Makalah Mepi

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 16

BAB II

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Metodologi Studi Islam hadir di Perguruan Tinggi Agama Islam
(PTAI) dengan beberapa faktor. Salah satunya adalah untuk menjawab semua
persoalan-persoalan yang dihadapi manusia, di mana Alquran dan Hadist yang
menjadi dasar dari segala ilmu dan pengetahuan untuk menyelesaikannya.
Tradisi kajian-kajian ke-Islaman secara sejarah berakar yang sangat
panjang, tidak bisa dielakkan adanya persinggungan antara Islam dan Kristen.
Dan hal ini menimbulkan permasalahan antar umat beragama, namun di
makalh ini kami akan membahas permasalahan yang ada di sekitar kita saat
ini yaitu mengenai kebudayaan.
Banyak sekali pendapat yang megatakan bahwa kebudayaan itu salah,
tidak boleh diikuti, dan sebagainya. Dan hal ini juga menjadi permasalahan
diantara kita. Namun, sebelumnya kami ingin menluruskan bahwa tidak
selamanya kebudayaan itu salah karena jika kebudayaan yang tercipta tersebut
berlandaskan atas Alquran dan Hadist maka kebudyaan yang tercipta dari
cipta karsa manusia tersebut boleh atau halal untuk dilakukan karena tidak
menentang aturan serta ajaran Islam. Dan sudah pasti hal ini tidak
menyebabkan kita berdosa karena telah mengikutinya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud kebudayaan?
2. Bagaimana pandangan Islam terhadap kebudayaan?
3. Bagaimana Metode penelitian kebudayaan Islam?
4. Bagaimana strategi penelitian kebudayaan dalam penelitian kualitatif?
C. TUJUAN
1. Mengetahui definisi kebudayaan.
2. Mengetahui pandangan Islam terhadap kebudayaan.

1
3. Mengetahui metode penelitian kebudayaan Islam.
4. Mengetahui seperti apa strategi penelitian kebudayaan dalam penelitian
kualitatif.

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. STUDI KEBUDAYAAN ISLAM


1.1. Pengertian Kebudayaan
Budaya atau Kebudayaan berasal dari bahasa sanskerta yaitu
buddhaya, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kebudayaan adalah hasil kegiatan dan
penciptaan batin (akal budi) manusia seperti kepercayaan, kesenian, dan adat
istiadat; keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang
digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang
menjadi pedoman tingkah lakunya.1
Menurut St. Taqdir Ali Sjahbana kebudayaan adalah “manifestasi cara
berpikir”. Pengertian ini sangat luas, karena semua tingkah laku dan perbuatan
manusia dapat dikategorikan hasil cara berpikir, bahwa perasaan pun menurut
beliau termasuk pikiran juga.
Menurut Muhaimin mengambil pendapat Sarmidi Mangun Karso
kebudayaan adalah segala hasil kerja jiwa dalam arti yang seluas-luasnya.2
Pengertian ini dapat dipahami bahwa semua tingkah laku, baik ungkapan
perasaan dan perbuatan manusia dapatlah dikategorikan hasil cara berpikir.
Karena semua kegiatan manusia berawal dari olah pikir untuk melakukan
sesuatu dengan baik, oleh sebab itu refleksi perbuatan merupakan sebuah
budaya dari menusia.
Pendapat yang umum tentang kebudayaan adalah merupakan hasil
daya cipta karsa manusia. Biasanya cipta kaersa tersebut lahir dari sebuah

1
KBBI Luring Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
2
Muhaimin dkk, Kawasan Dan Wawasan Studi Islam, Cet. Ke 2 (Jakarta: Kencana, 2007),
hlm. 334.

