Anda di halaman 1dari 30

JOURNAL READING

INSIDEN SUFFOKASI BAYI TERKAIT DENGAN TIDUR BERSAMA


ATAU MENYUSUI PADA POSISI BERBARING SAMPING DI JEPANG

Disusun untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik


Ilmu Kedokteran Forensik RSUP Dr. Kariadi Semarang

Disusun Oleh:
Tiara Larasati Widyaswara TRISAKTI 03013190
Juliand Hidayat TRISAKTI 03013104
Puteri Qatrunnada TRISAKTI 03014157
Yopi Anugrah Wati TRISAKTI 03014202
Elike Oktorindah P UKRIDA 112017179
Nur Ezaitirah UKRIDA 112018205
Andi A. Riskal UKRIDA 112017211

Dosen Penguji:
dr. Abraham., Sp.F

Residen Pembimbing:
dr. Tri Handayani

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI & UKRIDA
RSUP DR. KARIADI SEMARANG
PERIODE 15 JULI – 10 AGUSTUS 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas rahmat dan izin-Nya
penyusun dapat menyelesaikan Journal Reading ini yang berjudul ”Insiden Suffokasi Bayi
Terkait Dengan Tidur Bersama Atau Menyusui Pada Posisi Berbaring Samping Di Jepang” tepat
pada waktunya. Journal Reading ini disusun guna memenuhi tugas kepaniteraan klinik Forensik
RSUP Dr. Kariadi Semarang.

Penyusun mengucapkan terimakasih kepada dr. Abraham., Sp.F dan dr. Tri Handayani
yang telah membimbing penyusun dalam mengerjakan journal reading ini, serta kepada seluruh
dokter yang telah membimbing penyusun selama di kepaniteraan klinik Forensik RSUP Dr.
Kariadi Semarang. Dan juga ucapan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan di
kepaniteraan, serta kepada semua pihak yang telah memberi dukungan dan bantuan kepada
penyusun.

Penyusun sadar bahwa journal reading ini masih jauh dari kesempurnaan, masih banyak
kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat penyusun
harapkan. Akhir kata, penyusun mengharapkan semoga journal reading ini dapat berguna dan
memberikan manfaat bagi kita semua.

Semarang, Juli 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

3
ABSTRAK

4
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Pengantar

Di Jepang, bayi dan ibu tidur bersama sebagai bagian dari praktik umum sejak zaman
kuno, dan ibu dan bayi biasanya tidur dalam posisi tatap muka. Pada 2008-2009, setidaknya 70%
bayi di Jepang dilaporkan tidur bersama dengan orang tua mereka (Shimizu et al. 2014). Selain
itu, menyusui dalam posisi berbaring miring, sementara tidur bersama biasanya dilakukan karena
nyaman untuk ibu dan anak dan memungkinkan ibu untuk dengan mudah mengamati kondisi
bayi (Ball 2002).
Namun, tidur bersama baru-baru ini telah diakui sebagai salah satu faktor risiko yang
terkait dengan kematian bayi selama tidur (American Academy of Pediatrics 2005, 2011, 2016).
Menurut statistik vital untuk 2016 (Kementerian Statistik dan Komunikasi Internal A 2016),
sucasi menyumbang> 80% dari kematian bayi yang tidak disengaja, yang merupakan penyebab
utama keempat kematian bayi; kematian bayi karena kecelakaan yang disebabkan oleh mati
lemas paling sering terjadi selama tidur. Takatsu et al. (2007) menyelidiki rincian 184 bayi yang
meninggal karena kecelakaan saat tidur selama 1982-2006, dan melaporkan bahwa sebagian
besar kasus melibatkan bayi dalam rentang usia kelahiran hingga 6 bulan. Kematian yang terkait
dengan bayi yang tidur bersama adalah 10,2 kali lebih tinggi dari mereka yang tidak tidur
bersama. Temuan serupa telah dilaporkan di negara lain. Di Inggris, Weber et al. (2012)
menganalisis bagaimana bayi meninggal karena mati lemas selama tahun 1996-2005 dan
menunjukkan bahwa lebih dari setengah kematian ini terjadi saat tidur bersama di ranjang
dewasa.

Sementara laporan sebelumnya, termasuk yang dikutip dalam penelitian ini,


mengungkapkan penyebab kematian sebagai tidur bersama berdasarkan analisis setelah kematian
bayi; tidak ada laporan sebelumnya mengenai insiden mati lemas bayi yang terjadi di rumah
selama tidur bersama / menyusui dalam posisi berbaring miring. Sepengetahuan kami, ini
merupakan laporan pertama yang serupa.
Dalam penelitian ini, kami menyelidiki frekuensi insiden dan faktor-faktor yang terkait
dengan insiden mati lemas bayi yang disebabkan oleh tidur bersama atau menyusui dalam posisi

5
berbaring miring pada ibu dari 1, 4, dan 10 bulan bayi. Untuk penelitian ini, "tidur bersama"
telah didefinisikan sebagai seorang ibu yang tidur di samping bayinya, sementara "menyusui
dalam posisi berbaring miring" mengacu pada menyusui sambil tidur. Selain itu, "insiden"
didefinisikan sebagai pengalaman yang tegang atau serius yang tidak mengarah pada kecelakaan
keselamatan fatal dan, menurut hukum Heinrich (Heinrich 1941), didefinisikan sebagai setara
dengan "Kecelakaan Tanpa Kecelakaan."
Sementara laporan sebelumnya, termasuk yang dikutip dalam penelitian ini,
mengungkapkan penyebab kematian sebagai tidur bersama berdasarkan analisis setelah kematian
bayi; tidak ada laporan sebelumnya mengenai insiden mati lemas bayi yang terjadi di rumah
selama tidur bersama / menyusui dalam posisi berbaring miring. Sepengetahuan kami, ini
merupakan laporan pertama yang serupa.
Dalam penelitian ini, kami menyelidiki frekuensi insiden dan faktor-faktor yang terkait
dengan insiden mati lemas bayi yang disebabkan oleh tidur bersama atau menyusui dalam posisi
berbaring miring pada ibu dari 1, 4, dan 10 bulan bayi. Untuk penelitian ini, "tidur bersama"
telah didefinisikan sebagai seorang ibu yang tidur di samping bayinya, sementara "menyusui
dalam posisi berbaring miring" mengacu pada menyusui sambil tidur. Selain itu, "insiden"
didefinisikan sebagai pengalaman yang tegang atau serius yang tidak mengarah pada kecelakaan
keselamatan fatal dan, menurut hukum Heinrich (Heinrich 1941), didefinisikan sebagai setara
dengan "Kecelakaan Tanpa Kecelakaan."

