Anda di halaman 1dari 17

PEMAHAMAN JEMAAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT MUSIK

MODEREN PADA GEREJA ORANGE DUSUN PIA

PROPOSAL

OLEH

NAMA : ELSYE GLADYS TAMAELA

NIM : 1520190302015

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SENI MUSIK

FAKULTAS SENI KEAGAMAAN KRISTEN

INSTITUT AGAMA KRISTEN NEGERI

AMBON

2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas Kasih

dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan proposal penelitian ini dengan

Judul “PEMAHAMAN JEMAAT TERHADAP PENGGUNAAN ALAT MUSIK

MODEREN PADA GEREJA ORANGE DUSUN PIA” dengan baik. Penulis juga

menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat, baik secara langsung maupun

tidak langsung dalam penyusunan proposal penelitian ini. Dalam penulisan proposal ini,

penulis banyak memiliki kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan

kritikan yang membangun agar kedepannya dapat lebih baik.

Ambon, Mei 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Musik merupakan serangkaian nada-nada dan suara yang biasa digunakan untuk

mengekspresikan emosi manusia yang dibentuk sedemikian rupa, sehingga mengandung

irama, lagu dan keharmonisan suara. Saat ini, seiring berkembangnya zaman, telah lahir

beragam jenis musik diantaranya adalah blues, jazz, classic, pop, dan musik rock. Menururt

(Jamalus 1988,1) Berpendapat bahwa musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam

bentuk lagu atau komposisi musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya

melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan

ekspresi sebagai satu kesatuan. Pada zaman purbakala Sejarah musik sudah dimulai dari

zaman purbakala. Meski tidak ada informasi yang cukup dan jelas, musik primitif ini tidak

memiliki tujuan tersendiri. Fungsinya hanyalah sebagai alat atau bahan dalam ritual

penyembahan dan upacara adat kepercayaan mereka. Sedangkan pada zaman Modern Era

musik ini dimulai sejak tahun 1900 sampai sekarang. Musik pada zaman ini tidak

menggunakan hukum – hukum atau peraturan. Pada masa ini orang – orang dapat

mengungkapkan ekspresi mereka dengan bebas menggunakan musik.

Identitas musik Indonesia mulai terbentuk ketika budaya Zaman Perunggu bermigrasi

ke Nusantara pada abad ketiga kedua SM, Musik-musik suku tradisional Indonesia

umumnya menggunakan instrumen perkusi, terutama gendang dan gong. Sedangkan di

Maluku alat musik trandisional yang digunakan terbuat dari bambu, kulit hewan dan juga

hasil alam lainnya Contohnya, Suling, Tifa dan Kulit Kerang (Fu). Perkembangan musik

trandisional sejak zaman dulu di Maluku sering digunakan untuk keperluan adat dan juga

iringan jemaat untuk peribadatan. Tetapi, seiring perkembangan zaman iringan musik
tradisional dalam peribadatan tersebut diganti menggunakan alat musik modern, akan tetapi

tidak semua jemaat memahami akan penggunaan alat musik modern tersebut. Sehingga

beberapa desa yang telah memiliki alat musik modern tersebut tidak digunakan melainkan

mereka tetap menggunakan alat musik tradisional tersebut untuk pengiringan jemaat dalam

peribadatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah:

1. Apa perbedaan musik tradisional dengan musik modern

2. Bagaimana jemaat dapat memahami tentang musik modern

3. Bagaimana respon jemaat terhadap pergantian musik tradisional ke musik modern

1.3 Tujuan

1. Mengetahui perbedaan musik tradisional dengan musik modern.

2. Agar jemaat memahami tentang musik modern

3. Mengetahui respon jemaat terhadap pergantian musik tradisional ke musik modern.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada jemaat mengenai

penggunaan alat musik modern


BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1 Musik

Musik adalah bentuk suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi

musik yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik

yaitu irama melodi, harmoni, bentuk dan struktur lagu dan ekspresi sebagai satu kesatuan

menurut (Jamalus, 1988:1-2). Menurut Banoe (2003: 288) musik adalah cabang seni yang

membahas dan menetapkan berbagai suara ke dalam pola–pola yang dapat dimengerti dan

dipahami manusia. Musik adalah ilmu pengetahuan dan seni tentang kombinasi ritmik dari

nada–nada, baik vokal maupun instrumental, yang meliputi melodi dan harmoni sebagai

ekspresi dari segala sesuatu yang ingin diungkapkan terutama aspek emosional Bahari (2008:

55). Pada saat ini musik juga sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi manusia. Bagi pencipta

musik, musik menjadi suatu luapan emosi jiwa, dimana perasaan yang ada di pencipta musik

tersampaikan. Bagi penikmat musik, dengan mendengar musik yang sesuai dengan suasana

hati maka harapannya agar bisa merasa lebih relaks dan lebih baik.

Musik yang merupakan kombinasi dari ritme, harmonik dan melodi sejak dahulu

diyakini mempunyai pengaruh terhadap pengobatan. Terapi musik adalah keahlian

menggunakan musik dan elemen musik oleh seorang terapis untuk meningkatkan,

mempertahankan dan mengembalikan kesehatan fisik, mental, emosional dan spiritual. Terapi

musik merupakan suatu proses multidisipliner yang harus dikuasai oleh seorang terapis,

namun elemen dasarnya adalah musik itu sendiri. Seorang terapis diwajibkan menguasai
setidaknya satu alat musik pokok dan satu pilihan lainnya Djohan . Musik tidak hanya

berfungsi dalam bidang pendidikan saja melainkan musik juga berfungsi untuk sebagai

hiburan. Musik dapat digunakan sebagai musik latar, seperti digunakan di dalam suatu

kegiatan, atau sebagai musik latar disuatu tempat seperti klinik kecantikan, rumah sakit,

tempat terapi dan lain-lain. Digunakan ntuk memberi variasi, memberi tekanan, memberikan

nuansa dan yang terpenting mengunggah emosi pendengar (alfiyah, 2012.).

2.1.1 Musik Tradisional

Musik dapat didefinisikan sebagai sebuah cetusan ekspresi atau pikiran yang

dikeluarkan secara teratur dalam bentuk bunyi. Asal kata musik berasal dari bahasa Yunani

yaitu mousike yang diambil dari nama dewa dalam mitologi Yunani kuno yaitu Mousa yakni

yang memimpin seni dan ilmu (Ensiklopedi National Indonesia, 1990: 413). Tradisional

berasa dari kata Traditio (Latin) yang berarti kebiasaan yang sifatnya turun temurun. Kata

tradisional itu sendiri adalah sifat yang berarti berpegang teguh terhadap kebiasaan yang

turun temurun (Salim dan Salim, 1991: 1636). Tradisi berasal dari kata tradisi yang berarti

sesuatu yang turun temurun (adat, kepercayaan, kebiasaan, ajaran) dari nenek moyang.

Dengan kata lain, tradisi adalah kebiasaan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi

berikutnya secara turun temurun. Dipertegas lagi oleh Esten (1993 : 11) bahwa tradisi adalah

kebiasaan turun – temurun sekelompok masyarakat berdasarkan nilai – nilai budaya

masyarakat yang bersangkutan. (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 91990 : 4141)

mendefinisikan tradisi sebagai kebiasaan yang diwariskan dari suatu generasi ke generasi

berikutnya secara turun temurun, Kebiasaan yang diwariskan mencakup berbagai nilai

budaya, meliputi adat istiadat, sistem kemasyarakatan, sisstem pengetahuan, bahasa, kesenian

dan sistem kepercayan. Menurut Sedyawati (1992 : 23) musik tradisional adalah musik yang
digunakan sebagai perwujudan dan nilai budaya yang sesuai dengan tradisi. Musik tradisional

menurut Tumbijo (1977 : 13) adalah seni budaya yang sejak lama turun temurun telah hidup

dan berkembang pada daerah tertentu. Maka dapat dijelaskan bahwa musik tradisional adalah

musik masyarakat yang diwariskan secara turun –temurun dan berkelanjutan pada masyarakat

suatu daerah. Kesenian tradisional pada umumnya juga tidak dapat diketahui secara pasti

kapan dan siapa penciptanya. Hal ini dikarenakan kesenian tradisional atau kesenian rakyat

bukan merupakan hasil kreatifitas individu, tetapi tercipta secara anonim bersama kreatifitas

masyarakat yang mendukungnya (Kayam : 60).

