Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Industri cat merupakan industri yang utamanya memproduksi cat, pernis dan lak serta berbagai
produk pelapis lainnya (Lorton, 1988).Aplikasi produk-produk industri cat dapat dikategorikan
berdasarkan penggunaannya menjadi empat kelompok, yaitu : pelapis arsitektur atau cat rumah, pelapis
produk industri, pelapis khusus dan penggunaan lain (Doble & Kumar, 2005). Selain itu juga dapat
dikategorikan berdasarkan jenis pelarutnya menjadi dua kelompok, yaitu: berbasis air dan berbasis
larutan (Dursun & Sengul, 2006). Lorton (1988) dan Doble & Kumar (2005) menjelaskan bahwa
meskipun bahan yang digunakan sangat bervariasi, proses produksi cat berbasis air maupun berbasis
larutan umumnya sama. Pembuatan cat berbasis air dimulai dengan penggilingan (grinding) pigmen
dengan campuran air, amonia, dispersant dan extenders. Ketika penggilingan selesai, bahan ini
kemudian dipindahkan ke tangki pencampuran. Di dalam tangki pencampuran dilakukan penambahan
resin, plasticizer, pengawet, antifoaming, emulsi polivinil asetat dan air. Setelah proses pencampuran
mencapai konsistensi yang diinginkan, cat disaring untuk menghilangkan pigmen yang tidak terdispersi
sempurna dan kemudian dikemas untuk dipasarkan. Sedangkan pembuatan cat berbasis larutan dimulai
dengan penggilingan pigmen dengan campuran resin, extender, pelarutdan plasticizer. Setelah
penggilingan selesai, bahan ini kemudian ditransfer ke tangki pencampuran dan dilakukan penambahan
pelarut serta pewarna. Setelah konsistensi yang diinginkan tercapai, cat disaring, dikemas dan siap untuk
dipasarkan. Pemahaman tentang karakteristik dan teknik pengolahan limbah B3 menjadi hal yang
penting untuk kesuksesan penanganan dan detoksifikasi limbah B3 dari industri cat. Oleh karena itu,
tujuan utama dari makalah ini adalah untuk memberikan tinjauan tentang karakteristik dan beberapa
teknik pengolahan limbah B3 yang dapat dilakukan untuk pengolahan limbah B3 dari industri cat
berdasarkan pada literatur dan aplikasi yang telah diterapkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang menjadi Limbah B3 pada Industri Cat ?
2. Bagaimana Pengolahan IPAL Industri Cat ?
3. Bagaimana Pengolahan Limbah B3 Sludge IPAL dari Industri Cat ?