1.2 Material dan Metode


1.2.1 Peserta
Setelah penjelasan tujuan utama penelitian ke 1.223 para ibu yang mengunjungi institusi
medis kebidanan dan pusat kesehatan untuk pemeriksaan kesehatan bayi 1, 4, atau 10 bulan
antara Januari dan September 2011 di sebuah kota di Jepang, kami membagikan salinan formulir
kuesioner yang dikelola. Para ibu diminta untuk mengisi formulir, yang diisi secara anonim
melalui kotak koleksi khusus atau melalui surat. Tanggapan diterima dari 974 ibu (79,6%). Dari
974 tanggapan, setelah kuesioner dengan data yang hilang dikecualikan, kami menggunakan 895
untuk analisis (tingkat respons yang valid 91,9%).

6
1.2.2 Metode

Survei mengumpulkan informasi mengenai usia ibu, dari ibu, berat lahir bayi, metode
pemberian nutrisi bagi bayi, jam tidur ibu, tempat tidur bayi, dan barang-barang terkait dengan
tidur bersama dan menyusui dalam posisi berbaring miring (apakah ibu mempraktikkan tidur
bersama atau menyusui di samping) posisi berbaring, apakah bimbingan diberikan oleh
profesional medis, apa yang diperhatikan ibu, dan insiden yang terkait dengan bayi yang
menderita fokus).

1.3 Analisis Statistik

Analisis data dilakukan dengan agregasi sederhana, satu arah analisis varian (tidak
berpasangan), uji-t Student (tidak berpasangan), dan chi uji kuadrat (2 × 2/2 × 3 kelompok)
menggunakan SPSS versi 22.0. Dalam chi uji kuadrat, probabilitas signifikansi antar kelompok
dihitung setelah mengkonfirmasikan perbedaan yang signifikan di antara ketiga kelompok.
Untuk itu studi, tingkat signifikansi ditetapkan pada 5%.

1.4 Pertimbangan Etis

Subjek diberitahu bahwa partisipasi dalam penelitian ini adalah sukarela dan bahwa
mereka tidak akan dirugikan bahkan jika mereka menolak untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini. Semua subjek memberikan informasi pribadi mereka secara anonim, dan tidak satu pun dari
mereka yang dapat diidentifikasi. Mengirimkan tanggapan berarti menyetujui partisipasi belajar.
Dewan peninjau kelembagaan di Universitas Shinshu menyetujui protokol penelitian (nomor
persetujuan 1632).

1.5 Hasil

1.5.1 Latar belakang subjek

Latar belakang subyek yaitu usia rata-rata ibu adalah 31,8 tahun. Di semua kelompok
umur, sekitar setengah dari ibu adalah primipara. Mengenai metode pemberian makan bayi,
63,7% (570) dari ibu menyusui, dan 36,3% (325) adalah campuran / pemberian susu botol. Tidak
ada perbedaan signifikan yang dicatat mengenai latar belakang di antara tiga kelompok
berdasarkan usia bayi.

7
Hal-hal yang berkaitan dengan lingkungan tidur ibu dan bayi dan tingkat praktik tidur
bersama atau menyusui dalam posisi berbaring miring.

Karakteristik yang berhubungan dengan lingkungan tidur ibu dan bayi yaitu waktu rata-
rata ibu dengan bayi berusia 1 bulan adalah 5,6 jam, yang secara signifikan lebih pendek dari 6,3
jam untuk ibu dengan bayi berusia 4 dan 10 bulan.

Persentase bayi yang berbagi tempat tidur dengan orang tua meningkat secara signifikan
dengan usia: 44,9% pada 1 bulan; 56,3% pada 4 bulan; dan 76,2% pada 10 bulan. Menanggapi
pertanyaan apakah tidur bersama atau menyusui dalam posisi berbaring sisi miring dilakukan
secara teratur, 15,7% ibu menjawab tidak, 28,3% tidur bersama saja, dan 56,0% menyusui di
posisi berbaring sisi miring. Pada memeriksa data berdasarkan usia bayi, 71,3% ibu dari bayi 10
bulan menyusui dalam posisi berbaring, yang secara signifikan lebih tinggi dari itu untuk ibu dari
bayi berumur 1 dan 4 bulan.
Kami juga memeriksa kondisi di mana 754 para ibu mempraktikkan tidur bersama atau
menyusui dalam posisi berbaring miring. Mengenai pertanyaan apakah panduan dan peringatan
khusus diberikan oleh profesional medis (dokter, bidan, perawat kesehatan masyarakat, dan
perawat) mengenai tidur bersama, hanya 36,3% ibu yang menerima bimbingan tentang tidur
bersama. Lebih dari 60% ibu belum menerima bimbingan apa pun. Ketika bimbingan dari para
profesional medis dianalisis sesuai dengan usia bayi, 32,0% ibu dengan bayi berusia 4 bulan dan
32,6% ibu dengan bayi berusia 10 bulan menerima bimbingan yang secara signifikan lebih
rendah dari pedoman yang diberikan kepada 44,0% ibu dengan bayi di 1 bulan. Adapun
frekuensi di mana ibu yang berhati-hati tentang sucation selama tidur bersama , 29,9% ibu dari
bayi berusia 10 bulan membayar perhatian yang jauh lebih rendah dibandingkan dengan 43,2%
ibu dengan bayi berusia 4 bulan.
Frekuensi keseluruhan menerima bimbingan dari para profesional medis tentang
menyusui di posisi berbaring miring adalah 60,1%. Ketika dianalisis pada usia bayi, 56,7% ibu
dengan bayi berusia 4 bulan dan 53,2% ibu dengan bayi berusia 10 bulan telah menerima
bimbingan. Angka-angka ini secara signifikan lebih rendah dari 72,7% ibu dengan bayi berusia 1
bulan. Frekuensi dimana ibu dari bayi berusia 10 bulan memperhatikan selama menyusui pada
posisi berbaring miring adalah 35,3%, yang secara signifikan lebih rendah dari 48,3% untuk ibu
dengan bayi berusia 4 bulan.

