ihwalpraja@gmail.com,2019
TERM OF USE
Buku ini berisi tentang dasar-dasar navigasi darat yang dibuat berdasarkan buku sebelumnya yaitu
buku NAVIGASI DARAT terbitan KAPINIS yang ditulis oleh WAWAN PURWANA tahun 2004. Penulisan
buku ini juga bersumber dari beberapa rujukan di internet yang di padukan berdasarkan pengalaman
penulis.
Buku ini dibuat untuk digunakan kalangan terbatas, digunakan dibawah pengawasan/pelatihan oleh
penulis
Buku ini bisa diperbanyak, dijadikan rujukan/ acuan tetapi penulis tidak bertanggung jawab dengan
segalan kejadian/ kecelakaan yang diakibatkan penggunaan buku ini.
Menggunakan buku ini berarti pembaca setuju dan mengerti atas segala resiko dalam penggunaan
dan praktek di lapangan, dan penulis tidak bertanggung jawab atas semua kejadian yang diakibatkan
penggunaan buku ini.
Ilmu Membaca Peta dan Medan (IMMP) atau orang sering menyebutnya Navigasi Darat, adalah ilmu
dan ketrampilan wajib bagi setiap orang yang sering beraktifitas di alam bebas (hutan, gunung, padang, dll).
Dikatakan ilmu dan ketrampilan karena dalam IMMP ada banyak hal yang menyangkut ke ilmuan yang harus
kita pelajari, sedangkan ketrampilan ada karena bila kita tidak sering berlatih maka kita akan kesulitan bila
sewaktu-waktu dibutuhkan.
Saat ini aktifitas alam bebas semakin popular terutama mendaki gunung. Gunung yang tadinya sepi
hanya sesekali pendaki melewatinya, kini berubah seolah olah gunung sudah menjadi tempat wisata. Namun
semakin populernya aktifitas luar ruangan ini tidak dibarengi dengan kesadaran bahwa banyak bahaya yang
akan dihadapi ketika kita berada di alam bebas. Seolah para penggiat alam bebas sekarang melupakan hal-hal
yang bersifat “knowledge” tentang cara-cara bergiat di alam bebas dengan aman. Hal ini terbukti dengan
banyaknya korban dalam kegiatan alam bebas termasuk mendaki gunung. Dimana hal-hal yang bisa
membahayakan diri bisa diminimalkan dengan belajar ilmu-ilmu alam bebas, termasuk IMMP didalamnya
Ilmu Membaca Medan dan Peta digunakan dan diperlukan untuk meminimalisir resiko tersesat,
ataupun kalau sudah tersesat bisa segera menemukan jalan keluarnya. IMMP juga bermanfaat untuk membatu
operasi pencarian/ kecelakaan di gunung (operasi SAR). Sehingga diharap setelah belajar Ilmu Membaca Medan
dan Peta ini selain berfanfaat bagi diri sendiri juga bermanfaat bagi orang lain
Untuk itu penulis dengan sengaja membuat buku ini dengan harapan akan menimbulkan kesadaran
pentingnya ilmu-ilmu bertahan hidup dialam bebas terutama IMMP ini. Buku ini dibuat berdasarkan buku
“NAVIGASI DARAT” terbitan Kapinis Bandung tulisan kang Wawan Purwana yang dipadupadankan sumber
lainnya baik bacaan maupun dari internet, serta dari pengalaman di lapangan penulis sendiri. Sehungga
diharapkan buku ini bisa mudah dipelajari dan dipahami.
Tentu saja buku ini bukanlah buku yang sempurna, diharapkan pembaca juga mencari rujukan/ referensi
lain sebagai pembanding. Saran, kritik, masukan, bahkan diskusi akan sangat diperlukan bagi penulis.
