Anda di halaman 1dari 48

1

UN04242

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN


STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI
UNTUK PERUBAHAN PERILAKU DALAM UPAYA
MENGURANGI STUNTING
DI INDONESIA

April 2018
3

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN


STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI
UNTUK PERUBAHAN PERILAKU DALAM UPAYA
MENGURANGI STUNTING
DI INDONESIA
April 2018
Ucapan Terima Kasih
Kami berterima kasih atas masukan teknis, bimbingan dan bantuan dari pihak-pihak berikut ini
(dituliskan berdasarkan urutan abjad) selama penyusunan dokumen: Alive & Thrive – Fernando
Garcia, Kristina Granger, Roger Mathisen, Andy Rigsby, Joy del Rosso, Christina Wong, Paul
Zambrano; IMA World Health– Iwan Hasan; Millennium Challenge Account Indonesia – Farah
Amini, Iing Mursalin, Bonaria Siahaan; UNICEF Indonesia – Jee Hyun Rah, Sri Sukotjo, Esthetika
Wulandari; World Bank – Elviyanti Martini, Claudia Rokx, Ali Subandoro.

Kami juga memberi penghargaan dan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Pemerintah
Republik Indonesia, pertama kepada Dr. Ir. Subandi MSc. dari Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Kementerian PPN/BAPPENAS) atas bantuannya i
menciptakan landasan bagi dukungan teknis ini, kepada Dr. Anung Sugihantono dari
Kementerian Kesehatan, kepada Kantor Staf Presiden, Kantor Sekretariat Wakil Presiden dan
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) atas masukan dan bimbingan
berharga yang mereka berikan.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Daftar Istilah dan Singkatan
A&T – Alive & Thrive

BCC – Behaviour Change Communication (Komunikasi untuk Perubahan Perilaku)

ECD – Early Childhood Development

IPC – Interpersonal Communication (Komunikasi Antar Pribadi)

GKIA – Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak

GoI – Government of Indonesia (Pemerintah Indonesia)


ii
IEC – Information, Education, and Communication (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)

ING – International Non-Governmental rgani ation

I CF – Infant and oung Child Feeding (Pemberian Makanan Bayi dan Anak)

M E – Monitoring and Evaluation

MI CN – Maternal Infant and oung Child Nutrition

NG – Non-Governmental rgani ation ( embaga Swadaya Masyarakat)

NNCC – National Nutrition Communication Campaign

PKH – Program Keluarga Harapan

PKK – Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga

SBCC –Social and Behaviour Change Communication (Komunikasi untuk Perubahan Sosial dan
Perilaku)

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
rihal d k n ini
D k n ini adalah sebuah peta jalan untuk memberi arahan yang jelas serta membimbing
pemerintah dan pemangku kepentingan kunci lainnya menyusun sebuah strategi advokasi dan
komunikasi untuk perubahan perilaku yang dapat diterapkan secara nasional untuk mengurangi
angka prevalensi stunting. Peta jalan ini ditujukan untuk membantu mencapai keselarasan,
meningkatkan rasa kepemilikan, melibatkan semua pemangku kepentingan yang terkait dan
membangun sebuah struktur yang tepat untuk proses menyusun sebuah strategi komunikasi.

D k n ini kan r akan strategi komunikasi yang matang. Dokumen ini tidak
mengidenti kasi kelompok sasaran, pesan-pesan kunci ataupun unsur-unsur taktis yang perlu
seperti misalnya jalur komunikasi yang akan dipakai.

Praktik terbaik di dunia global menyatakan bahwa memperoleh dukungan dari pemangku
iii
kepentingan adalah langkah pertama yang perlu dilakukan sebelum merancang dan
mengimplementasikan strategi komunikasi yang efektif dengan tujuan untuk mengubah
perilaku. Dokumen ini menganjurkan agar sebelum menyusun strategi yang terintegrasi dan
matang, perlu dilakukan proses membangun konsensus antar pemangku kepentingan yang
terkait.

Peta jalan ini disusun untuk digunakan oleh a at rintah di tingkat nasi nal dan ara
itra ng angan tapi pejabat pemerintah di tingkat sub-nasional juga dapat memperoleh
manfaat dari informasi yang dituangkan dalam dokumen ini.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Daftar Isi

Ucapan Terima Kasih i


Daftar Istilah dan Singkatan ii
rihal d k n ini iii
Daftar Isi i

n r nan St nting t lah n adi ri ritas asi nal di Ind n sia


Sit ati nal anal sis
Penilaian materi komunikasi
Praktik Gi i Ibu Bayi dan Anak (MI CN) dan komunikasi 2
nga a di rl kan k nikasi nt k r ahan rilak
an angan r gra r ahan rilak
iv Advokasi 6
Komunikasi Antar Pribadi dan Mobilisasi Masyarakat
Komunikasi Massa
Penggunaan Data secara Strategis
angkah angkah nikasi nt k r ahan rilak
nga a kita rl lak kan ad kasi
r n anakan strat gi ad kasi dan n ta kan sasaran ad kasi
angkah langkah ang disarankan
Advokasi 15
Komunikasi
Perencanaan Strategi Komunikasi
Kepemimpinan dan Koordinasi
Pemantauan dan Evaluasi
Usulan Jadwal Kegiatan
antangan ang rl di rti angkan
Istilah yang Umum untuk Stunting
Desentralisasi
Keragaman Geogra s dan Budaya
Kemitraan dan Keselarasan Multi-Sektor

ndiks raktik i i I a i dan nak


ndiks nilaian at ri nikasi
ndiks r s s n a ai Sasaran d kasi
kan

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
n r nan St nting t lah n adi
ri ritas asi nal di Ind n sia
Terlepas dari kemajuan yang telah banyak dicapai di berbagai bidang, dan komitmen pemerintah
untuk menurunkan angka malnutrisi, situasi gi i di Indonesia masih tetap merupakan masalah. Di
tahun 2 , sekitar juta balita ( ) diperkirakan menderita gagal tumbuh atau stunting . Untuk
memerangi stunting, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Presiden No. 2/2 tentang
Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gi i – yang berfokus pada hari pertama kehidupan,
sejalan dengan gerakan SUN (Scaling Up Nutrition) global.

Selanjutnya, di tahun 2 Pemerintah Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional Penurunan


Stunting. Penurunan stunting pada anak baduta sebesar 2 di tahun 2 juga merupakan salah
satu sasaran dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2 -2 (Buku
II-2- ) yang menetapkan bahwa promosi perubahan perilaku harus menjadi salah satu komponen
utama dalam Strategi Percepatan Peningkatan Gi i Masyarakat. Selain itu, Wakil Presiden Jusuf Kalla, 1
sebagai Ketua Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) memperkenalkan
konsep lima pilar penanganan stunting. Ini mencakup pelaksanaan suatu kampanye nasional
yang berfokus pada pengetahuan, perubahan perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas untuk
menurunkan prevalensi stunting (Gambar ). Pemerintah Indonesia telah menetapkan kabupaten
yang menjadi lokasi prioritas untuk intervensi mulai di tahun 2018, dengan rencana untuk diperluas di
2 –2 2 .

ϱWŝůĂƌWĞŶĂŶŐĂŶĂŶ^ƚƵŶƟŶŐ
W/>Zϭ W/>ZϮ W/>Zϯ W/>Zϰ W/>Zϱ
<ĂŵƉĂŶLJĞ
EĂƐŝŽŶĂů <ŽŶǀĞƌŐĞŶƐŝ͕
ďĞƌĨŽŬƵƐƉĂĚĂ DĞŶĚŽƌŽŶŐ
<ŽŵŝƚŵĞŶĚĂŶ <ŽŽƌĚŝŶĂƐŝ͕
ƉĞŵĂŚĂŵĂŶ <ĞďŝũĂŬĂŶ WĞŵĂŶƚĂƵĂŶ
sŝƐŝWŝŵƉŝŶĂŶ WƌŽŐƌĂŵEĂƐŝŽŶĂů͕
ƉĞƌƵďĂŚĂŶ ͚EƵƚƌŝƟŽŶĂů ĚĂŶǀĂůƵĂƐŝ
dĞƌƟŶŐŐŝEĞŐĂƌĂ ĂĞƌĂŚĚĂŶ
ƉĞƌŝůĂŬƵ͕ &ŽŽĚ^ĞĐƵƌŝƚLJ͟
DĂƐLJĂƌĂŬĂƚ
ŬŽŵŝƚŵĞŶƉŽůŝƟŬ
ĚĂŶĂŬƵŶƚĂďŝůŝƚĂƐ͘

Gambar 1. Lima Pilar Penanganan Stunting oleh TNP2K

Walaupun berbagai kebijakan pemerintah telah berulang kali menyatakan pentingnya komunikasi
dan perubahan perilaku, tapi strategi komunikasi nasional yang terpadu untuk menurunkan stunt-
ing hingga kini belum disusun. Alhasil, upaya untuk mendorong penurunan stunting hanya bersifat
sporadis, di mana tiap pemangku kepentingan mengembangkan upayanya sendiri yang sering kali
tidak konsisten dan kadang bahkan berisi informasi yang tidak akurat. Peran dan tanggung jawab dari
berbagai pemangku kepentingan dalam kegiatan komunikasi untuk menurunkan stunting juga tidak
jelas, yang menyulitkan upaya koordinasi, proses pengambilan keputusan maupun akuntabilitas.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
nalisis Sit asi
Praktik Gi i Ibu Bayi dan Anak ( N) dan komunikasi
Tinjauan dokumen ( r i ) yang dilakukan oleh Alive and Thrive di tahun 2 merangkum
berbagai literatur yang ada tentang praktik gi i ibu, bayi dan anak ( N) di Indonesia dengan fokus
pada hari pertama yang merupakan jendela peluang asupan gi i. Secara umum, di seluruh
Indonesia dapat dideteksi kesenjangan untuk semua indikator MIYCN yang terutama disebabkan
oleh ketidaksetaraan yang cukup mencolok dalam kekayaan, infrastruktur, dan tingkat urbanitas/
ruralitas. Malnutrisi terutama buruk di daerah dengan akses ke sekolah, pasar dan fasilitas kesehatan
yang terbatas. Stunting bahkan ditemui pada 2 hingga 2 anak yang berasal dari rumah tangga di
kategori terkaya.

Tinjauan ini menyajikan praktik-praktik MIYCN terkini, hal-hal yang merupakan penentu kunci dari
MIYCN dan perilaku mencari pengobatan yang relevan. Kesenjangan pengetahuan yang berpotensi
penting juga disebutkan. Tinjauan ini menegaskan perlunya sebuah strategi advokasi dan komunikasi
2 untuk perubahan perilaku yang menyeluruh yang dapat mengatasi berbagai hambatan terhadap
pencapaian MIYCN yang optimal dalam hari pertama kehidupan. Di bawah ini adalah
rangkuman poin-poin kunci yang ditemui dalam tinjauan, sementara matriks informasi rinci ada di
Apendiks A.

St nting tinggi adan nd k r lati t rhada sia St nting

■ Sebagian besar masyarakat tidak mengenal istilah stunting.2


■ Saat ini para ibu, petugas kesehatan dan pemangku kepentingan di bidang non-kesehatan
tidak menganggap stunting sebagai masalah kesehatan masyarakat.
■ Banyak orang percaya stunting berkaitan dengan faktor turunan.2
i ii

■ Pengurangan makan dan berbagai makanan yang dianggap tabu selama kehamilan2.
■ Pola makan dipengaruhi oleh suami dan ibu/mertua sebagai pengambil keputusan perihal
makanan yang dibeli dan dikonsums2.
■ De siensi at gi i mikro at besi dan kalsium berpengaruh pada ibu hamil4.
Inisiasi n s i dini I D dan SI kskl si lan

■ Inisiasi menyusui dini tidak umum dilakukan; hanya separuh ibu melahirkan mulai menyusui
satu jam setelah bersalin4.
■ Hanya dari 2 bayi berusia - bulan disusui secara eksklusif5
■ Ibu yang bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan lebih kecil kemungkinannya untuk
inisiasi menyusui dini atau di hari yang sama dibandingkan dengan ibu yang bersalin dengan
bantuan dukun bersalin atau keluarga6
■ Pengetahuan mengenai praktik menyusui kurang, motivasi untuk menyusui terbatas, dan
kepercayaan diri yang rendah merupakan hambatan pemberian ASI eksklusif , .
■ Ibu tidak yakin mampu memproduksi ASI dengan kualitas dan kuantitas yang tepat .

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Ibu yang bekerja terkendala untuk memberi ASI eklusif; misalnya, ketiadaan tempat
menyusui yang privat, jadwal kerja yang kurang eksibel8
■ Materi promosi, berbagai sampel produk pengganti ASI, dan pelanggaran Kode Internasional
Pemasaran Produk Pengganti ASI adalah penghalang terhadap pemberian ASI eksklusif.
rian akanan nda ing SI SI

■ Makanan pendamping ASI umum diberikan cukup dini. Separuh dari bayi berusia - bulan
yang disusui sudah diberi makanan padat atau semi-padat4.
■ Frekuensi pemberian makan yang memadai bagi bayi berusia 6-24 bulan cukup bermasalah;
hanya dua pertiga bayi diberi makan sesering yang dianjurkan per hari .
■ Separuh dari ibu mengaku memberi bayinya makan hanya bila bayi meminta2.
■ Hanya sekitar sepertiga dari bayi usia -2 bulan diberi makan sesuai revisi anjuran WH
untuk Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA), termasuk frekuensi pemberian makan
dan ASI, serta keragaman pangan yang memadai4.
3
Penilaian materi komunikasi
Penilaian akan materi komunikasi tentang stunting yang ada (Apendiks B) menyatakan bahwa

■ Jelas dibutuhkan sebuah paket informasi yang dapat menjadi panduan agar semua upaya
komunikasi memberikan informasi yang konsisten dan akurat.
■ Walaupun stunting merupakan masalah besar di Indonesia, sementara salah satu temuan
kunci dari studi penelitian yang dijadikan rujukan adalah kurangnya kesadaran akan
stunting2, , hingga saat ini belum ada kampanye menyeluruh yang menangani masalah ini
dengan tepat.
■ Kampanye berskala nasional yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan terutama
mempromosikan intervensi untuk mencegah stunting seperti pemberian ASI eksklusif, Stop
Buang Air Besar Sembarangan (ST P BABS), Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), dll.
■ Ada juga kampanye yang dilaksanakan oleh SM di tingkat sub-nasional contohnya GAIN
mengenai Pemberian Makanan Bayi dan Anak.
■ Satu-satunya upaya komunikasi untuk perubahan perilaku (BCC) secara menyeluruh di
tingkat nasional dilaksanakan oleh IMA WorldHealth di tahun 2 -2 , tapi berhubung
bukti statistik mengenai kinerja program saat ini tidak tersedia, maka efektivitas program
sulit ditentukan.
■ Di bulan Desember 2 , IMA WorldHealth memulai sebuah kampanye baru mengenai
stunting. Ini merupakan langkah awal menuju arah yang tepat, walaupun seharusnya ini
dilakukan sebelum menjalankan program BCC.
■ Beragam kampanye yang sedang berjalan saat ini memandu ke arah yang berbeda, dan
banyak di antaranya memberikan informasi yang tidak akurat. Ini semakin menekankan
perlunya mencapai sebuah konsensus mengenai bagaimana menangani masalah stunting,
agar upaya yang dilaksanakan dapat terkoordinasi dan seluruh lini kegiatan berbicara dengan
satu suara.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
UN04252
4

nga a di rl kan k nikasi nt k


r ahan rilak
Sebagaimana disampaikan oleh Pemerintah Indonesia, advokasi dan komunikasi untuk perubahan
perilaku (BCC) adalah komponen penting dari sebuah program gi i yang menyeluruh yang ditujukan
untuk menurunkan stunting. Untuk mencapai ini, perlu adanya beberapa perilaku kunci yang telah
terbukti dapat mencegah kekurangan gi i dalam periode emas hari pertama kehidupan – sejak
terbentuknya janin dalam kandungan hingga anak berusia dua tahun.

Perbaikan gi i melalui adopsi perilaku baru adalah hal yang membutuhkan waktu dan upaya
di berbagai tingkat. Pemerintah perlu menjadikan BCC bagian dari program keseluruhan untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat akan dampak malnutrisi pada anak. Advokasi untuk ini layaknya
digabungkan dengan intervensi untuk perubahan sosial dan perilaku yang harus dilaksanakan untuk
mendorong dan mendukung praktik MI CN yang lebih baik di keluarga dan masyarakat.

Target awal adalah menerapkan pendekatan ini di kabupaten/kota untuk kemudian diperluas dan
direplikasi agar masyarakat di tempat lain juga mencapai perbaikan gi i. Agar perluasan dan replikasi
berjalan mulus, maka peningkatan kapasitas pemangku kepentingan setempat maupun nasional juga
penting dilakukan agar mereka dapat merancang dan mengimplementasikan beragam metodologi
perubahan perilaku. Sebagai pengambil keputusan di tingkat masyarakat, paparan dan keterlibatan
para pemangku kepentingan merupakan unsur penting dalam perubahan perilaku menuju perbaikan
gi i.

