Proposal
Proposal
Disusun Oleh:
DEVI AMALIA
331610071
Pemohon,
Devi Amalia
NIM.331610071
Menyetujui,
Mengetahui,
ii
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
kerja praktek dengan judul “Pengolahan Air Minum Menggunakan Sistem Reverse Osmosis di
PT. KMK PLASTICS INDONESIA” dengan tepat waktu. Dalam penyusunan proposal kerja praktek
ini penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan banyak mendapat bantuan serta
dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesampatan ini penulis mengucapkan
rasa hormat dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
Semoga amal baiknya mendapatkan balasan dari Allah SWT, dengan balasan yang
berlimpat ganda. Perlu disadari bahwa dengan segala keterbatasan, proposal kerja praktek
ini masih jauh dari sempurna. Sehingga kritikan serta masukan yang membangun sangat
penulis harapkan sebagai bahan perbaikan dan penyempurnaan. Akhirnya penulis mohon
maaf apabila ada kekurangan dalam penyusunan, semoga proposal ini dapat bermamfaat
bagi semua pihak yang berkepentingan.
iii
DAFTAR ISI
iv
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek .................................................. 27
3.6 Jadwal Pelaksanaan ................................................................................27-28
PENUTUP…………….......................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................30
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
parameter. Dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan akan air minum, PT. KMK
Plastics Indonesia memiliki suatu sistem pengolahan air minum yang dapat
dikonsumsi oleh karyawan dan kebutuhan lainnya. Instalasi Pengolahan Air Minum
di PT. KMK Plastics Indonesia menggunakan sistem reverse osmosis berdasarkan hal
tersebut, maka perlu dilaksanakannya kerja praktek, untuk mengetahui proses
pengolahan air minum di PT. KMK Plastics Indonesia. Dengan adanya kerja praktek
tersebut, diharapkan dapat diketahui proses pengolahan air minum secara optimal.
2
1.3 Batasan Masalah
Agar penulisan proposal ini tidak menyimpang dari tujuan yang semula direncanakan
dan untuk mempermudah penulis mendapatkan data serta informasi yang diperlukan, maka
penulis menetapkan batasan-batasan masalah yang akan dikaji dalam proposal ini sesuai
dengan judulnya. Maka penulis memfokuskan pada Analisa Instalasi Pengolahan Air
Minum Dengan Sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastics Indonesia.
3
1.6 Manfaat Kerja Praktek
1.6.1 Untuk Mahasiswa :
1. Mempunyai gambaran nyata tentang penerapan ilmu yang telah dipelajari
mengenai pengolahan air minum yang diperoleh dibangku kuliah dalam praktek
dan kondisi sebenarnya.
2. Memperoleh pengalaman dalam hal kemampuan berkomunikasi, menganalisis
dan menyelesaikan masalah, serta bersosialisasi dengan rekan yang bidangnya
berbeda dalam rangka memberikan bekal di dunia kerja nanti.
3. Memenuhi pelaksanaan mata kuliah Kerja Praktek di Program Studi Teknik
Lingkungan Universitas Pelita Bangsa.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
mikrobiologis, melalui Keputusan Menteri Kesehatan No. 907 tahun 2002 bahwa
air minum tidak diperbolehkan mengandung bakteri coliform dan Escherichia coli.
Sedangkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 01-3553-2006, air minum
dalam kemasan selain tidak boleh mengandung bakteri patogen yaitu Salmonella
dan Pseudomonas aeruginosa, juga tidak boleh mengandung cemaran mikroba
lebih besar dari 100 koloni/ml. Dalam hal persyaratan kualitas air minum harus
sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 492/MENKES/PER/IV/2010 dimana ada dua parameter
yaitu parameter wajib dan parameter tambahan.
6
rendah dari 75 mg/L dapat menyebabkan tulang rapuh, sedangakan konsentrasi
yang lebih tinggi dari 200 mg/L dapat menyebabkan korosi pada pipa- pipa air
(Sutrisno, 2004).
