Perawatan Luka
Perawatan Luka
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran perawat dalam memberikan asuhan pasien pre operatif, dukungan
psikologis, perawatan segera pasca operatif dan persiapan bagi pasien yang akan
dipulangkan dari rumah sakit tidak dibatasi hanya untuk mengelola drain, mengganti
balutan, dan mengangkat jahitan serta staples. Dengan memperbesar peran perawat
dalam perawatan pasien post operatif dapat mempengaruhi penyembuhan luka, maka
kemampuan observasi perawat sangat penting dalam deteksi awal adanya komplikasi
luka pasca operatif.
Perawatan luka post operasi adalah perawatan yang dilakukan untuk mencegah
trauma pada kulit, membrane mukosa atau jaringan lain yang disebabkan adanya luka
operasi yang merusak permukaan kulit. Penggantian balutan dilakukan sesuai
kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu
dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptic hanya untuk yang memerlukan saja
karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai
normal saline. Oleh karena itu perawat harus mengetahui tentang perawatan luka post
operasi dengan benar sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan pada pasien
post operasi yang komprehensif.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui perawatan luka post operasi.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui tentang pengertian luka.
b. Mahasiswa mampu mengetahui
BAB II
1
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain
(Kozier, 1995).
B. Jenis-Jenis Luka
Luka sering digambarkan berdasarkan bagaimana cara mendapatkan luka itu dan
menunjukkan derajat luka (Taylor, 1997).
1. Berdasarkan tingkat kontaminasi
a. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka bedah takterinfeksi yang mana tidak
terjadi proses peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem pernafasan,
pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi. Luka bersih biasanya menghasilkan
luka yang tertutup; jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal; Jackson –
Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1% - 5%.
b. Clean-contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi), merupakan luka
pembedahan dimana saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan dalam
kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi, kemungkinan timbulnya
infeksi luka adalah 3% - 11%.
c. Contamined Wounds (Luka terkontaminasi), termasuk luka terbuka, fresh, luka
akibat kecelakaan dan operasi dengan kerusakan besar dengan teknik aseptik atau
kontaminasi dari saluran cerna; pada kategori ini juga termasuk insisi akut,
inflamasi nonpurulen. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Dirty or Infected Wounds (Luka kotor atau infeksi), yaitu terdapatnya
mikroorganisme pada luka.
2
c. Stadium III : Luka “Full Thickness” : yaitu hilangnya kulit keseluruhan meliputi
kerusakan atau nekrosis jaringan subkutan yang dapat meluas sampai bawah tetapi
tidak melewati jaringan yang mendasarinya. Lukanya sampai pada lapisan
epidermis, dermis dan fasia tetapi tidak mengenai otot. Luka timbul secara klinis
sebagai suatu lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya.
d. Stadium IV : Luka “Full Thickness” yang telah mencapai lapisan otot, tendon dan
tulang dengan adanya destruksi/kerusakan yang luas.Luka dan Perawatannya
3. Berdasarkan waktu penyembuhan luka
a. Luka akut : yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan konsep
penyembuhan yang telah disepakati.
b. Luka kronis yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan,
dapat karena faktor eksogen dan endogen
C. Mekanisme terjadinya luka
1. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen yang tajam. Misal
yang terjadi akibat pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup oleh sutura
setelah seluruh pembuluh darah yang luka diikat (Ligasi)
2. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu tekanan dan
dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan bengkak.
3. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan benda lain yang
biasanya dengan benda yang tidak tajam.
4. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda, seperti peluru atau pisau
yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda yang tajam seperti oleh kaca atau
oleh kawat.
6. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ tubuh biasanya
pada bagian awal luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian ujung biasanya
lukanya akan melebar. Luka dan Perawatannya.
7. Luka Bakar (Combustio)
D. Penyembuhan Luka
Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan
dirinya. Peningkatan aliran darah ke daerah yang rusak, membersihkan sel dan benda
3
asing dan perkembangan awal seluler bagian dari proses penyembuhan. Proses
penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan
dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi
area yang luka bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan (Taylor, 1997).
