Anda di halaman 1dari 21

TUGAS KELOMPOK

REVIEW JURNAL
Pembimbing : Ns. Indah Wulaningsih, M.Kep

Disusun untuk memenuhi tugas stase Maternitas


Disusun oleh

Kelompok I
1.Andik Rokhyati ( 1908113 )
2.Budi Santoso ( 1908125 )
3.Dhenok Budi U ( 1908132 )
4.Devi Mandasari ( 1908130 )
5.Erna Puspitarini ( 1908147 )
6.Lia Indriani (1908172 )

PROFESI STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG 2020
A. Pendahuluan
1. Latar belakang

Preeklampsia sampai saat ini masih menjadi masalah yang mengancam dalam

kehamilan, terutama di negara berkembang.1 Penyakit preeklampsia ini merupakan


penyebab utama kematian maternal di dunia.2 Sebuah penelitian memperkirakan
bahwa insiden preeklampsia di dunia berkisar antara 2% – 10%, di Amerika Utara dan
Eropa sebesar 5 – 7 kasus per 10.000 kelahiran, di Afrika Utara, Mesir, Tanzania dan Ethiopia

berkisar antara 1,8% – 7,1% dan di Nigeria berkisar antara 2% –16,7%.1 Prevalensi

preeklampsia di Jerman pada tahun 2006 adalah 2,31%.3 Di United States terjadi peningkatan

prevalensi dari 3,4% pada tahun 1980 menjadi 3,8% pada tahun 2010. 4 Di Indonesia, pada
tahun 2004, 2005, dan 2006, ditemukan kejadian preeklampsia secara berturut-turut 8.140

kasus (4,82%), 8.379 kasus (4,91%) dan 7.848 kasus (5,8%).5-7 Penelitian lain menemukan
kejadian preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3% – 10% dan menyumbang 39,5% kematian

maternal.8 Di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007– 2009 didapatkan
118 kasus preeklampsia
atau sekitar 3,9%.

Penyakit ini juga menimbulkan mortalitas yang cukup tinggi di Indonesia. Preeklampsia
menyumbang kasus kematian sebanyak 145 kasus pada tahun 2004 dengan CFR 1,8%, 197
kasus pada tahun 2005 dengan CFR 2,35%, dan 166 kasus pada tahun 2006
dengan CFR 2,1%. Data ini juga mendapatkan bahwa preeklampsia menempati posisi
kedua penyebab terbanyak kematian maternal jika ditinjau dari jumlah kasus dan menempati
posisi pertama jika
ditinjau dari CFR.

Preeklampsia dapat menimbulkan gangguan baik bagi janin maupun ibu. Kondisi
preeklampsia dan eklampsia akan memberi pengaruh buruk bagi kesehatan janin akibat
penurunan perfusi utero plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan sel endotel

pembuluh darah plasenta.10 Dikatakan bahwa preeklampsia ini dapat menyebabkan


intrauterine growth restriction/IUGR. Sebuah penelitian juga menemukan bahwa janin dari

ibu yang mengalami preeklampsia, umumnya akan lahir dengan berat badan lahir rendah.11
Bahkan gangguan ini dapat berakibat kematian bagi janin.10 Pada maternal sendiri, akan
timbul dampak buruk pada berbagai organ yang diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia,
terutama pada sistem kardiovaskuler, hemodinamik, hematologi, ginjal, hepar, otak dan
sebagainya. Penyebab preeklampsia belum diketahui secara pasti. Ada beragam faktor risiko,
di antaranya adalah faktor usia dan paritas yang merupakan faktor risiko yang tidak dapat
dimodifikasi. Dari segi usia, wanita hamil dengan usia <20 tahun dan >35 tahun dianggap
berisiko untuk mengalami preeklampsia.
Hal ini disebabkan karena seiring peningkatan usia, akan terjadi proses
degenaratif yang meningkatkan risiko hipertensi kronis dan wanita dengan risiko
hipertensi kronik ini akan memiliki risiko yang lebih

besar untuk mengalami preeklampsia.12 Berdasarkan data German Perinatal


Quality Registry, didapatkan angka kejadian preeklampsia lebih tinggi pada usia di
atas 35 tahun, yakni 2,6%, dan pada usia di bawah 35tahun hanya berkisar 2,2% –

2,3%.3
Di Rumah SakitDr. M. Djamil Padang, juga ditemukan kejadian preeklampsia
lebih tinggi pada usia di bawah 20 tahun d Berdasarkan paritas, diyakini paritas 0
adalah faktor risiko preeklampsia, dimana kelainan ini lebih umum terjadi pada

primigravida.9 Hal ini diduga karena pada kehamilan pertama cenderung terjadi
kegagalan pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta sehingga

timbul respon imun yang tidak menguntungkan.9 Penelitian terhadap data German
Perinatal QualityRegistry menemukan bahwa angka kejadian preeklampsia lebih
tinggi pada kelompok paritas 0 atau kehamilan pertama, yakni 3,1%, dibandingkan

dengan pada kehamilan selanjutnyayang hanya 1,5%.3 Penelitian lain menemukan


bahwa risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan pertama adalah 4,1%,

sedangkan akan berkurang pada kehamilan berikutnya menjadi 1,7%.14kehamilan di

atas 35 tahun.13Meskipun secara teoritis dijelaskan bahwa terdapat hubungan usia dan
paritas dengan preeklampsia, tetapi beberapa penelitian memperlihatkan hasil yang
bertentangan dengan teori yang ada. Penelitian di Rumah Sakit Umum PKU
Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007 menemukan bahwa preeklampsia justru

lebih didominasi oleh kelompok usia 20-35 tahun.9 Penelitian di Rumah Sakit
Umum Dr. Saiful Anwar Malang juga menemukan bahwa tidak ada hubungan

yang signifikan antara usia dengan preeklampsia. 15


Penelitian yang pernah dilakukan di Jerman juga menemukan bahwa insiden preeklampsia pada

wanita hamil dengan usia di bawah 20 tahun lebih rendah dibandingkan usia 20-35 tahun.3
Dari segi paritas,penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal menemukan

bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara paritas dengan preeklampsia.16Penelitian di
Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang juga mendapatkan hasil yang sama bahwa tidak terdapat

hubungan antara paritas dengan preeklampsia.13


2. Langkah penelusuran jurnal
a. Open search engine Modzila and click: https://scholar.google.co.id/
b. Insert the keyword
1) preeklamsia : 5080
2) usia : 3540
3) Paritas : 2680
c. Click tahun 2019 :1050
3. Pertanyaan klinik
a. Merumuskan keyword
Question part Question term Kerword/synonym

Population / patient pasien rawat inap obstetri


dan ginekologi tahun
2012 – 2013.