3
komunitas masyarakat tertentu. Perwujudan dari hasil kersa tersebut bis
berupa tindakan, seni, dan kepercayaan yang berakibat kepada keyakinan
dalam kehidupan masyarakat tersebut.
Secara lebih rinci wujud kebudayaan itu dapat terlihat dari hasil
kelakuan manusia yang bisanya tersusun dalam kehidupan kehudupan dalam
masyarakat. Koentjoroningrat mengemukakan adanya 3 wujud dari
kebudayaan yaitu:
1. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dan sebagainya;
2. Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas kelakuan berpola
dari manusia dalam masyarakat dan;
3. Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya menusia. Dalam
parktiknya, wuwjud kebudayaan tersebut tidaklah terpisah satu dengan
yang lain.3

Wujud dan isi kebudayaan yang dimiliki manusia pada gilirannya akan
mewarnai konsep tentang manusia itu. Jadi dapat dikatakan bahwa manusia
tidak bisa lepas dari unsure budaya yang mewarnai kehidupannya.
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa, dalam kehidupan
masyarakat tidak terlepas dari kebudayaan yang merupakan cerminan dari
keyakinan tertentu, bisa saja dari agama, animismne, dinamisme atau sinkritis
yang diwariskan secara terus menerus. Oleh karena itu kebudayaan juga hadir
akibat pemahaman agama, baik agama samawi maupun agama produk
manusia untuk mengatur kehidupan manusia. Dimana untuk mewujudkannya
dilakukan dengan cara-cara tertentu. Cara-cara tertentu tersebut jika
berdasarkan agama samawi berarti merujuk kepada nash-nash agama yang di
pahami mungkin banyak penafsiran.4

3
Ibidh., hlm. 334.
4
Muhaini, Pengantar Studi Ilsam, (Banda Aceh: Penerbit PeNA, 2013), hlm. 162.

4
1.2. Kebudayaan Islam
Dalam Islam, terdapat perbedaan yang jelas dan tajam antara
kebudayaan yang Islami dengan kebudayaan yang tidak Islami. Walaupun
kebudayaan itu merupakan harmonisasi antara cipta karsa atau akal budi
manusia dengan lingkaran wahyu. Akal noleh bekerja untuk mencarai
aktualisasi diri, mengatur kehidupan, tatapi semua itu harus memegang
prinsip-prinsip tertentu yang telah digariskan oleh Alquran dan
hadist.sebaliknya kebudayaan yang hanya dilahirkan oleh praduga, anggapan
untuk memahami tata cara kehidupan tidaklah dianggap budaya Islami. Dalam
prakteknya, kebudayaan yang dating baik dari agama samawi masih perlu
untuk dikaji ulang apakah termasuk dalam bingkai Islam atau tidak.5
Ada beberapa ciri yang termasuk budaya yang Islami, di antanya:
1. Kebudayaan Muslin yang Islami, yakni kebudayaan Muslim yang
karya budaya Muslim yang committed pada islam.
2. Kebudayaan Muslim yang tidak Islami, yakni kebudayaan Muslim
yang tidak committed pada Islam.

Muslim yang committed pada Islam ialah yang mengimani


(menghayati), mengamalkan, dan mendakwahkan Islam, serta sabar.
Sebaliknya setiap kebudayaan yang tidak didasarkan kepada semangat cirri
ke-Islaman maka orang Muslim seharusnya meninggalkan kebudayaan
tersebut dalam aturan tata kehidupannya. Orang Muslim tidak perlu
mengikutinya tetapi cukup menganggap dari sisi seni yang menjadi tradisi dan
merupakan warisan yang bersifat akulturasi dari berbagai akal budi manusia,
serta meyakini kebudayaan seperti itu bukan merupakan sebuah kewajiban.

Salama manusia masih eksis dipermukann bumi ini, maka akal budi
manusia masih terus bekerja untuk memeriksa, memikirkan dan mengolah

5
Ibidh., hlm. 163.

5
alam dan juga cara untuk memberikan pesan moral. Karena dorongan itu
timbul dari jiwa dan semangat untuk mengatur dan mengaktualisasikan
dirinya dalam kehidupan. Dan jika akal budi tersebut memiliki spirit dan
ruhul Islam maka akan lahir budaya-budaya Islami, tetapi jika spririt Islam
dirtinggalkan maka yang timbul adalah kebudayaan yang non-Islami. Pepatah
orang minang “Adat bersandikan syara’. Syara’ bersandikan kitabullah”.
Adat berdasarkan syari’at. Dan syari’at berdasarkan Alquran.6

