Anda di halaman 1dari 133

PEMBATAS DAYA OTOMATIS DENGAN

SENSOR ARUS

LAPORAN TUGAS AKHIR

Diajukan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Pendidikan Program


Sarjana Strata 1 (S-1) pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas teknologi Industri
Universitas Islam Sultan Agung

Disusun Oleh :

NURCAHYO DEWI PUSPITO


06. 2000. 556

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2005
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Tugas Akhir dengan Judul “ PEMBATAS DAYA OTOMATIS


DENGAN SENSOR ARUS ”, ini disusun oleh :

Nama : Nurcahyo Dewi puspito


Nim : 06.2000556
Jurusan : Teknik Elektro

telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Pembimbing pada :


Hari :
Tanggal :

Pembimbing I Pembimbing II

Agus Suprayitno, ST, MT Eka Nuryanto Budisusila, ST

Mengetahui,
Ka. Jurusan Teknik Elektro
Fakultas Teknologi Industri
UNISSULA
Dedi Nugroho, ST, MT
LEMBARAN PENGESAHAN PENGUJI

Laporan Tugas Akhir dengan Judul “ PEMBATAS DAYA OTOMATIS


DENGAN SENSOR ARUS ”, ini disusun oleh :

telah disetujui dan disahkan oleh Dosen Penguji pada :


Hari :
Tanggal :

Tim Penguji : Tanda Tangan

Dhidik Prastiyanto, ST, MT.


NIP : ..................................... ...................................

Ir. Budi Pramono Jati


NIP :.......................... ....................................

Dedi Nugroho, ST, MT


NIP:............................ ………………………
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO :

 Awal – awal agama adalah mengenal Allah SWT (Sabda rosululloh SAW)

 Orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya, akan diazab Allah 500

tahun lebih dahulu dari penyembah berhala (Sabda rosululloh SAW)

 Man jadaa wa jadaa (barang siapa yang bersungguh - sungguh niscahya

dia akan berhasil)

 Pengalaman adalah guru yang paling keras, tetapi juga yang paling

berharga.

 Dalam ketenangan terletak kekuatan.

 Tuhan bersama Orang – orang Pemberani.

 Kegagalan merupakan tombak untuk mencapai suatu keberhasilan dan

kesuksesan. (N. Dewi. P)

PERSEMBAHAN :

Laporan tugas akhir ini penyusun persembahkan kepada :

 Ibu – Bapak – Mamaku tercinta, segenap keluarga dan saudaraku yang

kusayangi.

 Dedy, Aghi yang memberikan dorongan, semangat dan inspirasi.

 Rosy. Efendi & Dilla sahabatku yang memberikan dorongan, semangat,

inspirasi dan senantiasa dikala suka dan duka selalu ada untukku.
 Sahabatku di camp Seruni (Ria, Evi, Erma), semoga kebersamaan kita

takkan terpisahkan walaupun jarak memisahkan.

 Teman – teman Teknik Elektro ‘2000 dan almamater tercinta.

 Saudaraku seperjuangan di ARGAJALADRI, semoga kekeluargaan kita

akan tetap utuh selamanya, Salam Lestari.

 Teman – teman di PANDAWA, pengalaman yang kau berikan sangat

berharga.

 Agama dan Bangsa

KATA PENGANTAR

BISMILLAHIRROHMANIRROHIM.
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Dengan mengucapkan Syukur dan Alhamdulillah kepada Allah SWT atas

petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan

Tugas Akhir dengan judul “ Pembatas Daya Otomatis dengan Sensor Arus”.

Penulisan Laporan Tugas Akhir diajukan untuk memenuhi persyaratan

dalam menyelesaikan Pendidikan Program Sarjana Strata 1 (S-1) pada Jurusan

Teknik Elektro Kontrol Universitas Islam Sultan Agung Semarang.

Berkat dorongan dan bimbingan berbagai pihak maka laporan ini dapat

terselesaikan, oleh karena itu penyusun mengucapkan puji syukur dan terima

kasih yang sedalam – dalamnya kepada :

1. Allah SWT yang senantiasa memberikan Hidayah-Nya.

2. Bapak Ir. Mohammad Haddin MT, selaku Dekan Fakultas Teknologi

Industri UNISSULA Semarang.

3. Bapak Agus Suprayitno, ST, MT, selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

4. Bapak Eka Nuryanto Budisusilo, ST, selaku dosen pembimbing ke II yang

telah meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membantu dalam

penyelesaian penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta Karyawan dan Staf Fakultas Teknologi Industri

Unissula.

6. Bapak, Ibu, dan Mama tercinta yang selalu mendorong dan berdoa untuk

keberhasilan saya.
7. Sahabatku di camp Seruni (Ria, Evi, Erma), semoga kebersamaan kita

takkan terpisahkan walaupun jarak memisahkan.

8. Buat Evi makasih banget atas fasilitas komputernya

9. Keluarga besar “ ARGAJALADRI “ yang telah memberikan banyak

dukungan dan pengalaman untuk membantu dan menyelesaikan

penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

10. Semua pihak yang telah memberikan bantuan baik secara moral maupun

material dalam penyelesaian penyusunan Laporan Tugas Akhir ini yang

tidak dapat penyusun untuk sebutkan satu persatu.

Mudah – mudahan Tuhan Yang Maha Esa memberikan pahala yang

setimpal atas segala bantuan yang telah diberikannya kepada saya.

Penyusun menyadari bahwa Laporan ini jauh dari sempurna serta masih

banyak kekurangan. Oleh karena itu penyusun akan senang hati menerima segala

kritik dan saran yang bersifat membangun.

Harapan saya semoga Laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Semarang, Agustus 2005

Penyusun

ABSTRAKSI
Alat Pembatas Daya otomatis dengan sensor arus merupakan suatu alat yang
berfungsi sebagai pengaman energi listrik, dimana alat ini akan bekerja
mendeteksi naik turunya arus listrik.
Karena penggunaan energi listrik yang kadang tidak terkontrol, sehingga
sangat berpengaruh sekali dengan naik turunya arus, hal ini membuat penyusun
mengeluarkan ide untuk memecahkan masalah tersebut. Untuk meningkatkan
pengamanan, penulis mencoba merancang, merealisasikan, dan membuat suatu
alat yang dapat memutus aliran arus listrik apabila terdapat arus lebih secara
otomatis, yaitu berupa Pembatas Daya otomatis.
Pada dasarnya alat ini dibuat untuk memutuskan secara otomatis aliran
listrik bila ada beban lebih, dan setelah kita mengurangi beban yang ada maka
secara otomatis arus listrik kembali normal.

DAFTAR ISI
Halaman Sampul i
Halaman Judul ii
Halaman Pengesahan Pembimbing iii
Halaman Pengesahan Penguji iv
Abstraksi v
Motto dan Persembahan vi
Halaman Kata Pengantar vii
Halaman Daftar Isi viii
Halaman Daftar Tabel xi
Halaman Daftar Gambar xii
Bab I Pendahuluan 1
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Perumusan Masalah 1
1.3 Tujuan Penulisan Laporan 2
1.4 Metode Penyusunan Laporan 2
1.5 Pembatasan Masalah 3
1.6 Sistematika Penulisan Laporan 3
Bab II Landasan Teori 4
2.1 Power Supply 4
2.1.1 Transformator 4
2.2 Dioda 7
2.2.1 Forward Bias 8
2.2.2 Reverse Bias 9
2.2.3 Dioda Sebagai Penyearah Jembatan 10
2.2.4 Dioda Zener 11
2.3 Penyearah Jembatan 12
2.3.1 Penyearah Jembatan Dengan Filter Kapasitor 14
2.4 Transistor 16
2.4.1 Daerah Kerja Transistor 17
2.4.2 Transistor Sebagai Saklar 18
2.5 Relay 21
2.6 Penguat Operasional 23
2.6.1 Penguat Non-Inverting 24
2.6.2 Penguat Inverting 25
2.6.3 Pengikut Tegangan 25
2.6.4 Komparator 26
2.7 Beban 27
2.7.1 Beban Induktif 27
2.7.2 Beban Kapasitif 28
2.7.3 Beban Paralel 30
2.8 Daya Listrik Arus Bolak – Balik 30
2.9 Faktor Daya 32
2.10 Multivibrator 32
2.10.1 Multivibrator Monostabil 32
2.10.2 Multivibrator Astabil 33
2.10.3 Penundaan Waktu Daya Hidup 34
2.11 Semikonduktor 36
2.11.1 Struktur Atom 36
2.11.2 Level Energi 37
2.11.3 Kristal 39
2.11.4 Doping 40
2.11.4.1 Semikonduktor Tipe-N 41
2.11.4.2 Semikonduktor Tipe –P 42
2.12 Juntion PN 43
2.12.1 Juntion PN Transistor 45
2.12.2 Pasangan Darlington 46
2.13 Penyearah Gelombang Penuh 47
2.13.1 Ripple Output 48
2.13.2 Faktor Ripple 49
2.13.3 Filter Input Kapasitor 49
2.14 Teori Dasar Penguat Operasional 51
2.14.1 Penguat Deferensial sebagai dasar Op-Amp 52
2.14.2 Penguat Operasional 54
2.14.3 Karakteristik Ideal Op-Amp 54
2.14.5 Implementasi O-Amp 58
2.14.6 Pengikut Tegangan 60
2.14.7 Penguat Penjumlah 61
Bab III Perancangan Sistem Kerja Alat 63
3.1 Perancangan Secara Umum 63
3.1.1 Susunan Diagram Blok 63
3.1.2 Diagram Blok Pembatas Daya g Otomatis 63
3.1.3 Cara Kerja Pembatas Daya Otomatis 64
3.1.3.1 Cara Kerja Diagram Blok sumber
Daya Beban 64
3.1.3.2 Cara Kerja Diagram Blok
Rangkaian Kontrol 65
3.2 Perancangan Alat 66
3.2.1 Perancangan Rangkaian Kontrol Pada
Kondisi Aktif 66
3.2.1.1 Rangkaian Penyearah 66
3.2.1.2 Rangkaian Pembanding 68
3.2.1.3 Rangkaian Monostabil 70
3.2.1.4 Rangkaian Relay Driver 71
3.2.1.5 Rangkaian Relay 73
3.2.1.6 Beban 74
3.2.2 Perancangan Rangkaian Kontrol Pada
Kondisi Mati 74
3.2.2.1 Rangkaian Penyearah 74
3.2.2.2 Rangkaian Pembanding 76
3.2.2.3 Rangkaian Monostabil 78
3.2.2.4 Rangkaian Relay Driver 79
3.2.2.5 Rangkaian Relay 81
3.2.2.6 Beban 82
3.2.3 Perancangan Cara Kerja
Pembatas Daya Otomatis 82
3.2.3.1 Perancangan Rangkaian Power Supply 84
Bab IV Pengukuran Pembatas Daya Otomatis 85
4.1 Pengukuran secara Umum 85
4.2 Pengukuran Setiap Bagian Alat 85
4.2.1 Pengukuran Rangkaian Kontrol Pada
Kondisi Aktif 87
4.2.1.1 Pengukuran Pada Arus dan beban
Maximum 87
4.2.1.2 Pengukuran Pada Arus Trafo 88
4.2.1.3 Pengukuran Rangkaian Penyearah 89
4.2.1.4 Pengukuran Rangkaian Pembagi
Tegangan dan Regulator 90
4.2.1.5 Pengukuran Rangkaian
tegangan Referensi 92
4.2.1.6 Pengukuran Rangkaian
Pembagi Tegangan 93
4.2.1.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver 94
4.2.2 Pengukuran Rangkaian Kontrol pada
Kondisi Mati 95
4.2.2.1 Pengukuran Pada Arus dan
beban Maximum 95
4.2.2.2 Pengukuran Pada Arus Trafo 96
4.2.2.3 Pengukuran Rangkaian Penyearah 98
4.2.2.4 Pengukuran Rangkaian Pembagi
Tegangan dan Regulator 99
4.2.2.5 Pengukuran Rangkaian
tegangan Referensi 101
4.2.2.6 Pengukuran Rangkaian
Pembagi Tegangan 102
4.2.2.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver 103
4.2.2.8 Pengukuran pada Catu Daya 104
4.2.2.9 Pengukuran Sinyal 105
4.3 Analisa Rangkaian Kontrol pada saat Kondisi
Beban Lebih 108
4.4 Analisa Perbandingan Perhitungan dan Pengukuran 107
Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan 109
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Lembar Jawaban Penguji

DAFTAR TABEL
TABEL
4.1 Data hasil pengukuran arus dan beban maximum 60

4.2 Data hasil pengukuran dengan menggunakan


beban dibawah 500 Watt 60
4.3 Data hasil pengukuran arus pada trafo 61

4.4 Data hasil pengukuran arus pada trafo dengan menggunakan


beban dibawah 500 Watt 61
4.5 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah 62

4.6 Data hasil pengukuran dengan menggunakan


beban dibawah 500 Watt 63
4.7 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan 64

4.8 Data hasil pengukuran dengan menggunakan


beban dibawah 500 Watt 64
4.9 Data hasil pengukuran rangkaian tegangan referensi 65

4.10 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan 66

4.11 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan dengan


beban dibawah 500 Watt 67
4.12 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver
pada transistor saklar 67
4.13 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor
saklar dengan beban dibawah 500 Watt 68
4.14 Data hasil pengukuran arus dan daya maximum 69

4.15 Data hasil pengukuran arus dan beban diatas 600 Watt 69

4.16 Data hasil pengukuran arus pada trafo 69

4.17 Data hasil pengukuran arus pada trafo dengan


beban diatas 600 Watt 70
4.18 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah 71
4.19 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah dengan
beban diatas 600 Watt 72
4.20 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan 73

4.21 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan dengan


beban diatas 600 Watt 73
4.22 Data hasil pengukuran rangkaian tegangan referensi 74

4.23 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan 75

4.24 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan


diatas 600 Watt 75
4.25 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver
pada transistor saklar 76
4.26 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver
pada transistor saklar dengan beban diatas 600 Watt 77
4.27 Data hasil pengukuran Tegangan catu daya 77
DAFTAR GAMBAR

2.1 Diagram blok sebuah catu daya 4


2.2 Transformator 5
2.3 Kerja transformator 7
2.4 Rangkaian Dioda 8
2.5 Bias reverse 9
2.6 Kurva lengkap dioda 10
2.7 Penyearah jembatan 11
2.8 Simbol dioda zener 11
2.9 Catu daya mencatu regulator 12
2.10 Penyearah dengan jembatan 13
2.11 Sinyal Penyearah Gelombang Penuh 13
2.12 Filter Kapasitor 15
2.13 Rectifier jembatan dengan filter kapasitor 15
2.14 Simbol sirkit transistor 16
2.15 Karakteristik operasi tegangan transistor 17
2.16 Garis Beban Transistor 17
2.17 Rangkaian dasar transistor sebagai saklar 18
2.18 Daerah operasi saklar 20
2.19 Diagram relay 21
2.20 Penindasan tegangan induksi dengan memparalelkan
relay dengan dioda 22
2.21 Simbol Skematik Op-Amp Standart 23
2.22 Penguat non-inverting 24
2.23 Penguat Inverting 25
2.24 Pengikut Tegangan 26
2.25 Op-Amp sebagai pembanding dan Karakter transfer
sebuah pembanding 27
2.26 Rangkaian Beban Induktif 28
2.27 Rangkaian Beban Kapasitif 29
2.28 Beban Paralel 30
2.29 Hubungan antara daya aktif, daya reaktif dan daya kompleks 31
2.30 Rangkaian multivibrator monostabile 33
2.31 Rangkaian multivibrator astabil 34
2.32 Rangkaian Pewaktu 34
2.33 Gelombang tundaan waktu 35
2.34 Model atom bohr 36
2.35 Model Atom silicon dan Germanium 37
2.36 Atom yang diperbesar dan Level Energi 39
2.37 Doping 43
2.38 Sambungan PN 43
2.39 Bias Maju 44
2.40 Transistor PNP 45
2.41 Arus Transistor 45
2.42 Rangkaian Darlington 46
2.43 Penyearah gelombang penuh 47
2.44 Keluaran gelombang penyearah 47
2.45 Filter Kapasitor 51
2.46 Penguat deferensial sederhana 52
2.47 Simbol Op-Amp 54
2.48 Penguat Non Inverting 59
2.49 Penguat Inverting 60
2.50 Pengikut Tegangan 60
2.51 Penguat Penjumlahan 61
3.1 Diagram Blok Sumber Daya Beban 64
3.2 Diagram Blok Rangkaian Kontrol Pembatas Daya Otomatis 64
3.3 Rangkaian penyearah 67
3.4 Rangkaian Pembanding 69
3.5 Rangkaian Monostabil 70
3.6 Rangkaian relay driver 71
3.7 Rangkaian relay 73
3.8 Rangkaian penyearah 75
3.9 Rangkaian Pembanding 77
3.10 Rangkaian Monostabil 78
3.11 Rangkaian relay driver 79
3.12 Rangkaian relay 81
3.13 Rangkaian Pembatas Daya Otomatis lengkap 82
3.14 Rangkaian Power Supply
4.1 Rangkaian Pembatas Daya Otomatis Lengkap 84
4.2 Pengukuran Rangkaian Trafo 86
4.3 Pengukuran Rangkaian penyearah 88
4.4 Pengukuran Pembagi Tegangan 89
4.5 Pengukuran Tegangan Referensi 90
4.6 Pengukuran Rangkaian pembagi tegangan 92
4.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver 93
4.8 Pengukuran Rangkaian Trafo 94
4.9 Pengukuran Rangkaian penyearah 96
4.10 Pengukuran Rangkaian Pembagi Tegangan 98
4.11 Pengukuran Rangkaian Tegangan Referensi 99
4.12 Pengukuran Rangkaian pembagi tegangan 100
4.13 Pengukuran Rangkaian Relay Driver 101
4.14 Pengukuran Rangkaian Catu Daya 102
4.15 Sinyal Output Monostabil 103
4.16 Rangkaian Pembatas Daya Otomatis lengkap 104
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Di era globalisasi ini perkembangan di dunia elektronika sangatlah
pesat. Banyak hal-hal baru yang ditemukan untuk menggunakan atau
membantu dan memudahkan manusia dalam melakukan segala aktfitasnya
sehari-hari. Perkembangan tersebut harus didukung dengan pemanfaatan
energi secara optimum yang dibantu dengan sistem distribusi efisien.
Peningkatkan pemeliharaan dengan pemilihan mutu peralatan (alat proteksi)
yang nantinya mencapai tingkat keandalan sehingga pengoperasiannya
menjadi optimum.
Begitu juga penggunaanya di dalam bidang elektronika. Di sini salah
satu yang berhubungan dengan penggunaan daya listrik pada peralatan
elektronika adalah pembatas daya otomatis untuk rumah tangga. Alat ini
diharapkan dapat membantu manusia terutama dalam bidang pengamanan
energi listrik dimana alat ini akan bekerja mendeteksi perbedaan maupun naik
turunnya arus.
Oleh karena itu penulis mencoba untuk merancang, merealisasikan
dan membuat suatu alat yang bekerja secara otomatis, sehingga pada saat
terjadi beban lebih, secara otomatis sekring akan menghentikan jalannya arus
listrik dengan sendirinya. Setelah kita mengurangi beban yang ada maka arus
akan terhubung dan berangsur-angsur muatan pada arus listrik kembali normal.

1.2 Perumusan Masalah


Alasan pemilihan judul PEMBATAS DAYA DENGAN SENSOR ARUS
adalah :
1. Pentingnya suatu pembatas daya otomatis sebagai pengaman.
2. mengenalkan teknologi pembatas daya otomatis kepada halayak luas
1.3 Tujuan Penyusun
Tujuan penyusunan dari tugas akhir ini adalah :
1. Merencanakan, merealisasikan dan menghadirkan suatu rancang bangun dari
suatu alat PEMBATAS DAYA OTOMATIS DENGAN SENSOR ARUS.
2. Menganalisa rangkaian dengan menerapkan teori yang diperoleh semasa
dalam perkuliahan.
3. Untuk kontribusi ilmu dalam pembuatan peralatan-peralatan elektronik atau
elektronik aplikatif.