Menurut Purba (2007:2), musik tradisional tidak berarti bahwa suatu musik dan

berbagai unsur-unsur di dalamnya bersifat kolot, kuno atau ketinggalan zaman. Namun,

musik tradisional adalah musik yang bersifat khas dan mencerminkan kebudayaan suatu etnis

atau masyarakat. Musik tradisional, baik itu kumpulan komposisi, struktur, idiom dan

instrumentasinya serta gaya maupun elemen-elemen dasar komposisinya, seperti ritme,

melodi, modus atau tangga nada, tidak diambil dari repertoire atau sistem musikal yang

berasal dari luar kebudayaan suatu masyarakat pemilik musik yang dimaksud. Musik

tradisional adalah musik yang berakar pada tradisi masyarakat tertentu, maka

keberlangsungannya dalam konteks masa kini merupakan upaya pewarisan secara turun

temurun masyarakat sebelumnya bagi masyarakat selanjutnya. Tradisi dalam kebudayaan

adalah suatu struktur kreativitas yang sudah ada sebelumnya. Dalam tradisi ini juga

mengandung arti keberadaan suatu kebudayaan yang tidak terpisahkan dengan masa lalu.

Tradisi adalah sesuatu yang menghadirkan masa lalu pada era sekarang. Sehingga

kebudayaan suatu masyarakat dalam konsepsi tradisi merupakan kontinuitas masa lalu bagi

masa kini dan akan datang (Purba, 2007:2). Suatu musik tradisional di dalamnya terdapat

gambaran mentalitas, prinsip-prinsip ekspresif, dan nilai-nilai estetik suatu jenis masyarakat.
2.1.2 Musik Modern

Musik modern adalah musik yang muncul setelah akhir masa musik klasik sampai

masa sekarang ini. Beberapa kriteria musik modern antara lain menggunakan tangga nada

diatonis dan menggunakan alat musik akustik dan elektronik. Perkembangan teknologi juga

turut mempengaruhi dunia musik, pembentukan suara-suara buatan yang dilakukan oleh alat

elektronik maupun komputer dengan program musiknya “teknologi komputerisasi” juga

menjadi bagian dari musik modern. Sejauh ini memang musik modern memang sulit dibatasi

oleh defenisi tertentu. Musik modern dapat dikatakan sebagai suatu bentuk musik yang terus

megikuti perkembangan zaman. Musik ini akan selalu disesuaikan dengan selera

penggemarnya. Dengan demikian musik modern yang telah ada selalu mampu bertahan

hingga saat ini. Musik modern juga menggunakan alat-alat musik dalam permainannya, alat

musik yang biasa digunakan dalam musik modern kebanyakan merupakan alat musik Barat.

Hal ini disebabkan oleh karena modern memang berorientasi pada musik Barat. Dengan

demikian alat musik yang digunakannya pun kurang lebih sama dengan alat-alat musik Barat

Musik pada zaman ini tidak mengakui adanya hukum-hukum dan peraturan-peraturan,

karena adanya kemajuan ilmu dan teknologi yang semakin pesat. Misalnya pnemuan di

bidang teknik, seperti film, radio, televisi, dan komputer, sehingga kegiatan musik dapat

dimiliki oleh orang tanpa meninggalkan rumah. Pada masa ini orang ingin mengungkapkan

sesuatu dengan bebas dan orang mulai berpikir bahwa musik sebagai barang dagangan.
2.2 PENGGUNAAN ALAT MUSIK TRADISIONAL DI GEREJA