Dalam penelitian kebudayaan keagamaan berarti kita memahami


fenomena atau model masyarakat dalam mengatur kehidupan dengan
keyakinan tertentu. Dan dalam konteks studi budaya banyak gejala budaya
keagamaan yang dapat dijadikan fokus penelitian dalam masyarakat kita.
Contohnya dalam karya seni masyarakat Aceh ada perpaduan seni dengan
agama yang sangat unik. Sebagai contoh, dalail Kairat, dalam karya seni
dalail khairat adalah melantunkan Asma al-Husna, ucapan-ucapan selawat
Kepada Muhammad saw dan kalimat-kalimat thoyibah. Uniknya, lafal-lafal
itu dilantunkan seperti lagu-lagu matrialistis yang masih sangat popular
dikalangan kita. Kegiatan ini biasanya dilakukan pada malam jum’at di tempat
tertentu, dalailul khairat juga dilakukan di tempat kemalangan. Selain itu,
dahulu dalail khairat dilakukan oleh santri-santri dayah, atau masayarakat
yang berada disekitar dayah. Namun sekarang, kegiatan ini jarang sekali kita
jumpai. Pertanyaannya, dari mana asal-usul budaya tersebut, siapa yang
menciptakannya? Apakah cara-cara dalail kahirat seperti itu memang budaya
atau merupakan ibadah sama halnya dengan ibadah yang lain? Dengan bahasa
lain kalau kita melakukannya apakah ada nilai ibadah? Atau itu hanya
merupakan seni saja, sama dengan ciptaan lagu-lagu tasawuf modern yang
diciptakan oleh pengarang-pengarang lagu kontemporer.

6
Ibidh., hlm. 164.

6
Demikian juga dengan tari seudati, seorang syekh7 sambil
menyampaikan ucapan selawat puji-pujian kepada Sayidina Ali dan
Muhammad saw, para penari sambil memukul perut dan berputar-putar
dengan langkah-langkah tertentu. Mungkinkah kedua karya seni tersebut ada
kaitannya dengan latar belakang masuknya Islam ke Samudera pase.
Pengamatan lain juag dilakukan oleh Hasan Muarif Ambary dalam bukunya
Menemukan Peradaban: Jejak Arkeologi dan Histori dalam Islam Indonesia.
Ia membuktikan adanya kesamaan budaya yang dibawa oleh pnyiar agama
Islam ke Nusantara. Pendapat ini dibuktikan dengan mengamati makam-
makam awal Islam, tipologi batu nisan yang digunakan, baik dari segi bahan
baku maupun bentuknya serta inskripsi yang tertulis dalam penggalian kotak-
kotak uji arkeologi.8
Lain lagi pada masyarakat minang dalam menyambut bulan
Ramadhan. Ada istilahnya mandi baliamau. Mandi baliamau mandi dengan
bebagai jenis bunga dan dicampur dengan jeruk purut. Kegiatan ini masih
dilakukan oleh sebagian masyarakat minang ketika menyambut bulan suci
Ramadhan. Mandi balimau dipercayai sebagai cara untuk membersihkan diri
untuk menyambut bulan puasa agar bersih dari dosa sebelumnya, dan bersih
dari hadas kecil dan besar.
Penelitian kebudayaan merupakan kegiatan membentuk dan
mengabstraksikan pemahaman secara rasional empiris dari fenomena
kebudayaan, baik terkait dengan konsepsi, nilai, kebiasaan, pola interaksi,
aspek kesejarahan, biografi, teks media massa, film, pertunjukan kesenian,
maupun berbagai bentuk fenomena budaya. Penelitian kebudayaan juga
disebut sebagai penelitian wacana atau teks kebudayaan. Disebut demikian

7
Syekh dalam tarian seudati adalah orang yang memimpin tarian seudati. Ketika sedang
tampil dalam acar seni tari seudati, syekh ini mengucapkan, ucapan-ucapan keagamaan yang memuat
pesan-pesan moral. Para penari memukul-mukulkan perutnya sambil berputar-putar dengan langkah-
langkah tertentu.
8
Ibidh., hlm. 165.