1.3 TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang menjadi Limbah B3 pada Industri Cat.
2. Untuk mengetahui Pengolahan IPAL Industri Cat.
3. Untuk mengetahui Pengolahan Limbah B3 Sludge IPAL dari Industri Cat
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Limbah B3 dari Industri Cat
Berbagai limbah bahan berbahaya dan beracun (limbah B3), baik dalam bentuk padat, cair
maupun gas dihasilkan selama proses produksi cat (Doble & Kumar, 2005), terutama pada proses
produksi cat berbasis larutan (Dursun & Sengul, 2006). Limbah B3 padat yang dihasilkan terutama
berupa bekas wadah atau kemasan bahan baku, filter bekas, dan cat kering. Sedangkan limbah B3 cair
berupa air limbah pencucian peralatan produksi, tumpahan dan ceceran, cat yang tidak memenuhi
syarat spesifikasi, cat kadaluarsa dan cat yang dikembalikan dari pemasaran. Sementara itu, limbah B3
gas yang dihasilkan berupa senyawa organik volatil(VOC) yang berasal dari bahan baku maupun
pelarut yang digunakan dalam produksi cat dan debu atau partikel pigmen yang terdispersi ke udara
(Dursun & Sengul, 2006; Doble & Kumar, 2005; Lorton, 1988; Vaajasaari, 2004).Jika limbah B3ini
tidakditangani dandidetoksifikasi dengan baik, maka akanmencemari lingkungan dan membahayakan
manusia (Doble & Kumar, 2005).
Secara umum, limbah B3yang dihasilkan dari proses produksi cat disajikan pada Gambar 1.
Dari semua limbah B3 tersebut, sekitar 80% berupa air limbah pencucian peralatan produksi dan
tumpahan cat (Dursun & Sengul, 2006; Lorton, 1988). Selain itu, VOC merupakan hal yang menjadi
perhatian dalam penanganan limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi cat (Dursun & Sengul,
2006). Sedangkan limbah B3 padat, terutama yang berupa bekas wadah atau kemasan bahan baku
dan filter bekas dioptimalkan untuk digunakan kembali dan daur ulang dalam program minimasi
limbah B3 dari industri cat (WMRC, 1993).
Pembuatan cat pada dasarnya adalah sebuah operasi pencampuran dan bukan operasi konversi
kimia, sehingga karakteristik air limbahyang dihasilkan sama dengan senyawa- senyawa yang
digunakan sebagai bahan baku proses produksi cat (Lorton, 1988). Sebagian besar bahan kimia yang
digunakan dalam pembuatan cat termasuk dalam kategori bahan kimia beracun dan berbahaya,
terutama karena mengandung logam berat dan berupa pelarut organik (Jewell et al., 2004). Estimasi
komposisi kualitatif air limbah industri cat disajikan pada Tabel 1 (Dovletoglou et al., 2002).
Karakteristik air limbah industri cat sangat bervariasi tergantung pada konsentrasi dan
komposisi kimia bahan baku yang digunakan pada proses produksi cat(Madukasi et al., 2009). Tabel 2
menunjukkan karakteristik air limbah industri cat dari beberapa literatur. Sebagaimana terlihat pada
Tabel 2, air limbah dari industri cat mengandung bahan organik (yang diwakili oleh COD) dan logam
berat dalam konsentrasi yang tinggi. Dua pertiga polutan dalam air limbah tersebut dalam bentuk
terlarut sedangkan sisanya dalam bentuk koloid, sehingga dalam pengolahannya akan menghasilkan
limbah lumpur (Hanafy & Elbary, 2005). Limbah lumpur dari instalasi pengolahan air limbah (lumpur
IPAL)ini dikategorikan sebagai limbah B3 karena mengandung logam berat dan residu pelarut organik
(Arce et al., 2010).
Sementara itu, VOC berasal dari senyawa aromatik seperti benzena, xylene, toluenedan senyawa
ester, seperti etil asetat, etil butirat yang digunakan untuk melarutkan resin dalam proses produksi
cat(He et al., 2012). Sebagian besar senyawa aromatik bersifatracun, terutama benzena yang
mutagenik, teratogenik, dan karsinogenik(Alberici & Jardim, 1997).Meskipunxylene dan toluenasaat
ini tidak diklasifikasikan sebagai karsinogen, peningkatan kasus kangker kerongkongan, dubur dan
usus besar pada pekerja dengan paparan jangka panjang terhadap senyawa ini telah
dilaporkan(Mangani et al., 2003).

Gambar 1. Proses produksi dan limbah B3 yang dihasilkan dari industri cat
(adaptasi dari Dursun & Sengul, 2006)

Tabel 1. Estimasi Komposisi Kualitatif Air Limbah Industri Cat

\
Tabel 2. Karakteristik Air Limbah Industri Cat

Keterangan Tabel 2:
[1] Onuegbu et al., 2013 [6] Akyol, 2012
[2] Dovletoglouet al ., 2002 [7] Körbahti et al ., 2007
[3] Mousa et al ., 2010 [8] Hanafy & Elbary, 2005
[4] Madukasi et al ., 2009 [9] Madukasi et al ., 2013
[5] Malakootian et al ., 2008 [10] Gandhi, 2013
*) WHO,

