SENSOR ARUS
Disusun Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ka. Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri
UNISSULA
Dedi Nugroho, ST, MT
LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI
MOTTO :
Awal – awal agama adalah mengenal Allah SWT (Sabda rosululloh SAW)
Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya, akan diazab Allah 500
Pengalaman adalah guru yang paling keras, tetapi juga yang paling
berharga.
PERSEMBAHAN :
kusayangi.
inspirasi dan senantiasa dikala suka dan duka selalu ada untukku.
Sahabatku di camp Seruni (Ria, Evi, Erma), semoga kebersamaan kita
berharga.
KATA PENGANTAR
BISMILLAHIRROHMANIRROHIM.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Tugas Akhir dengan judul “ Pembatas Daya Otomatis dengan Sensor Arus”.
Berkat dorongan dan bimbingan berbagai pihak maka laporan ini dapat
terselesaikan, oleh karena itu penyusun mengucapkan puji syukur dan terima
3. Bapak Agus Suprayitno, ST, MT, selaku dosen pembimbing I yang telah
5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan Staf Fakultas Teknologi Industri
Unissula.
6. Bapak, Ibu, dan Mama tercinta yang selalu mendorong dan berdoa untuk
keberhasilan saya.
7. Sahabatku di camp Seruni (Ria, Evi, Erma), semoga kebersamaan kita
10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moral maupun
Penyusun menyadari bahwa Laporan ini jauh dari sempurna serta masih
banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun akan senang hati menerima segala
Penyusun
ABSTRAKSI
Alat Pembatas Daya otomatis dengan sensor arus merupakan suatu alat yang
berfungsi sebagai pengaman energi listrik, dimana alat ini akan bekerja
mendeteksi naik turunya arus listrik.
Karena penggunaan energi listrik yang kadang tidak terkontrol, sehingga
sangat berpengaruh sekali dengan naik turunya arus, hal ini membuat penyusun
mengeluarkan ide untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk meningkatkan
pengamanan, penulis mencoba merancang, merealisasikan, dan membuat suatu
alat yang dapat memutus aliran arus listrik apabila terdapat arus lebih secara
otomatis, yaitu berupa Pembatas Daya otomatis.
Pada dasarnya alat ini dibuat untuk memutuskan secara otomatis aliran
listrik bila ada beban lebih, dan setelah kita mengurangi beban yang ada maka
secara otomatis arus listrik kembali normal.
DAFTAR ISI
Halaman Sampul i
Halaman Judul ii
Halaman Pengesahan Pembimbing iii
Halaman Pengesahan Penguji iv
Abstraksi v
Motto dan Persembahan vi
Halaman Kata Pengantar vii
Halaman Daftar Isi viii
Halaman Daftar Tabel xi
Halaman Daftar Gambar xii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Perumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan Laporan 2
1.4 Metode Penyusunan Laporan 2
1.5 Pembatasan Masalah 3
1.6 Sistematika Penulisan Laporan 3
Bab II Landasan Teori 4
2.1 Power Supply 4
2.1.1 Transformator 4
2.2 Dioda 7
2.2.1 Forward Bias 8
2.2.2 Reverse Bias 9
2.2.3 Dioda Sebagai Penyearah Jembatan 10
2.2.4 Dioda Zener 11
2.3 Penyearah Jembatan 12
2.3.1 Penyearah Jembatan Dengan Filter Kapasitor 14
2.4 Transistor 16
2.4.1 Daerah Kerja Transistor 17
2.4.2 Transistor Sebagai Saklar 18
2.5 Relay 21
2.6 Penguat Operasional 23
2.6.1 Penguat Non-Inverting 24
2.6.2 Penguat Inverting 25
2.6.3 Pengikut Tegangan 25
2.6.4 Komparator 26
2.7 Beban 27
2.7.1 Beban Induktif 27
2.7.2 Beban Kapasitif 28
2.7.3 Beban Paralel 30
2.8 Daya Listrik Arus Bolak – Balik 30
2.9 Faktor Daya 32
2.10 Multivibrator 32
2.10.1 Multivibrator Monostabil 32
2.10.2 Multivibrator Astabil 33
2.10.3 Penundaan Waktu Daya Hidup 34
2.11 Semikonduktor 36
2.11.1 Struktur Atom 36
2.11.2 Level Energi 37
2.11.3 Kristal 39
2.11.4 Doping 40
2.11.4.1 Semikonduktor Tipe-N 41
2.11.4.2 Semikonduktor Tipe –P 42
2.12 Juntion PN 43
2.12.1 Juntion PN Transistor 45
2.12.2 Pasangan Darlington 46
2.13 Penyearah Gelombang Penuh 47
2.13.1 Ripple Output 48
2.13.2 Faktor Ripple 49
2.13.3 Filter Input Kapasitor 49
2.14 Teori Dasar Penguat Operasional 51
2.14.1 Penguat Deferensial sebagai dasar Op-Amp 52
2.14.2 Penguat Operasional 54
2.14.3 Karakteristik Ideal Op-Amp 54
2.14.5 Implementasi O-Amp 58
2.14.6 Pengikut Tegangan 60
2.14.7 Penguat Penjumlah 61
Bab III Perancangan Sistem Kerja Alat 63
3.1 Perancangan Secara Umum 63
3.1.1 Susunan Diagram Blok 63
3.1.2 Diagram Blok Pembatas Daya g Otomatis 63
3.1.3 Cara Kerja Pembatas Daya Otomatis 64
3.1.3.1 Cara Kerja Diagram Blok sumber
Daya Beban 64
3.1.3.2 Cara Kerja Diagram Blok
Rangkaian Kontrol 65
3.2 Perancangan Alat 66
3.2.1 Perancangan Rangkaian Kontrol Pada
Kondisi Aktif 66
3.2.1.1 Rangkaian Penyearah 66
3.2.1.2 Rangkaian Pembanding 68
3.2.1.3 Rangkaian Monostabil 70
3.2.1.4 Rangkaian Relay Driver 71
3.2.1.5 Rangkaian Relay 73
3.2.1.6 Beban 74
3.2.2 Perancangan Rangkaian Kontrol Pada
Kondisi Mati 74
3.2.2.1 Rangkaian Penyearah 74
3.2.2.2 Rangkaian Pembanding 76
3.2.2.3 Rangkaian Monostabil 78
3.2.2.4 Rangkaian Relay Driver 79
3.2.2.5 Rangkaian Relay 81
3.2.2.6 Beban 82
3.2.3 Perancangan Cara Kerja
Pembatas Daya Otomatis 82
3.2.3.1 Perancangan Rangkaian Power Supply 84
Bab IV Pengukuran Pembatas Daya Otomatis 85
4.1 Pengukuran secara Umum 85
4.2 Pengukuran Setiap Bagian Alat 85
4.2.1 Pengukuran Rangkaian Kontrol Pada
Kondisi Aktif 87
4.2.1.1 Pengukuran Pada Arus dan beban
Maximum 87
4.2.1.2 Pengukuran Pada Arus Trafo 88
4.2.1.3 Pengukuran Rangkaian Penyearah 89
4.2.1.4 Pengukuran Rangkaian Pembagi
Tegangan dan Regulator 90
4.2.1.5 Pengukuran Rangkaian
tegangan Referensi 92
4.2.1.6 Pengukuran Rangkaian
Pembagi Tegangan 93
4.2.1.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver 94
4.2.2 Pengukuran Rangkaian Kontrol pada
Kondisi Mati 95
4.2.2.1 Pengukuran Pada Arus dan
beban Maximum 95
4.2.2.2 Pengukuran Pada Arus Trafo 96
4.2.2.3 Pengukuran Rangkaian Penyearah 98
4.2.2.4 Pengukuran Rangkaian Pembagi
Tegangan dan Regulator 99
4.2.2.5 Pengukuran Rangkaian
tegangan Referensi 101
4.2.2.6 Pengukuran Rangkaian
Pembagi Tegangan 102
4.2.2.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver 103
4.2.2.8 Pengukuran pada Catu Daya 104
4.2.2.9 Pengukuran Sinyal 105
4.3 Analisa Rangkaian Kontrol pada saat Kondisi
Beban Lebih 108
4.4 Analisa Perbandingan Perhitungan dan Pengukuran 107
Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lembar Jawaban Penguji
DAFTAR TABEL
TABEL
4.1 Data hasil pengukuran arus dan beban maximum 60
4.15 Data hasil pengukuran arus dan beban diatas 600 Watt 69
2.1.1. Transformator
Transformator adalah alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah
energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain
melalui gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.