Penulis
Tema 1: Penutup lahan: area tutupan lahan seperti hutan, sawah, pemukiman dan
sebagainya
Tema 2: Hidrografi: meliputi unsur perairan seperti sungai, danau, garis pantai dan
sebagainya
Tema 3: Hipsografi: data ketinggian seperti titik tinggi dan kontur
Tema 4: Bangunan: gedung, rumah dan bangunan perkantoran dan budaya lainnya
Tema 5: Transportasi dan Utilitas: jaringan jalan, kereta api, kabel transmisi dan jembatan
Identitas Peta
Inset Peta
Informasi Penerbit
Keterangan Legenda/
Simbol peta
1
2
3
4
gambar 3 Identitas peta
sumber: peta RBI bakosurtanal
Pada peta rupabumi keluaran resmi BIG terletak diatas pojok kanan dari peta
terdapat di atas. Terdapat beberapa informasi yaitu :
Gambar 4 Nomor Lembar Peta yang dikeluarkan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG)
sumber: http://tanahair.indonesia.go.id/portal-web/
peta, seringkali tidak sesuai nama dengan wilayah yang dipetakan. Hal ini dikarenakan
dalam membagi peta per wilayah di Indonesia menggunakan system tertentu yang disajikan
dalam ukuran skala tertentu yang sudah ditetapkan. Untuk mempermudah kita dalam
mencari Nomor Lembar Peta yang dibutuhkan bisa kita mengakses di http://www.big.go.id/
4. Nama Lembar Peta
Namun perlu diingat bahwa BIG mengeluarkan peta bukan per-pembagian wilayah,
tapi per-skala. Jadi nama sebuah wilayah yang menjadi bagian dari identitas peta
belum tentu mencakup semua wilayah yang tertulis dalam nama wilayah tersebut
B. Inset Peta
Inset Peta merupakan sebuah peta tambahan yang mempunyai ukuran lebih kecil dan
memberikan kejelasan yang terdapat di dalam peta utama. Pada peta rupabumi Indonesia
keluaran resmi BIG inset peta terdapat 2 bagian :
1. Petunjuk letak peta
Petunjuk ini berkaitan dengan Nomor Lembar Peta (NLP). Yaitu NLP daerah yang
mengelingi pada NLP/Peta yang digunakan. Sehingga nantinya diharapkan kita mudah
mencari sambungan peta apabila kita membutuhkan
D. Skala Peta
adalah perbandingan antara jarak peta dan jarak horizontal dilapangan. Ada dua macam skala
yakni skala angka (ditunjukkan dalam angka, misalkan 1:25.000, satu senti dipeta sama dengan
25.000 cm atau 250 meter di keadaan yang sebenarnya), dan skala garis (biasanya di peta skala
garis berada dibawah skala angka). Adalah perbandingan jarak di peta dengan jarak horisontal
sebenarnya di medan atau lapangan. Rumus jarak datar dipeta dapat dituliskan sbb:
Garis Kontur
adalah merupakan garis khayal yang menghubungkan titik titik yang berketinggian sama diatas permukaan laut
Untuk memudahkan pembacaan kontur biasanya garis garis kontur ada yang ditebalkan dan ditipiskan, yang
masing masing sebenarnya tetap mengacu pada garis kontur itu sendiri.
Titik Trianggulasi : Suatu titik atau tanda yang merupakan pilar/ tonggak yang menyatakan tinggi mutlak
suatu tempat dari permukaan laut
Macam-macam titik trianggulasi Selain dari garis-garis kontur dapat pula diketahui tinggi suatu tempat
dengan pertolongan titik ketinggian, yang dinamakan titik triangulasi, titik ini adalah suatu titik atau
benda yang meruakan pilar atau tonggak yang menyatakan tinggi mutlak suatu tempat dari
permungkaan laut. macam-macam titik triangulasi:
A. Titik Primer, 1'.14 titik ketinggian gol. I, No. 14, tinggi 3120 mdpl. 3120
B. Titik Sekunder, S.45, titik ketinggian gol. II, No.45, tinggi 2340 mdpl. 2340
C. Titik Tersier, 7:15 , titik ketinggian gol.III No. 15, tinggi 975 mdpl 975
D. Titik Kuarter, Q.20 , titik ketinggian gol.IV No. 20, tinggi 875 mdpl 875
E. Titik Antara, TP.23 , titik ketinggian Antara, No.23, tinggi 670 mdpl 670
F. Titik Kedaster, K.131 , titik ketinggian Kedaster, No.I 31, tg 1202 mdpl 7202
G. Titik kedaster Kuater, K.Q 1212, titikketinggian Kedaster Kuarter, No. 1212, tinggi 1993 mdpl
1993
Karvak
Yaitu daerah tertentu di peta yang dibagi-bagi menjadi bagian bujur sangkar. Aturan penulisan karvak:
Dua angka terakhir yang berada disebelah barat/ kiri daerah/ titik yang dimaksud.