8
Frekuensi insiden mati lemas bayi saat tidur bersama atau menyusui dalam posisi berbaring
miring.
Secara keseluruhan, dari ibu (n = 754) yang pernah mengalami insiden kecelakaan bayi
saat tidur bersama, tidur bersama, 10,6% dari ibu yang tidur bersama tanpa menyusui dalam
posisi berbaring miring telah mengalami insiden mati lemas bayi. Dua belas persen ibu dengan
bayi berusia 1 bulan dan 14,1% dari bayi berusia 4 bulan mengalami insiden mati lemas bayi
yang secara signifikan lebih tinggi daripada yang dialami oleh 6,1% ibu dengan bayi 10 bulan.
Namun, perbedaan antara ibu dengan bayi berusia 1 bulan dan ibu dengan bayi berusia 4 bulan
tidak signifikan. Khususnya, insiden di mana "alas tidur atau materi yang menutupi mulut atau
hidung bayi" menyumbang 58,8% dari total jumlah insiden mati lemas, diikuti oleh "Saya (ibu)
tertidur sebelum bayi," yang menyumbang 21,3%.

Selanjutnya, insiden mati lemas bayi selama menyusui dalam posisi berbaring sisi
dialami secara total 13,2% (berpengalaman ketika ibu menyusui dalam posisi berbaring sisi [n =
501] sedang menyusui dalam posisi berbaring sisi). Pada usia bayi, ibu dari bayi berusia 1 bulan
(18,7%), ibu dari bayi berusia 4 bulan (11,3%), dan ibu dari bayi berusia 10 bulan (10,4%)
mengalami insiden potensi persalinan bayi potensial. pada frekuensi yang sebanding tanpa
perbedaan yang signifikan (Gbr. 3B). Secara khusus, insiden di mana "Saya (ibu) tertidur
sebelum bayi" menyumbang 59,1% dari jumlah total insiden mati lemas, diikuti oleh "hidung
bayi yang tersumbat payudara", yang merupakan 22,7% dari insiden.

Yang penting, tidak ada insiden lokasi matahari bayi selama tidur bersama atau menyusui
dalam posisi berbaring sisi sebenarnya menyebabkan bayi mati lemas.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan insiden keselamatan bayi selama tidur / menyusui
dalam posisi berbaring miring.

Ibu dari bayi berusia 1 bulan (38,8%) dan bayi berusia 4 bulan (41,2%) mengalami lebih
banyak insiden kecelakaan bayi daripada ibu dari bayi berusia 10 bulan (20,0%). Mengenai
menyusui di posisi berbaring sisi, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan untuk semua
variabel untuk perbandingan.

Frekuensi insiden mati lemas bayi saat tidur bersama berdasarkan kondisi praktik menyusui
dalam posisi berbaring miring.

9
Frekuensi insiden mati lemas bayi selama tidur bersama berdasarkan kondisi berlatih
menyusui dalam posisi berbaring miring. Dari ibu yang mengalami insiden selama menyusui
dalam posisi berbaring miring, 45,5% juga menghadapi insiden saat tidur bersama, yang secara
signifikan lebih tinggi dari 6,9% ibu yang tidak menghadapi insiden dan 7,9% ibu yang tidak
mengalami insiden. berlatih menyusui dalam posisi berbaring miring.

1.6 Pembahasan

Dalam studi ini, kami melakukan survei terhadap 895 ibu dengan bayi mengenai menyusui
sambil tidur dalam posisi berbaring untuk menyelidiki frekuensi insiden dan faktor yang terkait
dengan mati lemas bayi pada 754 ibu yang tidur bersama menyusui dalam posisi berbaring
miring. Karena ketiga kelompok ibu dalam survei ini memiliki latar belakang yang sama tanpa
perbedaan antar kelompok yang signifikan dalam hal usia ibu, paritas, atau berat lahir bayi,
variabel latar belakang disesuaikan sehingga memungkinkan analisis analisis karakteristik terkait
dengan frekuensi insiden bayi mati lemas.

Tingkat tidur bersama atau menyusui dalam posisi berbaring miring.


Dalam penelitian ini, lebih dari 80% ibu tidur bersama yang mirip dengan temuan yang
dilaporkan oleh survei sebelumnya yang dilakukan di Jepang. Ini mendukung kesimpulan bahwa
tidur bersama banyak dilakukan di Jepang. Sebaliknya, ada perbedaan di antara negara-negara
dalam tingkat tidur bersama: 20% -30% ibu di Inggris, 13,5% -40% di Amerika Serikat, 8,8% -
19% di Selandia Baru, dan 88% di Cina. Atas dasar fakta-fakta ini, tidur bersama dianggap
sebagai bagian dari budaya Jepang dan umumnya dilakukan. Meskipun tidak ada penelitian yang
membandingkan frekuensi menyusui di posisi berbaring miring oleh negara, dilaporkan bahwa
sekitar 40% ibu di AS dilaporkan menyusui selama malam di tempat tidur. Tidak ada laporan
sebelumnya tentang frekuensi menyusui di posisi berbaring miring di Jepang. Dalam penelitian
ini, sekitar 60% ibu menyusui dalam posisi berbaring miring, menunjukkan bahwa menyusui
dalam posisi berbaring miring juga umum dilakukan di Jepang.

Perlunya bimbingan bagi para ibu untuk pencegahan bayi sucation ketika tidur bersama atau
menyusui dalam posisi berbaring miring
Dalam studi ini, 36,3% dari ibu yang tidur bersama dan 60,1% dari ibu yang menyusui
dalam posisi berbaring miring telah menerima panduan tentang cara-cara spesifik dalam

10
mempraktikkan metode menyusui ini serta memperingatkan tentang risiko yang melekat dari
para profesional medis. Sekitar 40% ibu secara aktif berolahraga. Sulit untuk menyimpulkan
bahwa pedoman tentang pencegahan sesak napas diberikan secara memadai. Meskipun tidak ada
rekomendasi untuk mencegah kecurangan bayi selama tidur di Jepang, ada panggilan untuk
perhatian terhadap masalah ini berdasarkan Panduan Keamanan Produk Anak yang menetapkan
hal-hal berikut: memastikan bahwa tempat tidur atau barang tidak menghalangi mulut dan
rongga hidung; gunakan kasur keras untuk tempat tidur bayi, dan jangan tertidur saat tidur
bersama. Namun, panggilan untuk perhatian tidak termasuk menyusui dalam posisi berbaring
miring. Untuk alasan ini, kami merasa bahwa perlu untuk memberikan pengetahuan tentang cara-
cara mencegah mati lemas bayi termasuk mati lemas selama menyusui dalam posisi berbaring
miring.