1. Transformator Tegangan
Pada dasarnya suatu transformator terdiri dari dua atau lebih kumparan yang
dihubungkan oleh medan magnetik bersama. Bila satu diantara kumparan ini,
yang primer, dihubungkan dengan sumber tegangan AC akan ditimbulkan Fluks
bolak–balik yang amplitudonya bergantung pada tegangan primer dan jumlah
lilitan. Fluks bersama akan menghubungkan kumparan yang lain, yang sekunder,
dan akan menginduksikan tegangan di dalamnya yang nilainya bergantung pada
jumlah lilitan sekunder.
Di dalam bidang elektronika trafo banyak digunakan antara lain untuk:
1. Gandengan impedansi (input impedance) antara sumber dan beban.
2. Menaikkan atau menurunkan tegangan AC.
Transformator juga secara luas digunakan dalam rangkaian elektronik dan
kontrol berdaya rendah dan berarus rendah untuk melakukan fungsi seperti
penyesuaian impedansi suatu sumber dan bebannya untuk pemindahan daya
secara maksimal, mengisolasikan suatu rangkaian dari yang lain, atau mengisolir
arus searah sementara mempertahankan kontinuitas ac antara dua rangkaian.
Hukum dasar transformator (Hukum Faraday):
Fluksi yang dihasilkan oleh kumparan primer akan menghasilkan tegangan
induksi.
d
GGL disisi primer ei = -NI
dt
t = max . sin t …………………………………………....(2-1)
NI . max . sin t
Maka ei =
dt
= -NI . . max . cos t
= NI . . max . sin (t - /2)………………………....…….(2-2)
GGL max . I = NI . . max
E1= 4,44 . N1 . f . max
E2= 4,44 . N2 . f. max
V1 N1 I2 E1
= = = =
V2 N2 I1 E2
………………………………..(2-3)
Keterangan:
= Fluks magnetik N2 = Kumparan sisi sekunder
= Omega V1 = Tegangan sisi primer
f = Frekuensi V2 = Tegangan sisi sekunder
N1 = Kumparan sisi primer
2. Transformator Arus
Transformator arus berfungsi untuk menurunkan arus besar atau tinggi
pada tegangan exstra tinggi , tegangan tinggi, menengah, rendah menjadi
arus kecil pada tegangan rendah yang biasa disebut arus sekunder. Pada
umumnya arus nominal dari arus sekunder adalah 5 Ampere atau 1 Ampere.
Rugi-rugi transformator tembaga adalah kerugian daya dalam gulungan
primer, dan sekunder, sehingga dapat dihitung dengan rumus :
I 2 R p I 22 s Rs ............................................................................(2-4)
Keterangan :
Ip = arus primer
Is = arus sekunder
Rp = perlawanan gulungan primer
Rs = perlawanan gulungan sekunder
Prinsip kerja transformator:
Bila V1 diberi tegangan yang sinusoida maka akan mengalir I 1 yang sinusoida
pula, sehingga fluks yang dihasilkan juga sinusoida yaitu sebesar m (t) = max .
sin t.
Bagian utama transformator:
a. Inti Besi
Inti besi berfungsi sebagai jalannya fluks magnet.
Bahan dibuat dari feromagnetik.
Inti besi tersebut dibuat berlapis dengan maksud:
- untuk menghindari panas
- untuk menghindari arus pusar
Tujuannya untuk mengurangi rugi–rugi pada trafo.
b. Kumparan Tembaga
Kumparan tembaga berfungsi sebagai jalannya arus listrik.
Dioda
Dioda adalah komponen elektronik yang terbuat dari bahan
semikonduktor (setengah penghantar), dimana untuk mengaktifkan komponen ini
diperlukan sumber tegangan tertentu yang besarnya tergantung atas bahannya
(untuk germanium 0,2V - 0,4V dan untuk silikon 0,6V - 0,8V). Dioda pada
dasarnya digunakan sebagai penyearah karena dapat digunakan dengan mudah
mengalirkan arus dalam satu arah (forward bias), akan tetapi menahan dalam arah
berlawanan (reverse bias).
Gambar 2.4 (a) Rangkaian Dioda; (b) Kurva Forward; (c) Resistansi Bulk; (d) Arus Forward
Jika dibias reverse, dioda mempunyai arus-arus reverse yang kecil. Satu
cara untuk memperkirakan pentingnya arus ini adalah dengan resistansi reverse
dioda :
RB = VR / IR.……………………………….…………………….. (2.7)
2.2.3 Dioda Sebagai Penyearah Jembatan
Walaupun transformator dengan center tap memberikan isolasi maupun
rangkaian yang sederhana untuk implementasi penyearah gelombang penuh, pada
prakteknya sukar sekali untuk menempatkan tap tersebut. Lagipula hanya
setengah dari lilitan sekunder yang dipakai selama setengah waktunya
Maka itu diperlukan jembatan yang merupakan penyearah gelombang
penuh yang menggunakan empat buah dioda. Pada penyearah yang disusun pada
setiap setengah gelombang keluaran yang berbeda akan bekerja masing-masing
dua buah dioda secara bergantian. Dua buah dioda yang dipasang deret akan
menahan tegangan terbalik maksimum pada masing-masing dioda.
dimana :
Ip = arus puncak
Vp = tegangan puncak
Rf = tahanan dalam dioda
RL = tahanan beban
Gambar 2.8 (a) Lambang dioda zener (b) Grafik I-V dioda zener
Pada daerah maju, dioda mulai menghantar pada tegangan sekitar 0,7 V,
seperti dioda silikon biasa. Pada daerah bocor (antara nol dan dadal) dioda hanya
mempunyai sedikit arus balik. Pada dioda zener, lengkungan di sekitar breakdown
berbentuk lutut yang sangat tajam, diikuti dengan lengkungan arus yang hampir
vertikal.
Gambar 2.9 menunjukkan output catu daya yang dihubungkan dengan resistor
seri dan dioda zener. Rangkaian ini digunakan untuk menghasilkan tegangan
output DC yang lebih kecil.
Penyearah Jembatan
Untuk mengubah daya bolak-balik agar diperoleh daya searah
diperlukan rangkaian penyearah. Untuk rangkaian penyearah ini menggunakan
dioda sebagai komponen utamanya. Rangkaian penyearah pada dasarnya terbagi
menjadi dua macam yaitu penyearah setengah gelombang dan penyearah
gelombang penuh. Suatu alat, seperti dioda semikonduktor, mengubah gelombang
masukan sinusoida (yang nilai rata-ratanya sama dengan nol) menjadi bentuk
gelombang searah (walaupun tidak tetap) dengan komponen rata-rata tak sama
dengan nol disebut suatu penyearah. Untuk mengubah daya bolak-balik agar
diperoleh daya searah diperlukan rangkaian penyearah.