3. Tembaga (Cu)
Tembaga merupakan salah satu unsur yang penting dan berguna untuk
metabolisme. Konsentrasi 1mg/L merupakan batas konsentrasi tertinggi tembaga
untuk mencegah timbulnya rasa yang tidak baik. Konsentrasi standar maksimum
yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI untuk Cu ini sebesar 0,05 mg/L
untuk batas maksimum yang dianjurkan sebesar 1,5 mg/L sebagai batas
maksimal yang diperbolehkan (Sutrisno, 2004).
7
4. Zat Organik (sebagai KMnO4)
Adanya bahan-bahan organik dalam air erat hubungannya dengan terjadinya
perubahan fisika air,terutama dengan warna, bau, rasa dan kekeruhan yang
tidak diinginkan. Standar kandungan bahan organik dalam air minum sesuai
Departemen Kesehatan RI maksimal yang diperbolehkan adalah 10 mg/L.
Pengaruh terhadap kesehatan yang dapat ditimbulkan oleh penyimpangan
terhadap standar ini yaitu timbulnya bau yang tidak sedap pada air minum dan
dapat menyebabkan sakit perut (Sutrisno, 2004).
5. Besi (Fe)
Adanya unsur-unsur besi dalam air yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
tubuh akan unsur tersebut. Zat besi merupakan suatu unsur yang penting dan
berguna untuk metabolisme tubuh. Untuk keperluan ini tubuh memerlukan 7- 35
mg unsur tersebut perhari, yang tidak hanya diperolehnya dari air. Konsentrasi
unsur ini dalam air yang melebihi 2 mg/L akan menimbulkan noda-noda pada
peralatan dan bahan-bahan yang berwarna putih. Dalam jumlah kecil (Mg)
dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan tulang akan tetapi dalam jumlah yang
lebih besar dari 150 mg/L dapat menyebabkan rasa mual (Sutrisno, 2004).
8
Tabel 1. Parameter Wajib Persyaratan Kualitas Air Minum
Kadar Maksimum
No. Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
Parameter yang
1 berhubungan langsung
dengan kesehatan
a. Parameter Mikrobiologi
Jumlah per 100
1) E. Coli 0
ml sampel
Jumlah per 100
2) Total Bakteri Koliform 0
ml sampel
b. Kimia An-organik
1) Arsen mg/l 0,01
2) Flourida mg/l 1,5
3) Total Kromium mg/l 0,05
4) Kadmium mg/l 0,003
5) Nitrit (Sebagai NO2-) mg/l 3
6) Nitrit (Sebagai NO3-) mg/l 50
7) Sianida mg/l 0,07
8) Selenium mg/l 0,01
Parameter yang tidak
2 langsung berhubungan
dengan kesehatan
a. Parameter Fisik
1) Bau Tidak Berbau
2) Warna TCU 15
3) Total zat terlarut (TDS) mg/l 500
4) Kekeruhan NTU 5
5) Rasa Tidak Berasa
6) Suhu ⁰C Suhu udara ± 3
b. Parameter Kimiawi
1) Aluminium mg/l 0,2
2) Besi mg/l 0,3
3) Kesadahan mg/l 500
4) Khlorida mg/l 250
5) Mangan mg/l 0,4
6) pH mg/l 6,5~8,5
9
Kadar Maksimum
No. Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
7) Seng mg/l 3
8) Sulfat mg/l 250
9) Tembaga mg/l 2
10) Amonia mg/l 1,5
Kadar Maksimum
No. Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
1. Kimiawi
a. Bahan Anorganik
Raksa mg/l 0,001