A. Dua angka terakhir berada disebelah selatan/ bawah dari daerahatau titik yang dimaksud
KARVAK
784.9122
KARVAK
781-783.9120-9122
Peta topografi juga memuat keterangan tentang tahun pembuatan peta tersebut, semakin baru tahun
pembuatannya, maka data yang disajikan semakin akurat.
Koordinat
Koordinat adalah kedudukan suatu titik pada peta. Koordinat ditentukan dengan menggunakan sistem
sumbu, yaitu garis-garis yang saling berpotongan tegak lurus. Dalam mencari koordinat yang cara yang
paling mudah adalah menggunakan grid reader. Grid Reader biasa disebut juga romer, secara umum
orang menyebutkan protractor. Protractor itu sendiri sebenarnya adalah busur derajat. Grid Reader/
Romer ini biasanya ada di dalam sebuah protractor.
AREA YANG
DICARI
07”
9158
0672
0673
0674
Koordinat Gunung bekel ada pada peta mojosari lembar 1608-133, maka penulisan
koordinatnya Gunung bekel 1608-133 915862.067337 atau secara singkat ditulis CO.
915862.067337
Peta topografi keluaran keluaran Bakosurtanal hanya melengkapi garis koordinatnya pada
acuan koordinat geografis, namun dala peta tersebut juga dituliskan koordinat peta dalam hal
ini UTM. Untuk menggunakan koordinat peta/UTM ini kita perlu menulis angka koordinat pada
garis/titik yang telah disediakan dan secara manual kita harus menggaris sendiri garis lintang
dan bujur pada peta Bakosurtanal ini.
Bila kita lupa tidak membawa protractor, dalam hal ini kita ingin mengetahui koordinat sebuat
titik pada peta bisa kita lakukan dengan menggunakan penggaris dan dengan cara perbandingan
seperti yang dilakukan ketika kita mencari koordinat geografis. Yang membedakan adalah
ukuran karvak dari penggunaan koordinat peta/ UTM adalah 4cm -> 40mm dan atar garis
lintang/bujur berjarak 1 km -> 1000 m, maka dat kita peroleh rumus:
18 |Ilmu Membaca Medan dan Peta
ihwalpraja@gmail.com,2019
௫
x 1.000 =
ସ
x: jarak antara titik yang dicari dengan garis bujur/lintang
9159 9159
9158 9158
Dari gambar diatas diperoleh, jarak antara garis horizontal (9158) dengan titik gunung bekel
adalah 2,5 cm maka;
ଶǡହ
x 1.000 = 625 -> 9158625
ସ
Sementara dari garis vertical (0673) dan titik gunung bekel diperoleh jarak 1,5 cm, maka;
ଵǡହ
x 1.000 =375 -> 0673375
ସ
Maka kita bisa menuliskan koordinat yang didapat dari hasil pengukuran tersebut;
Gunung bekel 1608-133 9158625.0673375 atau secara singkat ditulis CO. 9158625.0673375
Kenapa terjadi perbedaan digit?karena bila kita menggunakan protractor/ grid reader
,increcement/ garis garis satuannya terbatas, tetapi bila menggunakan penggaris nilai
ketelitiannya akan bertambah.
PROTRACTOR
Ketika kita membahas sebuah peta topografi tentu kita tidak lepas dari yang namanya Protractor.
Secara harfiah merupakan busur derajat/ atau alat untuk mengukur besaran derajat dari 0°-0°/360°.
Namun bila dilihat dalam bentuknya sebuah protractor tidak hanya busur derajat saja, bisa juga berisi
grid reader, kontur slope, penggaris dan hal-hal lain yang digunakan untuk mempermudah membaca
peta topografi. Namun pada umumnya protractor yang ada dipasaran kebanyakan berisi pengukur
derajat dan grid reader UTM dari skala 1:100.000 – 1:25.000.