7
karena berbagai fenomena yang ada dalam kehidupan ini bisa disikapi sebagai
sistem tanda yang mamuat makna tertentu.9 Contoh lain penelitian
kebudayaan adalah Reog Ponorogo.

1.3. Metode Penelitian Kebudayaan


Lincoln menyebutkan ada empat dasar yang menjadi kerangka konseptual
dalam sebuah desain penelitian:
a. Bagaimana sebuah desain penelitian terkait dengan paradigm
penelitian yang digunakan. Artinya, bagaimana bukti-bukti maretil
dirangkum dan dikaitkan dengan paradigm dalam pertanyaan
penelitian.
b. Siapa dan apa yang diteliti?
c. Strategi-strategi penelitian apa saja yang akan digunakan?
d. Perangkat metodologi dan penelitian apa yang akan digunakan untuk
menghimpun dan manganalisis data-data materil?10
Pada dasarnya, penelitian kebudayaan merupakan usaha memahami
fakta yang keberadaannya diwakili oleh sesuatu yang lain. Misalnya ketika
meneliti ideology masyarakat Madura perantauan maka benda yang disebut
ideology keberadaannya terwakili oleh kenyataan yang berada. Oleh karena
itu, dalam konteks penelitian kebudayaan, They always think reflectively,
historically, and bioghraphically.11 Kutipan tersebut memuat konsepsi bahwa
dalam penelitian kebudayaan penelitian harus melakukan proses berpikir
secara reflektif. Dalam hal ini berarti bahwa untuk menggambarkan fakta,
peneliti harus melakukan penggambaran ulang bersadarkan kenyataan
langsung yang bisa diindrakan.

9
Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan (Jakarta: Bumi Akasra, 2008), hlm. 21.
10
Norman K dan Yvonna S. Linconln, Hand Book of Qualitative Reseach, terj. Dariyanto (et.
al), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), hlm. 253.
11
Norma K. Dezin dan Yvonna S. Linconln, Handbook Of Qualitatif Research. Cet. Kedua.
(New Delhi: Sage publication India Pvt. Ltd, 2000), hlm. 199.

8
Dalam melakukan penggambaran ulang tersebut peneliti harus
melakukan proses berpikir secara historis, dalam arti peneliti menggambarkan
dunia pengalaman dan pemahaman yang bersumber dari diri sendiri atau
orang lain. Peneliti bisa jadi harus menelusuri dan memahami
autobiografi/biografi seseorang, baik dalam posisinya sebagai individu
maupun anggota kelompok masyarakat. Dari sudut pandang penelitian
kualitatif, proses memahami fakta sasaran penelitian selalu akan melibatkan
apa yang disebut interpretative perspective dan human experience.
Kedua istilah tersebut memuat pengertian bahwa untuk memahami
fakta penelitian kebudayaan, peneliti harus melakukan penafsiran. Penafsiran
tersebut bukan bermula dari kekosongan, tetapi harus didasarkan pada
pengalaman kemanusian. Artinya, tidak mungkin seorang yang sedang atau
akan melakuakn penelitian di bidangnya atau di bidang lain tidak memiliki
bekal secuil pun tentang kebudayaan yang akan dijadikan sasaran. Oleh sebab
itu, seorang peneliti kebudayaan juga bisa disebut sebagai bricoleur, artinya
dalam penelitian mereka harus mampu memilih dan membuat keputusan
secara kritis dan kreatif melalui rekontruksi konsep dan pemahaman.12
Penelitian bidang kebudayaan terbuka luas, membentang, dan tidak
selesai dalam waktu singkat karena kebudayaan menyangkut semua aspek
kehidupan manusia. Secara konkrit kebudayaan bisa mengacu pada adat
istiadat, bentuk-bentuk tradisi lisan, karya seni, bahasa, pola interaksi, dan
sebagainya. Dalam istilah lain, kebudayaan merupakan fakta kompleks yang
memiliki kekhasan pada batas tertentu dan juga memiliki ciri yang bersifat
universal.
Fakta kebudayaan selain bisa direduksi ke dalam bentuk angka-angka,
esensinya harus dipahami berdasarkan hasil transposisinya menjadi gejala
verbal. Apabila sasaran utama adalah untuk mendapatkan pemahaman di balik