Dalam konteks ini, BCC memiliki peran yang berbeda tapi saling terkait.

ningkatkan ng tah an. BCC memastikan bahwa berbagai kelompok yang berbeda menerima
informasi dasar tentang malnutrisi sebagai penyebab utama stunting yang disampaikan dengan cara
yang mudah dimengerti.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
ang n dial g dala as arakat BCC mendorong masyarakat untuk mulai berdiskusi
mengenai fakta-fakta dasar tentang gi i dan faktor yang turut berperan dalam masalah malnutrisi.

Beberapa di antaranya adalah perilaku yang tidak tepat, praktik budaya terkait dengan makanan dan
pola makan, serta pengaruh keluarga terhadap gi i di periode hari .

nd r ng r ahan BCC mendorong perubahan sikap dan praktik yang tepat seperti inisiasi
menyusui dini, pemberian ASI eksklusif dalam enam bulan pertama, pemberian makan yang optimal
saat usia hingga 2 bulan, keterbukaan terhadap norma-norma sosial, dan kebutuhan dasar dari ibu
hamil/menyusui (nutrisi untuk ibu), untuk mencegah stunting.

n i takan r intaan nt k akanan ang s hat in r asi dan la anan BCC menggugah
individu dan masyarakat untuk mencari informasi tentang praktik nutrisi yang baik serta meminta
dukungan yang dibutuhkan agar dapat menerapkan praktik yang lebih baik.

ningkatkan k t ra ilan BCC berfokus pada pengajaran atau penguatan keterampilan baru. Ini
mencakup konseling perilaku baru seperti misalnya perawatan prenatal, pemberian ASI eksklusif serta
asupan nutrisi yang tepat umur untuk seluruh keluarga.
5
BCC yang efektif perlu berlandaskan sebuah strategi dan program perubahan perilaku yang
menyeluruh, implementasi yang matang dan pemantauan yang terus-menerus agar dapat dilakukan
penyesuaian seperlunya berdasarkan data dan informasi yang terpercaya.

an angan r gra r ahan rilak


Praktik terbaik global membuktikan bahwa untukmemperoleh perubahan perilaku yang
berkelanjutan, strategi yang diterapkan harus meliputi advokasi, komunikasi antar pribadi dan
mobilisasi masyarakat, media massa serta penggunaan data secara strategis.

<ĞŵŝƚƌĂĂŶΘĂůŝĂŶƐŝĚĂůĂŵƐŝƐƚĞŵŬĞƐĞŚĂƚĂŶƐĞƌƚĂ
ƐĞŬƚŽƌůĂŝŶƵŶƚƵŬĞŬƐƉĂŶƐŝĚĂŶŬĞƐŝŶĂŵďƵŶŐĂŶ

sK<^/ <KDhE/<^/EdZWZ//Θ
DK/>/^^/D^zZ<d

<KDhE/<^/D^^

WĞŵďƵĂƚ ^ƚĂĨ WĞŶLJĞĚŝĂ /ďƵĚĂŶ WĞŶŐĞƚĂŚƵĂŶ WĞƌďĂŝŬĂŶ


<ĞďŝũĂŬĂŶ <ĂƌLJĂǁĂŶ ďĞƌďĂŐĂŝ ůĂLJĂŶĂŶĚĂŶ <ĞůƵĂƌŐĂ WĞŶŐĂƐƵŚ
Θ ƐĞŬƚŽƌ ƉĞŵŝŵƉŝŶ ŵĞŶŝŶŐŬĂƚ ƉƌĂŬƟŬ WĞƌďĂŝŬĂŶ
>ĞŐŝƐůĂƚŽƌ ŵĂƐLJĂƌĂŬĂƚ ŝŶĨŽƌŵĂƐŝ ŵĞŶLJƵƐƵŝĚĂŶ <ĞƐĞŚĂƚĂŶ
ŬĞƚĞƌĂŵƉŝůĂŶ ƉĞŵďĞŝĂŶ
ůŝŶŐŬƵŶŐĂŶ DWͲ^/

WE''hEEd^Z^dZd'/^

Gambar 2 Kerang a Ker a T ebuah rogram ang iran ang e ara i temati ber a ar an
ata an ber i at olaborati mengilu tra i an ro e ang meman u ran angan ebuah ro e
erubahan erila u engan membagi ro e men a i em at un ur ta ti .

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Advokasi
Advokasi adalah proses edukasi dan memotivasi agar kelompok sasaran yang memiliki pengaruh
mengambil tindakan tertentu dalam rangka mendukung sebuah isu. Dalam hal ini isu tersebut adalah
memprioritaskan upaya penurunan stunting dengan cara menciptakan lingkungan yang mendukung
bagi ibu dan keluarga untuk mengadopsi praktik MI CN yang optimal. Dukungan dalam skala
besar dapat berupa peraturan hukum yang mendukung, kebijakan, pembiayaan atau perencanaan
untuk gi i, sedangkan kebutuhan, sasaran, ataupun tindakan kebijakan yang spesi k dibentuk oleh
hambatan, berikut sistem politik dan situasi sosial yang ada di Indonesia.

Advokasi penting dilaksanakan karena walaupun ibu dan keluarga dapat dijangkau melalui sistem
kesehatan dan kampanye media massa, hambatan dari segi lingkungan masih tetap ada. Sebagai
contoh, para ibu mungkin harus kembali bekerja hanya dalam hitungan minggu setelah bersalin,
dan ini menyulitkan upaya pemberian ASI eksklusif. Ibu juga mungkin menerima berbagai pesan
yang menyesatkan dari produsen susu formula bayi terkait dengan lemahnya regulasi dalam praktik
pemasaran, sehingga ibu memberi bayinya susu formula dan bukan ASI.

6 Penurunan stunting membutuhkan kerjasama dari berbagai sektor (kesehatan, gi i, pendidikan,


WASH (air, sanitasi, kebersihan), pertanian, perlindungan sosial, dll.). Untuk situasi desentralisasi
pemerintahan yang berlaku di Indonesia, ini berarti advokasi harus diharmonisasikan di seluruh
sektor terkait, di berbagai tingkat pemerintahan, dan berbagai lokasi geogra s. Pemerintah pusat
dapat menjadi pemimpin dalam memotivasi dan memanfaatkan komitmen dari pimpinan di tingkat
sub-nasional dan instansi untuk bertindak.

rapa conto upa a a o a i ang ua an a il nca up

lalui r a a a rat ngan S ri at r puan i tna i ta un para p ang u


p ntingan la ana an a pan a o a i int n i pa a arl n t r ait ngan
cuti r alin rga i p nu rta o nt rna ional a aran ro u ngganti S
S agai a iln a cuti r alin ngan ga i ip rpan ang ari ulan n a i ulan i
n u ung p rian S lu i an i luar an larangan untu i lan pro u p ngganti
S untu ana a uta alan ngan r o n a i glo al

Komunikasi Antar Pribadi dan Mobilisasi Masyarakat


Perubahan standar di dunia masih ditentukan melalui percakapan antar individu. - Atul Gawande.
Sebagai satu bentuk komunikasi yang paling efektif, komunikasi antar pribadi atau IPC melibatkan
percakapan tatap muka dan interaksi dengan para ibu atau anggota keluarga. Melalui IPC, petugas di
lini terdepan dapat meningkatkan kesadaran m asyarakat mengenai dampak malnutrisi yang dapat
menyebabkan stunting, menjelaskan pentingnya asupan gi i yang baik dalam berbagai tahap dari
periode hari pertama, dan memberi saran mengenai cara-cara yang dapat mencegah stunting.
Mobilisasi masyarakat dapat menggerakkan pemuka pendapat setempat untuk mengenali pentingnya
asupan gi i yang tepat demi mencegah stunting, sehingga mereka dapat mendukung petugas
masyarakat dan mendorong penerapan praktik gi i yang dianjurkan.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
i n gara i ana r a il ngi pl nta i an progra S ( o uni a i untu
p ru a an o ial an p rila u) o uni a i antar pri a i ( ) n a i unci r a ilan
n ang au anita a il an i u ngan ana a uta i angla p tuga progra
ua S t pat la u an un ungan ru a untu n ang au para i u i l i ari
ca atan i t iopia alur o uni a i uta a ang it rap an p tuga atan an
organi a i anita a ala un ungan ru a i rtai giatan o ili a i a ara at ntara
i i tna on ling antar pri a i lalui arala a o ial an lo po u ungan rian
a anan a i an na ( ) rp ran p nting ala n ang au para i u

i tiga n gara i ata progra ang ila ana an ning at an a pa a r la an an


p tuga atan ang t la t rlati ri an on ling ng nai ni p r uat
para p r a i lini t r pan an i t atan ingga apat n ang au itar uta
ana i a a u ia ua ta un ( a uta)

Komunikasi Massa
Kampanye komunikasi massa (dalam bentuk siaran, publikasi di luar ruang maupun daring/online) yang 7
merinci pentingnya praktik-praktik kunci, bila digabungkan dengan komponen program lainnya, dapat
memberi jangkauan dan dampak yang maksimal. Sebagai bentuk komunikasi skala besar yang paling
e sien, komunikasi massa diperlukan untuk menjangkau masyarakat secara nasional.

i angla ala p rio tiga ta un o uni a i a a r a il n ang au cara


lang ung uta i u ngan ana a uta ang an i t iopia uta i u apat i ang au
an i i tna uta i u lalui ia a a p an an in or a i u u ang t la t ru i
an i a pai an cara on i t n uga n ntu utaan in i i u lain ang apat n u ung
p rila u i u t r a u para a a n n p tuga atan o t r p nga il putu an

a pan o uni a i a a antu p r uat p rca aan a ara at ata in or a i


ang i a pai an p tuga i lini t r pan ingga para i u n a i l i t r u a untu
n ri a antuan r a ni uga ung in an p tuga i lini t r pan untu apat t ru
ngulangi p an p an priorita progra

ra io an at ri lain uat p an unci an n orong p rila u aru ngan a ai


ga ar an c rita t ntang pra ti p rian a an a i ang iingin an i t iopia i
ana para a a ili i p ngaru ar ala putu an p rian a an i ang an
a pan untu n ang au r a lalui ra io an ia a a ang an a ia
au pria iap an ra io pot non ol an atu tin a an an cara a a apat
n u ung tin a an t r ut i i tna a pan ang nang an p ng argaan
rc rita t ntang a i ang apat r icara a pan t r ut ngu a ip r pi
ang an a it ui t ntang la a an S an utu an air ari a i a pan itu uga
pro o i an a anan a a at i an n aran an i u untu an aat an la anan
on ling ang a a i arala a o ial

nt rn t ia o ial an apli a i pon l pintar iguna an untu n ang au para i u i


ila a p r otaan

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Penggunaan Data secara Strategis
Keputusan yang didasarkan pada data akan menghasilkan program yang lebih baik. Untuk itu
dilakukan penelitian yang dapat memandu rancangan program, agar program berfokus pada
intervensi yang terbukti efektif menurunkan stunting. Pengumpulan data dasar memungkinkan
program untuk menetapkan target yang realistis, spesi k dan relevan terhadap wilayah geogra s yang
menjadi wilayah sasaran program.

Data juga membantu terbentuknya kemitraan yang berkesinambungan, menentukan prioritas


advokasi dan pengambilan keputusan dalam program. Penelitian formatif, analisis lanskap,
pemindaian media, survei dan pemetaan pemangku kepentingan turut menentukan rancangan
program yang disesuaikan dengan kondisi negara yang bersangkutan. Rancangan dan implementasi
program terus diperbaiki berdasarkan informasi dari studi khusus serta data rutin. Tim pemantauan
internal dan tim evaluasi eksternal dapat mengumpulkan data dan membandingkannya dengan
indikator inti sehingga cakupan program terus dipantau. Melalui sistem pemantauan, pelaksana
kegiatan dapat mengetahui apakah program berjalan sesuai harapan, atau perlu dilakukan tindakan
perbaikan.
8

angkah angkah nikasi nt k


r ahan rilak
Proses perencanaan strategis untuk memulai komunikasi perubahan perilaku dimulai dengan
perencanaan bersama secara kolaboratif di tingkat nasional. Ini merupakan upaya merangkul sektor
yang berbeda-beda, menyatukan beragam sudut pandang dan pengalaman dari berbagai wilayah,
daerah dan masyarakat Indonesia yang dikenal dengan keragamannya.

Proses ini dibagi menjadi lima fase.


ŶĂůŝƐŝƐƐŝƚƵĂƐŝŵĞŶĐĂŬƵƉŬŽŶƐƵůƚĂƐŝĚŐŶƉĞŵĂŶŐŬƵ
ͻ WĞŶŝůĂŝĂŶƐŝƚƵĂƐŝ͕
WĞŵĂŚĂŵĂŶ ŬĞƉĞŶƟŶŐĂŶ͕ƚĞůĂĂŚĚĂƚĂĚĂŶůĂƉŽƌĂŶLJĂŶŐĂĚĂƵƚŬ
ŬŽŶƐƵůƚĂƐŝ͕ƌŝƐĞƚĨŽƌŵĂƟĨ͕ ŵĞŶĞŶƚƵŬĂŶŽƉƐŝƐƚƌĂƚĞŐŝƐ͕ŝĚĞŶƟĮŬĂƐŝŬĞƐĞŶũĂŶŐĂŶĚĂƚĂ͕
^ŝƚƵĂƐŝ ƐƵƌǀĞŝŶĂƐŝŽŶĂů ĂƵĚŝƚŵĞĚŝĂ͕ƚĞůĂĂŚƐŝƐƚĞŵŬĞƐĞŚĂƚĂŶ͕ƌŝƐĞƚĨŽƌŵĂƟĨ͕ĚĂŶ
ƐƵƌǀĞŝĚĂƚĂĚĂƐĂƌ;ďĂƐĞůŝŶĞͿ͘

ͻ /ĚĞŶƟĮŬĂƐŝƉĞƌŝůĂŬƵ <ƵŶĐŝŬĞďĞƌŚĂƐŝůĂŶĂĚĂůĂŚďĞƌĨŽŬƵƐƉĂĚĂďĞďĞƌĂƉĂ
&ŽŬƵƐĚĂŶ ƉĞƌŝůĂŬƵƐĂũĂĚĂŶĚŝƐŝƉůŝŶďĞƌŬŽŵŝƚŵĞŶƵŶƚƵŬƚĞƌƵƐ
ƉƌŝŽƌŝƚĂƐLJŐŵĂƵĚŝĂŶŐŬĂƚ
ZĂŶĐĂŶŐ ŵĞŶLJĂŵƉĂŝŬĂŶƉĞƐĂŶLJĂŶŐƐĂŵĂĚŝƟĂƉŬĞŐŝĂƚĂŶ
ĚĂŶŵŽĚĞůƉĞŶLJĂŵƉĂŝĂŶŶLJĂ ŬŽŵƵŶŝŬĂƐŝƉƌŽŐƌĂŵ͘

<ĂŵƉĂŶLJĞŬŽŵƵŶŝŬĂƐŝŵĂƐƐĂĚĂŶŵĂƚĞƌŝƉĞŶĚƵŬƵŶŐ
WĞŶŐĞŵďĂŶŐĂŶ ͻ DĂƚĞƌŝƉĞŶĚƵŬƵŶŐ͕ ĚŝŬĞŵďĂŶŐŬĂŶŽůĞŚďŝƌŽŝŬůĂŶŵĞůĂůƵŝŬĞŵŝƚƌĂĂŶĚĞŶŐĂŶ
ŵĂƚĞƌŝ ŝŶƐƚƌƵŬƐŝŬĞƌũĂ;ũŽďĂŝĚͿ͕ ƉĞŵĂŶŐŬƵŬĞƉĞŶƟŶŐĂŶůĂŝŶ͘
ŬŽŵƵŶŝŬĂƐŝ ŵĂŶƵĂůƉĞůĂƟŚĂŶ

ĂƚĂĚĂƌŝƐŝƐƚĞŵƉĞŵĂŶƚĂƵĂŶƌƵƟŶĚĂŶƐƚƵĚŝŬŚƵƐƵƐƵŶƚƵŬ
/ŵƉůĞŵĞŶƚĂƐŝ ͻ WĞŵĂŶƚĂƵĂŶŬŝŶĞƌũĂĚĂŶ ŵĞŶŝŶŐŬĂƚŬĂŶƉĞŵĂŚĂŵĂŶĂŬĂŶŬĞŬƵĂƚĂŶĚĂŶŬĞůĞŵĂŚĂŶ
ƐƵƉĞƌǀŝƐŝƉĞŶĚƵŬƵŶŐ ĚĂůĂŵŝŵƉůĞŵĞŶƚĂƐŝƉƌŽŐƌĂŵ͕ƐĞƌƚĂƟŶĚĂŬĂŶƉĞƌďĂŝŬĂŶ
ĚĂŶWĞŵĂŶƚĂƵĂŶ ĂƉĂLJĂŶŐĚŝƉĞƌůƵŬĂŶ͘

WĞŶŐŐƵŶĂĂŶĚĂƚĂ ͻ <ŽƌĞŬƐŝĚŝƚĞŶŐĂŚ hŶƚƵŬĞǀĂůƵĂƐŝĚĂŶŬŽƌĞŬƐŝ͕ƐƵƌǀĞŝƉĞŶŐƵŵƉƵůĂŶĚĂƚĂ


ƵƚŬƉĞŶLJĞƐƵĂŝĂŶ ĚĂƐĂƌ͕ĚĂƚĂƚĞŶŐĂŚĚĂŶĚĂƚĂĂŬŚŝƌĚĞŶŐĂŶŵĞƚŽĚĞƉŽƚŽŶŐ
ƉĞůĂŬƐĂŶĂĂŶ͕
ůŝŶƚĂŶŐ;ĐƌŽƐƐͲƐĞĐƟŽŶĂůͿŵĞƌƵƉĂŬĂŶƵŶƐƵƌŬƵŶĐŝĚĂůĂŵ
ƐƚƌĂƚĞŐŝ ƉĞŶLJĞƐƵĂŝĂŶƌĞŶĐĂŶĂ ƉƌŽŐƌĂŵ^͘

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
nga a kita rl lak kan ad kasi
Advokasi dan komunikasi adalah dua hal yang berbeda, tapi masing-masing saling melengkapi dan
meneguhkan. Perbedaan utama antara kedua hal ini tidak hanya terletak pada kelompok sasaran,
tapi juga pada jalur dan materi komunikasi yang digunakan untuk menjangkau kelompok sasaran.
Komunikasi bertujuan untuk mengubah pengetahuan dan perilaku individu, sementara sasaran
advokasi adalah pembuat kebijakan, pemimpin dan pengambil keputusan di berbagai tingkat, untuk
mengubah sebuah kebijakan, perundangan atau program yang spesi k.

Dalam menetapkan tujuannya, sebuah program advokasi harus mempertimbangkan

■ Motivasi politik, ekonomi, sosial dan/atau budaya dari kelompok sasaran.


■ Sumber daya yang tersedia seperti dana, SDM dan dukungan politik.
■ Hambatan dan rintangan yang membuat kelompok sasaran tidak dapat bertindak.
■ Kemampuan program mencari solusi untuk mengatasi hambatan dan rintangan tersebut.
9

r n anakan strat gi ad kasi dan


n ta kan sasaran ad kasi
nalisis lanska ng nai r s s atan k i akan dan nga ilan k t san Teliti
tindakan kebijakan terkait yang perlu diambil di tiap tingkat pemerintahan, juga pengambil
keputusan kunci untuk tiap tindakan kebijakan. What has been done in Indonesia Nutrition
landscape analysis, nutrition sector review.

■ ang telah dilakukan di Indonesia analisis lanskap gi i, tinjauan sektor gi i.


■ Rekomendasi tinjauan hukum (termasuk prosedur di bidang legislatif), memperluas telaah
kebijakan untuk mencakup bidang-bidang gi i yang peka.
taan angk k ntingan Dengan analisis lanskap kebijakan dan pengambilan keputu-
san sebagai dasar, susun peta pemangku kepentingan untuk tiap sasaran kebijakan yang ditetap-
kan (pemangku kepentingan yang relevan dapat berubah tergantung pada prioritas advokasi). .

■ Rekomendasi Susun atau perbaharui peta pemangku kepentingan terkait dengan isu yang
dibahas, termasuk untuk tingkat sub-nasional. Ini dapat dilaksanakan melalui pertemuan
konsultatif.
nilaian t ntang ka nda at dan nga il k t san Ini berupa penilaian cepat
untuk mengumpulkan wawasan dari para pengambil keputusan melalui wawancara. Tujuannya
adalah untuk lebih memahami pengetahuan dan pandangan mereka mengenai kekurangan gi i
dan stunting; motivasi mereka dalam memprioritaskan stunting; hambatan dalam meningkatkan
keinginan politik dan masyarakat untuk memerangi kurang gi i dan stunting; serta pandangan
dan momentum terkait dengan tindakan kebijakan tertentu.

■ ang telah dilakukan di Indonesia Penelitian oleh SMERU Research Institute mengenai opini
para Pemuka Pendapat tentang Hambatan terhadap PMBA (April 2 ).

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
nt h Sasaran dan an d kasi

. Menengah Daerah (RPJMD) sebelum akhir tahun 2 .

2. Minimal dari dana setempat dialokasikan untuk kegiatan gi i spesi k dan gi i sensitif
yang didasarkan pada data dan memiliki rencana implementasi yang konkrit dan terukur
sebelum akhir tahun 2

Tujuan:

. Meningkatkan kesadaran para pengambil keputusan di tingkat nasional dan sub-nasional


mengenai dampak stunting pada kesehatan, kondisi sosial dan ekonomi dari keluarga,
provinsi dan bangsa.

2. Mengkomunikasikan dengan jelas solusi yang berbasis bukti untuk menurunkan prevalensi
stunting.

. Mengkomunikasikan dengan jelas peran dan tindakan yang harus diambil oleh para pimpi-
10 nan sub-nasional di berbagai tingkat untuk menerapkan solusi yang dapat mengurangi
stunting

ihat Apendiks C untuk Proses Mencapai Sasaran Advokasi

angkah langkah ang disarankan


Upaya pencegahan stunting yang menyeluruh harus meliputi beberapa bidang.

Kepemimpinan dan Koordinasi


nt k k it ad kasi dan nt k n r nan st nting

Koordinasi yang efektif antar pemangku kepentingan dari berbagai sektor menjadi kunci
untuk Gerakan Nasional Penurunan Stunting yang berhasil. Keputusan Presiden No. 2/2
mencantumkan Kementerian sebagai pelaksana Gernas PPG HPK, dan koordinasi serta
integrasi cukup merupakan tantangan.

<ĂŵƉĂŶLJĞ
dŝŵWĞŶŐĂƌĂŚ
;DĞŶƚĞƌŝ<ŽŽƌĚŝŶĂƚŽƌWD<Ϳ
WŽŬũĂ ĚǀŽŬĂƐŝ
;DĞŶƚĞƌŝ
<ŽŽƌĚŝŶĂƚŽƌWD<ͿͿ
dŝŵdĞŬŶŝƐ WĞůĂƟŚĂŶ
;ĞƉƵƟWDD<ĂƉƉĞŶĂƐͿ
<ĞŵŝƚƌĂĂŶ

WĞƌĞŶĐĂŶĂĂŶΘ
WĞŶŐĂŶŐŐĂƌĂŶ
dŝŵŚůŝ
;DĞŶĚƵŬƵŶŐdŝŵdĞŬŶŝƐͿ
<ĂũŝĂŶ&ĂŬƚŽƌZŝƐŝŬŽ
>ŝŶŐŬƵŶŐĂŶ

Gambar . Stru tur Gerna PPG 1 PK


PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
UNICEFUN 2 Estey
11

Struktur organisasi Gernas PPG HPK (Gambar ) saat ini menunjukkan adanya dua pokja
yang terlibat langsung dengan advokasi dan komunikasi untuk perubahan perilaku, yaitu Pokja
) Kampanye dan 2) Advokasi. Kedua pokja ini perlu direvitalisasi, dan bila memungkinkan,
dirampingkan menjadi satu pokja yang menangani advokasi dan komunikasi untuk perubahan
perilaku agar pendekatan yang diterapkan untuk kedua isu tersebut juga terintegrasi.

Demi efektivitas proses pengambilan keputusan perlu dibentuk sebuah komite atau badan yang
berwenang mengambil keputusan di bidang advokasi dan komunikasi untuk perubahan perilaku. Ini
dapat berupa komite yang cukup kecil agar dapat berfungsi e sien, beranggotakan pimpinan dari tiga
(dua ) pokja dan lembaga pemerintah lain. Idealnya komite mungkin terdiri dari wakil Kementerian
Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Kementerian Kesehatan, Kementerian Komunikasi
dan Informatika, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi, juga Kantor Staf Presiden, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan
(TNP2K), pakar Kesehatan Masyarakat dan Komunikasi untuk memastikan koordinasi upaya
komunikasi di tingkat nasional maupun sub-nasional.

Perencanaan Strategi Komunikasi


rsia kan strat gi k nikasi nt k ningkatkan k sadaran t ntang st nting lal i
l kakar a angk k ntingan nt k n s n and an nasi nal risikan istilah dan
san k n i

Adalah penting untuk menyelenggarakan sebuah pertemuan di mana para pakar di bidang gi i
dan komunikasi dari Gerakan SUN serta wakil dari mitra pengembangan dapat berdiskusi dan
menyepakati pesan-pesan kunci yang perlu disampaikan bagi kelompok sasaran yang berbeda,
sambil menyusun suatu panduan komunikasi mengenai stunting. Melalui pertemuan ini pemangku
kepentingan dapat mencapai konsensus yang menjamin keseragaman komunikasi, sehingga semua
kampanye komunikasi untuk penurunan stunting memberi pesan yang jelas dan konsisten.

Dasar pemikiran

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Penelitian formatif dan sumber informasi lain yang diidenti kasi melalui kajian pustaka
memberi cukup banyak informasi untuk dijadikan panduan merancang strategi komunikasi
dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan stunting.
■ Sebuah panduan komunikasi mengenai stunting perlu disusun di tingkat nasional agar semua
upaya komunikasi memberikan informasi yang konsisten dan akurat.
■ Di tingkat nasional perlu dibuat standarisasi istilah dan pesan kunci.
■ okakarya yang dihadiri pemangku kepentingan nasional dan setempat akan membantu
pencapaian konsensus mengenai strategi nasional dan panduan komunikasi mengenai
stunting.
■ okakarya tersebut juga membantu meningkatkan kapasitas pemangku kepentingan untuk
upaya komunikasi di bidang gi i di masa mendatang.

rsia kan strat gi k nikasi nt k r ahan rilak d ngan n l ngga


rakan rt an angk k ntingan nasi nal dan r gi nal nt k n s n strat gi dan
12 r l h k n r asi nt k strat gi t rs t lal i r s s k ns ltati di tingkat ila ah
dan s t at.

Sebagai langkah berikutnya dianjurkan untuk mengadakan lokakarya terpisah untuk Pokja Advokasi
dan BCC. Tujuan lokakarya adalah untuk membicarakan perilaku apa yang akan dijadikan fokus dari
upaya perubahan perilaku demi menurunkan stunting dan juga untuk menyusun strategi komunikasi.
Konsep strategi yang disepakati akan diuji melalui diskusi kelompok terarah (FGD) dengan pemangku
kepentingan yang berbeda di kabupaten/kota yang berbeda pula. Berdasarkan hasil konsultasi
strategi BCC dapat direvisi atau di nalisasi dan digunakan untuk mengembangkan kampanye BCC..

Dasar pemikiran

■ Hasil penelitian yang ada telah memberi banyak informasi yang cukup bermanfaat. Bila ini
digabung dengan keahlian dari pemangku kepentingan, maka dapat disusun konsep strategi
BCC2, .
■ Konsultasi dengan pemangku kepentingan setempat di berbagai wilayah dapat memberi
kon rmasi, atau membantu menyesuaikan strategi ke kebutuhan setempat, sambil sekaligus
mencapai konsensus.
■ Melalui metodologi ini penelitian kualitatif dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang
relatif singkat, sehingga materi komunikasi dapat diproduksi dan kampanye BCC dapat
diluncurkan.
■ Strategi SBCC yang dikembangkan akan tepat budaya sehingga dapat terhubung dengan
kelompok sasaran yang tepat.
■ Melalui lokakarya dan metodologi konsultasi para pemangku kepentingan juga dapat
meningkatkan kapasitas mereka.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
13

UN04229
Komunikasi
Dua upaya penurunan stunting yang komplementer harus dilaksanakan dalam dua tahap. Pertama
adalah kampanye media massa untuk meningkatkan kesadaran tentang stunting, dilanjutkan dengan
program BCC mengenai isu yang paling kompleks dari masalah stunting di tingkat masyarakat dengan
tujuan untuk memperoleh perubahan perilaku.

I l ntasi ka an dia assa nt k ningkatkan k sadaran t ntang st nting dan


hari rta a

Tahap pertama dari upaya penurunan stunting adalah membuat kelompok sasaran sadar bahwa
malnutrisi dapat menyebabkan stunting serta mempengaruhi tumbuh kembang anak-anak Indonesia.
Kampanye ini harus dikembangkan oleh organisasi komunikasi profesional, berdasarkan strategi
komunikasi untuk menciptakan kesadaran tentang stunting, dan mengikuti panduan yang telah
disepakati. Materi komunikasi harus melalui pre-tes dengan kelompok sasaran sebelum dijadikan
materi kampanye.

14 Dasar pemikiran

■ Penelitian yang ada mencatat bahwa kurangnya kesadaran para ibu, anggota keluarga dan
petugas kesehatan mengenai stunting, penyebab dan konsekuensi stunting adalah salah satu
penghalang upaya pencegahan stunting2.
■ Penelitian yang telah dilakukan juga melaporkan kurangnya pemahaman mengenai arti dari
1000 hari pertama kehidupan2.
■ Sebelum individu dan masyarakat dapat mengubah perilaku mereka, langkah pertama yang
perlu dilakukan adalah membuat mereka sadar betapa malnutrisi berdampak pada keluarga
dan masyarakat.
■ Media massa adalah sarana yang paling e sien untuk meningkatkan kesadaran pada
kelompok sasaran.
I l ntasi ka an nasi nal nt k n gahan st nting

Di tahap kedua dari upaya penurunan stunting, setelah kelompok sasaran memahami penyebab dan
dampak dari stunting pada anak-anak, maka dapat dimulai upaya untuk mengubah perilaku kunci
yang menyebabkan stunting.

Kampanye media massa harus menjadi bagian dari program BCC yang menyeluruh. Ini mencakup
advokasi, komunikasi antar pribadi dan mobilisasi masyarakat, dengan dukungan lembaga pemerintah
dan pemangku kepentingan di tingkat nasional dan setempat.

Sekali lagi, semua materi komunikasi perlu dikembangkan oleh organisasi komunikasi profesional dan
disetujui oleh komite. Materi harus didasarkan pada strategi BCC yang telah disepakati, dan melalui
proses pre-tes dengan kelompok sasaran sebelum dijadikan materi nal kampanye BCC.

Dasar pemikiran

■ Kampanye meningkatkan kesadaran tentang stunting yang berdiri sendiri tidak akan
menghasilkan perubahan perilaku.
■ Program BCC yang diatur dan dilaksanakan dengan baik akan berdampak pada perilaku
untuk mengurangi stunting.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Saat individu dan masyarakat memahami fakta dasar mengenai dampak malnutrisi serta
cara pencegahannya, mereka akan cukup peka untuk mengadopsi perilaku baru, dan belajar
keterampilan baru untuk meningkatkan asupan gi i melalui komunikasi antar pribadi dan
upaya mobilisasi masyarakat.

Advokasi
Advokasi dan komunikasi adalah bagian dari progrm BCC yang menyeluruh yang saling melengkapi dan
meneguhkan. Sasaran advokasi adalah pembuat kebijakan, pemimpin, dan pengambil keputusan di
berbagai tingkat, dengan tujuan mengubah sebuah kebijakan, perundangan atau program tertentu.

ran ang dan ngi l ntasikan strat gi ad kasi nasi nal d ngan t an agar at
k i akan dan nga il k t san di tingkat nasi nal dan s nasi nal nga il tindakan

Berdasarkan studi yang ada atau analisis yang diusulkan (contoh pemetaan pemangku kepentingan),
strategi ini harus merinci sasaran dan tujuan yang spesi k dari advokasi, menyebutkan kelompok mana
dari para pengambil keputusan yang menjadi sasaran advokasi, dan tindakan spesi k apa yang ingin 15
diperoleh. Sedapat mungkin ikuti proses yang terdiri dari empat bagian sebagaimana yang dijelaskan di
Annex C. Proses ini dibangun berdasarkan bukti dan kemitraan yang kuat, dan sejajar dengan strategi
penurunan stunting yang lebih luas melalui koordinasi terpusat dan prosedur akuntabilitas.

Dasar pemikiran

■ Dukungan dari pimpinan di tingkat sub-nasional untuk melaksanakan strategi dan rencana
penurunan stunting, serta mengalokasikan sumber daya yang memadai akan sangat penting
untuk mencapai cakupan dan skala yang diinginkan.
■ Advokasi kadang dapat dilaksanakan sebagai bagian dari kegiatan lain, tapi untuk meraih
seluruh potensi strategisnya advokasi memerlukan sasaran yang jelas dan spesi k, dipilah
berdasarkan kelompok sasaran, dan didukung dengan kegiatan yang selaras dari para
pemangku kepentingan.

Pemantauan dan Evaluasi


Di tahap awal pelaksanaan intervensi BCC di kabupaten/kota, kegiatan sebaiknya ditujukan untuk
memperoleh bukti sebagai dasar penyusunan kebijakan tentang model perbaikan gi i yang dapat
diterapkan secara efektif di seluruh wilayah Indonesia. Ini memastikan bahwa bukti yang dihasilkan
dapat dimanfaatkan secara proaktif saat replikasi dan perluasan program ke seluruh Indonesia.

astikan ah a k rangka anta an dan al asi n n adi salah sat k n n


ta a dari strat gi di asa ndatang

Untuk memantau, menyesuaikan dan mengukur keberhasilan intervensi perlu diterapkan gabungan
antara studi evaluasi dan pemantauan rutin. Berikut ini adalah beberapa hal yang perlu menjadi
pertimbangan dalam penerapan kerangka monev

anta an

a. Rancang dan terapkan kerangka pemantauan dengan menggunakan berbagai sumber data,

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
termasuk, bilamana tersedia, data pemantauan rutin, untuk identi kasi kekuatan, kelemahan,
kesenjangan, isu dan masalah yang dihadapi selama implementasi.

b. Hasil pemantauan (misalnya memantau perubahan dalam praktik atau pengetahuan) dapat
dilaksanakan melalui:

i. i. Survei sentinel di daerah sasaran untuk melihat penerimaan dan kemampuan masyarakat
mengingat (r call) pesan-pesan kunci yang disampaikan melalui kampanye media dan kon-
seling antar pribadi, serta melihat tren praktik yang ada (misalnya peningkatan jumlah ibu
menyusui)

ii. ii. Analisis data survei nasional (misalnya Riskesdas, SDKI) yang lebih bersifat setempat
untuk kabupaten/kota prioritas.

iii. aporan kinerja media massa, pemantauan kegiatan, studi penetrasi, scan media dan studi
saturasi dapat dilakukan oleh perusahaan manajemen kinerja media seperti Nielsen tapi
analisis seringkali membutuhkan dana dari pihak eksternal.

16 al asi

a. Untuk melengkapi pemantauan rutin dapat dilakukan evaluasi di tahap awal (baseline), tengah
waktu (mid-term) dan tahap akhir ( n lin ) untuk melihat seberapa jauh tujuan kegiatan terca-
pai, apa pengaruh dan dampak akhir dari upaya advokasi atau komunikasi tersebut.

b. Pendekatan yang memungkinkan

i. Survei berulang untuk melihat praktik, perilaku dan perubahan dalam faktor-faktor penen-
tu.

ii. Studi khusus untuk melihat hubungan antara paparan kepada intervensi (contoh spot me-
dia massa, konseling antar pribadi) dan praktik MI CN.

c. Evaluasi dampak yang rinci dan teliti dapat memakan biaya yang sangat besar dan memerlukan
kapasitas teknis yang tinggi. leh karena itu, walaupun ideal, opsi ini hanya dapat dipertim-
bangkan bilamana sumber daya untuk itu tersedia.

Dasar pemikiran

■ Keberhasilan atau kegagalan program BCC perlu didasarkan atas bukti.


■ Pemantauan memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian di pertengahan program, perihal
komunikasi, penempatan media maupun terkait dengan efektivitas dari jalur komunikasi yang
dipakai.
■ Bukti statistik akan memandu rancangan dan implementasi program BCC di masa mendatang.
■ Pelaksanaan program advokasi atau BCC perlu disertai dengan umpan balik dan evaluasi yang
terus-menerus.
■ Implementasi intervensi BCC di kabupaten/kota pada awalnya harus ditujukan untuk
menghasilkan bukti untuk pembuatan kebijakan mengenai model perbaikan gi i seperti apa
yang efektif untuk Indonesia.
■ Bukti yang dihasilkan dapat bermanfaat saat perluasan program ke seluruh Indonesia

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Usulan Jadwal Kegiatan
ϮϬϭϴ ϮϬϭϵ
ŬƟĮƚĂƐ Ɖƌ DĞŝ :ƵŶ :Ƶů ŐƐƚ ^ĞƉ KŬƚ EŽǀ ĞƐ :ĂŶ &Ğď DĂƌ Ɖƌ DĞŝ :ƵŶ :Ƶů ŐƐƚ ^ĞƉ KŬƚ EŽǀ ĞƐ

ƵƌĂŚƉĞŶĚĂƉĂƚƵŶƚƵŬ
ŵĞŶLJƵƐƵŶƐƚƌĂƚĞŐŝŬŽŵƵŶŝŬĂƐŝ
ƉĞŶŝŶŐŬĂƚĂŶŬĞƐĂĚĂƌĂŶ
ƚĞŶƚĂŶŐƐƚƵŶƟŶŐ

^ƵƌǀĞŝďĂƐĞůŝŶĞ

<ĂŵƉĂŶLJĞŵĞĚŝĂŵĂƐƐĂ
ƉĞŶŝŶŐŬĂƚĂŶŬĞƐĂĚĂƌĂŶ
ƚĞŶƚĂŶŐƐƚƵŶƟŶŐ

ƵƌĂŚƉĞŶĚĂƉĂƚƵŶƚƵŬ
ŵĞŶLJƵƐƵŶƐƚƌĂƚĞŐŝ

<ŽŶƐĞŶƐƵƐƐƚƌĂƚĞŐŝĂŶƚĂƌ
ƉĞŵĂŶŐŬƵŬĞƉĞŶƟŶŐĂŶ

&ĂƐĞƉĞƌƐŝĂƉĂŶĂĚǀŽŬĂƐŝ
;ĂŶĂůŝƐŝƐƉĞŵĂŶŐŬƵ
ŬĞƉĞŶƟŶŐĂŶ͕ĚůůͿ

ĚǀŽŬĂƐŝ


ǀĂůƵĂƐŝƚĞŶŐĂŚǁĂŬƚƵ

<ĂŵƉĂŶLJĞŶĂƐŝŽŶĂů 17
ƵƚŬƉĞŶĐĞŐĂŚĂŶƐƚƵŶƟŶŐ

^ƵƌǀĞŝĞŶĚůŝŶĞ

WĞŵĂŶƚĂƵĂŶ

Catatan Mengingat tujuan dokumen ini adalah untuk memandu penyusunan strategi BCC,
jadwal di atas mencakup perkiraan waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan komponen
kegiatan yang dianjurkan sebagai ilustrasi saja. Untuk menyiapkan jadwal kegiatan yang
sesungguhnya perlu dibuat rencana aksi yang lebih rinci, didasarkan pada waktu yang
dibutuhkan untuk menyusun strategi komunikasi

antangan ang rl di rti angkan


Istilah yang Umum untuk Stunting
Kata stunting tidak memiliki padanan kata yang baku dalam Bahasa Indonesia, sehingga untuk
menjelaskan konsep sering dipakai berbagai istilah. Dokumen dan materi komunikasi dari kementerian
dan pemangku kepentingan menggunakan istilah bahasa Inggris stunting atau pendek , sedangkan
pihak lain seringkali menyebut kondisi ini sebagai kerdil atau stanting . Penggunaan berbagai istilah
ini berpotensi menimbulkan kerancuan dan pesan yang disampaikan pada masyarakat juga menjadi
tidak konsisten, dan kurang efektif. Untuk memastikan efektivitas dari komunikasi, maka pemangku
kepentingan mutlak perlu menyepakati satu istilah yang akan digunakan di semua materi komunikasi.

Keragaman Geogra s dan Budaya


Menurut data statistik Indonesia terdiri dari . kelompok suku, sementara Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan mencatat ada bahasa yang dipakai di seluruh Indonesia. Banyak bahasa bahkan
masih belum dikenal seperti yang digunakan di Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara dan Nusa
Tenggara Timur.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
UNICEFUN 2 Estey
18
Sebagai salah satu negara dengan tingkat keragaman tertinggi di dunia, penyebaran informasi mengenai
stunting sungguh merupakan tantangan bagi Indonesia. Banyak kelompok suku masih berpegang pada
kepercayaan dan nilai-nilai mereka terkait dengan kesehatan, sakit, nilai seorang anak, makanan dan
gi i. Ini semua perlu menjadi bahan pertimbangan dalam penyusunan strategi komunikasi. Pesan-pesan
kunci juga perlu disesuaikan agar dapat tepat menyentuh berbagai kelompok sasaran yang berbeda.

Desentralisasi
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri, Indonesia terdiri dari provinsi dan kabupaten/
kota. Dalam UU No. 2 tahun 2 tentang pemerintahan daerah, kesehatan dikategorikan sebagai isu
bersama yang berarti tanggung jawab untuk kesehatan dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah
sub-nasional.

Pemerintah pusat sudah memasukkan stunting dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN 2 -2 ) dan meluncurkan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gi i (RANPG 2 -
2 ). Mayoritas pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang termasuk dalam penilaian ini belum
memiliki Rencana Aksi Pangan dan Gi i yang mutakhir, dan belum memasukkan stunting sebagai salah
satu indikator dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah mereka. Ini mengindikasikan
perlunya dilakukan upaya advokasi kepada pemerintah daerah untuk menjadikan masalah stunting
sebuah prioritas.

Kemitraan dan Keselarasan Multi-Sektor


IKeterlibatan pemangku kepentingan sangat diperlukan dalam upaya penurunan stunting. Di saat
yang sama, proses pengambilan keputusan dan koordinasi menjadi sebuah tantangan. Berdasarkan
pembelajaran dari Kampanye Komunikasi Gi i Nasional yang dilaksanakan oleh MCA Indonesia, jelas
dapat dikatakan bahwa Indonesia perlu membentuk sebuah mekanisme pengambilan keputusan. Ini
terutama penting bila strategi komunikasi nasional yang disusun akan diterapkan di masa mendatang.
Mekanisme termaksud perlu merinci peran, tanggung jawab dan prosedur untuk memperoleh
persetujuan agar kegiatan dapat mengalir secara e sien, sekaligus menghindari kesimpangsiuran dan
kon ik antar pemangku kepentingan.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
kan
1 Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Riset Kesehatan Dasar, Kementerian Kesehatan
RI, 2
2 IMA World Health. Formative research (2 )

IMA World Health. Final Report NNCC Model and essons earned (2 -2 )

4 Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik-BPS) (2 2). Indonesia Demographic and Health Sur-
vey 2012
5 Preliminary Result IDHS 2

6 Titaley, C. R., oh, P. C., Prasetyo, S., Ariawan, I., Shankar, A. H. (2 ). Socio-economic fac-
tors and use of maternal health services are associated with delayed initiation and non-exclusive
breas eeding in Indonesia secondary analysis of Indonesia Demographic and Health Surveys
2 2/2 and 2 . Asia Pac J Clin Nutr, 2 ( ), - . doi . /apjcn.2 .2 . . 19

We Are Social Singapore. (2 ). Digital in 2 Global verview. Retrieved from h ps //www.


slideshare.net/wearesocialsg/digital-in-2 -global-overview/ 2

8 Sari, . (2 ). ack of exclusive breas eeding among working mothers in Indonesia. Kesmas
National Public Health Journal, (2), - .

Roshita, A., et al. (2 ). Child-care and feeding practices of urban middle class working and
non-working Indonesian mothers a ualitative study of the socio-economic and cultural environ-
ment.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
20

ROADMAP FOR DEVELOPING AN ADVOCACY AND BEHAVIOUR CHANGE COMMUNICATION STRATEGY © UNICEFUN04263Estey
FOR STUNTING REDUCTION IN INDONESIA
ndiks
Praktik gi i ibu, Bayi dan Anak

t ntial i rtant
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
kn l dg ga s

Sekitar ibu hamil menerima layanan antenatal dari petugas Di NTB, Jatim dan Papua ada kepercayaan bahwa ibu hamil harus merahasiakan Bagaimana mendorong ibu
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

kesehatan. , ibu hamil memperoleh minimal KN - (2 ). Ref kehamilan mereka hingga perut mereka mulai membesar. Ref datang ke layanan antenal
. Satu dari lima ibu tidak memulai KN hingga trimester kedua dini di trimester pertama
Kehamilan di luar nikah secara sosial merupakan aib dan oleh karena stigma maka
kehamilan. Ref. 2
kecil kemungkinan bagi wanita hamil untuk datang ke layanan antenatal atau
Cara-cara menjangkau dan
Hampir semua provinsi mecapai target Rencana Strategis 2 yaitu bersalin di fasilitas kesehatan. Ini membuat mereka lebih berisiko mengalami
Datang memeriksakan memotivasi keikutsertaan
2 ibu menerima layanan antenatal; kecuali Sulawesi Tengah, NTT, kematian ibu atau bayi baru lahir. Ref
kehamilan ke layanan dalam layanan antenatal pada
Maluku, Papua Barat dan Papua. Ref
antenatal sebanyak Petugas/relawan Posyandu mendokumentasikan kunjungan ibu hamil dan mendo- kelompok yang paling tidak
x x di trimester ibu hamil di Jawa Timur menerima layanan antenatal dari petugas rong untuk datang ke layanan antenatal. Ref , diuntungkan termasuk mer-
pertama, x di kesehatan terampil; di Papua dari ibu hamil. Ref eka yang hamil di luar nikah
trimester kedua, dan
2x di trimester ketiga Ibu hamil di perkotaan lebih mungkin melakukan KN1-4; mereka
dari kuintil kekayaan tertinggi hampir x lebih mungkin menerima
setidaknya KN - . Ref
Analisis di wilayah mencatat Sulawesi, Maluku, Papua dan Papua
Barat ada di posisi yang kurang menguntungkan perihal akses layanan
antenatal

Bukti yang ada menunjukkan bahwa ibu hamil menderita de siensi at besi Kepercayaan tradisional mengenai asupan gi i selama kehamilan juga kerawanan Gi i pada remaja
dan kalsium. Ref , . pangan turut menyebabkan penurunan asupan kalori selama kehamilan. Ref 2
Di Jatim data menunjukkan bahwa selama kehamilan asupan kalori menu- Wanita sangat rentan men-
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA

Wanita banyak dipengaruhi oleh in uencer; mereka umumnya membeli dan


run menjadi hanya dari anjuran per hari kcal dan gr protein. gurangi makan selama hamil
menyiapkan makanan, tapi apa yang dibeli sering harus dengan sei in suami atau
Di Jateng 2 ibu hamil mengatakan dalam survei bahwa mereka meng-
ibu/mertua. Ref 2
hindari makanan bergi i karena tabu. Ref 2 Motivasi untuk mendorong
Survei di Jabar mencatat dari responden membatasi makan beberapa Di beberapa keluarga, wanita adalah anggota keluarga yang terakhir makan, pola makan ibu yang lebih
buah dan sayur selama kehamilan. termasuk saat sedang hamil. Ref 2 baik dan konsumsi kalori yang
Pembatasan yang umum diterapkan mencakup buah nanas, alpukat, de- memadai secara keseluru-
Ibu memperoleh lima, jambu, jeruk peras, durian, nangka, pepaya, tebu dan terong, daging Wanita umum membatasi asupan makanan selama kehamilan atas dasar keper- han?
asupan gi i yang kambing, ketan, makanan pedas, kopi, kacang, telur, tahu dan lentil. Ref cayaan bahwa ini akan membuat bayi lebih kecil sehingga lebih mudah dilahirkan.
memadai Ref 2
Nenek sering meneruskan mitos/larangan makanan. Kepercayaan mengenai
makanan yang panas or dingin umum ditemui. Makanan yang panas kerap
dihindari di trimester pertama. Ref
Wanita didorong untuk makan nasi selama hamil karena dianggap dapat memberi
kekuatan selama hamil dan saat bersalin.
Mual saat hamil mempengaruhi konsumsi makanan. Ref
21
22
s n angan ng tah an
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
ang r t nsi nting
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
• Di tahun 2 2, wanita menerima suplementasi TTD (tablet at • Efek samping mencakup mual, rasa dan bau yang tidak enak dari tablet Perbaikan di tingkat pemberian
besi, asam folat) selama kehamilan, tapi perbedaan antar provinsi cukup sehingga banyak wanita berhenti mengkonsumsi TTD. Ref layanan dan dalam keluarga untuk
signi kan, terutama di Sulawesi Tengah, Papua Barat, Maluku, dan • Wanita mengaku lebih menyukai obat herbal daripada suplemen atau mendukung kepatuhan terhadap
Papua. Ref obat; dipercaya sebagai lebih aman dan tidak memberi efek samping. suplementasi at besi selama
• Di tahun 2 2 berdasarkan laporan sendiri (self-reporting) , wanita Ref ,2 kehamilan
minum TTD (tablet at besi dan asam folat) selama kurang dari hari, • Kepercayaan bahwa suplemen menyebabkan berat bayi bertambah dan
Suplementasi IFA , minum TTD antara dan hari, dan 2, minum TTD selama menyulitkan persalinan. Ref 2
( at besi-folat) hari sesuai anjuran. Hampir 2 mengatakan tidak minum TTD (SDKI • Ada ketidakjelasan di masyarakat dan petugas kesehatan mengenai
selama kehamilan 2 2). Ref 2 konsep anemia, atau kurang darah , dan tekanan darah rendah yang
(minimal hari) • Tablet TTD ( at besi-folat) diberikan kepada ibu hamil secara cuma-cuma dikenal sebagai darah rendah . Pemerintah memberikan Tablet Tambah
oleh pemerintah dan didistribusikan melalui Puskesmas dan bidan Darah, ini menyebabkan orang secara keliru menghubungkan tablet
praktek swasta. tersebut dengan hipertensi (penilaian tahun 2 ). Ref 2
• Pemerintah beralih dari kemasan sachet ke blister yang mengandung
mg ferous fumarat dan mcg asam folat dalam upaya meningkatkan
kepatuhan.
• Konseling mengenai suplemen hanya terbatas diberikan di faskes. Dalam
Buku KIA yang diterima oleh tiap ibu saat kunjungan antenatal di faskes
milik pemerintah hanya menyebutkan bahwa TTD tidak berbahaya bagi
bayi anda . Ref 2,

Per alinan i a ilita Ke ehatan ambatan terha a Per alinan i a ilita Ke ehatan Kemampuan dan keterampilan
• wanita bersalin di fasilitas kesehatan. • Dukun bersalin lebih disukai – lebih berpengalaman, lebih dipercayai, dukun bayi untuk mendukung
• Beberapa provinsi yang tidak memenuhi target menolong persalinan di lebih tua, sesuai praktik budaya. Kenyamanan bersalin di rumah. perawatan serta gi i bayi baru lahir
faskes hingga adalah Papua , Papua Barat . , Maluku Utara • Kepercayaan tradisional – termasuk pengobatan herbal dan pentingnya
. , Maluku 2 . , Sulawesi Barat , Sulawesi Tenggara . , keterlibatan nenek moyang dalam persalinan.
Sulawesi Tengah . , Kalimantan Selatan . , Kalimantan Tengah • Kepatuhan pada tradisi setempat (contoh: air hangat untuk ritual mandi
. , Kalimantan Barat . , Nusa Tenggara Timur . , Banten di banyak fasilitas tidak tersedia).
2. , Bengkulu , Jambi . , Riau 2. , Sumatera Utara . • Jarak ke fasilitas kesehatan, termasuk kondisi jalan yang buruk.
(2 Indikator Awa SDKI). Ref • Biaya perjalanan (ambulan disediakan gratis tapi sulit untuk memanggil
• Secara nasional, dari wanita dari golongan ekonomi rendah lebih ambulan atau disampaikan bahwa ambulan tidak memiliki bahan
Persalinan dengan
cenderung bersalin di rumah. Ref bakar).
bantuan petugas
• Studi lain yang mewakili situasi nasional melaporkan bahwa Sulawesi, • Biaya tidak langsung (makan dan akomodasi untuk anggota keluarga
kesehatan di fasilitas
Maluku, Papua dan Papua Barat memiliki kondisi yang terutama tidak yang menemani di faskes). Ref
kesehatan
menguntungkan perihal akses ke layanan persalinan yang aman. Ref Per alinan engan antuan Petuga Ke ehatan
Per alinan engan antuan Petuga Ke ehatan • Dukun bersalin lebih dekat pada ibu dan rumah saat bersalin, mereka
• Cakupan persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan meningkat dari juga mematuhi praktik tradisional selama kehamilan dan persalinan,
di tahun 2 menjadi , di tahun 2 . Ref sementara bidan tidak. Ref
• ebih dari persalinan di daerah pedesaan dibantu oleh dukun bayi • Dukun lebih dipercaya dari bidan karena mereka bagian dari
yang memiliki pelatihan yang sangat minimal. Ref masyarakat, berbahasa sama dan menganut budaya yang sama.
• Dukun bersalin dianggap sebagai yang lebih tua dengan lebih banyak
pengalaman, sedangkan bidan dipandang sebagai muda dan kurang
berpengalaman.
• Risiko bersalin dengan bantuan dukun dipandang rendah. Ref
s n angan ng tah an
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
ang r t nsi nting
• Perawatan yang berkelanjutan Dukun bersalin menemani ibu sejak
Ibu bersalin di kontraksi dimulai hingga satu minggu setelah bayi lahir.
fasilitas kesehatan • MoH initially discouraged use of TBAs. Joint engagement of TBAs and • Persepsi bahwa dukun bersalin lebih sedikit memakan biaya daripada
dengan dibantu midwives is gaining popularity to promote facility-based deliveries and bidan, walaupun bersalin di rumah sakit milik pemerintah adalah gratis
tenaga kesehatan the uptake of postnatal care in community health centers. Ref dan bahkan dianjurkan di bawah skema JKN.
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

• ogistik untuk bersalin di fasilitas kesehatan tempat praktek bidan rumit.

• Sekitar ibu menerima layanan nifas tepat waktu – dalam hingga • Ibu mengatakan lebih menyukai dukun bersalin daripada bidan karena Kualitas layanan nifas oleh dukun
jam setelah bersalin. Ref , dukun masih terus memberi layanan hingga satu minggu setelah bersalin dan ketepatan waktu dari
• Persentase ibu yang datang ke seluruh layanan nifas adalah di bersalin seperti memandikan ibu dan bayi, mencuci baju dan seprei layanan nifas
tahun 2 . Ref yang dipakai ketika bersalin, memastikan tali pusar terlepas dengan
• Sebanyak 2 dari ibu di Indonesia tidak menerima layanan nifas. Ref baik, memijat ibu. Ref Akses terhadap dan kualitas layanan
14 • Hambatan terhadap pemanfaatan layanan nifas di desa literasi nifas tepat waktu yang diberikan
• Sekitar wanita di daerah perkotaan menerima layanan nifas tepat kesehatan ibu dan anggota keluarga mengenai layanan nifas, oleh perawat dan petugas lain
waktu, dibandingkan dengan wanita di daerah pedesaan. kepercayaan dan praktik sosio-budaya, dan respon terhadap layanan fokus pada daerah dengan cakupan
• Cakupan terendah untuk layanan nifas tepat waktu ada di Riau ( ), kesehatan. rendah
Maluku ( ), Papua Barat (2 ), dan Papua (2 ). • Orangtua, mertua dan sanak saudara yang lebih tua turut memperkuat
Ibu datang untuk • Sebanyak ibu di Papua tidak memperoleh pemeriksaan pasca mitos dan kesalahpahaman mengenai layanan nifas. Ibu yang tinggal di Cara mengidenti kasi dan
layanan kesehatan persalinan dalam dua hari pertama setelah bersalin. Ref 2 rumah bersama para in uencer ini akan lebih mungkin mematuhi mitos memprioritaskan bayi BB R
ibu nifas dan • bayi baru lahir di Indonesia menerima pemeriksaan neonatus ini.
layanan kesehatan mereka yang pertama dalam dua hari pertama setelah lahir. Ref , • Kemungkinan bayi baru lahir dianggap berukuran sangat kecil
neonatal yang • Provinsi yang paling tertinggal adalah Maluku , NTT 2 , Papua atau lebih kecil dari rata-rata tidak banyak berbeda terkait dengan
esensial Barat 2 , Papua , dan Sulawesi Selatan . Ref urutan kelahiran, status merokok ibu, ataupun tempat kediaman di
• Proporsi ibu yang melakukan seluruh kunjungan layanan nifas telah kota atau desa. Bayi dari ibu di kuintil kekayaan tertinggi lebih kecil
meningkat berkat dukungan yang lebih baik di Puskesmas dan Posyandu kemungkinannya untuk lahir dengan ukuran lebih kecli dari rata-rata.
oleh KemKes, juga intensi kasi kunjungan rumah ke mereka yang tidak Ref 2
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA

datang ke faskes sesuai jadwal. Ref • Berat lahir rendah (B R) ditetapkan sebagai faktor penentu stunting
• ayanan nifas kerap diberikan oleh perawat, bidan atau bidan di desa yang paling signi kan. Bayi berat lahir rendah (BB R), , kali lebih
(BDD). Hanya sedikit dukun bersalin memberi pemeriksaan nifas mungkin mengalami stunting daripada bayi yang lahir dengan berat
pertama, persentasenya sekitar - 2 di seluruh provinsi. Ref 2 badan normal. Ref 2
• arangan makanan untuk hari pertama setelah bersalin; makan
daging dianggap memberi dampak buruk pada ibu dan bayi. Ref ,

23 2
24
s n angan ng tah an
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
ang r t nsi nting
• Masyarakat kota yang berekonomi mampu tujuh kali lebih mungkin • Biaya perawatan kesehatan tinggi, penyedia layanan kesehatan dan Memahami kaitan antara kualitas
mengakses layanan kesehatan daripada masyarakat miskin. asuransi publik tidak tersebar merata. Ini semua kerap menghambat layanan, persepsi dari para ibu hamil,
• Kesenjangan terbesar dalam penyediaan layanan kesehatan ada di wanita di desa dan yang tidak diuntungkan secara sosial untuk mengakses dan pemanfaatan layanan sebagai
provinsi bagian Timur Papua dan Papua Barat, Nusa Tenggara, dan layanan kesehatan. Ref , hasilnya.
Maluku. • okasi puskesmas mudah dijangkau tapi waktu tunggu untuk
• ebih dari . Puskesmas merupakan titik pusat pemberian layanan, memperoleh layanan lama dan jam operasional puskesmas hanya
masing-masing melayani 2 . hingga . penduduk; perlu memiliki singkat. Ref
minimal satu orang dokter. Ref , • Wanita di Papua, Papua Barat, dan Jatim mengatakan jarak ke faskes dan
• Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), per April 2 telah kondisi jalan menghambat akses ke layanan. Ref 2 ,
mencakup juta penduduk Indonesia. Ref • Penghalang untuk akses layanan di puskesmas petugas tidak selalu
Mencari layanan
• Sebanyak ibu memiliki asuransi untuk layanan pemeriksaan tersedia, keterbatasan dana operasional, kualitas alat buruk, masalah
kesehatan di mana
kehamilan. Ref dengan akuntabilitas, petugas tidak bersikap menghargai. Ref ,
diperlukan
• Rasio bidan berkisar pada bidan per . penduduk; ini sangat • Persepsi ibu adalah layanan kesehatan oleh bidan di Puskesmas
kurang dari target tahun 2 sebanyak 2 bidan per . kualitasnya rendah, tidak penuh perhatian, tidak berpusat pada pasien,
penduduk. Ref tidak membangun hubungan. Ref 2 , ,
• Sebanyak dari sekitar . puskesmas telah terda ar atau • Keputusan untuk mencari layanan kesehatan dibuat oleh suami, dan
memperoleh lisensi untuk memberi layanan kesehatan tradisional ini bervariasi antar provinsi; memperoleh i in untuk berobat menjadi
(2 ). Ref hambatan untuk memperoleh layanan. Ref 2 ,
• Pembayaran biaya pengobatan merupakan masalah. Wanita dari status
ekonomi rendah yang memiliki JKN lebih mungkin bersalin di fasilitas
kesehatan dan lebih mungkin bersalin dengan ditolong petugas yang
terampil dibandingkan wanita miskin tanpa asuransi. Ref ,2

• ,2 bayi disusui segera setelah lahir dan bayi memperoleh kontak • Ibu yang bersalin dengan bantuan tenaga kesehatan lebih kecil Praktik di fasilitas kesehatan yang
kulit dengan ibu segera setelah lahir (Indikator awal SDKI 2 ). Ref kemungkinannya untuk inisiasi menyusui dini atau dalam satu hari menghambat IMD
• Sekitar separuh ( , ) anak-anak disusui dalam satu jam setelah lahir; setelah bersalin dibandingkan bila persalinan dibantu oleh dukun bersalin
duapertiga ( ) disusui dalam satu hari setelah lahir. (SDKI 2 2) atau keluarga.
• IMD bervariasi antar provinsi; mulai dengan rendah di Riau (2 ) hingga • Penundaan inisiasi menyusui berkaitan dengan kuintil kekayaan yang
tinggi di NTB ( ). lebih tinggi. Ref
• Bayi baru lahir yang disusui di hari pertama persentasenya berkisar dari • Penundaan inisiasi menyusui lebih umum ditemui di daerah Sumatera,
Early Initiation of
rendah di Sumbar ke tinggi di NTB. setelah operasi Caesar, dan setelah persalinan di fasilitas non-kesehatan
Breas eeding (EIBF)
• Sebanyak bayi diberi asupan prelakteal selama tiga hari pertama milik pemerintah. Ref
hr a er birth
kehidupan (SDKI 2 2). Makanan prelakteal seperti kurma yang • Asupan prelakteal paling umum dialami bayi di daerah perkotaan,
dilunakkan, madu, pisang, biskuit dan produk pengganti ASI umum bayi yang lahir dengan bantuan tenaga kesehatan, bayi dari ibu yang
diberikan ke bayi baru lahir di daerah perkotaan maupun pedesaan. Ref berpendidikan, dan bayi dari keluarga di kuintil kekayaan tertinggi. Ref 2
142
• Beberapa ibu tidak memberi bayi baru lahir mereka kolostrum karena
menganggap itu kotor, murahan, tidak dapat dicerna dan tidak
memiliki nilai gi i. Mereka berpikir bila bayi mereka diberi kolostrum, bayi
akan sakit perut, demam dan tidak akan tumbuh pintar. Ref
s n angan ng tah an
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
ang r t nsi nting
• anak baduta menerima ASI. • ASI dipersepsikan sebagai tidak cukup bergi i sehingga dibutuhkan Alasan terpenting untuk
• ibu memberi cairan tambahan selain ASI saat bayi berusia antara makanan pendamping. Susu formula dipercaya sama baiknya dengan ASI. memperkenalkan produk pengganti
hari dan bulan. Ada kepercayaan yang luas bahwa madu baik bagi bayi. Ref ASI dan/atau makanan pendamping
• Tahun 2 persentase ASI eksklusif meningkatkan dari 2 di tahun • Anggota keluarga memberi makanan seperti pisang, madu, kurma yang sebelum bayi berusia 6 bulan – cara
2 2 menjadi , untuk semua bayi di bawah usia bulan. Ref dilunakkan, susu kental manis, air gula dan tepung beras. Praktek ini pemberiannya bervariasi antar
• Persentase bervariasi antar provinsi rendah yaitu 2 di Kepulauan masih populer di daerah pedesaan kepada bayi berusia di bawah bulan. wilayah
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

Bangka Belitung hingga tinggi yaitu di DI ogyakarta dan Nusa • Kurangnya pengetahuan dan keterampilan seperti untuk memposisikan
Tenggara Barat. Hanya provinsi mencapai target global World Health dan melekatkan bayi, juga kurangnya motivasi dan kepercayaan diri
Assembly yaitu prevalensi ASI eksklusif minimal ampung, Sumatera menghambat praktik pemberian ASI eksklusif.
Selatan, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Kalimantan Utara, • Kurangnya dukungan dari nenek, pemberian sampel susu formula dari
Nusa Tenggara Timur, DI ogyakarta dan Nusa Tenggara Barat. Ref bidan saat pulang ke rumah dari rumah sakit, serta pembengkakan
• Bayi usia - bulan yang disusui juga diberi beragam cairan dan makanan payudara ibu mempersingkat durasi pemberian ASI eksklusif.
ASI dan air ( , ), ASI dan cairan bukan susu ( , ), ASI dan susu jenis • Peningkatan pengetahuan tentang menyusui berhubungan dengan
lain ( , ), serta ASI dan makanan pendamping ( , ). Ref peningkatan durasi pemberian ASI eksklusif.
• Ibu yang lebih tua lebih mungkin memberi ASI eksklusif daripada ibu yang • Ibu hampir secara universal tahu dan percaya ASI adalah makanan terbaik
lebih muda. bagi bayi, tapi tidak merasa yakin mereka mampu memproduksi ASI
• Ibu yang berpendidikan lebih tinggi lebih mungkin untuk memberi ASI dalam kuantitas dan kualitas yang tepat. Ref
eksklusif. • Kebanyakan ibu tidak sadar bahwa berkurangnya produksi ASI mereka
• Ibu yang tidak bekerja lebih mungkin untuk memberi ASI eksklusif; berkaitan dengan konsumsi susu formula oleh bayi mereka. Ref
Ibu yang bekerja memiliki lebih sedikit kesempatan untuk memberi • Alasan ibu berhenti menyusui atau memberi susu tambahan merasa
ASI Eksklusif selama
ASI eksklusif. Ibu yang bekerja penuh waktu , kali lebih kecil terhambat ( Bayi tidak tenang ), perasaan dan emosi ibu ( Saya merasa
6 bulan
kemungkinannya untuk memberi ASI eksklusif dibandingkan ibu yang pusing dan mati rasa ), pengaruh buruk dari anggota keluarga ( Menurut
tidak bekerja. mertua saya bila saya hanya memberi bayi saya ASI, ia akan lapar ),
• Ibu dari indeks kekayaan tinggi lebih kecil kemungkinannya untuk puting sakit dan payudara membengkak, kurang keterampilan, sampel
memberi ASI eksklusif. susu formula dari klinik, komentar sanak saudara yang tidak mendukung,
• Bayi yang mulai disusui dini juga lebih besar kemungkinannya akan kepercayaan mengenai menyusui ( Kamu tahu kan, payudara saya kecil ),
disusui eksklusif. dan praktik pemberian makanan pendamping dini. Ref 2
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA

• Satu studi mencatat penyediaan fasilitas menyusui khusus meningkatkan • Konseling menyusui yang tidak memadai saat kunjungan antenal dan
praktik menyusui eksklusif hampir tiga kali lipat. Pengetahuan akan penolong persalinan yang kurang terlatih. Ref
program dukungan menyusui meningkatkan praktik menyusui eksklusif • Hambatan yang disampaikan mencakup ketiadaan tempat menyusui
hampir enam kali lipat. Ref , yang privat, jadwal yang tidak eksibel, hubungan yang buruk dengan
• Bayi yang sakit dalam 2 hari pertama kehidupan atau dalam periode majikan atau atasan, penurunan produktivitas dan masalah keuangan.
neonatus lebih kecil kemungkinannya akan disusui eksklusif. 2 Ref
• UU tentang Ketenagakerjaan tahun 2 memberi tiga bulan cuti bersalin • aporan kepatuhan tahun 2 mencatat bahwa hanya 2 dari pabrik
dengan gaji bagi ibu yang bekerja. Perusahaan juga harus memberi ibu garmen di Jabodetabek menyediakan fasilitas, dan memiliki kebijakan
kesempatan untuk menyusui selama jam kerja. Setidaknya , bulan dari atau prosedur untuk ibu menyusui.
cuti bersalin harus diambil setelah bayi lahir. • Studi yang dilakukan di tahun 2 melaporkan bahwa hanya kantor
• UU Kesehatan tahun 2 menyatakan bahwa tiap bayi harus disusui atau pemerintah dan kantor perusahaan swasta yang menyediakan
diberi ASI dari donor atau bank ASI secara eksklusif selama enam bulan tempat untuk menyusui atau memerah ASI.
pertama. Waktu dan fasilitas khusus untuk menyusui juga perlu diberikan.
Penegakan UU ini mengenai penyediaan fasilitas khusus lemah.

25 25
26
s n angan ng tah an
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
ang r t nsi nting
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

• Rata-rata durasi menyusui eksklusif adalah , bulan; secara keseluruhan • Di Jatim, pola menyusui lanjutan berhubungan dengan kepercayaan diri
durasi menyusui adalah 2 , bulan dengan rata-rata durasi 2 , bulan. ibu; pemberian makanan terutama didasarkan atas permintaan anak;
(SDKI 2 2) dan ibu menghadapi tekanan dari keluarga, teman dan tetangga untuk
• bayi terus menyusui di usia satu tahun dan anak menyusui di menghentikan tangisan bayi dengan cara apapun agar terhindar dari
usia dua tahun (SDKI 2 2). tudingan ibu kurang terampil.
Melanjutkan
• Median durasi menyusui bervariasi antar provinsi; rendah adalah , • Anak dibesarkan bersama keluarga dan teman yang turut mempengaruhi
menyusui hingga
bulan di Kepulauan Riau dan tinggi adalah 2 , bulan di Kalimantan Barat. pola pemberian makan anak yang masih kecil.
anak berusia 2
Ref 2 • Mayoritas orang menganggap bahwa semakin bertambahnya usia
tahun
• Studi yang dilakukan di tahun 2 2 yang meneliti praktik pemberian bayi, maka prioritas untuk disusui semakin menurun. Setelah bayi
makan pada anak-anak dengan wasting ringan di P. Nias, Provinsi Sumut berusia bulan, menyusui tidak lagi menjadi prioritas, dan hanya untuk
menemukan bahwa hanya dari anak-anak tersebut disusui hingga kenyamanan di waktu tidur. Ref
minimal dua tahun. Ref

Tidak diberi susu • ebih dari sepertiga bayi berusia kurang dari 2 bulan yang disusui juga • Beberapa ibu melihat iklan yang mereka percayai sebagai menyampaikan Pelanggaran Kode Internasional
dari botol diberi susu formula (2 2). Ref bahwa susu formula lebih baik dari ASI.
• dari bayi berusia -2 bulan diberi susu dari botol. Ref • Beberapa ibu merasa ia tidak dapat memproduksi cukup ASI karena ia Pemasaran Produk Pengganti ASI
• Banyak keluarga miskin yang menggunakan susu formula atau produk mengkonsumsi pil KB atau karena ia sendiri tidak cukup makan. Ref
pengganti ASI tidak memiliki cukup uang untuk membeli susu. Berkaitan • Petugas berbasis masyarakat dan puskesmas atau Posyandu tidak
dengan beban keuangan ini, keluarga mengencerkan produk pengganti termasuk dalam regulasi yang melarang pemasaran produk pengganti ASI
ASI yang diberikan pada bayi. Ref secara tidak tepat. Posyandu melibatkan wanita yang memberi layanan
• Prevalensi pemberian susu dari botol oleh Ibu yang bersalin di fasilitas terkait dengan pemantauan kesehatan ibu dan anak, gi i, imunisasi,
kesehatan lebih tinggi ( ) daripada oleh ibu yang bersalin di rumah pencegahan diare dan keluarga berencana. Posyandu dilaksanakan sekali
(2 ). Ini mungkin karena ibu dari keluarga yang lebih mampu, yang lebih sebulan dan dapat menjadi sarana penting untuk memberi konseling
mungkin menggunakan susu botol juga lebih mungkin bersalin di fasilitas tentang menyusui bagi ibu. Ref
kesehatan, atau mungkin juga karena fasilitas kesehatan tidak memberi • Sebuah studi menemukan bahwa 2 dari wanita menerima nasihat dan
konseling yang tepat mengenai IMD dan ASI eksklusif. Ref informasi mengenai produk pengganti ASI dan 2 menerima materi
• Bencana alam juga dapat menyebabkan penggunaan produk pengganti promosi untuk produk pengganti ASI. Sekitar mengaku menerima
ASI. Di tahun 2 ketika bencana gempa melanda ogyakarta, upaya sampel gratis dari petugas kesehatan atau staf perusahaan dan
pemulihan awal mencakup distribusi sejumlah besar produk pengganti menerima hadiah. Hampir seperempat petugas kesehatan mengaku
ASI tanpa memperhatikan apakah sebelum gempa keluarga yang dikunjungi oleh produsen susu formula.
bersangkutan memang menggunakan produk pengganti ASI atau tidak.

• 2 dari ibu memiliki pengetahuan yang memadai mengenai praktik • Working mothers who have access to family caregivers showed an In uence of snacking on uality of
pemberian makan bayi yang tepat berdasarkan rekomendasi WH . increased lack of con dence in performing child care and good food diets in children 6-24 months
• hingga bayi diperkenalkan kepada makanan padat, semi-padat, practices (including breas eeding, scheduled feeding, monitored
atau lunak sebelum mencapai usia enam bulan; dari studi-studi yang food intake, and purchase of health foods, among others), depending uality of rst foods and ways to
Pemberian MP-ASI
ditelaah rata-rata usia perkenalan kepada MP-ASI adalah , bulan. increasingly on caregivers. Ref enhance uality
yang tepat waktu
• Di usia - bulan lebih dari sepertiga bayi sudah diberi makanan bayi • Child-driven feeding practices. Ref
dan memadai
dengan forti kasi sebagai makanan pendamping dini yang paling umum. • Mothers reluctant to force feed to avoid crying. Ref Feeding practices across the -2
(jumlah, frekuensi,
Ref 2 • Poor feeding practices more prevalent among those mothers who lacked month period; how changes, where
konsistensi,
• dari bayi dan anak-anak berusia hingga 2 bulan yang tidak disusui family support (particularly from husbands) and those who carry a greater opportunities for improvements
keragaman) dimulai
mengkonsumsi makanan yang beragam, dibandingkan dengan , anak share of domestic work. Ref
ketika bayi berusia
yang disusui (SDKI 2 2). • In North Sumatra Province a perceived lack of supply of breastmilk was Impact of other caregivers on
6 bulan
• Pola makan yang beragam bervariasi antar provinsi daerah dengan the main reason mentioned for the early introduction of complementary complementary feeding when
kinerja terburuk adalah beberapa bagian di Sulawesi, NTT dan NTB, foods in the study area. Ref mothers work/unavailable
Kepulauan Maluku dan Papua.
s n angan ng tah an
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
ang r t nsi nting
• dari anak berusia hingga 2 bulan diberi MP-ASI selain ASI dengan • Kelompok bahan makanan untuk bayi dan anak yang disusun KemKes
frekuensi minimum per hari dibagi berdasarkan kelompok umur. Ref mencantumkan susu formula bayi, bukan ASI, dalam salah satu kelompok
• dari bayi yang disusui memenuhi frekuensi minimum untuk makanan. Ini memberi pesan bahwa susu formula bayi adalah bagian
pemberian ASI, dibandingkan dengan dari bayi yang tidak disusui. dari diet yang lengkap dan seimbang. Ref 2
• Separuh dari ibu mengaku memberi makan bila bayi meminta. • Berbeda dengan konsumsi makanan yang kaya vitamin A, konsumsi
• Mayoritas ibu hanya memberi dua kelompok bahan makanan, biji -bijian makanan yang kaya at besi meningkat tajam dengan tingkat pendidikan
(biasanya nasi) dan sayur. Protein hewani jarang diberikan. Ref ibu. Ref
• •
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

dari bayi usia -2 bulan diberi makan sesuai dengan revisi Untuk meningkatkan keragaman makanan, GAIN dan KemKes
rekomendasi WH untuk Pemberian Makanan Bayi dan Anak (PMBA) mendukung intervensi berbasis masyarakat melalui media massa yang
(termasuk frekuensi pemberian makanan dan ASI, serta keragaman dinamakan Gerakan Rumpi Sehat di Sidoarjo, Jatim. Hasil yang diperoleh
makanan). Persentasenya lebih rendah pada anak yang disusui ( ) mengindikasikan bahwa media massa dapat memberi pengaruh yang
daripada yang tidak disusui ( ). Ref 2 cukup besar untuk mencapai perubahan perilaku di bidang gi i; efek yang
Pemberian MP-ASI
• Secara keseluruhan, dari bayi usia -2 bulan yang disusui diperoleh diperkuat melalui kegiatan pendamping aktivasi masyarakat.
yang tepat waktu
mengkonsumsi makanan dari biji-bijian, 2 mengkonsumsi buah dan Ref
dan memadai
sayur yang kaya vitamin A, mengkonsumsi daging, ikan dan unggas,
(jumlah, frekuensi,
sedangkan mengkonsumsi telur. Ref 2
konsistensi,
• 2, bayi Indonesia berusia -2 bulan mengkonsumsi makanan yang
keragaman) dimulai
kaya vitamin A dalam 2 jam terakhir. Ini berkisar dari , di Maluku
ketika bayi berusia
Utara hingga , di Kepulauan Riau. Ref 2
6 bulan
• Sekitar dari bayi berusia -2 bulan mengkonsumsi makanan yag
kaya at besi dengan persentase berkisar dari , di Sulawesi Barat
hingga , di Jakarta (SDKI 2 2).
• aporan tahun 2 2 menunjukkan bahwa hingga dari anak di
pedesaan dan 2 hingga dari anak di perkotaan memperoleh asupan
protein di bawah angka kecukupan gi i setempat (AKG). ,2 ( -
bulan) memperoleh cukup tinggi protein, , rata-rata, dan ,2
memperoleh protein yang rendah atau sangat rendah (2 2). Ref
• Bayi umumnya diberi makan mengikuti jadwal makan keluarga tapi
pemberian cemilan umum dilakukan berdasarkan permintaan anak. Ref
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA

• , ibu yang disurvei mengaku anak balita mereka menderita diare i a a a in or a i ang icatat iteratur mengenai topik ini terbatas,
dalam dua minggu terakhir (2 2). Ref 2 perlu dilakukan lebih banyak
• anak diberi lebih banyak cairan dari normal, diberi cairan penelitian untuk memahami sikap
sejumlah yang sama, dan menerima lebih sedikit cairan atau bahkan dan pendorong praktik-praktik ini.
Ikuti anjuran tidak sama sekali. Ref 2
pemberian makan • Hanya dari anak menerima lebih banyak makanan ketika menderita
selama dan setelah diare, menerima sejumlah makanan yang sama, dan diberi
sakit lebih sedikit makan atau tidak sama sekali. Ref 2
• ibu yang disurvei percaya bahwa memberi makan pada anak yang
sedang sakit akan memperburuk kondisi anak, dan bahwa anak tidak
merasa lapar ketika sedang sakit. Ref 2

27 2
28
t ntial i rtant
Id al ha i r rr nt ra ti s D t r inants and in n s
kn l dg ga s
• of children age - months received recommended two • Some studies suggest that is it di cult to achieve desired s n angan ng tah an
rilak Id al raktik S karang akt r n nt dan ngar h
doses of vitamin A supplementation at six months apart. Ref density for key nutrients – including calcium, iron, niacin, ang r t nsi nting
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

• f provinces submi ng data (2 Indonesia Health Pro le) and inc – in complementary feeding diets, due to physical or
eleven dariprovinces
anak usia ( - bulan menerima 2 coverage
) achieved dosis suplementasi
of vitamin vit.A
A. Beberapa studi mengatakan bahwa sulit mencapai kadar nutrisi kunci
dengan jarak bulan sesuai anjuran. Ref economic
yang access
diinginkan or acceptability
– termasuk kalsium, atof nutrient-dense
besi, niasin dan seng/ foods.
inc – dalam
Highest coverage vitamin A supplementation on - months • pemberian
One study to promote key nutrient intake sik
among childrenatau
Dari provinsi yang memasukkan data (Pro l Kesehatan Indonesia makanan pendamping karena akses atau ekonomi
infants
2 ) was DI ogyakarta
provinsi ( ( . ); North
) mencapai cakupan Sumatera lowest
vit.A. Cakupan tertinggi in ombakatas
penerimaan suggests
makanan that to overcome
padat gi i. the cost constraints
coverage ( .2 vit.A
utk suplementasi ). Ref bagi bayi usia - bulan ada di DI. ogyakarta of feeding
Satu young
studi promosi Indonesian
asupan children
nutrisi kunci padanutrient-dense
anak di ombok
• ( ., ),ofterendah
mothersdi of children
Sumut ( ,2 age ). Ref- months gave iron menyarankan
complementary bahwafeeding
untuk mengatasi kendala biaya
diets, additional dalam pemberian
a ordable strategies
supplementation
, ibu dengan anak in the past seven
berusia - bulan days preceding
memberi the 2 2atIDHS
suplementasi besi makanan pendamping
to improve nutrientpadat gi i pada
densities anak Indonesia, perlu
of complementary dipikirkan
foods,
dalam hari sebelum survei SDKI 2 2.
survey. strategi yang terjangkau lainnya untuk meningkatkan kadar nutrisi,
particularly for iron and calcium, need to be considered,
Supplementation • Cakupan
High suplementasi
coverage vit.A yang
of vitamin tinggi sebagian disebabkan
A supplementation partly due oleh kondisi terutama at besi dan kalsium, dalam makanan pendamping. Ini
Suplementasi geogra s dan akses ke Posyandu dalam distribusi vitamin A. Provinsi includingforti
mencakup homekasiforti cation,
di rumah, formulated
formulasi or forti
atau forti ed
kasi makanan
of key vitamins to geographical conditions and access to the Posyandu in complementary foods,
vitamin dan mineral dengan cakupan yang tinggi biasanya juga memiliki cakupan penimbangan pendamping, dan forti kasi and forti pokok.
makanan ed staple
Ref foods.
2 Ref 2
and
utamaminerals. distributing vitamin
balita di Posyandu yangA.tinggi.
Provinces
Cakupan with high(Papua
rendah coverage dan usually have
Papua Barat) • Pengetahuan
Maternal knowledge
ibu mengenai ofanemia
anemiaberkaitan
is associated
denganwith
lebihlower odds
rendahnya
atingkat
high coverage
partisipasi of childrendalam
masyarakat underpenimbangan
ve weighed at rendah
bayi Posyandu. ow
ditambah of anemia in
kemungkinan children
anemia padaand
anak,with
jugasome
denganhealth behaviors
beberapa perilakurelated
coverage (Papua
kendala geogra s. and West Papua) have low public participation kesehatan untuk
to reducing menurunkan
anemia. Ref anemia. Ref
in weighing and
Suplementasi vit.Aadditional geographical
di provinsi DKI Jakarta dan constraints.
Sumut sangat rendah
• karena
itamincatatan dan laporan yangintidak
A supplementation the lengkap.
provinces of DKI Jakarta and
Anak yang
North tinggal di
Sumatera is daerah
very lowperkotaan, dengan ibu yang
due to incomplete berpendidikan
records and
tinggi, berusia 2 atau lebih saat bersalin, serta anak di kuintil kekayaan
reports.
tertinggi lebih besar kemungkinannya untuk menerima suplemen vit.A
• Children living in urban
daripada anak-anak areas,
lain. Ref 2 those born to highly educated
mothers, children of mothers age 2 or older at the child s birth,
and children in the highest wealth uintiles were more likely to
2 keluarga
have received menggunakan air dan sabun di
vitamin A supplements tempat
than othermencuci tangan
children. Ref 2 Studi menemukan bahwa intervensi mencuci tangan dengan sasaran para Praktik dan faktor penentu
• 2 of
yang households
paling use soap .and
sering digunakan.2 waterbervariasi;
Ini sangat in the place mostterendah
frekuensi o en • ibu
Study
baru found
mungkinthat targetinguntuk
bermanfaat newmembentuk
mothers for handwashing
perilaku mencuci tangan Food hygiene
kebersihan practices and
makanan
used for handwashing.2
penggunaan sabun ada di NTT This
danvaried signi2 cantly,
NTB, yaitu dan with ENT
. Ref 2 and interventions
selagi anak masihmay
bayi be
danuseful inibu
rutinitas establishing key handwashing
masih berubah untuk memenuhi determinants
WNTkeluarga
having di theperkotaan
lowest use dapatofdiobservasi
soap in their praktek mencuci tangan
households, at 2 kebutuhan
behaviorsbayi barunya.
while Refis still young and mothers routines are
a child
mereka. di antaranya menggunakan air dan sabun2 . Di daerah changing to meet the needs of their new baby. Ref
Mencuci tangan and
pedesaan,sekitar
respectively.
2 tempat Ref tinggal
2 melakukan praktik mencuci tangan,
di waktu-waktu • ofantaranya
di urban households
menggunakan practiced observable
air dan sabun. Ref 2 handwashing in
penting untuk urban residences,bahwa with pengetahuan
of thosetentang
who hand wash usingdengan
soap
Survei menemukan mencuci tangan
Pemberian
Handwashing
Makanan Bayi danat and
sabun water.2
cukup baik, Rural
tapiareas foundterbatas
praktiknya approximately mencuci2 tangan
of residences
setelah
BAB;engaged
are 2 setelah membersihkan anak
in handwashing, with yang BAB;of thosesebelum
instances makan;
using
Anak (PMBA)
critical times for dan andsetelah
soap water.makan.
Ref 2Ref
I CF Sebuah studi di Serang, Provinsi Banten menemukan bahwa para ibu
• Surveys found good knowledge of hand washing with soap, but
baru mengatakan sangat jarang mencuci tangan sebelum mempersiapkan
poor practice
makanan, saat melayani washed hands
orang lain, ataua sebelum
er defecation;
makan. Ref 2 a er
child s defecation; before a meal; and a er a meal. Ref

• A study in Serang in Batan province found new mothers reported


rarely washing their hands before food preparation, while serving
others, or before eating. Ref
kan
The World Bank (2 ). Nutrition at a Glance Indonesia. from h ps // siteresources.worldbank.org/NUTRITI N/Resources/2 - 2 2 2/Indonesia.pdf
Ministry of Health Republic of Indonesia (2 ). Indonesia Health Pro le 2 . U. S. Sutargo .
Global Alliance for Improved Nutrition. (2 ). andscape Report on Adolescent and Maternal Nutrition in Indonesia.
UNICEF Indonesia (2 2). Issue Briefs Maternal and Child Health.
Tripathi, . and R. Singh (2 ). Regional di erences in usage of antenatal care and safe delivery services in Indonesia ndings from a nationally representative survey. BMJ
Open (2) e .
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU

Andriani, H., et al. (2 ). Association of Maternal and Child Health Center (Posyandu) Availability with Child Weight Status in Indonesia A National Study. Int J Environ Res
Public Health ( ).
Statistics Indonesia (Badan Pusat Statistik-BPS) (2 2). Indonesia Demographic and Health Survey 2 2 .
Rahman, A. A., et al. (2 ). Women s a tudes and sociodemographic charactertistics in uecing usage of herbal medicines during pregnancy in Tumpat district, Kelatan.
Southeast Asian J Trop Med Public Health (2).
Setyowati (2 ). An ethnography study of nutritional conditions of pregnant women in Banten Indonesia. Makara Kesehatan ( ) - .
Agus, ., et al. (2 2). Rural Indonesia women s traditional beliefs about antenatal care. BMC Res Notes ( ).
Indrayani, I. and R. Sipayung (2 ). Who are midwives and traditional birth a endants according to the users in the rural area Jurnal Bina Cerndikia Kebidanan 2( ) - .
Pardosi, J. F., et al. (2 ). Ine uity issues and mothers pregnancy, delivery, and early-age survival experiences in Ende district, Indonesia. J Biosoc Sci ( ) - 2.
Probandari, A., et al. (2 ). Barriers to utili ation of postnatal care at village level in Klaten district, central Java Province, Indonesia. BMC Health Serv Res ( ).
Pudjirahaju, A., et al. (2 ). Meeting Nutrient Needs of Postnatal Women in Tarak Tradition. Journal of Nursing and Health Science ( ) -2 .
UNICEF (2 ). Maternal and Newborn Health Disparities Indonesia.
Aryastami, N. K., et al. (2 ). ow birth weight was the most dominant predictor associated with stunting among children aged 2–2 months in Indonesia. BMC Nutrition
( ).
Joint Commi ee on Reducing Maternal and Neonatal Mortality in Indonesia; Development, Security, and Cooperation; Policy and Global A airs; National Research Council;
Indonesian Academy of Sciences (2 ). Reducing Maternal and Neonatal Mortality in Indonesia Saving ives, Saving the Future. Washington, D.C., The National Academies
Press.
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA

Ekawati, F. M., et al. (2 ). Patients experience of using primary care services in the context of Indonesian universal health coverage reforms. Asia Pac Fam Med ( ).
Rajkotia, ., J. Gergen, I. Djurovic, S. Koseki, M. Coe, et al. 2 . n i ioning at rnal an N orn alt in n on ia o t ri at S ctor an i il Soci t an gnit
ang . Washington, DC Palladium, Health Policy Plus.
Chedekel, . (2 ). Insurance in Indonesia inked to Be er Maternal Care. Retrieved December , 2 , from h ps //www.bu.edu/sph/2 / /2 insurance-in-indonesia-
linked-to-be er-materna-care/
Thomas, D. and S. usran (2 ). Social Development Analysis to Support the Design of a Future Maternal and Newborn Health Program in Indonesia, PERMATA, AusAID Health
Resource Facility .
Inayati, D. A., Scherbaum, ., Purwestri, R. C., Hormann, E., Wirawan, N. N., Suryantan, J., . . . Bellows, A. C. (2 2). Infant feeding practices among mildly wasted children a
retrospective study on Nias Island, Indonesia. nt r a ( ), . doi . / - - -
Titaley, C. R., oh, P. C., Prasetyo, S., Ariawan, I., Shankar, A. H. (2 ). Socio-economic factors and use of maternal health services are associated with delayed initiation
and non-exclusive breas eeding in Indonesia secondary analysis of Indonesia Demographic and Health Surveys 2 2/2 and 2 . ia ac lin Nutr ( ), - . doi
. /apjcn.2 .2 . .

29 2
30
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
The Power of the First Hour Breas eeding Saves ives. (2 ) (pp. ) Save the Children.
Basrowi, R. W., et al. (2 ). Bene ts of a Dedicated Breas eeding Facility and Support Program for Exclusive Breas eeding among Workers in Indonesia. Pediatr Gastroenterol
Hepatol Nutr (2) - .
Paramashanti, B. A., Hadi, H., Gunawan, I. M. (2 ). Timely initiation of breas eeding is associated with the practice of exclusive breas eeding in Indonesia. Asia Pac J Clin
Nutr, 2 (Suppl ), S 2-s . doi . /apjcn. 22 .s
Sari, . (2 ). ack of exclusive breas eeding among working mothers in Indonesia. Kesmas National Public Health Journal, (2), - .
World Health rgani ation (2 ). Spotlight on infant formula; coordinated global action needed. anc t , - .
Carlson, C. (2 ). Promoting Early and Exclusive Breas eeding. Retrieved ctober 2 , from h ps //www.mercycorps.org/articles/indonesia/promoting-early-and-
exclusive-breas eeding
Ng, C. S., Dibley, M. J., Agho, K. E. (2 2). Complementary feeding indicators and determinants of poor feeding practices in Indonesia a secondary analysis of 2
Demographic and Health Survey data. Public Health Nutr, ( ), 2 - . doi . /s 2
Fahmida, U., et al. (2 ). Complementary feeding recommendations based on locally available foods in Indonesia. Food Nutr Bull ( Suppl) S - .
Roshita, A., et al. (2 ). Child-care and feeding practices of urban middle class working and non-working Indonesian mothers a ualitative study of the socio-economic and
cultural environment. Maternal and Child Nutrition ( ) 2 - .
Blaney, S., et al. (2 ). Feeding practices among Indonesian children above six months of age a literature review on their magnitude and uality (part ). Asia Pac J Clin Nutr
( ) -2 .
White, S., et al. (2 ). Can gossip change nutrition behaviour Results of a mass media and community-based intervention trial in East Java, Indonesia. Trop Med Int Health
( ) - .
Muslihah, N., et al. (2 ). Complementary food supplementation with a small- uantity of lipid-based nutrient supplements prevents stunting in - 2-month-old infants in rural
West Madura Island, Indonesia. Asia Pac J Clin Nutr, 2 (Suppl ), S -s 2. doi . /apjcn. 22 .s
UNICEF East Asia (2 ). E uity in Public Financing of Water, Sanitation and Hygiene (WASH) Indonesia 2.
Agustina, R., et al. (2 ). Association of food-hygiene practices and diarrhea prevalence among Indonesian young childrem from low socioeconomic urban areas. BMC Public
Health ( ) 2.
Marjadi, B. and M. . Mc aws (2 ). Hand hygiene in rural Indonesian healthcare workers barriers beyond sinks, hand rubs and in-service training. Journal of Hospital
Infection ( ) 2 -2 .
Helmi ar, H., et al. (2 ). ocal food supplementation and psychosocial stimulation improve linear growth and cognitive development among Indonesian infants aged to
months. Asia Pac J Clin Nutr, 2 ( ), - . doi . /apjcn. 2 .
IMA World Health. Final Report NNCC Model and essons earned (2 -2 ).
MCA Indonesia (2 , Feb ). i i inggi r ta i ri a an na . Retrieved from h ps //www.youtube.com/watch v S Bm D kM
We Are Social Singapore. (2 ). Digital in 2 Global verview. Retrieved from h ps //www.slideshare.net/wearesocialsg/digital-in-2 -global-overview/ 2
Statistics Indonesia - Badan Pusat Statistik - BPS, National Population and Family Planning Board - BKKBN/Indonesia, Kementerian Kesehatan - Kemenkes - Ministry of Health/
Indonesia, and ICF International (2 ). Preliminary indicator report. Jakarta, Indonesia BPS, BKKBN, Kemenkes, and ICF International.
Statistics Indonesia - Badan Pusat Statistik - BPS, National Population and Family Planning Board - BKKBN/Indonesia, Kementerian Kesehatan - Kemenkes - Ministry of Health/
Indonesia, and ICF International (2 ). Indonesia Demographic and Health Survey 2 2. Jakarta, Indonesia BPS, BKKBN, Kemenkes, and ICF International.
UNICEF (2 2). Aceh Province and Nias Island Demographic and Health Survey Data Report 2 , UNICEF, BPS and Macro International.
Indonesia Ministry of National Development Planning and the United Nations Children s Fund (2 ). SDG Baseline Report on Children in Indonesia. Jakarta BAPPENAS and
UNICEF
ndiks
Penilaian Materi Komunikasi
Berikut adalah temuan dari penilaian yang dilakukan oleh Alive Thrive atas materi-materi
komunikasi yang ada tentang stunting. Penilaian dibuat dari sudut pandang komunikasi dengan
analisis yang ditekankan bukan pada konten tapi pada kejelasan dan konsistensi dari komunikasi, juga
daya tarik dari kampanye. Analisis terutama berfokus pada Kampanye dan Komunikasi Gi i Nasional
yang dilakukan oleh IMA WorldHealth sebagai kampanye SBCC paling menonjol yang diidenti kasi.

Penilaian didasarkan pada informasi dari sumber-sumber berikut ini

■ aporan dari analisis konten materi komunikasi untuk pendidikan dan perkembangan anak
usia dini yang disusun oleh UNICEF dan Bappenas.
■ Kampanye dan Komunikasi Gi i Nasional (NNCC) yang dilaksanakan oleh IMA World Health
dan Millennium Challenge Account Indonesia.
■ Kampanye Isi Piringku tentang stunting yang baru saja diluncurkan oleh Kementerian 31
Kesehatan.
■ Analisis praktik-praktik MI CN di Indonesia oleh Alive Thrive (2 ).

at ri nikasi agi ndidikan dan rk angan nak sia Dini

Diambil dari laporan berjudul ont nt nal i o o unication at rial or arl il oo


lop nt ( ) (Analisis Konten Materi Komunikasi untuk Perkembangan Anak Usia Dini), yang
disusun oleh UNICEF dan Bappenas.

aporan tersebut memuat hasil analisis materi ECD dan materi IED yang diperoleh dari
beberapa organisasi seperti Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN),
Program Keluarga Harapan (PKH), Sekretariat SUN, Kementerian
Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi,
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak, dan Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan (Kemenko PMK).

Sorotan ighlight

Sebagian besar dari materi dalam program ECD diperuntukkan


bagi para orangtua sebagai sasaran. Topik yang dibahas
Gambar –Materi ECD yg Menyebutkan
mencakup pengasuhan anak, perilaku yang sehat, 1000 hari, Stunting
perkembangan anak, gi i, layanan antenatal, perawatan balita,
sanitasi, kesehatan dan pendidikan.

Istilah stunting hanya disebutkan dalam materi yang ada di Gambar . Beberapa materi ECD
menyebutkan mengenai gi i antenatal dan pemberian ASI eksklusif

■ Program Stimulasi Deteksi Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) Anak dari Kementerian
Kesehatan:

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Asupan gi i ibu hamil, terutama selama trimester terakhir kehamilan, akan
mempengaruhi pertumbuhan janin. Untuk pertumbuhan dan perkembangan yang baik
diperlukan asupan makanan yang memadai
Pemberian ASI eksklusif untuk bulan pertama, makanan pendamping ASI yang sesuai
umur, imunisasi sesuai jadwal dan pengasuhan anak yang tepat.
■ BKKBN
“Untuk menjamin kesehatan dan pertumbuhan yang baik, ibu hamil harus tetap sehat,
memberi ASI eksklusif, mempraktikkan gaya hidup sehat, memperoleh nutrisi yang
seimbang dan memberi anak imunisasi sedini mungkin
Penjelasan mengenai hari pertama juga dicantumkan dalam materi KIE.

■ Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


“1000 hari pertama adalah peluang emas untuk memperoleh anak yang sehat dan
cerdas di kemudian hari. Selama hari pertama, gi i adalah fokus utama. Bila asupan
32 gi i tidak memadai, maka plastisitas dan kapasitas fungsional yang ada pada janin akan
hilang
■ BKKBN
hari pertama mencakup 2 hari selama kehamilan dan hari sejak lahir
hingga anak berusia 2 tahun
Target untuk hari pertama ibu hamil, ibu menyusui dan bayi/anak berusia -2
bulan
Apa yang terjadi selama periode hari Perkembangan otak, pertumbuhan sik,
perkembangan metabolisme dan sistem imun yang memadai
Dampak jangka panjang dari kekurangan gi i mencakup stunting (perawakan pendek
karena kurang gi i)
“1000 hari pertama adalah peluang emas untuk
mengembangkan sumber daya manusia yang
berkualitas
Melalui pelaksanaan program hari pertama,
anak akan tumbuh sehat, cerdas dan berkualitas
Temuan kunci mencakup:

■ Pesan-pesan mengenai ECD mayoritas berfokus pada


pengasuhan anak dan perilaku yang sehat (program
ECD), layanan antenatal dan gi i (tumbuh kembang anak
usia dini secara umum). Gambar 2 – Materi KIE g Gaya Hidup Sehat

■ Sebagian besar pesan mengenai ECD disampaikan


menggunakan tema keluarga sehat .
■ Pesan kebanyakan berfokus pada APA yang perlu dilakukan tanpa memberi saran konkrit
terkait perilaku BAGAIMANA melakukan yang disarankan.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Pesan mengenai stunting tidak disampaikan secara
konsisten dan kata stunting hanya disebutkan satu kali.
■ Beberapa materi berisi informasi yang tidak akurat.
a an dan nikasi i i asi nal NN

NNCC adalah program Perubahan Sosial dan Perilaku (SBCC)


yang didanai oleh MCAI dan dilaksanakan oleh IMA WorldHealth
Indonesia.