Ikhtilaf/ Deklinasi
Adalah sudut yang dibuat antar utara. Seperti dijelaskan sebelumnya (dalam diagram utara) bahwa
dalam peta topografi terdapat 3 (tiga) utara. Masing masing sudut yang dibuat antar utara inilah yang
dimaksud ikhtilaf/ deklinasi (declination)
a. Ikhtilaf Peta ( IP )/ Grid Declination
Adalah beda sudut antara utara sebenarnya dengan utara peta (sebagai acuan utara
sebenarnya/US). Ini terjadi karena perataan (garis lengkung bumi) garis bujur dan lintang bumi
menjadi garis koordinat vertical dan horisontal yang digambarkan pada peta (proses proyeksi).
Utara sebenarnya menjadi patokan. Ada 2 jenis Ikhtilaf Peta (IP) yaitu : IP ke barat dan IP ke
timur
IP IP
Equator/
Katulistiwa
Ikhtilaf Peta ke Timur Ikhtilaf Peta ke Barat
gambar 23. Penerapan/ letak Ikhtilaf peta pada diagram utara pada peta topografi
US US/Utara US
Sebenarnya/ Kutub UM/Utara Magnet/
utara bumi Kutub utara magnet
UM bumi UM
Ikhtilaf Magnet
IM IM
Equator/
Katulistiwa
gambar 25.Penerapan/ letak Ikhtilaf Magnetis pada diagram utara pada peta topografi
UP
US SPM
UP
SPM
UM
Equator
gambar 27.Penerapan/ letak Sudut Peta Magnetis pada diagram utara pada peta topografi
IP : IM (+/-) SPM
IM : IP (+/-) SPM
SPM : IM (+/-) IP
Ada banyak jenis dan bentuk kompas, namun yang sering dipakai dalam kegiatan navigasi (miloter maupun sipil)
ada 2 macam, yakni Sighting Compass (lensatic compass/ Kompas Bidik, Prismatic Compass/ Kompas Prisma)
dan baseplate Compass (terdapat juga yang memiliki modifikasi dengan menggunakan cermin “mirror baseplate
compass”).
gambar 28. Jenis Kompas (Ki-Ka; kompas prisma, Kompas Bidik, Baseplate Compass, Mirror Baseplate Compas)
Untuk penggunaan Sighting Compass memiliki cara yang relatif sama yaitu; melihat besaran derajat melalui
lensa yang telah disiapkan dan memiliki “Hairline/visir” untuk melihat titik tujuan.
Sedangkan pada baseplate compass
tidak akan ditemui adanya lensa
(kalaupun ada tapi tidak digunakan
untuk melihat besaran derajat
kompas). Tidak ada hairline. Karena
beda tampilan secara fisik maka cara
penggunaanya pun juga berbeda. Yang
mencolok dari tampilan baseplate
compass adalah adanya bagian (mirip
penggaris) yang bening sebagai
base/badan kompas. Adanya bezel
gambar 29. Bagian bagian sighting compass; lensatic compass derajat yang diputar (dial) terlebih
Back Azimuth
Adalah kebalikan dari azimuth/ sudut balik dari azimuth yang kita dapatkan. Back Azimuth sangat
berguna untuk mengoreksi lintasan jalan kompas/ bearing kita. Untuk mengetahui besaran back
azimuth bisa kita menggunakan rumus :
ORIENTING LINE
DECLINATION
Dari gambar diatas maka sudut peta/ sudut yang kita peroleh dari peta tidak serta merta dapat kita
gunakan pada kompas, begitu sebaliknya. Maka kita perlu merubah atau mengkonversi besaran sudut baik dari
sudut peta ke sudut kompas maupun sebaliknya. Secara teknis memang ada beberapa orang yang mengabaikan
utara peta, dalam kata lain langsung menggunakan utara sebenarnya. Memang dalam beberapa prakteknya
dalam sebuah peta topografi besaran IP (ikhtilaf peta) relatif kecil (tidak bisa diukur menggunakan kompas)
sehingga diabaikan/ dianggap sama dengan utara sebenarnya. Namun ada juga di beberapa wilayah, peta
topografinya memiliki besaran IP yang besar (lebih dari 30’) yang tidak bisa diabaikan begitu saja.