Ibadah adalah sebuah perayaan umat. Perayaan ini adalah respons manusia atas apa

yang diyakini dan diharapkan. Ibadah Kristen secara kongkrit merayakan kehadiran Allah

Tritunggal, Allah yang turun ke dunia menyatu dalam kemanusiaan Yesus Kristus. Melalui

inkarnasi Allah tidak lagi dipandang jauh, tak terjamah, melainkan justru sangat dekat,

menjadi sama seperti manusia. Konsep inkarnasi ini sering disalahpahami, untuk itu Robert

Webber membuat refleksi teologisnya terhadap apa yang disebut dengan inkarnasi: “Allah

mengerjakan bagi kita apa yang kita tidak mampu kerjakan” (Webber, 2008, p. 35).

Penggunaan musik tradisional dalam iringan jemaat tersebut punya efek samping yang baik

karna kebanyakan jemaat di desa kecil masih belum paham akan penggunaan music modern

itu. Musik tradisional juga membantu gereja menjadi lebih autentik dalam ibadah mereka.

Mazmur 86: 9 mengatakan, "Semua bangsa yang telah kau buat akan datang dan menyembah

di hadapanmu, ya Tuhan; mereka akan membawa kemuliaan bagi namaMu." Tuhan

dimuliakan ketika Dia menerima respons umat dari keberadaannya yang sejati dan terdalam.

Ibadah yang demikian tidak mungkin disebut sesat, pasalnya justru di dalam ibadah tersebut

kita dapat merasakan kesucian dan keindahan Allah yang sejati. Inilah yang disebut sebagai

cita rasa multikultural surgawi yang suatu hari akan kita rasakan (Fortunato, 2006, p. 170).

Penggunaan alat music tradisional dalam iringan peribadatan masing banyak

digunakan oleh desa desa tertentu, Adapun alat music yang digunakan dalam iringan

peribadatan tersebut adalah, suling, tifa dan fu. Sedangkan seiiring perkembangan zaman

penggunaan alat music tradisional tersebut mulai jarang digunakan. Alat musik yang telah
disediakan untuk mengiring jemaat dalam peribadatan tersebut adalah alat music modern,

sedangkan jemaat belum memahami akan penggunaan alat music modern tersebut untuk

iringan dalam peribadatan. Perubahan alat music dalam gereja telah dilakukan sejak lama dan

ada juga yang mendapat respons baik dari beberapa jemaat

2.3 ALAT MUSIK TRADISIONAL YANG SERING DIGUNAKAN DALAM

PERIBADATAN

2.3.1 Suling/Seruling

Seruling bambu yang juga kita kenal dengan nama suling bambu merupakan alat

musik tradisional yang dibuat dari bambu. Pengertian alat musik seruling bambu tersebut

juga dipaparkan dalam buku berjudul Ensiklopedia Pelajar dan Umum yang ditulis oleh

Gamal Komandoko (2010: 148) yang memaparkan bahwa suling adalah alat musik tiup yang

terbuat dari bambu. Alat musik seruling ini rupanya termasuk ke dalam salah satu jenis alat

musik tradisional. Seperti yang kita ketahui, seruling termasuk alat musik yang dimainkan

dengan cara ditiup. Seruling termasuk instrumen musik aerophone yang berarti suara yang

ditimbulkan dari alat musik tersebut berasal dari hembusan angin.

Selain itu, agar bunyi yang dihasilkan menjadi merdu, kita perlu memahami

bagaimana teknik meniup yang baik agar suara yang dihasilkan suling merdu dan tidak

sumbang. Teknik meniup tersebut dapat dilakukan dengan menghembuskan nafas dengan

cukup, tidak terlalu besar atau tidak terlalu kecil. Kita juga perlu meniupnya dengan

hembusan yang stabil agar suara yang dihasilkan dapat terdengar dengan merdu.

2.3.2 Tifa

Tifa mirip dengan alat musik gendang yang dimainkan dengan cara dipukul. Alat

musik ini terbuat dari sebatang kayu yang dikosongi atau dihilangi isinya dan pada salah satu
sisi ujungnya ditutupi, dan biasanya penutupnya digunakan kulit rusa yang telah dikeringkan

untuk menghasilkan suara yang bagus dan indah. Bentuknyapun biasanya dibuat dengan

ukiran. Setiap suku di Maluku dan Papua memiliki tifa dengan ciri khas nya masing-masing.

Tifa merupakan alat musik tradisional khas Indonesia Timur serta biasa ditemukan di Maluku

dan Papua. Menurut Margaret J. Kartomi dalam “Is Maluku Still Musicological terra

incognita? An Overview of the Music-Cultures of the Province of Maluku” di Journal of

Southeast Asian Studies, Vol. 25 No. 1 Maret 1994, di Maluku, tifa punya sebutan lain

seperti tihato dan tihal di Maluku Tengah, tibal (Fordate dan Tanimbar), dan titir (Aru).

Bentuknya berbeda-beda sesuai daerah asal. Tapi umumnya berbentuk bulat. Badan

kerangkanya terbuat dari kayu yang dilapisi rotan sebagai pengikat dan bidang pukul dari

kulit kambing atau rusa.

Tifa dimainkan dengan tongkat pemukul dari gaba-gaba (pelepah dahan sagu) dan

juga tangan. Valentijn melaporkan bahwa tifa digunakan sebagai alat musik dan sarana

komunikasi penduduk Maluku. Ia digantung di pintu rumah atau masjid untuk memanggil

orang berkumpul di baileo (rumah adat Maluku) atau disebut tifa marinyo atau mengabarkan

berita kematian (tifa orang mati). Selain itu tifa digunakan untuk mengiringi nyanyian dalam

peribadatan di gereja pada desa desa.

2.3.3 Fu (Tahuri)

Alat musik Fu dibuat dari kerang dengan diberi lubang tiup. Sebenarnya, tadinya kulit

bia atau kerang ini cuma dimanfaatkan untuk pembikinan hadiah atau cinderamata. Tapi

seiring perkembanhan waktu, kemudian masyarakat Maluku mulainkembanhkan kerang ini

jadi suatu alat musik berbunyi indah. Salah satu jenis alat musik Fu adalah alat musik Fu

Tahuri, diambil dari salah satu nama desa yakni desa Tahuri, tempat pelestarian alat musik

Fu. Keistimewaan Fu tahuri, dibuat dari bahan yang diambil dari alam yaitu kerang atau kulit
bia. Sayangnya alat musik Fu kini mulai jarang dimainkan. Bahkan banyak dimuseumkan.

Diketahui, sampai sekarang mungkin hanya beberapa tempat saja yang masih melestarikan

alat musik Fu, seperti misalnya di dua desa. Yaitu desa Hutumuri dan desa Sirisori. Disana

pelajar juga diajari cara memainkan fu. Selain dua desa tadi, sebenarnya upaya melestarikan

alat musik Fu juga dilakukan di Ambon, ini bisa dilakukan lewat sekolah dimana anak anak

juga diajari Fu.

Dulu fungsi alat musik Fu untuk media komunikasi antara raja dan rakyat sebagai

contoh, saat raja akan mengumumkan sesuatu, maka pesuruh raja meniup alat musik Fu.

Fungsi Fu di masa lalu cukup vital. Upacara adat di masa lalu selalu menggunakan Fu

sebagai tanda mulai dan penutup acara itu. Saat ini alat musik Fu dipakai untuk suatu benda

arkeologi dan cenderamata kalau mengunjungi Maluku. Selain itu Fu juga digunakan dalam

irirngan jemaat dalam peribadatan.