Frekuensi insiden dan faktor yang berhubungan dengan mati lemas bayi saat tidur bersama
atau menyusui dalam posisi berbaring miring
Dalam studi ini, 10,6% dari semua ibu mengalami insiden mati lemas bayi selama tidur
bersama. Selama tidur bersama, mulut dan rongga hidung bayi bisa terhalang oleh alas tidur atau
benda ketika ibu dan bayi berdekatan satu sama lain. Selain itu, frekuensi yang jauh lebih tinggi
dari ibu dengan bayi berusia 1 bulan dan bayi berusia 4 bulan yang mengalami insiden pelepasan
bayi dibandingkan dengan ibu dari bayi berusia 10 bulan menunjukkan kemungkinan hubungan
berbasis risiko dengan tahap pertumbuhan bayi dan pengembangan. Secara umum, bayi dapat
mengangkat kepala dalam 3-4 bulan, dapat berguling dalam 5-6 bulan, dan dapat duduk sendiri
dalam 10 bulan. Sampai bayi mampu menggerakkan tubuh mereka sendiri dan mampu berguling,
mereka tidak dapat menghindari bahaya dan cenderung berisiko tinggi untuk mati lemas karena
selimut yang menutupi mulut dan rongga hidung. Selain itu, ibu menjadi terbiasa dengan
penanganan bayi karena usia bayi meningkat; dapat disimpulkan bahwa ini adalah faktor dalam
mengurangi risiko mati lemas bayi.

Ada 21 laporan kematian bayi terkait kematian atau kecelakaan dengan tidur bersama di
Jepang dan negara lain. Dari kematian bayi mendadak yang tak terduga dan insiden kecelakaan
dan pencekikan di tempat tidur (ASSB, ICD-10-W75), 20% - 80% terjadi selama tidur bersama.
Usia rata-rata pada saat kejadian adalah 3,8 bulan di Amerika Serikat, sementara bayi di bawah 6
bulan terlibat dalam lebih dari 90% kematian atau kecelakaan di Australia yang konsisten dengan

11
kejadian yang lebih sering pada usia yang lebih rendah. Atas dasar laporan ini dan hasil
penelitian ini, tidur bersama terbukti meningkatkan risiko insiden mati lemas bayi selama masa
bayi awal, dengan beberapa insiden berpotensi menyebabkan kematian atau kecelakaan. Oleh
karena itu, penurunan frekuensi insiden yang terkait dengan tidur bersama juga dapat
menyebabkan penurunan kematian bayi mati lemas terkait dengan tidur bersama. Kebutuhan
untuk mengimplementasikan tindakan pencegahan yang disebutkan di atas sangat mendesak.

Selain itu, 13,2% ibu dalam survei menghadapi insiden selama menyusui dalam posisi
berbaring miring. Banyak dari insiden ini dikaitkan dengan ibu tertidur sebelum bayi. Dalam
semua kematian atau kecelakaan yang dilaporkan yang disebabkan oleh bayi yang berhubungan
dengan pemberian ASI pada posisi berbaring miring, bayi yang meninggal terjadi setelah ibu
tertidur selama menyusui dalam posisi berbaring sisi miring. Saat menyusui dalam posisi
berbaring miring, ibu dan bayi lebih dekat satu sama lain daripada saat tidur bersama. Lebih
lanjut, ketika ibu tertidur selama menyusui dalam posisi berbaring miring, dia mungkin tidak
melihat adanya sumbatan pada mulut dan rongga hidung bayi sejak dini; oleh karena itu, risiko
mati lemas kemungkinan akan meningkat.

Dalam studi ini, 45,5% ibu yang mengalami insiden selama menyusui dalam posisi
berbaring miring juga menghadapi insiden selama tidur bersama. Angka ini secara signifikan
lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak memiliki insiden atau ibu yang tidak menyusui
dalam posisi berbaring miring. Dapat disimpulkan bahwa ibu yang mengalami insiden selama
menyusui dalam posisi berbaring miring juga dapat berhubungan dekat dengan bayi selama tidur
bersama; Namun, penyelidikan lebih lanjut diperlukan untuk mengatasi masalah ini karena tidak
ada alasan yang jelas yang dapat diidentifikasi dalam penelitian ini. Insiden ASSB bayi di Jepang
adalah 2,5 per 100.000 kelahiran pada 2016. Tingkat di negara lain, seperti, 23,0 di Amerika
Serikat pada 2015 dan 29,0 di Selandia Baru, lebih tinggi dari pada tingkat di Jepang, sedangkan
1,9 di Kanada mirip dengan Jepang. Insiden ASSB di Jepang lebih rendah daripada di negara
lain, meskipun faktanya, tidur bersama sering dilakukan. Kami percaya bahwa ini mungkin
disebabkan oleh penggunaan kasur yang luas dan relatif keras (futon) yang digunakan di Jepang.
Dengan tempat tidur tradisional Jepang, ibu jarang menempatkan diri di atas bayi, sementara
tidur bersama sering dilakukan di sofa atau tempat tidur empuk di negara lain.

12
Karena kematian yang disebabkan oleh tidur bersama atau menyusui dalam posisi
berbaring dapat dicegah, kami percaya itu tidak boleh terjadi. Sementara kejadian ASSB rendah
di Jepang, kesadaran penuh faktor-faktor yang menyebabkan insiden mati lemas bayi yang
terkait dengan tidur bersama atau menyusui di posisi berbaring miring dan meningkatnya
perhatian untuk pencegahan mati lemas bayi di kalangan ibu sangat penting untuk mencegah
kematian bayi sebagai ibu biasanya tidur bersama atau menyusui dalam posisi berbaring miring.

1.7 Kesimpulan

Dalam penelitian ini, kami menyelidiki frekuensi kejadian dan faktor yang berhubungan
dengan mati lemas bayi yang terkait dengan tidur bersama atau menyusui dalam posisi berbaring
miring. Kesimpulan kami adalah sebagai berikut:
1. Dari 895 tanggapan survei, 28,3% (253) ibu hanya tidur bersama dan 56,0% (501) ibu
menyusui dalam posisi berbaring miring. Secara total 84,3% tidur bersama dengan bayi.
2. Dari ibu yang telah menerima panduan khusus tentang tidur bersama serta risiko tidur bersama
dari para profesional medis, 36,3% menerima panduan tentang tidur bersama dan 60,1%
tentang menyusui dalam posisi berbaring miring.
3. Dari ibu yang disurvei, 10,6% dan 13,2%, masing-masing, memiliki insiden mati lemas bayi
selama tidur bersama dan menyusui dalam posisi berbaring miring.
4. Faktor-faktor terkait dengan pengalaman kejadian selama tidur bersama secara signifikan lebih
banyak untuk ibu dengan bayi berusia 1 atau 4 bulan dibandingkan dengan ibu dari bayi
berusia 10 bulan. Mengenai insiden yang dialami selama menyusui dalam posisi berbaring
miring, tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan untuk semua variabel.
5. Dari ibu yang mengalami insiden selama menyusui dalam posisi berbaring miring, 45,5% juga
menghadapi insiden serupa saat tidur bersama. Frekuensi ini secara signifikan lebih tinggi
daripada ibu yang tidak memiliki pengalaman insiden selama menyusui dalam posisi
berbaring sisi atau ibu yang tidak menyusui dalam posisi berbaring sisi.
Hasil-hasil ini menunjukkan pentingnya membuat ibu sadar akan risiko persalinan bayi
sebelum memulai praktik tidur bersama, karena tidur bersama dengan anak-anak pada masa bayi
awal, seperti pada usia 1 bulan atau 4 bulan, adalah faktor risiko untuk insiden kematian bayi.