Disamping hal diatas, ada yang perlu diperhatikan lagi yaitu tetang tahun pembuatan peta dan VM
(variasi magnetis). Kita tahu bahwa kadang kita tidak selalu membawa/mempunyai peta terbaru (tahun
pembuatan dan penghitungan deklinasi). Kita juga tahu bahwa setiap tahun utara magnet/ kutub utara magnet
Perbedaannya sudah sangat jauh, jadi kalau kita memaksakan memakai peta AMS tersebut tanpa harus
memperhatikan VM (Variasi Magnetik) maka navigasi kita akan kacau. Oleh sebab itulah perhitungan ini tidak
boleh disepelekan atau akan berakibat fatal terhadap kita. Perubahan yang lain yang tidak boleh kita sepelekan
adalah perubahan dari sudut peta ke kompas maupun sudut kompas ke peta. Dalam variasi magnetis dikenal
adanya Decrease/ Berkurang, yaitu ketika pergerakkan UM karena VM bergerak mendekati US (sudut yang
dibuat antara UM dan US/ IM semakin kecil). Increase/ Bertambah, yaitu apabila pergerakan UM karena
gambar 46. Pembagian; IM, IP, dan SPM 1943 dan 1945
Diketahui:
ࡿࡼࡹૢ = 2° 45’ (bisa kita lihat/ temukan pada diagram utara)
IP = 0° 21’
ࡵࡹૢ = 2° 45’ – 0° 21’= 2° 24’
ࢂࡹૢ = 3’/ Tahun, Increase
1943-1945= 2 Tahun
2 Tahun x 3’ = 6’
ࡿࡼࡹ࢚Ȁࡿࡼࡹૢ = ࡿࡼࡹ (+/-) ࢂࡹ
2° 45’ + 6’ = 2° 51’
Dengan demikian setelah kita mengetahui SPMt/ SPM1945 pada peta tersebut sekarang kita tinggal selangkah
lagi (perhatikan gambar). Diketahui sudut kompas 170°.
“Sudut Kompas adalah sudut yang dibuat antara Utara Magnet dengan titik sasaran”
“Dudut Peta adalah sudut yang dibuat antara Utara Peta dengan titik sasaran”
Maka sudut peta
ࡿࡼࡹૢ (+/-) Sudut Kompas
2° 51’ + 170°=172° 51’
“Penentuan (+/-) bisa dilihat dari diagram yang kita buat”
172° 51’
Sudut Kompas
170°
97° 53’
Selanjutnya, di tahun 2019 ada sebuah peta dengan
:
97°
Peta Pandaan
gambar 49. Konversi/ merubah sudut peta ke kompas Lembar peta = No. 25/ XXVXX – A
Skala Peta = 1 : 50.000
Peta dibuat tahun = 1966
Variasi Magnetis = 2’ per tahun Increase
Ikhtilaf Peta = 20’ ke timur
Ikhtilaf Magnet = 10 20’ ke timur
Sudut Kompas 1700
Ditanyakan : ???
Hitung Sudut Peta ! 20’
Jawab :
1. Kita cari ܵܲܯଵଽ 10
ܵܲܯଵଽ : IM (+/-) IP
: 10 20’ (+/-) 20’ US
: 10 20’ - 20’
UP
: 10
2. Kita cari VM
UM
VM x ( 1966 – 2019 ) 10
2’ x ( 1966-2019) 20’
2’ x 53
10 45’ 30”
106’ atau 1 45’ 30” (1 = 60’)
0 0
10 20’
10 45’ 30”
0
1 20’
UM
2008
8
20 45’ 30”
10 UM 1966
20’
Sudut Kompas : 1700
10 24’
0
1 20’
UM 2019
UM
56’
38’
???
10 34’ US
UP
UM
56’
US
UP
UM
56’
38’ 20 26’ 00”
10 30’ 00”
0
1 34’
???