12
Ibidh., hlm. 169.

9
realitas konkrit yang teramati secara langsung maka penelitian kebudayaan
haruslah diorientasikan pada perspektif metode kualitatif, bukan pada metode
kuantitatif.13
Pemilihan desain penelitian kualitatif sangat terkait dengan tahap-
tahap pertanyaan penelitian, lokasi penelitian, jadwal/waktu, strategi-strategi
penelitian ke dalam kerangka operasional penelitian. Selanjutnya mengulas
problem-problem yang terangkum dalam penelitian printis (pilot-studies),
trigulasi antar-disiplin keilmuan (interdisciplinary) dan berbagai pandangan
alternative seputar validitas, realibilitas dan generalizabilitas, sambil
mengkritisi paradigm metodologi (hagemoni metode) yang dikembangkan
oleh kaum positivis tradisionalis.14
Penelitian kualitatif tentang siapa (who) dan (what) apa yang hendak
diteliti mencakup berbagai contoh kasus yang bersumber dari fenomena-
fenomena dan proses-proses sosial. Penelitian tentang siapa (who) dan apa
(what) tersebut dapat kita tinjau dari tiga pendekatan umum, kasus tunggal
atau proses tunggal bisa kita jadikan objek penelitian. Hal ini sesuai dengan
istilah Roberts Stake yang mengulas tenttang studi-kasus-intrinsik (intrinsic
case study). Dalam konteks ini, seorang peneliti akan mengkaji secara cermat
sebuah kasus tunggal atau sepenggal fenomena sosial secara rinci dalam
format pertanyaan.
1.4. Strategi Penelitian Kebudayaan dalam Penelitian Kualitatif
1.4.1. Penelitian Lapangan
Penelitian lapangan (field research, field work) merupakan
penelitian lapangan kehidupan sosial masyarakat secara langsung. Dengan
kata lain field research observe people in the setting in which they live and
participate in their day today activities. Fokus permasalahan yang telah
ditetapkan, peneliti perlu menggambarkan kemungkinan (a) subtansi data

13
Ibidh.
14
Ibidh.

10
yang diperoleh, (b) lingkup medan penelitian, serta (c) prosedur dan taktik
yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data penelitian.
Berikut gambaran strategi dalam penelitian kualitatif.

Strategi Digunakan untuk: Data Paradigma


Field –Reseach Memahami individu, Catatan Posistivis
kelompok dan lembaga pada lapangan,
latar teretntu secara wawancara
mendalam terstruktur,
wawancara
mendalam
Etnografi Memahami karakteristik Observasi,
kehidupan sosial budaya atau partisipasi,
masyarakat wawancara
mendalam.
Interaksi-simboli Memahami makna, motif, Observasi, Kontruktivitis
wawasan, dan ideology partisipasi,
budaya masyarakat sejalan wawancara
dengan nilai yang terstruktur,
diinternalisasikan wawancara
mendalam
Naturalistic inquiry Memahami bentuk-bentuk Partisipasi dan
budaya berdasarkan cirri wawancara
interaksi dan fakta yang mendalam
teramati secara natural
Etnometodologi Memahami visi dan esensi Observasi,
pandangan budaya suatu catatan lapangan,
masyarakat, secara kelompok wawancara
maupun individu mendalam dan
data hasil
penelitian.
Etnigrafi teks Memahami karakteristik
kehidupan budaya suatu
masyarakat berdasarkan teks,
sebagaimana terwujud dalam
tuturan, perilaku, maupun
tulisan
Kegiatan pengumpulan data bisa langsung disertai analisis data.
Istilah analisis dalam penelitian lapangan dikonsepsikan sebagai memahami
unsure, ciri setiap unsur, konsepsi dan hubungan antarunsur secara