1.4 Metode Penyusunan Laporan


1. Metode Observasi.
Dengan melihat, mengamati, mengetahui dan memperhatikan secara jelas
berbagai komponen elektronika yang akan digunakan dalam perancangan
alat.
2. Metode Perancangan.
Dengan menggunakan berbagai komponen elektronika yang akan
dibutuhkan tersebut kita membuat atau merancang suatu miniatur
PEMBATAS DAYA OTOMATIS DENGAN SENSOR ARUS.
3. Metode Perpustakaan.
Mengambil dan mendapatkan teori-teori dasar serta teori pendukung dari
berbagai sumber, seperti buku-buku yang menunjang penyusunan laporan
nantinya.
4. Metode Analisa.
Menguji alat yang sudah dibuat dan menganalisa hasilnya.

1.5 Pembatasan Masalah


Dalam penyusunan Tugas Akhir ini dibuat suatu batasan-batasan dengan
maksud memudahkan analisa yang dibutuhkan dalam rangka pemecahan
masalah. Dalam hal ini penulis membatasi permasalahan pada :
1. Cara kerja rangkaian pembatas daya otomatis dengan sensor arus.
2. Penjelasan tentang catu daya yang dipakai pada pembatas daya otomatis
dengan sensor arus.

1.6 Sistematika Penulisan Laporan


BAB I PENDAHULUAN
Berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan penyusunan,
metode penyusunan laporan, pembatasan masalah, dan sistematika
penyusunan yang digunakan.
BAB II LANDASAN TEORI
Berisi tentang ketentuan umum, teori-teori pendukung, simbol-
simbol peralatan dan komponen yang digunakan.
BAB III PERANCANGAN
Berisi tentang deskripsi rangkaian secara umum dan prinsip-prinsip
kerja rangkaian.
BAB IV PENGUJIAN dan ANALISA
Berisi tentang pengujian dan analisa hasil pembuatan alat.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran-saran dari keseluruhan alat serta buku
laporan tugas akhir ini.
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. Power Supply


Power supply atau disebut juga dengan catu daya adalah sebuah sumber
tegangan dc yang sangat dibutuhkan oleh hampir semua rangkaian elektronik.
Diagram blok dari sebuah catu daya diperlihatkan dalam gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2.1 Diagram blok sebuah catu daya

Karena input sumbernya memiliki tegangan yang relatif tinggi, maka


digunakanlah sebuah transformator step-down. Output ac dari sisi sekunder
kemudian disearahkan dengan menggunakan dioda-dioda rectifier silikon
konvensional. Output ini kemudian dihaluskan dan kemudian di filter sebelum
disalurkan ke sebuah rangkaian yang akan mengatur atau menstabilkan tegangan
outputnya agar output ini tetap berada dalam keadaan yang relatif konstan.
Transformator step-down yang digunakan adalah yang berinti besi guna
memberi umpan ke rectifier, dalam hal ini rectifier berupa rangkaian jembatan.
Output dari rectifier kemudian diumpankan ke filter, dalam hal ini adalah
kapasitor yang benilai tinggi. Kapasitor ini menyimpan muatan dalam jumlah
yang cukup besar. Akhirnya suatu rangkaian penstabil (regulator transistor seri)
memberikan tegangan output yang konstan.

2.1.1. Transformator
Transformator adalah alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah
energi listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain
melalui gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik.
1. Transformator Tegangan

Gambar 2.2 Transformator

Pada dasarnya suatu transformator terdiri dari dua atau lebih kumparan yang
dihubungkan oleh medan magnetik bersama. Bila satu diantara kumparan ini,
yang primer, dihubungkan dengan sumber tegangan AC akan ditimbulkan Fluks
bolak–balik yang amplitudonya bergantung pada tegangan primer dan jumlah
lilitan. Fluks bersama akan menghubungkan kumparan yang lain, yang sekunder,
dan akan menginduksikan tegangan di dalamnya yang nilainya bergantung pada
jumlah lilitan sekunder.
Di dalam bidang elektronika trafo banyak digunakan antara lain untuk:
1. Gandengan impedansi (input impedance) antara sumber dan beban.
2. Menaikkan atau menurunkan tegangan AC.
Transformator juga secara luas digunakan dalam rangkaian elektronik dan
kontrol berdaya rendah dan berarus rendah untuk melakukan fungsi seperti
penyesuaian impedansi suatu sumber dan bebannya untuk pemindahan daya
secara maksimal, mengisolasikan suatu rangkaian dari yang lain, atau mengisolir
arus searah sementara mempertahankan kontinuitas ac antara dua rangkaian.
Hukum dasar transformator (Hukum Faraday):
Fluksi yang dihasilkan oleh kumparan primer akan menghasilkan tegangan
induksi.
d
GGL disisi primer ei = -NI
dt
t = max . sin t …………………………………………....(2-1)
 NI . max . sin t
Maka ei =
dt
= -NI .  . max . cos t
= NI .  . max . sin (t - /2)………………………....…….(2-2)
GGL max . I = NI .  . max
E1= 4,44 . N1 . f . max
E2= 4,44 . N2 . f. max
V1 N1 I2 E1
= = = =
V2 N2 I1 E2
………………………………..(2-3)
Keterangan:
 = Fluks magnetik N2 = Kumparan sisi sekunder
 = Omega V1 = Tegangan sisi primer
f = Frekuensi V2 = Tegangan sisi sekunder
N1 = Kumparan sisi primer

2. Transformator Arus
Transformator arus berfungsi untuk menurunkan arus besar atau tinggi
pada tegangan exstra tinggi , tegangan tinggi, menengah, rendah menjadi
arus kecil pada tegangan rendah yang biasa disebut arus sekunder. Pada
umumnya arus nominal dari arus sekunder adalah 5 Ampere atau 1 Ampere.
Rugi-rugi transformator tembaga adalah kerugian daya dalam gulungan
primer, dan sekunder, sehingga dapat dihitung dengan rumus :
I 2  R p  I 22 s  Rs ............................................................................(2-4)

Keterangan :
Ip = arus primer
Is = arus sekunder
Rp = perlawanan gulungan primer
Rs = perlawanan gulungan sekunder
Prinsip kerja transformator:

Gambar 2.3 Kerja transformator

Bila V1 diberi tegangan yang sinusoida maka akan mengalir I 1 yang sinusoida
pula, sehingga fluks yang dihasilkan juga sinusoida yaitu sebesar m (t) = max .
sin t.
Bagian utama transformator:
a. Inti Besi
Inti besi berfungsi sebagai jalannya fluks magnet.
Bahan dibuat dari feromagnetik.
Inti besi tersebut dibuat berlapis dengan maksud:
- untuk menghindari panas
- untuk menghindari arus pusar
Tujuannya untuk mengurangi rugi–rugi pada trafo.
b. Kumparan Tembaga
Kumparan tembaga berfungsi sebagai jalannya arus listrik.

Dioda
Dioda adalah komponen elektronik yang terbuat dari bahan
semikonduktor (setengah penghantar), dimana untuk mengaktifkan komponen ini
diperlukan sumber tegangan tertentu yang besarnya tergantung atas bahannya
(untuk germanium 0,2V - 0,4V dan untuk silikon 0,6V - 0,8V). Dioda pada
dasarnya digunakan sebagai penyearah karena dapat digunakan dengan mudah
mengalirkan arus dalam satu arah (forward bias), akan tetapi menahan dalam arah
berlawanan (reverse bias).

2.2.1 Forward Bias


Apabila sumber dc mendorong arus konvensional searah dengan anak
panah dioda, maka dioda dibias forward. Makin besar tegangan yang diberikan
maka makin besar arus dioda. Gambar 2.4 akan menunjukkan bagaimana bentuk
grafis dioda silikon terbias forward.

Gambar 2.4 (a) Rangkaian Dioda; (b) Kurva Forward; (c) Resistansi Bulk; (d) Arus Forward

Dioda tidak dapat konduksi dengan baik hingga tegangan melampaui


potensial barier. Setelah mendekati 0,7V, elektron pita konduksi dan hole mulai
melewati junction dalam jumlah yang besar dan lalu arus bertambah dengan
cepat. Diatas 0,7V setiap pertambahan 0,1V menghasilkan pertambahan arus
yang curam. Tegangan dimana arus bertambah dengan cepat disebut tegangan
knee dari dioda. Untuk dioda silicon, tegangan knee sama dengan potensial
barier kira-kira 0,7 V untuk germanium 0,3 V.
Diatas tegangan knee, pertambahan arus dioda sangat cepat karena
sesudah melewati potensial barier, semua penghambat arus adalah resistansi
daerah p dan n yang dilambangkan rp dan rn dalam gambar 2.3 (c). Karena
setiap konduktor mempunyai resistansi, maka kedua daerah p dan n juga
mempunyai resistansi. Jumlah resistansi-resistansi ini disebut resistansi bulk
dioda.
rB = rp + rn …………………………………………………..…………………………………… (2.5)
Nilai resistansi bulk rB tergantung pada doping dan besarnya daerah p dan n, r B
umumnya b dari 1 sampai 25 Ohm.
Untuk mendapatkan harga pendekatan dari r B kita harus mengetahui
arus forward (IF) yang biasanya ditampilkan dalam lembaran data dari pabrik
untuk tegangan 1 V. Untuk dioda silicon 0,7 V pertama jatuh pada lapisan
pengosongan; 0,3 terakhir jatuh pada rB dari dioda, maka
rB = 0,3 / IF…………………………………………………………(2.6)

2.2.2 Reverse Dioda


Jika sebuah dioda di reverse maka akan didapatkan arus yang kecil untuk
semua tegangan reverse yang lebih rendah daripada tegangan breakdown, pada
tegangan breakdown arus bertambah dengan cepat untuk pertambahan tegangan
yang sedikit saja.
Gambar 2.5 (a) Bias reverse; (b) Kurva reverse

Gambar 2.6 Kurva lengkap dioda

Jika dibias reverse, dioda mempunyai arus-arus reverse yang kecil. Satu
cara untuk memperkirakan pentingnya arus ini adalah dengan resistansi reverse
dioda :
RB = VR / IR.……………………………….…………………….. (2.7)
2.2.3 Dioda Sebagai Penyearah Jembatan
Walaupun transformator dengan center tap memberikan isolasi maupun
rangkaian yang sederhana untuk implementasi penyearah gelombang penuh, pada
prakteknya sukar sekali untuk menempatkan tap tersebut. Lagipula hanya
setengah dari lilitan sekunder yang dipakai selama setengah waktunya
Maka itu diperlukan jembatan yang merupakan penyearah gelombang
penuh yang menggunakan empat buah dioda. Pada penyearah yang disusun pada
setiap setengah gelombang keluaran yang berbeda akan bekerja masing-masing
dua buah dioda secara bergantian. Dua buah dioda yang dipasang deret akan
menahan tegangan terbalik maksimum pada masing-masing dioda.

Gambar 2.7. Penyearah jembatan

Pada rangkaian penyearah jembatan berlaku persamaan :


Vp
ip  ..………………..……………... (2.8)
Rtrafo  2 Rf  R1

dimana :
Ip = arus puncak
Vp = tegangan puncak
Rf = tahanan dalam dioda
RL = tahanan beban

2.2.4. Dioda Zener


Dioda zener adalah dioda silikon yang berfungsi paling optimal pada daerah
breakdown. Dioda zener (dioda pengatur tegangan) atau disebut dengan dioda
dadal karena dioda ini mempertahankan tegangan output tetap konstan meskipun
arus yang melaluinya berubah.
Gambar 2.8 menunjukkan lambang skematik dioda zener dan gravik I-V dioda
zener.

Gambar 2.8 (a) Lambang dioda zener (b) Grafik I-V dioda zener
Pada daerah maju, dioda mulai menghantar pada tegangan sekitar 0,7 V,
seperti dioda silikon biasa. Pada daerah bocor (antara nol dan dadal) dioda hanya
mempunyai sedikit arus balik. Pada dioda zener, lengkungan di sekitar breakdown
berbentuk lutut yang sangat tajam, diikuti dengan lengkungan arus yang hampir
vertikal.
Gambar 2.9 menunjukkan output catu daya yang dihubungkan dengan resistor
seri dan dioda zener. Rangkaian ini digunakan untuk menghasilkan tegangan
output DC yang lebih kecil.

Gambar 2.9 Catu daya mencatu regulator

Penyearah Jembatan
Untuk mengubah daya bolak-balik agar diperoleh daya searah
diperlukan rangkaian penyearah. Untuk rangkaian penyearah ini menggunakan
dioda sebagai komponen utamanya. Rangkaian penyearah pada dasarnya terbagi
menjadi dua macam yaitu penyearah setengah gelombang dan penyearah
gelombang penuh. Suatu alat, seperti dioda semikonduktor, mengubah gelombang
masukan sinusoida (yang nilai rata-ratanya sama dengan nol) menjadi bentuk
gelombang searah (walaupun tidak tetap) dengan komponen rata-rata tak sama
dengan nol disebut suatu penyearah. Untuk mengubah daya bolak-balik agar
diperoleh daya searah diperlukan rangkaian penyearah.
Prinsip penyearah yang paling sederhana adalah penyearah sederhana
dimana transformator diperlukan untuk menurunkan tegangan bolak-balik dari
jala-jala PLN pada kumparan primernya terdapat tegangan AC yang lebih
besar dari pada kumparan sekundernya.

Gambar 2.10 Penyearah dengan jembatan

Disini transformator berfungsi untuk menurunkan tegangan AC dari


tegangan jala-jala 220 Volt AC diturunkan menjadi 12 Volt AC. Pada saat
setengah periode positif, arus akan mengalir malalui lintasan A-B-RL-C-D,
Sedangkan pada saat setengah periode negatif arus akan mengalir melalui
lintasan D-B-RL-C-A. Untuk memanfaatkan kedua setengah siklus dari
gelombang AC frekuensi daya, maka sebagian besar daya menggunakan sistem
penyearah gelombang penuh, maka elekton didorong keluar dari ujung negatif
trafo melalui titik D keatas melalui R. Melalui titik A kedalam terminal atas
trafo.
Gambar 2.11 Sinyal Penyearah Gelombang Penuh

Karena sinyal gelombang penuh mempunyai banyak putaran lingkaran


positif seperti sinyal setengah gelombang DC atau nilai rata-rata merupakan dua
kali:
Vp
Vdc  …………………….………………..........………… (2.9)

Dengan pengruh setengah gelombang, frekuensi keluaran sama dengan
frekuensi masukkan Tetapi dengan penyearah gelombang penuh, tegangan saluran
AC mempunyai sebuah frekuensi 60 Hz. Karena itu periode masukkannya:
1 1
Tin    16,7 ms
f 60 Hz

Frekuensi gelombang penuh adalah dua kali frekuensi masukkan. Hal ini
sangat beralasan karena, sebua keluaran gelombang penuh mempunyai dua kali
sebanyak putaran yang dipunyai masukkan gelombang sinus. Persamaannya :
fout  2 fin ........................................................................... (2.10)

2.3.1 Penyearah Jembatan dengan Filter Kapasitor


Filter menghasilkan tegangan keluaran DC yang sama dengan nilai rata-
rata tegangan penyearah dan nilai puncak tegangan penyearah. Tipe filter sebagian
besar dipakai pada power supplay. Gambar 2.12 menunjukkan sebuah sumber AC,
sebuah dioda, dan sebuah kapasitor, untuk dapat memahami filter kapasitor adalah
memahami apa yang dikerjakan oleh rangkaian sederhana selama seperempat
putaran pertama, pada awalnya kapasitor tidak bertenaga, selama seperempat
putaran pertama, dioda berfungsi sebagai forward bias, karena ia berlaku sama
dengan sumber tegangan pada masing-masing unit pada putaran seperempat
pertama.
Setengah tegangan masukan mencapai puncak, ia mulai menurun. Segera
tegangan masukan kurang dari Vp. Idealnya, semua filter kapasitor masukan filter
akan mencapai ke tegangan puncak selama putaran seperempat pertama. Tegangan
puncak konstan, tegangan DC sempurna kita butuhkan untuk peralatan elektronik
DC.

Gambar 2.12. Filter Kapasitor

(b)
(c)
Gambar 2.13 (a) Rectifier jembatan dengan filter kapasitor (b) Masukan gelombang penuh
(c) Output gelombang penuh

2.4 Transistor
Transistor merupakan piranti elektronika dengan tiga terminal seperti yang
diperlihatkan oleh simbol rangkaian pada gambar 2.14. Transistor terbuat dari
bahan semi konduktor dasar yang kemudian diolah sehingga terbentuk bahan semi
konduktor jenis p dan n. Walaupun proses pembuatannya banyak, pada dasarnya
transistor merupakan tiga lapis gabungan kedua jenis bahan tersebut yaitu npn dan
pnp.
Transistor tipe NPN akan bekerja apabila junction basis emitor dibias
maju artinya apabila tegangan pada basis lebih positif dari pada tegangan emitor,
maka transistor akan melewatkan arus dari kolektor ke emitor (transistor
konduksi). Sebaliknya apabila tegangan pada basis diberi tegangan lebih
negative dari pada tegangan pada emitor, maka transistor tidak konduksi (cutt
of).
Transistor tipe PNP bekerja bila junction basis emitor dibias mundur
artinya bila tegangan pada basis lebih negative dari pada tegangan pada emitor,
maka transistor akan melewatkan arus dari emitor ke kolektor (transistor
konduksi). Sebalinya bila tegangan pada basis lebih positif dari pada emitor
maka transistor tidak konduksi.
Gambar 2.14. Simbol sirkit transistor
a. Simbol sirkit transistor npn
b. Simbol sirkit transistor pnp
Karakteristik operasi transistor menyatakan spesifikasinya, yang tidak
boleh dilampaui. Lembaran data memberikan nilai-nilai penting antara lain
adalah:
1. VCBO = tegangan bias transistor maksimum
2. VCEO = tegangan emitor kolektor maksimum
3. VEBO = tegangan basis emitor maksimum

Gambar 2.15. Karakteristik operasi tegangan transistor

2.4.1 Daerah Kerja Transistor


Untuk mengoperasikan transistor, maka terlebih dahulu harus diketahui
daerah kerjanya. Terdapat tiga daerah kerja transistor yaitu daerah mati (cutt off),
daerah jenuh (saturasi), daerah aktif. Seperti ditunjukan pada gambar 2.16.
Gambar 2.16. Garis Beban Transistor

a) Daerah Jenuh (Saturasi)


Transistor akan bekerja pada daerah jenuh jika sambungan kolektor basis
(VCB) dan sambungan basis – emitor (V BE) diberikan tegangan dengan bias maju
(forward bias). Pada daerah ini transistor dikatakan menghantar (sambungan CE
terhubung).
b) Daerah Aktif
Daerah aktif terletak antara daerah jenuh dengan daerah mati (cutt off).
Transistor akan bekerja pada daerah aktif, jika diberi bias maju pada sambungan
basis – emitor (VBE) dan bias terbalik (reverse bias) pada sambungan kolektor
basis (VBC) untuk transistor NPN.
c) Daerah Mati (cutt off)
Daerah mati (cutt off) merupakan daerah kerja transitor dibawah kurva
arus bias (IB) sama dengan nol. Untuk mengoperasikannya diperlukan bias
mundur pada kedua sambungan kolektor – basis (VCB) dan sambungan basis –
emitor (VBE). Pada daerah ini dikatakan tersumbat karena sambungan CE terpisah.

2.4.2 Transistor Sebagai Saklar


Transistor mempunyai dua keadaan yaitu on dan off, sehingga transistor
dapat dioperasikan sebagai saklar. Operasi transistor sebagai saklar dapat
diperlihatkan pada gambar 2.17.
Gambar 2.17. Rangkaian dasar transistor sebagai saklar

Dari gambar 2.17 kita dapatkan persamaan-persamaan transistor dalam


keadaan ideal sebagai berikut:
VCC  VCE
Vcc
Ic  …………………………………………….. (2.11)
Rc
Ic
IB  …………………………………………... (2.12)
hFE
Vcc 1
IB  . ……………………………………… (2.13)
Rc hFE
VB  VBE
RB  ………………………………………. (2.14)
IB
VB = IB . RB + 0,6 V …………………………...…….. (2.15)
Pada daerah Cutt off didapatkan :
Daerah mati (cutt off) merupakan daerah kerja transitor dibawah kurva
arus bias (IB) sama dengan nol. Untuk mengoperasikannya diperlukan bias
mundur pada kedua sambungan kolektor – basis (VCB) dan sambungan basis –
emitor (VBE). Pada daerah ini dikatakan tersumbat karena sambungan CE terpisah.
I B  0 ........................................................................... (2.16)
VCE ( cut off )  VCC .............................................................