Prinsip penyearah yang paling sederhana adalah penyearah sederhana
dimana transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan bolak-balik dari
jala-jala PLN pada kumparan primernya terdapat tegangan AC yang lebih
besar dari pada kumparan sekundernya.
Frekuensi gelombang penuh adalah dua kali frekuensi masukkan. Hal ini
sangat beralasan karena, sebua keluaran gelombang penuh mempunyai dua kali
sebanyak putaran yang dipunyai masukkan gelombang sinus. Persamaannya :
fout 2 fin ........................................................................... (2.10)
(b)
(c)
Gambar 2.13 (a) Rectifier jembatan dengan filter kapasitor (b) Masukan gelombang penuh
(c) Output gelombang penuh
2.4 Transistor
Transistor merupakan piranti elektronika dengan tiga terminal seperti yang
diperlihatkan oleh simbol rangkaian pada gambar 2.14. Transistor terbuat dari
bahan semi konduktor dasar yang kemudian diolah sehingga terbentuk bahan semi
konduktor jenis p dan n. Walaupun proses pembuatannya banyak, pada dasarnya
transistor merupakan tiga lapis gabungan kedua jenis bahan tersebut yaitu npn dan
pnp.
Transistor tipe NPN akan bekerja apabila junction basis emitor dibias
maju artinya apabila tegangan pada basis lebih positif dari pada tegangan emitor,
maka transistor akan melewatkan arus dari kolektor ke emitor (transistor
konduksi). Sebaliknya apabila tegangan pada basis diberi tegangan lebih
negative dari pada tegangan pada emitor, maka transistor tidak konduksi (cutt
of).
Transistor tipe PNP bekerja bila junction basis emitor dibias mundur
artinya bila tegangan pada basis lebih negative dari pada tegangan pada emitor,
maka transistor akan melewatkan arus dari emitor ke kolektor (transistor
konduksi). Sebalinya bila tegangan pada basis lebih positif dari pada emitor
maka transistor tidak konduksi.
Gambar 2.14. Simbol sirkit transistor
a. Simbol sirkit transistor npn
b. Simbol sirkit transistor pnp
Karakteristik operasi transistor menyatakan spesifikasinya, yang tidak
boleh dilampaui. Lembaran data memberikan nilai-nilai penting antara lain
adalah:
1. VCBO = tegangan bias transistor maksimum
2. VCEO = tegangan emitor kolektor maksimum
3. VEBO = tegangan basis emitor maksimum
(2.17)
VCE BVCEO .................................................................. (2.18)
Sedang pada daerah Saturasi didapatkan :
Transistor akan bekerja pada daerah jenuh jika sambungan kolektor basis
(VCB) dan sambungan basis – emitor (V BE) diberikan tegangan dengan bias maju
(forward bias). Pada daerah ini transistor dikatakan menghantar (sambungan CE
terhubung).
VCC
I C ( sat ) ................................................................. (2.19)
RC
I B I B ) sat ) ..................................................................... (2.20)
Gambar 2.18.
Daerah operasi
saklar
Transistor
sebagai saklar
mempunyai
prinsip kerja sebagai berikut :
Pada daerah jenuh transistor seakan-akan berfungsi sebagai suatu saklar
yang tertutup (ON), dan berada pada daerah sumbat (cut off) akan berfungsi
sebagai suatu saklar yang terbuka (OFF). Arus colektor IC dan arus basis IB yang
dibutuhkan dalam pengoperasian transistor adalah :
Vm
IB (mA), VBE diabaikan ….. (2.22)
RB
VCC VCE
IC (mA)…………………….. (2.23)
RC
Saat Vin = 0, yang berarti tidak ada sinyal masukan, transistor akan
tersumbat karena tidak ada arus yang mengalir ke emitor. Kondisi ini dikatakan
sebagai saklar terbuka. Tegangan antara kolektor dan emitor mendekati VCC dan
arus kolektor mendekati nol, sehingga tegangan jatuh yang terjadi pada R C
diabaikan.
Besarnya arus beban RC dan tegangan keluaran adalah :
VCC VCE
I RC (mA)…………...………….. (2.24)
RC
VCC
I RL I C ………………………….. (2.28)
RC
besarnya arus basis minimum (IB MIN) untuk pengoperasian daerah jenuh
sebagai berikut :
IC
I B MIN (mA)…………………….. (2.29)
2.5 Relay
Relay adalah sebuah alat elektromagnetik yang dapat mengubah kontak–
kontak saklar pada waktu alat ini menerima sinyal listrik. Relay ini tersusun atas
sebuah kumparan kawat pada suatu inti besi lunak di dalamnya. Diagram dari
relay seperti terlihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.23 adalah salah satu cara memberi arus dalam jumlah yang
tetap malalui beban, karena tegangan kesalahan kecil dapat diabaikan, pada
dasarnya semua VIN muncul pada R yang menimbulkan arus.
VIN
I OUT ………………………………………………… (2.31)
R
Semua arus ini harus melalui beban, karena arus yang dapat diabaikan
mengalir ke dalam inputan inverting dari penguat operatif. Tergantung pada
penggunaan, beban dapat berupa resistor, kapasitor, inductor atau gabungan.
Gambar 2.25 Op-Amp sebagai pembanding dan Karakter transfer sebuah pembanding
2.7 Beban
Dalam bidang elektronika khususnya, pemakaian energi listrik atau beban
listrik tergantung pada kebutuhan komponen elektronika tersebut. Besarnya energi
atau beban listrik yang dipakai ditentukan oleh reaktansi (R), induktansi (L),
kapasitansi (C). besarnya energi listrik itu disebabkan karena banyak dan beraneka
ragam peralatan (beban) listrik yang digunakan. Sedangkan beban listrik yang
digunakan umunya bersifat induktif dan kapasitif. Dimana beban induktif (positif)
membutuhkan daya reaktif seperti trafo pada rectifier, motor induksi AC dan
Lampu TL, sedangkan beban kapasitif (negatif) mengeluarkan daya reaktif.
Z XL
V I .Z ………………………………………………………….. (2.37)
V
Z …………………………………………………………… (2.38)
I
Jika V V 00 , ……………………………………………… (2.39)
V0
I I 900 …………………………… (2.40)
2900
Dengan sudut I negative maka factor daya (perbedaan sudut fasa antara
arus dan tegangan) untuk beban induktif adalah factor daya tertinggal dimana I
tertinggal 900 dari V. seperti terlihat pada gambar 2.27
(a) (b)
Gambar 2.26 (a) Rangkaian Beban Induktif (b) Beban Induktif
Z XC
V I .Z
V
Z
I
Jika V V 0 0
V0
I I900 …………………………………………(2.42)
Z 900
Dengan sudut I positif maka factor daya untuk beban kapasitif adalah
mendahului (leading) dimana I mendahului 900V. seperti terlihat pada gambar
(a) (b)
V IR
* *
VI1 VI 2 ……………………………………………………. (2.43)
dimana : V = Tegangan
I = Arus
R = Hambatan
Bila beban terdiri dari R dan L dengan arus I, maka :
V I ( R jK L ) ………………………………………………….. (2.44)
S V . I * I 2 . R jI 2 . X L ………………………………………. (2.45)
φ
P = daya Aktif (Watt)
Gambar 2.29 Hubungan antara daya aktif, daya reaktif dan daya kompleks
Dimana :
S = Daya Kompleks (VA)……………………………..………. (2.47)
P V I cos daya aktif ( watt ) ………………..………… (2.48)
Q V I sin daya reaktif (Var ) …………………..……… (2.49)
P
S P jQ tg 1 ……………………………. (2.50)
Q
V .I cos
Pf Pf cos ……………….……………… (2.52)
V .I
Untuk tegangan yang tetap, penurunan faktor daya memerlukan arus yang
lebih besar untuk daya yang diketahui. Hal ini akan menyebabkan penurunan
tegangan I V dan kerugian I2 R dalam transmisi bertambah besar.