Pesan-pesan Kampanye Media Massa – Di tahun 2 dan 2 ,


kampanye media massa NNCC berfokus pada dua bidang utama
keterlibatan keluarga di waktu pemberian makan bayi dan gi i
yang tepat, serta penggunaan jamban yang tepat. Kampanye
mengusung dua tema Pemberian Makanan Pendamping (Terus
Ajak Anak Makan) dan Sanitasi (Sekarang Jamannya Jamban
Sehat). Tema Memperoleh Asupan Nutrisi Tinggi.
33
Pro
Gambar – Poster g Pemberian Makanan
Pendamping
Nilai produksi dari semua materi sangat bagus.
Tiap bagian dari kampanye media massa menyampaikan satu pesan dengan sangat jelas.
Sebagai kampanye SBCC, tampilan dan kesan yang disampaikan semua materi sangat
seragam sehingga memberi efek sinergis.
ideo pelatihan komunikasi antar pribadi dan materi cetak penduduk menjadi alat bantu
yang baik bagi konselor dan pelatih di tingkat masyarakat
Kontra

Penggunaan televisi berskala nasional untuk menjangkau hanya kabupaten/kota.


Walaupun biaya-per-seribu orang yang dijangkau e sien, tapi sepertinya merupakan
pemborosan bila semua unsur dari kampanye SBCC tidak diterapkan secara nasional.
Walaupun berfokus pada stunting, dalam kampanye media massa ini tidak dijelaskan
apa itu stunting, apa penyebabnya dan bagaimana pencegahannya. Ini adalah peluang
baik yang terhilang yang sesungguhnya dapat dipakai untuk menciptakan kesadaran,
tidak hanya di kabupaten/kota sasaran, tapi bahkan di tingkat nasional.
Walaupun didasarkan pada konsep hari pertama, kampanye media ini tidak
menjelaskan apa arti konsep tersebut, satu lagi kesempatan hilang untuk menciptakan
kesadaran di tingkat nasional.
Sejak Desember 2 , NNCC menggeser fokus kampanye media massa mereka ke upaya menciptakan
kesadaran mengenai stunting dan pentingnya hari pertama.

Televisi dan kampanye secara daring memuat kesaksian dari tokoh dan pribadi yang berpengaruh
seperti Wakil Presiden Republik Indonesia, Ketua Persatuan Ahli Gi i Indonesia, dan Ketua Fatayat NU.
Tema kampanye adalah Cegah Stunting, Itu Penting

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Pro

Fokus kampanye bergeser ke stunting.


Pemakaian tokoh dan pribadi yang berpengaruh membuat pesan lebih terpercaya.
Tema kampanye menyorot pentingnya mencegah stunting
Cons

Tampilan dan kesan yang diperoleh berbeda dari kampanye sebelumnya, sehingga efek
sinergis yang telah tercipta hilang.
Beberapa spot berisi beberapa pesan sehingga membingungkan.
Pesan mengenai stunting antara satu T spot dan lainnya sangat tidak konsisten.
Penjelasan mengenai penyebab stunting dan solusi yang memungkinkan tidak ada.
Efek stunting dikaitkan dengan tinggi badan sedangkan pengaruhnya pada otak hampir
tidak disebutkan.
34
Penggunaan istilah kerdil/kekerdilan dalam salah satu T spot tidak tepat dan
membingungkan.
Terjadi kerancuan antara istilah malnutrisi kronis dan stunting.

a an St nting Isi iringk

Kementerian Kesehatan baru-baru ini meluncurkan kampanye


stunting yang terpisah yang terdiri dari dua rangkaian poster yang
berbeda. Satu rangkaian menjelaskan mengenai stunting dan
rangkaian lainnya memberi ilustrasi mengenai diet seimbang.

Poster Stunting - Poster menekankan pada tinggi badan sebagai


indikator stunting, menyebutkan beberapa komponen gi i seperti
praktek pengasuhan (pemberian ASI dan imunisasi) dan sanitasi
(air bersih, mencuci tangan dan menggunakan jamban). Slogan
Cegah Stunting, Itu Penting. Di bagian bawah tertulis Cukupi gi i,
engkapi Imunisasi dan Perbaiki Sanitasi.

Pro

isualisasi yang diberikan mudah dimengerti..


con di bagian samping mudah dikenal.
Gambar – Poster g Stunting
Penggunaan kata stunting dalam judul.
Kontra

Penjelasan mengenai stunting hanya mengacu pada anak-anak yang berukuran kecil dari
segi tinggi badan, tapi tidak menjelaskan isu lain terkait dengan stunting yang mungkin
relevan bagi orangtua.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
Istilah kerdil untuk anak yang mengalami stunting
dapat menimbulkan kerancuan istilah.
Poster mencantumkan kata-kata hari pertama
tapi tidak memberi banyak penjelasan mengenai
artinya. Kata-kata ini hanyalah mengalihkan
perhatian yang sedianya diperuntukkan bagi pesan
utama dan dalam konteks ini tidaklah relevan.
Poster Isi Piringku – Poster menggambarkan sebuah piring dengan
beberapa bagian berwarna yang mewakili empat kelompok
bahan makanan buah, sayur, umbi dan sumber protein. Poster
juga menyampaikan pesan sekunder melalui ilustrasi tiga hal
yang berkaitan dengan gi i mencuci tangan, kegiatan sik dan
air minum. Poster juga mengindikasikan proporsi tiap kelompok
bahan makanan yang dianjurkan..

Pro Gambar – Poster daerah Isi Piringku


35
isualisasi yang diberikan menarik dan mudah dimengerti.
Judul poster sederhana dan mudah diingat.
con di bagian samping mudah dimengerti.
Poster menyajikan pedoman nasional dan mengadaptasikannya ke berbagai wilayah.
Didasarkan pada panduan makan yang spesi k untuk Indonesia.
Kontra:

Isi Piringku awalnya tidak dirancang untuk kampanye mengenai stunting melainkan
merupakan kampanye mengenai gaya hidup dan diet sehat yang telah berlangsung.
Kampanye hanya berisi pesan edukasi mengenai diet bergi i.
Selain rancangan poster yang mirip, tidak ada penjelasan visual ataupun tertulis yang
mengaitkan poster dengan kampanye stunting.
Uraian mengenai porsi yang dianjurkan untuk tiap kelompok bahan makanan
membingungkan, menggunakan pecahan yang sulit dimengerti.
Uraian mengenai makan siang dalam poster daerah yang mencantumkan kalori dan
porsi dalam gram mungkin tidak dimengerti oleh orang kebanyakan.
Tidak ada indikasi kelompok usia sehingga dapat membingungkan orang karena tidak
menggambarkan porsi piring makan untuk kelompok usia yang berbeda.
Tidak ada seruan untuk bertindak.
Walaupun merupakan bagian dari kampanye yang sama, poster stunting dan Isi Piringku masing-
masing nampak berdiri sendiri yang tidak sejalan dengan tujuan untuk melakukan kampanye terpadu.

si lan

■ Jelas perlu dikembangkan seperangkat panduan agar semua upaya komunikasi dapat
menyampaikan informasi yang konsisten dan akurat.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Walaupun stunting merupakan masalah utama di Indonesia, dan kurangnya kesadaran
mengenai hal ini adalah salah satu temuan kunci dari beberapa penelitian tentang stunting,
hingga saat ini belum ada kampanye yang membahas topik ini dengan tepat.
■ Satu-satunya upaya komunikasi untuk perubahan perilaku yang menyeluruh dilakukan
oleh IMA WorldHealth di tahun 2 -2 tapi berhubung bukti statistik mengenai kinerja
program tidak tersedia saat ini, sulit untuk menetapkan efektivitas dari program tersebut.
■ Kampanye baru mengenai stunting yang dimulai di bulan Desember 2 oleh IMA
WorlHealth adalah langkah ke arah yang tepat, walaupun sesungguhnya kampanye itu perlu
dilaksanakan sebelum memulai program SBCC.
■ Berbagai kampanye yang sedang berlangsung, dengan beragam arah dan informasi yang
tidak akurat, menekankan perlunya menciptakan konsensus bagaimana menurunkan
stunting, berkoordinasi dan berbicara dengan satu suara di semua lini. .

36

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
ndiks
Proses mencapai sasaran advokasi
Setelah Sasaran Advokasi ditetapkan, sasaran dapat dicapai melalui proses berikut ini yang terdiri dari
empat bagian:

EĂƟŽŶĂůƐƐĞŵďůLJ ^ĐŝĞŶƟĮĐ
'ŽǀĞƌŶŵĞŶƚŐĞŶĐŝĞƐ ^ĐŝĞŶƟĮĐ
DŝŶŝƐƚƌŝĞƐ ^ŽĐŝŽͲƵůƚƵƌĂů
;ƵƌƌĞŶƚ^ƚĂƚƵƐͿ
DƵůƟͲůĂƚĞƌĂů
KƌŐĂŶŝnjĂƟŽŶ /ŶƚĞƌŶĂƟŽŶĂů^ƚĂƚƵƐ
/E'KƐ ^d>/^, s>KW
DĞĚŝĂŐĞŶĐŝĞƐ Θ^h^d/E s/E
WZdEZ^,/W ^

sKz
'K>
37
h/> s>KW
KEE^h^ D^^'^Θ
DdZ/>^
ĚǀŽĐĂĐLJ ^ƚƌĂƚĞŐŝĐ
DĞĞƟŶŐΘ ŽŵŵƵŶŝĐĂƟŽŶ
tŽƌŬƐŚŽƉƐ
WŽůŝĐLJƌŝĞĨƐ
&ŝŶĚĂŶĚĞƉůŽLJ
ŚĂŵƉŝŽŶƐ DĞĚŝĂŶŐĂŐĞŵĞŶƚ

Gambar 1. Pro e Perubahan Kebi a an

. BENTUK DAN PERTAHANKAN KEMITRAAN. Tiap mitra membawa sumber dayanya sendiri yang
dapat disumbangkan untuk memajukan agenda advokasi. .

Jaringan advokasi yang ada di Indonesia

■ Jaringan dan Pokja SUN


■ Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA)
■ rganisasi profesi
■ Jaringan ING (contoh Aliansi rganisasi Masyarakat SUN)
■ Organisasi agama
■ embaga media
■ Jaringan akademis
■ Serikat Pekerja
Rekomendasi mencakup

■ Identi kasi moderator atau koordinator utama untuk strategi Advokasi.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Identi kasi kemitraan yang berpotensi untuk advokasi di tingkat sub-nasional (contoh
dengan Kemendagri, atau lainnya seperti Asosiasi Bupati bila ada).
■ Revitalisasi jaringan kemitraan yang ada untuk koordinasi upaya Advokasi (contoh Pokja
Advokasi SUN).
■ Selenggarakan pertemuan koordinasi advokasi gi i rutin dengan pemangku kepentingan dan
in uencer kunci.
■ Buat dan selalu perbaharui da ar pihak yang dapat dikontak untuk mendukung
penjangkauan seputar tolok ukur utama (contoh Stunting Summit, Pekan ASI Sedunia, Bulan
Gi i, hari libur nasional yang relevan)
2. KUMPU KAN BUKTI SEBAGAI DASAR. Selain studi yang telah dianjurkan terdahulu, penelitian di
bidang ekonomi dapat turut memandu keputusan mengenai kebijakan yang memiliki implikasi
dana (misalnya menambah durasi cuti bersalin). Penelitian formatif dapat menunjukkan ham-
batan utama yang dihadapi dalam upaya memperbaiki praktik pemberian makan.

Berikut ini adalah contoh studi atau sumber data di Indonesia


38
■ Survei nasional tentang praktik gi i saat ini dan prevalensi stunting (Riskesdas, SDKI).
■ cono ic o t o Not r a ing in n on ia (Biaya Ekonomi dari Tidak Menyusui di
Indonesia) oleh Universitas Padjadjaran di tahun 2 .
■ Studi pembiayaan dari perpanjangan cuti bersalin berbayar hingga enam bulan (juga oleh
Universitas Padjadjaran di tahun 2 ).
■ Scan media yang menunjukkan pemasaran produk pengganti ASI yang tidak tepat di negara-
negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia (2 ).
■ Data mengenai Indonesia dalam database global seperti NutriDash (UNICEF) dan the Global
Nutrition Report.
■ Studi mengenai dampak dari bantuan tunai bersyarat pada kesehatan dan gi i.
■ Studi yang dianjurkan mencakup
■ Studi pembiayaan untuk memandu keputusan anggaran di tingkat kabupaten/kota.
. KEMBANGKAN PESAN DAN MATERI ANG ME AKINKAN, TEPAT SASARAN DAN TERUJI. Pesan
yang konsisten dan persuasif dari semua mitra akan lebih diingat dan dipercaya. Materi dan
pesan advokasi harus menjawab kebutuhan pembuat kebijakan dan disampaikan dalam bentuk
yang diinginkan. Keterlibatan media secara terus-menerus untuk menyampaikan kisah mengenai
dampak kebijakan atau program juga sangat penting.

Contoh-contoh kerangka pesan yang efektif dalam advokasi gi i di Asia Tenggara mencakup

■ Berinvestasi dalam manusia sebagai aset dan dalam sumber daya manusia.
■ Menekankan tema kewarganegaraan, agama atau budaya – contoh menyusui dianjurkan
dalam uran.
■ Mengacu pada komitmen global – sebagai contoh kemajuan Indonesia dalam mencapai
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang berkaitan dengan gi i.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA
■ Mengacu pada pertumbuhan dan status kepemimpinan Indonesia sebagai negara.
Contoh-contoh kegiatan mencakup

■ Develop and test messages in support of each advocacy goal and objective, taking into
Mengembangkan dan menguji pesan-pesan untuk mendukung tiap sasaran dan tujuan
advokasi, dengan mempertimbangkan penyesuaian pesan berdasarkan kelompok sasaran.
■ Menyusun ringkasan kebijakan (polic ri ) mengenai topik-topik kunci, beserta
presentasi yang mendukung dan disesuaikan dengan kelompok sasaran yang spesi k untuk
disampaikan pada berbagai pertemuan dan acara.
■ Mengembangkan perangkat Pahlawan ( a pion tool it) beserta pesan-pesan kunci dan
poin-poin pokok pembicaraan.
■ Memproduksi materi motivasi berkualitas tinggi untuk mengilhami tindakan (contoh video,
pesan dari Presiden, dll.)
. MEMBANGUN K NSENSUS. Membangun konsensus berarti pertemuan dengan pembuat kebi-
jakan, presentasi dalam pertemuan besar maupun kecil ataupun dalam acara khusus advokasi 39
nasional serta daerah, partisipasi dalam kelompok kerja, lokakarya ilmiah, dan pelatihan para
pahlawan mengenai keterampilan penurunan stunting dan penyampaian pesan yang efektif..

Contoh peluang untuk membangun konsensus di Indonesia mencakup

■ Pertemuan Puncak ( Su it ) atau ootca p mengenai Stunting atau Gi i.


■ Rapat kelompok kerja SUN.
■ Perekrutan pahlawan, pelatihan dan aktivasi untuk memastikan para pahlawan
menggunakan pengaruh mereka untuk menyampaikan pesan advokasi yang konsisten
(putaran terakhir dilaksanakan di tahun 2 ).
■ Acara yang diadakan asosiasi medis.
■ Acara advokasi global (contoh Pekan ASI Sedunia di Indonesia, Bulan Gi i).
■ Keterlibatan Dewan Perwakilan Rakyat (contoh Seminar dengan anggota DPR).
■ Strategi dan kegiatan yang melibatkan media.
■ Keterlibatan dan kegiatan media sosial.
Advokasi membantu menjadikan penurunan stunting sebagai prioritas. Terlepas dari itu, perubahan
perilaku tetap perlu didorong dengan berfokus pada tindakan yang perlu diambil oleh ibu, keluarga,
majikan, masyarakat dan pihak-pihak lain demi mencapai penurunan stunting dan mendukung praktik
MIYCN.

PETA JALAN UNTUK MENGEMBANGKAN STRATEGI ADVOKASI DAN KOMUNIKASI UNTUK PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK MENGURANGI STUNTING DI INDONESIA

Anda mungkin juga menyukai