(2.17)
VCE  BVCEO .................................................................. (2.18)
Sedang pada daerah Saturasi didapatkan :
Transistor akan bekerja pada daerah jenuh jika sambungan kolektor basis
(VCB) dan sambungan basis – emitor (V BE) diberikan tegangan dengan bias maju
(forward bias). Pada daerah ini transistor dikatakan menghantar (sambungan CE
terhubung).
VCC
I C ( sat )  ................................................................. (2.19)
RC
I B  I B ) sat ) ..................................................................... (2.20)

VCE  VCE ( sat ) ................................................................. (2.21)

Gambar 2.18.
Daerah operasi
saklar

Transistor
sebagai saklar
mempunyai
prinsip kerja sebagai berikut :
Pada daerah jenuh transistor seakan-akan berfungsi sebagai suatu saklar
yang tertutup (ON), dan berada pada daerah sumbat (cut off) akan berfungsi
sebagai suatu saklar yang terbuka (OFF). Arus colektor IC dan arus basis IB yang
dibutuhkan dalam pengoperasian transistor adalah :
Vm
IB  (mA), VBE diabaikan ….. (2.22)
RB

VCC  VCE
IC  (mA)…………………….. (2.23)
RC
Saat Vin = 0, yang berarti tidak ada sinyal masukan, transistor akan
tersumbat karena tidak ada arus yang mengalir ke emitor. Kondisi ini dikatakan
sebagai saklar terbuka. Tegangan antara kolektor dan emitor mendekati VCC dan
arus kolektor mendekati nol, sehingga tegangan jatuh yang terjadi pada R C
diabaikan.
Besarnya arus beban RC dan tegangan keluaran adalah :
VCC  VCE
I RC  (mA)…………...………….. (2.24)
RC

Vout  VCC  ( I RC .RC ) (Voult)……......…………… (2.25)


Karena VCE = VCC, maka :
VCC  VCE
I RC  0 …………………………….. (2.26)
RC

Sehingga : Vout = VCC – 0 x RC


Vout = VCC……………………….……….…..………… (2.27)
Pada saat Vin berlogika 1, transistor akan terbias karena ada arus yang
mengalir sehingga tercapai tegangan VBE. Transistor akan berubah dari kedaan
sumbat ke keadaan jenuh, sehingga IC maksimum. Kondisi ini dikatakan sebagai
saklar tertutup. Besarnya arus yang mengalir ke RC adalah :
VCC  VCE
I RC  Karena VCE = 0 maka :
RC

VCC
I RL  I C  ………………………….. (2.28)
RC

besarnya arus basis minimum (IB MIN) untuk pengoperasian daerah jenuh
sebagai berikut :
IC
I B MIN  (mA)…………………….. (2.29)

2.5 Relay
Relay adalah sebuah alat elektromagnetik yang dapat mengubah kontak–
kontak saklar pada waktu alat ini menerima sinyal listrik. Relay ini tersusun atas
sebuah kumparan kawat pada suatu inti besi lunak di dalamnya. Diagram dari
relay seperti terlihat pada gambar 2.19.

Gambar 2.19 Diagram relay


Setiap relay mempunyai gulungan koil yang mengelilingi inti besi. Satu
set kontak yang dapat bergerak dan satu set kontak stasioner. Saklar ini biasanya
digunakan untuk mengalirkan atau menghentikan arus melalui koil. Ketika arus
mengalir melalui koil, terjadilah medan magnet yang besar. Elektromagnet
menarik armatur, menggerakkan kontak relay sehingga terciptalah hubungan
elektrik dengan kontak stasioner. Pergerakan fisik armatur hanya terjadi ketika
arus mengalir melalui koil. Beberapa set kontak dapat dibangun pada relay,
sehingga memungkinkan untuk mengontrol banyak rangkaian yang berbeda pada
saat yang sama.
Disaat arus catu diputuskan, medan magnet dipangkas atau dihilangkan.
Ini menimbulkan tegangan imbasan (induksi) yang berakibat akan adanya arus
yang mengalir lewat hubung singkat kumparan. Arus yang timbul ini
menimbulkan medan magnet dan medan magnet membangkitkan arus.
Gambar 2.20 Penindasan tegangan induksi dengan
memparalelkan relay dengan dioda

Relay diaktifkan atau dipadamkan oleh transistor. Untuk mencegah adanya


tegangan imbas pada saat pemadaman yang dapat merusak transistor, maka
diparalelkan sebuah dioda yang dikenal dengan dioda tindas (karena menindas
tegangan imbas yang timbul) seperti tampak pada gambar 2.20. Dalam pemakaian
biasa, dioda tindas juga harus menyumbat, tetapi tegangan imbas berkutub itu
berdasarkan peran ganda yang ada pada kumparan jika dihubungkan pada catu
daya, ia sebagai pemakai arus, sesudah arus diputuskan ia berfungsi sebagai
sumber arus dan sumber tegangan. Karena dalam dua kejadian arus memiliki arah
yang sama, hanya tinggal menukar kutub tegangan saja.

2.6 Penguat Operasional


Op-amp adalah piranti solid state yang mampu mengindera dan memperkuat
sinyal masukan baik DC maupun AC. Op-amp IC yang khas terdiri dari tiga
rangkaian dasar yakni penguat deferensial impedansi masukan tinggi, penguat
tegangan tinggi dan penguat tegangan impedansi rendah. Lazimnya Op-amp
memerlukan catu positif dan catu negative, karena catunya demekian maka
tegangan keluarannya dapat beragam positif atau negative terhadap bumi.
Karakteristik Op-amp adalah :
1. Impedansi masukan sangat tinggi sehingga arus masukan praktis dapat
diabaikan.
2. Penggunaan lup terbuka amat tinggi.
3. Impedansi keluaran sangat rendah sehingga keluaran penguat tidak
berpengaruh oleh pembebanan.

Gambar 2.21 Simbol Skematik Op-Amp Standart

Terminal-terminal masukan ada pada bagian atas segitiga. Masukan


membalik dinyatakan dengan tanda minus (-). Tegangan DC atau AC yang
dikenakan pada masukan ini akan digeser fasanya 180 pada keluaran. Masukan
tak membalik dinyatakan dengan tanda plus (+). Tegangan DC atau AC yang
diberikan pada masukan ini akan sefasa dengan keluaran.

2.6.1 Penguat Non - Inverting


Penguat non-inverting mempunyai impedansi input yang tinggi, impedansi
output rendah dan penguatan tegangan yang stabil yang diberikan dengan :
VOUT R
 1  2 ……………………………….…………….…… (2.30)
VIN R1
Untuk VOUT dan VIN digunakan huruf besar karena penguatan operatif dapat
bekerja secara langsung dengan sinyal DC. Gambar penguat non-inverting dapat
dilihat dalam gambar 2.23.
Gambar 2.22 penguat non-inverting

Gambar 2.23 adalah salah satu cara memberi arus dalam jumlah yang
tetap malalui beban, karena tegangan kesalahan kecil dapat diabaikan, pada
dasarnya semua VIN muncul pada R yang menimbulkan arus.
VIN
I OUT  ………………………………………………… (2.31)
R
Semua arus ini harus melalui beban, karena arus yang dapat diabaikan
mengalir ke dalam inputan inverting dari penguat operatif. Tergantung pada
penggunaan, beban dapat berupa resistor, kapasitor, inductor atau gabungan.

2.6.2 Penguat Inverting


Gambar 2.24 (a) menunjukkan penguat inverting, rangkaian penguat
operatif yang sangat popular. Terminal inverting pada pertanahan semu (virtual
ground) yang berarti tegangan terhadap tanah mendekati nol. Tetapi karena
pertanahan semu tidak dapat melepaskan arus, semua input didorong melaui
R2, akibatnya
VIN  I IN R1 ……………………………………….................. (2.32)
VOUT   I IN R2 …………………………………………..…… (2.33)
Tanda minus terjadi karena inverse, dengan mengambil rasio kedua
persamaan diatas diperoleh penguatan tegangan
VOUT  R2
1  ……………………………….………………. (2.34)
VIN R1

Maka impedansi inputnya adalah :


Z IN  R1 ……………………………………………………… (2.35)
Dalam hal ini penguat inverting, memungkinkan kita dapat menset suatu
harga yang tepat dari impedansi input, demikian juga penguatan tegangan.
Gambar pengat inverting dapat dilihat dalam gambar 2.24.

Gambar 2.23 Penguat Inverting

2.6.3 Pengikut Tegangan


Gambar 2.25 adalah pengikut tegangan, yang banyak digunakan karena
kualitas buffernya yang baik, impedansi input ekstrim tinggi, impedansi output
ekstrim rendah dan penguatan tegangan unit. Karena dalam penguatan
tegangan umpan-balik negative adalah maksimum, lebar pita sama dengan f Unit.

Gambar 2.24 Pengikut Tegangan


Kedua masukan disatukan dan keluaran mengikuti masukan maka pengikut
tegangan menjadi :
V0 = VS………………………………………………………… (2.35)

2.6.4 Komparator (Pembanding)


Komparator adalah membandingkan dua macam tegangan pada kedua
masukannya. Di dalam prakteknya, tegangan yang satu dicatu oleh suatu tegangan
referensi yang besarnya tetap, sedangkan tegangan yang lain oleh suatu masukan
tegangan yang berubah-ubah. Jika masukan non inverting lebih positif dari
masukan inverting-nya, maka akan diperoleh keluaran maksimum positif. Jika
masukan inverting lebih positif dari masukan non inverting-nya, maka akan
diperoleh keluaran maksimum negatif.
Cara kerja sebuah komparator seperti sebuah penguat operasional tanpa
resistor umpan balik, sehingga penguatannya sangat tinggi. Jika masukan
membalik dihubungkan dengan tanah , maka tegangan masukan yang sangat kecil
sudah cukup untuk membuat penguat operasional menjadi jenuh. Karena tegangan
masukan yang dibutuhkan untuk menghasilkan kejenuhan sangat kecil, maka
transisi yang dihasilkan tampak seperti vertikal. Ini berarti bahwa tegangan masuk
negatif mengakibatkan kejenuhan negatif. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 2.26.

Gambar 2.25 Op-Amp sebagai pembanding dan Karakter transfer sebuah pembanding
2.7 Beban
Dalam bidang elektronika khususnya, pemakaian energi listrik atau beban
listrik tergantung pada kebutuhan komponen elektronika tersebut. Besarnya energi
atau beban listrik yang dipakai ditentukan oleh reaktansi (R), induktansi (L),
kapasitansi (C). besarnya energi listrik itu disebabkan karena banyak dan beraneka
ragam peralatan (beban) listrik yang digunakan. Sedangkan beban listrik yang
digunakan umunya bersifat induktif dan kapasitif. Dimana beban induktif (positif)
membutuhkan daya reaktif seperti trafo pada rectifier, motor induksi AC dan
Lampu TL, sedangkan beban kapasitif (negatif) mengeluarkan daya reaktif.

2.7.1 Beban Induktif


Pada peralatan seperti transformator memiliki kumparan dalam jumlah
lilitan tertentu dalam rangkaian. Dengan demikian, beban memiliki sifat dominan
induktif. Pada beban dominan induktif, selain menarik arus kerja dari jala-jala,
beban juga menarik arus magnetisasi atau arus reaktif. Bisa dilihat dalam
pembuktian berikut :
Z  R  jX L ……………………………………..……………… (2.36)
Jika nilai R kecil dan dapat diabaikan maka :
Z  jX L

Z  XL

V  I .Z ………………………………………………………….. (2.37)
V
Z  …………………………………………………………… (2.38)
I
Jika V  V 00 , ……………………………………………… (2.39)

V0
I  I  900 …………………………… (2.40)
2900
Dengan sudut I negative maka factor daya (perbedaan sudut fasa antara
arus dan tegangan) untuk beban induktif adalah factor daya tertinggal dimana I
tertinggal 900 dari V. seperti terlihat pada gambar 2.27
(a) (b)
Gambar 2.26 (a) Rangkaian Beban Induktif (b) Beban Induktif

Karena sifat beban yang dominan induktif, maka dapat dikompensasi


dengan adanya kapasitor.

2.7.2 Beban Kapasitif


Pada beban dominan kapasitif, selain menarik arus kerja, beban kapasitif
juga menarik arus reaktif yang berguna untuk membangkitkan medan listrik. Arus
reaktif pada beban dominan kapasitif ini mempunyai sudut fasa mendahului
terhadap tegangan.
Yaitu :
Z  R  jX C ………………………….…………………….…… (2.41)

Jika nilai R kecil dan dapat diabaikan, maka :


Z   jX

Z  XC

V  I .Z

V
Z 
I
Jika V  V 0 0

V0
I   I900 …………………………………………(2.42)
Z  900
Dengan sudut I positif maka factor daya untuk beban kapasitif adalah
mendahului (leading) dimana I mendahului 900V. seperti terlihat pada gambar

(a) (b)

Gambar 2.27 (a) Rangkaian Beban Kapasitif (b) Beban Kapasitif

Karena sifat beban yang dominan kapasitif, maka dapat dikompensasi


dengan adanya Induktor.

2.7.3 Beban Paralel

V  IR
* *
 VI1  VI 2 ……………………………………………………. (2.43)
dimana : V = Tegangan
I = Arus
R = Hambatan
Bila beban terdiri dari R dan L dengan arus I, maka :
V  I ( R  jK L ) ………………………………………………….. (2.44)
S  V . I *  I 2 . R  jI 2 . X L ………………………………………. (2.45)

2.8 Daya Listrik Arus Bolak-Balik


Satuan daya listrik dalam SI adalah Watt, yang didifinisikan sebagai
berubahnya energi terhadap waktu dalam bentuk tegangan dan arus. Daya dalam
watt diserap oleh suatu beban pada setiap saat sama dengan jatuh tegangan pada
beban tersebut (volt) dikalikan dengan arus yang mengalir lewat beban (Ampere),
atau
P  V . I Cos  …………………………………………….…….. (2.46)

Dimana : P = daya (Watt)


I = arus (Ampere)
V = tegangan (Volt)
Sebuah sumber listrik AC mengalirkan energi listrik dalam bentuk energi
aktif dan reaktif. Yang dapat dinyatakan sebagai berikut :
1. Energi Aktif (dinyatakan dalam Watt)
Adalah energi yang diperlukan untuk ditransformasikan atau diubah
kebentuk energi yang lain
2. Energi Reaktif (dinyatakan dalam VAr)
Adalah energi yang diperlukan oleh peralatan yang bekerja dengan system
elektromagnetik yaitu untuk membentuk medan magnetnya.
3. Daya Kompleks (dinyatakan dalam VA)
Adalah penjumlahan fektor dari daya aktif dan reaktif
Hubungan dari jenis energi ini dapat digambarkan sebagai berikut :

S = daya kompleks (VA) Q = daya Reaktif (VAr)

φ
P = daya Aktif (Watt)

Gambar 2.29 Hubungan antara daya aktif, daya reaktif dan daya kompleks
Dimana :
S = Daya Kompleks (VA)……………………………..………. (2.47)
P  V I cos   daya aktif ( watt ) ………………..………… (2.48)
Q  V I sin   daya reaktif (Var ) …………………..……… (2.49)
P
S  P  jQ    tg 1 ……………………………. (2.50)
Q

keterangan : ¢ = positif lagging (tertinggal)


¢ = Negatif leading (mendahului)
2.9 Faktor Daya
Dari grafik diatas dapat dilihat, factor daya (Cos φ) adalah perbandingan
antara daya aktif (W) dengan daya kompleks (VA) yaitu :
P  kW 
Faktor Daya  ……………………….………………. (2.51)
S  kVA 

V .I cos
Pf   Pf  cos  ……………….……………… (2.52)
V .I
Untuk tegangan yang tetap, penurunan faktor daya memerlukan arus yang
lebih besar untuk daya yang diketahui. Hal ini akan menyebabkan penurunan
tegangan I V dan kerugian I2 R dalam transmisi bertambah besar.
Untuk nilai Cos φ yang tinggi, akan berpengaruh pada penghematan
energi. Karena Cos φ yang tinggi akan mengoptimalkan daya yang didapat dari
PLN, serta menghindari terkena denda biaya kelebihan kVAR.

2.10 Multivibrator
Multivibrator adalah salah satu rangkaian yang hanya memiliki salah satu
dari dua level tegangan keluaran kecuali pada saat transisi dari tinggi ke rendah
atau sebaliknya. Multivibrator lebuh identik dengan pembangkit gelombang segi
empat. Jenis operasi multivibrator dibagi menjadi tiga yaitu :
1. Monostabile, yaitu apabila suatu level stabil, sedang level yang lain
seolah-olah stabil, level keluaran akan tetap pada kedudukan stabil sampai
ada sinyal picu yang membuatnya berubah kedudukan yang kedua.
2. Bistabile, yaitu apabila level tegangan keluaran keduanya stabil,
perpindahan terjadi hanya jika sinyal picu diterima.
3. Astabile, yaitu apabila level keluaran keduanya seolah-olah stabil,
perubahan kedudukan level tegangan tidak dipengaruhi oleh sinyal picu.

2.10.1 Multivibrator Monostabile


Monostable multivibrator juga dinamakan multivibrator satu ayunan atau
satu lontaran. Yang dapat menghasilkan pulsa keluaran tunggal dalam durasi
waktu yang dikehendaki untuk setiap pulsa pemicu masukan.
Monostable multivibrator mempunyai satu elemen penyimpan energi
yakni satu kapasitor. Pada rangkaian monostable ini, sebuah pulsa pemicu
masukan yang tunggal lagi sempit menghasilkan sebuah pulsa tunggal berbentuk
rectangular yang amplitudo, lebar pulsa dan bentuk gelombang lebih tergantung
pada nilai komponen rangkaian dari pada pulsa pemicu.
Karena multivibrator ini menghasilkan satu pulsa keluaran dari setiap
pulsa pemicu masukan yang ia terima, maka ia disebut mono atau one-shot
multivibrator.
Durasi pulsa ini juga dikenal sebagai one-shot period. Dimana panjang
pulsa masukan itu tidak mempengaruhi pada panjang pulsa keluarannya. Sekali
daur dimulai, pembagi waktunya akan ditentukan hanya oleh tetapan waktu R, C
dari rangkaian. Kebanyakan rangkaian multivbrator monostabil akan
mengabaikan pulsa-pulsa masukan tambahan yang mungkin timbul selama pulsa
keluaran. Jenis lainnya adalah yang dipicu. Waktu pulsa keluaran akan dinolkan
kembali jika sebuah pulsa masukan baru diterima sebelum rangkaian
menghabiskan waktu keluarannya. Pada gambar 2.31 di bawah ini adalah gambar
rangkaian multivibrator monostabil.
Gambar 2.30 Rangkaian multivibrator monostabile

2.10.2 Astabil Multivibrator


Pada multivibrator astabil tegangan keluaran beralih dari tingkat yang
tinggi ke tingkat yang rendah dan akan berulang. Waktu keluaran yang tinggi atau
rendah ditentukan oleh suatu jaringan kapasitor dan resistor yang dihubungkan
dari luar pewaktu IC 555. harga tegangan keluaran yang tinggi sedikit lebih kecil
dari VCC. Sedangkan harga keluaran pada tingkat yang rendah kurang lebih 0.1
Volt.

Gambar 2.31 Rangkaian multivibrator astabil

Persamaan astabil multivibrator :


T = 0.693 C (Ra + 2.Rb)………………………………..………. (2.53)
1
f  ……………………………………………….………… (2.54)
T
subsitusi persamaan diatas akan didapatkan :
1
f  ……………………………………….. (2.55)
0.693.C.( Ra  2.Rb )
1.44
f  …………………………………….………….. (2.56)
C.( Ra  Rb )

2.10.3 Penundaan Waktu Daya Hidup

Gambar 2.32 Rangkaian Pewaktu


Dari rangkaian pewaktu yang ditunjukkan pada gambar 2.33, pada saat
kapasitor C terisi muatan melalui R maka tegangan ambang kaki 6 (threshold)
menjadi lebih kecil dari 1/3 Vcc, sedangkan pemicu kaki 2 masih tetap diatas Vcc
sehingga menyebabkan IC 555 memasuki memori C. untuk selanjutnya baik
pemicu maupun ambang turun tepat dibawah 1/3 Vcc yang menyebabkan
keluaran jadi tinggi pada waktu T. dengan demikian keluaran pada kaki 3 IC 555
telah ditunda selama selang waktu T setelah penutupan saklar pada t=0 seperti
ditunjukan pada gambar 2.34
Persamaan umum untuk tegangan pengisian kapasitor dengan kenaikan
eksponensial dari nol sampai tegangan suplai adalah
Vc = Vcc (1 – e – 1/ τ)……………………………………………. (2.57)
Dimana τ = RC = Konstanta waktu
Pada saat tegangan pengisian kapasitor mencapai 2/3, periode pewaktuan
berakhir dan nilai disubsitusikan ke dalam persamaan 2.57, sehingga penundaan
waktu didapatkan :
T = 1,1. R.C…………………………………………………….. (2.58)
Dimana : T = waktu (detik)
R = hambatan (ohm)
C = kapasitor (farad)
Dengan mengganti harga R dan C maka dapat dibangkitkan suatu
penundaan waktu dengan keluaran yang tinggi.