13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Suffokasi
2.1.1 Definisi Suffokasi
Asfiksasi atau suffokasi dapat didefinisikan sebagai kekurangan suplai oksigen ke
jaringan tubuh dan dapat diakibatkan oleh penyempitan saluran napas secara mekanis atau
non-mekanis atau dari penurunan gas yang dapat bernapas di atmosfer sekitarnya yang
terhirup.1
Sufokasi dapat terjadi jika oksigen yang ada diudara lokal kurang memadai.
Sebab kematian pada peristiwa sufokasi biasanya merupakan kombinasi dari anoksia,
keracunan CO2, hawa panas dan kemungkinan juga luka-luka akibat runtuhnya tempat
penambangan.2
Kematian bayi mendadak yang tak terduga (SUID), juga dikenal sebagai kematian
mendadak yang tak terduga pada masa bayi (SUDI), adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan kematian mendadak dan tak terduga, baik yang dijelaskan atau tidak dijelaskan
(termasuk sindrom kematian bayi mendadak [SIDS] dan kematian yang tidak jelas), terjadi selama
masa bayi. Setelah penyelidikan kasus, SUID dapat dikaitkan dengan penyebab kematian seperti
mati lemas, asfiksia, jebakan, infeksi, konsumsi, penyakit metabolisme, dan trauma (tidak disengaja
atau tidak disengaja). SIDS adalah subkategori SUID dan penyebab kematian bayi yang tidak dapat
dijelaskan setelah investigasi kasus menyeluruh termasuk otopsi, investigasi di tempat kejadian,
dan tinjauan riwayat klinis.

Sufokasi merupakan bentuk asfiksia akibat obstruksi pada saluran udara menuju
paru - paru yang bukan karena penekanan pada leher atau tenggelam. Sufokasi merupakan
suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan pertukaran udara pernafasan,
mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia) disertai dengan peningkatan karbon
dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian organ tubuh mengalami kekurangan oksigen dan
terjadi kematian.

2.1.2 Faktor Risiko Suffokasi


Ruang terbatas berarti ruang di mana karena konstruksinya, lokasi atau isinya,
akomodasi gas berbahaya, uap, debu atau asap atau penciptaan atmosfir yang kekurangan

14
oksigen dapat terjadi.
Ruang tertutup mencakup air dan pipa saluran pembuangan, stasiun pompa, lubang
pembuangan, boiler, tong, tungku, kubah, silo, tempat penyimpanan, kubah meter,
terowongan, tangki, air limbah air limbah, ruang grit, terowongan utilitas, ruang
merangkak di bawah lantai, tempat penampungan air, memegang tank, lubang, dan
genangan air.
Ruang tertutup memiliki potensi untuk atmosfer berbahaya yang dapat mencakup
kurangnya atau terlalu banyak oksigen, dan / atau adanya uap atau gas beracun atau
meledak seperti karbon monoksida, sulfida dan metana dan / atau memiliki bahaya
keselamatan fisik seperti mesin , sumber-sumber kejutan listrik, cairan (tenggelam atau
kebakaran), uap (bahaya terbakar), atau bahan yang tidak stabil dan longgar yang dapat
menyebabkan karyawan terperangkap, dihancurkan, atau dikubur.(3)

2.1.3 Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan penyebabnya yaitu:

1. Smothering (pembekapan)
Smothering merupakan asfiksia yang terjadi karena ditutupnya saluran nafas
bagian luar yaitu hidung dan mulut korban sekaligus atau adanya obstruksi atau
sumbatan pada hidung dan mulut. Biasanya dilakukan terhadap korban yang lemah
atau tidak berdaya. Bisa dilakukan dengan telapak tangan atau memakai benda lain
seperti kain, handuk, bantal, plester lebar, menekan muka korban ke kasur dan lain-
lain.

Dapat juga terjadi karena kecelakaan pada anak karena tertindih bantal atau
tertindih buah dada karena ketiduran waktu menyusukan bayi. Walaupun jarang,
dapat juga bunuh diri dengan cara mengikatkan gulungan kain atau bantal menutup
muka.

Tanda-tanda asfiksia pada pembekapan:

a) Sianosis
Tanda ini dapat dengan mudah dilihat pada ujung-ujung jari dan bibir dimana
terdapat pembuluh darah kapiler. Sianosis mempunyai arti jika keadaan mayat masih
baru (kurang dari 24 jam post mortem).

15
b) Perdarahan Berbintik (petechial haemorrhages; Tardiu`s Spot)
Keadaan ini mudah dilihat pada tempat dimana struktur jaringannya longgar,
seperti pada konjunctiva bulbi, palpebra, dan subserosa lain. Pada kasus yang hebat
perdarahan tersebut dapat dilihat pada kulit, khususnya di daerah wajah. Pelebaran
pembuluh darah konjunctiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase konvulsi.
Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam
vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler
sehingga dinding kaplier yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik-
bintik perdarahan.
c) Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi
lebam lebih luas akibat kadar CO2 yang tinggi.
d) Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas
pernafasan pada fase dispnoe yang disertai sekresi selaput lendir saluran nafas bagian
atas. Keluar masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan
busa yang kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
Tanda-tanda asfiksia ini juga disertai dengan adanya luka lecet tekan dan
memar di daerah mulut, hidung, dan sekitarnya, dan merupakan petunjuk pasti bahwa
pada korban telah terjadi pembekapan yang mematikan.