280°
Diketahui :
Dengan menggunakan peta Sidomulyo Lor,
pada tahun sekarang (2020) sudut yang
saya temukan di peta antara titik A dan B
adalah 196°. Berapa derajat sudut kompas
dari sudut peta tersebut
1. Peta Tahun 2000, Sekarang 2020
2. VM= 2’ Decrease
2’ x (2000-2020)
2’ x 20 Tahun = 40’ Decrease
3. IP = 25’
4. ܵܲܯଶ = 35’
5. ܯܫଶ = ܵܲܯଶ (+/-) IP
= 35’ + 25’
= 60’ 1°
6. ܵܲܯଶଶ= ܵܲܯଶ (+/-) VM
= 35’ – 40’ Sudut Kompas
܉ܜ܍۾ܜܝ܌ܝ܁ሺȀെሻࡿࡼࡹ
= 5’ 196° + 5’ = 196° 5’
7. Sudut Kompas =
Sudut Peta
܉ܜ܍۾ܜܝ܌ܝ܁ሺȀെሻࡿࡼࡹ 196’
196° + 5’ = 196° 5’
Proses merubah/ atau mengkonversi dari sudut kompas ke sudut peta merupakan kunci dari sebuah
keberhasilan navigasi. Bila salah menghitung atau mengabaikan perhitunga perubahan tersebut kita
Melambung
Adakalanya ketika kita sedang jalan kompas/ bearing dengan sudut tertentu kita menemukan
halangan yang tidak bisa kita terobos/lalui dengan berbagai cara. Sementara ketika kita sedang jalan
kompas kita wajib melewati semua jalan yang diarahkan oleh derajat kompas kita. Maka jika benar
benar kita terjebak dalam keadaan itu kita bisa menggunakan teknik yang bernama melambung. Berikut
ini kangkah langkahnya:
a. pada awal rintangan mis. Titik A, kita memutuskan berbelok ke kiri atau ke kanan. Kalau kita
berbelok ke kanan maka sudut kompas awal kita tambah 900 kalau kita belok ke kiri maka sudut
kompas awal kita kurang 900
b. Ikuti arah lintasan yang baru dan jangan lupa menghitung jaraknya (Langkah, kilometer)sampai
di titik B
c. Dari titik B kita berjalan menggunakan sudut kompas awal sampai rintangan tersebut dapat
dilalui, Mis. Titik C
d. Setelah hitungan jaraknya sama mis. Titik D maka kita berjalan lagi dengan sudut kompas awal,
maka kita kembali pada garis awal yang benar
900 RINTANGAN
+900 +900
1800
3600/00
90 0
-900 -900
Teknik melambung memang bermanfaat ketika kita mengalami jalan buntu karena halangan permanen
yang tidak bisa kita atasi. Namun teknik ini juga memiliki kelemahan, bukan karena tekniknya tapi
karena keadaan dilapangan dan orang yang melakukan teknik ini. Terkadang keadaan dilapangan
setelah memutuskan melambung ternyata sudut melambung yang kita buat juga memiliki halangan lagi,
ini bisa membuat putus asa seorang navigator. Oleh karena itu sebelum memutuskan untuk melambung
ada baiknya mensurvei dulu lintasan yang akan kita lewati (ada halangan lagi atau tidak). Begitupun
dengan orang yang melakukan teknik ini, bisa jadi karena putus asa atau terlalu banyak melambung
akhirnya lupa untuk membayar kembali “hutang” langkahnya
43 |Ilmu Membaca Medan dan Peta
ihwalpraja@gmail.com,2019
Mengukur besarnya Rintangan dengan Kompas
a. Tandai titik A tempat kita berdiri (di pinggir rintangan)
b. Tandai titik B (check point) diseberang rintangan
c. Tandai bidikan kompas ke check point (Titik B) tersebut missal 25°
d. Tambahkan 90° apabila kita bergerak kekanan, sehingga sudut kompas menjadi 25° + 90° = 115°,
lalu kita berjalan sebesar sudut tersebut
e. Kita tambahkan lagi sudut kompas yang 115° dengan 45°+180°= 225° (rumus tetap). Sehingga
menjadi 340°
f. Cari dilintasan yang sepanjang 115° itu satu titik dimana kompas ke check point menunjukkan
340°. ( Misal titik C )
g. Jarak antara titik A (awal kita B sampai dengan titik C itu sama dengan lebar rintangan (A-B)
B
25°
A
=
Orientasi Peta
Gunanya untuk memegang peta dengan benar, semua kenampakan yang ada di peta menghadap arah
yang benar. Yaitu semua menunjukkan ke Utara
Caranya
a. Bukalah Kompas
di peta
c. Bidikan kompas ke tanda medan yang sudah kita kenali tersebut, catat sudut kompasnya
(misalnya titik A dan titik B). Dalam membidik titik A dan B tidak berpindah tempat (1 Titik)
d. Cari Backazimuthnya
e. Konversi/ Rubah ke sudut peta
f. Tarik sudut peta dari A dan B sesuai hasil perhitungannya menggunakan protractor, Himpitkan
bagian tengah protractor dan sejajarkan dengan titik/kenampakan yang kita bidik tadi, bila
prosesnya benar maka akan ada titik perpotongan antara 2 garis.