Gambar 2.33 Gelombang tundaan waktu

2.11 Semikonduktor
2.11.1 Struktur Atom

Semikonduktor adalah bahan yang bersifat antara menghantarkan arus

listrik atau tidak, dalam kedaan normal. Bohr megidealkan atom, ia melihatnya

sebagai inti yang dikelilingi oleh elektron-elektron yang mengorbit. Initi atom

mempunyai muatan positif dan menarik elektron. Elektron akan jatuh ke dalam

inti bila tanpa ada gaya sentrifugal dalam geraknya. Jika elektron bergerak dalm

orbit yang stabil, ia mempunyai kecepatan yang sesuai untuk gaya centrifugal

untuk mengimbangi penarikan inti. Makin dekat elektron pada inti atom, ia harus

bergerak lebih cepat untuk mengimbangi penarikan inti. Gambar atom bohr

seperti terlihat pada Gambar 2.34.


Gambar 2.34. Model Atom Bohr

Semikonduktor tesusun dari Silicon ( Si ) dan Germanium ( Ge ). Atom

Silikon terisolir mempunyai 14 proton dalam intinya. Dua elektron bergerak bebas

pada orbit pertama, delapan elektron pada orbit kedua dan empat pada orbit

terluar atau valensi. 14 elektron yang berputar menetralkan muatan dari inti atom

sehingga dari luar atom ( secara listrik ) adalah netral. Gmbar Atom Silikon

seperti terlihat pada Gambar 2.35a.

Atom germanium terisolir mempuyai 32 proton dalam inti dan 32

elektron yang mengorbit. Yang penting khususnya adalah orbit terluar terdiri dari

4 elektron, yang sama seperti Silikon. Oleh sebab itu, Silikon dan Germanium

disebut elemen tetravalent. ( Tetravalent berarti mempunyai 4 elektron valensi ).

Gambar Atom Germanium Seperti terlihat pada Gambar 2.35b.

32P
14P

2-8-4 2-8-18-4

Gambar 2.35a. Atom Silikon Gambar 2.35b. Atom Germanium


2.11.2 Level Energi

Energi diperlukan untuk memindahkan elektron dan orbit yang lebih

kecil ke orbit yang lebih besar karena kerja harus dilakukan untuk mengatasi

penarikan oleh inti. Oleh sebab itu, makin besar energi potensialnya berkenaan

dengan inti.

Agar mudah menggambarnya, maka dapat digambarkan berupa

lengkungan orbit sebagai garis datar seperti pada gambar 2.35b. Orbit pertama

menyatakan level energi pertama, orbit kedua adalah level energi kedua dan

seterusnya. Makin tinggi level energi, makin besar energi elektron dan makin

besar orbitnya.

Gambar 2.35a. Atom Yang Diperbesar Gmbar 2.35b. Level Energi

Jika energi terluar seperi panas, cahaya dan radiasi lain membom atom,

ini akan dapat mengangkat elektron ke level yang lebih tinggi ( orbit yang lebih

besar ). Dengan demikian diperolaeh atom sedang dalam keadaan eksitasi.

Keadaan ini tidak bertahan lama karena elektron segera jatuh kembali ke level
energi semula. Pada saat ia jatuh, ia memberikan kembali energi yang diperoleh

dalam ke dalam bentuk panas, cahaya atau radiasi lain.

(a) (b) (c)

Gambar 2.34. (a) Elektron Menyerap Energi. (b) Keadaan Eksitasi. (c) Elektron Memancarkan

Energi

2.11.3 Kristal

Jika atom-atom bergabung membentuk padatan ( Solid ), mereka

mengatur dirinya sendiri dalam pola tatanan tertentu yang disebut kristal. Gaya

saling memegang dari atom merupakan ikatan kovalen.

Atom silikon terisolir mempunyai 4 elektron dalam orbit valensinya.

Untuk alasan yang meliputi persamaan-persamaan tingkat lanjut, atom silikon

yang bergabung mempunyai 8 elektron dalam orbit valensi. Untuk mengatasi ini,

tiap atom silikon mendudukan dirinya antara 4 atom silikon lainnya. Masing-

masing tetangga membagi elektron dengan atom pusat. Dengan jalan ini, atom

pusat mengambil 4 elektron, membentuk 8 elektron dalam orbit valensi.

Sebenarnya, elektron tidak selamanya milik satu atom, mereka dibagi oleh atom-

atom yang berbatasan. Pembagian ini yang membentuk ikatan kovalen. Seperti

terlihat pada Gambar 2.35a.


Gambar 2.35b melambangkan pembagian timbal balik dari elektron.

Tiap garis mewakili elektron yang terbagi. Tiap elektron terbagi membentuk

ikatan antara atom pusat dan tetangganya. Dengan alasan inilah, disebut masing-

masing garis sebagai ikatan kovalen.

Gambar 2.35. (a) Ikatan Kovalen. (b) Diagram Ikatan. (c) Hole. (d) Ikatan Putus

Jika energi terluar mengangkat elektron valensi ke level energi yang lebih

tinggi ( orbit lebih besar ), elektron yang keluar meninggalkan lowongan dalam

orbit terluar dinamakan hole. Hole ekivalen dengan ikatan kovalen yang putus dan

dilambangkan dengan Gambar 2.35d.


2.11.4 Doping

Krisal silikon murni ( setiap atomnya adalah atom silikon ) sebagai

semikonduktor intrinsik. Pembawa arus dalam semikonduktor intrinsik hanyalah

pasangan elektron–hole. Pada aplikasi umumnya, keadaan ini tidak cukup

menghsilkan arus yang terpakai.

Doping berarati penambahan atom-atom impuritas ( non tetravalent )

pada kristal untuk menambahkan jumlah elektron bebas maupun hole. Jika kristal

sudah di-dop, disebut semikonduktor eksintrik.

2.11.4.1 Semikonduktor Tipe-N

Untuk mendapatkan tambahan elektron pita konduksi, atom silikon

ditambahkan atom-atom pentavalent; atom ini mempunyai lima elektron dalam

orbit valensi. Setelah penmbahan atom pentavalent pada kristal silikon murni,

atom pentavalent mulanya mempunyai mempunyai lima elektron dalam orbit

valensinya. Setelah membentuk ikatan kovalen dengan empat tetangganya, atom

pusat ini mempunyai kelebihan elektron. Karena orbit valensi tidak dapat

memegang lebih dari delapan elektron, sisa ini harus bergerak dalam orbit pita

konduksi.

Untuk kristal yang di-dop oleh impuritas pentavalent, diperoleh:

1. Banyak elektron pita konduksi baru dihasilkan oleh doping. Karena tiap atom

pentavalent menyokong satu elektron pita konduksi.


2. Energi thermal tetap menghasilkan sedikit pasangan elektron-hole, ini

jumlahnya sangat sedikit sekali dibandingkan terhadap elektron-elektron pita

konduksi yang dihasilkan oleh doping.

Gambar 2.36b menunjukan kristal yang telah di-dop oleh impuritas

pentavalent. Untuk kenyataan ini, disebut elektron sebagai pembawa mayoritas (

majority carrier ) dan hole sebagai pembawa minoritas ( minority carrier ).

Silikon yang di-dop semacam ini sering disebut sebagai semikonduktor tipe-n di

mana n berarti negatif.

Atom pentavalent disebut atom donor karena mereka menghasilkan

elektron pita konduksi. Contoh impuritas donor adalah arsen, antimon, dan

posfor.

(a) (b)

Gambar 2.36.(a) Doping Dengan Impuritas Donor. (b) Diagram Energi Arus Hole

2.11.4.2 Semikonduktor Tipe-P

Dengan menggunakan impuritas trivalent ( atom dengan 3 elektron

dalam orbit terluarnya ). Setelah penambahan impuritas, didapatkan tiap atom

trivalent diantara empat tetangganya seperti ditunjukan pada Gambar 2.7a karena
tiap atom trivalent memebawa hanya tiga elektron orbit valensi, maka hanya tujuh

elektron akan berjalan dalam orbit valeninya. Dengan perkataan lain, sebuah hole

muncul dalam setiap atom trivalent. Dengan mengontrol jumlah impuritas yang

ditambahkan,

Semikonduktor yang di-dop oleh impuritas trivalent dikenal sebagai

semikonduktor tipe-p, p berarti positif. Seperti ditunjukan dalam Gambar 2.37b

hole dari semikonduktor tipe-p jauh lebih besar jumlahnya dari elektron pita

konduksi. Untuk alasan inilah, hole merupakan pembawa mayoritas dalam

semikonduktor tipe-p, sedangka pita konduksi sebagai pembawa minoritas.

Atom trivalent juga dikenal sebagai atom akseptor karena tiap hole dapat

menerima elektron selama rekombinasi. Contoh impuritas akseptor adalah

aluminium.boron, dan galium.

(a) (b)

Gambar 2.37. (a) Doping Dengan Impuritas Akseptor. (b) Diagram Energi Arus

2.12 Junction PN
Sambungan pn adalah batas antara tipe-n dan tipe-p. Sebuah pabrik akan
dapat menghasilkan sebuah kristal tunggal dengan bahan tipe-p pada satu sisi dan
tipe-n pada sisi yang lain Gambar 2.38.
Gambar 2.38 Sambungan PN
Karena penolakan dari masing-masing, maka elektron-elektron bebas pada
sisi n pada gambar 2.38 cenderung berpencar ke segala arah. Beberapa dari
elektron-elektron bebas menyebar melalui sambungan. Ketika sebuah elektron
bebas memasuki daerah p, maka ia akan menjadi pembawa minoritas. Setelah
memasuki daerah p, elektron bebas jatuh ke dalam lubang. Ketika ini terjadi,
lubang menghilangkan dan elektron bebas menjadi sebuah elektron valensi.
Gambar 2.39 menunjukkan sumber DC melintasi sebuah dioda. Pusat sumber
negatif dihubungkan dengan bahan tipe-n dan pusat positif dihubungkan dengan
bahan tipe-p. Hubungan tersebut menghasilkan bias maju.

Gambar 2.39 Bias Maju

Dalam gambar 2.39, baterai mendorong lubang-lubang elektron bebas


menuju sambungan. Jika tegangan baterai lebih kecil dibandingakan hambatan
potensil, elektron bebas tidak mempunyai cukup energi untuk melintasi lapisan
deplesi. Ketika masuk ke lapisan deplesi, ion-ion tersebut akan mendorong
kembali menuju daerah n, sehingga tidak ada arus yang melintasi dioda.
Saat sumber tegangan AC lebih besar dibandingkan dengan hambatan
potensial, baterai mendorong kembali lubang-lubang dan elektron bebas menuju
ke sambungan. Pada saat tersebut elektron bebas mempunyai cukup energi untuk
melintasi lapisan deplesi dan bergabung dengan lubang-lubang. Karena elektron-
elektron bebas secara terus-menerus memasuki ujung kanan dioda dan lubang-
lubang menciptakan lubang baru di ujung kiri maka terdapat arus yang secara
terus menerus melalui dioda.
Ketika tegangan baterai lebih besar dari 0.7 V, elektron bebas telah
mempunyai cukup energi untuk melintasi lapisan deplesi. Kemudian elektron
bebas masuk pada daerah p dan bergabung dengan lubang (elektron bebas menjadi
sebuah elektron valensi).

2.12.1 Juntion PN Transistor


Gambar 2.40 menunjukkan struktur dari transistor PNP bersama dengan
diagram skematiknya.

Gambar 2.40 Transistor PNP

Lubang adalh pembawa utama pada emiter dari pada elektron bebas.
Emiter menginjeksikan lubang ke basis. Mayoritas lubang ini mengalir ke
kolektor karena alasan inilah arus kolektor hampir sama dengan arus emiter.
Gambar 2.41 menunjukkan tiga arus trasistor. Panah penuh mewakili arus
konvensional dan panah putus-putus mewakili aliran elektron.
Gambar 2.41 Menunjukkan Arus Transistor

Perbandingan antara kuat IC dan kuat IB disebut bandingkan hantaran arus


maju disingkat hFE. Pada transistor daya, hanya hFE ada kira-kira 25 (atau lebih).
Sedangkan parameter transistor tidaklah konstan. Meskipun tipe sama parameter
dapat berbeda. Parameter juga akan berlain-lainan lagi setelah arus yang
berlawanan.

2.12.2 Pasangan Darlington


Hubungan darlington adalah hubungan dua transistor yang gain arus
totalnya adalah sama dengan perkalian gain arus sendiri-sendiri. Karena gain arus
jauh lebih besar, hubungan darlington dapat mempunyai impedansi masukan yang
sangat tinggi dan dapat pula menghasilkan arus keluaran yang sangat besar.
Hubungan darlington digunakan dengan regulator tegangan dan penguat daya.

Gambar 2.42 (a) pasangan darlington: (b) Transistor Darlington: (c) Darlington
komplemen

Gambar 2.42 (a) menunjukkan sebuah pasangan darlington. Karena arus


emiter Q1 adalah arus basis Q2, pasangan darlington mempunyai gain arus total :
  1   2
Pembuat semikonduktor dapat menempatkan sebuah pasangan darlington
dalam sebuah kemasan seperti pada gambar 2.42 (b) yang disebut sebagai
transistor darlington. Transistor ini beroperasi seperti transistor tunggal dengan
gain arus yang sangat tinggi.
Gambar 2.42 (c) menunjukkan hubungan darlington yang lain yang
disebut dengan komponen darlington, yaitu suatu hubungan muatan transistor npn
dan pnp. Arus kolektor Q1 adalah arus basis bagi Q2. jika transistor pnp memiliki
gain arus sebesar  dan transistor keluaran npn memiliki gain arus sebesar 2,
komplemen darlington bekerja seperti sebuah transistor pnp dengan gain arus 12.

2.13 Penyearah Gelombang Penuh

Gambar 2.43. Rangkaian Penyearah Gelombang Penuh

Gambar 2.43 menunjukkan sebuah rangkaian penyearah gelombang


penuh. Penyearah gelombang penuh ekuivalen dengan dua kaki penyearah
setengah gelombang. Sebab pusat tap, masing-masing penyearah mempunyai
sebuah tegangan masukan yang equal dengan setengah tegangan sekunder.
Dioda D1 menghantar ke putaran setengah positif dan dioda D2
menghantar kr putaran setengah negatif. Sebagai hasilmya, arus penyearah
mengalir selama setengah putaran bersama-sama penyearah gelombang penuh
sama dengan dua kali bolak-balik pada penyearah setenga gelombang bentuk
gelombangnya dapat ditunjukkan pada gambar 2.44.
Gambar 2.44. (a) Keluaran Gelombang penuh (b) output (c) Rangkaian ekivalen DC

Karena sinyal gelombang penuh mempunyai banyak putaran lingkaran


positif seperti sinyal setengah gelombang DC atau nilai rata-rata meryupakan dua
kali:
Vp
Vdc 

Dengan pengruh setengah gelombang,frekuensi keluaran sama dengan
frekuensi masukkan Tetapi dengan penyearah gelombang penuh, tegangan saluran
AC mempunyai sebuah frekuensi 60 Hz. Karena itu periode masukkannya:
1 1
Tin    16,7 ms
f 60 Hz

Frekuensi gelombang penuh adalah dua kali frekuensi masukkan. Hal ini
sangat beralasan karena, sebua keluaran gelombang penuh mempunyai dua kali
sebanyak putaranyang dipunyai masukkan gelombang sinus. Penyearah
gelombang penuh membalikkan masing-masing putaran setengah negatif sehingga
mendapatkan jumlah dua kali putaran setengah positif. Persamaannya :
fout  2 fin

2.13.1 Ripple Output


Sinyal gelombang penuh mempunyai frekuensi 120 Hz . setelah difilter,
sinyal 120 Hz nampak sangat dilemahkan seperti ditunjukkan pada gambar 2.44
(b). Komponen AC tidak diinginkan ini disebut ripple (riak) ; yaitu fluktuasi
ditambahkan pada komponen dc. Ripplenya kecil karena XL jauh lebih besar dari
Xc, dan Xc jauh lebih kecil dari pada R L. Untuk keadaan ini, rangkaian berlaku
seperti pembagi tegangan ac pada Gambar 2.44 (c) dan ripple output diberikan
oleh :
Xc 1
Vr  Vr
XL
dimana Vr = ripple output efektif
Vr1 = ripple input efektif
biasanya Xc/XL lebih kecil dari 0,01 yang berarti ripple dikurangi dengan faktor
lebih dari 100.
Dengan analisa harmonik dan persamaan diatas . untuk ripple frekuensi
120 Hz :

Vp
Vr  5.28(10 7 ) gelombang penuh
LC

Sinyal gelombang penuh lebih disukai dari pada sinyal setengah gelombang
karena frekuensi ripplenya 120 Hz dan bukan 60 Hz: hal ini berarti bahwa
penyearah gelombang penuh dapat menggunakan L dan C yang lebih kecil. Jika
tidak dinyatakan, dari sekarang penyearahan adalah penyearah gelombang penuh
(tap tengah atau jembatan)

2.13.2 Faktor Ripple


Faktor ripple adalah figure of merit (bilangan yang digunakan untuk
perbandingan) untuk pencatu daya. Dalam persen didifinisikan sebagai :
Vr
r  100%
VDC
Secara umum, semakin kecil r makin baik
2.13.3 Filter Input Kapasitor
filter input choke baik sekali untuk memperlemah ripple, tetapi choke
banyak mengambil tempat dan mahal. Hal inilah yang telah membawa kita pada
filter input kapasitor. Filter input kapasitor didasarkan pada deteksi puncak dan
bukan pada deteksi rata-rata.
Gambar 2.45a menunjukkan filter input-kapasitor. Digunakannya kapasitor
sebagai pengganti choke, mengubah operasi dari deteksi rata-rata menjadi deteksi
puncak. Selama ¼ periode pertama tegangan input, dioda dibias forward. Secara
ideal, kelihatannya seperti saklar tertutup (lihat Gambar 2.45b). Karena dioda
menghubungkan sumber secara langsung pada kapasitor, kapasitor dimuati sampai
tegangan puncak VP.
Setelah sedikit saja melewati puncak positif, dioda berhenti konduksi,
yang berarti, yang berarti saklar terbuka seperti ditunjukkan pada Gambar 2.45c.
Mengapa? Karena kapasitor mempunyai + Vp volt. Dengan tegangan sumber
yang sedikit kurang/ dan + V kapasitor rnemaksa arus kembali melalui dioda. Hal
mi akan membias dioda secara reverse.
Dengan off-nya dioda, kapasitor mulai mengosongkan diri melalui
resistansi beban RL. Ini adalah kunci idenya di balik penyearah puncak (juga
disebut detektor puncak): konstanta waktu RLC.jauh lebih besar daripada perioda
T sinyal input. Oleh sebab itu. akan kehilangan hanya sedikit dari muatannya.
Dekat puncak input positif berukutnya dioda akan on dan mengisi kapasitor
kembali.
Gambar 2.45d menunjukkan bentuk gelombang output yang kita peroleh
dengan filter input kapasitor. Tegangan maksimum sama dengan Vp. Jika dioda
off, kapasitor membuang muatannya melalui resistansi beban. Dengan konstanta
waktu RC yang panjang.
(a)

(b) (c)

(d)
Gambar 2.45 filter input kapasitor, (a) rangkaian (b) selama ¼ siklus pertama (c) setelah sedikit
saja melewati puncak positif (d) tegangan output dc dengan ripple

2.14 Teori Dasar Penguat Operasional

Penguat operasional adalah suatu penguat dengan gandengan langsung dan

bati tinggi yang dilengkapi dengan umpan balik untuk mengendalikan

karakteristik tanggapanya secara menyeluruh. Rangkaian ini dipakai untuk

melaksanakan aneka fugsi linier yang luas jenisnya ( dan juga beberapa fungsi

non linier ), dan seringkali disebut sebagai rangkaian terpadu linier ( atau lebih

tepat, analog ) yang paling dasar. Nama penguat opersional telah diberikan kepada

penguat gain tinggi dulu, yang dirancang untuk melaksanakan tugas-tugas

matmatis seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.