Untuk nilai Cos φ yang tinggi, akan berpengaruh pada penghematan
energi. Karena Cos φ yang tinggi akan mengoptimalkan daya yang didapat dari
PLN, serta menghindari terkena denda biaya kelebihan kVAR.
2.10 Multivibrator
Multivibrator adalah salah satu rangkaian yang hanya memiliki salah satu
dari dua level tegangan keluaran kecuali pada saat transisi dari tinggi ke rendah
atau sebaliknya. Multivibrator lebuh identik dengan pembangkit gelombang segi
empat. Jenis operasi multivibrator dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Monostabile, yaitu apabila suatu level stabil, sedang level yang lain
seolah-olah stabil, level keluaran akan tetap pada kedudukan stabil sampai
ada sinyal picu yang membuatnya berubah kedudukan yang kedua.
2. Bistabile, yaitu apabila level tegangan keluaran keduanya stabil,
perpindahan terjadi hanya jika sinyal picu diterima.
3. Astabile, yaitu apabila level keluaran keduanya seolah-olah stabil,
perubahan kedudukan level tegangan tidak dipengaruhi oleh sinyal picu.
2.11 Semikonduktor
2.11.1 Struktur Atom
listrik atau tidak, dalam kedaan normal. Bohr megidealkan atom, ia melihatnya
sebagai inti yang dikelilingi oleh elektron-elektron yang mengorbit. Initi atom
mempunyai muatan positif dan menarik elektron. Elektron akan jatuh ke dalam
inti bila tanpa ada gaya sentrifugal dalam geraknya. Jika elektron bergerak dalm
orbit yang stabil, ia mempunyai kecepatan yang sesuai untuk gaya centrifugal
untuk mengimbangi penarikan inti. Makin dekat elektron pada inti atom, ia harus
bergerak lebih cepat untuk mengimbangi penarikan inti. Gambar atom bohr
Silikon terisolir mempunyai 14 proton dalam intinya. Dua elektron bergerak bebas
pada orbit pertama, delapan elektron pada orbit kedua dan empat pada orbit
terluar atau valensi. 14 elektron yang berputar menetralkan muatan dari inti atom
sehingga dari luar atom ( secara listrik ) adalah netral. Gmbar Atom Silikon
elektron yang mengorbit. Yang penting khususnya adalah orbit terluar terdiri dari
4 elektron, yang sama seperti Silikon. Oleh sebab itu, Silikon dan Germanium
32P
14P
2-8-4 2-8-18-4
kecil ke orbit yang lebih besar karena kerja harus dilakukan untuk mengatasi
penarikan oleh inti. Oleh sebab itu, makin besar energi potensialnya berkenaan
dengan inti.
lengkungan orbit sebagai garis datar seperti pada gambar 2.35b. Orbit pertama
menyatakan level energi pertama, orbit kedua adalah level energi kedua dan
seterusnya. Makin tinggi level energi, makin besar energi elektron dan makin
besar orbitnya.
Jika energi terluar seperi panas, cahaya dan radiasi lain membom atom,
ini akan dapat mengangkat elektron ke level yang lebih tinggi ( orbit yang lebih
Keadaan ini tidak bertahan lama karena elektron segera jatuh kembali ke level
energi semula. Pada saat ia jatuh, ia memberikan kembali energi yang diperoleh
Gambar 2.34. (a) Elektron Menyerap Energi. (b) Keadaan Eksitasi. (c) Elektron Memancarkan
Energi
2.11.3 Kristal
mengatur dirinya sendiri dalam pola tatanan tertentu yang disebut kristal. Gaya
yang bergabung mempunyai 8 elektron dalam orbit valensi. Untuk mengatasi ini,
tiap atom silikon mendudukan dirinya antara 4 atom silikon lainnya. Masing-
masing tetangga membagi elektron dengan atom pusat. Dengan jalan ini, atom
Sebenarnya, elektron tidak selamanya milik satu atom, mereka dibagi oleh atom-
atom yang berbatasan. Pembagian ini yang membentuk ikatan kovalen. Seperti
Tiap garis mewakili elektron yang terbagi. Tiap elektron terbagi membentuk
ikatan antara atom pusat dan tetangganya. Dengan alasan inilah, disebut masing-
Gambar 2.35. (a) Ikatan Kovalen. (b) Diagram Ikatan. (c) Hole. (d) Ikatan Putus
Jika energi terluar mengangkat elektron valensi ke level energi yang lebih
tinggi ( orbit lebih besar ), elektron yang keluar meninggalkan lowongan dalam
orbit terluar dinamakan hole. Hole ekivalen dengan ikatan kovalen yang putus dan
pada kristal untuk menambahkan jumlah elektron bebas maupun hole. Jika kristal
orbit valensi. Setelah penmbahan atom pentavalent pada kristal silikon murni,
pusat ini mempunyai kelebihan elektron. Karena orbit valensi tidak dapat
memegang lebih dari delapan elektron, sisa ini harus bergerak dalam orbit pita
konduksi.
1. Banyak elektron pita konduksi baru dihasilkan oleh doping. Karena tiap atom
Silikon yang di-dop semacam ini sering disebut sebagai semikonduktor tipe-n di
elektron pita konduksi. Contoh impuritas donor adalah arsen, antimon, dan
posfor.
(a) (b)
Gambar 2.36.(a) Doping Dengan Impuritas Donor. (b) Diagram Energi Arus Hole
trivalent diantara empat tetangganya seperti ditunjukan pada Gambar 2.7a karena
tiap atom trivalent memebawa hanya tiga elektron orbit valensi, maka hanya tujuh
elektron akan berjalan dalam orbit valeninya. Dengan perkataan lain, sebuah hole
muncul dalam setiap atom trivalent. Dengan mengontrol jumlah impuritas yang
ditambahkan,
hole dari semikonduktor tipe-p jauh lebih besar jumlahnya dari elektron pita
Atom trivalent juga dikenal sebagai atom akseptor karena tiap hole dapat
(a) (b)
Gambar 2.37. (a) Doping Dengan Impuritas Akseptor. (b) Diagram Energi Arus
2.12 Junction PN
Sambungan pn adalah batas antara tipe-n dan tipe-p. Sebuah pabrik akan
dapat menghasilkan sebuah kristal tunggal dengan bahan tipe-p pada satu sisi dan
tipe-n pada sisi yang lain Gambar 2.38.
Gambar 2.38 Sambungan PN
Karena penolakan dari masing-masing, maka elektron-elektron bebas pada
sisi n pada gambar 2.38 cenderung berpencar ke segala arah. Beberapa dari
elektron-elektron bebas menyebar melalui sambungan. Ketika sebuah elektron
bebas memasuki daerah p, maka ia akan menjadi pembawa minoritas. Setelah
memasuki daerah p, elektron bebas jatuh ke dalam lubang. Ketika ini terjadi,
lubang menghilangkan dan elektron bebas menjadi sebuah elektron valensi.