g. Titik perpotongan itulah tempat kedudukan kita (misal titik C)
* lewati proses “d dan e” bila menggunakan baseplate compass lalui tanpa back azimuth, tapi
luruskan orinteng line dengan garis vertical pada peta, menuju titik yang kita bidik tadi.
Salah satu syarat untuk dilakukan reseksi adalah adanya kenampakan alam yang dapat ditandai
di lapanngan dan ada pada peta. Semisal dari hasil bidikan diatas, dari satu titik membidik gunung
Penanggungan sebesar 160°. Pada titik bidik yang sama beralih bidikan ke G. Bekel didapat 40°. Kedua
sudut tesebut kemudian di Back Azhimut, maka akan menjadi
Gunung Penanggungan => 80° + 180° = 260°
Gunung Bekel => 15° + 180° = 195°
JANGAN LUPA MERUBAH KE SUDUT PETA! dari peta tersebut diketahui deklinasi ke timur 1° maka :
260° + 1° = 261°
195° + 1° = 196° INGAT CARA MERUBAH DARI SUDUT KOMPAS KE PETA!
Interseksi
Kebalikan dengan reseksi yang mencari kedudukan kita di peta, reseksi ialah cara untuk menentukan suatu
tempat, benda atau orang lain di peta. Kegiatan ini sangat berat bila kita lakukan sendiri (bukan tim) karena
interseksi menuntut kita berpindah dari satu titik ke titik yang lain, dan yang paling mudah adalah di titik
ketinggian. Tentu titik-titik yang kita tentukan harus ada di peta dan ada di lapangan
Caranya :
a. Orientasikan peta
b. Kita berdiri disuatu daerah ketinggian atau tempat yang kenampakannya ada di Peta mupun di medan.
Misal titik A
c. Kemudian bidik sasaran, missal titik C lalu pindahkan ke sudut peta
d. Tarik garis di peta dari titik A sebesar perhitungan sudut peta
e. Kemudian kita pindah ke titik B, yang telah kita ketahui kedudukannya baik di peta maupun di medan
f. Kemudian kita bidik kearah sasaran misalnya titik C, dari kedudukan kita (titik B), lalu hasil bidikan
pindahkan ke sudut peta
g. Tarik garis di peta dari titik B sebesar perhitungan sudut peta
C B
Hasil Interseksi
B
Interseksi sangat berguna saat kita dalam operasi pecarian. Bila kita di bagi dalam tim tentu akan mudah
kita mengetahui lokasi titik lokasi kejadian, semisal pesawat jatuh tanpa kita harus menuju titik lokasi
kejadian tersebut. Jadi cukup dari masing masing tim menuju ke salah satu titik ketinggian kemudian
membidik sasaran. Dan segera melaporkan koordinat kepada tim yang lainnya lokasi kejadian/ datum.
Merencanakan rute
51 |Ilmu Membaca Medan dan Peta
ihwalpraja@gmail.com,2019
Seperti yang telah dibicarakan diatas, awal dari sebuah navigasi adalah mengetahui posisi diri. Setelah hal
itu diketahui, selanjutnya adalah menuju titik koordinat tujuan. Untuk menuju koordinat tujuan kita bisa
merencanakan rute perjalanan itu, tapi tentu dengan pertimbangan pertimbangan sebagai berikut:
1. Pilihlah jalur perjalanan yang mudah dengan memperhatikan sistim kontur.
2. Bayangkan kemiringan lereng dengan memperhatikan kerapatan kontur (makin rapat makin terjal).
3. . Hitung jarak datar (perhatikan kemiringan lereng).