Sekitar sepertiga dari semua Ic linier adalah penguat opersional (

Operational Amplifier ) atau Op-Amp. Sebuah Op-Amp adalah sebuah penguat

DC denagn bati daya yang tinggi dan dapat digunakan dari 0-1 Mhz. Dengan

menghubungkan resistor-reistor diluar dengan Op-Amp. Hampir semua IC linier

pelepasan dayanyadi bawah 1 Watt pada temperatur kamar.

Pada tahun 1965, Fairchil Semiconductor memperkenalkan µA 709, IC

Op-Amp pertama yang banyak digunakan. Walaupun berhasil, Op-Amp generasi

yang pertama banyak kekurangannya. Hal ini menghasilkan Op-Amp yang

dikenal sebagai µA 741, yang merupakan perbaikan. Oleh karena Op-Amp ini

tidak mahal dan mudah untuk dipergunakan, maka µA 741 merupakan suatu

sukses yang besar. Banyak desain 741 lainya yang muncul dari berbagai pabrik.

Misalnya Motorola memproduksi MC 1741, National Semiconductor LM 741 dan

Texas Instrument SN 72741. kesemua Op-Amp ini ekivalen oleh karena

kesemuanya mempunyai spesifikasi yang sama pada lembaran data.

2.14.1 Penguat Diferensial Sebagai Dasar Penguat Operasional

Penguat deferensial adalah suatu penguat yang bekerja dengan

memperkuat sinyal yang merupakan selisih dari kedua masukannya. Seperti

terlihat pada Gambar 2.46.


Gambar 2.46. Penguat Deferensial Sederhana

Penguat defensial tersebut menggunakan komponen BJT ( Bipolar

Junction Transistor ) yang identik atau sama persis sebagai penguat. Pada penguat

deferesial terdapat dua sinyal masukan ( input ) yaitu V1 dan V2. Dalam kondisi

ideal, apabila kedua masukan identik ( V id = 0 ), maka keluaran V od = 0. hal ini

disebabkan karena IB1 = IB2 sehingga IC1 = IC2 dan IE1 = IE2. karena itu tegangan

keluaran ( VC1 Dan VC2 ) harganya sama sehingga Vod = 0.

Apabila terdapat perbedaan antara sinyal V1 dan V2, maka Vid = V1 –V2.

hal ini akan menyebabkan terjadinya perbedaan antara IB1 dan IB2. dengan begitu

harga IC1 berbeda dengan IC2, sehingga harga Vod meningkat sesuai dengan besar

penguatan transistor.

Untuk memperbesar penguatan dapat digunakan dua tingkat penguat

deferensial ( Cascade ). Keluaran penguat diferensial dihubungkan dengan

masukan penguat diferensial berikutnya. Dengan begitu besar penguatan total A d


adalah hasil kali antara penguatan penguat deferensial pertama Vd1 dan penguatan

penguat deferensial Vd2.

Dalam penerapannya, penguat diferensial lebih disukai apabila hanya

memiliki satu keluaran. Jadi yang digunakan alah tegangan antara satu keluaran

dan bumi. Untuk dapat menghasilkan satu keluaran yang tegangannya terhadap

bumi ( ground ) sama dengan tegangan antara dua keluaran Vod, maka salah satu

keluaraa dari penguat deferensial tingakat kedua harus dihubungkan dengan suatu

pengikut emittor ( Emitter Follower ).

Untuk memeperoleh kinerja yang lebih baik, maka keluaran dari pengikut

emittor dihubungkan dengan suatu konfigurasi yang disebut dengan totem-pole.

Degan menggunakan konfigurasi ini, mka tegangan keluaran dapat berayun secara

positif hingga mendekati harga VCC dan dapat berayun secara negatif hingga

mendekati harga VEE.

2.14.2 Penguat Operasional

Penguat Operasional ( Op-Amp ) adalah suatu rangkaian terintegrasi

yang berisi beberapa tingkat dan konfigurasi penguat deferensial yang telah

dijelaskan di atas. Penguat operasioanal memiliki dua masukan dan satu keluaran

serta memiliki dua masukan dan satu keluaran serta penguatan DC yang tinggi.

Untuk dapat bekerja dengan baik, penguat operasional memerlukan tegangan catu

yang simetris yaitu tegangan yang berharga positif ( +V ) dan tegangan yang

berharga negatif ( -V ) terhadap tanah ( ground ). Seperti terlihat pada 2.47.


Gambar 2.47. Simbol Op-Amp

2.14.3 Karakteristik Ideal Penguat Operasional

Penguat operasional banyak digunakan dalam berbagai aplikasi karena

beberapa keungulan yang dimilikinya, seperti penguatan yang tinggi, impedansi

masukan yang rendah dan lain sebagainya.

Kondisi ideal tersebut hanya merupakan kondisi praktis. Tetapi

para pembuat Op-Amp yang memiliki karakteristik mendekti kondisi-kondisi di

atas. Karena itu sebuah Op-Amp yang baik harus memiliki karakteristik yang

mendekati kondisi ideal. Berikut ini adalah karakteristik dari Op-Amp ideal:

a. Penguatan Tegangan Linkar Terbuka

Penguatan tegangan lingkar terbuka ( Open Loop Voltage Gain ) adalah

penguatan diferensial Op-Amp pada kondisi dimana tidak terdapat umpan balik (

feedback ) yang diterapkan padanya seperti yang terlihat pada persamaan ( 2.59 )

secara ideal, penguatan tegangan lingkar terbuka adalah :

Vo
AVOL = = -∞ ( 2.58 )
Vid
Vo
AVOL = = -∞
(V1  V2 )

( 2.59 )

Tanda negatif menandakan bahwa tegangan keluaran VO berbeda fasa

dengan tegangan masukan Vid. Konsep tentang penguatan tegangan tak berhingga

tersebut sukar untuk divisualisasikan dan tidak mungkin untuk diwujudkan. Suatu

hal yang perlu untuk dimengerti adalah bahwa tegangan keluaran VO jauh lebih

besar dari pada tegangan masukan Vid. Dalam kondisi praktis, harga AVOL antara

5000 ( sekitar 74 dB ).

Tetapi dalam penerapanya tegangan catu yang diberikan pada Op-Amp.

Karena itu Op-Amp baik digunakan untuk menguatkan sinyal yang amplitudonya

sangat kecil.

b. Tegangan Offset Keluaran

Tegangan offset keluaran ( Output Offset Voltage ) VOO adalah harga

tegangan keluaran dari Op-Amp terhadap tanah ( ground ) pada kondisi tegangan

masukan Vid = 0. secara ideal, harga VOO = 0V. Op-Amp yang dapat memenuhi

harga tersebut disebut sebagai Op-Amp dengan CMR ( Common Mode Rejection )

ideal.

Tetapi dalam kondisi praktis, akibat adanya ketidakseimbangan dan

ketidakidentikan dalam penguat diferensial dalam Op-Amp tersebut, maka

tegangan offset VOO biasanya berharga sedikit diatas 0V. Apabila tidak digunakan

umpan balik maka harga VOO akan menjadi cukup besar untuk menimbulkan

saturasi pada keluaran. Untuk mengatasi hal ini, maka perlu diterapkan tegangan
koreksi pada Op-Amp. Hal ini dilakukan agar pada saat tegangan masukan Vid = 0.

tegangan keluaran VO = 0.

c. Hambatan Masukan

Hambatan masukan ( Input Resistance ) Ri dari Op-Amp adalah besar

hambatandiataran kedua masukan Op-Amp. Secara ideal hambatan masukan Op-

Amp adalah takterhingga. Tetapi dalam kondisi praktis harga hambatan masukan

Op-Amp adalah antara 5 kΩ hingga 20 MΩ, tegantung pada tipe Op-Amp. Harga

ini biasanya diukur pada kondisi Op-Amp tanpa umpan balik.apabila suatu umpan

balik negatif ( Negative Feedback ) diterapkan pada Op-Amp, maka hambatan

masukan Op-Amp akan meningkat.

Dalam suatu penguat, hambatan masukan yang besara adalah suatu hal

yang diharapkan. Semakin besar hambatan masukan suatu penguat, semakin baik

penguat tersebut dalam menguatkan sinyal yang amplitudonya sangat kecil.

Dengan hambatan masukan yang besar, maka sumber sinyal masukan tidak

terbebani terlalu besar.

d. Hambatan Keluaran

Hambatan keluaran ( Output Resistance ) RO dari Op-Amp adalah

besarnya hambatan dalam yang timbul pada saat Op-Amp bekerja sebagai

pembangkit sinyal.secara ideal harga hambatan keluaran RO Op-Amp adalah = 0.

Apabila hal ini tercapai, maka seleruh tegangan keluaran Op-Amp akan timbul

pada beban keluaran ( RL ), sehingga dalam suatu penguat, hambatan keluaran

yamg kecil sangat diharapkan.


Dalam kondisi praktis harga hambatan keluaran Op-Amp adalah antara

beberapa ohm hingga ratusan ohm pada kondisi tanpa umpan balik. Dengan

diterapkannya umpan balik, maka harga hambatan keluaran akan menurun hingga

mendekati kondisi ideal.

e. Lebar Pita

Lebar pita ( Bandwidth ) BW dari Op-Amp adalah lebar frekuensi tertentu

dimana tegangan keluaran tidak jatuh lebih dari 0,707 dari harga tegangan

maksimum pada saat amplitudo tegangan masukan kostan. Secara ideal, Op-Amp

memiliki lebar pita, yang takterhingga. Tetapi dalam penerapannya, hal in jauh

dari kenyataan.

Sebagian besar Op-Amp serba guna memiliki lebar pita hingga 1 Mhz

dan biasanya diterpkan pada sinyal dengan frekuensi beberapa Khz. Tetapi ada

juga Op-Amp yang khusus dirancag untuk bekerja pada frekuensi beberapa Mhz.

Op-Amp jenis ini juga harus didukung komponen eksternal yang dapat

mengkompensasi frekuensi tinggi agar dapat bekerja dengan baik.

f. Waktu Tanggapan

Waktu tangapan ( Respon Time ) dari Op-Amp adalah waktu yang

diperlukan oleh keluran untuk berubah setelah masukan berubah. Secara ideal

harga waktu respon waktu Op-Amp adalah = 0 detik, yaitu keluaran harus berubah

langsung pada saat masukan berubah. Tetapi dalam prakteknya, waktu tanggapan

dari Op-Amp memang cepat tetapi tidak langsung berubah sesuai masukan. Waktu

tanggapan Op-Amp umumnya adalah beberapa mikro detik hal ini disebut juga
Slew Rate. Perubahan keluaran yang hanya beberapa mikro detik setelah

perubahan masukan tersebut umunya disertai dengan Overshoot yaitu lonjakan

yang melebihi kondisi Steady State. Tetapi pada penerapan biasa, hal ini dapat

diabaikan.

g. Karakteristik Terhadap Suhu

Sebagaimana diketahui, suatu bahan semikonduktor yang akan beruabah

karakteristiknya apabila terjadi perubahan suhu yang cukup besar. Pada Op-Amp

yang ideal, karakteristik tidak berubah terhadap perubahan suhu. Tetapi dalam

prakteknya, karakteristik sebuah Op-Amp pada umunya sedikit berubah,

walaupun pada penerapan biasa perubahan tersebut dapat diabaikan.

2.14.5 Implementasi Penguat Operasional

Rangkaian yang akan dijelaskan dan dianalis dalam tulisan ini akan

menggunakan penguat operasional yang bekerja sebagai komparator dan sekailgus

bekerja sebagai penguat. Seperti terlihat pada Gambar 2.48.

Gambar 2.48. Penguat Non Inverting Sedehana


Gambar 2.11 adalah gambar sebuah penguat non inverting. Penguat

tersebut dinamakan penguat non inverting karena masukan dari penguat tersebut

adalh masukan non inverting dari Op-Amp. Siyal keluaran jenis ini sefasa dengan

sinyal masukan. Adapaun besar penguatan dari penguat ini dapat dihitung dengan

rumus :

( R1  R2 )
AV = (2.60 )
R1

R2
AV = 1+
R1

R2
Sehimgga : VO = 1+ Vid ( 2.61 )
R1

Selain penguat non inverting terdapat pula konfiguarsi penguat inverting.

Dari penamaanya, maka dapat diketahui bahwa sinyal masukan dari penguat jenis

ini diterapkan pada masukan inverting dari Op-Amp, yaitu masukan dengan tanda

”-”. Sinyal masukan dari penguat inverting berbeda fasa sebesar 180O dengan

sinyal keluarannya. Jadi jika ada masukan positif, maka keluaranya adalah negatif.

Seperti terlihat pada Gambar 2.49.

Gambar 2.49. Penguat Inverting Sedehana


Penguatan dari penguat inverting dapat dihitung dengan rumus :

R2
AV = - (2.62)
R1

R2
Sehingga VO = - Vid (2.63 )
R1

2.14.6 Pengikut tegangan ( Voltage follower )

Gambar 2.49 Sebuah Pengikut Tegangan

Pengikut tegangan kadang deisebut sebagai penyangga atau buffer dan

memiliki fungsi yang sama seperti pengikut emitor (Emitor Follower) atau

pengikut katoda ( Katoda Follower ). Ciri cirinya adalah:

1. Memiliki impedansi masukan yang sangat tinggi ; (lebih dari 100 k Ω ), dan

2. Memiliki impedansi keluaran yang sangat rendah ( kurang dari 75 Ω ).

Jika dibandingkan dengan rangkaian penguat non-inverting maka

rangkaian pengikut tegangan adalah sama, dengan R A = ∞ dan RB = 0, dengan

demikian penguatan tegangan selalu =1.

2.14.7 Penguat Penjumlah ( Summing Amplifier )


Kita bisa menjumlahakan dua atau lebih masukan-masukan bebas

( independen ) menggunakan rangkaian berikut ini pada Gambr 2.50.

Gambar 2.50. Rangkaian Penguat Penjumlahan

Penguat tegangan untuk masing masing masukan berdasarkan

persamaan-persamaan :

VO RB
Penguat tegangan V1 =  (2.64 )
V1 R1

VO R
Penguatan tegangan V2 =  B (2.65 )
V2 R2

R R 
VO    B V1  B V2 
Tegangan keluaranya :  R1 R2 
(2.67 )

Impedansi untuk masing-masing masukan berhubungan dengan nilai

masing-masing resistor yang terkait ( yang bersangkutan ).


BAB III

PERANCANGAN SISTEM KERJA ALAT

3.1. PERANCANGAN SECARA UMUM


Dalam bab ini penulis akan membahas secara terperinci tentang perancangan
sistem kerja alat sekering otomatis. Mulai dari pembuatan susunan diagram blok,
sehingga dapat dilihat dengan jelas bagaimana cara kerja alat pembatas daya
otomatis ini. Dengan diketahuinya susunan diagram blok pembatas daya, maka
penulis akan mudah dalam pemmbuatan laporan perancangan system kerja dari
alat pembatas daya tersebut.
Pada bab ini pula penulis melakukan Perhitungan terhadap alat ini, yaitu
perhitungan pada tegangan dan arus, terlebih dulu diawali dengan
mendeskripsikan fungsi kerja dari alat dan kemudian mentransformasikannya ke
dalam bentuk diagram blok agar lebih mudah dalam menganalisa.
Setelah diagram blok selesai dibentuk, kemudian melakukan pemilihan
rangkaian-rangkaian elektronika yang dapat mewakili fungsi kerja dari setiap sub
bagian dalam diagram blok tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan pengujian.
Setelah semua bagian selesai, kemudian dilanjutkan dengan mendeskripsikan
dan menjelaskan kerja dari setiap bagian yang terpisah tersebut.

3.1.1. Susunan Diagram Blok


Diagram blok disusun berdasarkan rangkaian aslinya dan dibuat dengan
maksud untuk menjelaskan cara kerja rangkaian secara fungsional serta untuk
memudahkan pengecekan apabila ada kesalahan-kesalahan pada saat pengukuran.

3.1.2. Diagram Blok Pembatas Daya Otomatis


Setelah dikelompokkan menurut struktur alat tersebut, maka diperoleh
diagram blok sebagai berikut:

Gambar 3.1. Diagram Blok Sumber Daya Beban


Gambar 3.2. Diagram Blok Rangkaian Kontrol Pembatas Daya Otomatis

3.1.3. Cara Kerja Pembatas Daya Otomatis


3.1.3.1 Cara Kerja Diagram Blok Sumber Daya Beban
Berdasarkan susunan dari diagram blok sumber daya beban gambar 3.1,
maka dapat diperoleh cara kerja dari alat tersebut sebagai berikut:
1. Inputan pada rangkaian sumber daya beban didapatkan dari sumber AC,
sumber AC juga memberikan inputan pada sumber daya.
2. Inputan pada sumber AC dan sumber daya akan memberikan masukan arus
kepada sensor trafo dan rangkaian. Sensor trafo akan memacu kerja rangkaian,
rangkaian akan memacu kerja relay, sehingga relay akan menutup atau
membuka jalannya aliran listrik terhadap beban.
3. Bila terdapat beban lebih maka relay akan memutus aliran listrik terhadap
beban, tapi bila terdapat beban normal relay akan terhubung dengan beban
3.1.3.2 Cara Kerja Diagram Blok Rangkaian Kontrol
Berdasarkan susunan dari diagram blok rangkaian kontrol pembatas daya
otomatis gambar 3.2, maka dapat diperoleh cara kerja dari alat tersebut sebagai
berikut:
1. Apabila tidak ada beban lebih, maka rangkaian penyearah dan pembagi
tegangan tetap dapat mendeteksi adanya perubahan tegangan, kondisi seperti
ini dikatakan normal.
2. Pada saat ada beban lebih ataupun normal, maka rangkaian penyearah tersebut
akan menghasilkan tegangan keluaran. Tegangan keluaran ini akan dibagi
dengan menggunakan rangkaian pembagi tegangan.
3. Tegangan keluarannya kemudian dibandingkan oleh rangkaian pembanding.
Keluaran dari rangkaian pembanding berupa tegangan yang akan berubah dari
satu tegangan ke nilai tegangan lain bila besar tegangan dari beban berubah
(normal atau lebih tinggi).
4. Di dalam rangkaian pembanding, tegangan referensi pada potensiometer
HIGH dan LOW didapat dengan cara mengukur tegangan keluaran dioda
zener saat tegangan normal. Tegangan referensi HIGH nya harus lebih tinggi
dari tegangan keluaran dioda zener dan tegangan referensi LOW nya harus
lebih rendah dari tegangan keluaran dioda zener-nya.
5. Jika tegangan referensi lebih tinggi dari tegangan masukan maka keluaran
akan bernilai tinggi (HIGH) dan jika tegangan referensi lebih rendah dari
tegangan masukan maka tegangan keluaran akan bernilai rendah (LOW).
6. Rangkaian pembatas tegangan yang berupa potensiometer, akan memberikan
masukan tegangan referensi kepada rangkaian pembanding. Jika nilai
tegangan sesuai dengan standart normalnya maka arus akan terus dijalankan
jika melebihi maka arus akan terputus.
7. Keluaran dari pembanding kemudian diberikan kepada rangkaian driver yang
berupa saklar transistor dan juga pada rangkaian monostabil.
8. Tegangan keluaran dari saklar transistor ini kemudian akan menggerakkan
relay-relay, sehingga relay akan bekerja.

3.2. Perancangan Alat


Perancangan meliputi pada bagian rangkaian penyearah, rangkaian
pembanding, rangkaian relay driver, dan rangkaian beban. Perhitungan yang
dilakukan meliputi perhitungan tegangan pada bagian yang dirancang.