2.2 Pengolahan IPAL Industri Cat


Instalasi pengolahan air limbah merupakan salah satu fasilitas yang menjadi syarat
perlindungan lingkungan dan telah umum dimiliki oleh industri cat (Lorton, 1988; Doble &
Kumar, 2005). Banyak metode yang saat ini digunakan untuk pengolahan air limbah industri cat
sebelum dikembalikan ke lingkungan secara aman, namun karena karakteristik air limbah industri
cat sangat bervariasi maka tidak ada metode yang dapat digeneralisasi untuk dapat diaplikasikan
di setiap industri cat. Oleh karena itu, penanganan air limbah industri cat harus dilakukan dengan
hati-hati dan bersifat kasuistik (Dovletoglou et al., 2002).
Instalasi pengolahan air limbah industri cat umumnya terdiri dari tangki equalization, tangki
koagulasi-flokulasi, tangki pengendapan primer, tangki aerasi, tangki pengendapan sekunder dan
tangki penampung (Doble & Kumar, 2005). Pada pengolahan konvensional ini, proses koagulasi-
flokulasi memegang peranan penting untuk kesuksesan pengendapan logam berat dan bahan
organik yang ada dalam air limbah industri cat (Dovletoglou et al., 2002; Hanafy & Elbary, 2005;
Gandhi, 2013; Jewell et al., 2004; Madukasi et al., 2009). Dari sekian banyak jenis koagulan,
polyaluminumklorida(PAC), ferri sulfat (FeSO4) dan aluminum sulfat (Al2(SO4)3) merupakan
\
jenis koagulan yang paling sering digunakan pada pengolahan air limbah (Dovletoglou et al.,
2002). Dovletoglou et al. (2002) melaporkan bahwa penggunaan 4 g/L PAC untuk pengolahan
air limbah industri cat dapat menyisihkan 98% COD, 95% TSS dan sekitar 80% logam berat,
sedangkan pada penggunaan 2 g/L FeSO4 dapat menyisihkan 80% COD, 90% TSS dan sekitar
50% logam berat. Sementara itu, penggunaan 2.5 g/L Al2(SO4)3 dapat menyisihkan 95% COD,
90% TSS dan sekitar 70% logam berat.

2.3 Pengolahan Limbah B3 Sludge IPAL dari Industri Cat.


Seperti halnya pada air limbah, polutan yang paling dominan dalam lumpur IPAL industri
cat ini adalah logam berat dan bahan organik. Beberapa metode yang dapat diterapkan untuk
pengolahan lumpur IPAL industri cat antara lain stabilisasi/solidifikasi, komposting dan solid-
bed bioleaching(Arce et al., 2010; Tian et al., 2012; Zehnsdorf et al., 2013).
Teknologi stabilisasi/solidifikasitelah banyak digunakanuntuk mengolah limbah B3 padat
anorganik,namun saatini beberapalimbah padat organikatau limbah padat yang mengandung total
karbon organik (TOC) yang tinggijuga telahberhasil diolah dengan teknologiini(Arce et al., 2006).
Pemilihan bahan pengikat (binder) dan pelarut organik yang tepat merupakan faktor penentu
keberhasilan proses stabilisasi/solidifikasi limbah padat organik (Batchellor, 2006). Arce et al.
(2010) melaporkan bahwa stabilisasi/solidifikasi lumpur IPAL industri cat dengan menggunakan
campuran kapur (CaO) dan fly ash batubara sebagai bahan pengikat ditambah proses karbonasi
dengan pengaliran gas CO2 murni selama 10 jam untuk mengatasi pengaruh banyaknya bahan
organik yang terdapat di dalam lumpur IPAL industri cat dan rasio air/padatan 0.2 menghasilkan
material padat dengan mobilitas DOC (dissolved organic carbon) 400 mg/kg yang termasuk
dalam kategori limbah inert dan memenuhi syarat penimbunan limbah B3 di non-hazardous
landfill menurut Uni Eropa (maksimal 500 mg/kg). Sedangkan pada penggunaan campuran CaO
dengan semen portland dan pengaliran gas CO2 murni selama 4 jampada rasio air/padatan 0.3
menghasilkan material padat dengan mobilitas DOC sebesar 505 mg/kg yang termasuk dalam
kategori limbah tidak berbahaya landfill menurut Uni Eropa (maksimal 800 mg/kg). Sementara
itu pada penggunaan CaO sebagai binder menghasilkan material padat dengan mobilitas DOC
sebesar 800 - 1000 mg/kg atau termasuk dalam kategori limbah berbahaya dan harus ditimbun di
secured landfill.
Karena lumpur IPAL industri cat mengandung banyak bahan organik, maka bahan ini sangat
berpotensi untuk diolah menjadi kompos terutama sebagai sumber nitrogen (Tian et al., 2012)