Antimon mg/l 0,02
Barium mg/l 0,7
Boron mg/l 0,5
Molybdenum mg/l 0,07
Nikel mg/l 0,07
Sodium mg/l 200
Timbal mg/l 0,01
Uranium mg/l 0,015
b. Bahan Organik
Zat Organik (KMnO4) mg/l 10
Deterjen mg/l 0,05
Chlorinated alkaners
Carbon tetrachloride mg/l 0,004
Dichloromethane mg/l 0,02
1,2 Dichloroethane mg/l 0,05
Chlorinated ethenes
1,2 Dichloroethene mg/l 0,05
Trichloroethene mg/l 0,02
Tetrachloroethene mg/l 0,04
Aromatic hydrocarbons
Benzene mg/l 0,01
Toluene mg/l 0,7
Xylenes mg/l 0,5
10
Kadar Maksimum
No. Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
Ethylbenzene mg/l 0,3
Styrene mg/l 0,02
Chlorinated benzenes
1,2 Dichlorobenzene mg/l 1
1,4 Dichlorobenzene mg/l 0,3
Lain – lain
Di(2ethylhexyl)phthalate mg/l 0,008
Acrylamide mg/l 0,0005
Epichlorohydrin mg/l 0,0004
Hexachlrorobutadiene mg/l 0,0006
EDTA mg/l 0,6
Nitrilotriacetic acid (NTA) mg/l 0,2
c. Pestisida
Alachlor mg/l 0,02
Aldicarb mg/l 0,01
Aldrin dan Dieldrin mg/l 0,00003
Atrazine mg/l 0,002
Carbofuran mg/l 0,007
Chlordane mg/l 0,0002
Cholorotoluron mg/l 0,03
DDT mg/l 0,001
1,2 Dibromo-3-chloropropane
mg/l 0,001
(DBCP)
2,4 Dichlorophenoxyacetic acid
mg/l 0,03
(2,4-D)
1,2-Dichloropropane mg/l 0,04
Isoproturon mg/l 0,009
Lindane mg/l 0,002
MCPA mg/l 0,002
Methoxychlor mg/l 0,02
Metolachlor mg/l 0,01
Molinate mg/l 0,006
Pendimerthalin mg/l 0,02
Pentachlorophenol (PCP) mg/l 0,009
Permethrin mg/l 0,3
Simazine mg/l 0,002
Trifluralin mg/l 0.02
Chlorophenoxy herbicides selain
2,4-D dan MCPA
2,4 –DB mg/l 0,09
11
Kadar Maksimum
No. Jenis Parameter Satuan
yang diperbolehkan
Dichlorprop mg/l 0,1
Fenoprop mg/l 0,009
Mecoprop mg/l 0,001
2,4,5-Trichlorophenoxyacetic acid mg/l 0,009
2. Radioaktifitas
12
2.2.2 Standar Kualitas Fisik Air Minum
Standar fisik juga dapat dilihat dari kondisi fisik, dan bisa diteliti oleh peneliti
saat dilapangan, serta bisa pula di uji di laboratorium untuk lebih jelasnya. Adapun
standar kualitas air minum dapat dilihat pada dua standar kualitas fisik dan kimia,
sebagai berikut.
1. Suhu
Suhu air merupakan derajat panas air yang dinyatakan dalam satuan panas
derajat celcius. Suhu air akan mempengaruhi reaksi kimia dalam pengolahan dan
penerimaan penduduk akan air tersebut, terutama jika suhunya sangat tinggi.
Suhu yang ideal adalah 50°F-60°F atau 10°C- 15°C.
2. Warna
Warna air sebenarnya terdiri dari warna asli dan warna tampak. Warna asli atau
true color adalah warna yang hanya disebabkan oleh substansi terlarut. Warna
pada air di laboratorium diukur berdasarkan warna standar yang telah diketahui
konsentrasinya. Intensitas warna ini dapat diukur dengan satuan unit warna
standar yang dihasilkan oleh 2 mg/L platina (sebagai K2PtCl 6). Standar yang
ditetapkan di Indonesia besarnya maksimal 5 unit (Sutrisno, 2004).