3.2.1. Perancangan Rangkaian Kontrol pada Kondisi Aktif


Perancangan meliputi pada bagian rangkaian penyearah, rangkaian
pembanding, rangkaian monostabil, rangkaian relay driver, dan rangkaian beban.
Perhitungan yang dilakukan meliputi perhitungan tegangan pada bagian yang
dirancang.

3.2.1.1 Rangkaian Penyearah


Rangkaian penyearah disini berfungsi untuk menyediakan tegangan inputan
DC yang diperoleh dari sumber tegangan AC dengan cara merubah tegangan AC
menjadi tegangan DC melalui rangkaian penyearah. Tegangan ini digunakan
untuk inputan pada rangkaian pembatas daya otomatis.
Pada saat ada beban masuk, alat sekering otomatis ini bekerja dan mendeteksi
adanya perubahan beban dimisalkan beban dirumah dengan daya masukan
maxsimal 500 Watt jika daya yang masuk lebih dari 500 Watt maka sekering
Otomatis akan memutus arus listrik, Tegangan yang terdapat pada sumber AC
tersebut masuk ke rangkaian penyearah untuk disearahkan dan disempurnakan
tegangannya oleh penyearah jembatan gelombang penuh dengan filter kapasitor.
Rangkaian penyearah ini menggunakan empat buah dioda yang dipasang
secara paralel dalam bentuk rangkaian penyearah jembatan gelombang penuh
dengan menggunakan filter kapasitor sebagai penyempurna tegangannya agar
tidak mengandung riak (ripple).
Kemudian tegangan keluaran yang telah disearahkan dalam rangkaian
penyearah jembatan tersebut dibagi dengan menggunakan rangkaian pembagi
tegangan lalu diberikan pada rangkaian pembanding.

(a)
(b)

(c)
Gambar 3.3. (a) Rangkaian penyearah (b) Masukan gelombang penuh
(c) Keluaran gelombang penuh

pada rangkaian penyearah diatas menggunakan, rangkaian penyearah


gelombang penuh. Pada saat setengah periode positif, arus akan mengalir
melewati dioda D1 dan D2, disini terjadi proses bias maju. sedangkan pada saat
setengah periode negative arus akan mengalir melalui dioda D3 dan D4, disini
terjadi proses bias mundur. Gambar 3.3 (b) gelombang masukan berupa
gelombang sinus dua kali bolak balik pada penyearah setengah gelombang.
Sedangkan gambar 3.3 (c) gelombang keluaran berupa gelombang sinus yang
ideal, tegangan beban mempunyai polarisasi yang sama dan arus beban berada
dalam satu arah.
Pada gambar 3.3 (a) dari rangkaian penyearah jembatan yang berupa empat
buah dioda yang disempurnakan tegangannya dengan menggunakan kapasitor
sebagai filter kapasitor, masih memiliki tegangan keluaran yang besar. Sehingga
dengan menggunakan dua buah resistor 100K dan 2,7K, maka tegangan
keluarannya dapat dibagi.
R2
Vo   Vi
( R2  R1 )
2K 7
Vo   278Volt
(100 K  2 K 7)

Vo  7.3Volt

3.2.1.2 Rangkaian Pembanding


Rangkaian pembanding dalam alat ini berfungsi sebagai pembanding antara
tegangan yang satu dengan tegangan yang lain untuk melihat tegangan mana yang
lebih besar. Sedangkan dioda zener yang dipasang sebelum rangkaian pembanding
digunakan untuk membatasi tegangan keluaran resistor pembagi tegangan supaya
tidak merusak IC.
Tegangan pada rangkaian pembanding yang berupa IC 4558D dihasilkan dari
rangkaian pembagi tegangan dengan menggunakan resistor 100K dan 2K7.
Tegangan yang keluar dari rangkaian pembagi tegangan diterima oleh dioda zener.
Tegangan referensi pada potensiometer HIGH dan LOW didapat dengan cara
mengukur tegangan keluaran pada dioda zener saat terjadi beban normal.
Tegangan referensi HIGH nya harus lebih besar dari tegangan keluaran dioda
zener dan tegangan referensi LOW nya harus lebih kecil dari tegangan keluaran
dioda zener..
Jika tegangan masukan lebih besar dari syeting potensiometer maka keluaran
pada pembanding akan LOW. Jika tegangan masukan lebih kecil dari syeting
potensiometer maka keluaran pada pembanding akan HIGH. Keluaran dari
rangkaian pembanding dihubungkan dengan rangkaian driver yang berupa saklar
transistor.
Gambar 3.4 Rangkaian Pembanding

Tegangan keluaran pada rangkaian pembanding berdasarkan perhitungan


didapat :
Perhitungan pada rangkaian referensi :
VCC 11 .79Volt

VR1  7.31 K

R1  R2 10 K

R2
VR1   VCC
R1  R2
R2
7.31   11 .79
10 K

7.31  10 K
R2 
11 .79

R2  6.2 K

R1 10 K  6.2 K

R1  3.8 K

Dari perhitungan diatas didapatkan perbandingan rangkaian referensi antara R1


dan R2 sebesar 2 : 1
3.2.1.3 Perancangan Rangkaian Monostabil
(a)

(b) (c)
Gambar 3.5 (a) Rangkaian Monostabil (b) Pulsa pemicu masukan (c) Pulsa keluaran

Fungsi rangkaian monostabil adalah menghasilkan pulsa keluaran tunggal


dalam durasi waktu yang dikehendaki untuk setiap pulsa pemicu masukan.
Di dalam monostabil mempunyai satu elemen penyimpan energi yakni satu
kapasitor. Pada rangkaian monostabil ini, sebuah pulsa pemicu masukan yang
tunggal lagi sempit menghasilkan sebuah pulsa tunggal berbentuk rectangular
yang amplitudo, lebar pulsa dan bentuk gelombang lebih tergantung pada nilai
komponen rangkaian dari pada pulsa pemicu.
Bila kondisi dinyatakan beban lebih, tegangan keluaran dari rangkaian
pembanding akan langsung masuk ke rangkaian monostabil. Awalnya tegangan
diterima oleh rangkaian pembagi tegangan 30K dan 10K, disini masukan
pulsa pemicunya dari tinggi ke rendah, kemudian masuk ke transistor dengan
resistor 3K3, masukan pulsa pemicunya dari rendah ke tinggi, selanjutnya masuk
ke transistor dengan resistor 4K7, masukan pulsa pemicunya dari tinggi ke
rendah, masukan pulsa pemicu itu juga akan masuk ke kaki ke-2 rangkaian
monostabil dan difungsikan sebagai inputan. Kemudian outputnya terdapat pada
kaki ke-3, disini akan terjadi penundaan sesaat, delay waktu tersebut akan terus
menunggu sampai beban kembali normal, bila beban sudah normal untuk
penyalaan akan tertunda sekitar 0.11 detik, kemudian rangkaian relay driver akan
on.
Berdasarkan perhitungan didapatkan sebagai berikut :
Penundaan Waktunya adalah :
T  1.1  R  C
 1.1  22  47  10 6

 0.11 det ik

3.2.1.4 Rangkaian Relay Driver


Rangkaian driver pada dasarnya adalah sebuah saklar transistor. Rangkaian ini
berfungsi sebagai switch transistor.

2.2 k

10K Ω

Gambar 3.6. Rangkaian relay driver

Keluaran dari rangkaian pembanding diterima oleh resistor pembagi tegangan


30K dan 10K. Kemudian tegangan keluaran dari rangkaian pembagi tegangan
masuk ke basis transistor 1 dan melalui resistor 2,2K masuk ke basis transistor 2
Tegangan keluaran pada rangkaian relay driver berdasarkan perhitungan
didapat :
Pada saat kondisi beban lebih :
R2
Vo   Vi
( R1  R2 )
10 K
  1.2Volt
30  10 K

 0.3Volt

Transistor 1
VCC
I C ( sat ) 
RC

12Volt

2K 2
 5.4 mA

VCC 1
IB  
RC  dc

IC

 dc
5.4mA

70
 0.07 mA

VCE ( cutoff )  VCC

 12 Volt

VB  VB  0.3Volt

Transistor 2
VCC
I C ( sat ) 
RC

12Volt

160
 75 mA

VCC 1
IB  
RC  dc

IC

 dc
75 mA

60
 1.25 mA
VCE ( cutoff )  VCC

 12 Volt

VB  VB  0.7Volt

3.2.1.5 Rangkaian Relay


Rangkaian relay ini berfungsi untuk memutus arus bila ada beban lebih dan
membuka arus pada kondisi normal atau pada saat ada beban normal. Kerjanya
rangkaian relay ini dipicu oleh rangkaian driver relay.

Gambar 3.7. Rangkaian relay


Relay diaktifkan atau dipadamkan oleh transistor. Untuk mencegah adanya
tegangan imbas pada saat pemadaman yang dapat merusak transistor, maka
diparalelkan sebuah dioda yang dikenal dioda tindas ( karena menindas tegangan
imbas yang timbul ). Dalam pemakaian biasa dioda tindas juga harus menyumbat,
tetapi tegangan imbas berkutub itu berdasarkan peran ganda yang ada pada
kumparan jika dihubungkan dengan catu daya, ia sebagai pemakai arus, sesudah
arus diputuskan ia berfungsi sebagai sumber arus dan sumber tegangan. Karena
dalam dua kejadian arus memiliki arah yang sama, hanya tinggal menukar kutub
tegangan saja.
Rangkaian relay disini berfungsi sebagai pembuka atau penutup pada saat
terjadi perubahan tegangan yang telah diproses oleh rangkian pengontrol. Pada
saat ada beban lebih maka relay dikondisikan sebagai normaly clouse, sedangkan
pada saat beban normal maka relay dikondisikan sebagai normali open.

3.2.1.6 Beban
Beban yang dimaksud adalah beban yang mempunyai kapasitas daya sebesar
500 Watt, dengan penyetelan arus 2.27A. Beban yang penulis buat untuk
demontrasi kelak adalah 5 buah lampu pijar, masing – masing lampu memiliki
daya 100 Watt.
Misalkan kita pakai lampu pijar dengan daya 100 Watt maka arus yang akan
melewati rangkaian adalah :
P
I 
V
100
  0.45 Ampere
220

3.2.2. Perancangan Rangkaian Kontrol pada Kondisi Mati


Perancangan meliputi pada bagian rangkaian penyearah, rangkaian
pembanding, rangkaian monostabil, rangkaian relay driver, dan rangkaian beban.
Perhitungan yang dilakukan meliputi perhitungan tegangan pada bagian yang
dirancang.

3.2.2.1 Rangkaian Penyearah


Rangkaian penyearah disini berfungsi untuk menyediakan tegangan Inputan
DC yang diperoleh dari sumber tegangan AC dengan cara merubah tegangan AC
menjadi tegangan DC melalui rangkaian penyearah. Tegangan ini digunakan
untuk inputan pada rangkaian pembatas daya otomatis.
Pada saat ada beban lebih, rangkaian kontrol kondisi mati yang bekerja
mendeteksi adanya perubahan beban. dimisalkan beban yang masuk 600 Watt,
semakin besar beban yang masuk maka tegangan akan semakin tinggi. Tegangan
yang terdapat pada sumber AC tersebut masuk ke rangkaian penyearah untuk
disearahkan dan disempurnakan tegangannya oleh penyearah jembatan gelombang
penuh dengan filter kapasitor.
Rangkaian penyearah ini menggunakan empat buah dioda yang dipasang
secara paralel dalam bentuk rangkaian penyearah jembatan gelombang penuh
dengan menggunakan filter kapasitor sebagai penyempurna tegangannya agar
tidak mengandung riak (ripple).
Kemudian tegangan keluaran yang telah disearahkan dalam rangkaian
penyearah jembatan tersebut dibagi dengan menggunakan rangkaian pembagi
tegangan lalu diberikan pada rangkaian pembanding.

(a)

(b)

(c)
Gambar 3.8. (a) Rangkaian penyearah (b) Masukan gelombang penuh
(c) Keluaran gelombang penuh

Pada rangkaian penyearah diatas menggunakan, rangkaian penyearah


gelombang penuh. Pada saat setengah periode positif, arus akan mengalir
melewati dioda D1 dan D2, disini terjadi proses bias maju. sedangkan pada saat
setengah periode negative arus akan mengalir melalui dioda D3 dan D4, disini
terjadi proses bias mundur. Gambar 3.3 (b) gelombang masukan berupa
gelombang sinus dua kali bolak balik pada penyearah setengah gelombang.
Sedangkan gambar 3.3 (c) gelombang keluaran berupa gelombang sinus yang
ideal, tegangan beban mempunyai polarisasi yang sama dan arus beban berada
dalam satu arah.
Pada gambar 3.8 (a) dari rangkaian penyearah jembatan yang berupa empat
buah dioda yang disempurnakan tegangannya dengan menggunakan kapasitor
sebagai filter kapasitor, masih memiliki tegangan keluaran yang besar. Sehingga
dengan menggunakan dua buah resistor 100K dan 2,7K, maka tegangan
keluarannya dapat dibagi.
R2
Vo   Vi
( R1  R2 )

2K 7
Vo   283Volt
(100 K  2 K 7)

Vo  7.4Volt

3.2.2.2 Rangkaian Pembanding


Rangkaian pembanding dalam alat ini berfungsi sebagai pembanding antara
tegangan yang satu dengan tegangan yang lain untuk melihat tegangan mana yang
lebih besar. Sedangkan dioda zener yang dipasang sebelum rangkaian pembanding
digunakan untuk membatasi tegangan keluaran resistor pembagi tegangan supaya
tidak merusak IC.
Tegangan pada rangkaian pembanding yang berupa IC 4558D dihasilkan dari
rangkaian pembagi tegangan dengan menggunakan resistor 100K dan 2K7.
Tegangan yang keluar dari rangkaian pembagi tegangan diterima oleh dioda zener.
Tegangan referensi pada potensiometer HIGH dan LOW didapat dengan cara
mengukur tegangan keluaran pada dioda zener saat terjadi beban normal.
Tegangan referensi HIGH nya harus lebih besar dari tegangan keluaran dioda
zener dan tegangan referensi LOW nya harus lebih kecil dari tegangan keluaran
dioda zener..
Jika tegangan masukan lebih besar dari syeting potensiometer maka keluaran
pada pembanding akan LOW. Jika tegangan masukan lebih kecil dari syeting
potensiometer maka keluaran pada pembanding akan HIGH. Keluaran dari
rangkaian pembanding dihubungkan dengan rangkaian driver yang berupa saklar
transistor.

Gambar 3.9 Rangkaian Pembanding


Tegangan keluaran pada rangkaian pembanding berdasarkan perhitungan
didapat :
VCC 11 .79Volt

VR2  8.01 K

R1  R2 10 K

R2
VR1   VCC
R1  R2
R2
8.01   11 .79
10 K

8.01  10 K
R2 
11 .79

R2  6.8 K

R1 10 K  6.8 K

R1  3.2 K

Dari perhitungan diatas didapatkan perbandingan rangkaian referensi antara R1


dan R2 sebesar 2 : 1

3.2.2.3 Rangkaian Monostabil


(a)

(b) (c)
Gambar 3.10 (a) Rangkaian Monostabil (b) Pulsa pemicu masukan (c) Pulsa keluaran
Fungsi rangkaian monostabil adalah menghasilkan pulsa keluaran tunggal
dalam durasi waktu yang dikehendaki untuk setiap pulsa pemicu masukan.
Di dalam monostabil mempunyai satu elemen penyimpan energi yakni satu
kapasitor. Pada rangkaian monostabil ini, sebuah pulsa pemicu masukan yang
tunggal lagi sempit menghasilkan sebuah pulsa tunggal berbentuk rectangular
yang amplitudo, lebar pulsa dan bentuk gelombang lebih tergantung pada nilai
komponen rangkaian dari pada pulsa pemicu.
Bila kondisi dinyatakan beban lebih, tegangan keluaran dari rangkaian
pembanding akan langsung masuk ke rangkaian monostabil. Awalnya tegangan
diterima oleh rangkaian pembagi tegangan 30K dan 10K, disini masukan
pulsa pemicunya dari tinggi ke rendah, kemudian masuk ke transistor dengan
resistor 3K3, masukan pulsa pemicunya dari rendah ke tinggi, selanjutnya masuk
ke transistor dengan resistor 4K7, masukan pulsa pemicunya dari tinggi ke
rendah, masukan pulsa pemicu itu juga akan masuk ke kaki ke-2 rangkaian
monostabil dan difungsikan sebagai inputan. Kemudian outputnya terdapat pada
kaki ke-3, disini akan terjadi penundaan sesaat, delay waktu tersebut akan terus
menunggu sampai beban kembali normal, bila beban sudah normal untuk
penyalaan akan tertunda sekitar 0.11 detik, kemudian rangkaian relay driver akan
on.
Berdasarkan perhitungan didapatkan sebagai berikut :
Penundaan Waktunya adalah :
T  1.1  R  C
 1.1  22  47  10 6

 0.11 det ik

3.2.2.4 Rangkaian Relay Driver


Rangkaian driver pada dasarnya adalah sebuah saklar transistor. Rangkaian ini
berfungsi sebagai switch transistor.

Gambar 3.11. Rangkaian relay driver

Keluaran dari rangkaian pembanding diterima oleh resistor pembagi tegangan


30K dan 10K. Kemudian tegangan keluaran dari rangkaian pembagi tegangan
masuk ke basis transistor 1 dan melalui resistor 4.7K masuk ke basis transistor 2
Tegangan keluaran pada rangkaian relay driver berdasarkan perhitungan
didapat :

Transistor 1
VCC
I C ( sat ) 
RC

12Volt

4K 7
 2.5 mA
VCC 1
IB  
RC  dc

IC

 dc
2.5 mA

70
 0.035 mA

VCE ( cutoff )  VCC

 12 Volt

VB  VB  0.3Volt

Transistor 2
VCC
I C ( sat ) 
RC

12Volt

160
 75 mA

VCC 1
IB  
RC  dc

IC

 dc
75 mA

60
 1.25 mA

VCE ( cutoff )  VCC

 12 Volt

VB  VB  0.3Volt

3.2.2.5 Rangkaian Relay


Rangkaian relay disini berfungsi untuk memutus arus bila ada beban lebih dan
membuka arus pada kondisi normal atau pada saat ada beban normal. Kerjanya
rangkaian relay ini dipicu oleh rangkaian driver relay.
Gambar 3.12. Rangkaian relay

Relay diaktifkan atau dipadamkan oleh transistor. Untuk mencegah adanya


tegangan imbas pada saat pemadaman yang dapat merusak transistor, maka
diparalelkan sebuah dioda yang dikenal dioda tindas ( karena menindas tegangan
imbas yang timbul ). Dalam pemakaian biasa dioda tindas juga harus menyumbat,
tetapi tegangan imbas berkutub itu berdasarkan peran ganda yang ada pada
kumparan jika dihubungkan dengan catu daya, ia sebagai pemakai arus, sesudah
arus diputuskan ia berfungsi sebagai sumber arus dan sumber tegangan. Karena
dalam dua kejadian arus memiliki arah yang sama, hanya tinggal menukar kutub
tegangan saja.
Rangkaian relay disini berfungsi sebagai pembuka atau penutup pada saat
terjadi perubahan tegangan yang telah diproses oleh rangkaian pengontrol. Pada
saat ada beban lebih maka relay dikondisikan sebagai normali clouse, sedangkan
pada saat beban normal maka relay dikondisikan sebagai normali open.
Pada saat kondisi beban lebih maka rangkaian relay bersifat normali clouse,
hal ini disebabkan karena beban yang masuk sebesar 600 Watt. Sehingga
rangkaian kondisi beban hidup tidak bekerja, dan langsung dialihkan ke rangkaian
kondisi beban lebih. Bila beban sudah dinyatakan normal maka secara otomatis
fungsi kerja beralih lagi kepada rangkaian kontrol hidup, dan relay akan
terhubung dengan beban lagi.