Menghitung besarnya sudut tanjakan
Diketahui : titik A = 1200 m
Titik B = 1300 m
Skala Peta = 1 : 50.000
Jarak Di peta antara A-B = 2 cm
Hitung Sudut Tanjakan
Jawab :
6. Dengan Pecahan
Jarak mendatar dari A-B di medan
2 x 50.000 = 100.000 = 1000 m
Perbedaan tinggi antara A dan B
1.300 m – 1.200 m = 100 m
Sudut tanjakan dari A – B
Beda Tinggi / Jarak Mendatar di Medan
100 m / 1000 = 1 / 10
7. Dengan Presentase
Sudut tanjakan x 100%
1 /10 x 100% = 10%
8. Dengan Derajat
Sudut Tanjakan x 57, 3°
1 / 10 x 57, 3° = 5, 73°
57, 3° Dalil ilmu ukur menyatakan besarnya suatu sudut yang dibuat
dari suatu titik tengah lingkaran menuju keliling lingkaran adalah
sama dengan busurnya
22
Keliling suatu lingkaran = 2 x xR
7
= 6, 28 x R = 360°
360
=R= = 57, 3° Ini yang dinamakan faktor 57, 3° yang
6,28
artinya sama dengan 1 radial
compass. Penggunaan slope card cukup mudah tinggal tempel sejajar dan berhimpit dengan
kontur yang ada pada peta. Tinggal kita cari ukuran jarak kontur yang pas antara slope card
dengan kontur pada peta.
Yang perlu diperhatikan dari penggunaan slope card ini adalah skala. Setiap kartu untuk skala
tertentu digunakan untuk peta tertentu pula. Sebagi contoh, Slope card diatas. Sebelah kiri
adalah slope card untu peta skala 1:24.000 dimana di Indonesia jarang digunakan. Jadi slope
card tersebut tidak bisa digunakan pada peta RBI 1:25.000.
Secara gampang pembacaan slope card adalah ketika kontur tersebut adalah ketika kontur
diukur menggunakan slope card lebih dari 40° bisa dipastikan perjalanan tersebut akan berat
karena tanjakan yang tinggi, ketika pengukurannya sudah 45° ada kemungkinan jalur tersebut
tidak bisa dilalui karena kemungkinan besar bertemu tebing. Bila kita bayangkan 45° itu sebuah
kemiringan yang masih mudah didaki, tapi kenapa ketika kontur sudah mencapai kemiringan
45° ada kemungkinan tidak bisa dilalui? Jawabannya tentu ada pada interval kontur peta kita.
Peta kita hanya mengukur/ jarak antar kontur 12,5 meter, sementara bila ada tebing 10 meter
tidak akan tergambar dalam peta. Padahal tebing 10 meter itu tidak bisa/sulit kita lalui jika tanpa
menggunakan alat.
4. Hitung waktu tempuh dengan prinsip :
- jalan datar 1 jam untuk kemiringan lebih 4 km
- kemiringan 1 jam tiap kenaikkan 100 m.
lahir di Banyuwangi, Jawa Timur tanggal 21 April dan kini berdomisili di Sidoarjo.
Kesukaan dalam bergiat di alam bebas dimulai sejak di bangku SMP, bergabung aktif
dengan Gerakan Pramuka Gugus Depan SMPN 1 Cluring. Namun bibit petualangan
tumbuh sejak kecil, dari keluarga yang tinggal di dekat hutan wilayah Taman
Nasional Alas Purwo. Kemudian kuliah di Universitas Negeri Surabaya jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar,
dan bergabung di Gerakan Pramuka Gugus Depan 413-414 Pangkalan UNESA. Dan dalam wadah inilah semakin
memperkuat dan mempertajam ketrampilan dalam bergiat di alam bebas. Banyak pelatihan-pelatihan kala itu
yang telah diikuti, salah satunya adalah Sekolah Navigasi Darat tahun 2014 di Bandung. Dari kegiatan tersebut
penulis semakin mendalami akan hal-hal yang berbau navigasi darat, mulai dari bergabung dengan komunitas,
forum diskusi, dan tentu sering berlatih untuk selalu mengasah ketrampilan dalam bernavigasi. Keseharian
penulis adalah sebagai guru SD di salah satu sekolah di Sidoarjo, disamping itu juga menjadi instruktur didalam
gerakan pramuka dan aktif memberikan pelatihan alam bebas kepada komunitas dan lembaga lain yang
membutuhkan.
Wawan Purwana