SI 3212 Struktur Baja 3 Sks PDF
SI 3212 Struktur Baja 3 Sks PDF
(Created 24/1/07)
Semester II/06_07; NIM: 150xx041-150xx080
(Dosen: Sindur P. Mangkoesoebroto)
Tujuan: Memberikan pemahaman dan kemampuan dalam merencanakan tahanan komponen struktur baja beserta
sambungannya. Penekanan diarahkan pada perilaku dan modus keruntuhan komponen struktur terhadap
berbagai kombinasi pembebanan.
Silabus: Pengantar LRFD dan material, batang tarik (LRFD dan probabilistik), batang tekan, balok (lentur, geser, beban
terpusat, dan analisis plastis), sambungan (baut dan las), elemen pelat tipis, torsi, tekuk torsi lateral, balok pelat
berdinding penuh, perencanaan plastis rangka sederhana, kombinasi lentur-tekan.
Handout: Versi e-file (format PDF) dapat di down load di www.icfee.info (gratis).
Presence Ticket: One grade down on the upper bound for each missing-ticket.
Nilai: Kegiatan Terstruktur (KT) setiap topik (2~3 soal) dan ujian komprehensif (100%) dan Tugas-tugas (15%)
A 92 92 B 82 82 C 72 72 D 62
Rujukan lainnya:
1. SNI 03-1729-2000 (Tatacara Perencanaan Struktur Baja Untuk Bangunan Gedung); [dan Peraturan
Perencanaan Bangunan Baja Indonesia (1984) – optional]
2. Pedoman Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung (SKBI-1.3.53.1987, UDC: 624.042).
3. AISC
Asisten:
Ayu Wulandari; Agnylla Palupi Arthi; Elias E. Pinem; Seto Wahyudi
H:\Misc\Lecture Notes\PROGRAM.rtf
BAB I
Pengantar
Perencanaan struktur adalah kombinasi seni dan ilmu pengetahuan yang
menggabungkan intuisi para ahli struktur mengenai perilaku struktur dengan
pengetahuan prinsip-prinsip statika, dinamika, mekanika bahan, dan analisis
struktur, untuk menghasilkan struktur yang aman dan ekonomis selama masa
layannya.
Beban
Beban kerja pada struktur atau komponen struktur bisa ditetapkan berdasarkan
peraturan pembebanan yang berlaku.
Beban mati adalah beban–beban yang bersifat tetap selama masa layan, antara lain
berat struktur, pipa-pipa, saluran-saluran listrik, AC/heater, lampu-lampu, penutup
Beban hidup adalah beban-beban yang berubah besar dan lokasinya selama masa
layan, antara lain berat manusia, perabotan, peralatan yang dapat dipindah-pindah,
kendaraan, dan barang-barang lainnya.
Frekuensi
Q R
Q R Tahanan (R)
Beban (Q)
Agar lebih sederhana maka akan dipelajari variabel R/Q atau ln(R/Q) dengan
ln(R/Q)<0 menunjukkan kegagalan seperti ditunjukkan oleh gambar berikut ini,
Frekuensi
n (R/Q)
Gagal
0 n ( R/Q )
n ( R/Q )
Besaran n R
Q
menjadi definisi kegagalan. Varibel disebut indeks keandalan
(reliability index), dan bermanfaat untuk beberapa hal sebagai berikut:
Secara umum, suatu struktur atau komponen struktur dikatakan aman bila
hubungan berikut ini terpenuhi,
Rn i Qi
Faktor Tahanan-LRFD
Dengan faktor beban dan faktor tahanan yang telah ditentukan diatas maka dapat
dihitung indeks keandalan berikut,
n (R/Q) = n R
Q
n R
Q
VR2 VQ2
VR R
R
Q
VQ
Q
Baja karbon memiliki titik peralihan leleh yang tegas; peningkatan kadar
karbon akan meningkatkan kuat leleh tapi mengurangi daktilitas dan
menyulitkan proses pengelasan.
baja mutu tinggi (fy = 275 480 MPa)
menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
didapat dengan menambahkan unsur aloi (chromium, nickel, vanadium,
dll) kedalam baja karbon untuk mendapatkan bentuk mikrostruktur yang
lebih halus.
baja aloi (fy = 550 760 MPa)
tidak menunjukkan titik peralihan leleh yang tegas.
titik peralihan leleh ditentukan menggunakan metode tangens 2‰ atau
metode regangan 5‰.
Kuat tarik, fu
800
Baja aloi
700
Kuat leleh minimum
fy = 700 MPa
Tipi Baja mutu tinggi
500
Tegangan (MPa)
400
fy = 350 MPa
100
5 10 15 20 25 30 35
Regangan (%)
1
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
Baja yang biasa digunakan untuk baut adalah baut mutu standar (fub=415 MPa)
atau baut mutu tinggi (fub=725 825 MPa; fyb=550 650 MPa).
Kawat las yang biasa digunakan dalam pengelasan struktur adalah E60xx (fyw=345
MPa; fuw=415 MPa) atau E70xx (fyw=415 MPa; fuw=500 MPa).
700
Tipikal untuk fy > 450 MPa
600
Tegangan (MPa)
500
2‰ tangens (b)
Tipikal untuk fy < 450 MPa
400
(a)
300
Est
E
st
5 10 15 20 25
Regangan (‰)
Metode ASD menggunakan tegangan ijin yang lebih kecil daripada kuat leleh
baja. Metode LRFD menggunakan kuat leleh baja.
Seperti jenis baja lainnya, baja aloi juga memiliki daerah “plastis”. Namun, dalam
daerah “plastis” tersebut hubungan tegangan-regangan menunjukkan penguatan.
Karena baja tersebut tidak memiliki daerah “plastis” yang betul-betul datar maka
baja tersebut (fy > 450 MPa) tidak boleh digunakan dalam perencanaan plastis.
Tegangan Multiaksial
2
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
1 2 2 2 2 2
e 1 2 2 3 3 1 fy
2
dimana e adalah tegangan efektif.
2 2 2 2
e 1 2 1 2 fy
2 2
1 2 1 2
atau 2 2
1
f y f y
fy
2 = 1 2 = 1
= 1
2
1 1 1 1
fy
2 = 1 2 = 1
+1,0
Keadaan tegangan
geser murni
45o
-1,0 +1,0
1
fy
2 = 1 -1,0
1 1
2 = 1
Keadaan tegangan
hidrostatis
Tegangan geser maksimum untuk keadaan biaksial dapat ditulis sebagai berikut
max
1 2
2 1 max
2
3
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
untuk keadaan berikut ini berlaku
2= | 1| max
1 1 1
2= -| 1|
2= | 1|
1 1
dan max 1
2
2 2
e 3 1 3 y f y2
1
y fy 0,6 f y
3
4
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
Pengerjaan Dingin dan Penguatan Regangan
Pengerjaan dingin terhadap baja akan menghasilkan regangan permanen.
Terjadinya regangan permanen akan mengurangi daktilitas baja. Daktilitas baja, ,
didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan fraktur, f , terhadap regangan
f
leleh, y, atau daktilitas .
y
Kuat tarik
B D F
0 Regangan
Daerah plastis Penguatan regangan
Daerah elastis
Regangan
permanen
Strain Aging
Bila baja dibebani hingga mencapai daerah penguatan regangan dan kemudian
dibebas-bebankan untuk beberapa lama maka baja tersebut akan menunjukkan
hubungan tegangan-regangan yang sama sekali berbeda dari aslinya dan disebut
telah mengalami strain aging. Baja yang telah mengalami strain aging akan
memperlihatkan kuat leleh yang lebih tinggi, daerah tegangan konstan plastis yang
lebih tinggi, kuat tarik dan kuat fraktur yang lebih besar, namun daktilitasnya
lebih kecil.
Tegangan
Peningkatan tegangan E
Peningkatan kuat leleh akibat ‘strain aging’
karena penguatan
regangan C
D
Regangan
Daerah regangan setelah
penguatan regangan dan
‘strain aging’
5
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
Keruntuhan Getas
Pada suhu normal, keruntuhan getas berpotensi untuk terjadi bila keadaan
tegangan cenderung bersifat multiaksial. Karena perubahan geometri yang tiba-
tiba sering menimbulkan keadaan tegangan multiaksial, konfigurasi dan
perubahan penampang harus dibuat sehalus mungkin untuk menghindari
terjadinya keruntuhan getas.
Sobekan lamelar
Sobekan lamelar adalah jenis keruntuhan getas yang terjadi pada bidang gilas
akibat gaya tarik yang besar bekerja tegak lurus ketebalan elemen pelat profil.
Karena regangan yang diakibatkan oleh beban layan biasanya < y maka beban
layan biasanya tidak perlu diperhatikan sebagai penyebab sobekan lamelar. Dalam
sambungan las yang terkekang, regangan akibat susut logam las dalam arah tegak
lurus ketebalan sering terjadi secara lokal dan lebih besar daripada y. Hal ini yang
sering menyebabkan terjadinya sobekan lemelar.
6
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
Buruk Baik
Sebagai akibat proses gilas baja panas, profil baja memiliki sifat yang berbeda-
beda dalam arah gilas, transversal, dan ketebalan. Pada daerah elastis, sifat-sifat
baja dalam arah gilas dan arah transversal hampir sama (tahanan dalam arah
transversal sedikit bebih kecil daripada tahanan dalam arah gilas). Namun,
daktilitas dalam arah ketebalan jauh lebih kecil daripada dalam arah gilas. Bila
proses pembebanan adalah demikian sehingga diperlukan redistribusi maka
daktilitas yang terbatas tidak dapat mengakomodasi redistribusi yang diperlukan;
bahkan yang terjadi dapat berupa sobekan lamelar.
Transversal
Arah gilas
Z = ketebalan
7
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
Keruntuhan Lelah
Tegangan tarik yang bersifat siklis dapat menyebabkan keruntuhan meskipun kuat
leleh baja tidak pernah tercapai. Gejala tersebut dinamakan keruntuhan lelah, dan
terjadi akibat tegangan tarik yang bersifat siklis. Keruntuhan atau keretakan yang
terjadi bersifat progresif hingga mencapai keadaan instabilitas.
Dalam hal keruntuhan lelah, tegangan yang terjadi pada saat layan merupakan
pertimbangan utama, sedangkan mutu baja tidak memegang peranan penting.
Pengaruh beban mati juga tidak cukup sensitif. Namun, geometri penampang dan
kehalusan penyelesaian detailing memberikan pengaruh yang dominan.
8
Material Sindur P. Mangkoesoebroto
6.2.2 Kombinasi pembebanan
1,4D (6.2-1)
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H) (6.2-2)
1,2D + 1,6 (La atau H) + ( L L atau 0,8 W) (6.2-3)
1,2D + 1,3 W + L L + 0,5 (La atau H) (6.2-4)
1,2D + 1,0 E + L L (6.2-5)
0,9D + (1,3 W atau 1,0E) (6.2-6)
Keterangan:
Batang tarik dapat terbuat dari profil bulat ( ), pelat ( ), siku ( ), dobel
siku ( ), siku bintang ( ), kanal tunggal/dobel ( , ), dan lain lain.
Tahanan nominal komponen struktur tarik dapat ditentukan oleh beberapa faktor,
yaitu (a) leleh penampang pada daerah yang jauh dari hubungan (las), (b) fraktur
pada penampang efektif neto pada lubang-lubang baut di hubungan, (c)
keruntuhan blok geser pada lubang-lubang baut di hubungan.
Nn = fy Ag …………………………………………….. (1)
< fy fy fy
T1 T1
T2 > T1 T2 > T1
< y y y
fy
T3 > T2 T3 > T2
Untuk kasus (b). Pada hubungan yang menggunakan baut maka senantiasa terjadi
konsentrasi tegangan disekitar lubang baut.
Pada kasus (b) yang mana leleh terjadi secara lokal menyebabkan terjadinya
fraktur pada luas penampang neto maka tahanan nominal,
Nn = fu Ae …………………………………………….. (2)
Luas neto
Lubang-lubang baut dapat dibuat dengan beberapa cara. Cara yang termurah dan
termudah adalah menggunakan metode punching dengan diameter lubang 1,5 mm
lebih besar daripada diameter alat pengencang (keling atau baut). Metode tersebut
akan mengurangi kekuatan daerah pinggiran lubang baut, sehingga dalam analisis
diameter lubang diambil sebagai diameter lubang + 1,5 mm atau diameter alat
pengencang + 3 mm.
Metode pelubangan kedua adalah dengan cara punching dengan diameter yang
lebih kecil daripada diameter rencana kemudian melakukan reaming hingga
mendapatkan diameter rencana. Metode tersebut memberikan ketelitian yang lebih
baik daripada cara sebelumya, namun lebih mahal.
Metode ketiga adalah dengan cara langsung membor lubangnya sebesar diameter
alat pengencang + 0,75 mm. Metode tersebut biasa digunakan pada pelat-pelat
yang tebal dan adalah cara yang termahal diantara ketiga cara tersebut di atas.
Luas neto penampang batang tarik yang relatif pendek (komponen penyambung)
tidak boleh diambil lebih besar daripada 85% luas brutonya, An 0,85 Ag.
Contoh: = 10 mm (punching)
T T d = 75 mm
t = 6 mm
Ag = t . d = 6 * 75 = 450 mm2
An = [d – ( + 1,5)] * t
= [75 – (10 + 1,5)] * 6 = 381 mm2 (~ 85% Ag)
T sg T
c
e
f d
sp
T 100
e
T 400
100
f c
g d
30 30
= 17,5 mm (punching)
sg1
t
sg2
Contoh:
60.60.6
27
60
33
t
33 27 sp
27
b
sg = 60
c e
27
d f
sp = 30
30 2
Panjang a-b-e-f : (60 + 54 ) – 2 ( + 1,5) +
4 * 60
30 2
= 114 – 2 * 11,5 + = 94,75 mm (~ 83% Ag)
4 * 60
Luas neto yang diperoleh sebelumnya harus dikalikan dengan faktor efektifitas
penampang, U, akibat adanya eksentrisitas pada sambungan; demikian sehingga
didapat
Ae = U An
x
U = 1- 0,9
L
dimana x adalah jarak dari titik berat penampang yang tersambung secara
eksentris ke bidang pemindahan beban;
L adalah panjang sambungan dalam arah kerja beban
x = max ( x 1 , x 2 )
x
x2 c.g
x1
c.g dari penampang ½ I
1) Bila komponen struktur tarik dilas kepada pelat menggunakan las longitudinal
di kedua sisinya,
Ae = U Ag w
2w U = 1,0
1,5w 2w U = 0,87
w
w < 1,5w U = 0,75
Ae = U Ag = Akontak
Akontak
Ae = U Ag = Ag
Contoh:
T/2
WF 300.300.10.15 T
T/2
50 50 L = 50 + 50 = 100 mm
24,80
U = 1– = 0,75
100
Ae = 0,75 An
Geser Blok
geser
a b T
tarik
Contoh:
Tn
= 23,5 mm (punching)
60 80 60 t = 6 mm
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
tarik
80
geser
1 2 1
60
200
Tn = 44,6 ton
Blok geser :
leleh : fy Agt
tarik
fraktur : fu Ant
Kelangsingan komponen struktur tarik, = L/r, dibatasi sebesar 240 untuk batang
tarik utama, dan 300 untuk batang tarik sekunder. Ketentuan tersebut tidak
berlaku untuk profil bulat.
Anggapan dasar: Alat pengencang (baut atau keling) dengan ukuran yang sama
akan menyalurkan gaya yang sama besarnya bila diletakkan secara simetris
terhadap garis netral komponen struktur tarik.
Contoh:
60
1
2
80
40 3
300 Tn
40
80
2
1
60 t = 8 mm
= 23,5 mm (punching)
30 30
BJ 37: (fy = 240, fu = 370)
1
Satu alat pengencang menyalurkan Tn
10
Potongan 1-3-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-3-1 sebesar 100% Tn
An = 8 [300 – 3 (23,5 + 1,5)] = 1800 mm2 ( 75% Ag)
Tn = Ae fu = U An fu
4
U = 1– = 0,96 0,9 U = 0,9
3 * 30
Tn = 0,9 * 1800 * 370 = 60 ton
Potongan 1-2-3-2-1:
Gaya yang bekerja pada potongan 1-2-3-2-1 sebesar 100% Tn
30 2
An = 8 [300 – 5(23,5 + 1,5) + * 4] = 1580 mm2 ( 66% Ag)
4 * 40
Tn = Ae fu = U An fu
= 0,9 * 1580 * 370 = 52,6 ton (menentukan)
Tn = 62,5 ton
t Tn Tu
y Tn = 0,9 fy Ag
f Tn = 0,75 fu Ae
Tn = 0,75 fu Ant
Keruntuhan
(5) Kombinasi geser-tarik: blok geser
Bila D = 2/3 L, tentukan beban kerja yang dapat dipikul oleh komponen struktur
tarik berikut.
x L = 180
30
120.120.8
120 60 Tu(D,L)
30
30 30 30
x = 32,4 mm
2
Ag = 1876 mm
30 2
An2 = 1876 – 2 ( + 1,5) * 8 + *8
4 * 60
30 2
= 1876 – 2 (18 + 1,5) * 8 + *8
4 * 60
An = 1594 mm2
x
U = 1– 0,9
L
32,4
= 1– = 0,82
180
Td Tu = 1,2 D + 1,6 L
= 1,2 * 2
3 L + 1,6 L = 2,4 L
Td
L = 15 ton
2,4
2 2
D L = *15 = 10 ton
3 3
D + L = 10 + 15 = 25 ton
Bila digunakan beberapa baut berukuran besar, atau bila tebal pelat sayap
profil cukup tipis, maka perlu ditinjau kemungkinan keruntuhan blok geser.
Contoh:
Tentukan tahanan rencana komponen struktur tarik berikut ini.
x 30 50 50 50
30 geser
70.70.6
70 Tu
tarik
40
X = 19,3 mm
A g = 813 mm2
An = 813 – ( + 1,5) * 6
= 813 – (18 + 1,5) * 6 = 696 mm2 (86% Ag)
x
U = 1– 0,9
L
Jadi nilai tahanan rencana komponen tarik adalah 15,5 ton (akibat blok geser).
Analisis keandalan berikut ini didasarkan pada mean value first order second
moment (MVFOSM). Pada dasarnya metode ini tidak terlalu teliti namun dapat
dianggap memadai untuk digunakan sebagai pengantar pada analisis yang lebih
canggih misalnya FORM (first order reliability method) dan SORM (second order
reliability method).
Contoh:
D F H
B J
A I
C E G
R, normal
S, normal
S Sn Rn R
R, S
g = R S (normal)
gagal
g=RS
0
G
Pada gambar diatas, adalah nilai rerata dan adalah deviasi standar. Dari kedua
besaran tersebut didefinisikan koefisien variasi (V) adalah deviasi standar dibagi
nilai rerata, dan indeks keandalan ( ) adalah invers dari koefisien variasi, atau
Koefisien variasi, V , dan
Indeks keandalan, V -1
Nilai rerata dan deviasi standar dari g (R, S) dapat diperoleh berikut ini (R, S
adalah dua varibel acak yang tak-bergantung),
G R - S
2 2 2
G R S
0- G - - G
-
G G
- R S
-0
2 2
R S
pf 1-
R S
R
VR
R
2 2
Karena S D L dan S D L maka Persamaan (2) menjadi
R 1- VR D L D L
1 VD D 1 VL L
yang mana
2 2
D L
D L
atau
2 2
R - S R - S D L
1- VR R 1 VD D
R S R S D L
2 2
R - S D L
+ 1 VL L ....................... (3)
R S D L
Jadi
R - S
1- VR
R S
2 2
R - S D L
D 1 VD
R S D L
2 2
R - S D L
L 1 VL
R S D L
Ln
L
L
2 2
R - S R - S D L
1- VR 1 VD
R S R S D L
Rn Dn
R D
2 2
R - S D L
1 VL
R S D L
+ Ln
L
D
D
D
L
L
L
1 VR 1 VD 1 VL
Rn Dn Ln
R D L
dimana ditetapkan sesuai dengan kebutuhan dan sebagai nilai awal = 0,75 dan
= 0,85; dan prosesnya dilakukan secara iterasi.
Rn 39 *10 4
R 40,97 * 10 4 N
R 0,952
Dn TD 9,75 *10 4
D 9,28 *10 4 N
D D 1,05
Ln 14,6 *10 4
L 14,6 *10 4 N
L 1
S = D + L = 23,9 * 104 N
2 2 2 2
S D L 0,928 *10 4 4,38 *10 4
= 4,5 * 104 N
S 4,5 * 10 4
VS 0,19
S 23,9 *10 4
R- S = 17,07 * 104 N
R+ S = 9,01 * 104 N
D+ L = 5,31 * 104 N
2 2
D L 4,48 * 10 4 N
2 2
R S 6,37 * 10 4 N
Indeks keandalan ( ),
R - S 17,07 * 10 4
2,68
2
R
2
S
6,37 * 10 4
Jadi Rn = D . TD + L . TL
fY y
- <y<
Y mY y= nx
1
m Y adalah median, m Y y FY y
2
y
dimana : FY y fY d
-
Y nX, 0 x
normal
x
mean , X
median , m X
mod e
Median:
1
F Y mY F X mX F Y n mX
2
maka m Y Y n mX
dan Y n X
2
dy 1 1 1 y- Y
fX x fY y exp -
dx x Y 2 2 Y
2
1 1 1 x
exp - n
x Y 2 2 Y mX
Momen ke-r:
E Xr x r f X x dx
0
2
x r-1 1 1 x
exp - n dx
0 Y 2 2 Y mX
gunakan
1 x
p n x p
Y mX
x
ep Y
x 0 p -
mX
x mX ep Y
dx m X Y ep Y
dp
diperoleh:
1
r m rX - p2
2
rp Y
EX e dp
2 -
1 2 1 2
exp - x Y rx dx exp Y r2 2
2 2
sehingga
E Xr m rX exp 1
2 r2 2
Y
untuk
1 2
r 1 EX X m X exp 2 Y
2 2 2
r 2 EX m exp 2 X Y
2
2 2 2 2 2
X EX X m exp 2
X Y - m 2X e Y
2 2 2
m 2X e Y
e Y
1 2
X e Y
1
1 2
Y
mX X e 2
2
2
VX2 X
2
e Y
1
X
atau
2
Y n VX2 1
1 2
Y n mX n X - Y
2
2
Y ~ VX2 atau Y ~ VX
dan
Y ~ n X
Bila R adalah tahanan dan S = D + L adalah beban maka bila R, S lognormal dan
tak-bergantung maka
R
g R, S lognormal
S
ng nR- nS normal
ng nR - nS
2 2 2
ng nR nS
Sehingga
1 2 1 2
ng n R - 2 nR - n S 2 nS
n R 1
2
n 1 VS2 - n 1 VR2
S
R 1 1 VS2
n 2
n
S 1 VR2
R 1 VS2
n
S 1 VR2
dan
2 2 2
ng nR nS n 1 VR2 n 1 VS2
n 1 VR2 1 VS2
ng n 1 VR2 1 VS2
sehingga
R 1 VS2
n
ng S 1 VR2
............................. (4a)
ng n 1 VR2 1 VS2
exp n 1 VR2
1 VR2
exp n 1 VD2
D
1 VD2
exp n 1 VL2
L
1 VL2
D
D
D
L
L
L
L = 1,53 L = 1,53
Terlihat bahwa kedua jawaban tersebut tidak memberikan hasil yang identik untuk
satu persoalan yang sama. Hal ini karena digunakan fungsi distribusi yang
berbeda dan metode pendekatan mean value first order second moment
(MVFOSM). Bila digunakan metode yang lebih canggih seperti first order
reliability method (FORM) maka akan didapat hasil yang sama untuk persoalan
yang sama seperti contoh tersebut diatas. Penggunaan FORM memungkinkan
peninjauan terhadap semua variabel acak dengan fungsi distribusi yang berbeda
(normal, lognormal, Type I, Type II, dan seterusnya) dan fungsi kinerja g (R, S)
yang sedikit nonlinier.
sehingga akan timbul D dan L yang nilainya berbeda dengan peluang kegagalan
yang berbeda pula terhadap beban hidup dan mati.
Jadi peluang kegagalan akibat beban hidup (18 ) jauh lebih besar daripada
peluang kegagalan akibat beban mati(0,03 ).
Factor of Safety vs Ln / Dn
for Tension Member
1.65
1.625
SF 1.6
1.575
1.55
Ln / Dn
Ln
Pada struktur baja, umumnya 1 2 , sedangkan pada struktur beton,
Dn
Ln
umumnya 0,5 1,5 .
Dn
Biaya struktur terdiri dari biaya awal/ investasi dan biaya (resiko) kegagalan.
Biaya investasi tergantung daripada nilai yang dipilih; makin besar nilai maka
makin besar biaya investasinya, dan sebaliknya, makin kecil maka makin kecil
biaya investasi. Sebaliknya biaya (resiko) kegagalan meliputi biaya kerugian
akibat korban jiwa, biaya oportuniti, biaya sosial, dan biaya perbaikan baik
stuktural maupun non-struktural. Kedua biaya tersebut menjumlah menjadi biaya
struktur menurut persamaan berikut ini.
Ct = Ci( ) + Pf( ) Cf
Ct Ci ( )
atau Pf ( )
Cf Cf
Ci( ) = a (1 + b )
Ct = a (1 + b ) + Cf c exp (- /d)
Ct a1 b
atau c exp(- / d)
Cf Cf
Sebagai contoh adalah suatu struktur bangunan yang dikonstruksi dengan biaya
investasi Ci= Rp. 7,5 M, dan dengan a= Rp. 5 M, b= 0,25. Sedangkan parameter
peluang keruntuhannya adalah c= 3,1 dan d= 0,4. Perhitungan simulasi
memberikan biaya keruntuhan sebesar Cf= Rp. 25 M. Untuk kasus tersebut kurva
Ct/Cf adalah sebagai berikut:
0.500
0.450
0.400
0.350
0.300
0.250
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4
Nilai (Ct/Cf)min= 0,32 dan terjadi pada indeks keandalan target T= 2,0 dengan
peluang kegagalan sebesar 2%. Sehingga biaya total adalah Ct= 0,32 x Cf= 0,32 x
Rp. 25 M= Rp. 8 M atau Rp. 0,5 M lebih tinggi daripada biaya investasinya.
Suatu peraturan yang optimum adalah peraturan yang menghasilkan nilai indeks
keandalan, , sama dengan T. Perhatikan juga bahwa, secara umum, untuk > T
kurva Ct/Cf adalah linier sedangkan untuk < T kurva Ct/Cf adalah exponensial.
Hal ini menunjukan bahwa cost penalty untuk yang terlalu kecil lebih berat
daripada untuk yang terlalu besar.
Metode perencanaan dapat dilakukan dengan beberapa taraf ditinjau dari sudut
sofistikasinya sebagai berikut:
L
P P
u(x)
M(x) M(x)
d 2u M(x) P u(x)
- -
dx 2 EI EI
d 2 u(x) P
u(x) 0
dx 2 EI
P
dan solusinya adalah u(x) = sin kx + cos kx, dimana k2 =
EI
saat x = 0 u(x = 0) = 0 = . 0 + . 1 = 0
x = L u(x = L) = 0 = sin kL
n2 2
n2 2
sehingga k2 = dan P = EI, n = 1, 2,
..
L2 L2
P2 2 L 1 P2L P2L 2
= 1
4EI 2 EA 2EA 2r 2
Gaya P > 0 yang memberikan energi terkecil (minimum) adalah bila n = 1 dan
2
EI
Pcr = 2
. Gaya P tersebut dinamakan gaya tekuk Euler, dan energi pada saat
L
menjelang tekuk ( 0) adalah
4
1 EI
Ucr = 2
2 L
2 2
EI EA
Gaya tekuk Euler, Pcr = 2 2
hanya berlaku bila pada setiap titik
L
2
E Pcr
pada penampang kolom nilai lebih kecil daripada fy. Hal
A 2 cr
ini hanya dapat terjadi bila nilai cukup besar ( > 110). Untuk nilai yang
cukup kecil ( < 110) maka yang terjadi adalah tekuk in-elastis atau bahkan leleh
pada seluruh titik pada suatu penampangnya ( 20). Pada banyak kasus, yang
terjadi adalah tekuk in-elastis.
Besar tegangan sisa tidak tergantung pada kuat leleh material, namun bergantung
pada dimensi dan konfigurasi penampang, karena faktor-faktor tersebut
mempengaruhi kecepatan pendinginan.
0 E E’
fy
2 E'
in-elastis: cr 2
fy
fy /2 2E
elastis: cr 2
fy
<fy
(fy = 240)
0 20 90 110
y
1
1/
x
d2u 1 M(x) du
- 0,2
dx 2 E' I dx
x
y
u,y
M(x) = y dA y - Et dA - y E t dA
1
Lihat catatan
1 M(x)
= E t y 2 dA E t y 2 dA
E' I
1
E' E t y 2 dA
I
E (A) y, elastis
Et (A) =
0 (A) > y, plastis
(A) , (elastis)
y
E Ie
E' y 2 dA E
I elastis I
2 2
E' E Ie
cr 2 2
fy
I
lim cr fy
0
diabaikan
b/4 b/4
b/2
– – fy /2
fy /2 +
– – fy
=
2 fy 2
E P E
cr = 2 1 2
1
A 2 fy
Ie 1
12
t f ( b / 2) 3 1
3
I 1
12
tf b 8
fy 2 2
E I e /I 1 E
cr = 2 2
2 2 2 fy
2 2
E I e /I 1 E
cr = fy = 2 3
3 2 2 fy
fy
Namakan c , untuk E = 200 GPa dan fy = 240 MPa,
E
fy
Reduksi akibat
tegangan sisa
2
fy /2 fy/ c
0 3 = 32 2 = 45 y = 91 1 = 128
0 c
0,35 0,5 1 1,4
web diabaikan
fy /2 – – fy /2
+
fy /2
b/4 b/4 b/4 b/4
fy /2
– –
2 fy 2
E E
cr = 2 1 2
1 2 fy
elastis
x0
Ie = ? , f = P/A
x0 = (1 - f /fy) b
fy
Ie 1
t f (2 x 0 ) 3
12
3
8 (1 - f f y ) 3
I 1
12
tf b
2
E Ie
cr = 2
f dimana fy /2 < f (= P/A) < fy
2 I
2 2
2 E Ie E
2 8 (1 - f/f y ) 3
f I fy f /fy
2 3
E 8 (1 - f/f y )
fy f /fy
2
E 8 (1 - f/f y ) 3
atau 2 dimana ½ < f /fy < 1
fy f/f y
fy
Bila c maka c1 2 dan
E
8 (1 - f/f y ) 3
c2
f /fy
f
fy
1
Reduksi akibat
tegangan sisa
0,5
c
1 2
cr 1
fy
(1.4,0.5)
(1.2,0.56) AISC 1
2
c
Leleh In-elastik
Elastik
1,6 0,67 c
1,43 SNI 1 1
1,25 2c
fy
c
E
Komponen Struktur Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Tahanan Tekan Nominal
Persamaan tegangan kritis untuk daerah elastis dapat ditulis sebagai berikut:
2 2
cr E y 1
2 2 2
fy fy c
2
E
dimana y ; c
fy y
Nn = Ag cr
di mana cr = fy /
cr 1
Nn Ag fy Ag fy
fy
Untuk c 0,25 =1 (leleh)
1, 43
0,25 < c < 1,2 = (tekuk in-elastis)
1,6 0,67 c
2
c 1,2 = 1,25 c (tekuk elastis)
yang mana c = fy / E
a
x x
r
y
h
2
2 2 2
m 0 0,82 2 1y
1
r1y adalah jari-jari girasi batang tungal terhadap sumbu yang melalui
titik berat profil tunggal dan sejajar sumbu y,
2
h/2 ry
1 adalah perbandingan separasi
r1y r1y
Panjang Tekuk
bf
tf
tw
d x x h
IWF
300.300.10.15
L = 4000 mm
y h = d – 2 (tf + r0)
d = 300 mm r0 = 18 mm
b = 300 mm h = 234 mm
tw = 10 mm rx = 131 mm
Nu = 200 t tf = 15 mm ry = 75,1 mm
Flens Web
bf 2 300 2 h 234
10 23,4
tf 15 tw 10
bf / 2 170 h 500
Pen. kompak Pen. kompak
tf fy tw fy
Penampang kompak
Lk 3200
y = = 42,6
ry 75,1
x
fy 24,42 240
cx 0,27
E 200 *10 3
1, 43
0,25 < cx (= 0,27) < 1,2 x =
1,6 - 0,67 cx
1,43
= 1,01
1,6 - 0,67 * 0,27
fy 240
cr = = 238 MPa
x 1,01
Nu 200
= 0,83 < 1 OK
c Nn 0,85 * 285
y fy 42,6 240
cy 0,47
E 200 *10 3
1,43
0,25 < cy (= 0,47) < 1,2 y = 1,11
1,6 - 0,67 * 0,47
fy 240
cr = = 216 MPa
y 1,11
Nu 200
= 0,91 < 1 OK
c Nn 0,85 * 258
Nu 8 mm
100.100.10
x x
y
L = 4000
Untuk 1 profil:
rx = ry = 30,4 mm b = 100 mm
r = 19,5 mm t = 10 mm
Nu = 40 t
Ag1 = 1900 mm2 I1y = I1x = 175 * 104 mm4
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
b 100 mm
10
t 10 mm
200 200
12,9
fy 240
b 200
(= 10) < (= 12,9) Penampang tak-kompak
t fy
kc = 0,8
Lk = kc L = 0,8 * 4000 mm = 3200 mm
rx = 30,4 mm
L = 4000 mm
Lk 3200
x 105
rx 30,4
x
fy 105 240
cx 1,16
E 200 * 10 3
1, 43 1,43
0,25 < cx (= 1,16) < 1,2 x = = 1,74
1,6 - 0,67 cx 1,6 - 0,67 *1,16
Nu 40
= 0,90 < 1 OK
c Nn 0,85 * 52
1y
1
2 Iy 372 *10 4
ry = 44 mm
A1 1900
y 1y
s
s = 32,2 mm Lk 3200
0 = 73
ry 44
a). Bila kopel dibaut kencang tangan dan ada 3 bentang terkopel,
a L/3 4000/3
68
r r 19,5
2 2 2
m 0 732 68 2 9953
m = 100 < x (= 105) tekuk terjadi pada sumbu x
b). Bila kopel dibaut kencang penuh atau las dan ada 3 bentang terkopel,
a L/3 4000/3
1y 44
r1y 30,4 30,4
tf = 15 mm
x x
150
tw = 10 mm
L = 4000 mm
T 150.300
y
Flens Web
d 150
Tidak ada ketentuan 15
tw 10
335 335
21,62
fy 240
d 335
(= 15) < (= 21,62)
tw fy
Penampang tak-kompak
x
fy 88 240
cx 0,97
E 200 *10 3
1,43
0,25 < cx (= 0,97) < 1,2 x = 1,51
1,6 - 0,67 * 0,97
fy 240
cr = = 159 MPa
x 1,51
Nu 80
= 0,98 < 1 OK
c Nn 0,85 * 96
y fy 43 240
cy 0,47
E 200 * 10 3
1,43
y 1,12
1,6 - 0,67 * 0,47
240
cr = = 215 MPa
1,12
Nu 80
= 0,73 < 1 OK
c Nn 0,85 *129
hc t
hw tw hw
hc
b b
h h
Gambar 7.5-1
Simbol untuk beberapa variabel penampang.
Gambar 7.6-1
Nilai kc untuk kolom dengan ujung-ujung yang ideal.
yang mana:
Sx, Sy adalah modulus penampang masing-masing terhadap sumbu-x
dan sumbu-y,
Ix, Iy adalah momen inersia masing-masing terhadap sumbu-x dan
sumbu-y,
cx, cy adalah jarak dari garis netral terhadap serat-serat extreem
masing-masing terhadap sumbu-x dan sumbu-y,
cy cy
cx
x x y y x x
Ix Iy Ix
Sx Sy Sx
cy cx cy
Untuk balok dengan pengaku lateral yang memenuhi syarat dan kelangsingan
elemen-elemen penampangnya lebih kecil daripada p, berlaku berikut ini,
< y, < fy = y, = fy > y, = fy y, = fy
cy
z
M
M px
Dengan demikian faktor penampang x adalah:
M yx
Mp Zx
x
My Sx
Faktor penampang terhadap sumbu-x, x, dari profil IWF bervariasi antara 1,09 ~
1,18. Sedangkan terhadap sumbu-y, y, dapat mencapai 1,5.
Contoh:
Tentukan faktor penampang terhadap sumbu-y, y, dari profil IWF berikut:
tf tf
tw
b
y y
b b tw tw
Zy = 2 2 tf d - 2t f 2
2 4 2 4
1 1
= t f b2 d - 2t f t 2w
2 4
1 1
Iy = t f b3 2 d - 2t f t 3w
12 12
1 1
= t f b3 d - 2t f t 3w
6 12
Iy 1 2 1 2
Sy = t f b3 d - 2t f t 3w
b 6 b 12 b
2
1 2 1 d - 2 tf 3
= tf b tw
3 6 b
Sendi Plastis
Bila tahanan lentur plastis penampang balok telah tercapai maka penampang
balok tersebut akan berdeformasi secara plastis tanpa memberikan tambahan
tahanan lentur, keadaan ini disebut balok telah membentuk sendi plastis. Diagram
momen-kelengkungan (M - ) dari suatu penampang balok yang telah mengalami
plastifikasi adalah sebagai berikut:
M Plastifikasi
Mp
p
Mr
y p u
Agar suatu penampang dapat mencapai u maka harus dipenuhi tiga persyaratan
yaitu kekangan lateral balok, b t pada flens tekan, dan h w t w pada web.
Syarat tahanan,
b Mn Mu
Kompak, p
Mr
(= b/t)
0 p r
Untuk penampang balok dengan p < < r maka tahanan lentur nominal
ditetapkan dengan cara interpolasi linier sebagai berikut,
r - - p
Mn = Mp Mr , p r
r - p r - p
yang mana adalah kelangsingan penampang balok (flens dan web), p, r lihat
Tabel 7.5 – 1 (Peraturan Baja Indonesia).
Untuk penampang balok hibrida dimana fyf > fyw maka perhitungan Mr harus
berdasarkan pada nilai yang lebih kecil dari (fyf – fr) dan fyw.
Contoh:
Rencanakan balok berikut dengan beban mati D = 300 kg/m’ dan L = 1200 kg/m’.
Bentang balok adalah = 10 m. Sisi tekan flens terkekang secara lateral.
Gunakan profil I dengan dua jenis baja masing-masing BJ 37 dan BJ 55.
Jawab:
qn
= 10.000
1 2
Mu = *qu *
8
1 N
= * 22,8 *10.000 2 mm 2 = 28,5 t - m
8 mm
b Mn Mu
Mu 28,5 t - m
atau Mn 31,7 t - m
b 0,9
p r
b 170 370
Flens
2t f fy fy -fr
hw 1680 2550
Web
tw fy fy
b
y
tf
d
Zx = b tf (d – tf) + tw ( - tf)2
2
x x
d 1 1
Zy = tf b2 + (d – 2tf) tw2
2 4
tw
hw = d – 2 (ro + tf)
y
p r
b 300
f 10 10,97 28,4
2t f 2 *15
hw 300 - 2 (18 15)
w 23,4 108 165
tw 10
Penampang kompak.
10.000
Catatan: 33
d 300
p r
f(= 10) 8,4 20 ………… penampang tak kompak
w (= 23,4) 83 126
Mp = fy . Zx = 410 * 1.464.750 = 60 t – m
I
Mr = (fy – fr) Sx = (fy – fr) x
d
2
20,4 *10 7
= (410 – 70) = 46 t-m ……………… terlalu kuat
300
2
p r
125
f 8,9 8,4 20 …… penampang tak kompak
14
190
w 21 83 126
9
2
d
Zx = b tf (d – tf) + tw - tf
2
2
250
= 250 * 14 (250 – 14) + 9 - 14
2
= 936.889 mm3
r - - p
Mn = Mp Mr
r - p r - p
Lendutan Balok
M1 2
s -
16 EI
s
M1
qo
S
/2 /2
5 qo 4 5 1 2
2
5 Mo 2
s qo
384 EI 48 8 EI 48 EI
1 2
dimana M o qo
8
a b
P
S
/2 /2
Pb 2
(3 - 4b 2 ) b
s
48 EI 2
M1 M2
1 2
qo
8
M1
M2
Mo Ms
M1 M2
2
5 Mo M1 2 M 2 2
s - -
48 EI 16 EI 16 EI
1 2
5M o - 3M1 - 3M 2
48 EI
M1 M2
Karena Mo = Ms + maka
2
1 2 5 5
s 5M s M1 M 2 - 3M1 - 3M 2
48 EI 2 2
5 2
M s - 0,1 M1 - 0,1 M 2
48 EI
Lendutan tersebut harus dibatasi sesuai dengan Bab 6.4.3 pada Tatacara
Perencanaan Struktur Baja untuk Bangunan Gedung di Indonesia.
VQ y
v
It y
yang mana, V adalah gaya lintang yang bekerja pada suatu penampang
dA
d
2
y
garis netral
V
v=
d tw
h 1100
tw f yw
v Vn Vu
Contoh:
h 234
23,4
tw 10 h 1100
tw f yw
1100 1100
71
f yw 240
Tinjau suatu balok prismatis dengan penampang sembarang yang dibebani lentur
pada bidang berikut ini,
y
My
x
x
Mz
garis netral
P
My M
M y = M cos
y Mz
tan =- tan =
z z
Mz M z = M sin My
Bidang
Cat.: Arah vektor momen positif
ditentukan konsisten terhadap
asumsi tensor tegangan.
My = 0 My = - x z dA ........................................ (2)
Mz = 0 Mz = - x y dA ........................................ (3)
Mz Iz
atau tan
M y I yz
Untuk sumbu yang bukan sumbu utama atau untuk sumbu yang bukan bagian dari
sumbu simetri maka Iyz 0 dan 2 , artinya garis netral tidak tegak lurus
bidang kerja beban. Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri
penampang dengan paling tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0, = 2 , dan My =
0, artinya garis netral bidang kerja beban dan beban hanya bekerja // bidang xy.
My = - x z dA = k2 z2 dA = k2 Iy ................. (8)
Mz = - x y dA = k2 yz dA = k2 Iyz ............... (9)
Mz I yz
atau tan
My Iy
Kasus sembarang:
Tegangan x dinyatakan sebagai superposisi (kasus elastis) dari dua kasus
sebelumnya,
x =-k1 y - k2 z
My = k1 Iyz + k2 Iy
Mz = k1 Iz + k2 Iyz
My Iy I yz k2
atau
Mz I yz Iz k1
k2 1 Iz - I yz My
2
k1 I y I z - I yz - I yz Iy Mz
M y I z - M z I yz M z I y - M y I yz
k2 2
; k1 2
I y I z - I yz I y I z - I yz
M z I y - M y I yz M y I z - M z I yz
dan x - 2
y 2
z ..... (10)
I y I z - I yz I y I z - I yz
yang berlaku secara umum untuk kasus lentur. Anggapan yang perlu diingat
dalam menurunkan Persamaan (10) adalah:
a) balok adalah lurus
b) prismatis
c) sumbu –y dan –z adalah dua sumbu berat yang saling tegak lurus
d) material adalah elastis linier
e) tidak ada pengaruh puntir (semua beban bekerja pada pusat geser)
f) Arah vektor momen positif sesuai perjanjian tensor tegangan.
Bila sumbu –y dan –z adalah dua sumbu utama yang saling tegak lurus atau
bagian dari sumbu simetri dari suatu penampang yang paling tidak memiliki satu
sumbu simetri maka Iyz = 0 dan Persamaan (10) untuk tegangan menjadi,
M My
x - z y z (pada sumbu utama)
Iz Iy
Bila pada serat-serat extreem dibatasi x fy maka berlaku:
Mz My
1
f y Sz f y Sy
Untuk sumbu utama atau bagian dari sumbu simetri penampang dengan paling
tidak satu sumbu simetri maka Iyz = 0 diperoleh,
Iz 1
tan
I y tan
artinya bila = /2 maka =0 terlepas dari nilai Iz dan Iy. Namun bila /2 maka
nilai menjadi sangat bergantung kepada nilai Iz dan Iy; dalam hal ini bidang
beban tidak tegak lurus bidang netral. Khusus untuk penampang dengan Iz = Iy,
seperti penampang bujur sangkar, maka bidang beban senantiasa tegak lurus
bidang netral.
Tekuk Vertikal
tf
stiffener
las Tepi stiffener
terbuka
j b
Pu
Pu
1 j > 10 tf
=
½ j 10 tf
k k
Tepi terbuka N + 5k
d fyw tw
N+2,5k
k
tf
j Ru
N
dimana = 1,0
N k , pada tumpuan
5 bila j > d
=
2,5 bila j d
=
N N
= 3 bila 0,2
d d
175 bila j d/2
4N N
= - 0,2 bila > 0,2
d d
(a) (b)
h bf
Untuk 2,3 maka
t w Lb
3
C r t 3w t f h bf
Rn = 1 0,4 [=N]
h2 t w Lb
h bf
Untuk > 2,3 Rn
t w Lb
b) Sisi flens tekan bebas terhadap rotasi pada posisi bekerjanya gaya Ru
h bf
Untuk 1,7 maka
t w Lb
3
C r t 3w t f h bf
Rn = 0,4
h2 t w Lb
h bf
Untuk > 1,7 Rn
t w Lb
Solusi: Dipasang bresing lateral lokal di flens tarik dan tekan ditempat
bekerjanya Ru.
dimana Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara
lateral pada salah satu flens balok.
bf
Ru
Ru
Tepi terbuka
tw
j
Ru Ru
tcf
fy
pelat terusan
tw
pelat diagonal db
pelat pengganda
dc
Nu
Nu 0,4 Ny , Vn = 0,60 fy dc tw
Nu
Nu > 0,4 Ny , Vn = 0,60 fy dc tw 1,4 -
Ny
2
3 b cf t cf
Nu 0,75 Ny , Vn = 0,6 fy dc tw 1
db dc t w
3 b cf t cf2 1,2 N u
Nu > 0,75 Ny , Vn = 0,60 fy dc tw 1 1,9 -
db dc t w Ny
dimana Ny = fy Ag
Pengaku vertikal yang dipasang secara penuh dari flens atas hingga flens
bawah karena gaya tekan yang bekerja terhadap flens balok biasa atau balok
berdinding penuh harus direncanakan sesuai dengan persyaratan perencanaan
komponen struktur tekan dengan persyaratan tambahan berikut ini:
a) Panjang tekuk efektif 0,75 h
b) Ada satu pasang pengaku vertikal
c) Bagian dari pelat badan selebar 25 tw untuk pengaku interior atau 12 tw
untuk pengaku exterior.
Pengaku
vertikal
tw tw Pengaku
vertikal
Pengaku
vertikal
25 tw 12 tw
Interior Exterior
8) Lain-lain
9) Contoh:
Pu1 = 50 ton Pu1 = 50 ton
Lapangan: Rn = ( k + N) fyw tw
(j > d) = 1,0 (5 * 52 + 150) * 240 * 13
= 128 ton > Pu1 (= 50 ton) OK
Tumpuan: Rn = ( k + N) fyw tw
(j < d) = 1,0 (2,5 * 52 + 150) * 240 * 13
= 87 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku
vertikal
Tumpuan: j = 300
j < d/2 = 175
d/2 = 350
3
= 4 - 0,2 = 0,66
14
1,5
13 24
Rn = 0,75 * 175 * 132 1 0,66 240 *
24 13
= 59 ton < Pu1 + Pu2 (= 100 ton) perlu pengaku
vertikal
700
2 - 52
h bf 2 300
2,75 2,3
t w Lb 13 5000
Rn OK
Suatu balok dapat mencapai tahanan plastisnya menjelang kegagalannya. Hal ini
dapat tercapai bila masalah tekuk lokal dan tekuk torsi lateral dapat dicegah. Bila
suatu balok sederhana yang dibebani dengan suatu beban terpusat ditengah
bentangnya mencapai plastifikasi maka panjang sendi plastis dapat ditentukan sebagai
berikut:
P
/2 /2
(1- ) /2
¼P My
Mp
Mp
My
4
y p
My y S l
Mp p Z
1 My 1
2
Mp
2
1
1-
Mp
My Pengaruh geometri
penampang
y p
Redistribusi Gaya-dalam
Pada struktur-struktur statis tertentu hanya diperlukan satu sendi plastis untuk
mencapai mekanisme keruntuhan. Pada struktur-struktur statis tak tentu yang sangat
khusus, mekanisme keruntuhan juga dapat di capai melalui terbentuknya seluruh
sendi plastis pada saat yang bersamaan. Dalam hal ini terbentuknya mekanisme
keruntuhan pada stuktur statis tak tentu identik dengan pada struktur statis tertentu.
Namun demikian, secara umum, pada stuktur statis tak tentu, terbentuknya sendi
plastis atau kelompok sendi plastis akan terjadi secara berurutan hingga tercapainya
mekanisme keruntuhan yang menjadi akhir dari riwayat suatu struktur.
A B C
a = 2000 b = 4000
= 6000
P a b2 P * 2000 * 4000 2
MA 2
889 P
6000 2
2P a 2 b 2 2P * 2000 2 * 4000 2
MB 3
593 P
6000 3
P a 2 b P * 2000 2 * 4000
MC 2
444 P
6000 2
P a 3 b 3 P 2000 3 * 4000 3 P
B 3 3
790 * 10 6
3EI EI 3 * 6000 EI
MA = MP
MP
889 P M P atau P
889
Untuk profil IWF 300.300.10.15 dimana Zx = 1.464.750 mm3, Ix = 20,4 * 107 mm4,
dan MP = 35 * 107 N-mm
35 * 10 7
Maka P 39 ton
889
P 39 * 10 4
B 790 * 10 6 790 * 10 6
EI 2 * 10 5 * 20,4 * 10 7
= 7,55 mm
A B C
Mp = 35 t-m
Bila kepada beban P diberikan tambahan menjadi P + P' maka momen di A tak akan
bertambah, sedang momen-momen di B dan C akan bertambah, hingga terjadi sendi
plastis di B dengan struktur termodifikasi sebagai berikut.
P’
A B C
a = 2000 b = 4000
P' ab 2
MB ' a 2
2 3
P' * 2000 * 4000 2
= 2000 2 * 6000 1037 P'
2 3
P' a b
MC ' a
2 2
P' * 2000 * 4000
= 2000 6000 889 P'
2 * 6000 2
P' a 2 b 3
B ' 3 a
12 EI 3
P' * 2000 2 * 4000 3 P'
= 3
3 * 6000 2000 1,975 * 10 9
12 * EI * 6000 EI
A B C
Mp Mp
Kepada beban P' masih dapat diberikan tambahan menjadi P' + P" . Momen di B
tidak akan bertambah, namun momen di C akan bertambah dengan struktur statis
tertentu berikut,
P”
B C
b = 4000
MC = P" 4000
1 b 3 1 4000 3 P"
B " P" P" 2,13 *1010
3 EI 3 EI EI
MC MC '
4000 P" = 7,4 * 107 P" = 1,85 * 104 N
10 P" 10 1,85 *10 4
B " 2,13 * 10 2,13 * 10 *
EI 2 * 10 5 * 20,4 * 10 7
= 9,67 mm
P3 = 52,45
P2 = 50,6
runtuh
P1 = 39
0
0 B1 = 7,55 B2 = 13,17 B3 = 22,84 B
Dengan demikian, meskipun batas elastis struktur terjadi pada P = 39 ton, namun
dengan melakukan redistribusi gaya-dalam, maka struktur tersebut dapat memikul P
= 52,45 ton.
Bila tidak diperlukan informasi mengenai kurva beban vs defleksi maka penentuan
beban plastis dapat dilakukan dengan lebih mudah. Pertama-tama tentukan
konfigurasi sendi plastis sehingga terbentuk struktur statis tertentu. Pada saat tersebut
lakukan analisis kesetimbangan, maka akan diperoleh beban plastis yang
menyebabkan mekanisme.
A
1)
1
MA P Mp
4
4M p
P
P
2)
A B C
P
a b
B
Mp
Mp
Pb
Pba
MB - Mp Mp
6000
P 2M p * 2 * 35 *10 7
ab 2000 * 4000
= 52,5 ton
P P
3) PR:
6000
Cara energi lebih mudah dilakukan daripada cara kesetimbangan. Prinsipnya adalah
energi-dalam harus sama dengan energi-luar pada saat terbentuknya mekanisme
keruntuhan. Energi terjadi bila gaya melakukan translasi dan momen melakukan
rotasi. Lakukan hal ini untuk seluruh kemungkinan mekanisme keruntuhan. Beban
plastis yang terkecil dari seluruh mekanisme yang mungkin adalah beban plastis yang
menentukan.
Contoh P
1) 2 / 2 /
Mp Mp
2
P Mp 2
4 Mp
P
P
a b
2) b/a
b
Mp Mp
Mp Mp
b
P b Mp 2 Mp 2
a
1 1
P 2M p
a b
1 1
2 * 35 * 10 7 52,5 ton
2000 4000
P P
3) PR:
6000
Catatan: Semua ketentuan pada Peraturan Struktur Baja Indonesia, Butir 7.5, harus
dipenuhi.
Sambungan baut dapat terbuat dari baut mutu tinggi atau mutu normal.
Sambungan keling umumnya terbuat dari mutu normal.
Sambungan baut mutu tinggi mengandalkan gaya tarik awal yang terjadi karena
pengencangan awal. Gaya tersebut dinamakan proof load. Gaya tersebut akan
memberikan friksi. Sehingga sambungan baut mutu tinggi hingga taraf gaya
tertentu dapat merupakan tipe friksi (serviceability limit state); sambungan jenis
ini baik untuk gaya bolak-balik. Untuk taraf gaya yang lebih tinggi, sambungan
tersebut merupakan tipe tumpu (strength limit state).
Baut mutu normal dipasang tanpa gaya tarik awal dan merupakan tipe tumpu.
Sedangkan sambungan keling dipasang dengan pemanasan awal. Pada saat
membara material keling diselipkan ke lubang keling dan salah satu ujungnya
dipukul sementara ujung lainnya ditahan. Pukulan tersebut akan membentuk
kepala keling pada ujungnya dan badan keling akan mengisi penuh lubang keling.
Pada saat pendinginan, lubang keling akan memberikan gaya tarik awal, sehingga
sambungan akan menjadi sangat fit.
Baut mutu normal dipasang kencang tangan. Baut mutu tinggi dipasang dengan
mula-mula melakukan kencang tangan dan diikuti dengan setengah putaran
setelah kencang tangan; atau menggunakan kunci torsi yang telah dikalibrasi
demikian sehingga menghasilkan setengah putaran setelah kencang tangan.
Pada saat ini sambungan dengan baut biasanya lebih ekonomis daripada dengan
keling. Berikut adalah spesifikasi baut dan keling,
Rn = f ub As
Dimana f ub adalah kuat tarik baut (MPa)
2
0,9743
As = db - mm2
4 n
n adalah jumlah ulir per mm
Karena As = 0,75 0,79 Ab maka
Rn = f ub (0,75 Ab)
dimana Ab adalah luas bruto satu baut
Rn = m Ab u * faktor reduksi
Disini telah dianggap luas neto adalah 0,75 luas bruto, u = 0,60 f ub , dan m adalah
jumlah bidang geser.
Tahanan Tumpu
t
p
u = 0,6 f up untuk material pelat
d
Tu p
= 1,2 f up dt [L/d ½]
L
Untuk 2 23 Rn = 2,6 f up dt
d
Untuk baut tepi Rn = L t f up
Jarak antar baut 3d; jarak baut tepi dengan ujung pelat 1½ d. Untuk
mengurangi bahaya korosi, jarak baut tepi terhadap ujung pelat 12 t 150
mm.
Lubang Tersusun
Potongan 1 leleh Ag = b t
A
I E H
s1 s2
s12 s12
Potongan ABFDE fraktur An = t b - 3 (d 1 1 2 mm)
4g 1 4g 2
s12 s 22
Potongan ABFGH fraktur An = t b - 3 (d 1 1 2 mm)
4g 1 4g 2
geser
tarik fraktur
geser
ga
g = ga + gb - t
tb
gb
geser
tarik
Contoh:
75/2 75 75/2
60
80 200
T T
60
18
T
T
Rn Tu
47 ton 1,2D + 1,6L
Vu Vn
= 0,35
Pada kombinasi geser + tarik untuk b.m.t pada sambungan tipe friksi berlaku:
Vu Tu n
Vn 1 -
n 1,13 Proof Load
Tu
2) Rn = ft Ab
n
dimana
807 1,9 fuv 621 dengan ulir pada bidang geser
A325: ft
807 1,5 fuv 621 tanpa ulir pada bidang geser
dimana Rut , Ruv masing-masing adalah gaya tarik dan geser terfaktor
Rnt , Rnv masing-masing adalah tahanan nominal tarik dan geser
t, v masing-masing adalah faktor tahanan tarik dan geser
( t = v = 0,75)
R ut R uv
C
t R nt v R nv
1,0
lingkaran
linier
R uv
1,0 v R nv
R uv
Rut 1,3 t Rnt t Rnt
v R nv
atau fut t ft
R ut
dimana, fut =
Ab
R nt R nt
ft = 1,3 - fuv
Ab v R nv
R uv
fuv =
Ab
R nt
mengingat, = 0,75 f ub dan
Ab
ft = 1,3 * 0,75 f ub
0,75
fuv tanpa ulir pada bidang geser
0,5 m v
ft 0,75 f ub
atau dalam peraturan digunakan untuk A325 (fub = 825 MPa (untuk diameter baut
25,4 mm), v = 0,75 dan m = 1)
1,9 fuv dengan ulir pada bidang geser
ft = 807
1,5 fuv tanpa ulir pada bidang geser
ft 621 MPa
Contoh:
D + L = 3 L = 30 ton L = 10 ton
D = 20 ton
Tu = 4 * 40 = 32 ton
5
Vu = 3 * 40 = 24 ton
5
200
410
370
260
Vu Mu
150
40
Vu 6,5 *10 4
Geser: fuv = = 40 MPa
n Ab 8 * 1 4 *16 2
0,5 f ub m = 0,5 * 0,75 * 825 * 1 = 309 MPa
fuv < 0,5 f ub m OK
ft = 807 1,5 fuv = 807 1,5 * 40 = 747 621
410
370
260
150 Mu = 6,3 t-m
40
a
fy
a fy b = n * (ni Ab ft)
n * (n i A b f t ) 4 * (2 * 14 * *16 2 * 621)
a = = 20,8 mm
fy b 240 * 200
a
Mn = ni Ab ft (40 + 150 + 260 + 370) a fy b
2
= 25 * 104 * 820 ½ * 20,82 * 240 * 200
= 19,5 t-m
Geser Eksentris
P P
e
= +
c.g
M=P.e
a) Analisis Elastis
Rxi
Ryi Ri eyi
M
x
c.g
exi
n
( R xi e yi R yi e xi ) M
i 1
e 2y 2 e 2yn
Rx1 ey1 + Rx1 +
.. + Rx1
e y1 e y1
e 2x 2 e2
+ Ry1 ex1 + Ry1 +
.. + Ry1 xn = M
e x1 e x1
e y1
Rx1 = Ry1
e x1
M e y1
R x1
(e 2y1 ...... e 2yn ) (e 2x1 ...... e 2xn )
P
Rv
n
R1 = (R y1 R v )2 R 2x1
M e xi M e yi
Ryi = ; Rxi =
e 2xj e 2yj e 2xj e 2yj
Ri = (R yi R v )2 R 2xi
Contoh:
Pu = 11 ton
50 50 75
1 4
75
3 6
Mu = 11 * (50 + 75) * 104 = 1,375 t-m
M u e x4 1,375 *10 7 * 50
Baut 4: Ry4 = = 1,8 ton
15000 22500 37500
M u e y4 1,375 * 10 7 * 75
Rx4 = = 2,75 ton
15000 22500 37500
110.000
Rv = = 1,8 ton
6
R4u = (1,8 1,8) 2 2,75 2 = 4,53 ton
R4n = 0,5 f ub Ab m (tanpa ulir pada bidang geser)
R4n = R4u db = 13,7 mm
ambil db = 14 mm Pu = 11,6 ton
Pu
Rdi
i
r0 yi
di
c.g
-yp
i
prs
xi
- xp
yi - y p xi - x p
sin i = ; cos i =
di di
r0 = - xp cos - yp sin
0,55
yi - y p
Rni [1 exp (-0,4 i)]
di
0,55 xi - x p
tan Rni [1 exp (-0,4 i)] = 0 ................. (5)
di
1 0,55
xi - x p
Rni [1 exp (-0,4 i)] = 0 ............. (6)
cos di
Bila digunakan baut-baut yang identik maka Persamaan(5) dan (6) menjadi:
yi - yp
[1 exp (-0,4 i)]0,55
di
xi - x p
tan [1 exp (-0,4 i)]0,55 = 0 ............. (7)
di
[1 exp (-0,4 i)]0,55 di [e (xp cos + yp sin )] *
1 0,55
xi - xp
[1 exp (-0,4 i)] = 0 .......... (8)
cos di
Persamaan (7) dan (8) akan diselesaikan untuk xp, yp dan Pu diperoleh melalui
Persamaan (4).
di di
Catatan: i = * max = 8,6
d max d max
Ulangi contoh sebelumnya dengan cara analisis plastis dan tanpa ulir pada
bidang geser. Gunakan baut mutu tinggi (A325) dengan db = 14 mm.
Pu
xi
1 4
75 yi
=0
2 5
75
3 6
75
50 50
di
dimana hi = adalah fungsi deformasi untuk baut friksi.
(d i ) max
Contoh:
Resume:
tumpu: Pu = 13 ton (100%)
plastis
friksi: Pu = 6,5 ton (50%)
Sambungan
geser eksentris tumpu: Pu = 11,6 ton (90%)
elastis
friksi: Pu = 6,6 ton (50%)
Saat pengencangan
Ci = Tb
Ab Ap Ci
t Eb Ep p = t
Ap Ep
p’
Ci
Tb
b’ b = t
Ab Eb
P/2 P/2
Tf = Cf + P
Cf 0
p
Cf
Tf
Tf
Tb = Ci P Ci = T b
Cf
P>0 P>0
P=0 P=0
pelat baut
baut Tf
Tf Ab/Ap Tb
~ b
Tb = Ci
P
~ p
P
Cf
pelat
P
Cf = 0
1) Cf > 0 Tf = Cf + P
2) Cf = 0 Tf = P
Ab Eb
Tf - Tb (Tb Tf + P)
Ap Ep
Ab Eb Ab Eb Ab Eb
Tf 1 Tb 1 P
Ap Ep Ap Ep Ap Ep
Ab Eb
Tf = Tb + P ------- Cf > 0
Ap Ep Ab Eb
Kasus 2) Cf = 0 Tf = P
Ab Eb
P Tb = Tb
Ap Ep
Ab Eb Ap Ep
P Tb
Ap Ep
Ab Ap Ab
P Tb Tf = Tb + P
Ap Ab Ap
Ab Ap
P > Tb Tf = P
Ap
Contoh:
Suatu sambungan tarik dengan baut A325, db = 22 mm, jumlah baut 4 buah, Ap =
25000 mm2. Berapakah beban kerja maksimum yang dapat diberikan sebelum
terjadi separasi pada pelat sambungan. Anggap D = ¼ L
Ab Ap
P = Tb
Ap
4 * 1 4 22 2 25000
= * 67 = 71 ton
25000
71 = 1,2 D + 1,6 L = 1,2 (¼ L) + 1,6 L = 1,9 L
L = 37
D = 9 +
W = 46 ton
Las:
t < 6,4 mm
amax = t
t1 t2
te = t1
Bila t = t1 = t2 maka te = t
Las tumpul:
Tarik/tekan: Rnw = te fy per mm
Geser: Rnw = te (0,6 fy) per mm
Rnw Ru
= 0,90 untuk leleh
= 0,75 untuk fraktur
Contoh:
20
Pu = 60 ton
70
t = 7 mm
amax = t 2 mm
= 7 2 = 5 mm
Lw 384 mm (menentukan)
Lw 257 mm
Lw = 390 mm
Lw1 = 244 x = 20
Lw2 = 70 70
Lw3 = 76
Lw3 = 76 mm
Lw1 = 390 70 76 = 244 mm
Cara Elastis y
L1
te
Puy
L2 x
c.g
Pux
T
te
te
L1
Prosedur: 1) Tentukan Ix , Iy Ip
2) Tentukan A
Pux Puy
3) Hitung 'ux dan 'uy
A A
4) Tentukan titik terjauh dari c.g xmax , ymax dan hitung
" Tu y max
ux
Ip
" Tu x max
uy
Ip
1
' " 2 ' " 2 2
5) u ( uy uy ) ( ux ux ) 0,6 fuw
dimana = 0,75
te
x 2 *150 * 75
200 x te 45 mm
Pu = 11,2 ton 500 t e
100
D=L
Pw = D + L = 2L = 8 ton
45
105 L = 4 ton
150 D = 4 ton
1
Ix * t e * 200 3 150 * t e *100 2 * 2 3,67 *10 6 t e mm 4
12
1 2
Iy 200 * t e * 45 2 * t e * 150 3 t e *150 * 75 - 45 *2
12
1,24 *10 6 t e mm 4
Ip Ix Iy 4,91 * 10 6 t e mm 4
x ' 0
1
2 2 2
696 224 731 1182
u 0,6 f uw
te te te te
Pu
y Lw
Rdi
c.g
x
di
-yp i
i
prs
-xp
Lw
e
i
r0 0 i 2
r0 - x p cos - y p sin
0, 32
mi 8,23 * 10 -3 i 2 a
te 0, 32
* 8,23 *10 -3 i 2
0,707
0 ,32
0,0116 t e i 2 i dalam derajat
0, 65
ui 0,0428 i 6 a
0, 65
0,0605 t e i 6 9,47 *10 -3 t e
uj
i di
dj
min
Rdi
i- i
i
i
i
i
di
i + i - i = 2
yi i
i = 2 + i - i
prs
yp
0 i 2
c.g xi
xp
yi - y p
sin i
di
1
2 2 2
di xi - xp yi - yp
xi - xp
cos i
di
0, 65
i di t e 0,0605 j 6 9,47 * 10 -3
0, 32
mi 0,0116 t e i 2 dj
min
0, 65
di 0,0605 j 6 9,47 *10 -3
0, 32
0,0116 i 2 dj
min
yi - y p xi - x p
1 0,5 sin 1,5 i hi - tan 1 0,5 sin 1,5
i hi 0
.. (5)
di di
1
1 0,5 sin 1,5 i h i d i - e - x p cos y p sin *
cos
xi - xp
* 1 0,5 sin 1,5 i hi
0 ........................................................... (6)
di
Persamaan (5) dan (6) di selesaikan untuk xp, yp, dan Pu diperoleh dari Persamaan
(4) atau
Lw
Pu 0,6 t e f uw 1 0,5 sin 1,5 i h i cos i
cos
Contoh:
Selesaikan contoh soal las sebelumnya dengan cara plastis (te = 5,34 mm, Lw = 50
mm).
3 2 1
4
Pu = 20 ton 100 %
100 y Cara elastis:
5
305 Pu = 11,2 ton 56 %
x
Pu = ?
6
45 105
100
8 9 10
150
Lw
Vu Mu
u u
u, max
3 Pu
u , max
2 2t e L w
Pu
u
2t e L w
Lw
Mu 3 Pu e
2
u 1 3 2
12
2 te Lw te Lw
2
2 2 Pu 1 e
uR 9 0,6 f uw
t e Lw 4 Lw
dan a = te / 0,707
= 0,75
fuw adalah kuat tarik material las
Contoh:
Pw = 20 t
100
Tentukan ukuran las, a?
1
Pu = (1,2 + 1,6) 2 Pw = 28 ton
D=L
2
Pu 1 e
9 0,6 f uw
t e Lw 4 Lw
2
28 *10 4 1 100
9
0,6 * 0,75 * 490 * 300 4 300
= 4,73 mm
4,73
a a 6,7 mm
0,707
2
E
fcr = k 2
12 (1 - ) (b/t) 2
dimana k adalah konstanta yang besarnya bergantung pada tipe tegangan, kondisi
tumpuan sisi pelat, perbandingan lebar terhadap panjang, dan terhadap tebal
pelat [lihat Grafik A].
16
kaku kaku
A B
kaku sendi
14
sendi kaku
C D
sendi bebas
12
a
sendi
E
b
bebas
10
Koefisien Tekuk k
A
kmin = 6,97
B
kmin = 5,42
4 C
kmin = 4,00
D
kmin = 1,277
E
0
1 2 3 4 5
Grafik A
b
t
t
b t b
t
t t
b b
t
t
Hubungan antara regangan aksial dengan gaya normal pada suatu elemen pelat
digambarkan berikut ini.
b
<<
P t
fy
Pasca tekuk
fcr
b
>>
t
Pasca tekuk
Sendi t
fcr
P
b
aksial
Perhatikan bahwa kuat pasca tekuk lebih besar pada elemen dengan b/t yang lebih besar.
Untuk nilai b/t yang lebih kecil kuat pasca tekuk menjadi lebih kecil, dan seluruh
elemen pelat dapat mencapai batas lelehnya atau bahkan hingga strain hardening
sehingga fcr/fy > 1.
2
f cr Ek 1
2
fy 12 (1 - ) (b/t) 2 f y 2
c
f cr Strain hardening
fy Pelat tanpa pengaku
Pelat dengan pengaku
kolom
leleh
1,0 A
0,5
Tekuk elastis
1
2
c
c
0,17 0,46 0,58 0,70 1,0 2 1,5
fy
y sh ~ 15 ~ 20 y
Tahanan pelat akibat tekan pada sisinya dapat ditentukan oleh salah satu dari berikut ini:
1) Strain hardening untuk c
2) Leleh pada c ~ 0,5 ~ 0,6
3) Tekuk inelastis
4) Tekuk elastis, c ~ 1,4
5) Pasca tekuk, c > 1,5
Batasan r:
Batas kelangsingan r adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai kuat leleh tanpa terjadi tekuk lokal. Secara ideal hal ini diperoleh bila fcr = fy
atau c = 1 yaitu pada titik A, atau
2
Ek
f cr fy
12 (1 - 2 ) (b/t) 2
b k
425
t fy
b k k
Jadi 425 c 297,5
t fy fy
Tabel 4.5-1
Perbandingan Maksimum Lebar terhadap Tebal untuk Elemen Tertekan
(Simbol mengacu pada Gambar 4.5-1).
Jenis Elemen Perbandingan Perbandingan maksimum lebar terhadap tebal
lebar terhadap
tebal
( ) r
p
(tak-kompak)
(kompak)
Pelat sayap balok-I dan kanal b/t 170 / f y [c] 370 / fy f r [e]
dalam lentur
Pelat sayap balok-I hibrida b/t 420
170 / f yf [e][f]
atau balok tersusun yang di
las dalam lentur ( f yf f r ) / ke
hc t
h tw h
hc
b b
h h
Batasan p:
Batas kelangsingan p adalah kriteria untuk parameter b/t demikian sehingga dapat
dicapai penguatan regangan atau strain hardening ( sh ~ 15 ~ 20 y) tanpa terjadi tekuk
lokal. Meskipun hal ini umumnya menjadi perhatian pada flens tekan dan sejenisnya
dari suatu komponen struktur lentur, namun tidak menjadi pertimbangan utama pada
batang tekan.
Untuk elemen tanpa pengaku diambil c = 0,5 dan k = 0,425 sehingga diperoleh,
b 138
t fy
b 170
t fy
Untuk kasus elemen dengan pengaku diambil c = 0,6 dan k = 4 sehingga diperoleh,
b 500
t fy
f(x)
simetri Daerah tak efektif pada pasca tekuk
f(x)
fmax fmax
X
=
sendi
fmax
frerata < fmax
X
b b
=
sendi bebas sendi bebas
A ef
Pn = Aef . fmax = fmax Ag = Qa Ag fmax
Ag
Aef
dimana Qa = Aef /Ag 1
f rerata
Pn = f rerata Ag = fmax Ag = Qs fmax Ag
f max
f rerata
f rerata
dimana, Qs = 1
f max
f rerata A ef
Pn = f rerata Aef = fmax Ag
f max A g
= Qs Qa fmax Ag = Q fmax Ag
dimana Q = Qs Qa 1
Untuk penampang yang mempunyai perbandingan lebar terhadap tebal elemen lebih
besar daripada nilai r pada Tabel 4.5-1, tahanan aksial rencana komponen struktur
tekan dihitung sebagai berikut:
Nd = c Nn
dimana c = 0,85
Nn = Ag fcr = Ag f y
atau fcr = f y
untuk c 0, 25 Q maka 1
Q
1,43/Q
untuk 0,25 Q < c < 1,2 Q maka
1,6 - 0,67 c Q
2
untuk c 1,2 Q maka 1,25 c
Q=0.80
Q=0.70
0.5
Q=0.60
Q=0.50
Q=0.40
Q=0.30
0.0
0 1 2
c
Bila perbandingan lebar terhadap tebal (b/t) dari elemen dengan pengaku yang dibebani
secara seragam melebihi r, maka lebar efektif, be, harus digunakan untuk menghitung
besaran-besaran penampang komponen struktur.
a) Untuk flens-flens bujur sangkar dan persegi panjang dengan tebal seragam:
625
bila b maka
t f
t 170 1
be = 855 1- b
f f (b / t )
665
bila b maka
t f
t 150 1
be = 855 1- b
f f (b / t )
A ef Ag - (b - b e ) t
dan Qa =
Ag Ag
Ag adalah luas bruto penampang komponen struktur.
7600 2
Qa =
f y (D / t ) 3
Bila perbandingan lebar terhadap tebal dari elemen tanpa pengaku yang dibebani secara
seragam melebihi r maka harus digunakan faktor reduksi Qs.
a) Untuk siku tunggal:
106.000 1
Qs =
fy (b/t) 2
b) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat (projecting) pada profil rol atau
komponen struktur tekan lainnya,
138.000 1
Qs =
fy (b/t) 2
c) Untuk flens, siku, dan pelat yang melekat pada profil tersusun atau komponen
struktur tekan lainnya,
ke 1
Qs = 180.000
f y (b/t) 2
4
ke = , 0,35 ke 0,763
h / tw
ke = 0,763
138.000 1
Qs =
fy (b/t) 2
Untuk lentur:
Gunakan parameter penampang tereduksi untuk balok dengan flens dari elemen dengan
pengaku.
Untuk balok-kolom:
1) Gunakan luas bruto untuk Pn
2) Gunakan parameter penampang tereduksi untuk lentur pada penampang dengan
elemen dengan pengaku untuk Mnx dan Mny
3) Gunakan Qa dan Qs untuk menentukan Pn
4) Gunakan fcr dari perhitungan tekuk torsi-lateral untuk balok; fcr Qs fcr pada
penampang berelemen tanpa pengaku.
L = 2000 mm
z
z 74,766 200 OK
b=100
rz 21,4
ky * y 0,8 * 2000
y 24,024 200 OK
ry 66,6
h 200 200 200
20 12,91 Penampang langsing
t 10 fy 240
3 h 3 200
Q s 1,340 1,7 *10 * * fy 1,340 1,7 *10 * * 240 0,813
t 10
z
fy 74,766 240 0,25 1,2
cz * * 0,824 ; cz 0,824
E 200.000 Qs Qs
1,43 1 1,43 1
z * * 1,596
Qs 1,6 0,67 * cz * Qs 0,813 1,6 0,67 * 0,824 * 0,813
fy 240 ~
Pd Pn 0,85 * A g * 0,85 * 2920 * 37,3 ton
z 1,596
Fenomena torsi banyak dijumpai antara lain pada balok spandrel, pada balok-
balok yang memiliki balok anak dengan bentang-bentang yang tidak sama
panjang, dan kasus-kasus lainnya. Penampang yang paling efisien untuk memikul
torsi adalah penampang bulat berongga tertutup. Irisan datar pada penampang
tersebut akan tetap datar sebelum dan setelah bekerjanya torsi.
Pada penampang lainnya (tidak bulat), irisan datar tidak akan tetap datar selama
bekerjanya torsi dan hal ini disebut gejala warping.
Torsi
Pengaruh warping
d adalah perubahan
sudut pada selang dx
r
d
dx
d
serta dx = r d atau = r = r ( adalah regangan geser)
dx
d
= G r 2 dA GJ
dx
d T
Jadi dan tegangan geser, , menjadi
dx GJ
Tr
G r G
J
artinya tegangan geser torsi sebanding dengan jarak dari titik pusat torsi.
1 3
Untuk penampang persegi panjang J = b t , dan untuk penampang I, , T nilai
3
1 3
J= bt .
3
Contoh:
r2
2
J = r 2 dA 0
r 3 dr d r1 < r2
r1
r2
r1 r2
1 4 1
=2 r r2 4 - r1 4
4 2
r1
1 2 2 2 2 2 2
= r2 - r1 r2 r1 r2 - r1 r2 r1 r2 r1
2 2
t 2 2
J= r2 r1 r2 r1
2
t
maka J = (2r1 + t) (2r12 + 2 r1 t + t2)
2
t 3 t4 1
untuk r1 = 0 J = t = = (2t)4 = d4
2 2 32 32
Meskipun pada penurunan ini J adalah momen inersia polar terhadap pusat berat namun dari
penurunan yang lebih umum dapat ditunjukkan bahwa J adalah konstanta torsi, dan tidak selalu
sama dengan momen inersia polar. Untuk selanjutnya J akan dinamakan konstanta torsi.
t t 2 t t2
Untuk: t 0 maka J = r1 2 r1 2 2 2
2 r1 r1 r1
3
= t r1 2 0 1 0
t
d 3
3 2r1
= 2 t r1 1 0 ~2 t
8
1
= t d3
4
d d
T t T t
2 2 2T
max 3
~
J 1
4
td t d2
y
t
ds
x z c.g
s
s
z
y,v
d2v 1 Mz
-
ds dx 2 y EI z
s
ds
x
x
x dx
x x
dx
Mz Mz
x
t ds dx t dx ds 0
s x
t x
atau -t
s x
x
Vy I y - Vz I yz Vz I z - Vy I yz
dan y z
x I y I z - I 2yz I y I z - I 2yz
Vy I y - Vz I yz s
sehingga t - yt ds
I y I z - I 2yz 0
Vz I z - Vy I yz s
- zt ds
I y I z - I 2yz 0
Mz My
dimana Vy dan Vz
x x
s=0
Titik (yo, zo) adalah demikian sehingga torsi terhadap titik 0 adalah nol, jadi
dr
- Vy z o Vz y o - r x t ds 0
0 ds
k
dimana r =yj+zk
dr = dy j + dz k
i j
sehingga r x dr = (y j + z k) x (dy j + dz k)
= (y dz z dy) i
dan Vy z o - Vz y o - t y dz - z dy
0
* y dz - z dy
Jadi,
s s
1
zo I y yt ds - I yz zt ds y dz - z dy
I y I z - I 2yz 0 0 0
s s
-1
yo I z zt ds - I yz yt ds y dz - z dy
I y I z - I 2yz 0 0 0
y
zo
s=
sc
yo
z
cg
s=0
Contoh
Menentukan pusat geser penampang profil
y
b (1 - ) b
s3
xo q b
d/2
b tf
sc
x
q
c.g 2 b tf d tw
d/2
s2
d tw
1- 2
b
s1 2 b tf d tw
s s s
1 1
xo I y yt ds - I xy xt ds y dx - x dy yt ds y dx - x dy
I y I x - I 2xy 0 0 0 Ix 0 0
Ixy = 0
1) 0 < s < b:
s s1
d d
yt ds - t f ds1 - t f s1
0 0
2 2
s1 = 0 x = - (1 - ) b x = s1 (1 - ) b
s1 = b x= b s1 = x + (1 - ) b
s
d
yt ds - tf x 1- b
0
2
s
d
Untuk x = b yt ds - tf b
0
2
1 s
yt ds y dx - x dy
0 0
b
d d
- tf x 1- b - dx
- 1- b 2 2
b
d2 1 2
tf x 1- bx
4 2
- 1- b
d2 1 2 2
tf b - 1- b2 1- b2
4 2
d2 1
tf b2 2
-1 2 - 2
1-
4 2
1 2
d tf b2
8
2) b < s < b + d:
s s2
d
yt ds tf b y t w ds 2
0 2 0
s2
d
= tf b s2 - d t w ds 2
2 0
2
d tw 2 d
= tf b s2 - t w s2
2 2 2
s 2
d tw d d tw d
yt ds - tf b y - y
0 2 2 2 2 2
s
d
Untuk y d yt ds - tf b
2 2
0
2 s
yt ds y dx - x dy
1 0
d
2
2
d tw d d tw d
- tf b y - y - b dy
d 2 2 2 2 2
2
d d d
2 3 2 2 2
d t 1 d d tw 1 d
b tf b y - w y y
2 d
2 3 2 d
2 2 2 d
2 2 2
1 2 1 1
b d tf b - t w d3 t w d3
2 6 4
1 2 1 3
b d tf b d tw
2 12
2 2
1 d 1 d
Karena I x t w d3 2 tf b t w d3 tf b
12 2 12 2
2 s
maka yt ds y dx - x dy b Ix
1 0
s s3
d d
yt ds 3 tf b t f ds 3
0 2 0 2
d d
= tf b t f s3
2 2
s3 = - x + b
s
d d
yt ds - tf b tf b-x
0 2 2
3 s
yt ds y dx - x dy
2 0
- 1- b
d d d
- tf b tf b-x dx
b 2 2 2
2 - 1- b
d 1 2
tf - bx - b-x
2 2
b
2
d 1 2 1
tf b2 - b t f b2 d 2
2 2 8
s
1 2
yt ds y dx - x dy b Ix d t f b2
0 0 4
1 1 2 t f d2 b2
xo b Ix d tf b2 b
Ix 4 4 Ix
tf d2 b2
xo - b q
4 Ix
s s
1
yo I x xt ds - I yx yt ds y dx - x dy
I y I x - I 2 yx 0 0 0
s
-1
xt ds y dx - x dy
Iy 0 0
s1 = x + (1 - ) b x = s1 (1 - ) b
s1
1 2
s1 - 1 - b t f ds1 t f s1 - 1 - bs1
0 2
1 2
tf x 1- b - 1- b x 1- b
2
s
1 2 b2 tf
Untuk x b x t ds t f b - 1- b2 2 -1
0
2 2
s
xt ds y dx - x dy
0 0
b
1 2 d
tf x 1- b - 1- b x 1- b - dx
- 1- b
2 2
b
dt 1 3 1 2
- f x 1- b - 1- b x 1- b
2 6 2
- 1- b
d tf 1 3 1 d t f b3 1 1
- b - 1- b3 - -
2 6 2 2 6 2 2
d t f b3 1 d t f b3 b tf
- 2-3
2 3 2 12 2 b tf d tw
1 4 b tf 2 d tw -3 b tf
d t f b3
12 2 b tf d tw
1 b tf 2 d tw
d t f b3
12 2 b tf d tw
b2 tf
2 -1 b t w s2
2
d d
dimana y s 2 - atau s 2 y
2 2
b2 tf d
2 -1 b tw y
2 2
d s
b2 t f
untuk y xt ds 2 -1 b tw d
2 0 2
s
xt ds y dx - x dy
0 0
d
2 b2 t f d
2 -1 b tw y - b dy
d 2 2
2
d
2 2
b2 tf 1 d
- b 2 -1 y b tw y
2 2 2
- d2
b2 t f d 1 2
- b 2 -1 b tw d
2 2
b2 d
- b tf 2 -1 tw d
2
b2 d - d tw b tf d t w
- b tf - 0
2 2 b tf d t w 2 b tf d t w
s
b2 tf s3
xt ds 2 -1 b tw d x t f d s3
0 2 0
s3 = b - x x b - s3
b2 t f s3
2 -1 b tw d b - s3 t f d s 3
2 0
b2 t f 1 2
2 -1 b tw d b s3 - s3 t f
2 2
b2 t f 1 2
2 -1 b tw d tf b b -x - b -x
2 2
s
xt ds y dx - x dy
0 0
- 1- b
b2 tf 1 2 d
2 -1 b tw d tf b b -x - b -x dx
b 2 2 2
- 1- b
d b2 t f 1 2 1 3
2 -1 - b b tw d - b tf - b b -x b -x
2 2 2 6
b
d b3 t f 1 1 3
2 -1 b 2 tw d tf - b3 b
2 2 2 6
d 2 1 1 1
b b tf b tf - tw d - b tf b tf
2 2 2 6
d 2
b - 1 12 b tf 2
3 b tf - tw d
2
d 2 b tf 2 b tf
b - 1 12 b t f b tf - d tw
2 2 b tf d tw 3 2 b tf d tw
1 d b3 t f
- b tf - 2 d tw
12 2 b t f d t w
1 b tf 2 d tw 1 d b3 t f
d t f b3 0 - b tf - 2 d tw = 0
12 2b tf d tw 12 2 b t f d t w
s
-1
Jadi y o xt ds y dx - x dy
Iy 0 0
1
0 0
Iy
Pada profil gilas I dapat dibedakan dua jenis torsi, yaitu torsi murni dan torsi
warping. Pada torsi murni (atau biasa juga disebut torsi Saint-Venant), suatu irisan
rata akan tetap rata selama terjadinya torsi. Besar torsi murni, Ts, sebanding
dengan kelengkungan torsi, , dimana tetapan kesebandingannya adalah GJ, atau
d
Ts GJ
dx
Ts r
s
J
Vf d - tf
wf untuk kecil
d - tf
2
wf
2
z d - tf d3 w f d - t f d3
dan
dx 3 2 dx 3
Tw d - tf
2
Vf
Tw = + Vf (d-tf)
d2 w f Mf d3 w f Vf
Untuk flens atas berlaku, - atau -
dx 2 EI f dx 3 EI f
d - tf d3
dan diperoleh, Vf - EI f
2 dx 3
2
d - tf d3 d3
Tw - EI f - EC w
2 dx 3 dx 3
2
d - tf
dimana C w If adalah tetapan torsi warping untuk profil I dan torsi
2
total Tx menjadi:
d d3
Tx Ts Tw GJ - EC w
dx dx 3
d3 GJ d Tx
atau 3
- - 0<x<
dx ECw dx ECw
d3 h d h
k2 0 0<x<
dx 3 dx
GJ
dimana, k 2
EC w
r (r2 k2) = 0
r1 = 0; r2 = k; r3 = -k
= h+ p = A ekx + B e-kx + C+ p
Contoh:
T T
2 2
T
Z
T + x=
2
Tx
_ T
2
x=0
=0 =0 =0
dTx ii dTx ii
0 0 0 0
dx dx
p = C1 + C2 x
i ii
p = C2 ; p =0
d3 p d p Tx
3
- k2 - 0 x
dx dx EC w
T
GJ 2
0- C2 - 0 x /2
EC w EC w
T
2 T
C2 p C1 x
GJ 2GJ
T
i
Ak e kx - Bk e -kx
2GJ
ii
Ak 2 e kx
Bk 2 e -kx
iii
Ak 3 e kx - Bk 3 e -kx
x 0 0 A B C C 0
ii
x 0 0 A B A -B
T
A e kx - e -kx x
2GJ
i
k
2
-k
2
T
x Ak e e 0
2 2GJ
T 1
A -
2GJk e k 2
e
k
2
T e kx - e -kx
- - kx
2GJk e 2 e k 2
k
e z - e -z
Catatan: sinh z =
2
ez e -z
cosh z =
2
T sinh kx
Jadi = kx -
2GJk cosh k 2
i T cosh kx
= 1-
2GJ cosh k 2
ii T k sinh kx
= -
2GJ cosh k 2
i T cosh kx
Jadi Ts = GJ = GJ 1-
2GJ cosh k 2
T cosh kx
= 1-
2 cosh k 2
iii T cosh kx
Tw = -ECw = - EC w -k2
2GJ cosh k 2
T cosh kx
=
2 cosh k 2
T
dan Tx Tw Ts
2 Ts
T
2 Tw
+1 T
2
0
-1
x=0 x x=
2
Tegangan Torsi
Akibat torsi Saint Venant, tegangan torsi, s, pada satu flens adalah sebagai
berikut:
Ts t f d
s Gt f
J dx
Akibat torsi warping, tegangan torsi, w, pada satu flens adalah sebagai berikut
(lihat geser pada balok):
Vf S
w
If t f
Vf Smax
dan w , max
If t f
b b b2 t f b/2
Smax = tf
2 4 8 tf
d - tf d3 b2 tf 1
w , max - EI f 3
2 dx 8 If t f
b2 d - tf d3
E
8 2 dx 3
d b2 d - t f d3
sehingga max s w, max Gt f E
dx 8 2 dx 3
Mf x
fw
If
Mf d2 wf d - tf
dimana - dan w f
EI f dx 2 2
d - tf d2
atau Mf - EI f
2 dx 2
Tegangan normal maksimum pada flens akibat warping, fw,max terjadi pada x =
b/2 atau
Mf b d - tf d2
b
2 - EI f 2
fw, max
If 2 dx 2 I f
Eb d - t f d2
-
4 dx 2
T cosh kx
Tw
2 cosh k 2
Tw T cosh kx
Vf
d - tf 2 d - tf cosh k
2
Tw
Tw T cosh kx
Vf
d - tf 2 d - t f cosh k 2
d - tf
Tw
Vf
d - tf
Tw T
d - tf d - tf
T cosh kx
Vf
2 d - tf cosh k
2
T
2 d - tf
2 2
T cosh kx
Mf = Vf dx dx
0 0
2 d - tf cosh k 2
T 1 sinh k 2
2 d - tf k cosh k 2
T 1 sinh k 2 T 2 k
Mf d - tf tanh
2 k cosh k 2 4 k 2
1
dimana tanh k
k 2
2
T
/2 /2
Catatan: Dalam penurunan metoda diatas telah dianggap bahwa torsi warping
sama dengan torsi luar dan torsi murni adalah nol (T=Tw, Ts=0). Hal ini hanya
d
terjadi pada saat 0, atau pada potongan simetri. Dengan demikian
dx
pemeriksaan tahanan torsi dengan metode tersebut diatas tidak dapat dilakukan
disebarang potongan kecuali pada potongan simetri.
Contoh:
D&L
x x
= 8000
Jawab:
y
Tu
2
GJ d tf E
k2 = Cw = If G = J = 1
3 b t3
EC w 2 2 (1 )
J = 1
3 b t3 = 2 * [ 1 3 * 300 * 153] + 1
3 * (300 2 * 15 ) * 103
2
d tf 285 2
Cw = If = 33,75 * 106 * = 1,37 * 1012 mm6
2 2
1 J 1 0,765 *10 6 mm 4 1
k2 = 2,15 * 10 -7
2 (1 ) Cw 2 (1 0,3) 1,37 *1012 mm 6 mm 2
1
k = 4,63 * 10-4
mm
1
k = 4,63 * 10-4 * 8000 mm = 3,7065
mm
k
3,0 0,88 k = 3,7065
4,0 0,81 = 0,83
1 T 2
Mf (d-tf) = 12 u
N - mm
= 0,83 * 1 *1440
12 * 8000 2 mm 2
mm'
= 6,37 * 109 N-mm2
6,37 *109 N mm 2
Mf = = 2,24 * 107 N-mm
285 mm
Tengah flens:
2
ux ux 2
un = w b fy
2 2
ux M ux 7,68 *10 7 N - mm
28,24 MPa
2 2 Sx 2*1360 * 103 mm3
Tw 1.440 N mm / mm' *8.000 / 2 mm
Vf 20.210 N
d tf 300 15 mm
2
un = 28,24 28,24 6,74 2 57,27 MPa < (0,9*240 = 216 MPa) OK
1
atau EI = -M(x) = -P u(x)
x
x x
dx
dr r
x
u(x,r) = r
t
d 2 u(x, r) d2 d2
q(x,r) = -P =- x t dr (r ) = - x t r dr
dx 2 dx 2 dx 2
d2
-d2 Tx = q(x,r) dx r = - x t r2 dx dr
dx 2
d2 2
dTx = x
2
dx A tr dr
(*)
dx
d Tx d2 d4
GJ - E C w
dx dx 2 dx 4
d2 2
= x 2 A tr dr [dari (*)]
dx
2
x A tr dr - GJ
dimana p2 =
E Cw
Solusinya adalah,
d2
2
= A1* sin px + A2* cos px
dx
d A1* A *
= - cos px + 2 sin px + A3
dx p p
* *
A1 A2
= - sin px - cos px + A3 x + A4
p2 p2
p = n , n = 1, 2,
2
2 n2 2
x A tr dr - GJ
p = 2
Kx E Cw
2
1 E Cw
Untuk n = 1 x = e = 2
GJ ...................................(1)
I ps Kx
dimana Ips = A
tr 2 dr = Izs + Iys terhadap pusat geser.
Persamaan tekuk torsi tersebut di atas berlaku dengan cukup teliti untuk
penampang-penampang dengan dua sumbu simetri yang orthogonal, dan
umumnya digunakan untuk penampang langsing, > r. Dalam hal ini tekuk torsi
terjadi terhadap pusat geser yang berimpit dengan pusat berat.
Pada penampang dengan satu sumbu simetri maka tekuk torsi yang terjadi
terhadap pusat gesernya senantiasa dibarengi dengan translasi pusat beratnya
terhadap sumbu simetrinya sehingga menghasilkan apa yang dinamakan tekuk
lentur torsi. Untuk tekuk lentur torsi pada sebarang penampang dengan satu
sumbu simetri digunakan,
y
2
E Cw 1
ex = 2
GJ sc
Kx I ps
y0
2 z
E Ky cg
ey = 2
; y =
y iy
z 02 y 20 I pc
H = 1 2 y
r 0 I ps
sc
Iz Iy y0
r02 z 02 y 20 z
A cg
Ips = A r02
Untuk penampang yang tidak memiliki sumbu simetri maka tekuk lentur torsi
pada sebarang penampang dihitung menurut persamaan pangkat tiga berikut ini,
dengan e adalah akar terkecilnya:
2 2
2 z0 2 y0
e ex e ey e ez e e ey e e ez 0 ......(3)
r0 r0
2
E Kz
dimana ez = 2
; z = .
z iz
Tahanan Tekan
Tahanan tekan komponen struktur tekan dengan juga memperhatikan tekuk torsi
dan/atau tekuk lentur torsi ditetapkan berikut ini,
e = fy e
0,25
1) e maka = 1/Q
Q
1,2 2
3) e maka = 1,25 e
Q
fy
dan fcr =
Nn = Ag fcr = Ag fy/
Contoh: y
Nu
b=300
Q tf = 15
y0 = 17,31
z z
150
h = 142,5 tw = 10
L = 4000 mm
T 150.300
y
A = 5.990 mm2
rz = 36,4 mm
Nu = 80 t ry = 75,1 mm
BJ 37: (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa)
1 3 1 b 3 t 3f
J bt f ht 3w ; CW h 3 t 3w ; Q: adalah pusat geser (SC)
3 36 4
J=(300*153+142,5*103)/3= 385.000 mm4;
CW=(0,25*3003*153+142,53*103)/36=71,32*107 mm6
I ps
Ips= A (ry2+rz2+y02) r02 75,12+36,42+17,312=7.264,61 r0 85,23 mm
A
Flens Web
d 150
Tidak ada ketentuan 15
tw 10
335 335
21,62
fy 240
d 335
(= 15) < (= 21,62)
tw fy
Penampang tak-kompak Q=1
z
fy 88 240
cz 0,97
E 200 * 103
Nu 80
= 0,98 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
c Nn 0,85 * 96
y fy 43 240
cy 0,47
E 200 *10 3
Nu 80
= 0,73 < 1 OK (Lihat contoh Komponen Struktur Tekan)
c Nn 0,85 *129
Arah x: (torsi)
Lkx = kcx L = 1,0 * 4000 = 4000 mm
2
E Cw 1
ex = 2
GJ
Kx
I ps
2
200.000 * 71,32 *10 7 1
= 2
80 *103 * 385.000 =710 MPa
4.000 5.990 * 7.264,61
2 2
E 200.000
ey = 2
1.068 MPa
y 432
I pc A ry 2 rz 2 75,12 36,4 2
H= 0,9588
I ps A ry 2 rz 2 y0 2 7.264,61
ex ey 4 ex ey H
e = 1- 1-
2H ( ex ey )2
Contoh:
Tentukan tahanan rencana, Pd, untuk kolom dengan penampang siku tidak sama
kaki 200.100.10 di bawah ini.
10 z’
Pd
z
L = 2000 mm
h’
h
h=195
t2
Q
y
z0 = 58.26 c.g.
14.9° Pd
b
y’ 1 3
c.g.
J bt1 ht 32
3
69.3
t1
1 3 3 3 3
Q CW b t1 h t 2
36
10
y0 = 31.12
Q: shear center
20.1
b=95
A. Data material:
fy = 240 MPa E = 200.000 MPa = 0,3
B. Data penampang 200.100.10
2
A = 2920 mm rz = 21,34 mm
Iz = 1,33 * 106 mm4 ry = 66,72 mm
Iy = 1,3 * 107 mm4 z0 = 58,26 mm
y0 = 31,12 mm
C. Perhitungan G, J, Cw, r0 2
E 200.000
G 7,692 *10 4 MPa
2* 1 2 * 1 0,3
1 1
J * b * t3 h *t3 * 95 *103 195 *10 3 9,667 *10 4 mm 4
3 3
1 1
Cw * b3 * t 3 h3 * t3 * 953 *103 1953 *10 3 2,298 * 108 mm 6
36 36
h' 200
Qs 1,340 1,7 *10 3 * * fy 1,340 1,7 *10 3 * * 240 0,813
t 10
281,25 MPa
Persamaan pangkat tiga untuk menentukan tekuk lentur-torsi:
2 2
2 z0 2 y0
e - ex e - ey e - ez - e e - ey - e e - ez 0
r0 r0
ex * ey * ez
c
H
I pc Iy Iz
H
I ps Iy Iz A * y 02 z02
1 1 2
e2 2S cos 120 o a R a -b
3 3 3
1 1 2 3
e3 2S cos 240 o a Q .a .b - c - a
3 3 3 27
1 1 3
S R T R
3 27
58,26 2 31,12 2
281,25 0,529 * 351,20 0,529 * 3432,81
9270,22 9270,22
a 5, 236 *103
0,529
1 1
S R * 4,850 *10 6 1,271*103
3 3
1 1 3
T *R3 * 4,850 *106 2,055 *10 9
27 27
1 3,788 *109
cos 22,831o
2 * 2,055 *109
22,831o 1
e1 2 *1,271*10 3 * cos * 5,236 *10 3 4265,65 MPa
3 3
22,831o 1
e2 2 *1, 271*103 * cos 120 o * 5,236 *103 193,34 MPa
3 3
22,831o 1
e3 2 *1,271*103 * cos 240o * 5,236 *103 776,63 MPa
3 3
e 193 MPa
fy 240
e 1,11
e 193
1,43 1
*
0,813 1,6 0,67 *1,11* 0,813
1,895
fy 240 ~
Pd Pn 0,85 * A g * 0,85 * 2920 * 31, 4 ton
1,895
H. Kesimpulan
Pd = 31,4 ton (mekanisme yang menentukan: tekuk lentur torsi)
Dari contoh tersebut terlihat bahwa untuk penampang langsing tekuk lentur
torsi dapat menjadi lebih kritis daripada tekuk lentur terhadap sumbu lemah.
Secara umum bila pusat berat tidak sama dengan pusat geser maka tiga persamaan
diferensial akan saling bergantung yaitu persamaan diferensial tekuk lentur
terhadap sumbu lemah z, persamaan diferensial tekuk lentur terhadap sumbu
kuat y, dan persamaan tekuk torsi terhadap pusat geser.
A B
tekan
Tinjau suatu balok profil-I yang dibebani tehadap sumbu kuatnya . Titik-titik pada
potongan A & B dikekang dalam arah lateral, dan flens atas dalam keadaan tertekan
sehingga berpotensi mengalami tekuk. Karena web memberikan kekangan menerus
pada arah vertikal maka kemungkinan terjadinya tekuk flens adalah dalam arah lateral.
Namun, karena sisi tarik berada dalam keadaan yang relatif stabil maka proses tekuk
lentur dalam arah lateral tersebut akan dibarengi dengan proses torsi sehingga terjadi
tekuk torsi lateral.
Secara umum keruntuhan balok disebabkan oleh:
1) Tekuk lokal flens akibat tekan
2) Tekuk lokal web akibat tekan lentur
3) Tekuk torsi lateral
Ketiga penyebab tersebut dapat terjadi pada kondisi elastis ataupun inelastis. Perhatikan
Gambar 1 berikut ini:
(R – 1) p
p
Mp Plastis 1
My 2
Inelastis
3
Momen
Mr
b tf
Elastis M M
tw d
Lb
0 max
Defleksi
Tekuk torsi lateral tidak perlu ditinjau bila balok dibebani terhadap sumbu lemah; namun pengaruh
kelangsingan penampang tetap harus diperhitungkan.
Bila Lb diperbesar Lpd < Lb < Lp maka besar M dapat mencapai Mp namun dengan
kapasitas rotasi yang lebih kecil, R < 3. Lihat kurva 2. Bila Lp < Lb < Lr maka M hanya
dapat mencapai Mr = Sx (fy – fr) < My dengan kapasitas rotasi yang terbatas - kurva 3.
Bila Lb > Lr maka M < Mr dengan kapasitas rotasi yang sangat terbatas – kurva 4.
y dw x
w
dx
x’ Tampak atas
z z’
Mz’
M0
Mx’ dv
dx
y y’
M0 M0
z
-v x
x’ Tampak samping
y Mz’ = M0 cos M0
My’ M0
y’
w z
M0
-v
M0
z’ M0 sin M0
M0 cos M0
x y z
dv dw
x’ 1 dx dx
dv
y’ - 1
dx
dw
z’ - 1
dx -
atau
d2v
E Iz M0
dx 2
sederhanakan diperoleh
2
d4 GJ d 2 M0
- - 0
dx 4 E C w dx 2 E 2 I y C w
atau
d4 d2
4
-2 - 0 ......................................................... (2)
dx dx 2
2
GJ M0
dengan 2 dan 2
E Cw E I y Cw
2
r
2
untuk n = 1 q -
L
2
2
dan -
L2
2 2
GJ M0 GJ
2
2EC w E Iy Cw 2EC w
Bila momen yang bekerja tidak konstan maka persamaan diatas menjadi
2
E
M cr Cb Iy Cw E I y GJ
L L
2
E J 1 L2
atau f cr Cb 2
1 2
* (1~1,5) (buktikan)
Cw 2 1
L
iy
M M
Mp Mp
Momen
Kapasitas Awal
(R – 1) p rotasi (R – 1) y penguatan
perlu regangan
p sh y sh
Gambar 2
Bila Lb < Lr pada Gambar 1, maka sebagian serat tekan akan teregang hingga > y =
fy / E dan M > Mr. Potensi tekuk yang terjadi pada keadaan ini adalah tekuk torsi lateral
inelastis. Meskipun kekakuan torsi tidak terlalu terpengaruh oleh tegangan sisa, namun
tahanan flens tekan sangat terpengaruh oleh tegangan sisa tersebut. Dalam keadaan ini
tahanan momen elastis maksimum Mr menjadi,
Mr = Sx (fyf – fr)
2
M0 Mp E Cw Iy
L2b
untuk Mp = Zx fy
Cw = If (d – tf)2 / 2 = Iy (d – tf)2 / 4
A d - tf
namun dalam kasus ini diambil 1,5 sehingga
Zx
2
Lb * 200.000 * 1,5 1200
iy 2f y fy
Bila dikehendaki suatu kapasitas rotasi yang lebih besar (1 < R < 3) maka nilai E pada
persamaan diatas direduksi menjadi 42,5% untuk mendapatkan
Lp 790
iy f yf
Bila diinginkan suatu kapasitas rotasi R yang lebih besar lagi untuk keperluan analisis
plastis dimana R 3 maka nilai E direduksi menjadi 25% atau 60 E/fy (untuk fy = 240
MPa) sehingga diperoleh
L pd 2
E 9500
60 1,5 untuk kasus momen konstan.
iy 2 f y2 fy
Untuk kasus dengan momen gradien, percobaan menunjukan bahwa persamaan diatas
menjadi
L pd 25000 15000 M1 M 2
iy fy
Untuk perencanaan sendi plastis pada daerah gempa besar dimana diperlukan R = 7 ~ 9
L ps 8500
maka reduksi E dapat dilakukan menjadi 20% untuk memperoleh untuk
iy fy
kasus momen konstan.
2
E2
M cr Mr S x f yf - f r Iy Cw GJ I y E
Lr L2r
2 L4r
atau S 2x f yf - f r 2
- GJ I y E L2r - 2
E2 Iy Cw 0
1 4 GJ I y E 2 4
E 2 I y Cw
atau Lr - 2
L2r - 2
0
2 2 S 2x f yf - f r 2 S 2x f yf - f r
2
2 2 4
2
GJ I y E GJ I y E E2 Iy Cw
L r 2 2 2
2 S 2x f yf - f r 2 S 2x f yf - f r S 2x f yf - f r
E
karena I y A i 2y dan G maka
21
2 2 2
Lr E JA Cw 2
4 S 2x f y - f r 1
1 1 41
iy 2 S x f yf - f r 1 i 2y J 2
E 2
JA
Lr
atau X1* 1 1 X *2
iy
2
E JA Cw
dimana X1* ; X *2 41 .
2 S x f yf - f r 1 i 2y J X 1*
Hubungan antara panjang bentang tak terkekang (Lb) terhadap tahanan lentur balok
diperlihatkan pada Gambar 3 berikut ini,
Teori
W16 x 26
Mp Perencanaan
M
0.5 M
Cb = 1.3
Mr
M M
0,5 Mp
Cb = 1.0
I II III
Plastis Inelastis Elastis
Lps Lpd Lp Lr Lb
0 8 16 24
Gambar 3
dimana b= 0,9
Mn adalah tahanan lentur nominal
Mu adalah momen batas atau terfaktor
Mp
Tahanan Lentur Nominal, Mn
Mr
0 Lps Lpd Lp Lr
Gambar 4
L ps 8500
iy fy
L pd 25.000 15.000 M1 M 2
iy fy
Lp 790
iy f yf
Lr - Lb Lb - Lp
Mn Cb Mp Mr Mp
Lr - Lp Lr - Lp
dimana
12,5 M max
Cb
2,5 M max 3 MA 4 MB 3 MC
dan
Lr
X1* 1 1 X *2
iy
2
* 315.000 JA * Cw
X 1 ; X 2 41
S x f yf - f r 1 i 2y J X 1*
dan
Mr S x f yf - f r
r - - p
M n1 Mp Mr Mp
r - p r - p
Lr - Lb Lb - Lp
Mn2 Cb Mp Mr Mp
Lr - Lp Lr - Lp
Mn = min {Mn1, Mn2}
2
E
Mn Cb Iy Cw E I y GJ
Lb Lb
Perencanaan bresing
Bresing direncanakan terhadap gaya axial sebesar N = 0,02 P dimana P adalah gaya
axial yang bekerja pada komponen struktur tekan yang dikekang.
Struktur balok pelat berdinding penuh pada kasus tertentu dapat memberikan efisiensi
yang lebih baik dan untuk bentang antara 20 ~ 50 meter dapat menjadi lebih ekonomis.
1) Keadaan batas tekuk torsi lateral (penampang kompak).
Mn
Mp
C b=1
Mr
Lb
=
iy
790 Lr
p = r =
iy
yf
kompak
Mr
bf / 2
=
tf
170 420
p = r =
yf yf 115 k e
Mn
tak kompak langsing
Mp (Balok pelat berdinding penuh)
kompak 5250 a
bila 1,5
Mr yf
h
= h/t
1680 2550
p = r =
y y
95000 a
bila 1,5
yf yf 115 h
Tahanan lentur dan geser balok pelat berdinding penuh sangat bergantung pada pelat
web. Pelat web yang terlalu langsing dapat bermasalah:
1) Tekuk lentur pada web akan mengurangi tahanan lentur elastis penampang;
2) Tekuk lokal flens pada arah vertikal;
3) Tekuk web karena geser.
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Pada balok pelat berdinding penuh umumnya dijumpai pengaku vertikal untuk
meningkatkan tahanan geser pelat web.
Tekuk lateral
Tekuk torsi
Tekuk vertikal
h h h
d h d
f
2 dx
Af f
Af f
d h/2
d
dx = d
h/2
Af Af f
f
Af f Af f
Af f d
sendi
bebas
h
sendi
dx
dimana Aw = h tw
Bila pada pelat flens diperhitungkan adanya tegangan sisa r dan f = yf maka
f = ( r+ yf)/E
2
h E2 Aw
sehingga
tw 24 1 - 2
Af yf yf r
web tekan
h
tw
sendi sendi h
44
39.6
= 100
36
= 10
=3
28
= 0 (sendi)
23.9
a/h
7.158.000
dan cr = 2
untuk k = 39,6 (jepit-jepit)
h/ tw
h 6.450.000 2550
tw cr cr
h / tw
2550
y
Bila pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens tidak ditinjau, dan hanya
memperhatikan kelangsingan web saja maka hubungan Mn/My versus = h/tw untuk BJ
37 diperlihatkan secara skematis berikut ini,
y daerah perencanaan
Mn balok pelat minimum
y
My
1,0
tekuk lentur web
Penguatan
regangan 2550 Tekuk vertikal flens
BJ 37
cr
= h/tw
Bila pengaruh tekuk lentur web diperhitungkan dalam menghitung tahanan lentur balok
pelat maka
Mn
1 ( r ) r
My
Aw
dimana ar = 10
A fc
h
tw
5250 a
bila 1,5
yf
h
95000 a
bila 1,5
yf ( yf 115) h
My = S x y
Sehingga diperoleh,
ar h 2550
Mn = Sx y 1
1200 300 a r t w yf
Persamaan tersebut berlaku tanpa mempertimbangkan tekuk torsi lateral dan tekuk lokal
flens. Bila hal tersebut diperhitungkan maka kuat leleh harus diganti dengan kuat kritis
akibat pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk lokal flens, sehingga didapat
ar h 2550
Mn = Sx cr 1
1200 300 a r t w yf
= Sx cr RPG
dimana
cr ditentukan dengan memperhatikan pengaruh tekuk torsi lateral dan tekuk
lokal flens tekan.
ar h 2550
RPG = 1- 1,0
1200 300 a r t w yf
Aw
ar = 10
A fc
Jadi dengan adanya pengaruh tekuk lentur pada web, tahanan lentur balok pelat sama
dengan kuat kritisnya dikalikan modulus penampang terkoreksi akibat tekuk lentur pada
web. Pada balok pelat hibrida dimana pada umumnya kuat leleh web lebih rendah
daripada kuat leleh flens maka faktor koreksi akibat perbedaan kuat leleh tersebut
diperhitungkan dalam perhitungan tahanan lentur balok pelat, sehingga
Mn = Sx cr RPG Re
yw
m =
yfc
304.000 k
diperoleh C =
(h / t w ) 2 yw
sehingga
cr ,inel
C v ,inel 0,8 C ,e
yw
304.000 k
= 0,8
(h / t w ) 2 yw
490 k
=
h / tw yw
h k
490
tw yw
h k
610
tw yw
cr
C= 490 k
y C , inel =
1,0 h / tw yw
0,8 304.000 k
C , el=
(h / t w )2 yw
h/tw
k k
490 610
yw yw
=C y Aw = C (0,6 yw)Aw
= 0,54 C yw Aw
dengan
h kv
C =1 bila 490 (web leleh)
tw yw
490 k k h k
C = bila 490 610 (tekuk web inelastis)
h / tw yw yw tw yw
304.000 k h k
Cv = 2
bila 610 (tekuk web elastis)
(h/t w ) yw tw yw
h
Catatan: Bila 260 maka pengaku vertikal harus senantiasa terpasang.
tw
Mekanisme rangka batang tersebut yang terjadi pada pasca tekuk dinamakan aksi
medan tarik (tension-field action) karena tarikan-tarikan dipikul oleh pelat web
sedangkan tekanan-tekanan dipikul oleh pengaku vertikal.
Kurva Cv vs h/tw dengan memperhatikan tahanan pasca tekuk adalah sebagai berikut:
cr
C= penguatan regangan
y
perlu pengaku
dapat tanpa vertikal
pengaku vertikal
1,0
Pasca tekuk -
0,8 Aksi Medan Tarik
(perlu pengaku vertikal)
Tanpa tekuk
akibat geser
h/tw
260
k
610
k yw
490
yw
Tahanan geser Vn yang disumbangkan oleh tahanan tekuk, Vcr, dan tahanan medan
tarik, Vtf, adalah sebagai berikut:
Vn = Vcr + Vtf
dimana Vcr = Cv y Aw sedangkan Vtf didapat berikut ini.
T
Vtf
h cos
t
tw h
t
h a tan
T
h
S Vtf
a tan
S h - a tan cos
h cos - a sin
T t tw S
h
t tw sin 2 - a sin 2
2
Bila diberikan h dan a maka sudut akan menjadi demikian sehingga Vtf maximum
atau
d Vtf
0 h cos 2 - 2a sin cos
d
h cos 2 - a sin 2
h 1
atau tan 2
a a
h 1 a 2
h
1
1
sin 2 2
2
1 a a/h
h
a
1 - cos 2 1 h
sin 2 1-
2 2 a
2
1
h
a/2 a/2 a
PS
a sin
t
Vtf
Vtf
2
Fw 2 h/2
Fw
Ff + Ff Ff
a
1
t t w a sin 2
2
Dari kesetimbangan momen diperoleh
h Vtf
Ff - a 0
2 2
h
atau Vtf Ff
a
1
t h t w sin 2
2
1 1
t h tw
2 a
2
1
h
Teori keruntuhan berdasarkan energi distorsi memberikan (untuk kasus dua dimensi):
2 2 2
1 2 - 1 2 y ........................................................................... (3)
1
y
1 1
B
1= - 2 = cr 3
y/ 3 tan =
(geser murni)
A 1
- y
3
2
- y/ 3 y
= 3 -1
- y
t
t
cr
cr cr
cr
cr
t
1 t cr
2
1
2 cr
1 y 3 -1 2
atau t cr y - 3 -1 cr
t y - 3 cr
t cr cr
maka 1- 3 1- 1- CV
y y y
dan t 1 - CV y
1 1
Cv y Aw 1- Cv yw Aw
2 a
2
1
h
3 1- Cv
y A w Cv
2
2 1 a
h
1- Cv
Vn 0,6 yw Aw Cv
2
1,15 1 a
h
a
1 h
1- Cv yw tw a 1-
2 a
2
1
h
bila a/h dianggap 1 maka
Ps 0,15 yw 1- Cv a tw
di peraturan di syaratkan
yw Vu
A st 0,15 D h t w 1 - C v - 18 t 2w 0
yst v Vn
Mu
Mn
A
1,0
0,75 B
Vu
0,6 1 Vn
0,75 M n M Mn
dan < u <
Vu Vu Vu
Vu Vu Vu
.................................................................... (5)
Mn Mu 0,75 M n
Vn Vu Vn Vn
0,6 0,75 M n
Mn Mn Mu
Vu
Mu
Vn Vu
0,6 Vn
Mu 0,75 M n
Mn
Persamaan (4)
Persamaan (5)
Persamaan (6)
Vn Vu Vn
atau bila 0,6 .......................................................... (6)
Mn Mu 0,75 M n
maka persamaan interaksi geser-lentur berikut harus dipenuhi,
Mu Vu
0,625 1,375
Mn Vn
dimana = 0,9
Mn & Vn masing-masing adalah tahanan lentur dan geser nominal balok pelat
berdinding penuh.
Mu & Vu masing-masing adalah momen dan geser terfaktor yang bekerja pada
balok pelat berdinding penuh.
Balok Biasa
Suatu balok pelat akan menjadi balok biasa bila pengaku vertikalnya dihapuskan.
Penghapusan tersebut dilakukan bila h/tw 260 dan bila persyaratan berikut dipenuhi.
Dalam kasus tanpa pengaku vertikal nilai kv = 5.
1. Rezim penguatan regangan
h kv 1100
490
tw yw yw
Vn 0,6 yw Aw Cv
1100
Cv
h
tw yw
Vn 0,6 yw Aw Cv
1.520.000
Cv 2
h
tw yw
dan 2) Vn 0,6 yw A w Cv
Vu
dan bila C v 0,6 yw A w maka diperlukan sumbangan dari aksi medan tarik
Vu 1- Cv
0,6 yw A w Cv
2
1,15 1 a
h
2
a 260
Aksi medan tarik hanya boleh dipertimbangkan bila min , 3 . Bila
h h tw
5
persyaratan tersebut tidak dipenuhi maka nilai Cv dihitung dengan kv = 5 + ; bila
(a / h ) 2
(a / h ) 3 maka kv = 5. Aksi medan tarik tidak boleh digunakan pada panel ujung atau
panel yang berdekatan dengan panel berlubang, semua pada panel balok hibrida, panel
pada web-tapered. Tahanan geser dihitung sebagai Vn C v 0,6 yw Aw .
Flens tekan
Las intermiten
tw
Flens tarik
6 tw maksimum
4 tw minimum
a a
a h 5250
a) Bila 1,5 maka
h tw yf
a h 95.000
b) Bila 1,5 maka
h tw 115
yf yf
dimana:
a adalah jarak bersih antar pengaku vertikal
h adalah jarak bersih seperti ditunjukkan sketsa berikut
h h h
2000
r
yf
C PG 1.970.000 C b
12,5 M max
Cb
2,5 M max 3 MA 4 MB 3M C
A B C
Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4 Lb / 4
Mmax
rT adalah jari-jari girasi dari pelat sayap tekan + 1/3 dari pelat badan tertekan
terhadap sumbu T.
T
1/6 h
Lb adalah jarak terbesar dari titik-titik yang tidak dikekang secara lateral pada suatu
balok.
ke
r 600
yf
CPG = 180.000 ke
Cb = 1
4
dimana k e dan 0,35 ke 0,763
h tw
1 - p
p < < r maka cr Cb yc 1- yc
2 r - p
C PG
> r maka cr 2
Kuat kritis, cr, diambil untuk kedua kasus pada (a) dan (b), dan diambil nilai terkecil.
dimana:
ar h c 2550
R PG 1 - - 1,0
1200 300 a r t w cr
Aw
ar 10 , adalah perbandingan luas penampang pelat badan terhadap luas
A fc
penampang pelat sayap tekan
yw yw
m max ,
yc cr
h kv
a. Untuk 490
tw yw
Vd v Vn 0,9 0,6 A w yw
h kv
b. Untuk 490
tw yw
1- Cv
Vd v Vn 0,9 0,6 A w yw * Cv 2
1,15 1 a
h
cr
dimana C v dihitung sebagai berikut:
y
kv h kv
Bila 490 610
yw tw yw
490 k v yw
Cv
h tw
h kv
Bila 610
tw yw
kv yw
Cv 304.000 2
h tw
5
Nilai kv ditentukan dengan k v 5 2
.
a
h
Pengaku Vertikal
Pengaku vertikal tidak diperlukan bila
h
a) 260
tw
dan b) Vu 0,6 v yw Aw Cv
5
dimana Cv ditentukan dengan kv = 5 + dan v = 0,9.
(a / h ) 2
a a
tw
I a tw3 j
2,5
j 2 -2 0,5
a a a
h
tw
Bila direncanakan untuk aksi medan tarik, luas pengaku vertikal Ast ditentukan sebagai
berikut:
yw 2
A st 0,15 D h t w 1 - C v - 18 t w 0
y st
dimana:
y st adalah kuat leleh pengaku vertikal
Namun demikian, pengaku vertikal dapat dipasang atau dipertahankan atau bahkan
ditambah untuk meningkatkan kv dalam upaya menaikkan tahanan geser.
Balok Pelat Berdinding Penuh Sindur P. Mangkoesoebroto 21
1 untuk sepasang pengaku vertikal
D 1,8 untuk satu pengaku vertikal siku
2, 4 untuk satu pengaku vertikal pelat
3 Mu w
Tinggi Optimum, h 3 cr y
2 cr
M 2u
3 18 2 2
mm 2
w
M 2u N
At 7,84 *10 -5 3 18 2 2
w mm
= L b /rT = b c /(2t c )
p = 790/ f yc p = 170/ f yc
= 2000/ f yc 4
r 0,35 < k e = 0,763
w
12,5 M max
Cb
2,5 M max + 3M A + 4M B + 3M C r = 600 k e /f yc
C PG = 1.970.000 C b C PG = 180.000k e
Cb 1
bc 3 Mu w
h=3
Ac tc 2 f cr
kb
tw
hc/2
At = bt tt
d h h x x
Aw Ac = bc tc
ycg tw = h/ w
kb
At tt Aw = tw h = h2/ w
bt a = h
d = h + tt + tc
Catatan:
2
E J 1 L2
1. f cr Cb 2
1 2
Cw 2 1
L
iy
J 1.970.000 C b
Bila 0 untuk kasus tekuk torsi lateral elastis maka f cr 2
.
Cw
L
iy
Lr 2 * 1.970.000 2.000
Bila fcr=fr=fy/2 dan Cb=1 maka r .
iy fy fy
2
f cr 1 1 180.000 k e
2
Ek 2 2
.
fy c 12 1 2
fy b/t fy b t
Md = b Mn
t revise
Mu Md
y
Untuk panel-panel ujung, panel
dekat lubang, panel balok
hibrida, web-tapered TFA=0;
untuk lainnya TFA=1.
Bila >3, TFA=0, kv=5; bila
3, k v= kv+5/ 2
y 95.000 t y
5250 1,5 = a/h
1,5
w w
f yc f yc (f yc 115)
t t
revise
kv y
w > 490
f yw
Call CV
t
0
TFA
Cv=1
revise
1
t
aksi medan tarik
2 (perlu pengaku)
2 (260/
Vd = 0,9 . 0,6 . Cv f yw h / w)
Vu Vd w t
tanpa aksi medan tarik
y TFA=0 y 2
Vd = 0,9 . 0,6 . f yw h / w *
Call pengaku
y
Call PIGL Vu Vd 1- C V
CV +
2
stop 1,15 1 +
Call pengaku
t
stop revise
0,6Vn Vu Vn t
return
Mn Mu 0,75M n
t Mu V
revise + 0,625 u 1,375
Md Vd
return
Subroutine Pengaku
t 0 t kv
w 260 TFA w < 490
fyw
y 1
y
2
f V h
Ast = yw 2
0,15 D h / w (1- C v ) u - 18 y No need of vertical
f yst Vd w kv=5 stiffener
t
(no requirement on Ast only on I )
(no requirement on Ast 2,5 y
j= 2
-2 j < 0,5 j = 0,5
only on I )
t 3
I h 4 j/ w return
< p > r C PG
return fcr = fyc (langsing)
fcr = 2 return
(kompak)
p< < r
(non-kompak)
- p
f cr = C b f yc 1 - 12 f yc
r - p
return
Subroutine Cv :
490 k v 610 k v f
w fyw w
yw (k v / f yw )
return Cv = 1,0 w
Cv = 304.000 2
w
490 k v f w 610 k v f
yw yw
return
k v / fyw
Cv = 490
w
return
Pendahuluan
Dalam perencanaan elastis struktur rangka (frame dan gable frame) yang menjadi dasar
perhitungan tahanan struktur adalah kapasitas tahanan penampang pada lokasi dimana
terjadi gaya-gaya-dalam maksimum atau lokasi kritis. Sedangkan dalam perencanaan
plastis, tahanan struktur ditentukan oleh tahanan seluruh struktur pada saat terjadinya
mekanisme; pada saat mana penambahan beban tidak lagi dimungkinkan mengingat
deformasi yang terjadi telah menjadi terlalu besar.
Profil yang umum digunakan dalam perencanaan plastis adalah bentuk IWF atau H yang
masuk dalam kategori kompak dan dimaksudkan agar penampang komponen struktur
dapat mencapai tahanan plastisnya tanpa mengalami local buckling dengan kapasitas rotasi
yang cukup besar, R=3~7. Selanjutnya, untuk menjamin terpenuhinya kapasitas rotasi
tersebut maka disetiap lokasi terbentuknya sendi plastis kedua flens harus terkekang secara
lateral. Disamping itu, panjang bentang tak-terkekang maksimum Lb, adalah sesuai dengan
pasal 7.5.2 SNI 03 1729-2000, Lb Lpd.
Perlu diperhatikan pula peryaratan perencanaan sambungan rangka kaku (rigid frame knee)
untuk menjamin terbentuknya sendi plastis. Sambungan harus mempunyai tahanan yang
lebih tinggi daripada komponen struktur yang dihubungkan padanya. Hal ini ditunjukkan
oleh nilai indeks keandalan, untuk komponen struktur adalah =3 sedangkan untuk
sambungan 4,5. Selanjutnya diharapkan sendi plastis terbentuk di luar daerah sambungan
yaitu disalah satu ujung komponen struktur yang terhubung pada sambungan. Menurut SNI
1729 2000, pada pasal 15.7.2.1 disebutkan bahwa untuk perencanaan sambungan balok-ke-
kolom pada Sistem Pemikul Beban Gempa maka rotasi inelastis sekurang-kurangnya harus
dapat mencapai 0,03 radian.
Perencanaan sambungan balok-ke-kolom dan daerah panel untuk Sistem Rangka Pemikul
Momen Khusus harus selalu memperhatikan pasal 15.7 pada SNI 1729 2000. Lihat juga
materi kuliah Beban Terpusat Pada Balok sebagai referensi perencanaan daerah panel dan
pengaku yang diperlukan.
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 1
Irwan Kurniawan
Beberapa mekanisme yang mungkin terjadi pada struktur rangka adalah:
1. Mekanisme balok;
2. Mekanisme panel;
3. Mekanisme join;
4. Mekanisme gable;
5. Mekanisme kombinasi.
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 2
Irwan Kurniawan
(e) Mekanisme kombinasi
Contoh 1
Mekanisme keruntuhan diperlihatkan dalam gambar dibawah. Lokasi sendi plastis
diasumsikan, dan dari hubungan geometri dapat ditentukan sudut . Kerja eksternal yang
dilakukan oleh beban luar sama dengan energi regangan internal akibat momen-momen
plastis yang bekerja membentuk rotasinya masing-masing.
L/2 Wn Wn
L L
L
Wn Mp( 2 )
2
8M p
Wn
L
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 3
Irwan Kurniawan
Contoh 2
Wn
0,5Wn
2 3
h 2
1 4
Mekanisme 1 Mekanisme 2
(a) Mekanisme 1
0,5 Wn h Mp ( )
4M p
Wn
h
(b) Mekanisme 2
L
0,5 Wn h Wn M p (2 2 )
2
8M p 4M p 2
Wn
L h h L
h 1
Contoh 3
Wn Wn
0,5Wn 4 2,25 m
3 5
2 6
4,5 m
1 7
9m
Mekanisme 1
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 4
Irwan Kurniawan
4
3 0
2
3 5 3
2 3
2
5 6 6
2 4,5
2
1 7
Mekanisme 2
18
x
4
4
3 5
2 3 6 6
3 3
4,5
4 4
1
Mekanisme 3 7
a. Mekanisme 1
0,5 Wn 4,5 M p .2
Mp 1,125 Wn
b. Mekanisme 2
Untuk membahas mekanisme yang lebih kompleks ini, digunakan konsep pusat sesaat
(instantaneous center). Bila sendi plastis terbentuk pada titik 5 dan 6, maka ada tiga
benda rigid, yang berotasi pada saat struktur tersebut mulai bergerak. Segmen 1-2-3-4-
5 berotasi terhadap titik 1; segmen 6-7 berotasi terhadap titik 7; segmen 5-6 berotasi
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 5
Irwan Kurniawan
dan bertranslasi yang besarnya ditentukan oleh gerakan titik 5 dan 6 pada segmen-
segmen kaku di dekatnya. Bila benda tersebut kaku, titik 5 tegak lurus terhadap garis
1-5, dan titik 6 tegak lurus terhadap garis 6-7. Dengan demikian titik 5 dan 6 dapat
dianggap berotasi terhadap titik 0, perpotongan dari garis 1-5 dan garis 6-7; yakni pusat
sesaatnya.
Langkah pertama dalam metode energi yang menggunakan pusat sesaat adalah
menentukan lokasi titik pusat sesaat; karena titik 5 adalah 6,75 m ke arah horisontal
dan 5,625 m kearah vertikal dari titik 1, sedang jarak vertikal ke titik 0 dari titik 7
adalah:
x 5,625
; x 7,5 m
9 6,75
Selanjutnya, sudut acuan ditentukan seperti terlihat dalam gambar diatas (Mekanisme
2). Dengan perbandingan, sudut rotasi terhadap titik 0 adalah 3 2. Segmen benda kaku
5-6 berotasi melalui sudut 3 2 ini. Dengan proporsi inversi sebagai jarak 0-5 adalah ke
1-5, rotasi benda kaku 1-2-3-4-5 terhadap titik 1 adalah:
1
4 ,
3 3 2
2
4
3
2
2 2
3
2,5
2
Untuk menghitung kerja eksternal yang dilakukan oleh beban-beban luar, perlu
dihitung perpindahan vertikal pada titik 3 dan 5, dan perpindahan horisontal pada titik
2.
Perpindahan vertikal titik 3 sama dengan sudut rotasi kali proyeksi horisontal titik 2 ke
3. Beban pada titik 3 bergerak secara vertikal menempuh jarak:
(2,25) 1,125 .
2
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 6
Irwan Kurniawan
Beban pada titik 5 bergerak vertikal sejarak:
(6,75) 3,375
2
(4,5) 2,25
2
Maka, persamaan energi selengkapnya menjadi:
c. Mekanisme 3
Pusat sesaat ditentukan dengan memotongkan garis 1-3 dengan garis 6-7:
x 5,625
; x 22,5 m
9 2,25
Bila didefinisikan pada gambar diatas (Mekanisme 3), sudut rotasi terhadap titik 0
adalah /4, karena jarak 0-6 adalah empat kali jarak 6-7. Karena jarak 0-3 adalah tiga
kali jarak 3-1, sudut 3-1-3 adalah 3 /4 (3 kali sudut rotasi terhadap 0).
3 6,75
Beban pada 2, 0,5 Wn 4,5 Wn
4 4
3 6,75
Beban pada 3, Wn 2,25 Wn
4 4
2,25
Beban pada 5, Wn 2,25 Wn
4 4
3
Momen pada 3, Mp Mp
4 4
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 7
Irwan Kurniawan
5
Momen pada 6, Mp Mp
4 4
15,75 9
Wn Mp
4 4
15,75
Mp Wn 1,75 Wn Menentukan
9
7.5.1 Penerapan
7.5.2 Batasan
Bila metode plastis digunakan, semua persyaratan dibawah ini harus dipenuhi,
yaitu:
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 8
Irwan Kurniawan
d) Parameter kelangsingan kolom tidak boleh melebihi 1,5 kc. Nilai kc
c
(i) Untuk profil I simetris tunggal dan simetris ganda dengan lebar
pelat sayap tekan sama dengan atau lebih besar daripada lebar pelat
sayap tarik dan dibebani pada bidang pelat sayap
M1
25.000 15.000 ry
M2
Lpd = (7.5-1)
fy
Keterangan:
M1
35.000 21.000 ry
M2 21.000 ry
Lpd = (7.5-2)
fy fy
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 9
Irwan Kurniawan
7.5.3 Anggapan analisis
Gaya gaya-dalam ditetapkan menggunakan analisis plastis kaku.
Dalam analisis plastis harus dapat dianggap bahwa sambungan-sambungan dapat
memobilisasikan kekuatan penuhnya atau sebagian dari kekuatan penuhnya, selama
kekuatan sambungan-sambungan tersebut direncanakan untuk tujuan ini, dan
selama:
a) untuk sambungan dengan kekuatan penuh, yang kapasitas momen
sambungannya tidak kurang dari kapasitas momen penampang komponen-
komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga kapasitas rotasi sambungan pada setiap sendi plastis tidak terlampaui
pada saat terjadinya mekanisme;
b) untuk sambungan dengan sebagian dari kekuatan penuhnya, yang kapasitas
momen sambungannya dapat lebih kecil daripada kapasitas momen komponen-
komponen struktur yang disambung, perilaku sambungan harus sedemikian rupa
sehingga memungkinkan terjadinya semua sendi plastis yang diperlukan untuk
terjadinya mekanisme, sedemikian rupa sehingga kapasitas rotasi sambungan
pada setiap sendi plastis tidak terlampaui.
Perencanaan Plastis
Rangka Sederhana
Sindur P. Mangkoesoebroto 10
Irwan Kurniawan
KOMBINASI LENTUR DAN TEKAN
Perhatikan balok diatas dua tumpuan dengan beban terdistribusi, momen-momen dan
gaya-gaya aksial dikedua ujungnya, berikut ini,
M1 M2
q
x
P P
Mx
V X
1 Mx
Kelengkungan -
EI
1
dan M x Mp Ms Mp P.v - EI
1 v ii
3
2 2
1 vi
1
untuk v i 1 maka v ii dan diperoleh
P Mp
v ii v -
EI EI
ii
iv P ii Mp
atau v v -
EI EI
ii
ii Mx iv Mx
Karena v - v - maka
EI EI
ii ii
Mx P Mx Mp
- - -
EI EI EI EI
P d2M x
dimana k2 dan q x -
EI dx 2
P
dimana k
EI
Kasus 1:
M1 M2
M2 M1
P P X
M 2 - M1
Mp M1 x
L
Mpii = 0
x=0 Mx = M1 = B
x=L Mx = M2 = A sin kL + B cos kL
M 2 - M1 cos kL
A
sin kL
sin kx
dan Mx M 2 - M1 cos kL M1 cos kx
sin kL
dM x
Supaya Mx menjadi maximum maka 0
dx
dM x cos kx
atau M 2 - M1 cos kL k - k M1 sin kx 0
dx sin kL
M 2 - M1 cos kL
tan kx
M 1 sin kL
2 2
M 2 - M 1 cos kL M 1 sin 2 kL M2 - M1 cos kL
kx
M1 sin kL
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 2
M 2 - M1 cos kL
sin kx
2 2
M 2 - M 1 cos kL M1 sin 2 kL
M 1 sin kL
cos kx
2 2
M 2 - M1 cos kL M1 sin 2 kL
M 2 - M1 cos kL M 2 - M 1 cos kL
Jadi M x max
sin kL M 2 - M1 cos kL
2 2
M 1 sin 2 kL
M1 sin kL
M1
2 2
M 2 - M 1 cos kL M1 sin 2 kL
1 2 2
M 2 - M1 cos kL M1 sin 2 kL
sin kL
1 2 2
M 2 - 2 M 1 M 2 cos kL M 1
sin kL
2
M1 M1
M x max M2 1- 2 cos kL sin 2 kL ..................... (1)
M2 M2
M2
Bila M1 = 0 maka M x max
sin kL
M2
P X
P
M2
Mp
P.v
Ms
P
Bila sin kL = 0 kL L n n 1, 2,
EI
2
EI
P 2
n 1
L
Mx max
Mp M
P.v
Ms
2 1 - cos kL 2
M M
1 - cos 2 kL 1 cos kL
1
M M sec kL 2 ........................ (2b)
cos kL 2
kL
Pada saat tekuk n 1 M x max
2 2
Kasus 2:
q
P x
P
Jadi 0 + k2 (Cx + D) = -q
C = 0 ; D = -q/k2
Mxk = -q/k2
q
A 2
1 - cos kL
k sin kL
dM x q 1 - cos kL q
0 cos kx - sin kx
dx k sin kL k
1 - cos kL
tan kx
sin kL
1 - cos kL
sin kx
2
1 - cos kL sin 2 kL
sin kL
cos kx
2
1 - cos kL sin 2 kL
1 2 8
M x max qL 2
( sec kL / 2 - 1 )
8 kL
Perbesaran Momen
P x
P PO
V
SO
V
~ PO
Mp
dianggap bentuk sinus
P.v P( PO SO )
Ms
SO
R R
L2 L2 x
R M s dx P po so sin dx
o o L
L x L2
-P po so cos
L 0
L
P po so
Lendutan so adalah:
LL L2 L
EI so P po so - Ms - x dx
2 o 2
LL L2 L x x
P po so -P po so * sin - x sin dx
2 o 2 L L
L2 L L L2 x
P po so - x sin dx
2 2 o L
L2 x L2
P po so 2
sin
L 0
L2
P 2 po so
P P
atau so po so 2 po so
EI L2 Pe
2 P
dimana Pe EI L2 dan
Pe
atau so po
1-
1
jadi v po so po po po
1- 1-
P po
M po
1-
P PL2 2
dimana 2 2
Pe EI E
P po 1
atau M x max M po 1
M po 1-
2
EI po 1
M po 1 2
L M po 1-
2
EI po 1
M po 1 2
-1
L M po 1-
2
EI po 1
dimana B1* = 1 2
-1
L M po 1-
C*m
=
1-
2
EI
C*m = 1 +
po
dan 2
-1 1
L M po
2
EI po
dan 2
-1
L M po
Mx max M2
M1
Mx max
ME ME
L/2 L/2
2
M2 M1 M1
Jadi dari Persamaan (1) dan (2) M x max 1- 2 cos kL
sin kL M2 M2
ME ME
2 ( 1 - cos kL )
sin kL cos kL/2
2
M1 M1
1- 2 cos kL
M2 M2
ME M2
2 ( 1 - cos k L )
2
EI 1
dimana B1* = 1
po
2
-1
L M po 1-
Lendutan orde pertama ditengah bentang akibat momen ME, po, ditentukan sebagai
berikut:
ME ME
ME L ME L
2 2
L L L L
EI po = ME - ME M E L2 / 8
2 2 2 4
2
1 1 0,2337
Sehingga B1* = 1 -1
8 1- 1-
2
P PL2 k 2 L2 kL 2
= 2 2
kL
Pe EI
ME 1 0,2337
Jadi Mx max = ~ ME
cos kL/2 1-
2
M1 M1
1 2 cos kL
M2 M2 1 0,2337
= M2 *
2 (1 - cos kL) 1-
Cm
= M2 M 2 B1
1-
2
M1 M1
1 2 cos kL
M2 M2
dimana Cm = * 1 0,2337 .................. (4)
2 (1 - cos kL)
C*m
Cm
B1
1-
Cm
dan ketelitiannya diperlihatkan berikut ini untuk nilai :
1
)
M1
M1
M2 M1
- 0,5
M2
M1
/ C2 = - 1m(/
M
M2
Pu
a m
M2
xM
M1 M1
> 0 untuk kelengkungan tunggal - 0,8
M2 M2
M1
M2
=Pu/Pe
Cm* Cm*
Kasus
(Momen positif) (Momen negatif)
M M
P P
1 1+ 0,2 -
+
Mm
w
P P
2 1,0 -
+
L Mm
2
Q
3 P P 1- 0,2 - +
P w P Mm
4 1- 0,3 1- 0,4 + -
P w P Mm
5 1- 0,4 1- 0,4 +
- -
L Mm
6 P 2 Q P 1- 0,4 1- 0,3 +
-
L Mm
7 P 2 Q P 1- 0,6 1- 0,2 +
- -
Pu
Catatan:
Pe
Kurva persamaan interaksi untuk profil-I tertentu tanpa goyangan dengan fy = 230 MPa,
fr = 70 MPa, dan terlentur terhadap sumbu kuat adalah seperti berikut ini.
1.0
M2 P M M2
P
M
0= L 40
0.8 L 60 L
20 rx
40 M P 0.5 M
Pu 0.6 P 0= L
60
80 80 rx
Py 100 100
0.4
120 120
0.2
0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0
Mu / Mp Mu / Mp
(M1 / M2 = 1) (M1 / M2 = -0.5)
Pu Mu Cm
1
Pn Mn 1-
Pu Mu
1,0
Py 1,18 M p
Mu
dan 1,0
Mp
dimana Py Ag y
1,0
Solusi eksak
Pu Mu
1,0
Py 1,18 M p
Pu
0,5
Py
x x
L
0
rx
Pu 1
1-
Py 1,18
0 0,5 1,0
Mu Mp
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 1.
Pu ME
1
Pn Mp 1-
P Solusi eksak
M
Pu M ui
M 1,0
Pn M p 1 - Pu Pe
P C m 1,0
L
Pu 40
0,5 80 rx
Pn
120
x x
0 0,5
M ui M p
Perbandingan antara solusi eksak (termasuk tegangan sisa) dengan pendekatan Kasus 2.
Pu C m M ui
1
Pn M n 1 - Pu / Pe
Pu
1) Untuk 0,2
c Pn
Pu 8 M ux M uy
1,0
c Pn 9 b M nx b M ny
Pu
2) Untuk 0,2
c Pn
Pu M ux M uy
1,0
2 c Pn b M nx b M ny
Cm
B1 1,0
1 - Pu / Pe1
a) Untuk komponen struktur pada rangka tak bergoyang dengan beban transversal
diantara kedua tumpuannya,
Pu
Cm=coef x C*m dan C*m = 1 1
Pe 1
Cm = 1 bila kedua tumpuan tak terkekang terhadap rotasi
= 0,85 bila kedua tumpuan terkekang terhadap rotasi
Pe1 adalah tahanan tekan kolom yang ditinjau, dalam keadaan tak bergoyang.
Berikut diberikan faktor perbesaran untuk rangka bergoyang bila pengaruh P- tidak
ditinjau.
Pu
OH Pu
M t1 Hu
Hu
Hu Hu
M t2
Pu Pu
M t1 + M t2 = Hu L
OH
dan OH f h Hu fh
Hu
Pu
Pu
SH
B2 M t1 Hu
Pu SH
Hu
L
Pu SH
Hu Hu
L
B2 M t2
Pu Pu
Pu SH
SH fh Hu
L
OH Pu SH
Hu
Hu L
Pu SH
OH OH
L Hu
L Hu
SH OH
L H u - Pu OH
L Hu
B2 L H u H u L Pu OH
L H u - Pu OH
L H u - Pu OH Pu OH
B2
L H u - Pu OH
1
B2
Pu OH
1-
L Hu
Untuk suatu kolom yang berada diantara dua lantai diafragma maka
Pu Pu dan H u Hu
Sehingga
1
B2
Pu OH
1-
Hu L
1
B2
Pu
1-
Pe2
dan Mu = B1 Mnt + B2 M t
dimana Mnt adalah momen yang timbul hanya akibat beban gravitasi tanpa ada
goyangan
M t adalah momen akibat goyangan dan gaya-gaya lateral lainnya.
Nilai Mu juga dapat diperoleh dari analisis P - dimana semua pengaruh non-linieritas
langsung di perhitungkan.
Pu adalah jumlah gaya aksial tekan terfaktor akibat beban gravitasi untuk seluruh
kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
Pe2 adalah jumlah tahanan tekan seluruh kolom pada satu tingkat yang ditinjau,
dalam keadaan bergoyang,
Hu adalah jumlah gaya horizontal terfaktor yang menghasilkan OH pada tingkat
yang ditinjau,
L adalah tinggi tingkat.
Kombinasi Lentur dan Tekan Sindur P. Mangkoesoebroto 17