3.2.2.6 Beban
Beban lebih yang dimaksud adalah beban yang memiliki kapasitas daya
sebesar 600 Watt, dengan penyetelan arus 2.72A. penyetelan beban lebih ini
dilakukan pada rangkaian kontrol kondisi mati, sehingga apabila suatu saat beban
yang masuk berkisar 600 Watt maka rangkaian kondisi matilah yang akan bekerja,
dan mendeteksi adanya beban lebih. Beban yang penulis buat untuk demontrasi
kelak adalah 6 buah lampu pijar, masing – masing lampu memiliki daya 100 Watt.
Misalkan kita pakai lampu pijar dengan daya 100 Watt maka arus yang akan
melewati rangkaian adalah :
P
I 
V
100
  0.45 Ampere
220

3.2.3. Perancangan Cara Kerja Pembatas Daya Otomatis

Gambar 3.13 Rangkaian pembatas daya Otomatis lengkap


Pada saat belum ada beban maka kondisi dinyatakan normal sehinga relay
akan terhubung dengan beban. Dan pada saat ada beban maka alat sekering
otomatis ini akan bekerja mendeteksi adanya perubahan beban baik pada saat ada
beban normal ataupun beban lebih. Tegangan inputan berasal dari 220. bila
terdapat beban normal maupun lebih, maka trafo akan bekerja. Pada trafo akan
terjadi proses induksi, karena terjadi proses induksi tersebut maka rangkaian akan
bekerja. Keluaran dari trafo masuk ke rangkaian penyearah, di dalam rangkaian
penyearah tegangan disearahkan dan disempurnakan oleh penyearah jembatan
gelombang penuh dengan filter kapasitor elco dan dibagi dengan menggunakan
rangkaian pembagi tegangan kemudian diberikan kepada rangkaian pembanding.
Di dalam rangkaian pembanding tegangan masukan akan dibandingkan
dengan tegangan referensi yang ada pada rangkaian pembanding. Jika tegangan
masukannya lebih besar dari pada tegangan referensi, maka tegangan keluaran
akan LOW. Jika tegangan masuknya lebih kecil dari tegangan referensi maka
tegangan keluaran akan HIGH.
Pada saat tegangan HIGH, tegangan keluaran pada rangkaian pembanding
masuk kesaklar transistor. Saklar akan bekerja memacu kerja relay apabila
transistor bekerja pada daerah saturasi, yaitu apabila tegangan VBB lebih besar
daripada tegangan VCC dan tegangan VCC mendekati atau sama dengan nol.
Setelah saklar bekerja memacu kerja relay, maka relay akan memutus aliran
arus listrik. Setelah beban normal terjadi penundaan sesaat karena dalam
perancangan ini diberikan rangkaian monostabil, setelah penundaan sesaat selesai
maka relay akan mengalirkan arus listrik kembali, sehingga kondisi relay akan
terhubung kembali dengan beban.
Untuk pengertian antar titik ke titik, pada saat titik F dan G terhubung dengan
beban maka kondisi tersebut dinyatakan terdapat beban lebih, sehingga relay
akan terbuka. Sedangkan titik E berfungsi sebagai pengontrol apakah beban sudah
kembali normal. Jika beban sudah kembali normal maka titik A dan B yang akan
terhubung ke beban, sehingga relay akan tertutup kembali.

3.2.3.1 Perancangan Rangkaian Power Supply


Gambar 3.14 Rangkaian Power Supply

Rangkaian tersebut berfungsi untuk memberikan daya DC keseluruh


rangkaian yang terdapat pada rangkaian pembatas daya otomatis diatas.
Rangkaian power supply ini berfungsi untuk mensupply rangkaian pembanding
dengan masukan positif, negative dan ground juga berfungsi sebagai pengontrol
beban, apakah beban yang ada sudah sesuai dengan yang diharapkan, dapat dilihat
pada titik E dan F yang berfungsi sebagai pengontrol apakah beban sudah kembali
normal. Untuk menjaga kestabilan tegangan +12 Volt dipakai IC regulator 7812,
sedangkan untuk tegangan -12 Volt dipakai IC regulator 7912.
Pada IC regulator 7912 dilengkapi pengaman daerah aman pembatas arus
intern guna pengamanan terhadap kondisi pembebanan lebih. Peranti ini memakan
arus stasioner kecil meskipun ada perubahan maksimum pada beban dan saluran.
Hal ini menjamin peregulasian yang baik dalam ragam tegangan yang terangkat.

BAB IV

PENGUKURAN PEMBATAS DAYA OTOMATIS

4.1. Pengukuran Secara Umum


Pengukuran pada pembatas daya otomatis ini bertujuan untuk

mengukur setiap bagian alat secara keseluruhan. Pengukuran ini meliputi


pengukuran tegangan masukan pada rangkaian kemudian menganalisa hasil

pengukuran tegangan keluarannya.

Pengukuran tersebut dimaksudkan untuk mengetahui:

1. Mengetahui arus yang mengalir pada saat normal maupun pada saat beban
lebih (overload) dan konversi arus ke tegangan melalui transformator
2. Tegangan keluaran rangkaian penyearah saat beban normal atau beban lebih.
3. Mengetahui besarnya tegangan keluaran pada pembanding.

4.2. Pengukuran Setiap Bagian Alat


Dalam hal ini, pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat

multimeter digital. Pengukuran dilakukan pada tegangan masukan dan

tegangan keluaran setiap bagian rangkaian secara teliti.

Pada proses pengukuran ini penulis membatasi pengukuran pada arus

maximum 2.27 Ampere dengan daya maximum 500 Watt.

Adapun skema gambar rangkaian disertai dengan titik-titik yang akan

diukur, dengan diberi notifikasi angka . dapat dilihat pada gambar rangkaian

4.1 dibawah ini :


Gambar 4.1 Rangkaian pembatas daya Otomatis Lengkap
4.2.1. Pengukuran Rangkaian Kontrol pada Kondisi Aktif
Pengukuran meliputi pada bagian rangkaian trafo , penyearah, pembagi

tegangan, tegangan referensi, relay driver. pengukuran dilakukan pada

tegangan masukan dan tegangan keluaran.

4.2.1.1 Pengukuran Pada Arus dan Beban Maximum


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya arus maximum

dan daya maximum pada rangkaian pembatas daya otomatis.

Table 4.1 Data hasil pengukuran arus dan beban maximum

Arus maximum 2.25 Ampere


Daya Maximum 500 Watt

Pada pengukuran didapatkan arus maximum sebesar 2.25 Ampere

dengan daya maximum 500 Watt. Ternyata hasil pengukuran dan perhitungan

secara teori terhadap arus maxsimum tidak sesuai, hal ini dapat disebabkan

karena beban lampu yang dipakai dayanya bisa saja tidak stabil 100 Watt,

karena dalam kenyataannya setelah diukur dengan diberi daya 500 Watt

arusnya hanya terbaca 2.25 Ampere. Seharusnya dalam perhitungan secara

matematis, arusnya didapatkan 2.27 Ampere. Hal ini juga dapat disebabkan

karena kurang presisinya alat ukur yang digunakan atau bisa juga karena

human error.

Selisih perhitungan dan pengukuran sekitar 0.02

500
I   2.27 Ampere
220
0.02
% Error   100%  0.8%
2.25

Tabel 4.2 Data hasil pengukuran dengan menggunakan beban

dibawah 500 Watt :

Beban Arus
100 Watt 0.42 Ampere
200 Watt 0.54 Ampere
4.2.1.2 Pengukuran pada arus trafo
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya arus keluaran

pada trafo

Gambar 4.2 Pengukuran Rangkaian Trafo arus

Table 4.3 Data hasil pengukuran arus pada trafo

Arus keluaran trafo


No Tanpa Beban Beban

Beban normal lebih


1 0 2.25 AAC 0
2 0 3.9 mAAC 0

Data hasil pengukuran pada tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa saat

beban normal pada lilitan trafo primer terdapat arus dengan nilai 2.25 A AC,

sedangkan untuk lilitan sekunder dengan arus 3.9 mA AC, Keluaran arus antara

trafo primer dan sekunder memang hasilnya lebih besar di primer karena
trafonya hanya difungsikan sebagai sensor atau wadah untuk menghasilkan

tegangan potensial, dan pemasangan rangkaian antara jala-jala PLN dengan

trafo dan beban dipasang secara seri, sehingga menghasilkan arus keluaran

yang kecil.

Tabel 4.4 Data hasil pengukuran arus pada trafo dengan menggunakan beban

dibawah 500 Watt

Arus keluaran trafo


Beban No Tanpa Beban
Beban lebih
Beban normal
100 1 0 0.54 AAC 0

Watt
2 0 0.82 mAAC 0
200 1 0 0.95 AAC 0

Watt
2 0 1.52 mAAC 0

4.2.1.3 Pengukuran rangkaian Penyearah

Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tegangan keluaran


pada rangkaian penyearah pada saat tanpa beban, beban normal dan beban lebih.

Gambar 4.3 Pengukuran Rangkaian penyearah


Tabel 4.5 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah
Vout Rangkaian penyearah (Volt)
No Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih
3 0 117 VAC 0
4 0 117 VAC 0
5 0 278 Vdc 0

Data hasil pengukuran pada rangkaian penyearah tabel 4.5

menunjukkan bahwa tegangan keluarannya sudah disearahkan dan

menghasilkan tegangan DC yang sudah disempurnakan. Tegangan DC yang

didapat dari keluaran rangkaian penyerah sebesar 278 Vdc. Sedangkan

tegangan yang didapat dari rangkaian penyearah, pada saat setengah periode

positif tegangan keluaran dari D1 dan D2 sebesar 117 VAC, disini terjadi proses

bias maju, yang menghasilkan sebuah tegangan beban positif yang

diindikasikan dengan polaritas plus-minus melalui kapasitor penyimpan

tegangan. Sedangkan pada saat setengah periode negatif D3 dan D4

didapatkan tegangan sebesar 117 VAC disini terjadi proses bias maju dan

menghasilkan tegangan positif yang juga diindikasikan dengan polaritas plus-

minus melalui kapasitor penyimpan tegangan. Dengan begitu selama diantara

setengah putaran tegangan beban memiliki polaritas yang sama, dan arus

beban dalam keadaan satu arah.

Dalam pengukuran tegangan pada rangkaian penyearah maupun keluaran

dari rangkaian penyearah masih sangat besar nilainya, hal ini disebabkan

karena keluaran dari rangkaian penyearah diberi filter kapasitor sehingga nilai

tegangan keluarannya menjadi besar.


Tabel 4.6 Data hasil pengukuran dengan menggunakan beban dibawah 500

Watt :

Vout Rangkaian penyearah (Volt)


Beban 100 Beban 200
No
Watt Watt
3 41 VAC 64 VAC
4 41 VAC 64 VAC
5 94 Vdc 170 Vdc

4.2.1.4 Pengukuran Rangkaian Pembagi Tegangan dan Regulator


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tegangan keluaran
pada rangkaian pembagi tegangan pada saat tanpa beban, beban normal dan beban
lebih.

Gambar 4.4 Pengukuran Pembagi Tegangan

Tabel 4.7 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan


Vout Rangkaian pembagi tegangan (Volt)
No Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih
6 0 278 Vdc 0
7 0 7.15 Vdc 0
Data hasil pengukuran dari rangkaian pembagi tegangan pada saat tidak

terdapat beban ataupun beban lebih tegangan keluarannya sebesar nol.

Sedangkan pada saat beban normal tegangan pada titik kapasitor sebesar 278

Vdc, keluaran tegangan yang sangat besar. Hal ini telah penulis jelaskan pada

sub analisis pengukuran rangkaian penyearah (4.2.1.3). Setelah dibagi dengan

rangkaian pembagi tegangan 100 kΩ dan 2K7 maka tegangan keluaran

didapatkan sebesar 7.15 Vdc, dengan begitu nilai tegangan yang terdapat pada

dioda zener (Vznya = 7.15 V). Fungsi dioda zener sebagai pembatas tegangan

yang akan masuk kedalam komparator. Sedangkan pembatasan pada VR

dibatasi dengan nilai 7.31Volt.

Dari hasil pengukuran diatas ternyata tidak sesuai dengan hasil

perhitungan, hasil perhitungan yang didapatkan sebesar 7.3 Vdc. Hal ini dapat

disebabkan karena filter kapasitor mempunyai sisi yang harus disambungkan

dengan keluaran penyearah positif, dan filter ini juga selalu kehilangan

tegangan DC setiap melalui R, sehingga nilai keluaran tegangan pada

rangkaian penyearah sewaktu-waktu dapat berubah pada saat akan dilakukan

pengukuran, sehingga juga mempengaruhi tegangan keluaran pada rangkaian

pembagi tegangan

Tabel 4.8 Data hasil pengukuran dengan menggunakan beban dibawah 500

Watt

Vout Rangkaian pembagi tegangan (Volt)


No Beban 100 Watt Beban 200 Watt
6 94 Vdc 170 Vdc
7 2.35 Vdc 4.2 Vdc
4.2.1.5 Pengukuran Rangkaian Tegangan Referensi
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui tegangan referensi pada

saat tanpa beban, beban normal dan beban lebih.

Gambar 4.5 Pengukuran Tegangan Referensi

Tabel 4.9 Data hasil pengukuran rangkaian tegangan referensi


V Rangkaian Tegangan referensi (Volt)
Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih
7.31 Vdc 7.31 Vdc 7.31 Vdc

Data hasil pengukuran pada tabel 4.9 diatas, merupakan data hasil

pengukuran pada rangkaian tegangan referensi. Tegangan yang didapat

sebesar 7.31 Vdc, baik pada kondisi tanpa beban, beban normal maupun beban

lebih. Adanya persamaan nilai pada keadaan kondisi diatas disebabkan karena

rangkaian tegangan referensi mendapatkan suplay daya secara langsung dari

catu daya sebesar 12 Volt. Tegangan referensi disini berfungsi untuk

membatasi tegangan masukan yang berasal dari keluaran rangkaian pembagi

tegangan. Jika tegangan masukan dari rangkaian pembagi tegangan lebih besar

dari tegangan referensi, maka tegangan keluaran dari rangkaian pembanding


akan high. Sedangkan apabila tegangan masukan dari rangkaian pembagi

tegangan lebih kecil dari tegangan referensinya , maka tegangan keluaran

rangkaian pembanding akan low. Hasil pengukuran pada rangkaian tegangan

referensi didapatkan Vin lebih kecil dari pada VRef, maka tegangan kesalahan

berharga negative dan tegangan keluaran rendah. Perbandingan yang didapat

dari rangkaian tegangan referensi ini adalah ( 1 : 2 ).

Perhitungan daya yang dikonsumsi rangkaian :

P V I
 12 Volt  1Ampere
 12 Volt

4.2.1.6 Pengukuran Rangkaian Pembagi Tegangan


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tegangan keluaran
pada rangkaian pembagi tegangan pada saat tanpa beban, beban normal dan beban
lebih.

Gambar 4.6 Pengukuran Rangkaian pembagi tegangan

Tabel 4.10 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan


Vout Rangkaian Pembagi Tegangan (Volt)
No Tanpa Beban
Beban Lebih
Beban Normal
9 0.67 Vdc 0.67 Vdc 0

Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan pada tabel 4.10 diatas,

menunjukkan bahwa saat tanpa beban tegangan sebesar 0.67 V dc, dan pada

saat kondisi beban normal tegangan sebesar 0. dc Vdc, sedangkan pada kondisi

beban lebih tegangan nol.

Pada saat keluaran rangkaian pembagi tegangan dibawah tegangan

basis yaitu 0.7 Vdc, maka transistor akan off, sedangkan bila tegangan diatas

0.7 Vdc transisitor akan on, Uji coba ini sesuai dengan teori yang ada.

Tabel 4.11 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan dengan beban
dibawah 500 Watt
Vout Rangkaian Pembagi Tegangan (Volt)
No Beban 100 Watt Beban 200 Watt
9 3.2 Vdc 1.54 Vdc

4.2.1.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver


Pengukuran dari rangkaian relay driver ini dimaksudkan untuk

mengetahui kerja dari saklar transistor pada pembatas daya otomatis.


Gambar 4.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver

Tabel 4.12 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar
Vout Transistor (Volt)
Transistor 1(no 10) Transistor 2 (no 11)
Tanpa Beban Beban Tanpa Beban Beban

Beban Normal Lebih Beban Normal Lebih


1.27 1.32 11.79 1.93 1.98 0

Vdc Vdc Vdc Vdc Vdc

Data hasil pengukuran pada rangkaian relay driver diatas menunjukkan

bahwa pada saat saklar pertama tidak terdapat beban mempunyai tegangan

1.27 Vdc, dan pada saat beban normal terdapat tegangan 1.32 V dc, sedangkan

pada kondisi beban lebih terdapat tegangan 11.79 Vdc. Tegangan keluaran dari

saklar pertama akan dilanjutkan menuju saklar kedua, pada saat tidak terdapat

beban memiliki tegangan 1.93 Vdc, dan pada saat beban normal memiliki

tegangan 1.98 Vdc, sedangkan pada saat kondisi beban lebih maka tegangan

nol.

Dari hasil pengukuran diatas menunjukkan bahwa pada saat saklar tidak

bekerja (OFF) tegangan keluaran (Vcc) lebih besar dari pada tegangan

masukannya (VBB). Hal ini disebabkan karena transistor bekerja pada daerah

saturasi. Sedangkan pada saat saklar bekerja (ON) tegangan keluaran(Vcc)

lebih kecil dari pada tegangan masukannya (Vin). Hal ini dikarenakan

transistor bekerja pada daerah sumbat, sehingga nilai Vcc hampir mendekati

atau sama dengan nol.


Dalam perhitungan tegangan kolektor (Vc) sebesar 1.22 Volt, sedangkan

pada pengukuran sebesar 1.32 Vdc, sedangkan (Vcc) pada perhitungan sebesar

12 Volt, dan pada pengukuran sebesar 11.79 Volt. Hal ini dapat dipengaruhi

karena kurang presisinya alat ukur yang digunakan atau karena human error.

Tabel 4.13 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar
dengan beban dibawah 500 Watt
Vout Transistor (Volt)
Transistor 1(no 10) Transistor 2 (no 11)

B
Beba Tanp Beba Be
eba
Tanpa n Beban a n ban
n
Beban Nor Lebih Beba Nor Le
W
mal n mal bih
att
100 1.27 1.32 11.79 1.93 1.97 0

Vdc Vdc Vdc Vdc Vdc


200 1.23 1.28 11.79 1.94 1.95 0

Vdc Vdc Vdc Vdc Vdc

4.2.2. Pengukuran Rangkaian Kontrol pada Kondisi Mati


Pengukuran meliputi pada bagian rangkaian trafo , penyearah, pembagi

tegangan, tegangan referensi, relay driver. pengukuran dilakukan pada

tegangan masukan dan tegangan keluaran.

4.2.2.1 Pengukuran pada Arus dan Beban Maksimum


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya arus maksimum

dan daya maksimum pada rangkaian pembatas daya otomatis.

Tabel 4.14 Data hasil pengukuran arus dan daya maximum

Daya Maksimum 600 Watt


Arus maksimum 0.51 Ampere

Pada pengukuran didapatkan arus maximum sebesar 0.51 Ampere

dengan daya maksimum 600 Watt. Hal ini disebabkan pada saat beban lebih

rangkaian sudah tidak mendapatkan supply arus.

Tabel 4.15 Data hasil pengukuran arus dan beban diatas 600 Watt

Arus Keluaran Beban


Beban Arus
700 Watt 0.47 Ampere
800 Watt 0.35 Ampere

4.2.2.2 Pengukuran pada arus Trafo


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya arus keluaran

pada trafo

Gambar 4.8 Pengukuran Rangkaian Trafo


Tabel 4.16 Data hasil pengukuran arus pada trafo

Arus keluaran trafo


No Tanpa Beban Beban

Beban normal lebih


12 0 0 0.51 AAC
13 0 3.2 mAAC 0

Data hasil pengukuran pada tabel 4.16 diatas menunjukkan bahwa saat

ada beban lebih lilitan pada trafo primer terdapat arus sebesar 0.51A,

sedangkan untuk lilitan tarafo sekunder terdapat arus 0. Keluaran arus antara

trafo primer dan sekunder memang hasilnya lebih besar di primer . Hal ini

disebabkan pemasangan rangkaian antara jala-jala PLN dengan trafo dan

beban dipasang secara seri, sehingga menghasilkan arus keluaran yang kecil.

Pada saat kondisi beban normal pada lilitan trafo sekunder terdapat arus

sebesar 3.2 mAAC, karena mendapatkan arus balik dari rangkaian penyearah.

Dalam pengukuran pada rangkaian kontrol kondisi mati, arus dan

tegangan bertambah besar namun hanya sesaat dikarena daya over lood.