Cara kematian pada pembekapan:

1. Kecelakaan (paling sering)


Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama
kehidupannya, terutama bayi premature bila hidung dan mulut tertutup oleh
bantal atau selimut. Selain itu juga dapat terjadi kecelakaan dimana seorang
anak yang tidur berdampingan dengan orangtuanya dan secara tidak sengaja
orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat bernafas. Keadaan ini
disebut overlying.
Pada anak-anak dan dewasa muda bisa terjadi kecelakaan terkurung dalam
suatu tempat yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan
atau dalam kantong plastik. Penggunaan kantung plastik akan merangsang
sistem saraf simpatis, akibatnya terjadi aritmia. Orang dewasa yang terjatuh

16
waktu bekerja atau pada penderita epilepsy yang mendapat serangan dan
terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan pasir, gandum, tepung,
dan sebagainya.
2. Bunuh diri (suicide)
Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada
penderita penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu
dengan “membenamkan” wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan
bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan
menggunakan plester yang menutupi hidung dan mulut.
3. Pembunuhan
Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa
hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit
berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras. Pada pembunuhan
dengan pembekapan biasanya dilakukan dengan cara hidung dan mulut
diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang dibekapkan pada
hidung dan mulut. Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga dilakukan
bersamaan dengan menindih atau menduduki dada korban. Keadaan ini
dinamakan burking.
2. Wedging
Merupakan bentuk asfiksia mekanik dimana wajah, leher, dan thoraks tertekan
karena berada diantar dua struktur benda keras. Pada suatu penelitian menunjukkan bahwa
wedging sering terjadi pada anak-anak usia tiga sampai enam bulan.
3. Choking-Gagging
Choking merupakan adanya sumbatan aliran udara yang melewatinya yaitu sumbatan
pada laringofaring. Hal ini kebanyakan terjadi secara tidak sengaja karena adanya benda
asing seperti tulang ikan, koin, kancing, ataupun gigi palsu. Benda asing, ataupun tumor, dan
muntahan ini akan menginduksi terjadinya spasme laring, sehingga aliran udara akan
tersumbat.
Fase terjadinya sumbatan jalan nafas terdiri dari penetrasi benda kejalan nafas,
sumbatan jalan nafas, dan gagalnya mengeluarkan benda yang menyumbat. Tanda yang
dijumpai yaitu tanda-tanda sumbatan jalan nafas atas (stridor, distress pernafasan, batuk,

17
choking) dan tidak mampu berbicara. Kemudian diikuti dengan nafas yang panjang
menyebabkan objek untuk makin masuk. Terjadilah laringospasme. Terjadi rangsangan
vagal, menyebabkan aritmia dan apnoe, terjadi kematian.
Choking sering terjadi secara tidak sengaja pada anak-anak kurang dari satu tahun.
Sebanyak 90% kematian terjadi pada anak-anak berusia kurang dari 5 tahun. Bunuh diri
jarang terjadi kecuali pada pasien gangguan jiwa atau tahanan dalam penjara. Jika
pembunuhan maka akan dijumpai adanya tanda-tanda perlawanan.
Gagging merupakan bentuk asfiksia sebagai akibat pemaksaan memasukkan kain
kedalam mulut atau penutupan mulut dan hidung dengan kain atau material yang sama, yang
diikatkan kesekeliling kepala. Kain ataupun material tersebut menyumbat faring. Awalnya,
masih bisa bernafas seperti biasa; adanya kumpulan saliva, peningkatan mucus dengan
oedema faring dan mukosa hidung, menyebabkan sumbatan. Pada orang dewasa sering
akibat adanya gigi palsu. Atau juga akibat adanya bekuan darah dari trauma.
4. Asfiksia traumatika
Ketika terjadi fiksasi mekanik pada dada dapat menyebabkan kematian, disebut
dengan asfiksia traumatik. Keadaan ini sering terjadi akibat kecelakaan dan jarang sekali
merupakan upaya pembunuhan. Pada kasus pembunuhan maka akan tampak tanda - tanda
perlawanan. Penekanan pada dada akan disertai dengan cedera dada dan fraktur tulang iga.
 Pemeriksaan Luar
Masque ecchymotique yaitu perubahan warna dari biru kemerahan menjadi biru
kehitaman pada wajah dan leher dengan keterlibatan pada thoraks bagian atas,
punggung, dan lengan.
 Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan didapatkan mungkin minimal atau tidak ada:
- Mata: Purtscher’s retinopathy (perdarahan retina)
- Mulut, hidung, telinga: petechiae/ ekimosis pada faring, sublingual, hidung, dan
kanalis auditoris.
- Traktus respiratorius atas: petechiae pada epiglotis, laring, dan trakea, edema
pada laring.
- Tulang: fraktur klavikula/iga; mungkin terdapat fraktur ekstremitas dan pelvis;
jarang terjadi fraktur tulang tengkorak.

18
- Paru-paru: kontusio/laserasi; hemo-pneumothoraks; kongesti
- Jantung: rupture, kontusio (jarang).
- Abdomen: laserasi hepar/limfa.
- CNS: oedema cerebri; perdarahan intracerebral (jarang).
5. Inhalasi gas-gas berbahaya
Inhalasi gas-gas berbahaya seperti karbon dioksida, karbon monoksida, asap pada
gedung yang terbakar, hydrogen sulfida (H2S), methan pada pekerja mungkin dapat
menyebabkan sufokasi. Jika seluruh ruangan penuh berisi gas yang berbahaya, akan
mengakibatkan sufokasi yang fatal. Karbon monoksida (CO) merupakan penyebab kematian
utama pada keracunan. CO tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan gas noniritan
yang dihasilkan dari adanya lingkungan yang kurang oksigen pada temperature yang tinggi.
Ikatan CO dengan hemoglobin 200-250 kali lebih kuat dari oksigen, sehingga darah yang
mengangkut oksigen berkurang. Efek hipoksia akan meningkat karena ikatan CO dengan
hemoglobin, meningkatkan afinitas hemoglobin terhadap O2 dan menggeser kurva disosiasi
oksigen kekiri, sehingga menurunkan pelepasan oksigen ke sel. Penurunan pelepasan ini
akan merangsang pernafasan, meningkatkan pengambilan CO dan menyebabkan respiratori
alkalosis, yang akan menggeser kurva disosiasi oxyhemoglobin kekiri.
 Pemeriksaan Luar
- Gambaran “Cherry red” karena CO menyebabkan vasodilatasi.
- Sianosis karena pembendungan pada pembuluh darah yang lebih dalam.
 Pemeriksaan Dalam
- Adanya ”Cherry-pink” pada darah dan organ tubuh.
- Dijumpai petechi sampai nekrosis miocard pada jantung.
- Rhabdomyolysis
- Kerusakan neuronal hipoksia
Sianida menyebabkan asfiksia dengan berkompetisi dengan sitokrom oksidase dan
enzyme seluler lainnya dimana enzim tersebut dibutuhkan untuk penggunaan oksigen.
Dijumpai lebam mayat yang sama merahnya dengan keracunan karbon monoksida. Ahli
patologis sering membuat diagnosis dengan mengenali bau pada saat autopsy karena bau gas
tersebut seperti almond yang pahit.