1. Prinsip Penyembuhan Luka
Ada beberapa prinsip dalam penyembuhan luka menurut Taylor (1997) yaitu:
1) Kemampuan tubuh untuk menangani trauma jaringan dipengaruhi oleh luasnya
kerusakan dan keadaan umum kesehatan tiap orang.
2) Respon tubuh pada luka lebih efektif jika nutrisi yang tepat tetap dijaga.
3) Respon tubuh secara sistemik pada trauma.
4) Aliran darah ke dan dari jaringan yang luka.
5) Keutuhan kulit dan mukosa membran disiapkan sebagai garis pertama untuk
mempertahankan diri dari mikroorganisme
6) Penyembuhan normal ditingkatkan ketika luka bebas dari benda asing tubuh
termasuk bakteri.
2. Fase Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah suatu kualitas dari kehidupan jaringan hal ini juga
berhubungan dengan regenerasi jaringan. Fase penyembuhan luka digambarkan seperti
yang terjadi pada luka pembedahan (Kozier,1995).
a. Fase Inflamatori
Fase ini terjadi segera setelah luka dan berakhir 3 – 4 hari. Dua proses utama terjadi
pada fase ini yaitu hemostasis dan pagositosis. Hemostasis (penghentian
perdarahan) akibat fase konstriksi pembuluh darah besar di daerah luka, retraksi
pembuluh darah, endapan fibrin (menghubungkan jaringan) dan pembentukan
bekuan darah di daerah luka. Bekuan darah dibentuk oleh platelet yang menyiapkan
matrik fibrin yang menjadi kerangka bagi pengambilan sel. Scab (keropeng) juga
dibentuk dipermukaan luka. Bekuan dan jaringan mati, scab membantu hemostasis
dan mencegah kontaminasi luka oleh mikroorganisme. Dibawah scab epithelial sel
berpindah dari luka ke tepi. Epitelial sel membantu sebagai barier antara tubuh
dengan lingkungan dan mencegah masuknya mikroorganisme Luka dan
Perawatannya. Fase inflamatori juga memerlukan pembuluh darah dan respon
seluler digunakan untuk mengangkat benda-benda asing dan jaringan mati. Suplai
4
darah yang meningkat ke jaringan membawa bahan-bahan dan nutrisi yang
diperlukan pada proses penyembuhan. Pada akhirnya daerah luka tampak merah
dan sedikit bengkak. Selama sel berpindah lekosit (terutama neutropil) berpindah
ke daerah interstitial. Tempat ini ditempati oleh makrofag yang keluar dari monosit
selama lebih kurang 24 jam setelah cidera/luka. Makrofag ini menelan
mikroorganisme dan sel debris melalui proses yang disebut pagositosis. Makrofag
juga mengeluarkan faktor angiogenesis (AGF) yang merangsang pembentukan
ujung epitel diakhir pembuluh darah. Makrofag dan AGF bersama-sama
mempercepat proses penyembuhan. Respon inflamatori ini sangat penting bagi
proses penyembuhan.
b. Fase Proliferatif
Fase kedua ini berlangsung dari hari ke-3 atau 4 sampai hari ke-21 setelah
pembedahan. Fibroblast (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke
daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Diawali dengan
mensintesis kolagen dan substansi dasar yang disebut proteoglikan kira-kira 5 hari
setelah terjadi luka. Kolagen adalah substansi protein yang menambah tegangan
permukaan dari luka. Jumlah kolagen yang meningkat menambah kekuatan
permukaan luka sehingga kecil kemungkinan luka terbuka. Selama waktu itu
sebuah lapisan penyembuhan nampak dibawah garis irisan luka. Kapilarisasi
tumbuh melintasi luka, meningkatkan aliran darah yang memberikan oksigen dan
nutrisi yang diperlukan bagi penyembuhan. Fibroblast Luka dan Perawatannya
berpindah dari pembuluh darah ke luka membawa fibrin. Seiring perkembangan
kapilarisasi jaringan perlahan berwarna merah. Jaringan ini disebut granulasi
jaringan yang lunak dan mudah pecah.
c. Fase Maturasi
Fase maturasi dimulai hari ke-21 dan berakhir 1-2 tahun setelah pembedahan.