\
Tian et al. (2012) melaporkan hasil percobaan komposting lumpur IPAL industri cat dengan
menambahkan limbah kertas dan limbah pertanian sebagai sumber karbon, 1.5% kompos matang, 0.3%
nutrien (0.14 g/kg KH2PO4, 0.16 g/kg K2HPO4) dan 6% FGD-gypsum menghasilkan kompos dengan
kualitas yang cukup baik dan tidak mengakibatkan peningkatan konsentrasi logam berat dalam biomass
tanaman uji coba.
Teknik bioremediasi yang dikembangkan oleh Helmholtz Centre for Environmental Research
dan BAUER Environment Group untuk remediasi sedimen sungai yang tercemar logam berat dan
konsentrasi bahan organik yang tinggi (Zehnsdorf et al., 2013) berpotensi untuk diaplikasikan dalam
pengolahan sedimen IPAL industri cat.Löser et al. (2001), Seidel et al. (2004) dan Zehnsdorf et al.
(2013) menjelaskan bahwa proses bioremediasi ini dibagi menjadi 2 tahap, yaitu: 1) pengkondisian
sedimen dengan tanaman, dan 2) solid-bed bioleaching untuk menghasilkan material yang aman untuk
dikembalikan ke lingkungan. Tahap pengkondisian sedimen bertujuan untuk merubah karakteristik bio-
fisik-kimia sedimen yang semula berwarna hitam, tingkat permeabilitas rendah, kadar air yang tinggi,
aktivitas mikroflora heterotrof yang tinggi dan ketersediaan oksigen yang terbatas menjadi material
seperti tanah yang remah dan berwarna abu-abu atau coklat (Seidel et al., 2004). Sedangkan solid-bed
bioleachingpada prinsipnya adalah aplikasi dari proses ekstraksi logam berat dari senyawa pengikatnya
dengan memanfaatkan asam mineral yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Löser et al., 2001). Löser
et al. (2001) dan Seidel et al. (2004) mengemukakan bahwa berdasarkan hasil uji coba solid-bed
bioleaching 2 m3 sedimen sungai yang telah dikondisikan, diketahui bahwa penambahan air sebanyak
50 L/hari, udara sebanyak 600 L/hari dan 2% sulfur merupakan dosis optimum untuk mengatifkan
mikroorganisme pengoksidasi sulfur menjadi asam sulfat (H2SO4). Asam sulfat inilah yang kemudian
berperan untuk mengekstrak logam berat yang ada di dalam sedimen. Logam berat yang telah
diekstraksi tersebut terlarut dalam air yang kemudian diolah pada unit waste water treatment. Selama
percobaan ini, suhu optimum untuk mendukung kinerja mikroorganisme pengoksidasi sulfur berkisar
antara 30°C sampai 40°C. Keunggulan dari metode ini adalah pada terjadinya proses pengasaman yang
merata di seluruh lapisan sedimen, sehingga proses ekstraksi dan pelarutan logam berat juga terjadi
secara merata di seluruh lapisan sedimen (Löser et al., 2001).

\
Gambar 2. Proses bioremediasi sedimen terkontaminasi logam berat

\
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Konsentrasi logam berat dan bahan organik yang tinggi merupakan karakteristik utama limbah
B3 industri cat. Limbah B3 industri cat terutama berupa air limbah pencucian peralatan produksi dan
tumpahan cat, lumpur pengolahan air limbah dan senyawa organik volatil. Karakteristik limbah B3
industri cat sangat bervariasi, tergantung pada jenis senyawa- senyawa yang digunakan sebagai bahan
baku proses produksi cat. Oleh karena itu, pemilihan teknologi pengolahan harus mempertimbangkan
sifat limbah, tingkat pengurangan bahaya yang dibutuhkan, pembiayaan serta faktor-faktor lainnya.
Pengolahan air limbah industri cat dapat dilakukan dengan koagulasi-flokulasi dan sedimentasi
atau dengan proses biologi menggunakan teknologi biofilm. Sedangkan pengolahan lumpur IPAL
industri cat dapat dilakukan dengan teknik stabilisasi/solidifikasi, komposting dan solid-bed
bioleaching.

\
DAFTAR PUSTAKA

Akyol, A. (2012). Treatment of paint manufacturing wastewater by electrocoagulation.