Gambar 2.39 menunjukkan sumber DC melintasi sebuah dioda. Pusat sumber
negatif dihubungkan dengan bahan tipe-n dan pusat positif dihubungkan dengan
bahan tipe-p. Hubungan tersebut menghasilkan bias maju.
Lubang adalh pembawa utama pada emiter dari pada elektron bebas.
Emiter menginjeksikan lubang ke basis. Mayoritas lubang ini mengalir ke
kolektor karena alasan inilah arus kolektor hampir sama dengan arus emiter.
Gambar 2.41 menunjukkan tiga arus trasistor. Panah penuh mewakili arus
konvensional dan panah putus-putus mewakili aliran elektron.
Gambar 2.41 Menunjukkan Arus Transistor
Gambar 2.42 (a) pasangan darlington: (b) Transistor Darlington: (c) Darlington
komplemen
Frekuensi gelombang penuh adalah dua kali frekuensi masukkan. Hal ini
sangat beralasan karena, sebua keluaran gelombang penuh mempunyai dua kali
sebanyak putaranyang dipunyai masukkan gelombang sinus. Penyearah
gelombang penuh membalikkan masing-masing putaran setengah negatif sehingga
mendapatkan jumlah dua kali putaran setengah positif. Persamaannya :
fout 2 fin
Vp
Vr 5.28(10 7 ) gelombang penuh
LC
Sinyal gelombang penuh lebih disukai dari pada sinyal setengah gelombang
karena frekuensi ripplenya 120 Hz dan bukan 60 Hz: hal ini berarti bahwa
penyearah gelombang penuh dapat menggunakan L dan C yang lebih kecil. Jika
tidak dinyatakan, dari sekarang penyearahan adalah penyearah gelombang penuh
(tap tengah atau jembatan)
(b) (c)
(d)
Gambar 2.45 filter input kapasitor, (a) rangkaian (b) selama ¼ siklus pertama (c) setelah sedikit
saja melewati puncak positif (d) tegangan output dc dengan ripple
melaksanakan aneka fugsi linier yang luas jenisnya ( dan juga beberapa fungsi
non linier ), dan seringkali disebut sebagai rangkaian terpadu linier ( atau lebih
tepat, analog ) yang paling dasar. Nama penguat opersional telah diberikan kepada
DC denagn bati daya yang tinggi dan dapat digunakan dari 0-1 Mhz. Dengan
dikenal sebagai µA 741, yang merupakan perbaikan. Oleh karena Op-Amp ini
tidak mahal dan mudah untuk dipergunakan, maka µA 741 merupakan suatu
sukses yang besar. Banyak desain 741 lainya yang muncul dari berbagai pabrik.
Junction Transistor ) yang identik atau sama persis sebagai penguat. Pada penguat
deferesial terdapat dua sinyal masukan ( input ) yaitu V1 dan V2. Dalam kondisi
disebabkan karena IB1 = IB2 sehingga IC1 = IC2 dan IE1 = IE2. karena itu tegangan
Apabila terdapat perbedaan antara sinyal V1 dan V2, maka Vid = V1 –V2.
hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan antara IB1 dan IB2. dengan begitu
harga IC1 berbeda dengan IC2, sehingga harga Vod meningkat sesuai dengan besar
penguatan transistor.
memiliki satu keluaran. Jadi yang digunakan alah tegangan antara satu keluaran
dan bumi. Untuk dapat menghasilkan satu keluaran yang tegangannya terhadap
bumi ( ground ) sama dengan tegangan antara dua keluaran Vod, maka salah satu
keluaraa dari penguat deferensial tingakat kedua harus dihubungkan dengan suatu
Untuk memeperoleh kinerja yang lebih baik, maka keluaran dari pengikut
Degan menggunakan konfigurasi ini, mka tegangan keluaran dapat berayun secara
positif hingga mendekati harga VCC dan dapat berayun secara negatif hingga
yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat deferensial yang telah
dijelaskan di atas. Penguat operasioanal memiliki dua masukan dan satu keluaran
serta memiliki dua masukan dan satu keluaran serta penguatan DC yang tinggi.
Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu
yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif ( +V ) dan tegangan yang
atas. Karena itu sebuah Op-Amp yang baik harus memiliki karakteristik yang
mendekati kondisi ideal. Berikut ini adalah karakteristik dari Op-Amp ideal:
penguatan diferensial Op-Amp pada kondisi dimana tidak terdapat umpan balik (
feedback ) yang diterapkan padanya seperti yang terlihat pada persamaan ( 2.59 )
Vo
AVOL = = -∞ ( 2.58 )
Vid
Vo
AVOL = = -∞
(V1 V2 )
( 2.59 )
dengan tegangan masukan Vid. Konsep tentang penguatan tegangan tak berhingga
tersebut sukar untuk divisualisasikan dan tidak mungkin untuk diwujudkan. Suatu
hal yang perlu untuk dimengerti adalah bahwa tegangan keluaran VO jauh lebih
besar dari pada tegangan masukan Vid. Dalam kondisi praktis, harga AVOL antara
5000 ( sekitar 74 dB ).
Karena itu Op-Amp baik digunakan untuk menguatkan sinyal yang amplitudonya
sangat kecil.
tegangan keluaran dari Op-Amp terhadap tanah ( ground ) pada kondisi tegangan
masukan Vid = 0. secara ideal, harga VOO = 0V. Op-Amp yang dapat memenuhi
harga tersebut disebut sebagai Op-Amp dengan CMR ( Common Mode Rejection )
ideal.
tegangan offset VOO biasanya berharga sedikit diatas 0V. Apabila tidak digunakan
umpan balik maka harga VOO akan menjadi cukup besar untuk menimbulkan
saturasi pada keluaran. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu diterapkan tegangan
koreksi pada Op-Amp. Hal ini dilakukan agar pada saat tegangan masukan Vid = 0.
tegangan keluaran VO = 0.
c. Hambatan Masukan
Amp adalah takterhingga. Tetapi dalam kondisi praktis harga hambatan masukan
Op-Amp adalah antara 5 kΩ hingga 20 MΩ, tegantung pada tipe Op-Amp. Harga
ini biasanya diukur pada kondisi Op-Amp tanpa umpan balik.apabila suatu umpan
Dalam suatu penguat, hambatan masukan yang besara adalah suatu hal
yang diharapkan. Semakin besar hambatan masukan suatu penguat, semakin baik
Dengan hambatan masukan yang besar, maka sumber sinyal masukan tidak
d. Hambatan Keluaran
besarnya hambatan dalam yang timbul pada saat Op-Amp bekerja sebagai
Apabila hal ini tercapai, maka seleruh tegangan keluaran Op-Amp akan timbul
beberapa ohm hingga ratusan ohm pada kondisi tanpa umpan balik. Dengan
diterapkannya umpan balik, maka harga hambatan keluaran akan menurun hingga
e. Lebar Pita
dimana tegangan keluaran tidak jatuh lebih dari 0,707 dari harga tegangan
maksimum pada saat amplitudo tegangan masukan kostan. Secara ideal, Op-Amp
memiliki lebar pita, yang takterhingga. Tetapi dalam penerapannya, hal in jauh
dari kenyataan.
Sebagian besar Op-Amp serba guna memiliki lebar pita hingga 1 Mhz
dan biasanya diterpkan pada sinyal dengan frekuensi beberapa Khz. Tetapi ada
juga Op-Amp yang khusus dirancag untuk bekerja pada frekuensi beberapa Mhz.