Setelah relay terputus maka arus dan tegangan mengecil, karena tidak ada

aliran arus listrik dari sumber arus. Pada saat over lood semakin besarnya arus

maka proses induksi mengecil, sebab inti kumparan mulai jenuh, seandainya

arus semakin besar lagi maka proses induksi semakin merosot. Hal ini

disebabkan kumparan dalam inti besi proses induksinya bergantung pada kuat

arus yang mengalir.

Pada saat terjadi beban lebih penulis masih memiliki kendala, yaitu

pada saat beban lebih seharusnya sekering langsung mati, tetapi dalam hal ini
masih terdapat sedikit arus sehingga masih ada trip arus yang jalan namun

hanya sesaat setelah itu sekering akan mati terus sampai beban kembali

normal. Kalau menurut analisis penulis hal ini dapat disebabkan karena

kumparan didalam relay memiliki gaya medan magnet yang masih

menyimpan arus sisa pada saat terjadi pemadaman.

Tabel 4.17 Data hasil pengukuran arus pada trafo dengan beban diatas 600

Watt

Arus keluaran trafo


Beban No Tanpa Beban
Beban lebih
Beban normal
12 0 0 0.21 AAC
13 0 0.72 mAAC 0
700

Watt
12 0 0 0.31 AAC
13 0 1.42 mAAC 0
800

Watt

4.2.2.3 Pengukuran rangkaian Penyearah


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tegangan keluaran
pada rangkaian penyearah pada saat tanpa beban, beban normal dan beban lebih.

Gambar 4.9 Pengukuran Rangkaian penyearah


Tabel 4.18 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah
Vout Rangkaian penyearah (Volt)
No Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih
14 0 0 204 VAC
15 0 0 204 VAC
16 0 0.17 Vdc 283 Vdc

Tegangan DC yang didapat dari keluaran rangkaian penyerah sebesar

283 Vdc. Sedangkan tegangan yang didapat dari rangkaian penyearah, pada

saat setengah periode positif tegangan keluaran dari D1 dan D2 sebesar 204

VAC, disini terjadi proses bias maju, yang menghasilkan sebuah tegangan

beban positif yang diindikasikan dengan polaritas plus-minus melalui

kapasitor penyimpan tegangan. Sedangkan pada saat setengah periode negatif

D3 dan D4 didapatkan tegangan sebesar 204 VAC disini terjadi proses bias

maju dan menghasilkan tegangan positif yang juga diindikasikan dengan

polaritas plus-minus melalui kapasitor penyimpan tegangan. Dengan begitu

selama diantara setengah putaran tegangan beban memiliki polaritas yang

sama, dan arus beban dalam keadaan satu arah.

Dalam pengukuran tegangan pada rangkaian penyearah maupun

keluaran dari rangkaian penyearah masih sangat besar nilainya, hal ini

disebabkan karena keluaran dari rangkaian penyearah diberi filter kapasitor

sehingga nilai tegangan keluarannya menjadi besar.

Sedangkan pada saat kondisi beban normal pada rangkaian kontrol

mati terdapat tegangan keluaran rangkaian penyearah sebesar 0.17 V dc,

tegangan disini kecil disebabkan karena pada saat kondisi beban normal
rangkaian kontrol mati tidak bekerja, namun tetap mendapatkan aliran listrik

baik dari sumber maupun dari catu daya walaupun kecil.

Tabel 4.19 Data hasil pengukuran rangkaian penyearah dengan beban diatas 600
Watt
Vout Rangkaian penyearah (Volt)
No Beban 700 Watt Beban 800 Watt
14 211 VAC 217 VAC
15 211 VAC 217 VAC
16 304 Vdc 323 Vdc

4.2.2.4 Pengukuran Rangkaian Pembagi Tegangan dan Regulator


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tegangan keluaran
pada rangkaian pembagi tegangan pada saat tanpa beban, beban normal dan beban
lebih.

Gambar 4.10 Pengukuran Pembagi Tegangan

Tabel 4.20 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan


Vout Rangkaian pembagi tegangan (Volt)
No Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih
17 0 0 8.73 Vdc
18 0 0 8.73 Vdc
Data hasil pengukuran dari rangkaian pembagi tegangan pada saat

tidak terdapat beban ataupun beban normal tegangan keluarannya sebesar nol,

begitu juga tegangan yang terdapat pada dioda zener. Sedangkan pada saat

beban lebih tegangan pada kapasitor sebesar 283 Vdc, nilai tegangan memang

besar hal ini telah penulis jelaskan pada sub analisis pengukuran rangkaian

penyearah (4.2.1.3). Setelah dibagi dengan rangkaian pembagi tegangan 100

kΩ dan 2K7 maka tegangan keluaran didapatkan sebesar 8.73 V dc, dengan

begitu nilai tegangan yang terdapat pada dioda zener (Vznya = 8.73 V).

Fungsi dioda zener sebagai pembatas tegangan yang akan masuk kedalam

komparator.

Dari hasil pengukuran diatas ternyata tidak sesuai dengan hasil

perhitungan, hasil perhitungan yang didapatkan sebesar 7.4 Vdc. Hal ini dapat

disebabkan karena filter kapasitor mempunyai sisi yang harus disambungkan

dengan keluaran penyearah positif, dan filter ini juga selalu kehilangan

tegangan DC setiap melalui R, sehingga nilai keluaran tegangan pada

rangkaian penyearah sewaktu-waktu dapat berubah pada saat akan dilakukan

pengukuran, sehingga juga mempengaruhi tegangan keluaran pada rangkaian

pembagi tegangan

Tabel 4.21 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan dengan beban
diatas 600 Watt
Vout Rangkaian pembagi tegangan (Volt)
No Beban 700 Watt Beban 800 Watt
17 9.1 Vdc 9.45 Vdc
18 9.1 Vdc 9.45 Vdc

4.2.2.5 Pengukuran Rangkaian Tegangan Referensi


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui tegangan referensi pada

saat tanpa beban, beban normal dan beban lebih.

Gambar 4.11 Pengukuran Tegangan Referensi

Tabel 4.22 Data hasil pengukuran rangkaian tegangan referensi

Vout Rangkaian Tegangan Referensi (Volt)

Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih


8.01 Vdc 8.01 Vdc 8.01 Vdc

Data hasil pengukuran pada tabel 4.23 diatas, merupakan data hasil

pengukuran pada rangkaian tegangan referensi. Tegangan yang didapat

sebesar 8.01 Vdc, baik pada kondisi tanpa beban, beban normal maupun beban

lebih. Adanya persamaan nilai pada keadaan kondisi diatas disebabkan kerana

rangkaian tegangan referensi mendapatkan suplai daya secara langsung dari

catu daya sebesar 12 Volt. Tegangan referensi disini berfungsi untuk


membatasi tegangan masukan yang berasal dari keluaran rangkaian pembagi

tegangan. Jika tegangan masukan dari rangkaian pembagi tegangan lebih besar

dari tegangan referensi, maka tegangan keluaran dari rangkaian pembanding

akan high. Sedangkan apabila tegangan masukan dari rangkaian pembagi

tegangan lebih kecil dari tegangan referensinya , maka tegangan keluaran

rangkaian pembanding akan low.

Hasil pengukuran pada rangkaian tegangan referensi didapatkan Vin

lebih kecil dari pada Vref. Perbandingan yang didapat dari rangkaian tegangan

referensi ini adalah ( 1 : 2 ).

4.2.2.6 Pengukuran Rangkaian Pembagi Tegangan


Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tegangan keluaran pada
rangkaian pembagi tegangan pada saat tanpa beban, beban normal dan beban
lebih.

Gambar 4.12 Pengukuran Rangkaian pembagi tegangan

Tabel 4.23 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan


Vout Rangkaian Pembagi Tegangan (Volt)
Tanpa Beban Beban Normal Beban Lebih
0.67 Vdc 0.68 Vdc 8.53 Vdc

Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan pada tabel 4.11

diatas, menunjukkan bahwa saat tanpa beban tegangan sebesar 0.67 Vdc, dan
pada saat kondisi beban normal tegangan sebesar 0.68 Vdc, sedangkan pada

kondisi beban lebih tegangan sebesar 8.53 Vdc.

Pada saat keluaran rangkaian pembagi tegangan dibawah tegangan

basis yaitu 0.7 Vdc, maka transistor akan off, sedangkan bila tegangan diatas

0.7 Vdc transisitor akan on, Uji coba ini sesuai dengan teori yang ada.

Tabel 4.24 Data hasil pengukuran rangkaian pembagi tegangan diatas 600 Watt
Vout Rangkaian Pembagi Tegangan (Volt)
Beban 700
No Beban 800 Watt
Watt
19 8.75 Vdc 8.92 Vdc

4.2.2.7 Pengukuran Rangkaian Relay Driver


Pengukuran dari rangkaian relay driver ini dimaksudkan untuk

mengetahui kerja dari saklar transistor padapembatas daya otomatis

Gambar 4.13 Pengukuran Rangkaian Relay Driver

Tabel 4.25 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar
Vout Transistor (Volt)
Transistor 1 (No-20) Transistor 2 (No-21)
Tanpa Beban Beban Tanpa Beban Beban

Beban Normal Lebih Beban Normal Lebih


0.02 0.02 0.75 0.67 0.67 0

Vdc Vdc Vdc Vdc Vdc

Data hasil pengukuran pada rangkaian relay driver diatas menunjukkan

bahwa pada saat saklar pertama tidak terdapat beban mempunyai tegangan

0.02 Vdc, dan pada saat beban normal terdapat tegangan 0.02 V dc, sedangkan

pada kondisi beban lebih terdapat tegangan 0.75 Vdc. Tegangan keluaran dari

saklar pertama akan dilanjutkan menuju saklar kedua, pada saat tidah terdapat

beban memiliki tegangan 0.67 Vdc, dan pada saat beban normal memiliki

tegangan 0.67 Vdc, sedangkan pada saat kondisi beban lebih maka tegangan

nol.

Dari hasil pengukuran diatas menunjukkan bahwa pada saat saklar tidak

bekerja (OFF) tegangan keluaran (Vcc) lebih besar dari pada tegangan

masukannya (VBB). Hal ini disebabkan karena transistor bekerja pada daerah

saturasi. Sedangkan pada saat saklar bekerja (ON) tegangan keluaran(Vcc)

lebih kecil dari pada tegangan masukannya (Vin). Hal ini dikarenakan

transistor bekerja pada daerah sumbat, sehingga nilai Vcc hampir mendekati

atau sama dengan nol.

Dalam perhitungan tegangan kolektor (Vc) sebesar 0.48 Volt, sedangkan

pada pengukuran sebesar 0.75 Vdc, sedangkan (Vcc) pada perhitungan sebesar

12 Volt, dan pada pengukuran sebesar 11.79 Volt. Hal ini dapat dipengaruhi

karena kurang presisinya alat ukur yang digunakan atau karena human error.
Tabel 4.26 Data hasil pengukuran rangkaian relay driver pada transistor saklar dengan
beban diatas 600 Watt
Vout Transistor
No Beban 700 Watt Beban 800 Watt
20 (Transistor 1) 0.95 Vdc 1.12 Vdc
21 (Transistor 2) 0 0

4.2.2.8 Pengukuran Pada Catu Daya


Pengukuran dari rangkaian catu daya ini dimaksudkan untuk

mengetahui kerja dari catu daya padapembatas daya otomatis

Gambar 4.14 Pengukuran Rangkaian Catu Daya

Tabel 4.27 Data hasil pengukuran Tegangan catu daya

Pengukuran Catu Daya terhadap tegangannya


Titik Atau Beban 600 Beban 700 Beban

No 800
E 10.2 VAC 9.6 VAC 8.9 VAC
F 5.2 VAC 4.9 VAC 4.5 VAC
24 18.8 VAC 18.6 VAC 18.4 VAC
25 18.8 VAC 18.6 VAC 18.4 VAC
26 22.2 Vdc 21.2 Vdc 20.9 Vdc
27 11.79 Vdc 11.79 Vdc 11.79 Vdc
Nilai Z 6.6 kΩ 5.7 kΩ 5 kΩ
Pada pengukuran catu daya diatas semakin besar beban yang ada maka

tegangan yang dihasilkan semakin kecil, sedangkan arus yang didapatkan

semakin kecil. Begitu pula sebaliknya jika tegangan yang dihasilkan semakin

besar, maka arus yang di dapat semakin besar.

4.2.2.9 Pengukuran Sinyal


1. Sinyal output rangkaian monostabil dengan menggunakan EWB
Pengukuran sinyal Output :

- Time/Div = 0.1 Seconds/Div

- Volt/Div =10 Volt/Div

Gambar 4.15 Sinyal Output Monostabil

Besar Amplitudo yang terjadi:A = Volt/Div x 1.2

= 10 Volt/Div x 2

= 1.2 Volt/Div

Besarnya waktu per periode: T = Time/Div x 1.1

= 0.1 s/Div x 1.1

= 0.11 s

Besar frekuensi yang terjadi : f = 1/T


= 1/0.11 Hz

= 9.1 Hz

Tegangan yang mengisi kapasitor adalah 12 V jadi pada gambar 4.3


tegangan akan terus bertahan pada harga 12 V selama T detik. Sedangkan lebar
pulsa keluaran tergantung dari komponen pewaktuan luar R dan C.
Dalam Rangkaian Monostabil ini setiap ada pulsa pemicu masukan tunggal

lagi sempit rangkaian dapat menghasilkan sebuah pulsa tunggal yang

berbentuk rectangular dengan amplitude yang lebih besar, untuk lebar pulsa

dan bentuk gelombang lebih tergantung pada nilai komponen rangkaian dari

pada pulsa pemicu.

Dalam perancangan rangkaian ini di misalkan harga R = 22 k dan harga C


= 4,7 µF maka waktu dimana output ada pada keadaan tinggi adalah :
T = 1,1 . R . C
= 1,1 . 22 . 103 . 4,7 . 10-6
= 0.11 detik
Dalam percobaan pengukuran sinyal. Penulis telah mencoba diosiloskop,
namun hasil yang didapatkan hanya berupa titik, titik tersebut mengalami
perubahan namun sangat cepat sekali, sehingga tidak dapat didokumentasikan.
Karena osiloskop tidak mempu menampilkan hasil yang diharapkan oleh penulis,
maka penulis mencoba dengan menggunakan program software EWB.
4.3. Analisa Rangkaian Kontrol Pada Saat Kondisi Beban Lebih

Gambar 4.16 Rangkaian pembatas daya Otomatis lengkap

Dari gambar rangkaian kontrol pembatas daya otomatis diatas, dapat


dianalisa sebagai berikut:
Pada saat kondisi beban lebih maka yang bekerja adalah rangkaian
kontrol pada kondisi mati, disini dapat dilihat jika titik F dan G terhubung dengan
beban maka kondisi dinyatakan beban lebih, sehingga sekering akan memutus
jalannya aliran arus listrik. Dari rangkaian dapat dilihat dengan jelas bahwa
setelah arus terputus maka rangkaian tidak mendapatkan arus listrik, namun
rangkaian masih mendapatkan supply daya dari rangkaian power supply, dapat
dilihat titik E yang ada pada rangkaian power supply terhubung dengan titik E
yang ada pada rangkaian kontrol pada saat kondisi mati. Sehingga rangkaian
kontrol pada kondisi mati dapat bekerja mendeteksi apakah beban yang ada sudah
normal atau belum. Bila beban sudah dinyatakan normal oleh rangkaian kontrol
pada saat kondisi mati maka titik A dan B yang akan terhubung dengan beban,
sehingga relay akan tertutup kembali, sebelum relay tertutup kembali namun
keadaan sudah normal disini terjadi penundan waktu daya hidup, waktu
penundaan sekitar 0.7 sekon/detik, hal ini desebabkan karena pada saat saklar
transistor 2 pada rangkaian kontrol kondisi mati terbuka, maka tegangan awal
kapasitor menjadi nol dan keluaran akan tetap rendah. Apabila saklar transistor 2
aktif pada t=0, kapasitor akan mulai terisi dan tegangan pada kaki 6 menjadi lebih
kecil dari 1/3 Vcc, sedangkan pemicu kaki 2 masih tetap diatas Vcc sehingga
menyebabkan IC 555 memasuki memory kapasitor. Untuk selanjutnya baik
pemicu maupun ambang turun tepat dibawah 1/3 Vcc yang menyebabkan
keluaran jadi tinggi pada waktu T. dengan demikian keluaran pada kaki 3 IC 555
telah ditunda selama selang waktu T. setelah selang waktu yang ditentukan maka
sekering otomatis akan membuka kembali secara otomatis.

4.4. Analisa Perbandingan Perhitungan dan Pengukuran


Dari hasil pengujian pengukuran dengan perhitungan pada bab tiga,
ternyata memiliki perbedaan. Namun perbedaan itu tidak berpengaruh terhadap
kerja alat sekering otomatis. Dalam perancangan hal seperti itu sudah biasa,
karena dalam penerapannya belum tentu sesuai dengan teori yang ada. Namun
dasar dari perancangan tetap mengaju pada teori yang ada. Selisih perbedaan
dengan perhitungan dapat disebabkan karena pada saat melakukan pengukuran
bisa saja alat ukur yang digunakan kurang presisi, dan dapat juga karena human
error, bisa juga karena tegangan AC yang kadang-kadang nilainya turun, karena
dalam perancangan ini menggunakan tegangan AC.

BAB V
PENUTUP

5.1. KESIMPULAN

Berdasarkan laporan yang telah penyusun bahas dan juga hasil

perancangan, pengamatan, dan pengukuran, maka dapat ditarik suatu

kesimpulan sebagai berikut:

1. Alat yang penyusun buat yaitu pembatas daya otomatis dengan sensor arus.
2. Pembatasan beban normal sebesar 500 Watt dan pada saat beban lebih sebesar
600 Watt, dengan konsumsi daya untuk rangkaian sebesar 12 Volt
3. Sebagai pembatas daya peralatan ini masih memiliki kelemahan, yaitu pada
saat terjadi beban lebih yang seharusnya beban langsung padam, masih ada
sedikit trip penyalaan tapi hanya sesaat.
4. Penyetelan tegangan referensi baik pada saat kondisi hidup maupun mati harus
dishotkan terlebih dahulu, misalkan penyetelan pada kondisi hidup, maka
rangkaian yang dishotkan pada saat ON, kemudian kita mengukur tegangan
keluaran dari dioda zener pada saat diberi beban normal, juga pada saat diberi
beban lebih. Setelah keduanya ditemukan maka penyetelannya diambilkan
nilai tengah dari keluaran tersebut. Sedangkan untuk kondisi mati kebalikan
dari kondisi hidup. Dalam perhitungan didapatkan perbandingan tegangan
referensi yaitu 1:2
DAFTAR PUSTAKA

1. Adel S. Sendra dan Kenneth C. smith, Rangkaian Mikro Elektronika Edisi


Kedua, Erlangga, Jakarta, 1994.
2. AS Pabla and Abdul Hadi, Ir,” Sistem Distribusi daya Listrik”, Erlangga,
1994, Jakarta.
3. J. P. M Steeman, Data Sheet Book II, PT. Elek Media Komputindo, PT.
Gramedia, Jakarta, 1993.
4. Jacob Millman, Mikro Elektronika Sistem Digital dan Rangkaian Analog
Jilid I dan II, Erlangga, Jakarta, 1992.
5. Liang Chi Shen, Aplikasi Elektromagnetik Edisi Ketiga, Erlangga, Jakarta,
1987.
6. Malvino PH. D,…, Prinsip-prinsip Elektronika Edisi Ketiga Jilid I dan II,
Erlangga, Jakarta, 1996.
7. Malvino PH. D,…, Aproksimasi Rangkaian Semikonduktor Edisi
Keempat, Erlangga, Jakarta, 1986.
8. Robert F. Coughlin, Frederick F. Drisscoll, Penguat Operasional dan
Rangkaian Terpadu Edisi Kedua, Erlangga, Jakarta, 1992.
9. Ralph J. Smith, Rangkaian, Piranti dan Sistem Edisi Keempat, Erlangga,
Jakarta, 1990
10. Wasito S, Vademekum Elektronika, PT. Gramedia, Jakarta, 1985.
11. Wasito S. , Data Sheet Book I, Elek Media Komputindo, PT. Gramedia,
Jakarta, 1996.
12. William H. Hayt, Ir and Jack E Kemmerly,” Rangkaian Listrik Jilid I”,
13. Zuhal,” Dasar Teknik Tenaga Listrik dan elektronika Daya”, Gramedia,
2000, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai