Anda di halaman 1dari 41

Bab

MekanismeSensorisdanPersepsi
SertaAnatomiOrgan-
organSensoris
A. KONSEPPERSEPSI C. PENDENGARAN
I. Sensasidan Persepsi 1. Bunyi
2. Model Tradisional dari Organisasi Sistem 2. AnatomiTelinga
Sensoris 3. Jalannya Impuls dari Telinga ke Primary
3. Model Hierarkis dari Organisasi Sistem AuditoryCortex
Sensoris 4. OrganisasiTonotopicdari Primary Auditory
B. PENGLIHATAN Cortex
5. LokalisasiSuara
I. AnatomiOrgan Mata
2. Reseptordi Mata 6. Efek Kerusakandi AuditoryCortex
3. Jalan Impuls di Mata D. SENSASISOMATIS : Peraba
4. Visus I. AnatomiOrganonTactus
5. MelihatWarna 2. ReseptorKulitdan HantaranImpuls di
6. Penglihatanpada Waktu Remang-remang Saraf Perifer
7. Tiga Dimensi 3. Lokalisasi Kortikaldari SensasiSomatis
8. Proyeksi Terbalik dari Bayangan-bayangan 4. ParadokstentangRasa Sakit
Pada Retina 5. MekanismePengontrolRasa Sakit
9. Medan Penglihatan E. SENSASIKIMIAWI : Pembaudan Perasa
10. Noda Buta 1. Sistem Olfactory
II. MekanismeKortikaldari Penglihatan 2. Sistem Gustatory
12. Blindsight:Melihatdi Luar Kesadaran 3. KerusakanOtak dan Sensasi Kimia
13. Fenomena "COMPLETION"dan Scotoma
14. KorteksVisualSekunderdanKorteksAsosiasi F. ATENSI SELEKTIF
15. Agnosia G. KESIMPULAN: Prinsip Umum Organisasi Sistem
16. Persepsi SubjectiveContours Sensoris

Dalam bab ini akan dibahas hal-hal umum yang berkaitan dengan mekanismesensoris atau
penginderaan. baiksecara anatomis, kaitannya dengan sistem sarafyang bekerja pada saat proses
penginderaan terjadi, dan kelainan-kelainan penginderaan yang mung kin dialami individu (baik
karena penyebab jisiologis maupun psikologis). Secara psikologis, proses penginderaan akan diikuti
dengan proses lanjutan yang melibatkan integrasi, rekognisi dan intepretasi yang disebut dengan
persepsi. Perbedaan utama tentang mekanisme sensoris dan persepsi akan dibahas lebih jauh dalam
bagian ini.

85
A. KONSEP PERSEPSI
Dalam memahami konsep persepsi, maka tidak akan terlepas dari sistem sensoris. Dalam bab ini
akan dibahas kelima macam sistem sensori manusia (panca indera/exteroceptive sensory system)
yang mengintepretasi stimuli dari luartubuh, yaitu penglihatan, perabaan, pendengaran,
pembau/penciuman, dan perasa.