Intervention

Comparison Usia ibu dan preeklamsia,


paritas dan preeklamsia

Outcome Terdapat hubungan antara


usia ibu dan
preeklamsia,paritas dan
preeklamsia
b. Merumuskan pertanyaan klinik
“Apakah ada hubungan antara Usia dan Paritas dengan Kejadian Preeklampsia

Berat di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun

2012 - 2013

B. Riview Jurnal
No Resume jurnal Analisa

1 Nama Peneliti Siqbal Karta Asmana, Syahredi Noza Hilbertina

2 Judul Penelitian Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian


Preeklampsia Berat di Rumah Sakit Achmad
Mochtar Bukittinggi Tahun 2012 - 2013

3 Tempat dan Waktu Penelitian Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2016

4 Tujuan Penelitian Mengetahui Hubungan Usia dan Paritas dengan


Kejadian Preeklampsia Berat
5 Daftar Pustaka 1.Osungbade KO, Ige OK. Public
health perspectives of
preeclampsia in developing
countries: implication for health
system strengthening. J Pregnancy.
2011:1-2.
2. Guidotti R, Jobson D. Detecting
pre-eclampsia: a partical guide.
Geneva: WHO; 2005.
3. Schneider S, Maul H, Roehrig S,
Fischer B, Hoeft B, Freerksen N.
Risk groups and maternal- neonatal
complication of preeclampsia –
current result from the National
German Perinatal Quality Registry.
J Perinat Med.
2001;39: 257-65.
4. Ananth CV, Keyes KM, Wapner RJ.
Pre-eclampsia rates in the United
States, 1980-2010: age period cohort
analysis. BMJ. 2013:
3-4.
5. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Profil kesehatan
Indonesia 2004. Jakarta: Depkes;
2006.
6. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Profil kesehatan
Indonesia 2005. Jakarta: Depkes;
2007.
7. Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. Profil kesehatan Indonesia 2006.
Jakarta: Depkes; 2008
6 Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik
Desain Penelitian dengan desain cross sectional study. Analisis
penelitian menggunakan ratio prevalence dan chi-
square test dengan derajat kepercayaan 95%.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu


7 Populasi dan Sample hamil yang dirawat inap di Bangsal Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Achmad Mochtar
Bukittinggi tahun 2012-2013. Sampel diambil
secara totally sampling dengan jumlah
sampel minimal sebesar 356 sampel. Penentuan
sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan
eksklusi. Kriteria inklusi penelitian ini adalah
ibu hamil dengan usia kehamilan ≥20 minggu
dan memiliki catatan rekam medis yang memenuhi
variabe lyang diteliti

Penelitian ini menemukan 162 kasus


(4,99%) preeklampsia berat. Proporsi kasus
8. Hasil penelitian terbesar ditemukan pada kelompok usia ekstrem
(9,90%) dan kelompok multiparitas (8,68%).
Analisis ratio prevalence menyimpulkan bahwa
usia ekstrem merupakan faktor risiko
preeklampsia berat (RP= 1,476; CI= 1,094 –
1,922), dan nuliparitas belum dapat ditentukan
apakah merupakan faktor risiko atau faktor
protektif (RP= 0,765; CI= 0,565 – 1,034).
Berdasarkan analisis dengan chi-square test,
disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara usia dengan preeklampsia berat
(p= 0,014<0,05) dan tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara paritas dengan
preeklampsia berat (p= 0,096>0,05).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan,
didapatkan angka kejadian preeklampsia berat
sebanyak 162 kasus (4,99%) dari 3.248 populasi
pasien rawat inap di Bangsal Obstetri dan
Ginekologi Rumah Sakit Achmad Mochtar
Bukittinggi. Angka ini tidak jauh berbeda dengan
data dari Profil Kesehatan Indonesia pada tahun
2004, 2005 dan 2006, yakni secara berturut-turut

sebesar 4,82%, 4,91% dan5,8%.5-7 Sebuah


penelitian juga menemukan angka kejadian
preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3-

10%.8 Penelitian di Rumah Sakit Atma Jaya


tahun 2009 – 2011 mendapatkan jumlah kasus
preeklampsia yang tidak jauh berbeda, yakni

6,3%.17 Penelitian yang dilakukan di Rumah


Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta
pada tahun 2007 – 2009 mendapatkan angka
kejadian preeklampsia yang sedikit lebih

rendah, yakni 3,9%.9Di Sumatera Barat sendiri,


pernah dilakukan penelitian yang sama di Rumah
Sakit Dr. M.Djamil Padang tahun 2004 – 2005
dan mendapatkan hasil yang sedikit lebih

rendah, yakni 3,56%.13


Terdapatnya variasi angka kejadian preeklampsia
dapat disebabkan karena perbedaan proporsi dari
masing-masing faktor risiko di setiap penelitian,
seperti faktor usia, paritas, obesitas, diabetes
melitus, dan sebagainya.Lonjakan kasus
preeklampsia pada bulan Mei 2012 dan Juni
2013 disebabkan oleh peningkatan jumlah
kehamilan pada bulan tersebut, mengingat
preeklampsia tidak akan berkembang tanpa
adanya kehamilan. Berdasarkan Tabel 1, dapat
dilihat bahwa dari 162 kasus preeklampsia berat,
96 kasus (59,26%) di antaranya merupakan
kelompok usia 20 – 35 tahun. Hal ini berarti
bahwa dari seluruh kasus, kelompok usia yang
dominan adalah kelompok usia 20 – 35 tahun
yang bukan merupakan faktor risiko.Penelitian
yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Dr. H.
Soewondo Kendal juga mendapatkan hasil bahwa
preeklampsia berat lebih dominan terjadi pada
kelompok usia 20 – 35 tahun, yakni sebanyak
78 kasus (78%), sedangkan pada kelompok usia
<20 tahun dan >35 tahun hanya sebanyak 22

