
manusia. Melampaui batas bahasa manusia karena musik dengan berani memberikan
warna-warni kehidupan yang belum tentu mampu terungkapkan dengan bahasa yang
life”. Dalam setiap album yang dikeluarkan, motto ini selalu menghiasi cover.
Berbeda dengan Armand Maulana sang vokalis kelompok band Gigi, dalam
kesempatan yang sama mengatakan “Musik tidak akan berakhir selagi raga masih
bahwa sebuah karya musik dapat melampaui bahasa, kebudayaan bahkan agama.
Sebuah contoh yang dapat diberikan penulis mengenai musik mampu melampaui
agama. Perlu diakui bahwa ajaran agama sedikit sekali yang berani
bebas dikumandangkan bahkan bukan hanya dari kalangan agama saja yang
mendengar ungkapan tersebut namun dari aliran sosial – politik, dan budaya ikut
manusia, musik juga merupakan ungkapan kebebasan manusia untuk berkspresi serta
menunjukan siapa dirinya dan lingkungannya berkaitan dengan situasi yang sedang
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa ketika berbicara tentang musik, dalam
definisinya kiranya nanti dapat sedikit banyak memberi pemahaman tentang apa yang
dimaksud dengan musik. Berikut arti musik itu sendiri dalam beberapa bahasa,
bahasa Jerman: musik; bahasa Belanda: muziek; bahasa Inggris: music; bahasa
Prancis: musique; dan dalam bahasa Italia: musica. Dalam Kamus Bahasa Indonesia,
musik diartikan sebagai sebuah seni susun nada atau seni suara atau seni tata suara
(Heru Kasida, 1991:188). Selain itu musik juga didefinisikan sebagai cabang seni
yang membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola-pola yang dapat
dimengerti dan dipahami manusia. Musik itu sendiri berasal dari kata muse, yaitu
salah satu dewa dalam mitologi Yunani kuno bagi cabang seni dan ilmu pengetahuan
mampu menikmati musik tanpa harus mengerti arti kata-kata sebuah lagu. Sebuah
pertanyaan yang tidak mungkin tidak dapat dijawab oleh semua orang, apakah kaum
muda gemar musik? Hampir di seluruh dunia ini tidak seorang pun yang tidak
mengenal ‘musik’. Mengenai apa musik itu secara lebih dalam lagi mungkin tidak
semuanya tahu namun yang pasti sebagian besar masyarakat di seluruh dunia ini tidak
Hobi dan bakat musik akan tumbuh dan terus berkembang jika selalu
diatih dan diminati. Orang yang berbakat dalam musik sudah barang tentu hobi
dengan musik namun orang yang hobi dalam musik belum tentu memiliki bakat
dalam musik. Namun darimana asal sebuah hobi dan bakat musik tersebut? Sesuatu
yang kedengarannya menarik belum tentu dapat dikatakan dengan musik namun
walaupun demikian musik merupakan gabungan dari berbagai suara yang dihasilkan
32
oleh berbagai sumber pula kemudian direspon oleh pendengaran manusia, inilah yang
dikatakan bunyi. Bunyi ini sampai di telinga manusia dan diterima oleh alat respon
dalam sistem kerja otak di sinilah sebuah pilihan akan terjadi. Aneka ragam bunyi ini
tadi selalu diterima oleh setiap manusia dalam situasi yang berbeda dan oleh karena
inilah pengalaman dalam mengenal sebuah bunyi menjadikan seseorang terlihat lain
dari yang lainnya, seperti yang diungkapkan oleh Tri Harjono (1999: 43-45) berikut
ini:
memberikan warna tersendiri dalam bunyi ini akan membantu seseorang untuk dapat
membedakan jenis bunyi apa yang sedang didengarkannya. Cara kerja musik dalam
dirasakan namun dapat dipahami, dapat dikenali namun tidak sepenuhnya dapat
diterangkan” (Tri Harjono, 1999: 54-56). Pendengar musik dapat menangkap apa
menerangkan maksudnya.
“Sebagai seorang muda, saya mengalami perkembangan hidup yang tidak mudah,
yaitu proses belajar tentang apa hidup itu” (Oliver, 2003: 9). Arti hidup yang dicari
oleh kaum muda pada masa ini berbagai macam dan salah satunya dengan musik.
Bagi kaum muda tertentu musik merupakan tempat eksplorasi ekspresi pertama dan
33
tempat dimana arti hidup itu diketemukan. Dengan musik mereka segala bentuk
ekspresi sangat mudah dan bebas diekspresikan, dan biasanya pada masa muda
seperti ini sebagian ekspresi yang terungkapkan selalu berkaitan dengan emosional.
Kasida, 1991: 133), di sinilah dan masa inilah seseorang kadang berada di atas situasi
atas emosi maksudnya ialah ketika energi tentang perasaan terasa lebih dominan
terhadap akal sehat namun karena ia berpikir dirinya tidak mungkin dikuasai oleh
perasaan maka ia berusaha agar tidak dikuasai oleh perasaan. Lain halnya dengan
yang disebut berada di bawah emosi. Ketika perasaan terasa lebih dominan namun
karena seseorang tidak mampu mengusai sang perasaan tersebut maka demikianlah
terjadi dengan apa yang dinamakan terbawa perasaan atau dikuasai oleh perasaan.
Pada saat inilah, situasi yang membawa seseorang terhadap emosi dirinya akan
berusaha mencari wadah untuk mengungkapkan semua yang sedang dialaminya dan
salah satunya adalah musik. Namun tidak jarang hal-hal negatif juga menjadi tempat
pelarian yang utama dalam hal ini. Di sini kontrol dan bimbingan dari orang yang
emosi.
Dikatakan sekali lagi, apakah kaum muda gemar musik? Tidak semuanya
kaum muda gemar dengan musik, karena “musik merupakan tiruan seluk beluk hati
dengan melodi dan irama” (Prier, 2004: 41) dan tidak semuanya kaum muda
menyukai dengan melodi atau irama tersebut. Karena dalam musik, sedikit banyak
dibutuhkan sebuah ketertarikan dan rasa ingin tahu sehingga menimbilkan hobi. Hobi
menuntut seseorang untuk mengenal secara lebih dekat. Namun jika ditanyakan,
34
apakah kaum muda mengenal musik? Sebagian besar kaum muda pasti mengenal
musik.
dengan karya-karya musik yang terdapat di Pulau Jawa dan daerah-daerah lainnya.
Terlihat sebagian besar karya musik di Pulau Jawa dewasa ini lebih menonjolkan seni
musik/ karya musik kontemporernya atau sering disebut dengan musik campur sari.
Di daerah Flores, Maluku Papua dan yang lainnya, karya musik yang berkembang
dari karya musik khas daerah hingga kontemporernya. Demikian juga yang terjadi
pada karya musik di daerah Kalimantan Barat; karya musik yang berkembang dewasa
ini selain karya-karya kontemporer karya musik khas daerah juga masih terus
Kalimantan Barat ini sebut saja Sanggar Enggang Borneo di Singkawang, Sanggar
pelestarian adat istiadat serta karya seni musik. Di Kalimantan Barat sendiri yang
terjadi setiap tahun pada tanggal 27 April dirayakan pesta panen atau disebut Naik
Dango. Dalam perayaan ini berbagai karya seni yang ada di Kalimantan Barat
dipertunjukan, termasuk seni musik baik khas daerah/ tradisional atau karya musik
kontemporer. Perbedaan langsung yang dapat dilihat dari sebuah karya khas daerah
dengan karya kontemporernya ialah dalam penggunaan alat musik, bahasa, dan tema
35
lagu berdasarkan penjelasan Masdi [Lampiran 2: (2)]. Berikut ini akan dipaparkan
Musik khas Gong, dau (sejenis Bahasa Dayak Syukur dan berterima
kesembuhan,
keselamatan dalam
perjalanan; untuk
mengiringi tarian:
pada lagu-lagu yang diciptakan oleh musisi-musisi asli Kalimantan Barat, khususnya
lagu-lagu profan yang bergaya dan berbahasa Kalimantan. Berbagai tema yang
ditawarkan dalam lagu-lagu tersebut misalnya tentang kisah hidup seseorang atau
sekelompok orang, kisah awal mula suatu kebiasaan/ adat istiadat, kisah percintaan
36
dan kasih sayang, tentang doa syukur, permohonan dan berterima kasih, tentang
kebiasaan yang terjadi dalam masyarakat dan lain sebagainya. Setiap lagu pasti
dialami dan hal inilah kadang sangat membantu para penikmat lagu-lagu tersebut.
Misalnya dalam lagu yang berjudul Jubata karya Alpino DJ dalam bahasa Dayak
Sebuah karya musik seperti lagu yang berjudul Jubata tersebut sudah
barang tentu dapat memberikan inspirasi juga bagi siapa saja yang ingin lebih
mendekatkan diri pada Sang Penciptanya, apalagi ditambah dengan alunan lambat
penuh harapan dan ketukan 4/4 seolah-olah memberi kekuatan serta pengharapan
bagi umat manusia. Isi lagu ini menceritakan kisah perjalanan hidup manusia yang
37
penuh beban penderitaan. Sepanjang perjalanan hidupnya “sang manusia” ini selalu
berharap akan mendapat kenyamanan dan ia tahu pasti bahwa apa yang menjadi
harapannya tersebut pasti akan menjadi kenyataan karena ia percaya bahwa Tuhan-
atas ketika mencoba menyanyikan lagu-lagu lainnya karena pada akhirnya akan
sampai pada sebuah pepatah Latih yang mengatakan “Bene cantat bis orat” atau
menyanyi itu berdoa dua kali, yang berarti menyanyi itu lebih bernilai daripada
berdoa jika ada hati di dalamnya (Sudiarja, 2007: 27). Perlu diakui bahwa dalam
menyanyikan atau mengiringi atau menciptakan sebuah lagu mestinya ada sebuah
keterlibatan sisi diri sendiri atau sering disebut penjiwaan di dalamnya karena hal ini
pun dapat membantu diri sendiri untuk ikut dan terlibat secara langsung dalam
1. Pengertian umum
Namun dalam kalangan Gereja Katolik, istilah evangelisasi sendiri masih tergolong
baru. Evangelisasi diartikan sebagai tugas Gereja di tanah-tanah misi dan pengertian
ini untuk zaman sekarang masih sangat sempit. Dalam Sinode Para Uskup tahun 1974
dan kenabian Gereja. Kegiatan pewartaan dana kenabian tersebut sudah barang tentu
berkaitan dengan berbagai sendi kehidupan manusia. Hal ini dijelaskan juga dalam
EN 9 di bawah ini:
38
kegiatan Gereja yang bertujuan untuk mengubah dunia sesuai dengan kehendak
Tuhan, pencipta dan penebus (Adisusanto, 2000: 29). Evangelisasi yang dikenal
sekarang akan lebih nampak dan terasa serta dapat terlibat langsung di dalamnya
misalnya yang terdapat dalam Pembinaan Iman Anak (PIA), Pembinaan Iman Remaja
menambah kuantitas. Segala usaha yang dilakukan termasuk material yang diberikan
sebagai alat pendukung agar orang-orang tertentu mau dan tertarik mengikuti ‘ajakan’
si pewarta. Memang akhirnya banyak yang tertarik dan mengikuti namun segi
kedewasaan iman berbanding terbalik dengan motivasi untuk ikut di dalamnya. Hal
ini terjadi pada sebagaian besar penduduk di pedalaman Kalimantan Barat, menurut
penulis beberapa aliran/ sekte dari Gereja Protestan yang lebih banyak berperan di
dalamnya. Inilah salah satu contoh penerapan evangelisasi secara sempit dan hanya
mencakup keseluruhan penyebaran Kabar Gembira. Di dalam proses ini ada usaha ke
dalam dan ke luar, yaitu usaha dimana umat beriman semakin berkembang secara
39
terus menerus dalam memperdalam imannya dan memberi kesaksian di dalam hidup
mereka pula (Heuken, 1991: 313). Pengertian ini ditegaskan lagi oleh Mgr. Suharyo
lebih bersemangat dengan berbagai cara, wujud dan metode mengenai paham
dan hal inilah yang menuntut re-evangelisasi. Namun re-evangelisasi tersebut tidak
evangelisasi di sana ialah dengan adanya sinkretisme dan persoalanan sosial politik.
Salah satu contoh re-evangelisasi yang telah dilakukan di Gereja Timur ialah di
doa dan peribadatan terasa sia-sia sehingga akhirnya beberapa nyawa anggota
keluarga dan sanak saudara harus melayang, tidak ada yang melindungi. Sebelumnya
di Timor Timur ini merupakan tanah misi para misionaris dari Portugal dan Belanda.
pada tahun 1974, evangelisasi baru juga merupakan suatu upaya pembumian antara
warta Injil dan kebudayaan. Pewartaan Kabar Gembira semakin ditekankan agar
mampu berdialektika dengan berbagai macam ragam budaya yang sangat plural di
Asia.
40
Istilah evangelisasi dalam Kitab Suci sudah barang tentu menunjuk pada
(Kabar Gembira) dan eyanggelizes (pewarta Kabar Gembira) untuk pewartaan pokok
(Jacobs, 1992: 103). Dalam surat-surat Paulus tersebut pewartaan pokok yang
dimaksud adalah mengenai wafat dan kebangkitan Kristus, dan pelaksanaan karya
keselamatan Allah. Semua itu terangkum di dalam Kabar Gembira yang dimaksudkan
istilah Ibrani besora yang berarti berita tetang kemenangan (2 Sam 18:20-22) dan
istilah ini digunakan dalam Deutero Yesaya (Yes 40:9 52:7). Kata eu-anggelizomai
yang berarti memberitakan kabar baik sendiri digunakan dan lazim muncul pada
Lukas dan Surat Paulus, sedangkan pada Markus dan Matius (kecuali Mat 11:15)
Kabar Gembira ini jika didasarkan pada apa yang dimaksud Paulus adalah pewartaan
tentang Kristus dan rencana keselamatan Allah. Kemudian jika diamati lebih dalam
lagi kabar gembira di dalam Perjanjian Baru erat kaitannya dengan istilah kesaksian,
yang dalam bahasa Yunani martys (saksi), martyria (kesaksian). Dikatakan oleh
Jacobs (1992: 108) bahwa kesaksian selalu pengakuan, dengan itu maka kata ‘saksi’
mempunyai arti yang khas misioner. Dari hal tersebut istilah keryssein dan
pewaartaan Kabar Gembira di dalam Perjanjian Baru yang mempunyai arti luas.
Jacobs (1992: 95) sendiri memperkuat gagasannya berkaitan dengan ini dengan
maksud misi.
Gereja di dunia. Beberapa perubahan yang terjadi misalnya, Gereja sedikit banyak
ditentukan oleh misteri Ekaristi (Prier, 2004: 4) yang menyatakan bahwa, “Liturgi
tetapi terutama karya Allah yang menyelamatkan pada orang beriman. Liturgi adalah
ungkapan iman sebagai jawaban pada sapaan oleh Allah. Oleh karena itu hendaknya
liturgi dirayakan secara sederhana dan jelas; disamping pewartaan dari Kitab Suci
diperlukan juga homili” (SC 33-36, 50-52, 54). Namun ini merupakan perubahan
yang terjadi dalam tata cara liturgi, perubahan lain yang terjadi setelah Konsili
Vatikan II yaitu pada tahun 1974 dimana Paus Paulus VI mengeluarkan Ekshortasi
Apostoliknya yang berjudul Evangelii Nuntiandi tentang Pewartaan Injil dalam Dunia
Modern. Ensiklik ini dikeluarkan untuk menanggapi Sidang Umum Ketiga Sinode
Para Uskup tahun 1974 yang bertemakan “Evangelisasi” atau “Pewartaan Injil”
upaya keselamatan, namun tidak selalu dan tidak segera bertindak atau dapat
42
memperbaharui karya pewartaan Injil pada masa sekarang ini, agar Injil mampu
berdialog dengan kebudayaan dan secara konkret mampu menjawab pengharapan dan
mengeluarkan Evangelii Nuntiandi yaitu agar dapat “Membawa Kabar Baik kepada
segala tingkat kemanusiaan, dan melalui pengaruh Injil merubah umat manusia dari
mengawali suatu perkembangan iman akan Kristus (AG 6). Memang pengertian
evangelisasi sendiri memiliki arti yang luas. Evangelisasi tidak cukup hanya diberi
karena semua orang dapat mendapat pewartaan dan menjadi pewarta di zamannya
serta dapat memiliki Warta tersebut, Warta yang dimaksud ialah Yesus Kristus yang
menjadi pokok pewartaan. Oleh sebab inilah evangelisasi dapat juga disebut sebagai
merupakan suatu bentuk kesaksian hidup. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa
integrasi dari berbagai aspek perikehidupan, keluarga, dan persekutuan umat Gereja
(EN 41).
pengertian yang luas. Evangelisasi dapat berarti upaya untuk memberikan kesaksian
43
injili pada semua umat manusia, di samping itu juga dapat dimengerti sebagai upaya
Evangelisasi dalam arti sempit dimengerti pula sebagai upaya pewartaan awal, namun
tidak sebatas itu evangelisasi terlebih juga merupakan suatu upaya yang sampai
membawa umat kepada pertobatan dan pembabtisan. Arti yang lebih luas lagi,
warisan budaya umat manusia. Evangelisasi dapat disimpulkan sebagai suatu upaya
pewartaan Injil dengan memberikan kebebasan pada pewarta dalam memilih model,
metode dan sarana sehingga tujuan tercapai yaitu sampai pada pertobatan total.