13
4. Kekeruhan
Kekeruhan merupakan sifat optik dari suatu larutan yang menyebabkan cahaya
yang melaluinya terabsorbsi dan terbias dihitung dalam satuan mg/L SiO2, Unit
Kekeruhan Nephelometri (UKN). Air akan dikatakan keruh apabila air tersebut
mengandung begitu banyak partikel bahan yang tersuspensi, sehingga
memberikan warna atau rupa yang berlumpur dan kotor. (Sutrisno, 2004).
14
lainnya yang terdapat di dalam air (Voutchkov, 2013).
Voutchkov (2013) membandingkan beberapa metode desalinasi berdasarkan
rentang TDS air baku yang dapat diterima sistem namun tetap bernilai ekonomis serta
efektifitas penghilangan kontaminannya. Metode destilasi mampu mengolah air baku
dengan TDS 20.000 – 100.000 mg/l, reverse osmosis dengan TDS 50 – 46.000 mg/l,
elektrodialisis 200 – 3000 mg/l dan ion exchange 1 – 800 mg/l (Voutchkov, 2013).
15
Tabel 4. Kebutuhan energi dan biaya beberapa teknologi desalinasi
Desalinasi
Energi/biaya Desalinasi termal membran
MED MSF VC BWRO SWRO
Tidak Tidak Tidak
Tekanan uap, 0,2 – 0,4 2,5 – 3,5 Diperlu
diperlukan diperlukan kan
Ekuivalen energi
4,5 – 6,0 9,5 – 11,0 NA NA NA
listrik,
kWh/m3
Konsumsi listrik , 2,5 –
1,2 – 1,8 3,2 – 4,0 8,0 – 12,0 0,3 – 2,8
kWh/m3 4,0
16
Gambar 1. Prinsip-prinsip Reverse Osmosis
17
bertekanan tinggi dan diinjeksi dengan zat anti scalant dan anti biofouling. (Said,
2017)
18
Gambar 3. Desain sistem Reverse Osmosis
Sumber : Desain Sistem Air Minum dengan Teknologi Reverse Osmosis. In Teknologi
Pengolahan Air Minum (Said, 2017)
19
Laju alir melewati membran yang dikontrol oleh ketebalan membran, ukuran
pori, dan perbedaan tekanan. Batasan pada teknis pengoperasiannya juga sangat
penting untuk diperhatikan. Laju alir akan meningkat seiring peningkatan tekanan,
namun tekanan yang besar dapat merusak (merobek) membran sehingga komponen
yang semula akan dipisahkan dari air akan terikut sebagai produk. Ketebalan
membran juga bervariasi, semakin tipis membran maka laju alir produk akan semakin
meningkat, akan tetapi memilih membran yang tipis juga beresiko pada ketahanan
membran. Post-filter merupakan penanganan setelah air melewati membran RO.
Fungsinya adalah untuk menghilangkan bau, rasa yang tidak diinginkan. Post-filter
biasanya berupa karbon aktif yang dengan mudah dapat mengadsorbsi komponen
penyebab bau dan rasa yang tidak diinginkan.
Tangki penampung digunakan untuk menampung produk setelah proses karena
proses pemisahan membran merupakan proses yang lambat. Beberapa jenis tangki
penampung seperti tangki penampung bertekanan dan yang tidak bertekanan
digunakan sesuai dengan kebutuhan. Terdapat pula beberapa alat tambahan yang
digunakan untuk mempertahankan kinerja membran RO yaitu unit autoflush yang
berfungsi untuk meminimalisasi fenomena fouling dan scaling. Fouling merupakan
perubahan morfologi membran secara irreversibel yang disebabkan oleh interaksi
fisik dan/atau kimia spesifik antara membran dengan berbagai komponen yang ada
dalam cairan umpan, antara lain koloid, partikel halus, minyak, mikroorganisme,
oksida logam, dan silika. Sedangkan scaling adalah presipitasi kristal garam di
permukaan membran seperti CaCO3 , CaSO4 , BaSO4 , SrSO4 , CaF2, dan
Mg(OH)2. Pada instalasi RO skala besar, minimalisasi fouling dan scaling umumnya
menggunakan senyawa penghambat kerak (sering disebut sebagai antiscalant atau
scale intibitor), sedangkan pada RO skala rumah tangga umumnya menggunakan
proses pre-treatment atau autoflush.