Fibroblast terus mensintesis kolagen. Kolagen menjalin dirinya, menyatukan dalam
struktur yang lebih kuat. Bekas luka menjadi kecil, kehilangan elastisitas dan
meninggalkan garis putih.
5
Anak dan dewasa penyembuhannya lebih cepat daripada orang tua. Orang tua
lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi hati dapat mengganggu
sintesis dari faktor pembekuan darah.
b. Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian pada tubuh. Klien
memerlukan diit kaya protein, karbohidrat, lemak, vitamin C dan A, dan mineral
seperti Fe, Zn. Klien kurang nutrisi memerlukan waktu untuk memperbaiki status
nutrisi mereka setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang gemuk
meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena supply darah
jaringan adipose tidak adekuat.
c. Infeksi
Infeksi luka menghambat penyembuhan. Bakteri sumber penyebab infeksi.
d. Sirkulasi (hipovolemia) dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Adanya sejumlah
besar lemak subkutan dan jaringan lemak (yang memiliki sedikit pembuluh
darah). Pada orang-orang yang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan
lemak lebih sulit menyatu, lebih mudah infeksi, dan lama untuk sembuh. Aliran
darah dapat terganggu pada orang dewasa dan pada orang yang menderita
gangguan pembuluh darah perifer, hipertensi atau diabetes millitus. Oksigenasi
jaringan menurun pada orang yang menderita anemia atau gangguan pernapasan
kronik pada perokok. Kurangnya volume darah akan mengakibatkan
vasokonstriksi dan menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk
penyembuhan luka.
5. Benda asing
6
Benda asing seperti pasir atau mikroorganisme akan menyebabkan terbentuknya suatu
abses sebelum benda tersebut diangkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan
sel mati dan lekosit (sel darah merah), yang membentuk suatu cairan yang kental yang
disebut dengan nanah (“Pus”).
6. Iskemia
Iskemia merupakan suatu keadaan dimana terdapat penurunan suplai darah pada
bagian tubuh akibat dari obstruksi dari aliran darah. Hal ini dapat terjadi akibat dari
balutan pada luka terlalu ketat. Dapat juga terjadi akibat faktor internal yaitu adanya
obstruksi pada pembuluh darah itu sendiri.
7. Diabetes
Hambatan terhadap sekresi insulin akan mengakibatkan peningkatan gula darah,
nutrisi tidak dapat masuk ke dalam sel. Akibat hal tersebut juga akan terjadi penurunan
protein-kalori tubuh.
8. Keadaan Luka
Keadaan khusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas penyembuhan luka.
Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu.
9. Obat
Obat anti inflamasi (seperti steroid dan aspirin), heparin dan anti neoplasmik
mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik yang lama dapat membuat
seseorang rentan terhadap infeksi luka.
a. Steroid : akan menurunkan mekanisme peradangan normal tubuh terhadap cedera.
b. Antikoagulan : mengakibatkan perdarahan
c. Antibiotik : efektif diberikan segera sebelum pembedahan untuk bakteri penyebab
kontaminasi yang spesifik. Jika diberikan setelah luka pembedahan tertutup, tidak
akan efektif akibat koagulasi intravaskular.
1. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering muncul dalam
2 – 7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi termasuk adanya
7
purulent, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling
luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah sel darah putih.