11
sistematis. Kegiatan analisis yang berkaitan dengan interprestasi tersebut
mesti disertai evaluasi menyangkut validitas dan reabilitas data yang
diperoleh dan penafsiran yang diberikan.15
1.4.2. Penemuan Naturalistik
Penemuan naturalistic menyingkapi penelitian sebagai gejala yang
bersifat ganda, terekonstruksi, dan bersifat holistik. Hubungan antara
peneliti dan realitas penelitian bersifat interaktif dan tidak dapat
dipisahkan karena ada dalam kondisi independent dualism. Setiap fakta
sosial budaya disikapi dengan gejala yang bersifat khas. Oleh sebab itu,
kalaupun ada kemungkinan generalisasi, hal tersebut hanya merujuk pada
gejala yang sifatnya umum dan dilepaskan dari konteks tempat maupun
waktu. Dalam perspektif penemuan naturalistic, realitas juga disikapi
sebagai gejala yang hadir secara simultan, bukan dalam hubungan sebab-
akibat maupun hubungan yang fragementatif.
Ditinjau dari penggunaannya, strategi penemuan naturalistik
etnografi, etnometodologi, maupun studi kasus.
Penelitiannya dapat ditunjukan untuk:
a. Memahami ciri dan bentuk sesuatu kelompok masyarakat secara
eksploratif;
b. Memahami deskripsi pada fokus komponen budaya tertentu secara
mendalam;
c. Mendeskripsikan kompleksitas fenomena dan bentuk interaksi secara
mendalam dalam konteks alamiah;
d. Mendeskripsikan fenomena untuk memformulasikan dan mendapat
teori bukan menguji teori.16
Data dan teknik pengumpulan data yang digunakan tidak berbeda
jauh dengan penelitian lapangan. Perbedaannya terletak pada sistematisasi

15
Ibidh., hlm. 172.
16
Maryaeni, Metode Penelitian Kebudayaan, hlm. 30.

12
teknik analisisnya. Enam jenis teknik analisis data yang lazim digunakan
dalam penelitian naturalistic antara lain: (a) Analisis domain (b) observasi
terfokus (c) analisis taksonomi (d) observasi terpilih (e) analisis
komponen dan (f) analisis tema.17
1.4.3. Grounded Theory
Strategi grounded theory adalah menemukan teori berdasarkan
data. Peneliti terjun ke lapangan tanpa membawa rancangan konseptual,
teori, dan hipotesis tertentu. Secara propokatif malah sering dikatakan
supaya peneliti masuk ke lapangan dengan “kepala kosong”, tanpa
membawa apa pun yang sifatnya a priori, apakah itu konsep, teori,
ataukah hipotesis. Sebab dengan membawa konsep, teori, hipotesis
bersifat a priori dikuatirkan akan terjebak pada “penyakit” studi
verifikatif yang memaksa level empirical menyesuaikan diri dengan “apa
maunya” level konseptual teoritikal. Dengan “kepala kosong”, peneliti
diharapkan bisa sepenuhnya terpancang kepada kenyataan berdasarkan
data lapangan, baik dalam mendeskripsikan apa yang sedang terjadi
maupun dalam menjelaskan. Dengan demikian, apa yang ditemukan
(berupa konsep, hipotesis, teori) benar-benar berdasarkan data hasil
observasi yang dikembangkan secara induktif.18
Dalam penelitian grounded theory data collection, analysis, and
theory stand in reciprocal relantionship with each other.19 Teori sebagai
konsep deduktif yang digunakan dalam pengumpulan dan analisis data
mesti diposisikan sebagai alat, bukan sebagai proposisi yang diuji
kebenarannya. Dengan demikian, analisis data bukan untuk memperkuat
teori yang ada sebelumnya melainkan untuk membuahkan teori secara
subtantif.
17
Norman K. Denzin dan Yvonna S. Linconln, Handbook Of Qualitatif Rasearch, hlm. 1988.
18
Burhan Bungin, Analisis Data Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008),
hlm. 121.
19
Ibidh., hlm. 32.