kasus (22%).18 Hasil yang sama juga


didapatkan pada penelitian di Rumah Sakit
Umum Daerah Kardinah Kota Tegal tahun
2011, dimana preeklampsia berat didominasi
pada kelompok usia 20 – 35 tahun, yakni

sebanyak 52 kasus (62,5%).16 Penelitian di


Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
Malang juga mendapatkan hasil yang sama,
dimana kejadian preeklampsia berat lebih
banyak terjadi pada kelompok usia 20 –
35 tahun, yakni 19
kasus(61,3%). Begitu juga penelitian yang
pernah
dilakukan di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang
tahun
2004 – 2005, dimana didapatkan angka kejadian
preeklampsia didominasi pada kelompok usia 20 –

35 tahun, yakni 67,68%.13 Terdapatnya


perbedaan data ini dengan teori yang ada dapat
disebabkan karena
perbedaan jumlah sampel pada kedua kelompok
usia, dimana sampel pada kelompok usia 20 –
35 tahun jauh lebih banyak. Untuk itu perlu dilihat
proporsi kejadian preeklampsia berat pada setiap
kelompok usia. Pada usia <20 tahun dan >35
tahun, didapatkan proporsi preeklampsia berat
sebesar 9,90%, sedangkan pada kelompok usia 20
– 35 tahun didapatkan proporsi preeklampsia
berat sebanyak
6,7%. Hal ini berarti bahwa proporsi preeklampsia
berat terbanyak adalah apada kelompok usia
<20 tahun dan >35 tahun, dan hasil yang didapatkan
ini sesuai dengan teori yang
ada.
Kebermaknaan hubungan usia dengan
preeklampsia berat diuji dengan ratio prevalence
dan chi-square test. Hasil analisis didapatkan
bahwa ada hubungan antara usia dengan
preeklampsia berat (p=0,014) dengan usia <20
tahun dan >35 tahun adalah faktor risiko (RP=
1,476; CI= 1,094 – 1,922).
Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa dari162
kasus preeklampsia berat, 97 kasus (59,88%) di
antaranya adalah kelompok paritas ≥1, ini berarti
bahwa preeklampsia berat lebih didominasi oleh
kelompok paritas ≥1 yang bukan merupakan faktor
risiko. Sama halnya dengan faktor usia, karena
terdapat perbedaan jumlah sampel pada kedua
kelompok paritas, maka perlu dilihat proporsi
kejadian preeklampsia berat pada kedua kelompok
paritas. Namun, berdasarkan proporsi yang
didapatkan, proporsi preeklampsia berat tetap lebih
tinggi pada kelompok paritas ≥1, yakni dengan
proporsi 8,68%. Hal yang sama juga didapatkan
pada penelitian yang pernah dilakukan di Rumah
Sakit Dr. M. Djamil
Padang tahun 2004 – 2005, dimana frekuensi
preeklampsia terbanyak ditemukan pada multipara,

yaitu 64 kasus (64,65%).13


Pembuktian kebermaknaan hubungan antara paritas
dengan preeklampsia berat, dilakukanlah analisis
statistik dengan ratio prevalence dan chi- square test.
Dari analisis didapatkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara paritas dengan
preeklampsia berat (p=0,096) dan paritas 0 belum
dapat ditentukan apakah merupakan faktor risiko
atau faktor protektif (RP=0,765; CI=0,565 –
1,034). Penelitian yang dilakukan di Rumah
SakitUmum Muhammadiyah Sumatera Utara
tahun 2011-2012 juga menemukan bahwa tidak ada
hubungan yang bermakna antara paritas dengan
preeklampsia.Paritas 0 merupakan faktor risiko
preeklampsia berat. Hal ini karena pada kehamilan
pertama terjadi ketidaksempurnaan pembentukan
blocking antibodies terhadap antigen plasenta,
sehingga timbul respon imun yang tidak
menguntungkan.9 Terdapatnya perbedaan
antara hasil penelitian ini dengan teori dapat
disebabkan oleh berbagai faktor. Di antaranya
adalah terdapatnya sampel penelitian dengan
paritas ≥1 yang bukan kelompok faktor risiko,
tetapi memiliki faktor risiko usia, yakni usia lebih
dari 35 tahun. Di samping itu, terdapat juga
kemungkinan kerancuan diagnosis preeklampsia,
terutama pada wanita hamil yang tekanan darahnya
sebelum hamil atau pada awal kehamilan tidak
diketahui, serta tidak melakukan antenatalcare
(ANC) rutin. Hal inilah yang menimbulkan
kesulitan membedakan preeklampsia dan
hipertensi kronik dengan superimposed

preeklampsia.12 Tidak diketahuinya keadaan


tekanan darah sebelum kehamilan atau riwayat
tekanan darah sebelumnya, maka hal ini juga akan
menyebabkan keluputan dari proses eksklusi
sampel untuk pasien yang mempunyai riwayat
hipertensi yang tidak diketahui

9 Saran Penelitian . Desain penelitian cross sectional ini tentunya


terdapat kelebihan dan kekurangan. Pada
penelitian dengan desain ini, pengumpulan data
akan lebih cepat dan efisien, dan dengan
demikian, penelitian ini dapat menggunakan
jumlah sampel yang besar. Hal ini berarti
bahwa jumlah sampel yang dipilih akan sangat
mewakili populasi yang ada. Dibandingkan
dengan desain penelitian epidemiologi analitik
lainnya, desain ini merupakan desain penelitian
yang paling lemah.Pengambilan dan pengamatan
data dilakukan pada saat yang bersamaan, maka
hasil yang didapatkan tidak cukup untuk
menentukan seberapa besar kekuatan hubungan
antara variabel yang diteliti.Untuk peneliti
selanjutnya disarankan untuk bisa
mengembangkan lagi penelitian ini.

PENUTUP
1. Kesimpulan
Terdapat hubungan antara usia dengan preeklampsia berat dengan usia
<20 tahun dan >35 tahun sebagai faktor risiko.
Tidak terdapat hubungan antara paritas dengan preeklampsia. Paritas 0
belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor risiko atau faktor
protektif.
2. Saran
Diperlukan upaya yang berkelanjutan guna penyampaian informasi hasil penelitian
kepada masyarakat terutama ibu dengan usia muda sangat berisiko untuk terjadi
preeklamsia. Edukasi kepada masyarakat sangat penting guna menghindari pernikahan
diusia muda yang sangat berisikko baik utuk ibu maupun bayinya.
http://jurnal.fk.unand.ac.id 640

Artikel Penelitian

Hubungan Usia dan Paritas dengan Kejadian Preeklampsia


Berat di Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun
2012 - 2013

1 2 3
Siqbal Karta Asmana , Syahredi , Noza Hilbertina

Abstrak
Preeklampsia dapat menimbulkan berbagai komplikasi yang membahayakan bagi ibu dan janin, sehingga
dapat menimbulkan kematian. Beberapa faktor risiko seperti usia yang ekstrem (<20 &>35 tahun) dan nuliparitas.
Keduanya merupakan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan
usia dan paritas dengan kejadian preeklampsia berat. Telah dilakukan penelitian di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit
Achmad Mochtar Bukittinggi terhadap data semua pasien rawat inap obstetri dan ginekologi tahun 2012 – 2013.
Penelitian menggunakan metode analitik dengan desain cross sectional study. Analisis penelitian menggunakan ratio
prevalence dan chi-square test dengan derajat kepercayaan 95%. Penelitian ini menemukan 162 kasus (4,99%)
preeklampsia berat. Proporsi kasus terbesar ditemukan pada kelompok usia ekstrem (9,90%) dan kelompok
multiparitas (8,68%). Analisis ratio prevalence menyimpulkan bahwa usia ekstrem merupakan faktor risiko
preeklampsia berat (RP= 1,476; CI= 1,094 – 1,922), dan nuliparitas belum dapat ditentukan apakah merupakan faktor
risiko atau faktor protektif (RP= 0,765; CI= 0,565 – 1,034). Berdasarkan analisis dengan chi-square test, disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan preeklampsia berat (p= 0,014<0,05) dan tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara paritas dengan preeklampsia berat (p= 0,096>0,05).
Kata kunci: preeklampsia, faktor risiko, usia, paritas

Abstract
Preeclampsia can cause the complication that endanger maternal and fetal, until death. There are many risk
factors like extreme age (<20 & >35 years) and nuliparity that can not modify. The objective of this study was to determine
the relationship of maternal age and parity to the incidence of severe preeclampsia. The research conducted
at Medical Record Division of Achmad Mochtar Hospital Bukittinggi about data of all hospitalized patients of obstetrics
and gynecology on 2012 – 2013. This research used the analytical method with cross sectional study. Analysis of this
research used ratio prevalence and chi-square test with degree of confidence 95%. This research found 162 case
(4.99%) severe preeclampsia. The highest proportion of this case was the extreme age groups (9.90%) and
multiparity group (8.68%). Analysis with the ratio prevalence concluded that extreme age is a risk factor for severe
preeclampsia (RP=1.476; CI= 1.094 – 1.922) and nuliparity can not determined wheather a risk factor or protective factor
(RP= 0.765; CI= 0.565 – 1.034). Analysis with chi-square test concluded that there is a significant relationship between
age with severe preeclampsia (p= 0.014<0.05) and there is no significant relationship between parity with severe
preeclampsia (p= 0.096>0.05).
Keywords: preeclampsia, risk factors, age, parity
Affiliasi penulis: 1. Prodi Profesi Dokter FK UNAND (Fakultas Korespondensi: Siqbal Karta Asmana,
Kedokteran Universitas Andalas Padang), 2. Bagian Obstetri dan Email: si_kar_as@yahoo.com, Telp: 082284632460
Ginekologi FK UNAND/RSUP Dr. M. Djamil Padang, 3. Bagian
Patologi Anatomi FK UNAND

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 641

10
PENDAHULUAN dapat berakibat kematian bagi janin. Pada maternal
Preeklampsia sampai saat ini masih menjadi sendiri, akan timbul dampak buruk pada berbagai
masalah yang mengancam dalam kehamilan, organ yang diakibatkan oleh vasospasme dan iskemia,

terutama di negara berkembang.


1
Penyakit terutama pada sistem kardiovaskuler, hemodinamik,
12
preeklampsia ini merupakan penyebab utama hematologi, ginjal, hepar, otak dan sebagainya.

kematian maternal di dunia.


2
Sebuah penelitian Penyebab preeklampsia belum diketahui

memperkirakan bahwa insiden preeklampsia di dunia secara pasti. Ada beragam faktor risiko, di antaranya

berkisar antara 2% – 10%, di Amerika Utara dan adalah faktor usia dan paritas yang merupakan faktor
Eropa sebesar 5 – 7 kasus per 10.000 kelahiran, di risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Dari segi usia,
Afrika Utara, Mesir, Tanzania dan Ethiopia berkisar wanita hamil dengan usia <20 tahun dan >35 tahun
12
antara 1,8% – 7,1% dan di Nigeria berkisar antara dianggap berisiko untuk mengalami preeklampsia.
1 Hal ini disebabkan karena seiring peningkatan usia,
2% –16,7%. Prevalensi preeklampsia di Jerman pada
3 akan terjadi proses degenaratif yang meningkatkan
tahun 2006 adalah 2,31%. Di United States terjadi
peningkatan prevalensi dari 3,4% pada tahun 1980 risiko hipertensi kronis dan wanita dengan risiko
4
menjadi 3,8% pada tahun 2010. Di Indonesia, pada hipertensi kronik ini akan memiliki risiko yang lebih
12
tahun 2004, 2005, dan 2006, ditemukan kejadian besar untuk mengalami preeklampsia. Berdasarkan
preeklampsia secara berturut-turut 8.140 kasus data German Perinatal Quality Registry, didapatkan
(4,82%), 8.379 kasus (4,91%) dan 7.848 kasus angka kejadian preeklampsia lebih tinggi pada usia di
5-7
(5,8%). Penelitian lain menemukan kejadian atas 35 tahun, yakni 2,6%, dan pada usia di bawah 35
preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3% – 10% 3
tahun hanya berkisar 2,2% – 2,3%. Di Rumah Sakit
8
dan menyumbang 39,5% kematian maternal. Di Dr. M. Djamil Padang, juga ditemukan kejadian
Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta preeklampsia lebih tinggi pada usia di bawah 20 tahun
tahun 2007– 2009 didapatkan 118 kasus preeklampsia dan di atas 35 tahun.
13

9
atau sekitar 3,9%. Berdasarkan paritas, diyakini paritas 0 adalah
Penyakit ini juga menimbulkan mortalitas yang faktor risiko preeklampsia, dimana kelainan ini lebih
cukup tinggi di Indonesia. Preeklampsia menyumbang 9
umum terjadi pada primigravida. Hal ini diduga karena
kasus kematian sebanyak 145 kasus pada tahun 2004 pada kehamilan pertama cenderung terjadi kegagalan
dengan CFR 1,8%, 197 kasus pada tahun 2005 pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
dengan CFR 2,35%, dan 166 kasus pada tahun 2006 plasenta sehingga timbul respon imun yang tidak
5-7 9
dengan CFR 2,1%. Data ini juga mendapatkan menguntungkan. Penelitian terhadap data German
bahwa preeklampsia menempati posisi kedua Perinatal QualityRegistry menemukan bahwa angka
penyebab terbanyak kematian maternal jika ditinjau kejadian preeklampsia lebih tinggi pada kelompok
dari jumlah kasus dan menempati posisi pertama jika paritas 0 atau kehamilan pertama, yakni 3,1%,
5-7
ditinjau dari CFR. dibandingkan dengan pada kehamilan selanjutnya
3
Preeklampsia dapat menimbulkan gangguan yang hanya 1,5%. Penelitian lain menemukan bahwa
baik bagi janin maupun ibu. Kondisi preeklampsia dan risiko terjadinya preeklampsia pada kehamilan
eklampsia akan memberi pengaruh buruk bagi pertama adalah 4,1%, sedangkan akan berkurang
14
kesehatan janin akibat penurunan perfusi utero pada kehamilan berikutnya menjadi 1,7%.
plasenta, hipovolemia, vasospasme, dan kerusakan Meskipun secara teoritis dijelaskan bahwa
10
sel endotel pembuluh darah plasenta. Dikatakan terdapat hubungan usia dan paritas dengan
bahwa preeklampsia ini dapat menyebabkan preeklampsia, tetapi beberapa penelitian
intrauterine growth restriction/IUGR. Sebuah penelitian memperlihatkan hasil yang bertentangan dengan teori
juga menemukan bahwa janin dari ibu yang yang ada. Penelitian di Rumah Sakit Umum PKU
mengalami preeklampsia, umumnya akan lahir dengan Muhammadiyah Yogyakarta tahun 2007 menemukan
11
berat badan lahir rendah. Bahkan gangguan ini bahwa preeklampsia justru lebih didominasi oleh

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 642

9
kelompok usia 20-35 tahun. Penelitian di Rumah HASIL
Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang juga Didapatkan populasi pasien rawat inap di
menemukan bahwa tidak ada hubungan yang Bangsal Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Achmad
15
signifikan antara usia dengan preeklampsia. Mochtar Bukittinggi selama tahun 2012 – 2013 sebanyak
Penelitian yang pernah dilakukan di Jerman juga
3.248 pasien, yakni 1.687 pasien pada tahun 2012
menemukan bahwa insiden preeklampsia pada wanita
dan 1.561 pasien pada tahun 2013. Dari populasi ini,
hamil dengan usia di bawah 20 tahun lebih rendah
dipilihlah sampel penelitian yang didasarkan pada
3
dibandingkan usia 20-35 tahun. Dari segi paritas,
kriteria inklusi dan eksklusi. Didapatkan jumlah sampel
penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah
sebanyak 2.096. Hal ini berarti bahwa jumlah sampel
Kota Tegal menemukan bahwa tidak ada hubungan
yang didapatkan telah memenuhi syarat jumlah sampel
16
yang bermakna antara paritas dengan preeklampsia.
minimal. Data yang dikumpulkan, juga didapatkan
Penelitian di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang juga
jumlah kasus preeklampsia berat selama tahun 2012 –
mendapatkan hasil yang sama bahwa tidak terdapat
13
2013 sebanyak 162 kasus (4,99%).
hubungan antara paritas dengan preeklampsia.
Penelitian ini dilakukan untuk menentukan
apakah terdapat hubungan antara usia dan paritas Jumlah Kasus Preeklampsia Berat
dengan kejadian preeklampsia berat di Rumah Sakit Tahun 2012

Achmad Mochtar Bukittinggi.

12 7,94% 8,87%

10 7,44% 7,09%
6,35% 4,52%
METODE 8 5,65% 4,83%

Penelitian ini merupakan penelitian analitik 6 2,53%


4 2,22% 1,58%
dengan desain cross sectional study. Populasi pada 1,49%
2
penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang dirawat
0
inap di Bangsal Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit
Achmad Mochtar Bukittinggi. Sampel diambil secara
totally sampling dengan jumlah sampel minimal

dihitung berdasarkan rumus. Berdasarkan rumus Gambar 1. Grafik jumlah kasus preeklampsia berat
sampel, didapatkan jumlah sampel minimal sebesar
tahun 2012
356 sampel. Penentuan sampel didasarkan pada
kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi penelitian
ini adalah ibu hamil dengan usia kehamilan ≥20 Jumlah Kasus Preeklampsia Berat
Tahun 2013
minggu dan memiliki catatan rekam medis yang
14 9,09%
memenuhi variabel yang diteliti. Kriteria eksklusi 12 8,77%

10 7,38% 7,09%
adalah ibu hamil dengan catatan rekam medis yang
4,83% 5,74%
8
tidak lengkap, obesitas, diabetes melitus, riwayat 4,76% 4,08% 3,61%
6 3,48%
penyakit ginjal dan riwayat hipertensi kronis. 4 2,17%
1,87%
2
Data yang didapat dikelompokkan menjadi
0
tabel distribusi frekuensi dan tabel hubungan usia
dengan preeklampsia berat. Data ini dianalisis dengan
menggunakan ratio prevalence dan chi-square test

dengan derajat kepercayaan 95% (α=5%). Hipotesis


Gambar 2. Grafik jumlah kasus preeklampsia berat
diterima jika nilai p<0,05.
tahun 2013

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 643

Berdasarkan Gambar 1 dan 2, dapat dilihat Analisis statistik dengan chi-square test dan
bahwa jumlah kasus preeklampsia mengalami ratio prevalence. Berdasarkan perhitungan ratio
perubahan setiap bulannya. Gambar 1 prevalence, disimpulkan bahwa usia <20 tahun dan
memperlihatkan bahwa pada tahun 2012 kasus >35 tahun merupakan faktor risiko dari preeklampsia
terbanyak ditemukan pada bulan Mei, yakni 11 kasus berat (RP= 1,476; CI= 1,094 – 1,922). Hasil chi-square
(8,87 %). Gambar 2 juga menggambarkan pada tahun test, didapatkan bahwa terdapat hubungan antara usia
2013 kasus terbanyak ditemukan pada bulan Juni, dengan preeklampsia berat (p=0,014).
yakni 12 kasus (9,09%). Secara keseluruhan, kasus
terbanyak terjadi pada bulan Juni 2013. Tabel 3. Distribusi frekuensi preeklampsia berat
berdasarkan paritas
Tabel 1. Distribusi frekuensi preeklampsia berat Paritas f %
berdasarkan usia 0 65 40,12%
Usia (tahun) f % ≥1 97 59,88%
<20 &>35 66 40,74% Jumlah 162 100%
20-35 96 59,26%
Jumlah 162 100%

Tabel 4. Hubungan paritas dengan preeklampsia berat


PEB Proporsi
Paritas ∑ p RP CI
Tabel 2. Hubungan usia dengan preeklampsia berat + - PEB (%)

Usia PEB Proporsi 0 65 914 979 6,64 0,565 –


p RP CI
(Tahun) ∑ PEB (%) 0,096 0,765

+ - ≥1 97 1020 1117 8,68 1,034


<20 &>35 66 600 666 9,90 1,094 –
0,014 1,476
20-35 96 1334 1430 6,71 1,922 ∑ 162 1934 2096
∑ 162 1934 2096
Subjek penelitian dengan usia terendah adalah Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa
usia 14 tahun dan usia tertinggi adalah usia 46 tahun. dari 162 kasus preeklampsia berat, 65 kasus (40,12%)
Pada Tabel 2 dapat dilihat bahwa terdapat 666 sampel di antaranya adalah kelompok paritas 0, dan 97 kasus
pada kelompok usia <20 tahun dan >35 tahun. Hal ini (59,88%) di antaranya adalah kelompok paritas ≥1.
menunjukkan masih tingginya angka kehamilan pada Hal ini menunjukkan bahwa dari seluruh kasus
usia yang rentan tersebut. preeklampsia berat, kelompok paritas terbanyak
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari adalah kelompok paritas ≥1. Berdasarkan proporsi
162 kasus preeklampsia berat, 66 kasus (40,74%) di kejadian preeklampsia berat pada setiap kelompok
antaranya adalah kelompok ibu hamil dengan usia <20 paritas, kejadian preeklampsia berat tetap didominasi
tahun dan >35 tahun dan 96 kasus (59,26%) di oleh kelompok paritas ≥1 dengan proporsi 8,68%.
antaranya adalah kelompok ibu hamil dengan usia 20- Pembuktian hubungan paritas dengan
35 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dari seluruh kasus preeklampsia berat, dilakukanlah uji statistik dengan
preeklampsia berat, kelompok usia terbanyak adalah chi-square test dan ratio prevalence. Berdasarkan
usia 20 – 35 tahun. Jika ditinjau berdasarkan proporsi ratio prevalence, disimpulkan bahwa belum dapat
kejadian preeklampsia berat pada setiap kelompok usia ditentukan apakah paritas 0 merupakan faktor risiko atau
(Tabel 2), maka proporsi preeklampsia berat terbanyak faktor protektif dari preeklampsia berat (RP=
ditemukan pada kelompok usia <20 tahun dan >35 0,765; CI=0,565–1,034). Chi-square test menunjukkan
tahun dengan proporsi 9,09%. Proporsi preeklampsia tidak terdapat hubungan antara paritas dengan
berat pada pada kelompok usia 20-35 tahun adalah preeklampsia berat (p=0,096).
6,71%.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 644

PEMBAHASAN Kota Tegal tahun 2011, dimana preeklampsia berat


Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didominasi pada kelompok usia 20 – 35 tahun, yakni
16
didapatkan angka kejadian preeklampsia berat sebanyak 52 kasus (62,5%). Penelitian di Rumah
sebanyak 162 kasus (4,99%) dari 3.248 populasi Sakit Umum Dr. Saiful Anwar Malang juga
pasien rawat inap di Bangsal Obstetri dan Ginekologi mendapatkan hasil yang sama, dimana kejadian
Rumah Sakit Achmad Mochtar Bukittinggi. Angka ini preeklampsia berat lebih banyak terjadi pada

tidak jauh berbeda dengan data dari Profil Kesehatan kelompok usia 20 – 35 tahun, yakni 19
15

Indonesia pada tahun 2004, 2005 dan 2006, yakni kasus(61,3%). Begitu juga penelitian yang pernah

secara berturut-turut sebesar 4,82%, 4,91% dan dilakukan di Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang tahun
5,8%.
5-7
Sebuah penelitian juga menemukan angka 2004 – 2005, dimana didapatkan angka kejadian
kejadian preeklampsia di Indonesia berkisar antara 3- preeklampsia didominasi pada kelompok usia 20 – 35
13
10%.8 Penelitian di Rumah Sakit Atma Jaya tahun tahun, yakni 67,68%. Terdapatnya perbedaan data
2009 – 2011 mendapatkan jumlah kasus preeklampsia ini dengan teori yang ada dapat disebabkan karena
17 perbedaan jumlah sampel pada kedua kelompok usia,
yang tidak jauh berbeda, yakni 6,3%. Penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah dimana sampel pada kelompok usia 20 – 35 tahun
Yogyakarta pada tahun 2007 – 2009 mendapatkan jauh lebih banyak. Untuk itu perlu dilihat proporsi
angka kejadian preeklampsia yang sedikit lebih kejadian preeklampsia berat pada setiap kelompok
9 usia. Pada usia <20 tahun dan >35 tahun, didapatkan
rendah, yakni 3,9%. Di Sumatera Barat sendiri, pernah
dilakukan penelitian yang sama di Rumah Sakit Dr. M. proporsi preeklampsia berat sebesar 9,90%,
Djamil Padang tahun 2004 – 2005 dan mendapatkan sedangkan pada kelompok usia 20 – 35 tahun
13
hasil yang sedikit lebih rendah, yakni 3,56%. didapatkan proporsi preeklampsia berat sebanyak
Terdapatnya variasi angka kejadian preeklampsia 6,7%. Hal ini berarti bahwa proporsi preeklampsia
dapat disebabkan karena perbedaan proporsi dari berat terbanyak adalah apada kelompok usia <20
masing-masing faktor risiko di setiap penelitian, seperti tahun dan >35 tahun, dan hasil yang didapatkan ini
faktor usia, paritas, obesitas, diabetes melitus, dan sesuai dengan teori yang ada.
sebagainya. Kebermaknaan hubungan usia dengan
Lonjakan kasus preeklampsia pada bulan Mei preeklampsia berat diuji dengan ratio prevalence dan
2012 dan Juni 2013 disebabkan oleh peningkatan chi-square test. Hasil analisis didapatkan bahwa ada
jumlah kehamilan pada bulan tersebut, mengingat hubungan antara usia dengan preeklampsia berat
preeklampsia tidak akan berkembang tanpa adanya (p=0,014) dengan usia <20 tahun dan >35 tahun
kehamilan. adalah faktor risiko (RP= 1,476; CI= 1,094 – 1,922).
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa dari Berdasarkan Tabel 3, dapat dilihat bahwa dari
162 kasus preeklampsia berat, 96 kasus (59,26%) di 162 kasus preeklampsia berat, 97 kasus (59,88%) di
antaranya merupakan kelompok usia 20 – 35 tahun. antaranya adalah kelompok paritas ≥1, ini berarti
Hal ini berarti bahwa dari seluruh kasus, kelompok bahwa preeklampsia berat lebih didominasi oleh
usia yang dominan adalah kelompok usia 20 – 35 kelompok paritas ≥1 yang bukan merupakan faktor
tahun yang bukan merupakan faktor risiko.Penelitian risiko. Sama halnya dengan faktor usia, karena
yang pernah dilakukan di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo terdapat perbedaan jumlah sampel pada kedua
Kendal juga mendapatkan hasil bahwa preeklampsia kelompok paritas, maka perlu dilihat proporsi kejadian
berat lebih dominan terjadi pada kelompok usia 20 – preeklampsia berat pada kedua kelompok paritas.
35 tahun, yakni sebanyak 78 kasus (78%), sedangkan Namun, berdasarkan proporsi yang didapatkan, proporsi
pada kelompok usia <20 tahun dan >35 tahun hanya preeklampsia berat tetap lebih tinggi pada kelompok
sebanyak 22 kasus paritas ≥1, yakni dengan proporsi 8,68%. Hal yang
18
(22%). Hasil yang sama juga didapatkan pada sama juga didapatkan pada penelitian yang pernah
penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah dilakukan di Rumah Sakit Dr. M. Djamil

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 645

Padang tahun 2004 – 2005, dimana frekuensi desain penelitian epidemiologi analitik lainnya, desain
20
preeklampsia terbanyak ditemukan pada multipara, ini merupakan desain penelitian yang paling lemah.
13
yaitu 64 kasus (64,65%). Pengambilan dan pengamatan data dilakukan pada
Pembuktian kebermaknaan hubungan antara saat yang bersamaan, maka hasil yang didapatkan
paritas dengan preeklampsia berat, dilakukanlah tidak cukup untuk menentukan seberapa besar kekuatan
analisis statistik dengan ratio prevalence dan chi- square hubungan antara variabel yang diteliti.
test. Dari analisis didapatkan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara paritas dengan KESIMPULAN
preeklampsia berat (p=0,096) dan paritas 0 belum Terdapat hubungan antara usia dengan
dapat ditentukan apakah merupakan faktor risiko atau preeklampsia berat dengan usia <20 tahun dan >35
faktor protektif (RP=0,765; CI=0,565 – tahun sebagai faktor risiko.
1,034). Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Tidak terdapat hubungan antara paritas dengan
Umum Muhammadiyah Sumatera Utara tahun 2011- preeklampsia. Paritas 0 belum dapat ditentukan
2012 juga menemukan bahwa tidak ada hubungan apakah merupakan faktor risiko atau faktor protektif.
19
yang bermakna antara paritas dengan preeklampsia.
Paritas 0 merupakan faktor risiko preeklampsia UCAPAN TERIMA KASIH
berat. Hal ini karena pada kehamilan pertama terjadi Terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
ketidaksempurnaan pembentukan blocking antibodies dalam penelitian ini, terutama kepada seluruh staf di
terhadap antigen plasenta, sehingga timbul respon Bagian Diklat, Bagian Rekam Medis dan Bagian
9
imun yang tidak menguntungkan. Terdapatnya Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit Achmad Mochtar
perbedaan antara hasil penelitian ini dengan teori Bukittinggi, yang telah membantu semua proses
dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Di antaranya pengambilan data penelitian.
adalah terdapatnya sampel penelitian dengan paritas
≥1 yang bukan kelompok faktor risiko, tetapi memiliki DAFTAR PUSTAKA
faktor risiko usia, yakni usia lebih dari 35 tahun. Di
1. Osungbade KO, Ige OK. Public health perspectives
samping itu, terdapat juga kemungkinan kerancuan
of preeclampsia in developing countries:
diagnosis preeklampsia, terutama pada wanita hamil
implication for health system strengthening. J
yang tekanan darahnya sebelum hamil atau pada awal
Pregnancy. 2011:1-2.
kehamilan tidak diketahui, serta tidak melakukan
2. Guidotti R, Jobson D. Detecting pre-eclampsia: a
antenatalcare (ANC) rutin. Hal inilah yang
partical guide. Geneva: W HO; 2005.
menimbulkan kesulitan membedakan preeklampsia
3. Schneider S, Maul H, Roehrig S, Fischer B, Hoeft
dan hipertensi kronik dengan superimposed
B, Freerksen N. Risk groups and maternal-
12
preeklampsia. Tidak diketahuinya keadaan tekanan
neonatal complication of preeclampsia – current
darah sebelum kehamilan atau riwayat tekanan darah
result from the National German Perinatal Quality
sebelumnya, maka hal ini juga akan menyebabkan
Registry. J Perinat Med. 2001;39: 257-65.
keluputan dari proses eksklusi sampel untuk pasien
4. Ananth CV, Keyes KM, Wapner RJ. Pre-eclampsia
yang mempunyai riwayat hipertensi yang tidak
rates in the United States, 1980-2010: age period
diketahui.
cohort analysis. BMJ. 2013: 3-4.
Desain penelitian cross sectional ini, tentunya
5. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil
terdapat kelebihan dan kekurangan. Pada penelitian
kesehatan Indonesia 2004. Jakarta: Depkes; 2006.
dengan desain ini, pengumpulan data akan lebih cepat
6. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil
dan efisien, dan dengan demikian, penelitian ini dapat
20
kesehatan Indonesia 2005. Jakarta: Depkes; 2007.
menggunakan jumlah sampel yang besar. Hal ini
7. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Profil
berarti bahwa jumlah sampel yang dipilih akan sangat
kesehatan Indonesia 2006. Jakarta: Depkes; 2008.
mewakili populasi yang ada. Dibandingkan dengan

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)


http://jurnal.fk.unand.ac.id 646

8. Sulistyowati S, Abadi A, Wijiati. Los class Ib (Hla- 14. Diaz SH, Toh S, Cnattingius S. Risk of pre-
G/Qa-2) MHC protein expression against HSP-70 eclampsia in first and subsequent pregnancies:
and VCAM-1 profile on preeclampsia: an observation prospective cohort study. BMJ. 2009:2-3.
on experimental animal mus musculus with 15. Rahayu ID. Hubungan usia dan paritas dengan
endothelial dysfunction model. Health Sci J. kejadian preeklampsia di rawat inap SMF Obstetri
2010;34:103-4. Ginekologi Rumah Sakit Umum Dr. Saiful Anwar
9. Djannah SN, Arianti IS. Gambaran epidemiologi Malang (skripsi). Malang: Universitas Brawijaya;
kejadian preeklampsia/eklampsia di Rumah Sakit 2012.
Umum PKU Muhammadiyah Yogyakarta tahun 16. Indriani N. Analisis faktor-faktor yang berhubungan
2007-2009. Bul Penel Sistem Kes. 2010;13:379- dengan preeklampsia/ eklampsia pada ibu bersalin di
82. Rumah Sakit Umum Daerah Kardinah Kota Tegal
10. Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: PT Bina tahun 2011 (skripsi). Jakarta: Universitas Indonesia;
Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2010. 2012.
11. Davison JM, Homouth V, Jeyabalan A, Conrad KP, 17. Khusen D, Polim AA. Factors influencing maternal
Karumanchi SA, Quaggin S, et al. New aspects in mortality from severe preeclampsia and eclampsia.
the pathophysiology of preeclampsia. J Am Soc Indones J Obstet Gynecol. 2012;36:90-4.
Nephrol. 2004;15: 2440-1. 18. Rozikhan. Faktor-faktor risiko terjadinya
12. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap preeklampsia berat di Rumah Sakit Dr. H. Soewondo
LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri williams. Kendal (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro;
Edisi ke-21. Alih Bahasa oleh Andry Hartono, Y. 2007.
Joko Suyono, Brahm U. Pendit. Jakarta: EGC; 19. Resmi AS, Asfriyati, Lubis RM. Faktor yang
2005. berhubungan dengan preeklampsia pada
13. Desfiyanti. Hubungan paritas dan usia ibu terhadap kehamilan di Rumah Sakit UmumMuhammadiyah
terjadinya preeklampsia pada ibu melahirkan di Sumatera Utara Medan tahun 2011-2012. GKRE.
Rumah Sakit Dr. M. Djamil Padang tahun 2004- 2013; 2:1-10.
2005 (skripsi). Padang: Universitas Andalas; 2006. 20. Kasjono HS, Kristiawan HB. Intisari epidemiologi.
Yogyakarta: Mitra Cendikia Offset; 2008.

Jurnal Kesehatan Andalas. 2016; 5(3)

Anda mungkin juga menyukai