kepada sikap pertobatan (EN 31, 34). Ditegaskan kembali oleh Paus Paulus VI “Bagi
Gereja, evangelisasi berarti membawa Kabar Gembira ke dalam semua lapisan umat
manusia, dan melalui pengaruhnya mengubah umat manusia dari dalam dan
dengan sendi kehidupan dan hubungan antar umat beriman dalam masyarakat. Oleh
karena inilah maka evangelisasi tidak cukup hanya berbicara akan suatu hal yang
ilahi saja namun aspek dalam kehidupan nyata umat manusia harus diikut-sertakan,
dan berkaitan dengan ini ada beberapa unsur pokok yang menjadi isi dalam
o Kesaksian langsung yang dapat dilihat dalam praktek evangelisasi ialah dalam
daging, Allah telah menciptakan semua hal dan telah memanggil umat manusia ke
44
dalam hidup kekal (EN 26). Allah sebagai Bapa mengasihi semua orang. Allah
adalah Cinta Kasih yang memelihara semua orang, menghendaki agar mereka
28). Ditegaskan lagi oleh Mgr. Suharyo, Pr, bahwa “Evangelisasi baru dapat
o Evangelisasi berpusat pada pewartaan Kerajaan Allah atau dengan kata lain pusat
(RN 20). Evangelisasi memperhitungkan interaksi yang terus menerus antara Injil
dan Hidup manusia yang konkret, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam
kehidupan sosial (EN 29). Ditegaskan lagi oleh Heryatno (1994: 22-32) bahwa
miskin, sehingga dialog hidup dengan kondisi aktual yang dihadapi orang-orang
miskin dan tertindas menjadi medan komunikasi iman dan komunikasi perjuangan
45
hidup”. Oleh sebab inilah maka evangelisasi merangkum warta yang menyerukan
yang bersifat ekonomis, politis, sosial dan budaya melainkan mencakup seluruh
manusia dalam segala segi, selaras dan mencakup keterbukaan terhadap Yang
o Evangelisasi dewasa ini juga memuat dimensi dialog dengan agama-agama lain,
karena evangelisasi tidak dapat dilepaskan dengan kegiatan dialog itu sediri.
menghadirkan kasih keselamatan Kristus kepada semua orang (RN 55). Begitu
juga evangelisasi baru dapat mendorong kepada kegiatan ekumene yang mendasar
tentang kesaksian yang harmonis tentang Kristus, dengan itu maka dipupuk
kerukunan dalam keberagaman antar anggota Gereja dan komunitas Gereja (RN
50). Dalam hal ini Gereja dituntut pula untuk menhadiran kesaksian mengenai
Gereja keluar dari dirinya sendiri, sejauh mengabdi kemanusiaan dan membawa
memperbaiki nama baik Gereja yang mungkin telah tercemar dan juga bukan
Sinode Para Uskup tahun 1974 telah menghasilkan warna baru dalam
evangelisasi. Dalam jangka waktu yang cukup lama, evangelisasi hanya dianggap
sebagai tugas Gereja di tanah-tanah misi, namun sekarang dinyatakan sebagai tugas
perutusan Gereja (Adisusanto, 2000: 28), dengan kata lain, setiap umat beriman
bahwa “mewartakan Injil merupakan identitas Gereja yang paling mendalam”. Bukan
tidak mungkin lagi bagi setiap orang untuk mampu mewujudkan identitas tersebut
diri (identitas Gereja) maka dari sinilah beranjak sebuah kreativitas dalam
mewujudkan Kabar Gembira di tengah umat beriman bahkan kepada semua orang-
orang. Evangelisasi baru yang telah diutarakan sebelumnya juga memuat berbagai
Pembaharuan tersebut terletak dimana wajah Injil mampu menyapa setiap orang
zaman sekarang dari dalam dan memperbaharuinya baik melalui semangat Injil,
ungkapan maupun metode yang digunakan untuk mewartakan Injil tersebut. Bagi
Gereja sarana untuk mewartakan Injil adalah kesaksian hidup Kristen yang otentik
47
(EN 41). Sebuah kesaksian hidup yang otentik mengartikan sebuah pengalaman asli
yang dimiliki umat Kristen yang dimaknai dalam terang injili, karena “Tidak seorang
dimana hubungan baik langsung maupun tidak langsung akan memberi warna
komunikasi. Di dalam komunikasi ada dua jenis, yaitu komunikasi obyektif dan
Hal itu dapat dapat dikatakan bahwa kesaksian hidup dari evangelisasi
baru ini haruslah pula mengantar manusia pada komunikasi eksistensial, dimana
orang tersapa hatinya untuk sampai pada pertobatan hati akan makna kerahiman
Allah.
Dunia saat ini adalah dunia yang semakin mengarah pada peradaban semu,
sebab dimana-mana identitas asli manusia yaitu komunikasi lewat kata-kata sedikit
banyak telah tergantikan dengan peradaban simbol atau lambang (Iswarahadi, 2007).
Tidak menutup kemungkinan bahwa zaman simbol dan lambang ini dapat membawa
dampak negatif dan positif bagi siapa saja. Misalnya saja hal negatif yang
48
secara langung dan lebih-lebih dalam keseharian bahasa pengungkapan setiap negara
lambang lebih-lebih dilihat dari segi positif. Namun dengan tegas Paus Paulus VI
peradaban sekarang ini untuk menyampaikan Injil (EN 42). Dalam peradaban yang
lebih memainkan peran lambang atau simbol ini sangat mendukung model-model
atau metode dalam cara penyampaian atau penyajian evangelisasi baru dan juga
dalam katekese, karena dalam hal ini, proses katekese pun lebih banyak
mengenai katekese dan evangelisasi. Menurut faham Gereja zaman sekarang dan
seluruh pewartaan dan kesaksian Gereja tentang Kabar Gembira, dan dalam arti ini
modern”, Karena segala sesuatu dan berkat perkembangan serta kemajuan pola
tersebut tidak lain demi tujuan untuk mempermudah aktivitas hidup dengan demikian
memiliki kebanggaan tersendiri. Aktivititas dunia di zaman modern juga tidak jauh
dari usaha untuk melihat orientasi ke depan dan berusaha mengurangi tingkat
kesulitan sesedikit mungkin dan berani melihat ke depan dengan segala resikonya.
Namun aktivitas dunia di zaman modern juga harusnya tidak dapat tidak
49
1975 dengan tegas menyatakan “Tak dapat diragukan lagi bahwa usaha untuk
mewartakan Injil kepada umat manusia pada zaman sekarang ini, yang didukung oleh
suatu pengharapan namun sekaligus juga kerapkali diliputi perasaan tertekan karena
ketakutan dan kecemasan, merupakan suatu pelayanan yang diberikan kepada jemaat
Kristen dan juga kepada seluruh umat manusia” (EN 1). Tidak dapat dipungkiri lagi
jika aktivitas dalam mewartakan Injil di tengah-tengah zaman seperti sekarang ini,
beberapa tantangan bahkan sandungan sekalipun pasti akan dihadapi. Namun jika
yakin dan percaya dalam pengharapan terhadap Sang Warta yaitu Yesus Kristus
sendiri maka niscaya sebuah pewartaan Injil akan dirasakan sebuah tanggungjawab
Realitas zaman modern saat ini telah membuktikan bahwa perilaku dan
daya pikir manusia telah berubah dari zaman ke zaman. Seorang penulis buku asal
Kalimantan Barat mengatakan, “Dunia berubah setiap saat, tawaran yang paling tepat
adalah anda berubah mengikuti perkembangan zaman atau anda tererosi ke dalam
perubahan itu” (Odop, 2006: 36). Tidak menutup kemungkinan ketika mengalami
dalam perubahan tersebut namun ada bagian masyarakat yang akan bertahan dalam
kebiasaan yang telah lama dilakukan. Manusia secara personal sudah pasti akan terus
berpikir untuk dirinya, apa yang akan terjadi pada saya hari esok?
50
perubahan demi perubahan terjadi. Gereja dengan sadar mengambil peran aktif yaitu
dengan memberikan peluang bagi para “pewarta” untuk memberitakan Kabar Baik
kepada semua umat manusia di zamannya. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan
dalam EN: “Justru inilah yang ingin kami lakukan di sini, pada akhir Tahun Suci ini
dimana selama itu Gereja, yang ‘berusaha mewartakan Injil kepada segala bangsa’,
mempunyai satu tujuan tunggal untuk memenuhi tugasnya sebagai utusan Kabar Baik
Yesus Kristus – Kabar Baik yang diwartakan melalui dua perintah pokok:
Apa yang dikatakan sebagai “kenakanlah manusia baru” (Ef 4:24; Kol
3:10; Gal 3:27) dan “berdamailah dengan Allah” (2Kor 5:20) merupakan sebuah
harapan dalam sebuah pewartaan bagi umat manusia pada zamannya, dimana
mendengar Kabar Baik Yesus, atau kepada anak-anak. Namun tidak kalah pentingnya
hal ini pula ditujukan kepada bagi banyak orang yang telah dibaptis tetapi hidup di
luar kehidupan Kristen serta untuk orang-orang sederhana yang tentu mempunyai
iman namun pengetahuan yang tidak sempurna mengenai dasar-dasar iman (EN 52).
satu sisi para pewarta harus berusaha menghidupi semangat injili mereka secara
personal sehingga merasa semakin dekat dengan Allah dan dalam bidang
pengetahuan tentang dasar-dasar iman serta cara hidup Kristiani namun dari sisi lain
pula para pewarta dengan semangat dan kerja keras berusaha mengabarkan Kabar
Baik, memberikan pemahaman tentang cara hidup Kristiani dan dasar-dasar iman
Kristiani, namun realitas zaman dan situasi kehidupan para umat-lah terlebih dahulu
ialah adanya peradaban dari zaman ke zaman. Dalam praksisnya kebudayaan yang
dimaksudkan ialah segala sarana dan upaya manusia untuk menyempurnakan dan
alam semesta dengan pengetahuan yang ada disertai jerih payah sehingga kehidupan
sosial dalam keluarga maupun dalam seluruh masyarakat lebih manusiawi melalui
kemajuan tata susila dan lembaga-lembaga yang ada menjadi semakin terwujudkan
aspirasi melalui karya-karya agar berguna bagi kemajuan banyak orang, bahkan bagi
Oleh karena itu mau tidak mau kebudayaan manusia mencakup dimensi
historis dan sosial, dan istilah “kebudayaan” seringkali mengandung arti
sosiologis dan etnologis. Dalam arti itulah orang berbicara tentang
kemacam-ragaman kebudayaan. Sebab dari pelbagai cara menggunakan
bermacam-macam hal, menjalankan pekerjaan dan mengungkapkan diri,
menghayati agama dan membina tata susiala, menetapkan undang-undang
dan membentuk lembaga-lembaga hukum, memajukan ilmu pengetahuan
serta kesenian, dan mengelola keindahan, munculah pelbagai kondisi
hidup yang umum serta pelbagai cara menata nilai-nilai kehidupan.
Begitulah dari tata hidup yang diwariskan munculah pusaka nilai-nilai
yang khas bagi setiap masyarakat manusia. Begitu pula terwujudlah
lingkungan hidup tertentu dengan corak historisnya sendiri, yang
menampung manusia dari bangsa dan zaman manapun, dan yang menjadi
sumber nilai-nilai untuk mengembangkan kebudayaan manusia serta
masyarakat (GS 53).
52
dimensi historis kebudayaan menjadi awal dan tanda kehadiran umat manusia di
dunia ini. Mengenai apa dan bagaimana yang dilakukan oleh manusia dengan
sesamanya telah mengaktifkan peran dimensi sosiologis. Dengan kata lain kedua
dimensi ini yaitu dimensi historis dan dimensi sosiologi tidak dapat dipisahkan atau
tidak dapat berdiri sendiri. Hal inilah yang membangun adanya kebudayaan dimana
sejarah dan diteruskan dari angkatan ke angkatan melalui tradisi yang mencakup
organisasi sosial, ekonomi, agama, keercayaan, kebiasaan, hukum seni, teknik dan
ilmu. Melalui hal inilah kebudayaan dapat mencakup rohani maupun materi, baik
Kebudayaan juga dapat diartikan sebagai pikiran atau akal budi (Suharso
& Retnoningsih, 2005: 94), atau dengan kata lain kebudayaan merupakan unsur
“iman” jika dilihat dari pengertian Suharso dan Retnoningsih, (2005: 177) adalah
keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa atau singkatnya
memiliki iman berarti memiliki ketetapan hati. Namun dalam pemahaman lain
tentang iman disebutkan dalam Konsili Vatikan II: “Kepada Allah yang
mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak yang sepenuhnya kepada Allah
yang mewahyukan, dan dengan sukarela menerima sebagai kebenaran, wahyu yang
dikaruniakan olehNya” (DV 5). Inilah yang menunjukkan adanya bukti kedekatan
memiliki dua sisi yang berbeda namun kiranya memiliki pengaruh yang sama dalam
proses evangelisasi.
(1996: 298) dalam hal ini berkaitan dengan aktivitas masyarakat lokal yang
cenderung agraris adalah kebudayaan kosmik yaitu mencakupi seluruh tatanan alam,
sosial dan simbolik. Tatanan kosmik ini tidak tertutup. Ada bahasa-bahasa tertentu
yang hanya dapat dimengerti dan dipahami oleh orang-orang tertentu saja dan ini
disebut dengan bahasa roh. Dunia kosmik memiliki keyakinan dan cara tersendiri
dalam pengungkapan situasi diri kepada Yang Ilahi; dunia kosmik juga menganggap
agama merupakan sebuah unsur yang terpisah dari kehidupan ekonomi dan politik.
Dalam aturan dunia kosmik, setiap kegiatan, bernafaskan roh para leluhur yang
Setiap benda, kejadian atau pribadi mempunyai arti dalam keseluruhan; keseluruhan
yang menggambarkan yang khusus, dan yang khusus hanya dapat dipahami dalam
terpusatkan pada siklus kehidupan yang didukung oleh siklus pertanian. Dimensi
sakral dari seluruh kehidupan diungkapkan dalam mitos dan ritual, dalam kebiasaan-
kebiasaan petani dan hukum keluarga, dalam arsitektur yang rapuh dan simbolik
Namun hal ini dengan catatan bahwa melihat nilai kebudayaan sangat
penting dan memiliki makna tersendiri dalam kehidupan masyarakat tertentu maka
dalam seluruh akal budi dalam sifat imanen-nya. Hal inilah yang disebut dengan
agama kosmik.
Pertemuan yang tidak seimbang antara nilai dan pola pikir dari
kebudayaan asli yang lisan dan nilai kultural yang muncul bersama modernisasi
fundamentalisme keagamaan (Kircberger & Mansford Prior, 1996: 298). Berawal dari
seperti ini sebuah situasi yang mendukung adanya evangelisasi baru. Evangelisasi
baru akan terlaksana apabila orang miskin dan pinggiran yang merupakan unsur
menjelaskan bahwa dewasa ini, dalam masa perubahan sosial yang pesat Gereja perlu
Di sinilah letak tugas para pewarta, yaitu mereka berusaha sebisa mungkin
Allah. Tidak seperti yang terlihat dalam fakta yang terjadi dalam sebagian masyarakat
kultural itu sendiri saat ini dipandang menyesatkan. Tugas lain dari para pewarta ialah
semangat berusaha mencapai tujuan pewartaan Kabar Baik dalam kerjasama dengan
semua orang yang berkehendak baik. Selain itu menyatukan nilai-nilai pokok dari
kali diadakan ibadat, misa, dalam nyanyiannya yang dikemas dalam satu paket
inkulturasi. Promotor utama yang telah jelas terlihat hasilnya dalam bidang ini ialah
BAB III
EVANGELISASI BARU
drama atau sandiwara. Sebuah naskah yang mengharuskan komunikasi dua arah
disebut dialog dan dalam komunikasi satu arah disebut monolog. Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (Suharso & Retnoningsih, 2005:122), kata “dialog” berarti
percakapan di sandiwara, cerita dan sebagainya. Namun sebuah kata “dialog” ini
tidak hanya terbatas dalam pengertian menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau
pengertian dalam naskah cerita atau drama; sebuah pengertian luas mengenai kata
“dialog” sering diperuntukan bagi dua kubu atau lebih dalam mencari solusi
mengenai kata “dialog” ini juga sering dijumpai dalam kelompok-kelompok diskusi,
misalnya “dialog antar umat beragama” yang sering diadakan oleh salah satu
peluang bagi berbagai agama untuk melakukan sharing atau diskusi tentang agama.
Pengertian lain lagi mengenai dialog ini secara khusus ketika kedua unsur
berbeda saling bertemu yaitu dalam unsur evangelisasi dan sebuah karya musik
daerah. Dalam hal ini, dialog dimaksudkan bahwa ketika terwujud evangelisasi dalam
sebuah karya musik daerah maka saat itu juga terjadi dialog kebudayaan dimana
unsur luar yaitu evangelisasi yang lebih mengarah pada pewartaan Kabar Baik dapat
diterima oleh masyarakat melalui karya musik. Proses diterimanya pewartaan Kabar
57
Baik inilah yang disebut dialog karena dalam proses ini masyarakat (umat) akan
Dalam rangka ini, evangelisasi secara umum telah lama dilakukan di tanah
Borneo (Kalimantan) oleh para misionaris dari Belanda pada tahun 1905. Pada
awalnya (awal abad ke-20) Vikaris Apostolik Batavia meminta tenaga dari
bersedia menerima tanggungjawab atas Prefektur Apostolik Borneo ini adalah para
biarawan Kapusin Propinsi Belanda. Pada tanggal 30 November 1905 enam orang
komunitas biara-biara lain seperti biarawan MTB, biarawati SFIC keduanya dari
Pada tahun 1926 Kongregasi MSF (Misionaris Keluarga Kudus) mengambil alih
pada 12 Mei 1938 menjadi Prefektur Apostolik Banjarmasin (Heuken, 2004: 219).
Injil serta usaha menambah kuantitas jemaat Kristiani; tidak dapat dipungkiri bahwa
inilah tugas Gereja ketika berada di tanah-tanah misi sekitar tahun 1905-1918. Tanah
Kalimantan mengalami masa awal evangelisasi pada tahun ini dimana para misionaris
pergi dari daerah satu ke daerah yang lainnya dengan tujuan mengenalkan sekaligus
28). Pengertian seperti ini tergolong masih sempit. Sinode Para Uskup sedunia pada
tahun 1974 melahirkan sebuah amanat dalam Evangelii Nuntiandi, paham dan praksis
tersebut. Suatu hal baru terjadi yaitu dimana dalam kebudayaan terdapat unsur baru
yang masuk, kebudayaan tersebut tidak lagi disebut dengan kebudayaan yang tampil
asli daerah tertentu namun digantikan dengan kebudayaan baru. Tidak dapat
dipungkiri pula bahwa esensi setiap kebudayaan asli sudah pasti selalu nampak dalam
budaya baru tersebut. Secara langsung kemungkinan besar setiap orang tidak akan
merasa bahwa pewartaan yang dilakukan melalui karya musik yang menyangkut
musik dan lirik ini memiliki tujuan akhir yaitu perubahan pola hidup dan akhirnya
menuju pertobatan.
gambaran bahwa sebuah karya musik merupakan salah satu dari wujud sebuah karya
menggetarkan perasaan seseorang sehingga bukan hanya berhenti pada perasaan saat
itu saja namun perasaan itu mampu memberi warna tersendiri yang lain dari perasaan
awal karena telah diekspresikan atau telah diungkapkan dalam sisi yang berbeda.
Karya musik bukan hanya mampu mengolah (mengekspresikan) perasaan saja namun
sebuah karya musik dapat serta merta memberikan suasana baru dalam pengalaman
seseorang. Pengalaman suka dan duka, untung dan malang, sukses dan gagal
Selanjutnya beliau menegaskan lagi bahwa “sebuah karya musik dapat menggetarkan
asosiasi seseorang”. Maka kecil kemungkinan jika sebuah karya musik dikatakan
59
sebagai usaha mempertobatkan atau mungkin usaha kristenisasi dan lain sebagainya.
Tentu saja pewartaan model ini sangat erat kaitannya dengan kebudayaan setempat
baik yang berkaitan dengan bahasa dan tutur katanya maupun pola hidup masyarakat
sehari-hari.
Hasil wawancara [Lampiran 1: (1)] yang belum lama ini penulis lakukan
dengan seorang “panyangahatn” atau orang yang dituakan dan pembawa doa ketika
upacara adat dalam masyarakat adat Dayak yaitu Bapak Masdi di pedalaman
Barat ritus syukur atas panen selalu didahului dengan “nyangahatn” yaitu doa yang
dilantuntan dalam nyanyian. Pelantun doa ini biasanya seorang ahli dan orang yang
dituakan dalam masyarakat. Peralatan yang diperlukan dalam melantuntan doa ini
adalah dua potong besi. Selama doa dilantunkan, besi ini akan dibunyikan sendiri
oleh si pendoa untuk mengiringi doa. Berikut adalah contoh doa yang diungkapkan
dalam nyanyian, atau dalam masyarakat Dayak pedalaman Kalimantan Barat disebut
“nyangahatn” :
Asa’ dua talu ampat lima anam tujuh... Satu dua tiga empat lima enam tujuh...
Bagole’ man tampukng tawar Mohon ampunan dalam iringan air suci
kematian
Tingkobakng nyangahatn ka’ saka Saat panenan ini kita kembali untuk
bersama
Ooo..Kita’ Jubata’aaa...
Bentuk doa dengan model dinyanyikan ini sudah berkembang sejak zaman
dahulu, jenisnya di antaranya adalah “baliatn” yaitu upacara doa penyembuhan orang
“nyangahatn baroah” yaitu doa syukur atas panen/ beras baru; “nyangahatn babore”
yaitu doa untuk kesembuhan orang sakit secara sederhana; “nyangahatn batalah”
yaitu upacara doa untuk memberi nama pada bayi dan sebagai lambang diterimanya
seseorang dalam anggota masyarakat; dan masih banyak lagi jenis doa-doa lainnya
evangelisasi dalam bentuk karya musik daerah, karena hal ini juga telah menjadi
kebiasaan masyarakat dengan sesuatu kebiasaan yang baik. Oleh karena itu penulis
menyebutkan bahwa dalam evangelisasi melalui karya musik ini merupakan dialog
Keuskupan Agung Pontianak yang terletak tidak jauh dari pusat Kota
Khatulistiwa ini ternyata telah melahirkan beberapa ahli dalam bidang keteketik
misalnya Afra Siawarjaya; pernah studi kateketik di IPPAK (STKAT). Ahli dalam
bidang lingkungan hidup: P. William Chang, OFMCap. Beliau pernah studi S-1
bidang filsafat di STFT St. Yohanes Pematangsiantar tahun 1988, menyelesaikan S-2
tahun 1993 bidang moral di Fakultas Teologi Universitas Gregoriana Roma, dan
tahun 1996 menyelesaikan studi S-3 bidang moral di Accademia Alfonsiana, Instituto
yang memiliki perhatian besar terhadap musik daerah. Saat ini beliau berkarya di
Paroki Pemangkat, Kalimantan Barat. Sebagai seorang imam sekaligus musisi, beliau
berusaha memberdayakan siapa saja yang memiliki bakat di bidang musik. Beberapa
hasil karyanya menjadi favorit masyarakat, misalnya lagu yang berjudul Janji Alok
Tahi Gigi. Hal ini perlu menjadi kebanggaan tersendiri dan menjadi sebuah motivasi
untuk mampu juga melakukan hal-hal yang mendukung perkembangan iman umat
umat beriman ternyata telah membawa umat beriman lebih mendalam. Di sinilah
letak sebuah kekuatan kesaksian bahwa kesaksian yang merupakan sebuah pengakuan
hidup dalam artian misioner (Jacobs, 1992: 108) ternyata mampu memberi daya pada
umat beriman lainya untuk terus berkembang dalam imannya. Kesaksian hidup
lainnya misalnya saja yang dilakukan oleh Tain Matheus dan teman-teman yang
62
masih sedikit dari mereka dalam memberikan bantuan namun ini sangat berharga bagi
yang dibantu. Apa yang telah mereka lakukan ini tidak berbeda jauh dengan
spiritualitas Ibu Theresa yang pernah mengungkapkan “Kita tidak bisa berbuat yang
lebih besar namun perbuatan-perbuatan kecil yang kita lakukan dengan cinta”
telah berada di tengah-tengah umat dan masyarakat pada umumnya. Berbagai bentuk
evangelisasi terjadi di sini, misalnya beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Tim
Pewartaan di tiap Paroki, beberapa kegiatan yang dilakukan oleh para katekis
keuskupan dan katekis paroki dalam usaha pemberdayaan umat, para seniman yang
puisi, teater dan karya seni ukir/ lukis/ pahat lainnya. Kegiatan-kegiatan yang telah
nampak di antaranya adalah baik itu kegiatan secara berkelanjutan atau insidental di
antaranya ialah pendalaman iman, syukuran dalam pesta panen “Naik Dango”, dan
pentas seni.
dewasa ini, dapat dilihat bahwa evangelisasi yang dilakukan di Keuskupan Agung
Pontianak dalam berbagai bentuk, baik yang telah terprogram oleh seksi pewartaan di
Paroki maupun yang dilakukan oleh perorangan atau sekelompok musisi tanah
Borneo ini. Melalui syair dan nada serta isi keseluruhan lagu-lagu yang telah
kesetiaan batin seperti yang telah diungkapkan oleh Paus Paulus VI dalam EN 24:
63
memberi kesaksian atau melalui ibadat atau Perayaan Ekaristi. Banyak hal yang
istiadat daerah setempat. Harus diakui bahwa tanah Kalimantan kaya akan tradisi
peninggalan nenek moyang pada zaman dahulu. Terkait dengan peninggalan tersebut
di antaranya ialah cerita rakyat. Penulis merasa ada beberapa dari cerita rakyat di
Kalimantan Barat yang memiliki kemiripan jalan cerita dengan Kitab Suci Kristiani.
Misalnya saja dalam cerita yang berjudul “Bujakng Nyangko” (nama seorang tokoh
dalam cerita tersebut) memiliki kemiripan jalan cerita dengan Kisah Penciptaan (Kej
1) atau cerita lainnya yang berjudul “Dara Itapm” (nama seorang tokoh dalam cerita
tersebut) juga memiliki kemiripan jalan cerita dengan Kisah Adam dan Hawa.
Berlatar-belakang kemiripan dan pengertian nilai kehidupan yang hampir sama inilah
seorang Pendeta dari GKE Singkawang-Kalbar pada tahun 1978-1979 yaitu Pendeta
pedalaman Kalimantan Barat. Hasil penelitian yang belum sempat diterbitkan ini
Kalimantan Barat melalui kekayaan tradisi cerita rakyat nenek moyang orang Dayak.
Pendeta Vierling dan timnya berusaha mengangkat cerita rakyat dalam terang Injil
Kalimantan Barat dan menjadikan Kristus sebagai Pokok Iman yang paling utama.
64
Namun sayang hasil penelitian yang sedemikian bermanfaat ini kurang mendapat
tanggapan, baik dari pihak Gereja Kristen Protestan maupun dari Gereja Katolik dan
akhirnya penelitian ini hanya berhenti sebatas penelitian saja tanpa ada tindak lanjut
musik daerah dapat dikatakan belum pernah dilakukan dalam tubuh Keuskupan
Agung Pontianak. Ini merupakan hal baru dan benar-benar evangelisasi baru jika hal
ini dapat dilaksanakan dalam Gereja Keuskupan Agung Pontianak” [Lampiran 7: (7)].
Gereja di Keuskupan Agung Pontianak memang suatu saat pasti akan membutuhkan
pembaharuan sedikit demi sedikit terutama pada kaum muda. Dengan melihat situasi
dunia modernisasi dewasa ini ada ketakutan sendiri kepada kaum muda akan terus
modernisasi yang diterima. Dalam PKPKM (Pedoman Karya Patoral Kaum Muda)
Komkep KWI 1999: 4 disebutkan bahwa “kaum muda harus dipandang sebagai
pribadi yang sedang berkembang. Mereka memiliki ciri khas dan kunikan yang tak
tergantikan, kualitas, bakat dan minat yang perlu dihargai. Mereka mempunyai
perasaan, pola pikir, tata nilai dan pengalaman tertentu serta masalah dan kebutuhan
yang perlu dipahami”. Dalam rangka membangun jati diri kaum muda inilah proses
evangelisasi baru melalui karya musik daerah sangat diharapkan perkembangan iman
serta bakat dan kemampuan kaum muda dapat terus terpelihara dan
diperkembangkan. Karna sekali lagi “kaum muda adalah harapan dan masa depan
Gereja dan masyarakat” (Komkep KWI, 1999: 1). Namun hal ini masih dalam
lingkup harapan. Masih banyak kaum muda yang membutuhkan bantuan untuk
65
bangkit melihat ke depan. Seperti yang diungkapkan oleh Pastor Paroki Menjalin
Pada umumnya kaum muda seperti yang digambarkan di atas terjadi pada
kaum muda yang kurang bahkan tidak berpendidikan atau karena faktor ekonomi. Di
tempat asal penulis sendiri pun sering ditemui keadaan-keadaan seperti ini. Faktor
paling dominan yang mempengaruhi kaum muda seperti ini adalah faktor ekonomi.
Faktor ekonomi menuntut anggota keluarga untuk semuanya aktif mencari uang.
Sejak usia anak-anak, dalam diri mereka telah ditanamkan bagaimana caranya
mencari uang, dan tentu pendidikan akan dikesampingkan. Ini merupakan salah satu
semacam ini masih kurang tanggapan dan tindakan nyata dari Gereja. Unit-unit usaha
masyarakat masih kurang memadai untuk memberi solusi terhadap permasalahan ini
itu sendiri bukanlah suatu hal yang mudah. Masih banyak yang harus dibenahi untuk
perkembangan ke arah yang dituju tersebut. Dan cara untuk melakukan pembenahan
tersebut bisa saja melalui cara yang saat ini selalu up to date, yaitu melalui musik.
66
Berkaitan dengan ini penulis memberi sedikit sumbangan mengenai cara evangelisasi
evangelisasi dalam karya musik ini beberapa tantangan harus dihadapi. Seorang
pemudi anggota aktif Komunitas Sanggar Enggang Borneo, Eriya Putri [Lampiran 8:
(8)] mengutarakan beberapa tantangan di antaranya ialah kaum muda sedikit yang
daerah, tingkat kesadaran umat akan sebuah karya musik masih membutuhkan sebuah
motivasi langsung dan bimbingan; para musisi daerah lebih banyak mementingkan
secara langsung di tengah umat. Dalam hal ini berbeda dengan apa yang telah
serta mengajak umat untuk lebih mengenal imannya terhadap Jubata (Tuhan) secara
lebih dekat melalui pertunjukan-pertunjukan seni di antaranya ialah seni musik dan
teater.
Hampir senada juga seperti yang diungkapkan oleh Nikita, penyanyi cilik
lagu-lagu rohani asal Jakarta yang sekarang mulai tumbuh menjadi seorang remaja
ketika dalam wawancara dengan UTUSAN “Motivasi Niki dalam bernyanyi bukan
untuk mencari uang atau agar terkenal namun Tuhan memberikan talenta, mengapa
tidak dikembalikan padaNya?”. Di sisi lain kepentingan komersial dari sebuah karya
sangatlah penting. Sisi komersial ini mau tidak mau menjadi salah satu pendukung
terciptanya sebuah karya. Dan komersial di sini lebih dimaksudkan sebagai sebuah
daerah Kalimantan Barat. Ini adalah sebuah harapan, harapan penulis dan mungkin
banyak orang yang ingin agar imannya berkembang seiring hasil karya ciptanya.
1. Peluang evangelisasi
pribadi untuk berani menetapkan sebuah pilihan, apalagi dewasa ini arus globalisasi
memberikan penawaran dalam berbagai bentuk yang sangat menggiurkan. Sebut saja
untuk lebih tahu lagi semua informasi yang ada di sekitarnya dan di seluruh dunia,
program-program televisi dalam sebuah kuis berhadiah ratusan ribu hingga jutaan
Melihat kenyataan zaman saat ini, dapat dianggap kurang pas jika sebuah
evangelisasi dilakukan hanya atas dasar sebuah misi kristenisasi atau berakhir pada
sebuah “pertobatan” dengan mengikuti agama tertentu (Adisusato, 2000: 28). Dalam
EN 11, secara lebih jelas evangelisasi diterangkan sebagai sebuah pewartaan dan
eksistensinya kepada semua umat manusia dari segala golongan, dengan tujuan
melalui sebuah pintu masuk kaum muda pada umumnya dan salah satunya
mengungkapkan bahwa sebuah pintu masuk ini dapat dipahami dimana mereka
merasa memiliki kekuatan besar sehingga dengan berani bertindak atas dasar
68
kebebasan bagi mereka (Shelton, 1988: 83-84). Pada masa ini mereka juga pasti
dengan berbagai kegiatan dan tentu dengan teman sebayanya. Sarana untuk mengisi
kekosongan menurut mereka akan lebih mudah dalam bermusik, berolah raga, dan
berkomunikasi dalam dunia maya atau sering disebut dengan internet (Shelton, 1988:
69).
masuknya memberikan peluang bagi para pewarta agar lebih mengenal dunia musik
selain dunia kaum muda dan sisi kerohaniannya. Seorang sosok penyanyi cilik
pelantun lagu-lagu rohani yang kini telah menginjak usia remaja yaitu Natasha Nikita
sendiri. Dia mengatakan “Aku tidak pernah marah sama Tuhan sebab Dia sangat
mencintai Niki dan kita. Rasanya malah selalu dekat dengan Tuhan Yesus. Buktinya
kalau Niki lagi ada masalah, lalu berdoa, ya masalah tidak langsung hilang, tetapi aku
Apa yang menjadi pendapat dan pengalaman Nikita merupakan sebuah hal
yang sangat memberi inspirasi bagi siapa saja yang tergerak hatinya untuk mengenal
secara lebih dekat siapa Yesus Kristus dan kasih yang diberikanNya kepada manusia
melalui karya musik. Memang perlu dipahami bahwa evangelisasi tidak dapat terjadi
dengan begitu saja, ibarat hujan turun dari langit. Namun evangelisasi terjadi melalui
terjadi melalui karya musik. Dan sekali lagi ini merupakan sebuah harapan yang
melalui karya seni, sebut saja seni musik; seni lukis; seni tari; seni peran dan berbagai
macam kesenian lainnya maka ini adalah sebuah kesempatan dimana pintu masuk
untuk sebuah evangelisasi melalui karya musik terbuka lebar. Dalam masyarakat suku
Dayak di Kalimantan Barat, setiap tahun yaitu sekitar bulan April diadakan pesta
syukur atas panen padi baru yang sering disebut “Naik Dango”. Naik Dango ini
biasanya dimulai pada bulan Juni dan diakhiri pada bulan April. Rangkaiannya
sebagai berikut: persiapan menanam, saat menanam, masa panen, dan penyimpanan
hasil panen. Pesta Naik Dango ini diadakan karena masyarakat suku Dayak sangat
menghargai padi/ beras. Bagi mereka padi/ beras adalah awal kehidupan. Jubata
memberikan padi kepada manusia untuk diolah, maka padi sangat memiliki nilai
luhur bagi masyarakat Dayak. Tidak heran jika disetiap rumah masyarakat suku
Dayak asli terdapat lumbung padi dan benihnya yang diikat kemudian disimpan pula
ke dalam lumbung tersebut. Seorang tokoh adat Dayak yaitu Malahia dalam sebuah
situs berkaitan dengan ini menegaskan, “Bagi sebagian masyarakat perkotaan, padi
atau beras hanyalah sekadar barang kebutuhan sehari-hari, komoditas yang dapat
dibeli asalkan ada uang. Tetapi, bagi masyarakat Dayak Kanayatn atau juga petani
pada umumnya, padi dan beras bukanlah semata-mata produksi dan komoditas,
melainkan rahmat ilahi yang harus disyukuri” (Malahia, 2008: 12). Dalam rangka
semangat mensyukuri berkat Ilahi inilah maka Pesta Syukur Naik Dango diadakan
dan setiap desa sudah pasti mendapat giliran untuk menjadi koordinator sekaligus
tuan rumah dalam acara. Naik Dango secara harfiah diartikan sebagai awal masuknya
berikutnya dan memohon pada Jubata agar panen berikut lebih baikdan manusia
terhindar dari malapetaka. Naik Dango ini dapat juga dikatakan sebagai sebuah
sistem ketahanan pangan. Namun sebuah keprihatinan penulis dan juga mungkin
masyarakat luas lainnya, lumbung-lumbung padi kini hampir menjadi sebuah sejarah.
Sebagai seorang putera daerah asli, penulis seriing mendengar pendapat bahwa
membuat lumbung padi sangat merepotkan. Bagi penulis pendapat seperti itu
sangatlah salah besar. Ini adalah adat istiadat nenek moyang dan harus dilestarikan,
bahkan ini bisa menjadi sumber komoditas bidang pariwisata pendapatan asli daerah.