13
Proses analisis data dalam grounded theory disebut coding. Dalam
coding terdapat kegiatan: pelabelan, pemilihan, pencatatan, dan
pematraan (P4).
a. Pelabelan, mengacu pada pemberian kosep pada peristiwa maupun
fenomena yang dijadikan sasarn analisis.
b. Pemilahan, mengacu pada perbandingan cirri satuan label yang satu
dengan satuan/label yang lain untuk menentukan pengelompokan
berdasarkan ciri kombinasi dan urutannya.
c. Pencatatan, merupakan produk penulisan coding yang masih bersifat
terbuka sebagai bahan refleksi dan abstraksi.
d. Pematraan, mengacu pada abstaksi hubungan ciri dalam satu label dan
kelompok guna memahami dimensi hubungan sistemnya.20
Coding pada tahap ini disebut open coding, sebagai tahapan yang
bisa mengacu pada kegiatan analisis pengumpulan data di lapangan. Pada
tahap berikut dilakukan axial coding, yaitu kegiatan menspesifikasi dan
memetakan data bersifat hasil open coding. Spesifikasi dan pemetaan itu
didasarkan pada ciri hubungan konstektual, kondisional, pelakuan, cirri
interaksional, dan implikasi. Berdasarkan hasil axial coding selanjutnya
dilakukan selective coding, yaitu kegiatan memlilih dan mensistematiskan
data dan gambaran konsepsinya guna menyususn story line: tahapan
proposisi yang membentuk untaian pernyataan tertentu secara sistematis.
Kegiatan tersebut diikuti penciptaan conditional matriks yang mengacu
pada kemungkinan penambahan, pengurangan, dan pengubah pernyataan
atas suatu fakta berdasarkan perbedaan konteks, kondisi, cirri interaksi,
implikasi, dan kemungkinan perbedaan perspektifnya.21

20
Ibidh.
21
Ibidh., hlm. 175.

14
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kebudayaan merupakan hasil daya cipta karsa manusia. Yang mana
biasanya cipta karsa tersebut lahir dari sebuah keyakinan, kepercayaan dan
fiosofi yang mendalam dan kemudian terwujud dalam bentuk perilaku dari
sebuah komunitas masyarakat tertentu. Dan perwujudan dari hasil karsa
tersebut bisa berupa tindakan, seni, dan kepercayaan yang berakibat kepada
keyakinan dalam kehidupan masyarakat tersebut. Di mana perlakuan terhadap
suatu keyakinan tersebut terus dilakukan tidak hanya untuk melestarikan
budaya, tetapi juga menjadi kehendak rohani/jiwa, akibatnya, kebiasaan itu
dilakukan secara terus menerus dan dilakukan dalam situasi tertentu. Jadi,
kebudayaan adalah hasil daya cipta karsa manusia yang menjadi suatu
kebiasaan di daerah tempat mereka tinggal.
Pandangan Islam terhadap kebudayaan sedikit berbeda karena
walaupun kebudayaan itu merupakan harmonisasi antara cipta karsa atau akal
budi manusia dengan lingkaran wahyu. Akal boleh bekerja untuk mencari
aktualisasi diri, mengatur kehidupan, tetapi semua itu harus memegang
prinsip-prinsip tertentu yang telah digariskan oleh Alquran dan Hadist. Maka
jika kebudayaan yang hanya dilahirkan oleh [raduga, anggapan untuk
memahami tata cara kehidupan tidaklah dianggap budaya Islam. Hal ini sesuai
dengan pepatah orang minang “Adat bersandikan syara’. Syara, bersandikan
kitabullah”. Adat bersandikan syari’at. Dan syari’at berdasarkan Alquran.
B. SARAN
Dengan rangkumnya makalah ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan pembaca, terkhususnya penulis dalam hal membedakan
kebudayaan Islami dan kebudayaan non-Islami. Karena kebudayaan yang
tidak didasarkan kepada semangat ke-Islaman sebaiknya ditinggalkan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Muhaini, Pengantar Studi Islam. Banda Aceh: penerbit PeNA, 2013.

16

Anda mungkin juga menyukai