Beberapa desain dan konfigurasi sistem RO dengan kelebihan masing- masing
telah dipatenkan seperti, sistem RO reguler untuk instalasi rumah tangga sistem RO
instalasi rumah tangga yang dilengkapi dengan filter sedimen sebagai unit Pre-Filter
sistem RO instalasi rumah tangga yang dilengkapi dengan filter sedimen sebagai unit
pre-filter dan karbon aktif sebagai post-filter sistem RO instalasi rumah tangga yang
dapat menyediakan air bersih secara kontinyu tanpa menghasilkan limbah sistem RO
20
instalasi rumah tangga dengan desain dan konfigurasi yang lebih efisien
dibandingkan dengan desain yang lain sistem RO skala rumah tangga yang dilengkapi
dengan sistem pembuangan drain secara langsung sistem RO instalasi rumah tangga
dilengkapi sistem backwashable.
1. Pre-treatment
Pre-treatment diperlukan dalam instalasi desalinasi sistem RO berkaitan
dengan sensitifitas membran RO terhadap fouling. Karakterisasi potensi fouling air
umpan biasanya diekspresikan dengan SDI. Suplier-suplier membran
merekomendasikan nilai SDI15 air umpan RO < 3 untuk mencegah peningkatan
pressure loss pada modul-modul dan meminimalkan penyumbatan (fouling).
Pemilihan metode pretreatment bergantung pada sumber dan komposisi air umpan.
Metode pretreatment terdiri dari 2 kelompok yaitu pretreatment fisikawi dan
pretreatment kimiawi. Pretreatment fisikawi dapat berupa penyaringan, filter
cartridge, saringan pasir dan filtrasi membrane. Saat ini metode pretreatment
menggunakan membran menjadi semakin menarik secara ekonomi dan kehandalan.
Sebuah sistem pretreatment ultrafiltrasi pada instalasi RO terdiri dari tahapan
pemisahan partikel besar menggunakan saringan kasar, koagulasi in-line dosis
rendah, pemisahan partikel, bakteri dan partikulat biofoulant lainnya menggunakan
unit filtrasi, sistem backwash (Tariq Al-Sarkal, 2013).
2. Post-Treatment
Permeate RO memiliki TDS yang rendah sehingga dapat berasa tidak enak,
korosif dan tidak sehat, tidak memenuhi standar air minum maupun standar air
irigasi. Untuk itu permeate RO perlu diberikan post-treatment agar bisa memenuhi
standar air minum maupun standar irigasi. (Voutchkov, 2013)
Permeat yang dihasilkan oleh sistem RO distabilisasi dengan menambahkan
kapur atau kontak dengan kalsit serta menambahkan CO2 untuk mendapat
alkalinitas dan kesadahan yang tepat untuk melindungi sistem distribusi air dari
korosi. Air yang sudah diproses kemudian disimpan dan didisinfeksi sebelum
disalurkan ke pengguna akhir (Voutchkov, 2013).
21
3. Bahan Kimia RO
Bahan kimia digunakan pada tahap pretreatment, reverse osmosis dan
posttreatment. Pada tahap pretreatment menggunakan ultrafitrasi, bahan kimia yang
diperlukan adalah koagulan, bahan kimia untuk chemical enhanced backwash
(CEB) dan Clean in Place (CIP). Pada tahap reverse osmosis bahan kimia yang
diperlukan adalah anti scalant dan anti foulant tergantung pada kualitas air umpan.
Sedangkan pada posttreatment, bahan kimia yang diperlukan adalah bahan kimia
remineralisasi dan desinfectan (Voutchkov, 2013).
2.6 Dampak Lingkungan Instalasi Pengolah Air Minum Sistem Reverse Osmosis
Dari uraian sebelumnya, diketahui bahwa pengolahan air sistem RO
memerlukan input berupa sumber daya air, bahan kimia dan energi serta
menghasilkan output berupa air produk, lumpur dan brine (konsentrat air asin), dan
emisi-emisi tidak langsung dari penggunaan energi. Input dan output tersebut
memiliki potensi menimbulkan dampak lingkungan. Berkaitan dengan dampak
lingkungan ini, Voutchkov (2013) memaparkan 3 kunci dampak lingkungan instalasi
desalinasi air, yaitu: pengambilan air baku, dampak konsentrat terhadap lingkungan
akuatik, dan jejak karbon operasional instalasi. Beberapa analisis dampak lingkungan
instalasi pengolahan air sistem RO menggunakan LCA menyimpulkan dampak
lingkungan terbesar timbul dari besarnya konsumsi energi, diantaranya studi-studi
yang telah dilakukan oleh Bhakar, dkk. (2016); Goga (2016).
Goga (2016) dalam penelitiannya membandingkan 2 model sistem RO yang
digunakan pada instalasi desalinasi di kota eThekwini dan instalasi reklamasi air
tambang di Mpumalanga. Studi tersebut menemukan bahwa dampak lingkungan
ditimbulkan paling tinggi pada tahap utama sebagai konsekuensi dari konsumsi
energi diikuti oleh penggunaan bahan-bahan kimia. Dampak ini adalah akibat dari
ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sebagai sumber energi.
22
Demikian pula halnya dengan studi yang dilakukan Bhakar dkk. (2016). Bhakar
dkk. (2016) dalam studinya menyimpulkan bahwa energi yang dikonsumsi pada
tahap purifikasi paling berkontribusi pada kategori dampak potensi perubahan iklim,
diikuti dengan konsumsi energi pada ekstraksi air dan redistribusi. Material filtrasi
dan pengolahan limbah hanya berkontribusi 7,36% dan 7,1 %. Pada semua kategori
dampak, konsumsi energi pada tahap ekstraksi, purifikasi dan redistribusi air produk
berdampak lebih signifikan dibanding material dan proses lainnya. Selain itu, juga
ditemukan bahwa rejeksi air juga meningkatkan potensi deplesi air. Zhou dkk. (2011)
dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa kebanyakan dampak lingkungan
instalasi RO, baik menggunakan air payau maupun air laut, berkaitan dengan
konsumsi energi. Zijp & Van der Laan (2015) menyatakan bahwa dampak instalasi
RO banyak disebabkan oleh konsumsi energi dan emisinya. Penambahan peralatan
UV pada instalasi tidak akan memberikan dampak yang signifikan. (Zijp & Van der
Laan, 2015).
Penilaian dampak lingkungan atas pengolahan air sistem BWRO pada fasilitas
Oasen di Kamerik menggunakan metodologi LCIA ReCiPe memperlihatkan bahwa
sistem BWRO memiliki kategori potensi dampak cumulatif energy demand,
perubahan iklim, asidifikasi, toksisitas terhadap manusia, ekotoksisitas air tawar, dan
eutrofikasi. Potensi dampak tersebut dipicu oleh penggunaan energi, emisi CH4 dan
CO2 dari oksigenisasi dan degasifikasi, serta emisi dari produksi dan penggunaan
bahan-bahan kimia (Zijp & Van der Laan, 2015). Demikian juga penilaian potensi
dampak di Kompleks Industri Secunda, Afrika Selatan, yang menggunakan metode
LCIA CML baseline 2004. Hasil analisis menyatakan bahwa potensi dampak
lingkungan sistem BWRO adalah pada Goblal Warming Potential (GWP),
asidifikasi, toksisitas terhadap manusia, abiotic depletion, eutrofikasi dan ekotoksistas
perairan tawar. Dampak terbesar dipicu oleh pembangkit energi, terutama pada GWP,
asidifikasi dan eutrofikasi (Ras & von Blottnitz, 2012).
23
BAB III
METODE PENELITIAN
24
b. Data Sekunder
Pengumpulan data sekunder meliputi kegiatan pengumpulan sekunder, data
literatur, jurnal, makalah, laporan kerja praktek terdahulu, data keterangan
berupa bagan alir proses produksi dan dampak yang mungkin timbul dan
pendukung lainnya seperti metode pengumpulan data informasi dengan cara
membaca dan mempelajari literatur yang berkaitan dengan objek studi.
Data sekunder yang dibutuhkan dalam kerja praktek ini diantaranya:
Standar baku mutu kualitas air minum.
Literatur, makalah, jurnal ataupun laporan penelitian yang sudah ada.
Profil Perusahaan.
Bagan alir proses produksi.
SOP pengoperasian unit IPA.
Kriteria desain unit IPA.
2. Metode Analisis
Kegiatan penulis dalam kerja praktek ini adalah melakukan studi terhadap
objek kerja praktek dan memahami konsep dasar cara kerja instalasi pengolahan
air minum menggunakan sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastics Indonesia.
Melaksanakan proses administrasi untuk memperoleh surat keterangan
persetujuan pada objek kerja praktek tersebut. Kajian terus dilakukan untuk
mengetahui hubungan antara teori yang dipelajari dan kenyataan pelaksanaan di
lapangan. Pengumpulan data berdasarkan observasi di lapangan serta wawancara
dengan pihak pengolah air minum dan para pekerja pengolah air minum dengan
sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastics Indonesia. Kemudian data yang ada
disusun menjadi laporan kerja praktek berdasarkan refrensi dan dokumen yang
sudah ada. Data yang diperoleh dari PT. KMK Plastics Indonesia akan dimasukan
dan disusun kedalam laporan kerja praktek, kemudian pembahasan dengan cara
membandingkan tentang tata cara perizinan pengolahan air minum dan peraturan
pemerintah republik indonesia yang sudah ada.
25
3.3 Lokasi Kerja Praktek
Gambar 4. Lokasi PT. KMK Plastics Indonesia
Lokasi kerja praktek yang digunakan penulis adalah PT. KMK Plastics Indonesia
di JL. Jababeka XI, Block G-10 Cikarang Industrial Estate Cikarang Bekasi
17530 Indonesia. Phone : (021) 8934072, 8935012.
E-mail : secretarial@ptkmk.co.id.
26
3.5 Objek dan Ruang Lingkup Kerja Praktek
Objek Kerja Praktek ini adalah di area instalasi pengolahan air minum menggunakan
sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastics indonesia.
Desember Januari
Tahapan Kegiatan Kerja
Praktek Minggu ke- Minggu ke-
1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Pelaksanaan KP
Penyusunan Laporan
Presentasi Hasil KP
27
c. Pengajuan Kerja Praktek
Kerja praktek ini dilaksanakan pada 16 Desember 2019 s/d 16 Januari 2020,
dengan rincian sebagai berikut:
1. Permohonan izin kerja praktek di PT. KMK Plastics Indonesia pada tanggal
2 Desember 2019.
2. Mahasiwa mengajukan surat izin dan proposal kerja praktek kepada PT. KMK
Plastics Indonesia pada tanggl 2 Desember 2019.
d. Tahap Pelaksanaan
Pada tahap pelaksanaan ini kerja praktek dilaksanakan mulai 16 Desember 2019
s/d 16 Januari 2020. Kegiatan-kegiatan pada tahap pelaksanaan ini antara lain
meliputi:
1. Pengenalan lokasi tempat kerja pada area instalasi pengolahan air minum
menggunakan sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastis Indonesia.