Di sisi lain namun dalam dalam fokus yang sama, sebuah kebanggaan
penulis sebagai kaum muda Dayak sekaligus pengikut Kristus. Pesta syukur panen
yang biasanya diadakan di tempat asalnya di Kalimantan Barat diadakan juga setiap
mahasiswa dan pelajar yang berasal dari Kalimantan. Di tahun 2008 yang lalu yakni
tanggal 16-18 Oktober 2008 telah diadakan Pesta Syukur dengan format acara
“Gawai Dayak se-Kalimantan.” Tema gawai Dayak kali ini ialah “Originalitas
Bangsa”. Koordinator gawai Dayak yaitu Samuel Billy [Lampiran 10: (10)] seorang
acara ini ialah mengucap syukur atas karunia dan penyertaan Jubata (Tuhan) selama
mahasiswa dan pelajar yang terlibat di dalamnya khususnya mahasiswa dan pelajar
yang berasal dari Kabupaten Melawi (pihak penyelenggara). Hal ini merupakan
sebuah wujud persatuan dan kesadaran kaum muda di Kalimantan Barat untuk
Berbagai macam acara seni dan kerajinan serta masakan daerah hingga karnaval
budaya. Setiap rangkaian acara yang akan dimulai selalu diawali dengan upacara adat
terlebih dahulu begitu juga pada akhir acara yaitu dengan “nyangahatn palataratn”
(berdoa di miniatur lumbung padi) disertai dengan memotong ayam jago merah.
Rangkaian acara yang termasuk dalam acara seni ialah lomba Pop Singer, festival tari
dan seni menghias pondok pameran ala rumah adat; termasuk acara keterampilan
ialah lomba membersihkan beras, lomba masakan khas, lomba permainan rakyat.
Dalam rangkaian acara ini juga diadakan karnaval budaya dimana rute yang dilalui:
Keceriaan dan rasa memiliki serta rasa persatuan dan kesatuan terlahir
seiring berjalannya acara ini. Identitas asli dalam budaya ini takkan pernah
dan closing ceremony dari Kalimantan Barat. Hal ini menandakan bahwa sedemikian
eratnya hubungan manusia dengan Sang Pencipta (Jubata). Semua larut dalam setiap
acara yang disajikan oleh panitia. Ketika menghadiri acara ini, spontan penulis
merasa seperti berada di kampung halaman sendiri. Beberapa orang yang hadir juga
mengungkapkan rasa yang sama. Acara ini juga membuat kerinduan yang dalam akan
indahnya suasana kampung halaman. Namun sebagai seorang orang Dayak asli,
penulis merasa ada yang kurang dalam acara ini; semua ciri khas Kalimantan telah
terungkapkan dalam setiap sesi acara dari kesenian hingga kuliner. Penulis merasa
esensi dari identitas setiap kesenian yang disajikan bukan lagi menyajikan sesuatu
yang asli namun telah tercampur baur dengan budaya lain. Contohnya saja dalam
mengiringi tari-tarian (tari babore, tari perang, tari bahanyi, tari bujakng nyangko
turutn ka’ langit dan ada beberapa tari-tarian lainnya). Alat musik yang digunakan
72
selain dau, sapeq, agukng, ganakng, digunakan juga tamtam, simbal, gitar bass, dan
gitar solo. Memang secara audio dan visual akan terlihat meriah dan hidup namun
unsur keaslian dalam kesenian ini telah terlupakan dengan mencampur-baurkan alat
karya musik daerah tidak dapat dilaksanakan. Fokus evangelisasi dalam karya musik
adalah karya musik dan kaum muda, hal yang berkaitan dengan hilangnya esensi
tetap dilaksanakan sambil memperhatian unsur-unsur keaslian alat dan musik daerah.
Arti musik didefinisikan oleh Koch N., (1997: 1197) ialah “musik adalah
seni mengungkapkan rasa melalui nada”. Manusia sebagai salah satu makhluk ciptaan
Tuhan yang dilengkapi dengan akal budi tentu memiliki rasa terhadap sesuatu. Rasa
sekumpulan orang di ladang (aleatn : Bhs Dayak) bernyanyi sambil bekerja dan
sebagainya. Berbeda dengan apa yang diungkapkan oleh Schlling (1997). Dia
mengungkapkan “musik adalah irama dan harmoni dari alam semesta sejauh
bersinar siang dan malam, perputaran bumi pada porosnya, tiupan angin dan
sebagainya. Lain halnya dengan pengungkapan musik menurut Zwahr (2003: 4997),
dia mengatakan “musik merupakan hubungan nada dalam jangka waktu”. Jika musik
dikatakan hubungan nada dalam jangka waktu artinya sebuah nada terjadi tidak
73
begitu saja dan pada saat itu saja namun membutuhkan waktu. Itu sebabnya jangka
Berikut penulis akan membahas tiga jenis lagu sesuai dengan isi tulisan ini
yaitu bagaimana sebuah karya musik dapat dikatakan sebagai pintu masuk dalam
evangelisasi baru bagi kaum muda Kristiani khususnya dan secara umum bagi siapa
saja yang tergerak hatinya, membawanya pada pengalaman baru sehingga sedikit
demi sedikit dengan sebuah penghayatan yang mendalam dapat memberi perubahan
a. Musik
Banoe: 2003 menjelaskan terdapat beberapa jenis musik yang sering digunakan,
contohnya musik klasik yaitu musik masa lampau yang selalu memperhatikan tata
Berkaitan dengan musik pop rohani, seorang ahli musik liturgi Romo Prier, SJ
mengatakan “lagu pop rohani diciptakan untuk keperluan seperti devosi bersama/
perorangan, pertemuan, pentas, hiburan, meditasi, katekese dan lain-lain (Prier, 2008:
99). Masih banyak jenis-jenis musik lainnya yang diciptakan khusus untuk tujuan
yang jujur, dan dengan kata lain “musik merupakan suatu tiruan seluk beluk hati
terpenting dalam sebuah karya musik. berkaitan dengan ini Pono Banoe (2003: 233)
menegaskan, “sebuah karya musik untuk dinyanyikan atau dimainkan dengan pola
dan bentuk tertentu”. Sifat asli musik haruslah selalu nampak yaitu musik dapat
membahasakan semua yang tidak dapat diungkapkan dan musik melampaui semua
lapisan dan golongan dalam masyarakat, dengan kata lain musik merupakan suatu
bahasa yang bersifat universal. Hal kedua yang penting dalam sebuah musik adalah
ritme. Dalam sebuah musik ritme atau sering juga disebut irama diartikan sebagai
derap atau langkah teratur yang menandakan sebuah lagu memiliki pola dan keadaan
atau sesuatu yang teratur gerak atau langkahnya disebut ritmis. Ritme dapat juga
diartikan sebagai unsur waktu dalam musik, panjang-pendeknya nada menurut pola
tertentu. Selanjutnya hal ketiga yang penting dalam sebuah musik ialah harmoni.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Suharso & Retnoningsih, 2005: 165), kata
harmoni diartikan sebagai suatu keselarasan atau serasi. Dalam musik, harmoni
adalah gabungan nada baik secara selaras (konsonan) maupun secara janggal
b. Syair
509) syair diartikan dalam artian sastra yang berarti puisi lama yang tiap-tiap bait
umumnya terdiri atas dua/ empat/ enam larik (baris) yang berakhir dengan bunyi yang
sama. Berkaitan dengan pantun, seni tradisional Dayak mengenal pantun sebagai
bahasa untuk mengungkapkan nasehat atau sindiran. Secara umum pantun terdiri dari
dua bagian yaitu bagian pertama kalimat dalam bahasa khiasan dan bagian kedua
untuk menunjuk arti yang sebenarnya. Dalam bidang musik, syair merupakan sebuah
keadaan/ suasana yang sedang terjadi maupun yang masih menjadi impian, angan-
angan atau cita-cita atau pun sebuah harapan. Dalam musik, syair merupakan bahasa
menyertai lagu atau sering disebut dengan vokal. Syair bukanlah unsur utama dalam
karya musik namun melalui syair, sebuah lagu akan berbicara langsung tentang
pengungkapan sesuatu. Sebuah syair dalam musik dikatakan bagus atau indah dan
bermutu apabila pemilihan kata dan bentuk bahasa seutuhnya dapat dipahami oleh
manusia. Kata-kata atau kalimat lagu tersebut hendaknya kata-kata baku atau standar
bahasa Indonesia atau bahasa dimana kelompok/ golongan orang-orang tertentu dapat
mengerti.
Setiap hasil sebuah karya musik sudah pasti memiliki arti dan tujuan
tertentu yang terlahir sejak terciptanya sebuah karya. Arti dan tujuan inilah yang
memberi jawaban pada setiap orang bahwa di situlah letak isi karya musik dan mau
berbicara apa karya musik tersebut. Misalnya dalam lagu-lagu Taize. Prier memberi
gambaran tentang lagu-lagu Taize biasanya dipakai dalam ibadat alternatif yang
disebut Ibadat Taize. Ibadat ini tanpa kotbah dan banyak kata-kata namun dengan
banyak lagu dan keheningan, dengan iringan unik (biola, seruling, gitar) yang
menciptakan suasana segar dan indah, meski sederhana (Prier, 2008: 97). Karya
musik yang tercipta dalam lagu-lagu Taize merupakan salah satu contoh pewartaan
langsung melalui musik dan syair. Hal inilah yang dimaksud evangelisasi melalui
karya musik. Lagu-lagu Taize yang diciptakan telah berhasil membawa manusia ke
dunia “transenden”; syair berbicara di dalam hati. Hal ini pun karena didukung
76
dengan pembawaan dalam setiap lagu Taize yang diulang-ulang, agar mudah dihafal
Masih ada beberapa karya musik lainnya yang mirip dengan lagu Taize
dengan Yang Ilahi. Misalnya saja lagu Gregorian, lagu Rawaseneng, dan lagu
Gedono. Lagu Gregorian tidak memiliki pola ritme tertentu karena sangat
dipengaruhi suku kata dalam syair sehingga terkesan nadanya terseret-seret; lagu
Gedono merupakan semi-gregorian namun dinyanyikan dua atau tiga suara dengan
iringan sebuah Zithera/ sitar khusus dalam mengiringi nyanyian ini (Prier, 2008: 95-
97). Beberapa karya musik yang diciptakan ini mampu menarik perhatian banyak
orang dan khususnya kaum muda yang selalu rindu akan suatu hal baru, berkaitan
menghayati imannya. Beberapa hal yang sering ditemui dalam kehidupan konkret
dewasa ini beberapa diantaranya ialah dalam ibadat Taize, Persekutuan Doa
Karismatik dan ziarah ke Gedono walau hanya untuk mendengarkan para Suster
Trapis melantunkan ibadat harian. Dari sekian banyak individu yang tertarik akan hal
ini, sebagian besar adalah kaum muda. Pewartaan secara tidak langsung pun terjadi
pada setiap orang yang melihat dan mendengarkan. Hal ini dapat terjadi karena
didukung oleh suasana di sekitar, misalnya para Suster Trapis bernyanyi dari hati,
tempatnya jauh dari keramaian sehingga suasana sunyi dan teduh sangat terasa.
Dengan diiringinya nyanyian ini dengan alat musik khusus yaitu zhitera sangat
membantu para Suster Trapis untuk lebih menghayati setiap syair yang terucapkan.
dikemas dalam sebuah karya musik. Dengan adanya pemikiran dari penulis ini, bukan
77
berarti sebelumnya pewartaan yang dilakukan tidak melalui sebuah media; beberapa
sejak dini. Sebut saja Pusat Musik Liturgi Yogyakarta, Enggang Borneo Singkawang
Kalimantan Barat, Studio Audio Visual Puskat Yogyakarta yaitu pewartaan yang
dilakukan melalui media audio visual dan masih banyak lagi yang lainnya. Dalam SC
115 disebutkan:
Adanya dukungan dari pihak Gereja seperti ini memberi motivasi bagi
bidang pewartaan. Bukan hanya hanya Lembaga-lembaga yang ada yang berperan
dalam hal ini, namun semangat untuk memberi kesaksian dalam umat Kristiani juga
tertanam pada diri secara personal, walaupun unsur komersial dari sebuah karya
kadang lebih dominan daripada palayanan semata. Peran orang tua dalam keluarga
Analisis karya musik ini dilakukan dengan melihat tiga bagian pokok yang
memperhatikan segi musik (melodi; ritme; dan harmoni), syair, dan evangelisasi
karya musik. Analisis yang dilakukan ini sangat sederhana karena penulis hanya
memberi porsi pada bagian terpenting dalam sebuah karya musik atau lagu dan yang
berkaitan dengan tulisan ini. Karya musik yang dianalisis juga terdiri dari tiga bagian
yaitu musik asli (dalam bahasa Dayak Kanayatn – Kalimantan Barat), musik pop
(dalam bahasa Dayak Kanayatn – Kalimantan Barat), dan musik inkulturasi Gerejani
a. Musik Asli (dalam bahasa dan musik asli Dayak Kanayatn – Kalimantan Barat)
Dendo Babore
Suling │ 6 │ │ . . │ 6 6 . 6 5 6 5│
. 5 6 5 6 5 . .
Vokal │ │ │ │
5 │6 .3 5 6 │6 5 6 5 .5│ 5 5 5│ 5
ÊÉ·
Suling │6 .5 6 │5 . │
ÊÉ·
Vokal 5│ │ │5 .│
│
ÊÉÉ·
79
Suling
ÊÉ·
Dendo Babore
Ngincaknga’ topokng ba salepang muka’ ransa’ nyambah ka’ bale diri’ ka’ binua
Baru’ babore banyumang baras banyu ame kana jukat disangka dimareho
Baru boh diri’ batawar batampuknga’ tawar diri’ nawari muha ame nang masapm
Ame boh diri’ kana etokng karunia diri nawari’ boh ampakng bere bagalah-galah
Baru’ boh diri’ badarah manta’ darah ece’ diri’ naraha’ luka’ matamuan
Kade’nya rompokng boh tambah diri nang nambalnya, ame boh diri’ katitakng-
bakatitakng
Baru’ babadi baamutn diri’ nang basasah diri’ nasaha’ miang saganap miang
Udah basasah boh dirinya sagala sedokng sagala balis sadalapm badatnnya
Mangke ba diri’ sabente boh nyawa sapuas nyawa makatn saradakng radakng
sabatakng radakng
Udah babadi diri’ nang bapupu baru nang baaluatn man barasa’ kuning
80
Lalu kita “membersihkan” diri agar jangan sampai terlihat muka muram
Jangan sampai kita terhitung dari salah satu orang yang melakukan kesalahan
Lalu kita berpikiran jernih untuk membersihkan luka yang telah mengering
Jika kita mampu memperbaiki yang rusak dalam diri, jangan merasa berbangga hati
Cucikan diri dari segala yang jahat dan iblis yang merasuk dalam jiwanya
Satu hal dalam diri kita, satu nyawa ketika bersantap bersama satu tempat ketika
dalam persaudaraan
Penopang jalan hidup jadi penuntun menuju jalan kebenaran walau harus melewati
rintangan
Lagu ini berjudul Dendo Babore. Dendo Babore dalam bahasa Dayak
Kanayatn berarti Lantunan Doa. Dilihat dari asal katannya, “dendo” dalam bahasa
Dayak Kanayatn sering diartikan sebagai nyanyian. Pada zaman dahulu ketika orang
tua akan menidurkan anaknya, hal yang sering dilakukan ialah menyanyikan sebuah
lagu. Kegiatan orang tua seperti ini disebut “ngadendo” atau dalam bahasa Indonesia
disebut bernyanyi. Ngadendo yang sering dilakukan bukan seperti lagu-lagu zaman
sekarang yang kaya akan syair dan memperhatikan bagus tidaknya dalam nada.
Ngadendo kadang-kadang hanya terdiri dari satu kalimat saja yang diulang secara
terus menerus bahkan kadang-kadang ngadendo hanya berupa gumaman yang sedikit
dipoles dengan nada. Berikut contoh syair dalam ngadendo, “tidur ba tidur otohha
uwe’ (apa’) ka’ uma’a...” artinya “tidurlah anakku tidur ibu bapak mau ke ladang”.
Kata “babore” sendiri berarti doa. Misalnya babore ka’ uma (doa di ladang), babore
batalah (doa/ upacara memberi nama pada bayi), babore ka’ saka (doa di tempat
sakral) dan masih banyak lagi babore atau upacara doa ini dilakukan dalam
2) Musik
Kembali pada lagu “Dendo Babore”. Lagu Dendo Babore (lantunan doa)
ini merupakan sebuah ungkapan doa seorang “Panyangahatn” (pendoa) dalam bahasa
lisan yang tidak langsung menunjukan arti sebenarnya melainkan menunjuk pada
sebuah makna. Sekilas ketika mendengarkan lagu Dendo Babore ini maka kesan
82
pertama yang muncul adalah lagu ini tidak ada keteraturannya dalam bentuk
kalimatnya. Namun inilah ciri khas dendo/ musik tradisional Dayak Kanayatn dengan
mendominasi di dalamnya.
kalimat. Dalam melagukan syair hanya sekedar menumpang pada iringan dan nada-
nada pokok sehingga lagu ini terkesan dinyanyikan dengan semaunya oleh penyanyi.
Namun walau demikian tidak menghilangkan gaya pentatonis lagu ini sendiri.
Jangkauan wilayah nada (ambitus) memiliki keteraturan berkisar antara 1 oktaf. Bagi
orang yang pertama kali mendengar lagu ini, sudah pasti akan memberi tanggapan
bahwa lagu ini tidak memiliki keindahan. Namun bagi penulis sendiri lagu ini sangat
indah dan enak di dengar karena merupakan ungkapan kejujuran dari hati seseorang.
Selanjutnya hal ketiga yang penting dalam sebuah musik ialah harmoni.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Suharso & Retnoningsih, 2005: 165), kata
disonan secara normal dalam akord. Dalam musik penatonis akord tidak digunakan”.
Bagitu juga yang terjadi pada lagu Dendo Babore; karena musik bersifat pentatonis
maka dalam hal harmoni tidak diperhatikan. Oleh karena itu, pada lagu Dendo
3) Syair
Syair pada lagu Dendo Babore merupakan bahasa asli suku Dayak
dalam lagu ini adalah bahasa lisan yang dipakai sehari-hari dalam masyarakat.
83
Kalimat demi kalimat dalam syair ini tidak menunjuk langsung pada arti
individu, individu dengan lingkungannya dan individu dengan roh-roh nenek moyang
serta individu dengan Sang Pencipta (Jubata). Misalnya saja pada penggalan bait lagu
Dari penggalan lagu Dendo Babore ini jelas nampak hubungan yang
saling memberikan makna satu dengan yang lainnya hingga ditemukanlah kejernihan
Dengan melihat lagu Dendo Babore ini, tidak mutlak jika dikatakan
menjadi seorang penyanyi haruslah seorang yang memiliki suara indah. Namun
karena bernyanyi dari hati dengan segala kepolosan maka inti sebuah lagu pasti akan
85
Vokal 5 6│ │6 5 . . 3 5│6 6 . 6 6 6│3 2 . .
1 2│3 3 .3 5 5 3 5│6 . . │ 1 6 5 . 6 .5 3│1 . . ║
Aao..Pama Jubata, kami bapamang ka’ Kita Ya..Tuhan Yang Maha Tinggi, kami bernyanyi
Aao..Pama Jubata, lapasatn kami nang idup Ya..Tuhan Yang Maha Tinggi, bebaskan kami dari
Ngucapatn syukur ka’ ari dimare’ Ucap syukur atas hari yang diberi
Ajari kami adel ka’ Talino Ajar kami untuk adil terhadap umat manusia
Ajari kami bacuramin ka’ saruga Ajar kami untuk bercermin ke surga
Tapi basengat ka’ Kita o Jubata Namun kami bernafas hanya padaMu ya Tuhan
86
Lagu yang berjudul “Pama Jubata” ini merupakan buah karya Muderus M.
Bagayo dan dinyanyikan oleh Ella Beltra di bawah naungan Galaherang Studio,
“Pama”, sesuatu yang lebih dan sangat besar/ agung dari segalanya namun memiliki
kesucian dan kemurnian dan hanya ada satu Pama, yaitu Pama Jubata atau Tuhan
Yang Maha Tinggi. Kata Pama hanya disebutkan khusus untuk Jubata (Tuhan).
Begitu besar dan agung namaNya (Jubata) sehingga hampir tak terucapkan kata untuk
“Pama Jubata” untuk menyebut Tuhan dalam bahasa Dayak karena manusia
memandang dirinya tidak layak untuk Pama Jubata itu sendiri. Dalam kehidupan
sehari-hari kata “Pama Jubata” digantikan hanya dengan menyebut “Jubata” atau
“Nek Jubata”. Seorang Muderus pencipta lagu ini sengaja memberi judul pada
karyanya dengan “Pama Jubata” karena melihat peran Pama Jubata dalam setiap sisi
kehidupan masyarakat Dayak sangat besar; dari berladang hingga urusan antar
individu maupun hubungan manusia dengan makhluk yang diyakini hidup di alam
lain namun dekat dengan kehidupan masyarakat. Pama Jubata digambarkan sebagai
penghubung dari semua sisi kehidupan masyarakat. Tanpa Pama Jubata kehidupan
tidak akan terjadi karena hidup berasal dariNya. Dengan kata lain Pama Jubata
adalah segalanya, satu dan tak ada duanya. Pama Jubata memiliki segalanya dan
manusia tidak punya apa-apa maka manusia harus barusaha dan bekerja keras namun
manusia harus memelihara dan menghargai apa yang telah diberikan oleh Sang Pama.
87
2) Musik
Pada saat mendengarkan lagu ini, seperti musik pop pada umumnya lagu
Pama Jubata memberi sentuhan yang lembut dan seolah-olah dialami sendiri oleh
pendengar baik suasana maupun isi lagu. Menurut Meyers (2003), musik pop
merupakan “musik yang berkembang dari Rock n’ Roll tahun 1955-an dan kemudian
diperkembangkan oleh group asal Inggris (The Beatles dan Rolling Stones). Dalam
arti harafiah termasuk di sini semua musik hiburan yang disebarkan oleh media massa
diantaranya adalah lagu pop, folklove komersial, operet, musical, musik country,
musik dansa, lagu klasik yang dipopkan dan jazz” (Zwahr, 2003: 5820).
Karakter musik pop hadir dalam nuansa lagu Pama Jubata dimana
dijelaskan oleh musikologi Theodore W. Adorno yang dikutip oleh Nipa dkk. dalam
pemikat utama bagi penikmat lagu-lagu pop. Apalagi musik yang ada pada lagu ini
terdengar ringan namun sangat menyentuh. Inilah hal dasar dan utama mengapa
musik pop lebih populer dan lebih banyak digemari khalayak masyarakat mulai dari
muda maupun tua, pria dan wanita hingga status dan golongan dalam masyarakat
yang cenderung pluralitas karena bermodal kesederhaan musik dan syairnya. Namun
di sisi lain, lagu pop akan sangat mudah dilupakan oleh masyarakat karena ada lagu-
84
didapatkan. Dengan lagu Dendo Babore ini juga mau mangungkapkan bahwa karya
musik daerah asli merupakan sebuah karya seni yang sederhana namun bernilai
tinggi.
Salah satu alasan penulis memilih lagu ini karena dalam lagu ini
terkandung nilai pewartaan secara tidak langsung namun masyarakat suku Dayak
Kanayatn telah tahu makna dan isi lagu ini. Tujuan akhir dari lagu ini jika dilihat dari
isi dan maknanya ialah agar manusia berani memperbaiki hidup; membuang jauh niat
jahat, membangun persaudaraan dan akhirnya melangkah dalam hati yang jernih.
Pewartaan dalam Gereja Katolik juga memiliki tujuan akhir yang tidak jauh berbeda
Pama Jubata
Suling 0 5 . . │6 . . │6 . . . │0 │ 3 .2 . . 1│1 . .
ÊÉ·
ÊÉÉÉÉ·
Vokal 5 6 │ . . │6 5 . . 6 . │ │6 5 . .
Ê·Ê
3 5│. . 5 5 3 5│3 1 . . 6 . │6 5 6 . 5 3│1 . .
Suling 6│6 . . 5 3 2│3 3 3 3 3 │3 . .
88
lagu pop yang baru dan lebih bagus serta akan terasa hebat jika lebih tahu secepat
Lagu Pama Jubata tidak lepas dari gaya pentatonik (do-re-mi-sol-la), yang
musik yang cenderung elemental (sederhana). Untuk orang-orang tertentu yang tidak
menyukai musik pentatonik, lagu Pama Jubata ini akan cepat membosankan. Namun
karena syairnya termasuk dalam takaran memiliki nilai yang tinggi maka hal ini juga
yang menjadi pendukung dalam lagu ini agar lebih diminati banyak orang.
Seperti pada lagu Dendo Babore, lagu Pama Jubata ini juga merupakan
lagu pentatonik sehingga keharmonian lagu diabaikan namun karena lagu Pama
Jubata merupakan lagu pop, gaya pentatonik dalam lagu ini dibumbui dengan akord
tambahan harmonis. Lagu yang memiliki gaya pentatonik memiliki tingkat kesulitan
3) Syair
Seperti yang telah terungkap sebelumnya tadi bahwa syair pada lagu Pama
Jubata ini memiliki nilai tinggi dan syarat akan makna. Secara keseluruhan dalam isi
segalanya dan Jubata pula tempat semua pengaduan dan pengharapan, seperti yang
perlu diberitahu tentang hidup dan hubungannya dengan yang lain hingga
hubungannya dengan Jubata. Jubata dalam lagu ini diibaratkan sebagai sebagai
seorang Guru Pembimbing yang menuntun siswanya agar tidak salah jalan.
Syair lagu Pama Jubata ini bagi penulis sangat menyentuh hati. Ini adalah
sebuah doa, sebuah ungkapan ketulusan hati dan kepolosan diri manusia apa adanya
di hadapan Tuhan (Sang Pama Jubata). Apa yang menjadi pengalaman Muderus
(pencipta lagu Pama Jubata) juga dapat menjadi pengalaman orang lain yang
mendengarkannya. Suasana yang ditonjolkan sejak awal dalam lagu ini membawa
lumbung padi dengan mengucapkan kata-kata “Asa.. dua.. talu.. ampat.. lima.. anam..
tujuh...” sambil membuat bunyi-bunyian dari dua besi yang diadu. Seorang tokoh
dalam masyarakat adat Dayak yaitu Pak Tuha Jamel, begitu beliau sering dipanggil,
keramat yang diyakini orang suku Dayak sampai ketujuh manusia dapat mencapai
Untuk berpikir dan mendapat inspirasi dalam sebuah karya manusia membutuhkan
90
pencerahan dan pencerahan itu hanya datang dari Tuhan apabila manusia memintanya
dalam doa dan manusia tidak dapat mengingkari jika semua yang ada padanya berasal
dari Yang Kuasa, Allah Bapa. Namun jika manusia mau berusaha maka ia pasti
mendapatkannya.
Dalam lagu Pama Jubata ini manusia diajak untuk mengenal secara lebih
dekat lagi siapa sebenarnya Jubata (Tuhan) yang selalu bermurah hati pada manusia.
Jubata yang menjadi sumber segalanya. Pada bait terakhir lagu tersebut diungkapkan
falsafah masyarakat suku Dayak yaitu “adel ka’ talino, bacuramin ka’ saruga,
basengat ka’ Jubata”. Masyarakat bisa hidup rukun dan seimbang dengan alam karena
campur tangan Jubata, dalam kesehariannya manusia bertindak atas dasar perbuatan
baik yang tercermin di surga dan hal ini pun dalam tuntunan Jubata, hingga manusia
bernafas atas campur tangan Jubata. Jubata yang menghendaki semuanya, manusia
pelakunya.
Lagu Pama Jubata ini memang khusus diciptakan dalam bentuk lagu pop.
Lagu ini juga merupakan hasil karya seni yang diolah berdasarkan pengalaman
sehari-hari. Maka dapat dikatakan bahwa lagu Pama Jubata memberi pesan khusus
pada manusia agar tidak bertindak semaunya. Hidup ada aturannya dan semuanya itu
1 = F 4/4
1 1 │ 1 . 1 1 2 1Æ│Á . 1 3 2 │ 3 . 3 3 2 1 │1 . . . │
Ê·
91
3 . . . 2│5 5 3 2 . 1 │ 3 2 3 . 2 │3 2 1 1 . 1 │
ÊÉÉ·Ê·Ê·
Ji - wa ha - us me – rin - dukan Dikau Tuhan, sum-
1 3 2 . 2 │ 3 2 1 1 . │2 1 3 2 1 │ 1 . .
Ê·Ê·Ê·ÊÉÉÉ·
Ber i - man, pengha - rap-an dan cin - ta.
suatu interaksi budaya lama dengan budaya baru yang kemudian mengalami
transformasi” (Prier, 2007: 5). Sebuah perjumpaan budaya terjadi dalam lagu ini.
Menurut Giancarlo Collet dikutip oleh Prier, inkulturasi merupakan suatu proses yang
unsur situasi tersebut, tetapi menjadi suatu daya yang menjiwai dan mengolah budaya
tersebut”. Singkatnya, inkulturasi merupakan suatu proses timbal balik antara budaya
setempat dengan “budaya” Gereja berupa pewartaan dan ungkapan iman dalam
ibadat. Lagu Hujan Rahmat di Ladang merupakan inkulturasi musik liturgi, dan
mengenai ini sekali lagi Prier menegaskan “inkulturasi musik liturgi ini merupakan
usaha menciptakan bentuk-bentuk musik baru yang bermutu tinggi dan luhur; yang
mengena pada orang beriman yang mengikuti perayaan iman sehingga dalam
inkulturasi musik ini menjadi sebuah ungkapan iman” (Prier, 2007: 5).
92
Pemilihan judul oleh pencipta lagu ini tidak lepas dari latar belakang
situasi bercocok tanam di ladang. Pada dasarnya semua petani sangat mendambakan
lahan yang ditanami subur hingga padi tumbuh sesuai dengan yang diharapkan.
Suasana yang digambarkan ketika membaca judul lagu ini secara harafiah ialah
sebuah harapan petani agar hasil kerja kerasnya mendapat hasil yang memuaskan dan
harapan ini hanya ditujukan pada Sang Pemberi Harapan, Jubata (Tamai Tingai/
Tuhan dalam bahasa Dayak Kenyah). Dalam pengertian nilai, “hujan rahmat di
ladang” ditujukan pada belas kasih Tuhan yang tiada hentinya seperti petani memberi
2) Musik
Lagu hasil lokakarya Pusat Musik Liturgi (PML) ini termasuk lagu yang
sangat sederhana dan mudah dipahami; karena lagu ini dinyanyikan dengan tempo
yang santai yaitu dengan kecepatan tempo M.M. 69-72 atau dengan kata lain tempo
andante ini menjadikan suasana dalam lagu ini terasa santai dan ringan, mirip dengan
orang yang berjalan dengan santai. Suasana musik seperti ini terdapat pada bait
pertama dalam lagu ini. Namun berbeda dengan bait yang kedua, di bait yang kedua
ini tempo dinaikkan menjadi moderato M.M. 84-88. Sesuai dengan isi syair bait dua
Paul Widyawan ingin lagu Hujan Rahmat di Ladang dinyanyikan lebih cepat dan
lebih hidup namun terdapat sedikit marcato atau tekanan; mirip dengan derap langkah
orang berbaris.
Dalam membawakan lagu ini beliau mengatakan, “indahkanlah kontras antara bait
satu dan pada bait dua sesuai dengan isi syairnya. Meski bait satu lambat, namun
jagalah agar tidak mati; dengan memakai busur (selama kurang lebih dua birama).
93
Bait dua tidak hanya lebih cepat tetapi juga sedikit marcato” (Team Pusat Musik
3) Syair
yang sangat sederhana dan ringan namun sarat akan makna. Pencipta syair (pantun)
lagu ini, Murti Sri Sadono (1985: 693) ingin mengajak umat untuk lebih berani
memiliki sebuah pengharapan dan cinta kepada Tuhan. Diungkapkan pada kalimat
pertama bait pertama “bagai ladang yang kering menantikan air hujan”. Dan
diungkapkan lagi pada kalimat kedua bait pertama dengan perbandingan terbalik
“jiwa haus merindukan Dikau Tuhan, sumber iman, sumber pengharapan dan cinta”
(Team Pusat Musik Liturgi, 2006: 693). Begitu juga yang terjadi pada kalimat bait
kedua. Sebuah suasana yang terjadi pada sisi kalimat pertama dan kalimat yang
kedua.
Pada kalimat pertama (bait pertama dan bait kedua), pencipta syair lagu
Hujan Rahmat di Ladang ini ingin menampilkan suasana/ pemandangan ladang yang
hampa; ladang yang kering, ladang yang tanahnya tandus dan tanamannya hampir
mati. Ladang ini membutuhkan sumber air agar tanaman yang ada di dalamnya bisa
tumbuh hidup dan berbuah. Hanya satu yang menjadi sumber pengharapan pada
ladang yang kerung nan tandus ini yaitu turunnya hujan demi kesuburan lahan.
kedua (bait pertama dan bait kedua). Di sini penyair ingin melukiskan hidup manusia
yang sebenarnya apabila jauh dari Sang Penciptanya. Manusia akan mengalami
kekeringan jiwa, dia akan terus haus. Dia dapat hidup, namun hidup yang hampa-lah
yang akan menjadi miliknya, bukan hidup yang sebenarnya. Manusia yang memiliki
94
pengharapan akan berani mengatakan (pada kalimat kedua bait kedua) “Dikau Tuhan
sumber kehidupan jiwa dan raga”. Namun bagi manusia yang tidak berpengharapan,
apalagi cinta dia akan membiarkan hidup apa adanya, menunggu belas kasihan dan
tanpa usaha.
Lagu Hujan Rahmat di Ladang ini memang sarat akan nilai. Nilai
kehidupan yang terkandung di dalamnya mengatakan bahwa hidup manusia akan sia-
sia tanpa ada campur tangan dari Tuhan dan hanya Tuhan saja yang mampu
memberikan segalanya asalkan manusia mau berusah. Manusia diajak agar selalu
setia kepada Sang Penciptanya agar kekeringan jiwa takkan pernah terjadi.
sangat erat. Walau terlihat jauh dengan digambarkan Tuhan sebagai Pengharapan
namun Tuhan adalah Cinta dimana manusia berharap dan dengan kekuatan cintaNya
umat bahwa hanya dalam Tuhan pengharapan dan cinta itu ada. Di kala hidup terasa
kering dan hampa, kepada siapa lagi tempat peraduan manusia? Di sini penyair telah
menunjukan kepada siapa seharusnya umat berharap, yaitu hanya pada Tuhan;
Lagu ini merupakan pewartaan langsung pada umat. Sangat cocok jika
diolah dalam sebuah pertemuan katekese. Jika diambil sebuah tema dalam lagu ini,
Penulis mempunyai pemikiran bahwa situasi tema sesuai dengan siatuasi masyarakat
agraris di Kalimantan Barat. Harapan akan tumbuh pada sebuah ladang yang kering
95
jika ada sebuah usaha dan yakin serta percaya hanya pada Tuhan sumber
pengharapan tersebut.
1. Contoh Katekese
katekese ini penulis akan menggunakan model Katekese Umat yaitu Shared
Christian Praxis (SCP). Berikut ini adalah lima langkah dalam SCP menurut
peserta model SCP ini lebih sistematis sehingga mampu menghantar dan
dapat dijadikan sebagai pedoman dalam hidup. Berikut ini adalah contoh sebuah
katekese.
2. Identitas
Kalbar
f. Hari/ tanggal : -
pertanyaan panduan.
j. Sumber bahan :
o Mat 13:1-9
3. Pemikiran Dasar
berladang itu sendiri pun tahu yaitu menanami dan memelihara lahan dengan padi
atau tanaman pendukung lainnya. Namun tidak semuanya tahu bagaimana proses
berladang. Tidak mengherankan jika ditanya pasti ada yang tidak tahu salah satu cara
dalam proses berladang di masyarakat pedalaman dan sistem gotong royong yang
proses yang teratur dan sudah diturunkan dari nenek moyang mereka zaman dahulu.
Pertama adalah pencarian lahan. Lahan yang dipilih adalah lahan yang termasuk
lahan muda (udas) yaitu lahan yang memang belum pernah disentuh atau lahan yang
telah “ditidurkan”/ diistirahatkan selama satu tahun, kemudian alternatif kedua adalah
pada lahan tua (karebet) yaitu lahan yang telah beberapa tahun tidak difungsikan
pembakaran, para petani ini membuat jarak lima sampai tujuh meter antara lahan
ladang dan lahan yang tidak digunakan. Hal ini untuk menghindari kebakaran dan
ketika tiba waktu pembakaran beberapa orang ditempatkan di tiap sudut ladang untuk
petani sebelumnya. Perikop ini mengisahkan tentang seorang penabur. Sebagian besar
benih yang ditaburkannya mengalami gagal tumbuh. Ada tiga bagian benih yang
gagal tumbuh karena tidak jatuh pada media yang semestinya untuk pertumbuhan.
Sebut saja, benih yang pertama jatuh di pinggir jalan lalu benihnya dimakan burung.
98
Benih yang kedua jatuh pada batu-batu dan tidak banyak tanah di situ dan akhirnya
mati. Benih yang ketiga jatuh di atas semak duri. Benih ini dapat tumbuh namun
ketika semak duri semakin besar menghimpitnya hingga mati. Namun pada benih
yang keempat, ia jatuh dan tumbuh pada tanah yang subur. Ia mampu berbuah mulai
dari tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat, hingga seratus kali lipat. Begitulah
ajaran Yesus dalam sebuah perumpamaan ini sebetulnya mau mengajak umatNya
diamalkan dalam pikiran, hati sampai pada tindakan. Sebuah semangat totalitas yang
Dari pertemuan ini sebuah harapan muncul pada umat sekalian. Benih
yang tumbuh dan berbuah akan menghasilkan panenan yang melimpah. Begitulah
kiranya yang terjadi pada umat Allah. Berbekal semangat totalitas, tidak ada yang
4. Pengembangan Langkah-langkah
1 = F 4/4
1 1 │ 1 . 1 1 2 1Æ│Á . 1 3 2 │ 3 . 3 3 2 1 │1 . . . │
Ê·
Bagai ladang yg kering menan –ti - Kan a – ir hu – jan.
3 . . . 2│5 5 3 2 . 1 │ 3 2 3 . 2 │3 2 1 1 . 1 │
ÊÉÉ·Ê·Ê·
Ji - wa ha - us me – rin - dukan Dikau Tuhan, sum-
1 3 2 . 2 │ 3 2 1 1 . │2 1 3 2 1 │ 1 . .
Ê·Ê·Ê·ÊÉÉÉ·
Ber i - man, pengha - rap-an dan cin - ta.
3) Penceritaan kembali isi lagu. Pedamping meminta satu hingga tiga orang untuk
mencoba menceritakan kembali secara singkat tentang isi pokok dari lagu
tersebut.
Pemilihan judul oleh pencipta lagu ini tidak lepas dari latar belakang situasi
bercocok tanam di ladang. Pada dasarnya semua petani sangat mendambakan lahan
yang ditanami subur hingga padi tumbuh sesuai dengan yang diharapkan. Suasana
yang digambarkan ketika membaca judul lagu ini secara harafiah ialah sebuah
harapan petani agar hasil kerja kerasnya mendapat hasil yang memuaskan dan
harapan ini hanya ditujukan pada Sang Pemberi Harapan, Tamai Tingai/ Tuhan dalam
bahasa Dayak Kenyah. Dalam pengertian nilai, “hujan rahmat di ladang” ditujukan
pada belas kasih Tuhan yang tiada hentinya seperti petani memberi kesuburan di
a) Sebutkan pada bagaian mana dalam lagu tersebut yang menunjukan sebuah
6) Arah rangkuman
Manusia digambarkan dalam syair lagu ini memiliki hubungan yang sangat
erat. Walau terlihat jauh dengan digambarkan Tuhan sebagai Pengharapan namun
Tuhan adalah Cinta dimana manusia berharap dan dengan kekuatan cintaNya maka
bahwa hanya dalam Tuhan pengharapan dan cinta itu ada. Di kala hidup terasa kering
dan hampa, kepada siapa lagi tempat peraduan manusia? Di sini penyair telah
menunjukan kepada siapa seharusnya umat berharap, yaitu hanya pada Tuhan;
1) Peserta diajak untuk merefleksikan hasil sharing pengalaman dan Lagu Hujan
a) Bagaimana proses jalan keluar yang ditawarkan dalam lagu Hujan Rahmat di
Ladang?
b) Apa yang teman-teman lakukan untuk menemukan solusi atau jalan keluar ketika
dalam permasalahan?
2) Dari jawaban yang telah diungkapkan oleh peserta, pendamping memberikan arah
ada yang tidak mungkin terwujud jika sebuah harapan disertakan dalam usaha kerja
keras. Lagu Hujan Rahmat di Ladang merupakan sebuah bukti kekuatan cinta Sang
101
dalam keterpurukan dosa dan kesalahan dan Ia pasti menerima umatNya dengan
segala apa yang dimiliki, sekalipun itu penuh dengan dosa. Jika Allah saja melakukan
tindakan cinta dan memberi harapan kepada hidup manusia, mengapa tidak kita pun
berusaha di dunia ini untuk membalas cinta itu dan dengan sepenuh hati menaruh
Kitab Suci (Mat 13:1-9) dan peserta yang lain ikut membaca dalam hati pada
2) Peserta diberi waktu sebentar untuku hening sejenak sambil secara pribadi
a) Ayat manakah yang menunjukan sebuah usaha seorang penabur pada perikop
tersebut?
c) Sikap seperti yang ditanamkan oleh Yesus sebagai seorang Penabur Sejati kepada
para muridnya? Dan sikap apa yang seharusnya yang ada pada kita sebagai
murid-murid Yesus?
3) Peserta diajak untuk sendiri mencari dan menemukan pesan inti dari Mat 13:1-9
Sementara peserta mencari hingga menemukan jawaban pesan inti dari perikop
dengan tanggapan peserta dalam hubungan dengan tema dan tujuan, sebagai
berikut:
semak, banyak bebatuan dan dekat dengan jalan namun ia memiliki lahan yang subur.
Namun sangat disayangkan benih yang telah ditaburkan gagal jatuh di tempat yang
terkandung dalam perumpamaan ayat 4 ini ialah setiap orang yang mendengarkan
firman tentang Kerajaan Allah namun tidak mengerti tentang apa yang dimaksudkan.
Godaan datang dan merampas semua yang ditaburkan dalam hati orang tersebut.
jatuh pada media yang dapat menumbuhkan benih tersebut namun jatuh di tanah yang
banyak bebatuan. Benih ini dapat tumbuh namun karena tanahnya tipis dan banyak
bebatuan, ketika matahari terbit tanaman itu menjadi layu dan kering karena tidak
memiliki akar. Ayat 5 ini memiliki makna orang yang mendengarkan firman dan
berduri. Terdapat sebuah makna bahwa orang yang mendengarkan firman dikatakan
103
akan mudah tergoda dengan harta benda serta kekayaan duniawi. Hal ini juga yang
Ayat 8 sangat menguntungkan bagi benih yang jatuh pada tanah subur,
sehingga benih-benih ini dapat tumbuh hingga menghasilkan buah yang melimpah.
dan tindakan terhadap pewartaan Yesus,terutama pada Injil Matius yang menjadi
fokus dalam tulisan ini. Mat 13:1-9 menceritakan tentang evangelisasi serta
sepanjang pantai (ayat 1-3). Orang banyak inilah yang merupakan sasaran pewartaan
Yesus. Telah diungkapkan sebelumnya tadi bahwa perumpamaan ini mengenai benih
(ayat 4-9) yang memperlawankan tiga macam benih yang sia-sia dan satu macam
yang menghasilkan banyak buah. Benih tadi sia-sia karena jatuh ke tanah yang buruk:
di jalanan (ayat 4), tanah yang keras (ayat 5), dan diantara duri-duri (ayat 7). Tetapi
benih yang jatuh di tanah yang bagus (ayat 8) menghasilkan buah yang banyak.
pengharapan dan pada akhirnya mengubah pola untuk menekankan pokok yang
Kerajaan Allah tidak diterima secara universal dan menyemangati mereka yang
yang tumbuh dalam tanah yang baik akan menerima hasil yang melimpah.
104
1) Pengantar
mana yang dibuat oleh Yesus yang seharusnya menjadi tuntunan sikap kita dalam
hidup keseharian. Yasus telah memberikan contoh secara langsung sikap yang baik
dan sikap yang tidak baik dalam menyambut kedatangan Kerajaan Allah dalam hati
kita. Hendaknya yang kita lakukan ialah menjadi seperti apa yang diharapkan oleh
Yesus yaitu berani bersikap siap sedia dan terbuka terhadap kedatangan Kerajaan
Allah.
2) Sebagai bahan refleksi agar kita dapat semakin menghayati dan menyandarkan
diri pada Allah satu-satunya pedoman, harapan dan cinta bagi langkah hidup kita
dalam menapaki jati diri yang seutuhnya. Kita akan melihat situasi konkret dunia
berikut:
a) Apa artinya Allah sebagai pedoman, harapan dan cinta dalam hidup kita sehari-
hari dan dalam diri kita sebagai kaum muda harapan Gereja?
Saat hening diiringi dengan “Hujan Rahmat di Ladang” dari CD audio yang
pribadinya.
berikut:
105
Sebagai pedoman, harapan dan cinta dalam hidup kita, Allah senantiasa tidak
akan pernah melupakan kita umatNya; walau dalam situasi terburuk apapun. Justru
dalam kelemahan dan keterpurukan kita inilah Allah mengangkat kita dan
memberikan cintaNya serta harapan agar kita mampu melanjutkan hidup dengan
berpedomankan padaNya. Kita tentunya mampu menunjukan siapa diri kita dengan
segala keterbatasannya kepada siapa saja, baik itu bakat dan kemampuan yang kita
miliki hingga harapan serta tindakan nyata untuk Gereja. Kita tidak perlu berpikiran
yang tinggi sebagai usaha untuk Gereja namun tindakan kecil dengan tulus dilakukan
1) Pengantar
pengalaman kita melalui sebuah lagu yang berjudul Hujan Rahmat di Ladang,
tentunya hingga saat ini kita telah mempunyai sebuah pegangan sikap; tentunya sikap
baru untuk mengembangkan diri kita. Di awal pertemuan tadi kita telah menggali
pengalaman saat kita dalam kesulitan melalui lagu Hujan Rahmat di Ladang. Tidak
ada manusia yang luput dari kesulitan namun manusia juga pasti mampu menemukan
solusi atau jalan keluarnya. Selain itu melalui lagu Hujan Rahmat di Ladang kita
ketahui dalam sharing dengan sesama hingga akhirnya kita menemukan sesuatu hal
yang kiranya berguna untuk kita ke depan. Kita semakin menghargai kerja keras
petani; terlebih hasil olahannya yaitu padi/ beras. Seperti nenek moyang kita yang
106
tidak kita pun ikut melakukan apa yang telah menjadi kebiasaan tersebut.
Melalui lagu Hujan Rahmat di Ladang, kita diajak untuk merenungkan siapa
sebenarnya diri kita di setiap sisi kesuksesan maupun dalam kegagalan. Melalui lagu
itu pula mau mengajarkan kita bahwa tiada yang mampu memberikan kasih
pengharapan dan cinta pada manusia walau bersalah padaNya selain Tuhan Allah
kelompok atau bersama) agar lebih meningkatkan iman serta pelayanan dalam
(perlu diperhatikan: niat dibuat bukan sekedar niat yang akan berhenti karena
hanya sekedar niat namun niat yang dibuat berbentuk niatan yang sederhana
a) Niat apa yang hendak kita lakukan agar kita mampu menjadi penabur bagi Tuhan
b) Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat tersebut?
dilakukan. Sambil merumuskan niat tersebut; agar peserta pun dibantu dalam hal
sunrise”.
Niat-niat yang telah selesai dibuat oleh peserta langsung dibicarakan dalam
5. Penutup
itu lilin (dan salib) dapat diletakkan di tengah peserta kemudian dinyalakan.
itu doa umat disusul secara spontan oleh para peserta. Akhir doa umat ditutup
katekese ini.
d. Doa Penutup:
Tuhan Yesus Kristus Sang Harapan dan Cinta, di sini kami sebagai orang
menyadarkan kami akan sebuah harapan dan cinta yang Kau berikan melalui
lagu Hujan Rahmat di Ladang. Engkau begitu mengerti mengenai apa yang
sedang kami alami, terutama dalam kesusahan dan saat keringnya iman kami
seperti ladang kering nan tandus yang haus akan hujan rahmatMu. Mampukan
kami agar semakin menghargai usaha para petani dan warisan kebudayaan
nenek moyang kami yang tak ternilai harganya. Semoga kami semakin
yang melimpah saat panen. Dan kami tahu ya Tuhan, kami tidak akan berarti
apa-apa tanpa ada campur-tanganMu dalam hidup dan karya kami. Segalanya
kami serahkan melalui PuteraMu yang hidup dan berkuasa kini dan sepanjang
disetujui bersama.
109
BAB IV
PENUTUP
Dengan berakhirnya tulisan ini bukan berarti berakhir pula pemikiran serta
Pontianak. Penulis mengakui bahwa untuk mendapatkan data tertulis yang berkaitan
dengan evangelisasi, kaum muda beserta karya musik daerah di Keuskupan Agung
Pontianak ini sangatlah tidak mudah. Beberapa dari narasumber yang penulis hubungi
bersikap acuh tak acuh. Namun bukan berarti data tidak didapatkan, narasumber lain
dengan setia memberi masukan demi masukan yang sangat berarti. Penulis melihat
kenyataan ini dalam sebuah keprihatian, yaitu bagaimana caranya sebuah lembaga
membuat suatu dokumentasi tertulis sebagai bukti adanya aktivitas dan kreativitas
serta melatih kematangan pribadi agar dapat menghargai orang lain yang
membutuhkan bantuan.
pewartaan baru di Keuskupan Agung Pontianak. Sebagai sesuatu yang baru tentunya
metode ini sudah pastinya akan menuai berbagai tanggapan baik posisif maupun
negatif dari berbagai pihak. Namun sebagai seorang calon katekis profesional,
tanggapan berupa kritik dan saran sudah pastinya akan semakin memperkaya dan
mengembangkan diri agar lebih mengoptimalkan sebuah karya dan pelayanan. Dalam
tulisan ini, kaum muda sebagai fokus utama sekaligus sebagai subyek dalam
keseluruhan proses. Dikatakan sebagai subyek karena kaum muda itulah yang
karya musik daerah yang sudah tidak asing lagi terdengar di telingan umat. Namun
110
terlepas dari itu, penulis juga sangat mengharapkan dukungan berupa materil dan
spirituil dari pimpinan dan dewan Gereja setempat. Oleh karena itu, pada bagian
Penutup ini penulis akan memberikan saran atau usulan kepada pihak-pihak terkait
untuk semakin memperjelas isi tulisan ini dan sebelumnya membuat kesimpulan
keseluruhan.
A. Kesimpulan
Setiap daerah memang kaya akan karya seninya. Secara khusus tulisan ini
telah membahas mengenai karya seni (musik) yang berkaitan dengan budaya yang
ada di Kalimantan Barat. Peran serta setiap komunitas seni sangat mendukung
berkembangnya bakat dan minat tiap pribadi yang ada di Keuskupan Agung
fokus dalam tulisan ini. Fakta-fakta yang membuktikan peran serta mereka dalam
liturgi inkulturatif oleh Pusat Musik Liturgi (PML) Yogyakarta di beberapa daerah
Kalimantan seperti di Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur tahun 1984, 1985,
dan 1987. Di Kalimantan Barat (Sanggau, Putusibau, Nyarumkop) tahun 1989 dan
2001.
satu tahun sekali, menjadi anggota komunitas sanggar seni, dan dalam seminar-
seminar budaya. Terlebih dalam bidang seni musik. Pihak Gereja pun memberi
dukungan (walau masih bersifat personal/ individu) dengan menyediakan diri sebagai
motivator dan penggerak kaum muda yang berbakat dalam bidang musik. Namun
usaha lokakarya Pusat Musik Liturgi Yogyakarta dalam mengangkat musik daerah
111
dalam Gereja juga memiliki peran yang amat penting dalam sebuah musik
inkulturasi. Penulis melihat peluang yang sangat bagus untuk sebuah evangelisasi
baru melalui karya musik. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini, penulis berharap
Ciri pewartaan yang menjadi harapan di sini ialah umat semakin berani
menatap masa depannya tanpa keraguan akan sebuah kegagalan karena yakin dan
percaya bahwa Allah (Jubata) beserta mereka. Langkah awal yang akan penulis ambil
ada.
membingungkan umat. Namun penulis yakin, tidak ada yang tidak bisa dilakukan
asalkan disertai dengan usaha dan kerja keras serta doa mohon penyelenggaran Allah
karena tidak ada yang tidak mungkin bagiNya. Evangelisasi baru melalui karya musik
daerah ini sudah pasti tidak lepas dari unsur sarana sekaligus sumber utamanya yaitu
musik daerah. Usaha menumbuhkan metode evangelisasi baru ini dilakukan sejauh
ada dukungan dari Gereja setempat dan kemauan pelaksana (katekis) metode ini
sendiri.
apalagi hingga menjadi sebuah sarana sekaligus sumber bahan untuk menuju
metanoia, jelaslah sudah bahwa musik sangat relevan dan mampu menjadi media
tertentu. Oleh karena itu tidak ada salahnya jika pengalaman dalam hidup diangkat
112
dalam syair lagu sehingga menjadi sebuah kesaksian hidup yang mampu menguatkan
serta memberi motivasi pada setiap orang. Kesaksian hidup akan menarik dan
memiliki nilai seni ketika diungkapkan melalui sebuah lagu. Kesaksian hidup yang
memiliki nilai seni merupakan wujud daya kreativitas manusia yang tidak hanya
memandang dari sisi luar/ harafiahnya saja namun mencoba menggali sejauh mana
yang ada. Tidak lepas dari itu, masyarakat di pedalaman Kalimantan sangat dekat
dengan alam sehingga hubungannya dengan alam seperti dua saudara kandung. Bagi
masyarakat Dayak, alam adalah segalanya, kehidupan ada di sana. Di sinilah nilai-
nilai seni dan budaya terlahir. Masih berkaitan dengan alam, masyarakat pedalaman
mengenal Sang Pencipta yaitu Jubata (Tuhan) sebagai sumber kehidupan dan
tanda bahwa ada hubungan erat masyarakat dengan alam. Misalnya dalam rumah
segala isinya telah disediakan utuh oleh Jubata (Sang Pencipta), manusia hanya
B. Saran/ Usulan
hal penting dalam rangka menyentuh hati umat dengan budaya mereka sendiri
telah terpola. Dan dalam hal ini, model pewartaan katekis, “masuk melalui
akhirnya bagaimana kedua pihak berusaha mengarah dan mencapai apa yang
lengkap. Hal ini dianggap penting karena dapat digunakan sebagai acuan
dalam refleksi dan evaluasi untuk kegiatan ke depan. Alasan lain, agar orang
a. Memberikan peluang secara lebih luas lagi kepada kaum muda untuk
festival atau lomba seni dan budaya ataupun melatih kelompok/ orang yang
berminat.
secara lengkap. Hal ini dianggap penting karena dapat digunakan sebagai
acuan dalam refleksi dan evaluasi untuk kegiatan ke depan. Alasan lain, agar
114
sehingga bukan hanya lagu pop yang diminati dan diperdalam namun lagu dan
musik yang daerah asli juga seharusnya yang utama untuk dipelajari sekaligus
b. Bagi kaum muda yang berbakat di bidang seni, dapat membuat lagu tentang
Yang Ilahi agar pengalaman yang telah digubah ini memberi cerminan bagi
orang lain.
c. Kaum muda adalah “agent of change”. Kaum muda harus berani menyadari
hal ini secara positif. Sebagai pembaharu mereka harus mampu membuat
DAFTAR PUSTAKA
Adisusanto, F.X. (2000). Katekese Dalam Konteks Pastoral Gereja (Seri Puskat
370).Yogyakarta: Lembaga Pengembangan Kateketik Puskat.
NN. http://www.equator-news.com. accessed on June 21, 2008.
Beding, Bosko. (1989). Ibu Teresa Karya dan Orang-orangnya. Ende: Nusa Indah.
Bergant, Dianne & Karris J., Robert. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
Yogyakarta: Kanisius.
Darmawijaya., St. (1993). Evangelisasi Baru: Memperbaharui Masyarakat Dengan
Injil. Majalah Rohani. Hal 340-348.
Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI. (1992). Catechesi Tradendae
(Penyelenggaraan Katekese). Jakarta: Depdokpen KWI.
Gie, The Liang. (1996). Filsafat Seni: Sebuah Pengantar. Yogyakarta: PUBIB.
Hassan Shadily. (1991). Ensiklopedi Umum. Yogyakarta: Kanisius.
Hassan Shadily & Tim. (1980). Ensiklopedia Indonesia Jilid 2. Jakarta: Ichtiar Baru–
Van Hoeve dan Elsevier Publising Projects.
Kasida, Heru. (1991). Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Widya Karya.
Heryatno Wono Wulung, F.X. (1994). Menuju Suatu Katekese di antara Kelompok
Bawah. Umat Baru, 220, 22-32.
Heuken., A. (2004). Ensiklopedi Gereja. Yogyakarta: CLC.
Hurlock, Elizabet B. (1990). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Jacobs, T. (1992). Dasar-dasar Misi dan Evangelisasi dalam Perjanjian Baru.
(Tanggapan The Withkanp). Orientasi Baru. Hal 45-136.
Kirchberger, Georg & Mansford Prior, John. (1996). Iman dan Trasformasi Budaya.
Ende: Nusa Indah.
Koch N., Chr. (1997). Musik in Geschichte and Gegenwart. Vol 6, Kassel.
Komisi Kateketik Keuskupan Agung Pontianak. (2007). Bangkit dan Bergeraklah:
Bersama Kita Membangun Hidup Sosial yang Harmonis (Kompak
Menuju Masa Depan). Pontianak: Komkat KAP. Hal 16-22.
Komisi Kateketik KWI. (1995). Katekese Umat dan Evangelisasi Baru. Yogyakarta:
Kanisius.
___________. (1997). Upaya Pengembangan Katekese di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Komisi Kepemudaan KWI. (1999). Pedoman Karya Pastoral Kaum Muda. Jakarta.
Konferensi Waligereja Indonesia. (1996). Iman Katolik: Buku Informasi dan
Referensi. Yogyakarta: Kanisius.
Konsili Vatikan II. (1993). Dokumen Konsili Vatikan II (R. Hardawiryana,
Penerjemah). Jakarta: Obor. (Dokumen asli diterbitkan tahun 1966).
Malahia. http://www. equator.com. accessed on June 12, 2008(a).
___________. http://malahiacorner.blogspot.com. Accessed on June 21, 2008(b).
Mangunhardjana, A.M. (1985). Membimbing Rekoleksi. Yogyakarta: Kanisius.
Nipa, Nusa., Pandhuagie., F.G. & Hapsari, Dhian. (2006). Musik Pop: Kapital,
Kapital, Kapital. GONG, 86, Hal. 6-15.
Odop, Nistains. (2006). Dayak Berubah atau Mati. Pontianak: Smart Borneo.
Olivier, Clement. (2003). Taize: Mencari Makna Hidup. Yogyakarta: Kanisius.
116
(1)
Lampiran 2: Hasil wawancara 2
Perbedaan musik khas daerah dan musik kontemporer
(2)
Lampiran 3: Hasil wawancara 3
Bentuk doa suku asli Kalimantan Barat
Bentuk doa dengan model dinyanyikan ini sudah berkembang sejak zaman dahulu,
jenisnya di antaranya adalah “baliatn” yaitu upacara doa penyembuhan orang sakit
secara besar-besaran; “notokng” yaitu upacara mendoakan kepala orang-orang yang
telah dipenggal sebagai lambang kekuasaan, keperkasaan dan kedewasaan;
“nyangahatn baroah” yaitu doa syukur atas panen/ beras baru; “nyangahatn babore”
yaitu doa untuk kesembuhan orang sakit secara sederhana; “nyangahatn batalah”
yaitu upacara doa untuk memberi nama pada bayi dan sebagai lambang diterimanya
seseorang dalam anggota masyarakat; dan masih banyak lagi jenis doa-doa lainnya
yang cara penyampaiannya dinyanyikan.
(3)
Lampiran 4: Surat Permohonan Data Kaum Muda
Kepada Yth.
Pimpinan KOMSOS
Keuskupan Agung Pontianak
Di tempat
Dengan hormat,
Saya mengucapkan banyak terima kasih karena telah menanggapi permohonan
bantuan informasi seputar kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak untuk kelengkapan
data Skripsi (S1) beberapa hari yang lalu sehingga saya mengajukan surat Permohonan
Informasi/ Data Kaum Muda KAP secara resmi.
Dalam surat ini, saya memohon bantuan kepada P. William Chang, OFMCap dan
saudara-saudari di Komsos KAP untuk memberikan informasi seputar Kaum Muda dan
kegiatannya yang diorganisir oleh pihak Komsos maupun di luarnya, namun apabila ada.
Adapun informasi yang saya butuhkan tersebut dan data diri, terlampir di halaman
sebaliknya.
Akhir kata sebelum dan sesudahnya saya mengucapkan banyak terima kasih atas
respon positif dari P. William Chang, OFMCap dan saudara-saudari yang melayani di
bidang Komsos KAP. Semoga Tuhan Selalu Memberkati.
Yogyakarta, 13 November 2008
(4)
Lampiran 5: Lampiran surat permohonan
Kaum Muda
Bidang Bentuk dokumentasi
o Kegiatan-kegiatan o Bidang musik Berupa buku, atau
Komsos KAP yang o Bidang pelatihan Berupa tulisan/ artikel,
berkaitan dengan o Bidang pembinaan atau
(kaum muda))* o Bidang pemberdayaan Berupa foto-foto/ gambar
o .... Atau berupa apa saja ...
Pandangan dan Praksis Gereja di KAP atas Kegiatan yang Dilaksanakan dan
Perencanaan Komsos KAP terhadap Kaum Muda Di Masa Yang Akan Datang
o Pandangan Gereja di o Pandangan dan praksis o Perencanaan Komsos
KAP terhadap Gereja KAP terhadap KAP terhadap kaum
perkembangan karya perkembangan muda di KAP dalam
musik daerah (musik evangelisasi di KAP bidang pemberdayaan
khas daerah dan musik
kontemporer)
o Sejauh mana karya
musik daerah itu
diberdayakan
o Sejauh mana karya
musik daerah tersebut
dipergunakan dalam
gereja (inkulturasinya)
Keterangan:
)* : Fokus dalam skripsi adalah musik, kaum muda, dan evangelisasi namun jika
dokumentasi yang ada kurang berhubungan dengan yang di maksud, penulis
anggap dapat dipergunakan (apapun hasil dokumentasi yang ada) atau dengan
kata lain penulis terbuka dengan dokumentasi yang ada.
Mohon diberitahukan kepada penulis seberapa besar ongkos (biaya) dalam rangka
menyiapkan informasi ini agar dengan segera pula penulis berikan gantinya.
(5)
Lampiran 6: Hasil Wawancara 4
Kaum muda memang memiliki keunikan tersendiri. Banyak unsur yang melekat
pada kaum muda: kaum muda yang kreatif, kaum muda yang bersemangat, kaum
muda yang ikut-ikutan, pendiam, hingga kaum muda yang tidak tahu kemana arah
hidupnya. Namun demikian kaum muda lebih memiliki kesadaran ketika berhadapan
dengan kebudayaannya: adat istiadat dan kesenian daerah. Mereka tidak rela jika
kebudayaan mereka punah begitu saja. Pasti ada saja cara tertentu yang mereka
lakukan untuk melestarikan kebudayaan tersebut. Misalnya dengan mengadakan
festival/ perlombaan tingkat anak-anak hingga dewasa, week end budaya, Perayaan
Ekaristi dalam bahasa daerah. Kaum muda yang kurang memiliki kesadaran akan
budayanya ini terlebih menunjuk pada kaum muda yang berlatarbelakang keluarga
ekonomi kelas atas...orientasi mereka lebih pada bisnis, namun pendidikan kurang.
Acara week end budaya: dialog budaya Kalbar, permainan tradisional, pentas cerita
nenek moyang.
(6)
Lampiran 7: Hasil Wawancara 5
Jika disinggung mengenai kaum muda maka secara spontan saya langsung berpikir
tentang, siapa sebenarnya kaum muda? Saya melihat bahwa dalam kaum muda
bersemayam sebuah semangat yang menantangnya untuk berani keluar dari
belenggu dirinya sendiri. Kaum muda ingin menunjukan siapa sebenarnya dirinya di
mata orang lain dan apa sebenarnya keunggulan yang dimilikinya. “Binua Diri”
merupakan sebuah gumpalan semangat dari para kaum muda Dayak untuk
mengungkapkan ekspresi yang dimiliki serta usaha mempertahankan adat
istiadatnya. Selain itu, “Binua Diri” terbentuk karena atas dasar keprihatinan
generasi muda Dayak atas kebudayaan Dayak sendiri yang lama-kelamaan semakin
terkontaminasi oleh budaya luar. Visi “Binua Diri” adalah “back to basic”... yang
berarti mengembalikan budaya seperti sediakala dan mempertahankan naturalistik
alam Kalimantan. Kaum muda di KAP merupakan mahasiswa dan pelajar yang
datang dari berbagai daerah pedalaman Kalbar (PMKRI). Seorang moderator kaum
muda di KAP adalah Pastor Markus Soje, Pr. PMKRI mengadakan kegiatan: latihan
pembinaan, camping rohani, pelatihan kepemimpian, live in – tema “lingkungan
hidup”.
OMK pada tingkat SMU-SMP diserahkan pada Pastor Paroki masing-masing.
Namun terjadi discommunication: terdapat beberapa Pastor Paroki yang kurang
peduli terhadap OMK/ kaum muda. Mereka hanya diserahi tugas jaga parkir
digereja.
Secara struktural dapat dikatakan masih kurang namun secara personal ada beberapa
yang memberi perhatian khusus terhadap sanggar-sanggar dan musisi-musisi hingga
secara langsung terjun ke dalamnya. Beberapa dari mereka adalah: P. Lousius
Ginting, OFMCap, P. Firminus Anjiu, OFMCap dan P. Markus Soje, Pr.
Kaum muda belum pernah menggunakan musik sebagai media atau sumber bahan
untuk memperdalam imannya. Inilah tugas ke depan Gereja di KAP untuk lebih
memberi perhatian khusus kepada kaum mudanya dengan mencoba memberi ruang
khusus untuk mengembangkan diri dan imannya melalui karya musik daerah.
Secara tidak langsung beberapa musisi di Kalbar telah memberikan ekspresinya
dengan menunjukan hubungan manusia dengan Tuhannya melalui karya-karyanya
(Alpino DJ, Intan, dll).
(7)
Lampiran 8: Hasil Wawancara 6
Kaum muda di KAP sebagian besar memiliki keberanian untuk berani menampilkan
diri dengan segudang ekspresinya. Mereka tidak memandang batasan golongan,
suku atau ras maupun agama...baginya, semangatlah yang terpenting serta
kekompakan. Sejauh pengamatan saya dan yang saya alami saat ini, kaum muda
lebih cocok berkiprah di bidang seni dan pengembangan budaya. Mereka akan lebih
santai dan bebas mengungkapkan ekspresinya dalam bidang itu.
Kegiatan Sanggar Enggang Borneo: Mengadakan Festival Tari-tarian Daerah
Kalimantan Barat, Mengikuti Lomba model gaya Daerah(busana).
Tari-tarian binaan Sanggar Enggang Borneo: Tari Antu, Tari Dara Itapm, Tari
Notokng, Tari Bahuma.
Jadwal pelatihan Sanggar Engang Borneo: Dua Minggu satu kali (intensif), satu
minggu sekali apabila ada event-event tertentu.
(8)
Lampiran 9: Hasil Wawancara 7
Kaum muda identik dengan keceriaan, ekspresi semangat yang tinggi dan
kebebasan. Persepsi saya mengenai kaum muda dewasa ini yaitu kaum muda tidak
mau adanya kekangan yang akhirnya membuat mereka tidak merasa bebas. Kaum
muda ingin dipahami dan mereka kadang-kadang dalam menyampaikan maksudnya
dengan cara yang berlebihan maksudnya agar harapan tersebut cepat terealisasi.
Sifat kaum muda terbuka terhadap masukan dan cenderung menentang apabila tidak
sesuai dengan keinginan. Contohnya saja: demonstrasi dan unjuk rasa yang sering
kita lihat di TV, kebanyakan adalah kaum muda dan kaum pulalah yang menjadi
motornya. Hal ini merupakan bukti ketidakterimaan kaum muda terhadap sesuatu
yang dianggapnya tidak sesuai dengan visinya.
(9)
Lampiran 10: Hasil Wawancara 8
Pesta Syukur Panen
Pesta Syukur Panen: Inti diadakannya acara ini ialah mengucap syukur atas karunia
dan penyertaan Jubata (Tuhan) selama proses menyiapkan lahan hingga panen.
Gawai artinya: pesta; pesta syukur.
Gawai Dayak se-Kalimantan diadakan dengan maksud melestarikan budaya Dayak,
mempersatukan para mahasiswa dan pelajar yang berdomisili di Yogyakarta,
memberi motivasi kepada para mahasiswa dan pelajar dalam menuntut ilmu serta
mengembangkan bakat.
(10)
Lampiran 11: Program evangelisasi melalui karya musik daerah
A. Pengertian Program
Program pembinaan diartikan sebagai prosedur yang dijadikan landasan untuk
menentukan isi dan urutan acara-acara pembinaan yang akan dilaksanakan, demikian
menurut pengertian Mangunhardjana (1986: 16). Tangdilintin 2008: 114 menyebutkan
bahwa “program adalah rencana yang sudah mencantumkan sasaran yang ingin dicapai
beserta semua perangkat pendukung demi kesuksesan sebuah kegiatan”. Menurut
pemahaman penulis, program merupakan rencana kegiatan yang disusun secara sistematis
untuk memudahkan pelaksana kegiatan dalam melaksanakan rencana yang telah tercantum
dalam program tersebut. Melalui program ini, para pendamping mampu membuat
perencanaan selanjutnya dengan membandingkannya dengan refleksi dan evaluasi kegiatan
selanjutnya.
B. Tujuan Program
Pertemuan katekese akan terasa mengalir dan hidup tentunya hal ini disebabkan
oleh perencanaan yang baik. Program kegiatan sangat membantu menentukan arah dan
tujuan yang akan dicapai serta dapat dijadikan patokan untuk mengukur keberhasilan atau
kegagalan suatu kegiatan.
Proses pembuatan program memiliki tujuan untuk memperjelas arah dan tujuan
katekese serta mempermudah pelaksanaan katekese. Selain itu program juga berguna
sebagai pedoman refleksi dan evaluasi pelaksanaan kegiatan ke depan. Bagi para pewarta
(katekis) yang ada di Keuskupan Agung Pontianak, pembuatan program ini bertujuan:
1. Membangun kesadaran kritis dalam situasi kaum muda saat ini.
2. Memperjelas dan mengarahkan proses kegiatan katekese yang mengangkat karya musik
daerah sebagai sumber bahasan utama.
3. Mempermudah para pendamping (katekis) untuk melakukan pendekatan terhadap kaum
muda sehingga tahu situasi dan harapan kaum muda dalam pertemuan katekese.
(11)
C. Pemikiran Dasar Penyusunan Program
Kaum muda zaman sekarang menghadapi tantangan dalam usaha menghayati
panggilannya masing-masing. Bermacam-macam tawaran yang menggiurkan setiap saat
hadir dalam situasi konkret kaum muda. Mereka dihadapkan dalam situasi “memilih”.
Memilih untuk apa? Tentunya memilih hal-hal yang bersifat kenikmatan, kemudahan, life
style, dan lain sebagainya. Dalam hal inilah dituntut sebuah komitmen dalam hidup agar
berbagai macam pilihan dalam hidup sekarang ini tidak serta merta menjadi pilihan utama.
Inilah tantangan zaman sekarang yang harus dihadapi oleh kaum muda. Kaum muda bisa
saja terjebak ke dalam “dunia hitam” atau dunia kehancuran karena mengambil semua
tawaran yang diberikan oleh dunia. Namun kaum muda juga bisa lebih optimis dalam
melewati tantangan demi tantangan dalam hidupnya karena yakin ada penyertaan dari Yang
Ilahi.
Program katekese ini disusun dalam rangka menggali dan mengembangkan iman
kaum muda di Keuskupan Agung Pontianak melalui karya musik daerah dalam situasi
zaman saat ini. Melalui pertemuan katekese ini diharapkan kaum muda mampu menemukan
visi hidupnya serta mampu mengembangkan hidup beriman dalam dirinya sendiri maupun
dimana saja dirinya berada. Melalui pertemuan katekese ini pula diharapkan iman kaum
muda di Keuskupan Agung Pontianak semakin dewasa dan mereka semakin peduli pada
seni dan tradisi daerah di Kalimantan Barat. Oleh karena itu dalam skripsi ini penulis
menawarkan usulan tema yang kiranya dapat membantu pemandu katekese dalam mengolah
pertemuan. Adapun usulan tema tersebut ialah: “Menghayati Pribadi yang Terpanggil
dalam Realitas Seni dan Budaya Daerah”.
(12)
mendalami makna karya musik daerah sebagai salah satu cara
untuk mendekatkan diri pada Sang Pencipta dan kesempatan
untuk lebih tahu karya musik daerah melalui sharing sehingga
peserta mampu menemukan nilai yang terkandung dalam
karya musik daerah itu sendiri.
Sub tema keempat : Menjumpai Tuhan (Jubata) dalam Budaya dan Tradisi Kalbar.
Tujuan sub tema : Bersama pendamping, peserta menghayati setiap pengalaman
dalam hidup sehari-hari (misalnya dalam proses berladang,
syukuran panen, bacalek (tolak bala/ mengusir roh-roh
pembawa penyakit dan lain-lain), saat mengalami kasih
Tuhan dalam pengalaman tersebut sehingga kehadiranNya
lebih nyata dirasakan.
Sub tema kelima : Pertobatan dan Pembaharuan.
Tujuan sub tema : Bersama pendamping, peserta semakin sadar pada
kelalaiannya dalam hidup sehari-hari (misalnya dalam
pergaulan, di lingkungan masyarakat adat, tanggungjawab
sebagai kaum muda Gereja dan lain sebagainya) dan mampu
memilih yang terbaik dalam hidupnya sehingga pertobatan
melalui perbuatan konkret dapat terlaksana.
(13)
E. Penjabaran Program
Tema : Menghayati pribadi yang terpanggil dalam realitas seni dan budaya daerah.
Tujuan : Peserta semakin menghayati bahwa diriya merupakan pribadi yang terpanggil dalam realitas seni dan
budaya daerah di Kalimantan Barat.
No Sub Tema Tujuan sub tema Judul Tujuan pertemuan Materi Metode Sarana Sumber bahan
pertemuan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
1. Menanggapi Bersama Membangun Bersama o Yesus o Sharing o Teks Kitab o Surip Stanislaus.
tantangan di Pendamping, budaya anti pendamping, mengubah o Refleksi Suci Mat (2006).
masa muda peserta menggali miras peserta semakin hukum balas pribadi 5:45 Hentikan
suka-duka dalam (minuman menyadari bahwa dendam o Informasi o 2 helai Kekerasan!:
keras) dan masa muda perlu menjadi o Tanya syal/ Kalahkan
hidupnya sebagai
kekerasan diisi dengan hal-hal hukum kasih. jawab saputangan Kejahatan
dasar untuk positif (mis. o Makna hidup o Alat dengan
menjalani Terlibat di sanggar- positif penghalan Kebaikan.
masanya, tidak sanggar seni) o Kasih Allah g (ember/ Jakarta: LBI.
berhenti karena sehingga dapat diberikan gayung o Tim APP
gagal namun berani menemukan cara kepada dll) Keuskupan
menatap ke depan positif untuk semua orang, o Teks lagu Agung
sehingga dengan mengisi masa muda. Allah Kasih, Pontianak.
mengikuti menerbitkan Pokoknya (2003). Kompak
pertemuan ini matahari dan Nyocok, Menuju Masa
peserta mampu hujan bagi Sagalas Depan: Dengan
mengaktualisasikan orang benar Mempertahanka
dan tidak n dan
dirinya di dalam benar Menghargai
Gereja maupun Perbedaan.
dalam masyarakat Pontianak: Tip
melalui lagu-lagu APP KAP.
inkulturasi liturgi
(14)
sebagai jalan awal
menuju pertobatan.
2. Karya musik Bersama Menggali Bersama o Tradisi o Sharing o Teks lagu: o Cerita legenda
daerah pendamping, nilai-nilai pendamping, kesenian o Diskusi Jubata, Dara Itapm
sebagai peserta menggali religius peserta menggali daerah kelompok Jubata (diceritakan
identitas diri. pengalaman serta dalam karya nilai-nilai yang o Mengenal o Refleksi Nele secara lisan).
musik terkandung dalam lebih jauh pribadi Niatnyu,
potensi yang ada
daerah karya musik daerah alat musik o Informasi Pama
pada kaum muda baik dari segi musik daerah o Tanya Jubata
dalam bidang maupun alat Kalimantan jawab o Teks
musik daerah musiknya sehingga Barat pertanyaan
sehingga mampu peserta semakin o Tanggapan panduan
mengembangkan yakin bahwa kritis kaum o Gitar
nilai-nilai seni mereka mempunyai muda o Peralatan
yang ada di kekayaan dalam terhadap musik asli:
Kalimantan Barat. bidang seni musik. karya musik agukng,
daerah dau,
solekng,
ganakng,
tuma,
sapeq
3. Pintu masuk Bersama Bersoraklah Bersama o Kriteria o Sharing o Gitar/ o Kitab Suci (Mrk
evangelisasi pendamping, dan puji pendamping, memilih lagu o Diskusi keyboard 2:13-17)
baru melalui peserta semakin namaNya! peserta menemukan o Menganalisis kelompok o VCD o Tim Pusat
karya musik mengenal dan makna di setiap lagu pilihan o Informasi Player/ Musik Liturgi.
syair-syair dan o Membuat o Tanya komputer (2006). Madah
daerah. mendalami makna
nada-nada yang keputusan jawab + speaker Bakti:sesuai
karya musik daerah terlantunkan dalam o Analisis o Teks lagu: TPE Baru.
sebagai salah satu sehingga mereka memilih lagu ada kao ka Yogyakarta:
cara untuk menemukan cara radio, PML
mendekatkan diri baru dalam memilih Jubata,
pada Sang Pencipta
(15)
dan kesempatan lagu yang disukai. Terima
untuk lebih tahu Kasih
karya musik daerah Tuhan,
melalui sharing Guntur
sehingga peserta Mandayu
o Teks Kitab
mampu Suci Mrk
menemukan nilai 2:13-17
yang terkandung
dalam karya musik
daerah itu sendiri.
4. Menjumpai Bersama Beras baru, o Bersama o Berladang o Sharing o Teks Kitab o Vierling, H.
Tuhan pendamping, semangat pendamping, bagi orang o Informasi Suci Luk (1983a). Cerita
(Jubata) peserta menghayati baru peserta menggali Dayak o Tanya 24:13-35 Rakyat dalam
dalam setiap pengalaman nilai yang o Permenungan jawab o Lilin+Salib Cahaya Injil
terkandung proses terhadap o Renungan o Teks
Budaya dan dalam hidup Kristus.
berladang bagi makna pribadi pertanyaan
Tradisi sehari-hari masyarakat religius penuntun
Singkawang:
Kalbar. (misalnya dalam pedalaman dalam proses o Slide Laporan
proses berladang, Kalimantan Barat berladang proses Penelitian.
syukuran panen, sehingga peserta o Tuhan hadir berladang o Kitab Suci (Luk
bacalek (tolak bala/ semakin dalam o Video 24:13-35
mengusir roh-roh menghidupi semangat Audio:
pembawa penyakit semangat yang ada beras baru Naik
dan lain-lain), saat dalam proses Dango,
mengalami kasih berladang tersebut Bebutie
Tuhan dalam dan mampu Begerangi
pengalaman mengaplikasikanny e
a dalam hidup
tersebut sehingga sehari-hari.
kehadiranNya lebih
nyata dirasakan.
(16)
5. Pembaharuan Bersama Berani Bersama o Realitas o Sharing o Teks lagu o Kitab Suci (Luk
di tengah pendamping, menjadi pendamping, kaum muda o Informasi Jubata, 11:1-13)
arus zaman peserta mampu “agen peserta menyadari saat ini o Tanya Panggung o Komisi
mengungkapkan pembaharu” bahwa realitas di o Apa yang jawab Sandiwara Kateketik
permasalahan- di tengah tengah arus zaman sudah kaum o Renungan o Gitar Keuskupan
arus zaman membutuhkan muda mulai pribadi o VCD Agung
permasalahan tanggungjawab dalam diri o Menonton Player/ Pontianak.
sekarang ini yang mereka (kaum dan pada film komputer (2007). Kompak
ada pada kaum muda) sebagai Gereja? + speaker Menuju Masa
muda dan agen-agen o Tindakan o Musik Depan.
sekitarnya serta pembaharu dalam nyata kaum instrumen Pontianak:
mampu bidang seni dan muda dalam (Kitaro) Komkat KAP.
memberikan solusi budaya daerah serta Gereja dan o Teks o Tangdilintin,
konkret sebagai tanggungjawab masyarakat pertanyaan Philips. (2008).
tanda bahwa ada iman pada Gereja sebagai agen panduan Pembinaan
pembaharuan dan pada Kristus pembaharu o Teks Kitab Generasi Muda:
dalam diri kaum sehingga kaum Suci Luk dengan proses
muda semakin 11-1:13 manejerial
muda. mengenal jatidiri vosram.
mereka yang Yogyakarta:
seutuhnya. Kanisius.
(17)
Contoh katekese
A. Identitas
1. Pelaksana : John Ariyo
2. Tema : Berani menjadi agen pembaharu di tengah arus zaman
3. Tujuan : Bersama pendamping, peserta menyadari bahwa realitas di tengah
arus zaman membutuhkan tanggungjawab mereka (kaum muda)
sebagai agen-agen pembaharu dalam bidang seni dan budaya
daerah serta tanggungjawab iman pada Gereja dan pada Kristus
sehingga kaum muda semakin mengenal jatidiri mereka yang
seutuhnya.
4. Peserta : Orang Muda Katolik (OMK) se-Paroki Menjalin,
Kalbar
5. Tempat : Gedung Serba-guna Paroki
6. Hari/ tanggal : -
7. Waktu : Pukul 16.00 – 17.30 WIB
8. Metode : Sharing, tanya jawab, informasi, renungan pribadi,
menonton
9. Sarana : Teks lagu Jubata, Panggung Sandiwara, gitar, VCD Player/
komputer + speaker, musik instrumen (Kitaro), teks
pertanyaan panduan, teks Kitab Suci Luk 11:1-13.
10. Sumber bahan:
a. Kitab Suci Perjanjian Baru: Luk 10:28-42.
b. Komisi Kateketik Keuskupan Agung Pontianak. (2007). Kompak Menuju Masa
Depan. Pontianak: Komkat KAP.
c. Tangdilintin, Philips. (2008). Pembinaan Generasi Muda: dengan proses
manejerial vosram. Yogyakarta: Kanisius.
d. Bergant, Dianne & Karris J., Robert. (2002). Tafsir Alkitab Perjanjian Baru.
Yogyakarta: Kanisius.
B. Pemikiran Dasar
Dengan pesatnya perkembangan teknologi khususnya media elektronik
(dunia cyber), seolah-olah menghapus semua tembok penghalang yang membatasi
manusia satu dengan yang lainnya dan manusia dengan dunia luar. Individu di
Kalimantan Barat dapat dengan bebas dan mudah mendapat informasi tentang segala
sesuatu yang terjadi di seluruh belahan dunia. Tetapi sayang, informasi yang
diterima banyak yang bernuansa kekerasan, penipuan, dan lain sebagainya.
Informasi ini dapat dengan mudah diperoleh melalui media elektronik, media cetak
maupun dalam pengalaman sehari-hari yang dijumpai secara langsung. Namun
dalam hal ini, media informasi tidak dapat dipersalahkan. Di sinilah peran individu
dalam memilih dan memilah serta memproses sendiri segala bentuk informasi yang
diperoleh. Menerima yang baik dan menjadikan yang jahat sebagai dasar untuk
bertindak kebaikan.
Gereja telah lama merintis mengenai upaya menghadapi situasi seperti
yang terlukiskan di atas, misalnya dalam Dokumen Konsili Vatikan II: Gaudium et
Spes dan Ensiklik Paus Paulus VI: Evangelii Nuntiandi. Dalam lembaga-lembaga
(18)
Gereja pun berupaya semaksimal mungkin memberikan solusi agar para umat Allah
tidak larut dalam kenikmatan dunia. Sehubungan dengan ini pula, sebagai tindak
lanjut katekese umat yang berangkat dari pengalaman sehari-hari peserta, pewartaan
melalui karya musik menjadi salah satu solusinya. Kaum muda di Paroki Menjalin
diharapkan mampu mengolah pengalaman sehari-hari melalui karya musik daerah
yang menjadi media dalam katekese ini.
Dalam pertemuan ini kaum muda dituntut untuk berani mengungkapkan
segala bentuk pengalaman dalam hidupnya ketika menghadapi arus zaman sehingga
mereka semakin menyadari bahwa realitas di tengah arus zaman ini sangat
membutuhkan tanggungjawabnya sebagai kaum muda sekaligus sebagai agen-agen
pembaharu dalam bidang seni budaya serta memiliki keberanian untuk memeberi
kesaksian iman di tengah-tengah masyarakat.
C. Langkah-langkah
Catatan:
Langkah-langkah dalam katekese ini dikembangkan berdasarkan:
Tangdilintin, Philips. (2008). Pembinaan Generasi Muda dengan Proses Manejerial
Vosram. Yogyakarta: Kanisius. Hal 159-162.
1. Introduksi
Teman-teman yang terkasih dalam Yesus Kristus, selamat sore. Terima kasih
telah menyempatkan waktu untuk berkumpul bersama di sini. Sore ini kita akan mendalami
sebuah lagu yang berjudul Jubata buah karya dari Alpino. Kita akan belajar dari isi lagu ini
dan melihat sejauh mana pengalaman pribadi kita tersentuh oleh syair dalam lagu ini.
Secara keseluruhan syair lagu ini menceritakan pengalaman seseorang yang
menyerahkan hidup seutuhnya pada Jubata (Sang Pencipta). Jubata digambarkan sebagai
sosok yang memberikan segalanya dan memberikan keteduhan hati bagi yang percaya
padaNya. Sebagai manusia yang kerapkali tersentuh oleh kenikmatan duniawi hingga pada
“dunia hitamnya” sudah selayaknya kembali pada Yang Kuasa Sang Pemberi Hidup agar
diberi pengampunan olehNya.
Dalam pertemuan ini kita juga akan mengolah pengalaman pribadi dalam
sharing bersama. Tidak ada pengalaman yang salah dan tidak ada pengalaman yang labih
dari yang lain. Dengan saling berbagi kita akan menemukan solusi untuk permasalahan
hidup kita. Namun yang lebih utama, dalam pertemuan ini diharapkan kita semakin teguh
dalam iman dan pengharapan.
Teman-teman yang terkasih, marilah kita ikuti proses selanjutnya.
2. Pendamping membuka dengan tanda salib dan dilanjutkan dengan doa pembuka.
Allah Bapa di surga, syukur dan terima kasih kami haturkan padaMu karena
pada sore hari kami Kau kumpulkan kembali dalam kasih persaudaraan Orang Muda Katolik
se-paroki Menjalin. Bantu kami dalam pertemuan ini, cerahkan pikiran kami dan bukalah
hati kami agar kami mampu melihat dunia luar dengan kaca mata kritis seturut pandangan
kaum muda. Semoga kami mampu menemukan jati diri kami yang seutuhnya berkat
rencanaMu yang tak berkesudahan dalam hidup kami kini dan sepanjang segala masa.
Amin.
(19)
3. Lagu dinyanyikan bersama dengan diiringi gitar yang dimainkan oleh salah satu peserta.
Bahasa Dayak Kanayatn Bahasa Indonesia
Jubata Tuhan
Dangar doa kami Jubata nang adil Dengarlah doa kami Tuhan yang adil
Jauhatn kami dari cobaan Jauhkan kami dari cobaan
Antatlah kami mang barakatNyu Antarlah kami dengan berkatMu
Biar kami sampe salamat ka’ dunia Agar kami sampai selamat di dunia
salama idup (2x) Selama hidup
4. Peserta diajak untuk membaca dalam hati lirik demi lirik dalam syair lagu tersebut.
Merenungkan suasana yang terjadi dalam lagu tersebut dan mencoba mencari pesan
secara pribadi di dalamnya.
Untuk lebih membantu peserta mendalami syair lagu, pendamping memberikan
beberapa pertanyaan panduan:
a. Kalimat mana yang paling menarik dan menantang pada lagu tersebut? Mengapa?
b. Pesan apa yang mau disampaikan dalam lagu tersebut?
c. Setujukah anda dengan maksud/ isi dari lagu tersebut?
Jika tidak setuju, apa pendapat anda. Jika anda setuju, jelaskan mengapa demikian.
d. Apa yang mungkin bisa kita lakukan untuk mewujudkan cita-cita/ harapan dalam lagu
tersebut?
Peserta dibagi dalam beberapa kelompok kecil kemudian mensharingkan temuannya secara
pribadi tadi setelah itu kembali dalam kelompok besar. Beberapa dari peserta
mensharingkan hasil sharingnya dalam kelompok kecil tadi dalam kelompok besar.
5. Pencerahan
Pendamping meminta salah satu peserta untuk membacakan perikop Kitab Suci dari Luk
11:1-13. Sementara peserta yang lain menyimak dengan masing-masing teks yang
telah dibagikan.
(20)
Pendamping menjelaskan isi dan maksud Kitab Suci Luk 11:1-13 kemudian
memberi sebuah perbandingan dengan isi lagu Jubata beserta beberapa pengalaman
peserta hasil sharing tadi.
6. Pengendapan
Teman-teman yang terkasih dalam Yesus Kristus, dalam perjalanan selama proses
ini mari kita merenung sejenak.
(21)
Pendamping memberikan pertanyaan penuntun agar permenungan peserta dapat
terbantu. Permenungan ini diiringi dengan musik instrumen Kitaro.
o Siapakah Tuhan bagi anda?
o Apa yang anda lakukan untuk menghadirkan Tuhan dalam hidup anda?
7. Aktualisasi
Pendamping mengajak peserta untuk memikirkan niat-niat dan bentuk
keterlibatan yang baru (secara pribadi, kelompok atau bersama) agar lebih
meningkatkan iman serta pelayanan dalam Gereja dan sesama.Berikut adalah
pertanyaan penuntun untuk membantu peserta membuat niat-niat (perlu
diperhatikan: niat dibuat bukan sekedar niat yang akan berhenti karena hanya
sekedar niat namun niat yang dibuat berbentuk niatan yang sederhana namun
konkret dan dapat langsung dilakukan:
a. Niat apa yang hendak kita lakukan agar kita mampu menjadi agen pembaharu
dalam bidang seni dan budaya serta dalam Gereja?
a) Hal-hal apa saja yang perlu kita perhatikan dalam mewujudkan niat-niat
tersebut?
(22)