2. Perdarahan
Profesional perawat percaya bahwa penyembuhan luka yang terbaik adalah dengan
membuat lingkungan luka tetap kering (Potter.P, 1998). Perkembangan perawatan luka
sejak tahun 1940 hingga tahun 1970, tiga peneliti telah memulai tentang perawatan
luka. Hasilnya menunjukkan bahwa lingkungan yang lembab lebih baik daripada
lingkungan kering. Winter (1962) mengatakan bahwa laju epitelisasi luka yang ditutup
poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan kering. Hasil penelitian
ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada luka superficial lebih cepat pada
suasana lembab daripada kering, dan ini merangsang perkembangan balutan luka
modern ( Potter. P, 1998). Perawatan luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada
8
kenyataannya tingkat infeksi pada semua jenis balutan le:mbab adalah 2,5 %, lebih
baik dibanding 9 % pada balutan kering (Thompson. J, 2000). Rowel (1970)
menunjukkan bahwa lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke pusat luka
dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep penyembuhan luka dengan
teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka dan memberikan rangsangan bagi
perkembangan balutan lembab ( Potter. P, 1998). Penggantian balutan dilakukan sesuai
kebutuhan tidak hanya berdasarkan kebiasaan, melainkan disesuaikan terlebih dahulu
dengan tipe dan jenis luka. Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja
karena efek toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya memakai
normal saline (Dewi, 1999). Citotoxic agent seperti povidine iodine, asam asetat,
seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka karena dapat
menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan sedikit debris
dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi dengan sodium klorida
dan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. (Walker. D, 1996) Tepi luka seharusnya
bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi luka ditandai dengan
kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu minggu. Kulit menjadi
tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. Perawat dapat menduga tanda dari
penyembuhan luka bedah insisi :
2. Tepi luka akan didekatkan dan dijepit oleh fibrin dalam bekuan selama satu
atau beberapa jam setelah pembedahan ditutup.
9
7. Pembentukan kollagen mulai 4 hari setelah perlukan dan berlanjut sampai 6
bulan atau lebih.
8. Pengecilan ukuran bekas luka lebih satu periode atau setahun. Peningkatan
ukuran bekas luka menunjukkan pembentukan kelloid.
2. Absorbsi drainase
Luka insisi dibersihkan dengan alcohol dan larutan suci hama (larutan betadine dan sebagainya), lalu
ditutup dengan kain penutup luka, secara penodik pembalut luka diganti dan luka dibersihkan.
Dibuat pula catatan kapan benang / orave kapan dicabut atau dilonggarkan. Diperhatikan pula
apakah luka sembuh perprinum atau dibawah luka terdapat eksudat. tempat perawatan pasca operasi
atau bedah, setelah tindakan dikamar operasi, penderita dipindahkan dalam kamar rawat (recovery
room) yang dilengkapi dengan alat pendingin kamar udara setelah beberapa hari. Bila keadaan
penderita gawat segera pindahkan ke unit kamar darurat (intensive care unit)
1. Pemberian cairan, karna selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi (PPO), maka
pemberian cairan perinfus harus cukup banyak perban mengandung elektrolit yang
diperlukan, agar jangan terjadi hipertemia, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh
lainnya.
2. Nyeri, sejak penderita sadar dalam 24 jam pertama. Rasa nyeri masih dirasakan di daerah
operasi,untuk mengurangi rasa nyeri diberikan obat-obatan anti septic dan penenang seperti
suntikan intramuskuler ptihidin dosis 100-150 mg atau secara perinfus atau obat lainnya.
10
3. Mobilisasi, segera tahap demi tahap berguna untuk membantu jalnnya penyembuhan
penderita. Kemajuan mobilisasi tergantung juga pada jenis operasi yang dilakukan oleh
komplikasi yang mungkin dijumpai.
4. Pemberian obat-obatan, seperti antibiotik, kemotrapi, dan antiflamasi.
5. Perawatan putih, setelah selesai operasi dokter bedah dan anastesi telah membuat rencana
pemeriksaan rutin atau (check up) bagi penderita pasca bedah yang diteruskan kepada
dokter atau nakes lain.