2. Pengamatan dan observasi lingkungan tempat kerja pada area instalasi
pengolahan air minum menggunakan sistem reverse osmosis di PT. KMK
Plastics Indonesia.
3. Wawancara dengan operator instalasi pengolahan air minum menggunakan
sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastics Indonesia.
4. Identifikasi Air minum pada area instalasi pengolahan air minum
menggunakan sistem reverse osmosis di PT. KMK Plastics Indonesia.
5. Studi pustaka.
6. Konsultasi dengan Pembimbing Lapangan.
28
PENUTUP
Demikian proposal kegiatan Kerja Praktek ini saya ajukan. Saya sangat berharap
rencana kegiatan kerja praktek ini dapat disambut dan diterima dengan baik oleh
perusaahaan. Saya akan berusaha melakukan kerja praktek secara profesional untuk
memperoleh pengalaman berharga di PT. KMK Plastics Indonesia dan menjalin
kerjasama yang baik. Semoga proposal ini dapat dijadikan acuan dalam pelaksanaan kerja
praktek nantinya sehingga dapat berjalan sebaik mungkin. Bersama ini saya lampirkan
pula surat rekomendasi dan surat permohonan. Besar harapan saya sebagai mahasiswa
Teknik Lingkungan Universitas Pelita Bangsa dapat bergabung bersama PT. KMK
Plastics Indonesia dan untuk melaksanakan kegiatan kerja praktek. Mengingat bahwa
kerja praktek adalah salah satu bentuk pembelajaran bagi saya selaku mahasiswa, maka
untuk menunjang hasil yang maksimal, saya mengharapkan adanya bantuan dalam
pelaksanaan kerja praktek ini yaitu berupa:
1. Adanya bimbingan selama kerja praktek.
2. Kemudahan dalam mengadakan observasi atau mengambil data-data yang
diperlukan.
Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih atas perhatian dan bantuan yang Bapak/Ibu
berikan.
Devi Amalia
NIM.331610071
29
DAFTAR PUSTAKA
Bhakar, V., Kumar, D. N. S. H., Krishna, N., & Singh, K. (2016). Life cycle
assessment of filtration systems of reverse osmosis units : a case study of a
university campus. Procedia CIRP, 40, 268–273.
Goga, T. (2016). A Comparative Life Cycle Assessment ( LCA ) of Water
Treatment Plants using Alternative Sources of Water ( Seawater and Mine
Affected Water ) by Submitted in fulfilment of the academic requirements of
Master of Science in Engineering School of Engineering. School of
Engineering College of Agriculture, Engineering and Science, University of
KwaZulu-Natal.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No, 492/MENKES/PER/IV/2010
Tentang Persyaratan Kualitas Air Minum
Said, N. I. (2008). Pengolahan Payau Menjadi Air Minum dengan Teknologi
Reverse Osmosis. In Teknologi Pengolahan Air Minum (pp. 443–501).
Jakarta: BPPT.
Said, N. I. (2017). Teknologi Pengolahan Air Limbah. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Tariq Al-Sarkal, H. A. A. (2013). Ultrafilration versus sedimentation-based
pretreatment in Fujairah-1 RO plant: Environmental impact study.
Desalination, 317, 55–66
Voutchkov, N. (2013). Desalination Engineering Planning and Design. New York:
McGraw-Hill.
Widiasa, I. N., & Yoshi, L. A. (2016) Sistem Desalinasi Membran Reverse Osmosis
(RO) untuk Penyediaan Air Bersih. Yogyakarta.
Zijp, M. ., & Van der Laan, H. (2015). Life Cycle Assessment of two drinking water
production schemes. Bilthoven.
30
31