19
2.1.4 Penyebab Kematian

Penyebab kematian pada sufokasi adalah asfiksia dan syok (jarang). Biasanya dalam
waktu 4 - 5 menit setelah mengalami sufokasi komplit. Pada beberapa kasus terjadi kematian
mendadak.

2.1.5 Tanda Post Mortem

Pemeriksaan Luar Jenazah

 Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang digunakan
untuk menekan.
 Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan atau geser,
jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi,
yang mungkin terjadi akibat korban melawan.
 Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/ permukaan dalam bibir akibat
bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi, dan lidah.
 Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal, maka pada
pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tanda-tanda kekerasan. Memar
atau luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan
menggunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang
dibekap kebetulan memakai lipstick, maka pada bantal tersebut akan tercetak bentuk
bibir yang berlipstick tadi, yang tidak jarang sampai merembes ke bagian yang lebih
dalam, yaitu ke bantalnya sendiri.
 Pada asfiksia traumatik mungkin dapat dilihat adanya fraktur pada iga, mata yang
berlinang, bola mata yang menonjol dan konjungtiva kongesti, petechi, dan lidah
akan keluar.
 Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak
terlalu besar, kelainannya bisa minimal: yaitu luka lecet atau memar pada bibir
bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.
 Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain menekan
kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus pencekikan dengan
satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau memar pada otot leher bagian

20
belakang, yang untuk membuktikannya kadang-kadang harus dilakukan sayatan
untuk melihat otot bagian dalamnya, atau membuka seluruh kulit yang menutupi
daerah tersebut.
 Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh korban.
 Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar maupun
pada pembedahan jenazah. Perlu dilakukan pemerikssan kerokan bawah kuku
korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.

Pemeriksaan Dalam Jenazah

 Tetap cairnya darah


Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin. Pendapat
lain dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan yang ada di ekstravaskuler, dan
tidak sempat masuk ke dalam pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian.
 Kongesti
Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri
klasik pada kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.
Otak dan organ-organ abdominal juga mengalami kongesti.
 Edema pulmonum
Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi pada kematian yang
berhubungan dengan hipoksia.
 Perdarahan berbintik (Pethecial haemorrhages)
Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang jantung
daerah aurikuloventrikular, subpleura viscelar paru terutama di lobus bawah pars
diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot
temporal, mukosa epiglottis dan daerah subglotis.
 Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran nafas
 Dapat juga ditemukan benda asing seperti koin, lumpur, dan sebagainya pada mulut,
kerongkongan, dan trakea.

21
2.1.6 Aspek Medikolegal

Para dokter biasanya dipanggil untuk bersaksi apakah penyebab kematian pada
seseorang merupakan sufokasi atau tidak dan juga apakah sufokasi yang terjadi merupakan
tidak sengaja (accidental), bunuh diri, atau pembunuhan. Adanya benda asing atau bukti
yang lain menunjukkan terjadinya sufokasi pada kebanyakan kasus. Pada pemeriksaan post
mortem sangat diperlukan untuk menunjang apakah penyebab kematian akibat sufokasi atau
tidak. Bunuh diri dengan sufokasi sangat jarang dilaporkan. Accidental terjadi pada anak-
anak ketika mereka menelan benda asing seperti koin. Atau juga pada orang yang terjebak
pada bangunan yang terbakar. Pembunuhan dengan sufokasi paling sering terjadi. Benda
asing seperti pakaian mungkin secara paksa dimasukkan kedalam mulut. Bantal paling
sering digunakan untuk membunuh anak-anak, orang tua atau wanita.

Metode yang digunakan adalah:

(a) Burking: merupakan metode yang diciptakan oleh Burke dan Hare untuk membunuh
korban mereka. Mereka menekan dada korban dan menutup mulut mereka.
(b) Bans-dola: pada metode ini, dada korban ditekan dengan dua papan kayu. Fraktur iga
ataupun laserasi pada paru-paru mungkin terlihat.

22
BAB III

JURNAL PEMBANDING

Hasil pembahasan

No. Jurnal utama Jurnal 1 (judul ?) Jurnal 2

Persentase bayi berbagi tempat Intervensi kesehatan


tidur dengan orang tua masyarakat telah berhasil
Hasil pembahasan meningkat secara signifikan dalam menargetkan posisi
kesimp dengan usia: 44,9% pada 1 tidur bayi dengan memotivasi
bulan; 56,3% pada 4 bulan; dan lebih banyak orang tua untuk
76,2% pada 10 bulan. menempatkan bayi mereka di
Menanggapi pertanyaan belakang mereka untuk tidur.
apakah tidur bersama atau Namun, penelitian telah
menyusui dengan ASI posisi menunjukkan bahwa bayi
berbaring berbaring dilakukan berkulit hitam cenderung
secara teratur, 15,7% dari total menjadi pewaris tempat tidur
ibu merespons sebagai tidak, bayi dibandingkan dengan
28,3% sebagai hanya tidur bayi berkulit putih.
bersama, dan 56,0% menyusui
di posisi berbaring miring. Di dalam penelitian ini, kami
memeriksa data berdasarkan menemukan bahwa banyak
usia bayi, 71,3% ibu bayi pemberi perawatan tidak
berusia 10 bulan menyusui di menerima saran dari dokter
samping posisi berbaring, yang tentang berbagi tempat tidur.
secara signifikan lebih tinggi Jika mereka menerima saran
dari itu untuk ibu dari bayi bahwa mereka tidak boleh
berumur 1 dan 4 bulan. berbagi tempat tidur dengan
bayi mereka, mereka secara
Frekuensi insiden mati lemas signifikan lebih kecil
bayi saat tidur bersama- ing kemungkinan berbagi tempat
atau menyusui dalam posisi tidur. sejumlah artikel
berbaring miring Frekuensi diterbitkan mengenai risiko
insiden mati lemas bayi selama dan manfaat berbagi tempat
tidur atau menyusui dalam tidur. Sebagai contoh,