2.4 ALAT MUSIK MODERN YANG SERING DIGUNAKAN DALAM

PERIBADATAN

2.4.1 Keyboard

Keyboard adalah alat musik yang menyerupai piano, tetapi tidak memiliki pedal di

bawahnya. Keyboard memiliki bentuk yang lebih sederhana sehingga lebih mudah dibawa ke

mana-mana. Keyboard memiliki kelebihan yaitu bisa mengeluarkan suara-suara instrumen

lain selain piano. Alat musik Keyboard mendapatkan suaranya dari manipulasi kunci-kunci.

Ada yang ditekan (menggunakan jari tangan), dan ada juga yang dipijak (menggunakan kaki).

Susunan Keyboard arahnya mengikuti logika, dari kiri nada-nada rendah, ke kanan nada-nada

tinggi. Susunan kiri-kanan bass ke treble juga berlaku demikian. Pada saat ini Keyboard

banyak digunakan dalam iringan jemaat dalam peribadatan


2.4.2 Terompet

Terompet adalah alat musik tiup modern yang terbuat dari logam. Pada alat musik ini

terdapat tiga tombol yang fungsinya berbeda-beda, tetapi sama-sama untuk mengatur nada.

Suara yang masuk ke dalam terompet diatur dengan menekan tombol-tombol tersebut secara

benar dan tidak asal-asalan, agar udara yang ditiupkan dapat menghasilkan nada sesuai yang

diinginkan. Udara yang diperoleh dari hembusan atau tiupan memang menjadi sumber suara

alat musik ini, sehingga terompet digolongkan ke dalam aerophone. Dalam sebuah komposisi

musik, terompet termasuk alat musik melodis yang fungsinya untuk menghasilkan sebuah

nada atau melodi lagu.

Cikal bakal alat musik terompet diduga sudah ada sejak 3000 tahun lalu, berupa

tulang burung yang digunakan sebagai musik pengiring ketika akan berperang, atau ritual

pada masa itu. Terompet dari gading mamut (mammuthus primigenius)  ditemukan oleh

arkeolog Jerman, di gua Geißenklösterle, di gunung dekat Ulm di daerah selatan Jerman.

Seluruhnya berjumlah 31 buah dan diperkirkan berusia ± 43.400 tahun. Terompet  berukuran

18,7 cm tersebut memiliki tiga lubang jari, yang dapat membantu mengatur nada untuk

menghasilkan berbagai macam melodi. Untuk membuat satu alat musik terompet, sebuah

lekukan gading mamut dibelah kemudian dibuat lubang pada bagian tersebut. Ada tiga

lubang untuk jari, satu lubang lainnya diikat dan ditempel dengan sebuah lapisan kedap

udara.

Modal utama untuk dapat memainkan terompet dengan baik adalah memiliki nafas

yang panjang dan kuat. Latihan pernafasan sangat mutlak bagi seorang pemain terompet

profesional, terlebih untuk jangka waktu yang sangat panjang. Rokok merupakan pantangan

mutlak karena umumnya perokok mempunyai nafas yang lebih pendek dibandingkan bukan

perokok. Olah raga sangat disarankan terutama yang menunjang latihan pernapasan seperti
joging dan renang. Cara meniup alat musik terompet tidak sama seperti meniup terompet

tahun baru, atau alat musik tiup lainnya. Salah satu tekniknya adalah dengan menempelkan

bibir pada mouthpiece dengan posisi seperti mengucap huruf M, lalu terompet ditiup dengan

menirukan suara yang berbunyi “pret pret pret”. Teknik lainnya adalah dengan meniup

menggunakan lidah atau biasa disebut tonguing, yaitu dengan cara menempelkan bibir pada

mouthpiece dimana posisi lidah berada di antara bibir atas dan bawah. Setelah itu terompet

ditiup dengan gerakan seperti mengucap kata “taa”. Jadi, selain memiliki nafas yang panjang

dan kuat, posisi bibir saat meniup terompet, yang dikenal dengan istilah embouchure atau

“ambasir” dalam bahasa Indonesia, juga ikut menentukan kualitas suara serta jenis nada yang

dihasilkan. Saat ini terompet sering digunakan untuk mengiring jemaat dalam peribadatan.