1. Sensasi dan Persepsi


Proses persepsi dibedakan dalam dua fase, yaitu fase sensasi dan fase persepsi. Sensasi
merujuk pada proses pendeteksian hadirnya stimuli sederhana, sedangkan persepsi merujuk p
ada proses lebih lanjut, yaitu proses integrasi, rekognisi, dan intepretasi pola-pola sensasi yang
kompleks. Untuk menambah pengertian tentang perbedaan sensasi dan persepsi, maka dapat
diambil suatu contoh konkrit, misalnya pada saat seseorang menyentuh api lilin dengan
jarinya. Reseptor panas di kulit jari akan merasakan sensasi panas dari api lilin.
. Tetapi bila orang tersebut pernah mengalami suatu trauma dengan api, maka ada proses
pengintegrasian antara sensasi yang dial ami dengan proses rekognisi terhadap
pengalamannya dengan api, sehingga sensasi panas dari api lilin dapat diintepretasikan
sebagai api besar yang dapat membakar seluruh tubuhnya sehingga akan muncul reaksi
histeris. Reaksi histeris itu adalah proses persepsi dari api lilin, sedangkan rasa panas
dijari tangan adalah sensasi dari api lilin.
2. Model Tradisional dari Organisasi Sistem Sensoris
Sistem sensori exteroceptive atau panca indera secara umum memiliki mekanisme yang
serupa, Menurut model tradisional (Merzenich & Kaas, 1980; dalam Pinel, 1993), reseptor
dari tiap organ akan menuju ke thalamus yang terletak di bagian atas batang otak . Tiap
nukleus di thalamus menyampaikan pesan dar:imasing-masing reseptor ke bagian
neocortex yang disebut primary sensory cortex yang sesuai. Dari primary sensory cortex,
atcan dilanjutkan ke daerah pertemuan cortical yaitu secondary sensory cortex yang sesuai.
Jadi tujuan utama input sensoris dalam model tradisional adalah association cortex.
Association Cortex diasumsikan berhubungan dengan aktivitas berbagai macam sistem
sensori, yaitu menterjemahkan input sensori menjadi suatu program untuk melakukan
output motorik dan sebagai perantara aktivitas kognitif, seperti berpikir dan mengingat.
Gambar 6.1. di bawah ini menggambarkan pengertian model tradisional.

3. Model Hierarkis dari Organisasi Sistem Sensoris


Dalam perkembangannya, model tradisional tadi sudah mulai bergeser ke model hierarkis,
yaitu proses yang terjadi akan berlangsung sesuai dengan kompleksitasnya. Contohnya pada .

pengertian sensasi dan persepsi di atas. Pada model tradisional, tampak alur informasi dari
reseptor menuju ke bagian yang lebih kompleks, yaitu otak. Sedangkan pada model
hierarkis tampak bahwa ada hubungan yang erat antara yang lebih ko.mpleksdan kurang
kompleks, artinya sistem sensori yang lebih tinggi adalah yang lebih bersifat persepsual
dan kurang bersifat sensoris, sebaliknya sistem sensori yang lebih rendah adalah yang
lebih bersifat sensoris dan kurang bersifat persepsual.

86
Korteks Visual Korteks Somatosensoris Korteks Auditory
Sekunder Sekunder Sekunder

Korteks Visual Korteks Korteks Auditory


Primer Somatosensoris Primer
Primer

/
Nukleus penyampai Nukleus penyampai

berita visual berita Somatosensoris


di thalamus di thalamus

Gambar 6.1. Model Tradisional dad Organisasi Sistem Sensori (pada gambar ini
hanya ditampilkan tiga macam sistem sensoris) (Pinel, 1993)

8. PENGLIHATAN

1. Anatomi organ mata


Mata atau organon visus secara anatomis terdiri dari Occulus dan alat tambahan (otot-
otot) disekitarnya. Occulus terdiri dari Nervus Opticus dan Bulbus Occuli yang terdiri
dari Tunika dan Isi. Tunika atau selubung terdiri dari 3 lapisan, yaitu:
a. Tunika Fibrosa (Iapisan luar), terdiri dari kornea dan sklera
b. Tunika Vasculosa (lapis an tengah) yang mengandung pembuluh darah, terdiri dari
ChOIioidea,corpus ciliaris, dan iris yang mengandungpigmen dengan musculus
dilatator pupillae dan musculus spchinter pupillae.
c. Tunika Nervosa (Iapisan paling dalam), yang rnengandung reseptor terdiri dari dua
lapisan, yaitu: Stratum Pigmenti dan Retina (dibedakan atas (1) Pars Coeca yang

.87
meliputi Pars Iridica dan Pars Ciliaris; (2) Pars Optica yang berfungsi menerima
rangsang dari conus dan basilus).
Isi pada Bulbus Oculli terdiri dari:
a. Humor Aques, zat cair yang mengisi antara komea dan lensa kristalina, di belakang
dan di depan iris.
b. Lensa Kristalina, yang diliputi oleh Capsula Lentis dengan Ligmentum Suspensorium
Lentis untuk berhubungan dengan Corpus Ciliaris.
c. Corpus Vitreum, badan kaca yang mengisi ruangan antara lensa dengan retina.
Otot-otot mata

Pupil

~~efisaKristalina Kornea
Corpus Saraf Penglihatan
.
Ciliaris / \ R etma
Sklera
. (bagian putih mataphoroidea (garis hitam)
Gambar 6.2. Penampang mata beserta bagian-bagiannya (Pinel, 1993)

2. Reseptor diMata
Reseptor penglihatan adalah sel-sel di conus (sel kerucut) dan basilus (sel batang). Conus
terutama terdapat dalam fovea dan penting untuk menerima rangsang cahaya kuat dan
rangsang warna. Sel-sel basilus tersebar pada retina terutama di luar makula dan berguna
sebagai penerima rangsang cahaya berintensitas rendah. Oleh karena itu dikenal dua
mekanisme tersendiri di dalam retina (disebut dengan Teori Duplisitas), yaitu:
a. Penglihatan Photop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan sinar pada siang
hari dan penglihatan wama dengan conus
b. Penglihatan Scotop, yaitu mekanisme yang mengatur penglihatan senja dan malam
hari dengan basilus
3. Jalan Impuls di Mata
Manusia dapat melihat karena ada rangsang berupa sinar yang diterima oleh reseptor pada
mata. Jalannya sinar pada mata adalah sebagai berikut:

88
Gambar 6.3. Sel-sel conus dan basilus dilihat melalui photomicrograph. Sel-sel yang
berbentuk silidris adalah sel batang (rodlbasilus), sedangkan sel-sel kecil berawarna
terang dan berbentuk kerucut adalah sel kerucut (conus) (Pinel, 1993)
Impuls yang timbul dalam conus atau basilus berjalan melalui neuritnya menuju ke
neuron yang berbentuk sel bipoler dan akhirnya berpindah ke neuron yang berbentuk sel
mutipoler. Neurit sel-sel multipoler meninggalkan retina dan membentuk nervus opticus.
Kedua nervus opticus di bawah hypothalamussaling bersilangansehinggamembentuk
chiasma nervus opticus. Tractus Opticus sebagian berakhir pada colliculus superior, dan
sebagian lagi pada corpus geneculatum lateral yang membentuk neuron baru yang pergi
ke korteks pada dinding fissura calcarina melalui capsula interna. Pada dinding fisura
calcarina inilah terdapat pusat penglihatan. Lihat gambar 6.4.

Gambar 6.4. Jalannya impuls di mata

89
----

4. Visus
Untuk dapat melihat, stimulus (cahaya) harus jatuh di reseptor dalam retina kemudian
diteruskan ke pusat penglihatan (fovea centralis). Untuk dapat melihat dengan baik perlu
ketajaman penglihatan. Ketajaman penglihatan inilah yang disebut visus. Faktor-
faktoryang mempengaruhi kekuatan visus adalah:
a. Sifat fisismata, meliputiadatidaknyaaberasi (kegagalansinaruntuk berkonvergensiatau
bertemu di satu titikfokus setelahmelewatisuatu sistemoptik), besarnyapupil, komposisi
cahaya,ftksasiobjek,danmekanismeakomodasinyadenganelastisitasmusculusciliarisnya
yang dapat menyebabkan ametropia yang meliputi (lihat gambar 6.5.):
1) Myopia, sinar sejajar axis pada mata tak berakomodasi akan memusat di muka
retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh:
axis terlalu panjang
kekuatan refraksi lensa terlalu kuat
2) Hypermetropia, sinar sejajar axis pada mata yang tak berakomodasi akan memusat di
belakang retina, sehingga bayangan kabur. Dapat disebabkan oleh:
axis bola mata terlalu pendek
kekuatan refraksi lensa kurang kuat
3) Astigmatisma, kesalahan refraksi sistem lensa mata yang biasanya disebabkan
oleh komea yang berbentuk bujur sangkar atau jarang-jarang, dan lensa yang
berbentuk bujur).
b. Faktor stimulus, yang meliputi kontras (terbentuknya bayangan benda yang berwama
komplementemya), besar kecilnya stimulus, lamanya melihat, dan intensitas cahaya.
c. Faktor Retina, yaitu makin kecil dan makin rapat conus, makin kecil minimum
separable Uarak terkecil antara garis yang masih terpisah).

-
PR PP F
(a)
I

I
00
Bendajauh tak Benda dekat berjarak
terbatas jaraknya kira-kira 25 em
W-- ....- PP F

(b)
Bayangan benda dekat memusat seeara tepat pada retina,
tetapi bayangan bend a yang jauh jatuh di depan retina.

PR PP
(c)
F
Bayangan benda yang berjarakjauh memfokus seeara tepat
pada retina, tetapi bayangan benda dekat jatuh di belakangnya.

Gambar 6.5. (a) Penglihatan Normal; (b) Myopia; (c) Hypermetropia

90
Untuk mengetahui visus adalah dengan menggunakan suatu pecahan matematis yang
menyatakan perbandingan 2jarak, yang juga merupakan perbandingan ketajaman penglihatan
seseorang dengan ketajaman penglihatan orang normal. Dalam praktek digunakan optotype dari
Snellen yang rumusnya adalah sebagai berikut:

d
V=
D

Keterangan: V = Visus
d = jarak antara optotypedengansubjekyangdiperiksa
D =jarak sejauhmanahuruf-hurufmasihdapatdibacamatanormal

Visus berkaitan erat dengan mekanisme akomodasi seperti yang telah disebutkan di atas,
adanya kontraksi akan menyebabkan peningkatan kekuatan lensa, sedangkan relaksasi
menyebabkan pengurangan kekuatan. Akomodasi memiliki batas maksimum, jika benda yang
telah fokus didekatkan lagi, maka bayangan akan kabur. Titik terdekat yang masih dilihat jelas
oleh mata dengan akomodasi maksimum disebut punctum proximum (PP).
Makin tua usia seseorang, makin jauh jarak PP; disamping itu elastisitas lensa juga
berkurang dan daya mencembung juga berkurang (disebut PRESBYOPIA). Berkurangnya
elastisitas oleh proses penuaan adalah akibat terjadinya kalsifikasi (pengapuran).
Endapan-. endapan kapur ini menghambat elastisitas mata. Kalsifikasi ini juga dapat
menyebabkan katarak pada kornea.
Titik terjauh yang masih dapat dilihat dengan jelas tanpa mata berakomodasi adalah
tidak terbatas."Kondisi ini disebut denganpunctum remotum (PR). Lihat gambar 6.6.

PR PP F
Benda jauh tak Benda dekat berjarak

terbatas jaraknya kira-kira 25 em

Gambar 6.6. Letak P P dan PR

Dalam akomodasi inijuga terdapatAmplitudo Akomodasi (AA), yaitu jarak benda yang dapat
dilihat jelas, yaitu yang terletak diantara kekuatan refraksi dinamis (PP) dan kekuatan refraksi
statis (PR). J;>adaprebyopia, AA berkurang karena kekuatan refraksi dinamisnya berkurang.

91
5. Melihat Wama
Penglihatan warna sangat dipengaruhi oleh tiga macam pigmen di dalam sel kemcut
sehingga sel kemcut/conus menjadi peka secara selektif terhadap berbagai warna bim,
merah, dan hijau.
Banyak teori berbeda diajukan untuk menjelaskan fenomena penglihatan, tapi
biasanya teori-teori itu didasarkan pada pengamatan yang sudah dikenal dengan baik,
yaitu bahwa mata manusia dapat mendeteksi hampir semua gradasi warna bila cahaya
monokromatik merah, hijau, dan bim dicampur secara tepat dalam berbagai kombinasi.
Teori penting pertama mengenai penglihatan warna adalah dari Young, yang
kemudian dikembangkan dan diberi dasar eksperimental yang lebih mendalam oleh
Helmholtz. Menumt teori ini ada tiga jenis sel kemcut yang masing-masing beraksi secara
maksimal terhadap suatu warna yang berbeda. Oleh sebab itu menumt teori ini ada 3
macam conus, yaitu:
1. Conus yang menerima warna hijau
2. Conus yang menerima warna merah
3. Conus yang menerima warna bim

Ketiga macam conus itu mengandung zat photokemis yaitu substansi yang dapat
dipecah oleh sinar matahari. Jika ketiga macam conus itu mendapat rangsang bersama-
sama, maka terlihatlah warna putih. Warna-warna lain adalah kombinasi dari 3 warna
dasar itu dengan perbandingan berbeda-beda. Contohnya cahaya monokromatik merah
dengan panjang gelombang 610 milimikron merangsang kemcut merah ke suatu nilai
rangsang sebesar kira-kira 0.75 (75% dari puncak perangsangan pada panjang gelombang
optimum), sedangkan ia merangsang kemcut hijau ke suatu nilai rangsang sebesar kira-
kira 0.13 dan kemcut bim sarna sekali tidak dirangsang. Jadi rasio perangsangan dari
ketiga jenis conus dalam hal ini adalah 75: 13: 0, sehingga sistem saraf menafsirkan
kelompok rasio ini sebagai sensasi merah. Untuk sensasi bim, kelompok rasionya adalah
0: 14: 86; untuk sensasi jingga tua-kuning , kelompok rasionya 100: 50: 0; untuk sensasi
hijau, kelompok rasionya 50: 85: 15, demikian setemsnya.
Ada suatu kondisi dimana seseorang tidak dapat melihat warna sarna sekali. Cacat
tersebut dinamakan buta warna yang mempengamhi total maupun sebagian kemampuan
individu untuk membedakan warna. Variasi dari buta warna yang dibawa sejak lahir
cukup nyata, antara lain:
a) Akromatisme atall Akromatopsia, adalah kebuataan warna total dimana semua warna
dilihat sebagai tingkatan warna abu-abu
b) Diakromatisme, adalah kebutaan tidak sempurna yang rpenyangkut ketidakmampuan
untuk membedakan warna-wama merah dan hijau. Untuk kesimpangsiuran warna ini
ada tiga tipe, yaitu:
Deutrinophia, yaitu orang yang kehilangan kemcut hijau sehingga ia tidak dapat
melihat warna hijau

92
Protanophia, yaitu orang yang kehilangan kerucut merah sehingga ia buta warna
merah
Tritanophia, yaitu kondisi yang ditandai oleh ketidakberesan dalam warna biru dan
kuning dimana conus biru atau kuning tidak peka terhadap suatu daerah
spektrum visual

Menurut Hering, buta warna partial disebabkan karena orang tua tidak mempunyai
substansi warna merah-hijau (daltonis). Umumnya orang menderita buta warna merah-hijau,
sedangkan buta warna kuning-hitam jarang terjadi, juga penderita buta warna yang total jarang
terjadi karena itu jarang ada individu yang tidak mempunyai substansi fotochemis sarna sekali.
Hering juga menyatakan bahwa ada 3 macam substansi fotochemis yang memiliki 6 macam
kualitas dan dapat memberikan 6 macam sensasi. Substansi ini dapat
dipecah dan dapat dibangun oleh rangsang-rangsang tertentu. Ke-2 macam substansi itu
adalah:
Substansi putih/hitam
Substansi merah/hijau
Substansi kuning/biru

Ada keberatan-keberatan terhadap teori Hering karena tidak sesuai dengan doktrin energi
spesifik. Dalam doktrin energi spesifik, tiap satu reseptor hanya dapat menerima satu macam
rangsang yang tetap dan hanya dapat memberikan satu sensasi yang tepat. Sedangkan dalam
teori Hering, satu substansi dianggap dapat mengadakan 2 sensasi warna.
Kalau terlihat warna putih, berarti semua gelombang sinar dipantulkan, sedangkan kalau.
melihat warna hitam berarti semua gelombang sinar dihisap (diabsorpsi).
Untuk menyelidiki apakah seseorang menderita buta warna atau tidak dapat
dilakukan dengan berbagai macam tes, antara lain:
a) TES HOLMGREN, yaitu tes kemampuan membedakan warna (caranya, pemeriksa
mengambil sekumpulan benang-benang wol berturut-turut seutas dengan warna hijau,
merah, ungu, dan kuning, kemudian subjek yang diperiksa diminta untuk mencari
gulungan benang yang warnanya sarna).
b) TES ISIHARA (Jepang) dan Tes STILLING (Jerman), yaitu lukisan angka dan huruf
dengan titik-titik yang terdiri dari beberapa macam warna. Angka-angka huruf-huruf
dan gambar itu dikelilingi dengan titik-titik yang bermacam-macam pula warnanya.
Subjek yang diperiksa diminta membaca angka huruf dan gambar tersebut.
6. Penglihatan pada waktu remang-remang
Penglihatan remang-remang atau penglihatan scotop berkaitan dengan rodopsin. Rodopsin
terbentuk dari protein dan retinen (vitamin A). Dalam keadaan gelap, semua retinen dan opsin
di dalam batang dan kerucut diubah menjadi pigmen peka cahaya. Selanjutnya, sejumlah besar
vitamin A diubah menjadi retinen yang kemudian diubah menjadi pigmen peka cahaya
tambahan, batas akhirnya ditentukan oleh jumlah opsin di dalam sel batang dan sel kerucut.

93
Mekanisme tersebut menyebabkan reseptor visual secara berangsur-angsur menjadi peka
terhadap rangsang cahaya, bahkan yang paling lemah sekalipun.
Ada:punproses pembentuk rhodopsin itu sendiri adalah sebagai berikut: Rhodopsin
dibentuk dari suatu protein yang disebut scotopsin dan retineen. Retineen direduksi oleh
enzym alkoholdehydrogenase; dengan adanya diphosphopyridin nucleotida dan hidrogen
menjadi vitamin A. Vitamin A dan protein akan membentuk rhodopsin. Rhodopsin karena
sinar matahari dipecah menjadi retineen dan protein. kemudian retineen hilang tinggal
proteinnya saja. Protein dan vitamin A akan menjadi rhodopsin lagj. Bila kena sinar, ia
akan pecah lagi, demikian seterusnya. Lihat gambar 6.7.

RHODOPSIN

PROTEIN + . - RETINEEN
VITAMIN A - PROTEIN
TERANG SEKALI

t
MAKANAN

Gambar 6.7. Proses Pembentukan Rhodopsin

Pada waktu terang rhodopsin dipecah terus menerus sehingga akan habis atau tidak
ada. Sedangkan pada saat gelap, rhodopsin tidak dipecah sehingga banyak tertimbun. Jika
seseorang datang dari tempat terang ke tempat gelap atau remang-remang, kepekaan retina
lambat laun akan meningkat dan menjadi maksimum setelah 20 menit. Waktu itulah yang
dibutuhkan untuk menimbun cukup rhodopsin. Disini sinar hijatt adalah sinar yang
tercepat memecahnya, sedangkan sinar merah adalah sinar yang lambat memecahnya.
Sebaliknya, jika seseorang pergi dari tempat gelap ke tempat terang, matanya akan
menjadi silau untuk Sementara (5 menit) karena conus penuh dengan rhodopsin dan
diperlukan waktu untuk mencapai tarafkeseimbangan lagi antara produksi dan penguraian.

7. Penglihatan Tiga dimensi .


Penglihatan tiga dimensi merupakan persepsi kedalaman pada alat visual yang dapat berfungsi
untuk menentukan jarak. Penentuan jarak dengan penglihatan tiga dimensi memerlukan
penglihatan binokuler, yaitu suatu penglihatan optimal yang terjadi bila bayangan yang
diterima mata sangat jelas pada kedua fovea centralis, yang secara simultan dikirim ke
susunan saraf pusat, kemudian diolah menjadi suatu sensasi berupa bayangan
tunggal. Penglihatan binokuler yang normal memerlukan ~yarat-syarat sebagai berikut:

94
1. Faal mata monokuler dalam keadaan baik, yaitu benda yang difiksasi pada fovea
centralis akan maksimal sehingga tajamnya bayangan akan maksimal.
2. Kedua mata mempunyai posisi normal, artinya kedua bayangan jatuh tepat pada
kedua fovea centralis karena adanya kerjasama yang baik dari otot-otot ekstrinsik
mata yang mempunyai faal normal.
3. Susunana saraf pusat mampu mensintesa bayangan yang diterima kedua mata supaya
tampak menjadi satu gambaran tunggal.

Jadi dengan kata lain, syarat penglihatan binokuler adalah visus yang baik, kerja otot-
otot ekstrinsik yang normal, dan susunan saraf pusat yang tidak ada kelainan.
Dengan penglihatan binokuler, seseorang dapat menentukan atau merasakan jarak.
Karenajarak satu mata dengan tepi mata berbeda kurang lebih 2 inci lebih pendek,
bayangan pada kedua retina berbeda satu sarna lain, yaitu suatu benda yang terletak 1 inci
di depan batang hidup membentuk bayangan pada bagian temporal retina tiap mata,
sedangkan benda kecil pada 20 kaki di depan hidung mempunyai bayangan pada titik-titik
yang sangat bersesuaian di bagian tengah mata.
Melihat tiga dimensi adalah melihat dengan dua mata secarajelas dan nyata pada suatu
benda, yaitu arah panjang,tinggi,danjarak, sedangkanmelihat dengan 2 dimenasi (dengan 1
mata), yaitu arah panjang dan tinggi. Jadi ada perbedaanjika dilihat dengan dua mata dan
dilihat dengan satu mata saja. Hal ini disebutparrallaxis (beda lihat). Lihat gambar 6.8.
Demi Lune atau monokuler adalah daerah yang hanya dapat dilihat dengan 1 mata saja,
yaitukiri ataukanan saja.Faktoryang mempengaruhidalampenglihatandengan 1mata adalah:
1. Faktor Penutupan, benda yang menutupi atau dilihat berada di muka benda yang ditutupi
2. Pembagian Gelap dan Terang, bagian yang terkena sinar akan tampak terang,
sedangkan bagian yang lain akan kelihatan gelap. Dengan adanya pembagian ini,
maka dapat dibedakan antara sebuah bola dengan sebuah lingkaran
3. Perspektif Linier, bila suatu benda diletakkan pada jarak yang jauh, maka sudut
pandangnya pun semakin kecil.

Gambar 6.8. Lapang penglihatan monokuler dan binokuler. Garis terputus-putus melingkari lapang
penglihatan mata kiri; garis padat melingkari lapangan penglihatan mata kanan. Daerah gabungan
(daerah yang jernih, berbentuk jantung di tengah) adalah daerah yang
terlihat dengan penglihatan binokuler.Daerah yang bertitik-titik adalah daerah penglihatan
monokuler.

95
Jenis paralaksyang memperlihatkanbayangansebuahbintik hitamdan sebuahbujur
sangkar, misalnya, sebenarnya terbalik pada retina karena jarak mereka di depan mata
berbeda. lni memberikan sejenis paralaks yang selalu ada bila kecluamata sedang digunakan.
Paralaks binokuler atau 3 dimensi ini hampir 100% memberikan kemampuan yang lebih besar
untuk menilai jarak relatifjika dibandingkan dengan 1 mata, tetapi perlu diingat bahwa
penglihatan 3 dimensi ini sebenarnya tidak berguna untuk persepsi kedalaman pada jarak
lebih dari 200 kaki.
Penglihatan tiga dimensional ini selain membutuhkan penglihatan binokuler juga
memerlukan titik disparat dan titik identik. Titik-titik identik (sejajar) adalah titik di dalam
kedua retina yang menghasilkan penglihatan bila dirangsang oleh satubenda, sedangkan
titik disparat merupakan titik-titik pada kedua retina yang tidak sejajar, sehingga bayangan
bisa terlihat kembar akibat bayangan-bayanganjatuh tidak pada titik yang sarnapada kedua
retina. Objek di luarmata yang terlihat sebagai kembar inilah yang disebutdiplopia.
Diplopia terjadi akibat kesan dobel (kembar) yang ditimbulkan oleh titik-titik clisparat
tersebut. Diplopia terjaclibila ada supresi pada pelupuk mata sehingga tidak berlangsung
penglihatan binokuler normal. Ada beberapa gangguan faal penglihatan yang bersifat
fungsionil atau diplopia ini, yaitu:
1) Aniseikonea, yaitu diplopia yang terdapat sesudah melihat secara disparsi
2) Disparsi, yaitu setelah melihat benda sejauh 1 atau 2 meter, kemudian menutup mata
bergantian. Maka akan didapatkan perbeclaanbentuk, tempat, dan besar benda.
3) Ambliopia, yaitu berkurangnya kemampuan penglihatan tanpa disertai kelainan organis
4) Supresi, yaitu mata yang diplopia ditutup dan mengeliminasi bayangan dari mata
lainnya.
Bola mata gerakannya diatur oleh 6 pasang otot ekstrinsik mata, yaitu:
4 musculus rectus, terdiri dari
· musculus rectus superior
musculus rectus inferior
· musculus rectus medialis
· musculus rectus lateralis
2 musculus obliquus, terdiri dari
· musculus obliquus superior
· musculus obliquus inferior