23
posisi berbaring miring dikirim beberapa penelitian telah
pada Gambar. 3. Secara menunjukkan bahwa berbagi
keseluruhan, dari para ibu (n = tempat tidur dikaitkan dengan
754) yang memiliki mengalami keberhasilan menyusui,
insiden mati lemas bayi saat sehingga mendukung berbagi
tidur bersama, 10,6% ibu yang tempat tidur. Studi lain
tidur bersama tanpa payudara- menunjukkan bahwa berbagi
makan dalam posisi berbaring tempat tidur meningkatkan
miring telah mengalami risiko sindrom kematian bayi
insiden bayi mati lemas. Dua mendadak, mati lemas, dan
belas persen ibu dengan Bayi tercekik. Selama masa studi
berusia 1 bulan dan 14,1% dari kami, keluarga dan penyedia
bayi berusia 4 bulan layanan kesehatan mungkin
mengalami insiden mati lemas telah menerima pesan
bayi yang secara signifikan beragam tentang risiko
lebih tinggi dari yang dialami berbagi tempat tidur. Pada
oleh 6,1% ibu dengan Bayi titik ini, bagaimanapun, bobot
berumur 10 bulan. Namun barang bukti mengarah ke titik
perbedaannya antara ibu di mana American Academy
dengan bayi berusia 1 bulan of Pediatrics sekarang sangat
dan ibu dengan Bayi berusia 4 merekomendasikan berbagi
bulan tidak signifikan (Gbr. kamar tanpa berbagi tempat
3A). Secara khusus, insiden di tidur.
mana "tempat tidur atau
pasangan sekitarnya- rial yang
menutupi mulut atau hidung
bayi ”menyumbang 58,8% dari
jumlah total insiden mati
lemas, diikuti oleh "Aku (ibu)
tertidur sebelum bayi," yang
menjelaskan untuk 21,3%.

Selanjutnya, insiden mati


lemas bayi saat menyusui
dalam posisi berbaring sisi
dialami oleh 13,2% di total
(dialami saat ibu menyusui di
samping- posisi berbaring [n =
501] sedang menyusui di sisi
berbaring posisi). Pada usia
bayi, ibu dari bayi berusia 1

24
bulan (18,7%), ibu dari bayi
berusia 4 bulan (11,3%), dan
ibu dari bayi berusia 10 bulan
(10,4%) mengalami inci
penyok bayi potensial mati
lemas pada frekuensi yang
sebanding tidak ada perbedaan
signifikan.

Mengenai menyusui dalam


posisi berbaring miring, tidak
ada perbedaan signifikan yang
ditemukan untuk semua
variabel untuk perbandingan.
Frekuensi insiden mati lemas
bayi saat tidur bersama-
berdasarkan kondisi praktik
menyusui di ASI posisi
berbaring miring Gambar. 4
menunjukkan frekuensi insiden
mati lemas bayi penyok selama
tidur bersama berdasarkan
kondisi praktikum menyusui
dalam posisi berbaring miring.
Dari para ibu yang menghadapi
insiden saat menyusui di sisi
berbaring posisi, 45,5% juga
menghadapi insiden selama
tidur bersama, yang secara
signifikan lebih tinggi dari
6,9% ibu yang tidak
menghadapi insiden apa pun
dan 7,9% dari ibu yang
melakukannya tidak
mempraktikkan menyusui
dalam posisi berbaring miring.

Abstrak 1. Kami menganalisis data dari


Kasus Kematian Bayi Mendadak
yang Tidak Terduga berdasarkan
populasi data dari 2011 hingga

25
2014. Didapatkan sebanyak 250
kasus secara keseluruhan. Pada
kasus tersebut paling sering
dikaitkan dengan tempat tidur
lunak sebanyak 69%, diikuti oleh
overlay sebanyak 19% dan
wedging sebesar 12%.

2. Usia rata-rata saat meninggal


dalam beberapa bulan bervariasi
menurut mekanismenya yaitu: 3
untuk tempat tidur empuk, 2
untuk overlay, dan 6 untuk
wedging. Kematian soft-bedding
terjadi paling sering di tempat
tidur dewasa (49%), dalam posisi
tengkurap (82%), dan disertai
selimut yang menghalangi jalan
nafas (34%). Kematian overlay
paling sering terjadi di tempat
tidur dewasa (71%), dan bayi
dilapis oleh ibu (47%). Kematian
yang terjepit terjadi paling sering
ketika bayi terperangkap di
antara kasur dan dinding (48%).

3. Sehingga dapat disimpulkan


bahwa lingkungan tidur yang
aman dapat mengurangi
kematian karena mati lemas bayi.
Dan juga meningkatkan
pengetahuan tentang stratei
informasi pencegahan pada
kelompok berisiko tinggi.

Kelebihan 1. Data yang digunakan pada


penelitian ini mencakup
informasi terperinci tentang
lingkungan tidur bayi, yang
memungkinkan untuk klasifikasi
berdasarkan bukti kuat mati
lemas karena obstruksi jalan
napas.

26
Kekurangan !. Kurangnya data yang terperinci
dan diperlukan pengelompokkan
lebih khusus, sehingga mungkin
ada bayi yang meninggal
diakibatkan oleh benda- benda
bahaya di lingkungan tidur.

2. Dan tidak adanya data yang


lengkap mengenai orangtua yang
tidur bersama bayinya dalam
pengaruh narkoba ataupun
narkotika

kesimpulan 1. Lingkungan tidur yang aman


dapat mengurangi angka
kematianscbayi dikarenakan
karena mati lemas.

2. Meningkatkan pemahaman
kita tentang karakteristik dan
faktor risiko (misalnya,
perbedaan usia dan karakteristik
lingkungan tidur) kematian
akibat mati lemas.

Jurnal pembanding riskal judul : Sleep-Related Infant Suffocation Deaths Attributable to Soft
Bedding, Overlay, and Wedging
Ada abstrak, kelebihan, kekurangan, dan kesimpulannya warna kuning tinggal diganti aja

27
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Saran

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Roula S, Rana B, Mazen ES. Suffocation Injuries In The United States: Patient Characteristics And
Factors Associated With Mortality. Wastern Journal Of Emergency Medicine. 2018;19(4):707-14.
2. Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Semarang: Universitas Diponegoro;2000
3. Rangu SC, Sundaragiri S, Rangu S. Suffocation Due To Irrespirable Gases In Confined Spaces:
Accidental Deats Of Rescuer. International Journal Of Reserch In Medical Sciences.
2016;4(5):1775-7.
4.

29
``

30

Anda mungkin juga menyukai