G. Cara Mengganti Balutan
1. Alat dan bahan
Pinset anatomi
Pinset cirurghi
Gunting steril
Kapas sublimat / savlon dalam tempatnya
Larutan H2O2
Larutan boorwater
NaCl 0,9%
Gunting perban (gunting tidak steril)
Plester / pembalut
Bengkok
Kasa steril
Mangkok kecil
Handskon steril
2. Prosedur kerja
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
Gunakan sarung tangan steril
Buka plester dan balutan dengan menggunakan pinset
Bersihkan luka dngan menggunakan savlon / sublimat, H2O2, boorwater atau NaCl
0,9% sesuai dengan keadaan luka. Lakukan hingga bersih
Berikan obat luka
Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
Balut luka
Catat perubahan keadaan luka
Cuci tangan
H. Cara mengangkat dan mengambil jahitan
1. Alat dan bahan
Pinset anatomi
Pinset cirurghi
Arteri klem
Gunting angkat jahitan steril
Lidi kapas
Kasa steril
Mangkok steril
Gunting pembalut
11
Plester
Alkohol 70%
Larutan H2O2, savlon atu lisol atau larutan lainnya sesuai dengan kebutuhan
Obat luka
Gunting perban
Bengkok
Handscon steril
2. Prosedur kerja
Cuci tangan
Jelaskan prosedur yang akan dilaksanakan
Gunakan sarung tangan steril
Buka plester dan balutan menggunakan pinset
Bersihkan luka dengan menggunakan savlon / sublimat, H2O2, boorwater, NaCl
0,9% atau lainnya sesuai keadaan luka, lakukan hingga bersih
Angkat jahitan dengan menarik simpul jahitan sedikit ke atas, kemudian gunting
benang dan tarik dengan hati-hati
Tekan daerah sekitar luka hingga pus / nanah tidak ada
Berikan obat luka
Tutup luka dengan menggunakan kasa steril
Lakukan pembalutan
Catat perubahan keadaan luka
Cuci tangan
I. Prinsip Management Luka Post Operasi
2. Pencegahan infeksi
1. Adanya Eksudat.
2. Penyebaran eritema kulit sekitar garis insisi.
3. Nyeri dan edema.
4. Tanda-tanda infeksi.
5. Jaringan granulasi.
K. Penatalaksanaan drain
12
1. Mengobservasi drain dan cairan drainase begitu pasien kembali kebangsal dari
kamar operasi dan sesudahnya.
2. Catat volume dan sifat cairan drainase dalam interval yang teratur.
3. Pastikan selang drainase tidak dalam keadaan di klem ( kecuali bila ada
instruksi khusus yakni hanya memberikan drainase intermiten ).
4. Pastikan drainase tidak tertutup dan aman atau tidak terbelit/
5. Menjelaskan fungsi dan perawatan kepada pasien agar pasien tidak gelisah atau
cemas dan mendorong pasien untuk hidup dan bergerak secara aman dengan
drain mereka selama diperlukan titik.
6. Mengganti botol atau kantong drainase untuk mencegah refluks cairan untuk
memperkecil resiko infeksi. Catat volume cairan pada bagian kesimbangan
cairan.
7. Mengobservasi letak drain, periksa adanya kebocoran dan tanda-tanda infeksi
local.
8. Mengganti balutan drain, lakukan hal tersebut sebelum eksudat membasahi
balutan. Sebuah kantong stoma dapat dipasang untuk mengumpulkan eksudat
dari drain yang terbuka.
9. Memperpendek dan melepaskan drain sesuai instruksi ahli bedah dan gunakan
teknik aseptic. Volume dan sifat alamiah suatu cairan yang terus menerus di
alirkan keluar, harus dicatat dan dilaporkan kepada ahli bedah.
L. Komplikasi Luka
DAFTAR PUSTAKA
14
Mansjoer, Arief. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.
15