Op-Amp jenis ini juga harus didukung komponen eksternal yang dapat
f. Waktu Tanggapan
diperlukan oleh keluran untuk berubah setelah masukan berubah. Secara ideal
harga waktu respon waktu Op-Amp adalah = 0 detik, yaitu keluaran harus berubah
langsung pada saat masukan berubah. Tetapi dalam prakteknya, waktu tanggapan
dari Op-Amp memang cepat tetapi tidak langsung berubah sesuai masukan. Waktu
tanggapan Op-Amp umumnya adalah beberapa mikro detik hal ini disebut juga
Slew Rate. Perubahan keluaran yang hanya beberapa mikro detik setelah
yang melebihi kondisi Steady State. Tetapi pada penerapan biasa, hal ini dapat
diabaikan.
karakteristiknya apabila terjadi perubahan suhu yang cukup besar. Pada Op-Amp
yang ideal, karakteristik tidak berubah terhadap perubahan suhu. Tetapi dalam
Rangkaian yang akan dijelaskan dan dianalis dalam tulisan ini akan
tersebut dinamakan penguat non inverting karena masukan dari penguat tersebut
adalh masukan non inverting dari Op-Amp. Siyal keluaran jenis ini sefasa dengan
sinyal masukan. Adapaun besar penguatan dari penguat ini dapat dihitung dengan
rumus :
( R1 R2 )
AV = (2.60 )
R1
R2
AV = 1+
R1
R2
Sehimgga : VO = 1+ Vid ( 2.61 )
R1
Dari penamaanya, maka dapat diketahui bahwa sinyal masukan dari penguat jenis
ini diterapkan pada masukan inverting dari Op-Amp, yaitu masukan dengan tanda
”-”. Sinyal masukan dari penguat inverting berbeda fasa sebesar 180O dengan
sinyal keluarannya. Jadi jika ada masukan positif, maka keluaranya adalah negatif.
R2
AV = - (2.62)
R1
R2
Sehingga VO = - Vid (2.63 )
R1
memiliki fungsi yang sama seperti pengikut emitor (Emitor Follower) atau
1. Memiliki impedansi masukan yang sangat tinggi ; (lebih dari 100 k Ω ), dan
persamaan-persamaan :
VO RB
Penguat tegangan V1 = (2.64 )
V1 R1
VO R
Penguatan tegangan V2 = B (2.65 )
V2 R2
R R
VO B V1 B V2
Tegangan keluaranya : R1 R2
(2.67 )
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.3. (a) Rangkaian penyearah (b) Masukan gelombang penuh
(c) Keluaran gelombang penuh
Vo 7.3Volt
VR1 7.31 K
R1 R2 10 K
R2
VR1 VCC
R1 R2
R2
7.31 11 .79
10 K
7.31 10 K
R2
11 .79
R2 6.2 K
R1 10 K 6.2 K
R1 3.8 K
(b) (c)
Gambar 3.5 (a) Rangkaian Monostabil (b) Pulsa pemicu masukan (c) Pulsa keluaran
0.11 det ik
2.2 k
10K Ω
0.3Volt
Transistor 1
VCC
I C ( sat )
RC
12Volt
2K 2
5.4 mA
VCC 1
IB
RC dc
IC
dc
5.4mA
70
0.07 mA
12 Volt
VB VB 0.3Volt
Transistor 2
VCC
I C ( sat )
RC
12Volt
160
75 mA
VCC 1
IB
RC dc
IC
dc
75 mA
60
1.25 mA
VCE ( cutoff ) VCC
12 Volt
VB VB 0.7Volt
3.2.1.6 Beban
Beban yang dimaksud adalah beban yang mempunyai kapasitas daya sebesar
500 Watt, dengan penyetelan arus 2.27A. Beban yang penulis buat untuk
demontrasi kelak adalah 5 buah lampu pijar, masing – masing lampu memiliki
daya 100 Watt.
Misalkan kita pakai lampu pijar dengan daya 100 Watt maka arus yang akan
melewati rangkaian adalah :
P
I
V
100
0.45 Ampere
220
(a)
(b)
(c)
Gambar 3.8. (a) Rangkaian penyearah (b) Masukan gelombang penuh
(c) Keluaran gelombang penuh
2K 7
Vo 283Volt
(100 K 2 K 7)
Vo 7.4Volt
VR2 8.01 K
R1 R2 10 K
R2
VR1 VCC
R1 R2
R2
8.01 11 .79
10 K
8.01 10 K
R2
11 .79
R2 6.8 K
R1 10 K 6.8 K
R1 3.2 K
(b) (c)
Gambar 3.10 (a) Rangkaian Monostabil (b) Pulsa pemicu masukan (c) Pulsa keluaran
Fungsi rangkaian monostabil adalah menghasilkan pulsa keluaran tunggal
dalam durasi waktu yang dikehendaki untuk setiap pulsa pemicu masukan.
Di dalam monostabil mempunyai satu elemen penyimpan energi yakni satu
kapasitor. Pada rangkaian monostabil ini, sebuah pulsa pemicu masukan yang
tunggal lagi sempit menghasilkan sebuah pulsa tunggal berbentuk rectangular
yang amplitudo, lebar pulsa dan bentuk gelombang lebih tergantung pada nilai
komponen rangkaian dari pada pulsa pemicu.
Bila kondisi dinyatakan beban lebih, tegangan keluaran dari rangkaian
pembanding akan langsung masuk ke rangkaian monostabil. Awalnya tegangan
diterima oleh rangkaian pembagi tegangan 30K dan 10K, disini masukan
pulsa pemicunya dari tinggi ke rendah, kemudian masuk ke transistor dengan
resistor 3K3, masukan pulsa pemicunya dari rendah ke tinggi, selanjutnya masuk
ke transistor dengan resistor 4K7, masukan pulsa pemicunya dari tinggi ke
rendah, masukan pulsa pemicu itu juga akan masuk ke kaki ke-2 rangkaian
monostabil dan difungsikan sebagai inputan. Kemudian outputnya terdapat pada
kaki ke-3, disini akan terjadi penundaan sesaat, delay waktu tersebut akan terus
menunggu sampai beban kembali normal, bila beban sudah normal untuk
penyalaan akan tertunda sekitar 0.11 detik, kemudian rangkaian relay driver akan
on.
Berdasarkan perhitungan didapatkan sebagai berikut :
Penundaan Waktunya adalah :
T 1.1 R C
1.1 22 47 10 6
0.11 det ik
Transistor 1
VCC
I C ( sat )
RC
12Volt
4K 7
2.5 mA
VCC 1
IB
RC dc
IC
dc
2.5 mA
70
0.035 mA
12 Volt
VB VB 0.3Volt
Transistor 2
VCC
I C ( sat )
RC
12Volt
160
75 mA
VCC 1
IB
RC dc
IC
dc
75 mA
60
1.25 mA
12 Volt
VB VB 0.3Volt
3.2.2.6 Beban
Beban lebih yang dimaksud adalah beban yang memiliki kapasitas daya
sebesar 600 Watt, dengan penyetelan arus 2.72A. penyetelan beban lebih ini
dilakukan pada rangkaian kontrol kondisi mati, sehingga apabila suatu saat beban
yang masuk berkisar 600 Watt maka rangkaian kondisi matilah yang akan bekerja,
dan mendeteksi adanya beban lebih. Beban yang penulis buat untuk demontrasi
kelak adalah 6 buah lampu pijar, masing – masing lampu memiliki daya 100 Watt.