Desalination 285, 91–99.
Alberici, R.M. and Jardim, W.F. (1997). Photocatalytic destruction of VOCs in the gas-phase
using titanium dioxide. Applied Catalysis B: Environmental 14, 55-68.
Arce, R., Andrés, A. and Viguri, J. (2006). Solidification/stabilization of paint wastes. The 6th
International Congress of Chemistry 2006, Tenerife, Spain, 558–563.
Arce, R., Galán, B., Coz, A., Andrés, A. and Viguri, J.R. (2010). Stabilization/solidification of
an alkyd paint waste by carbonation of waste-lime based formulations. Journal of Hazardous
Materials 177, 428–436.
Batchellor, B. (2006). Overview of waste stabilization with cement, Waste Management 26,
689-698.
Boger, T., Salden, A. and Eigenberger, G. (1997). A combined vacuum and temperature swing
adsorption process for the recovery of amine from foundry air, Chem. Eng. Process. 36, 231–
241.
Cao, W., Zhang, H., Wang, Y. and Pan J. Z. (2012). Bioremediation of polluted surface water
by using biofilms on filamentous bamboo. Ecological Engineering 42, 146– 149.
Cha, D.K., Song, J.S., Sarr, D. and Kim, B.J. (1997). Hazardous waste treatment technologies,
Water Environ. Res. 68(4), 575-586.
Dey, B.K., Hashim, M.A., Hasan, S. and Sen Gupta, B. (2004). Microfiltration of water-based
paint effluents. Adv. Environ. Res. 8, 455-466.
Doble, M. and Kumar, A. (2005). Biotreatment of Industrial Effluents. Elsevier Butterworth–
Heinemann, USA.
Dovletoglou, O., Philippopoulos, C. and Grigoropoulou, H. (2002). Coagulation for treatment
of paint industry wastewater. Journal of Environmental Science and Health A37(7), 1362-
1377.
Dursun, D. and Sengul, F. (2006). Waste minimization study in a solvent-based paint
manufacturing plant. Resources Conservation and Recycling 47, 316–331.
Eduljee, G. (2009). Hazardous waste treatment technologies. in Waste management and
minimization, Eds. Smith, S.R., Cheeseman, C. and Blakey, N., Eolss Publishers Co Ltd.
Everaert, K. and Baeyens, J. (2004). Catalytic combustion of volatile organic compounds, J.
Hazard. Mater. 109, 113–139.
Finlayson-Pitts, B.J. and Pitts, J.N. (1997). Tropospheric air pollution: ozone, airborne toxics,
polycyclic aromatic hydrocarbons, and particles, Science 276, 1045–1052.
Gandhi, N. (2013). Biodepollution of paint manufacturing industry waste water containing
chromium by using coagulation process. International Refereed Research Journal 4(1), 110-
118.
Groenestijn, J.W. (2005). Biotechniques for air pollution control: past, present and future
trends. Biotechniques for Air Pollution Control 25, 3-12.
Groenestijn, J.W. and Hesselink, P.G.M. (1993). Biotechniques for air pollution control.
Biodegradation 4, 283–301.
Hanafy, M. and Elbary, O.A. (2005). Effluent wastewater treatment for a resin-based paints
plant. Ninth International Water Technology Conference, IWTC9 2005, Sharm El-Sheikh,
Egypt. 85-103.
He, Z., Li, J., Chen, J., Chen, Z. Li, G., Sun, G., An, T. (2012). Treatment of organic waste gas
in a paint plant by combined technique of biotrickling filtration with photocatalytic
\
oxidation. Chemical Engineering Journal 200–202,645–653.
Jewell, L.L., Fasemore, O.A., Hildebrandt, D., Glasser, D., Heron, L., Van-Wyk, H. and
Cooray, B. (2004). Toward zero waste production in the paint industry. Water SA 30(5), 95-
99.
Jolly, Y.N., Islam, A., Quraishi, S.B. and Mustafa, A.I. (2008). Effects of paint industry effluent
on soil productivity. Journal of Bangladesh Academy of Sciences 32(1), 41-53.
Körbahti, B.K., Aktas¸ N. and Tanyolac¸ A. (2007). Optimization of electrochemical treatment of
industrial paint wastewater with response surface methodology. Journal of Hazardous Materials
148, 83-90.
Körbahtia, B.K. and Tanyolac, A. (2009). Electrochemical treatment of simulated industrial paint
wastewater in a continuous tubular reactor. Chemical Engineering Journal 148, 444- 451.
Kumar, K.V., Sridevi, V. Harsha, N., Lakshmi, M.V.V.C. and Rani, K. (2013). Biofiltration and its
application in treatment of air and water pollutants-A review. International Journal of Application