BAB III

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran antara kuantitatif dan kualitatif.

Pendekatan kuantitatif deskriptif dimanfaatkan untuk memperoleh gambaran deskriptif

mengenai penggunaan alat music tradisional dan modern. Metode yang dipakai survey dan

teknik pengambilan datanya adalah kuesioner secara langsung maupun pun online melalui

google form. Survey ini dilakukan pada desa desa terpencil yang masih menggunakan alat

music tradisional dan belum terlalu memahami akan penggunaan alat musik modern

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer pada prinsipnya

dikumpulkan dengan survey dan wawancara mendalam serta dilakukan observasi.

Wawancara digunakan untuk membangun hubungan dan pengertian dengan para responden

sehingga dapat berfokus pada pemahaman mereka akan penggunaan alat-alat music tersebut
Hasilnya dalam bentuk pemaparan deskriptif baik dalam bentuk penjelasan, tabel

ataupun grafik. Hasil yang diperoleh selanjutnya ditafsirkan berbasis pengetahuan atau

konsep mengenai perilaku pemilih dalam basis teori yang dipakai. Sedangkan penelitian

kualitatif dipakai untuk menggali lebih dalam pertanyaan mengapa atau apa alasan sosial dan

kultural dalam penggunaan alat-alat music tersebut. Penelitian ini juga menggunakan FGD

dalam mengumpulkan data. FGD merupakan wawancara terbuka (open-ended) dengan

sekelompok informan (berjumlah lima sampai tujuh orang), dimana para informan tersebut

diberi kesempatan untuk memberikan masukan mereka atas permasalahan terfokus yang

diberikan oleh peneliti

Adapun metode observasi dalam pengumpulan data didasarkan pada dimensi

perspektif, yang mencakup (1) peran pengamat sebagai pemerhati (spectator); (2)

pengamatan sendiri dan berkelompok; dan (3) observasi tertutup (covert) terhadap objek

pengamatan. Kegiatan observasi dilakukan terhadap interaksi yang berlangsung dalam

berbagai aktivitas. Data direkam dalam bentuk jurnal harian (field note) yang diisi oleh

peneliti setiap kali melakukan observasi. Data sekunder digali dari berbagai sumber,

termasuk dokumen, laporan, publikasi akademis, majalah, dan surat kabar cetak dan online.

Data sekunder tersebut dikumpulkan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui

wawancara dan observasi, dan menjadi tanmbahan informasi dalam memformulasikan

pertanyaan (Patton, 2002). Teknik wawancara akan dilakukan secara snowball untuk

memperoleh data sebanyak mungkin sesuai dengan kebutuhan penelitian. Selanjutnya data

akan dianalisis dan diinterpretasi secara kualitatif berdasarkan teori yang disebutkan dibagian

kerangka teori.
DAFTAR PUSTAKA

Alfiyah. 2012. Media Audio dalam Media Pembelajaran. Diakses tanggal 15 Mei

2012. http://alfiyah90.wordpress.com/2012/ 04/01/media-audio-4/

Furtunarto, 2006, “Multikulturalisme dalam Perspektif Agama dan Kepercayaan”,

Makalah, disampaikan dalam Seminar Nasional Pelaksanaan Multikulturalisme dalam

Pembangunan Kebudayaan dan Pariwisata, diselenggarakan oleh Kementerian

Budaya dan Pariwisata RI.

Jamalus,1988. Buku pengajaran music melalui pengalaman Musik. Jakarta


Kayam. 2010. (Sebuah Fenomena Transformasi Budaya). Skripsi. Yogyakarta:

Fakultas Bahasa Seni Universitas Negeri Yogyakarta.

Salim 1991, Music Tradisional. Jakarta

Sedyawati,1992 . Cerdas Emosional Dengan Musik. Yogyakarta: Arti Bumi Intaran

Patton, M.Q (2002). Qualitative Research and Evaluation Metthods (3nd Ed).

Thousand Oaks, CA: Sage

Anda mungkin juga menyukai