Misalkan kita pakai lampu pijar dengan daya 100 Watt maka arus yang akan
melewati rangkaian adalah :
P
I
V
100
0.45 Ampere
220
BAB IV
1. Mengetahui arus yang mengalir pada saat normal maupun pada saat beban
lebih (overload) dan konversi arus ke tegangan melalui transformator
2. Tegangan keluaran rangkaian penyearah saat beban normal atau beban lebih.
3. Mengetahui besarnya tegangan keluaran pada pembanding.
diukur, dengan diberi notifikasi angka . dapat dilihat pada gambar rangkaian
dengan daya maximum 500 Watt. Ternyata hasil pengukuran dan perhitungan
secara teori terhadap arus maxsimum tidak sesuai, hal ini dapat disebabkan
karena beban lampu yang dipakai dayanya bisa saja tidak stabil 100 Watt,
karena dalam kenyataannya setelah diukur dengan diberi daya 500 Watt
matematis, arusnya didapatkan 2.27 Ampere. Hal ini juga dapat disebabkan
karena kurang presisinya alat ukur yang digunakan atau bisa juga karena
human error.
500
I 2.27 Ampere
220
0.02
% Error 100% 0.8%
2.25
Beban Arus
100 Watt 0.42 Ampere
200 Watt 0.54 Ampere
4.2.1.2 Pengukuran pada arus trafo
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya arus keluaran
pada trafo
Data hasil pengukuran pada tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa saat
beban normal pada lilitan trafo primer terdapat arus dengan nilai 2.25 A AC,
sedangkan untuk lilitan sekunder dengan arus 3.9 mA AC, Keluaran arus antara
trafo primer dan sekunder memang hasilnya lebih besar di primer karena
trafonya hanya difungsikan sebagai sensor atau wadah untuk menghasilkan
trafo dan beban dipasang secara seri, sehingga menghasilkan arus keluaran
yang kecil.
Tabel 4.4 Data hasil pengukuran arus pada trafo dengan menggunakan beban
Watt
2 0 0.82 mAAC 0
200 1 0 0.95 AAC 0
Watt
2 0 1.52 mAAC 0
tegangan yang didapat dari rangkaian penyearah, pada saat setengah periode
positif tegangan keluaran dari D1 dan D2 sebesar 117 VAC, disini terjadi proses
didapatkan tegangan sebesar 117 VAC disini terjadi proses bias maju dan
setengah putaran tegangan beban memiliki polaritas yang sama, dan arus
dari rangkaian penyearah masih sangat besar nilainya, hal ini disebabkan
karena keluaran dari rangkaian penyearah diberi filter kapasitor sehingga nilai
Watt :
Sedangkan pada saat beban normal tegangan pada titik kapasitor sebesar 278
Vdc, keluaran tegangan yang sangat besar. Hal ini telah penulis jelaskan pada
didapatkan sebesar 7.15 Vdc, dengan begitu nilai tegangan yang terdapat pada
dioda zener (Vznya = 7.15 V). Fungsi dioda zener sebagai pembatas tegangan
perhitungan, hasil perhitungan yang didapatkan sebesar 7.3 Vdc. Hal ini dapat
dengan keluaran penyearah positif, dan filter ini juga selalu kehilangan
pembagi tegangan
Tabel 4.8 Data hasil pengukuran dengan menggunakan beban dibawah 500
Watt
Data hasil pengukuran pada tabel 4.9 diatas, merupakan data hasil
sebesar 7.31 Vdc, baik pada kondisi tanpa beban, beban normal maupun beban
lebih. Adanya persamaan nilai pada keadaan kondisi diatas disebabkan karena
tegangan. Jika tegangan masukan dari rangkaian pembagi tegangan lebih besar
referensi didapatkan Vin lebih kecil dari pada VRef, maka tegangan kesalahan
P V I
12 Volt 1Ampere
12 Volt
Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan pada tabel 4.10 diatas,
menunjukkan bahwa saat tanpa beban tegangan sebesar 0.67 V dc, dan pada
saat kondisi beban normal tegangan sebesar 0. dc Vdc, sedangkan pada kondisi
basis yaitu 0.7 Vdc, maka transistor akan off, sedangkan bila tegangan diatas
0.7 Vdc transisitor akan on, Uji coba ini sesuai dengan teori yang ada.
Tabel 4.11 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan dengan beban
dibawah 500 Watt
Vout Rangkaian Pembagi Tegangan (Volt)
No Beban 100 Watt Beban 200 Watt
9 3.2 Vdc 1.54 Vdc
Tabel 4.12 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar
Vout Transistor (Volt)
Transistor 1(no 10) Transistor 2 (no 11)
Tanpa Beban Beban Tanpa Beban Beban
bahwa pada saat saklar pertama tidak terdapat beban mempunyai tegangan
1.27 Vdc, dan pada saat beban normal terdapat tegangan 1.32 V dc, sedangkan
pada kondisi beban lebih terdapat tegangan 11.79 Vdc. Tegangan keluaran dari
saklar pertama akan dilanjutkan menuju saklar kedua, pada saat tidak terdapat
beban memiliki tegangan 1.93 Vdc, dan pada saat beban normal memiliki
tegangan 1.98 Vdc, sedangkan pada saat kondisi beban lebih maka tegangan
nol.
Dari hasil pengukuran diatas menunjukkan bahwa pada saat saklar tidak
bekerja (OFF) tegangan keluaran (Vcc) lebih besar dari pada tegangan
masukannya (VBB). Hal ini disebabkan karena transistor bekerja pada daerah
lebih kecil dari pada tegangan masukannya (Vin). Hal ini dikarenakan
transistor bekerja pada daerah sumbat, sehingga nilai Vcc hampir mendekati
pada pengukuran sebesar 1.32 Vdc, sedangkan (Vcc) pada perhitungan sebesar
12 Volt, dan pada pengukuran sebesar 11.79 Volt. Hal ini dapat dipengaruhi
karena kurang presisinya alat ukur yang digunakan atau karena human error.
Tabel 4.13 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar
dengan beban dibawah 500 Watt
Vout Transistor (Volt)
Transistor 1(no 10) Transistor 2 (no 11)
B
Beba Tanp Beba Be
eba
Tanpa n Beban a n ban
n
Beban Nor Lebih Beba Nor Le
W
mal n mal bih
att
100 1.27 1.32 11.79 1.93 1.97 0
dengan daya maksimum 600 Watt. Hal ini disebabkan pada saat beban lebih
Tabel 4.15 Data hasil pengukuran arus dan beban diatas 600 Watt
pada trafo
Data hasil pengukuran pada tabel 4.16 diatas menunjukkan bahwa saat
ada beban lebih lilitan pada trafo primer terdapat arus sebesar 0.51A,
sedangkan untuk lilitan tarafo sekunder terdapat arus 0. Keluaran arus antara
trafo primer dan sekunder memang hasilnya lebih besar di primer . Hal ini
beban dipasang secara seri, sehingga menghasilkan arus keluaran yang kecil.
Pada saat kondisi beban normal pada lilitan trafo sekunder terdapat arus
sebesar 3.2 mAAC, karena mendapatkan arus balik dari rangkaian penyearah.
tegangan bertambah besar namun hanya sesaat dikarena daya over lood.
Setelah relay terputus maka arus dan tegangan mengecil, karena tidak ada
aliran arus listrik dari sumber arus. Pada saat over lood semakin besarnya arus
maka proses induksi mengecil, sebab inti kumparan mulai jenuh, seandainya
arus semakin besar lagi maka proses induksi semakin merosot. Hal ini
disebabkan kumparan dalam inti besi proses induksinya bergantung pada kuat
Pada saat terjadi beban lebih penulis masih memiliki kendala, yaitu
pada saat beban lebih seharusnya sekering langsung mati, tetapi dalam hal ini
masih terdapat sedikit arus sehingga masih ada trip arus yang jalan namun
hanya sesaat setelah itu sekering akan mati terus sampai beban kembali
normal. Kalau menurut analisis penulis hal ini dapat disebabkan karena
Tabel 4.17 Data hasil pengukuran arus pada trafo dengan beban diatas 600
Watt
Watt
12 0 0 0.31 AAC
13 0 1.42 mAAC 0
800
Watt
283 Vdc. Sedangkan tegangan yang didapat dari rangkaian penyearah, pada
saat setengah periode positif tegangan keluaran dari D1 dan D2 sebesar 204
VAC, disini terjadi proses bias maju, yang menghasilkan sebuah tegangan
D3 dan D4 didapatkan tegangan sebesar 204 VAC disini terjadi proses bias
keluaran dari rangkaian penyearah masih sangat besar nilainya, hal ini
tegangan disini kecil disebabkan karena pada saat kondisi beban normal
rangkaian kontrol mati tidak bekerja, namun tetap mendapatkan aliran listrik
Tabel 4.19 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah dengan beban diatas 600
Watt
Vout Rangkaian penyearah (Volt)
No Beban 700 Watt Beban 800 Watt
14 211 VAC 217 VAC
15 211 VAC 217 VAC
16 304 Vdc 323 Vdc
tidak terdapat beban ataupun beban normal tegangan keluarannya sebesar nol,
begitu juga tegangan yang terdapat pada dioda zener. Sedangkan pada saat
beban lebih tegangan pada kapasitor sebesar 283 Vdc, nilai tegangan memang
besar hal ini telah penulis jelaskan pada sub analisis pengukuran rangkaian
kΩ dan 2K7 maka tegangan keluaran didapatkan sebesar 8.73 V dc, dengan
begitu nilai tegangan yang terdapat pada dioda zener (Vznya = 8.73 V).
Fungsi dioda zener sebagai pembatas tegangan yang akan masuk kedalam
komparator.
perhitungan, hasil perhitungan yang didapatkan sebesar 7.4 Vdc. Hal ini dapat
dengan keluaran penyearah positif, dan filter ini juga selalu kehilangan
pembagi tegangan
Tabel 4.21 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan dengan beban
diatas 600 Watt
Vout Rangkaian pembagi tegangan (Volt)
No Beban 700 Watt Beban 800 Watt
17 9.1 Vdc 9.45 Vdc
18 9.1 Vdc 9.45 Vdc
Data hasil pengukuran pada tabel 4.23 diatas, merupakan data hasil
sebesar 8.01 Vdc, baik pada kondisi tanpa beban, beban normal maupun beban
lebih. Adanya persamaan nilai pada keadaan kondisi diatas disebabkan kerana
tegangan. Jika tegangan masukan dari rangkaian pembagi tegangan lebih besar
lebih kecil dari pada Vref. Perbandingan yang didapat dari rangkaian tegangan
diatas, menunjukkan bahwa saat tanpa beban tegangan sebesar 0.67 Vdc, dan
pada saat kondisi beban normal tegangan sebesar 0.68 Vdc, sedangkan pada
basis yaitu 0.7 Vdc, maka transistor akan off, sedangkan bila tegangan diatas
0.7 Vdc transisitor akan on, Uji coba ini sesuai dengan teori yang ada.
Tabel 4.24 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan diatas 600 Watt
Vout Rangkaian Pembagi Tegangan (Volt)
Beban 700
No Beban 800 Watt
Watt
19 8.75 Vdc 8.92 Vdc
Tabel 4.25 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar
Vout Transistor (Volt)
Transistor 1 (No-20) Transistor 2 (No-21)
Tanpa Beban Beban Tanpa Beban Beban
bahwa pada saat saklar pertama tidak terdapat beban mempunyai tegangan
0.02 Vdc, dan pada saat beban normal terdapat tegangan 0.02 V dc, sedangkan
pada kondisi beban lebih terdapat tegangan 0.75 Vdc. Tegangan keluaran dari
saklar pertama akan dilanjutkan menuju saklar kedua, pada saat tidah terdapat
beban memiliki tegangan 0.67 Vdc, dan pada saat beban normal memiliki
tegangan 0.67 Vdc, sedangkan pada saat kondisi beban lebih maka tegangan
nol.
Dari hasil pengukuran diatas menunjukkan bahwa pada saat saklar tidak
bekerja (OFF) tegangan keluaran (Vcc) lebih besar dari pada tegangan
masukannya (VBB). Hal ini disebabkan karena transistor bekerja pada daerah
lebih kecil dari pada tegangan masukannya (Vin). Hal ini dikarenakan
transistor bekerja pada daerah sumbat, sehingga nilai Vcc hampir mendekati
pada pengukuran sebesar 0.75 Vdc, sedangkan (Vcc) pada perhitungan sebesar
12 Volt, dan pada pengukuran sebesar 11.79 Volt. Hal ini dapat dipengaruhi
karena kurang presisinya alat ukur yang digunakan atau karena human error.
Tabel 4.26 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar dengan
beban diatas 600 Watt
Vout Transistor
No Beban 700 Watt Beban 800 Watt
20 (Transistor 1) 0.95 Vdc 1.12 Vdc
21 (Transistor 2) 0 0
No 800
E 10.2 VAC 9.6 VAC 8.9 VAC
F 5.2 VAC 4.9 VAC 4.5 VAC
24 18.8 VAC 18.6 VAC 18.4 VAC
25 18.8 VAC 18.6 VAC 18.4 VAC
26 22.2 Vdc 21.2 Vdc 20.9 Vdc
27 11.79 Vdc 11.79 Vdc 11.79 Vdc
Nilai Z 6.6 kΩ 5.7 kΩ 5 kΩ
Pada pengukuran catu daya diatas semakin besar beban yang ada maka
semakin kecil. Begitu pula sebaliknya jika tegangan yang dihasilkan semakin
= 10 Volt/Div x 2
= 1.2 Volt/Div
= 0.11 s
= 9.1 Hz
berbentuk rectangular dengan amplitude yang lebih besar, untuk lebar pulsa
dan bentuk gelombang lebih tergantung pada nilai komponen rangkaian dari
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
1. Alat yang penyusun buat yaitu pembatas daya otomatis dengan sensor arus.
2. Pembatasan beban normal sebesar 500 Watt dan pada saat beban lebih sebesar
600 Watt, dengan konsumsi daya untuk rangkaian sebesar 12 Volt
3. Sebagai pembatas daya peralatan ini masih memiliki kelemahan, yaitu pada
saat terjadi beban lebih yang seharusnya beban langsung padam, masih ada
sedikit trip penyalaan tapi hanya sesaat.
4. Penyetelan tegangan referensi baik pada saat kondisi hidup maupun mati harus
dishotkan terlebih dahulu, misalkan penyetelan pada kondisi hidup, maka
rangkaian yang dishotkan pada saat ON, kemudian kita mengukur tegangan
keluaran dari dioda zener pada saat diberi beban normal, juga pada saat diberi
beban lebih. Setelah keduanya ditemukan maka penyetelannya diambilkan
nilai tengah dari keluaran tersebut. Sedangkan untuk kondisi mati kebalikan
dari kondisi hidup. Dalam perhitungan didapatkan perbandingan tegangan
referensi yaitu 1:2
DAFTAR PUSTAKA