or Innovation in Engineering & Management 2(9), 226–231.
Kurt, U., Avsar, Y., and Gonullu, M.T. (2006). Treatability of water-based paint wastewater with
Fenton process in different reactor types. Chemosphere 64, 1536–1540
Lorton, G.A. (1988). Waste minimization in the paint and allied products industry. Waste Management
38(4), 422-427.
Löser, C., Seidel, H., Hoffmann, P. and Zehnsdorf, A. (2001). Remediation of heavy metal-
contaminated sediments by solid-bed bioleaching. Environmental Geology 40 (4-5), 643- 650.
Madukasi, E.I., Ajuebor, F.N., Ojo, B.I. and Meadows, A.B. (2009). Pollutant removal from paint
effluents using modified clay minerals. Journal of Industrial Research and Technology 2(1), 49-
54.
Madukasi, E.I., Ojo, B.I., Igwe, C.C. and Taiwo, O.E. (2013). Pilot scale treatment of textile and paint
effluents by physicochemical and advanced filtration processes. Earth Resources 1(1), 27-32.
Malakootian, M., Almasi, A. and Hossaini, H. (2008). Pb and Co removal from paint industries
effluent using wood ash. Int. J. Environ. Sci. Tech. 5(2), 217-222.
Malakootian, M., Almasi, A. and Hossaini, H. (2008). Pb and Co removal from paint industries
effluent using wood ash. Int. J. Environ. Sci. Tech. 5(2), 217-222.
Malakootian, M., Nouri, J., and Hossaini, H. (2009). Removal of heavy metals from paint industry's
wastewater using Leca as an available adsorbent. Int. J. Environ. Sci. Tech. 6(2), 183-190.
Mangani, G., Berloni, A. and Maione, M. (2003). A GC–MS method for analysis of volatile
monocyclic aromatic compounds in heavy fuel oil using headspace-solid phase microextraction.
Chromatographia 58, 115–117.
Mousa, I. and El-Rakshy, N. (2010). Paints industry wastewater treatment through biological aerated
filtering technology, case study. Hazardous Waste ManagementB5(2).
Onuegbu, T.U., Umoh, E.T. and Onwuekwe, I.T. (2013). Physico-chemical analysis of effluents from
Jacbon Chemical Industries Limited, makers of bonalux emulsion and gloss paints. International
Journal of Science and Technology 2(2), 169-173.
Philip, L. and Deshusses, M.A. (2008). The control of mercury vapor using biotrickling filters.
Chemosphere 70, 411-417.
Priadie, B. (2012). Teknik bioremediasi sebagai alternatif dalam upaya pengendalian pencemaran air.
Jurnal Ilmu Lingkungan 10(1), 38-48.
Quick, D. (2012). “Nano-velcro” traps and detects heavy metals in contaminated waterways.
Salvador, S., Commandré, J.M. and Kara, Y. (2006). Thermal recuperative incineration of
VOCs: CFD modelling and experimental validation, Appl. Therm. Eng. 26, 2355–2366.
Seidel, H., Loser, C., Zehnsdorf, A., Hoffmann, P. and Schmerold, R. (2004). Bioremediation process
for sediments contaminated by heavy metals: feasibility study on a pilot scale. Environ Sci Technol
38 (5). 1582-1588.
Šmídová, D., Mikulášek, P. and Skoupil, J. (2005). Treatment of wastewater from water- based paints
industry. Environment Protection Engineering 31(3-4), 135-143.
\
Tian, Y., Chen, L., Gao, L., Michel Jr., F.C., Keenerc, H.M., Klingmanc, M. and Dick, W.A. (2012).
Composting of waste paint sludge containing melamine resin and the compost’s effect on vegetable
growth and soil water quality. Journal of Hazardous Materials 243, 28- 36.
Vaajasaari, K., Kulovaara, M., Joutti, A., Schultz, E. and Soljamo, K. (2004). Hazardous
properties of paint residues from the furniture industry. Journal of Hazardous Materials 106,
71–79.
WMRC - Waste Management and Research Center. (1993). Paint waste reduction and disposal
options. Champaign, Illinois, USA.
Wübker, S.M. and Friedrich, C.G. (1996). Reduction of biomass in a bioscrubber for waste gas
treatment by limited supply of phosphate and potassium ions. Applied Microbiology and
Biotechnology 46(5-6), 475-480.
Zehnsdorf, A., Seidel, H., Hoffmann, P., Schlenker, U. and Müller, R. (2013). Conditioning of
sediment polluted with heavy metals using plants as a preliminary stage of the
bioremediation process: a large-scale study. Journal of Soils and Sediments 13 (6), 1106-
1112.

\
\

Anda mungkin juga menyukai