Pergerakan bola mata ini diatur sedemikian sempurna sehingga bayangannya tepat jatuh di
fovea central is sehingga penglihatan binokuler akan sempurna pula. Ada pun inervasi otot-otot
ekstrinsik adalah sebagai berikut:
1. N. III menginervasi
·
musculus rectus superior
·

96
· musculus rectus medialis
· musculus obliquus inferior
2. N. IV menginervasi musculus obliquus superior
3. N. VI menginervasi musculus rectus lateralis

8. Proyeksi Terbalik dari Bayang-bayangan pada Retina


Agar suatu objek dapat dilihat maka harus terjadi bayangan di retina dan bayangan ini harus
dihantarkan ke otak, yaitu di cortex visual pada fissura calcarina untuk dapat disadari. Suatu
objek akan terlihat kalau objek tersebut mengeluarkan atau memantulkan cahaya.
Terjadinya bayangan di retina serta timbulnya impuls saraf untuk dikirim ke fissura
kalkarina menyangkut perubahan kimiawi dari fotoreseptor di conus dan basilus. Bayangan
yang terjadi di retina (2 mata) dibandingkan objeknya adalah: lebih kecil, terbalik, hitam,
dan dua dimensi.
Pada hakekatnya, pengolahan informasi penglihatan dalam retina menyangkut
pembentukan 3 buah bayangan. Bayangan pertama yang dibentuk oleh efek cahaya pada
fotoreseptor diubah menjadi bayangan kedua dalam sel-sel bipolar dan kemudian diubah
menjadi bayangan ketiga dalam sel-sel ganglion. Pada pengubahan bayangan kedua,
impuls diubah oleh sel horizontal; pada pembentukan bayangan ketiga, impuls diubah lagi
oleh sel-sel amakrin. Oalam corpus geniculatum laterale hampir tidak terjadi perubahan
pada pola impuls, sehingga bayangan ketiga mencapai lobus occipitalis. Oi bagian lobus
occipitalis ini terjadi fungsi kedua bayangan dari mata kanan dan kiri, artinya kedua
bayangan tadi diolah menjadi satu bayangan dalam kesadaran manusia. Pada bagian ini
terjadi kesadaran bahwa objek yang dilihat bila dibandingkan dengan bayangan di retina
adalah: lebih besar, tegak, 3 dimensi, dan berwarna-warni. Lihat gambar 6.1. di atas.
Penipuan penglihatan dapat terjadi bila sinar yang masuk tidakjatuh pada bagian sentral
dari retina. Penipuan penglihatan ini disebut Fenomena Fosfen. Untuk membuktikan adanya
fenomena fosfen dapat dilakukanpercobaan Lecat, yaitu sehelai kertas diberi lubang dan
diletakkan 2 cm dari mata, dan mata tidak dapat melihat dengan terang, lalu diantara mata dan
kertas diletakkan jarum berkepala, maka bayangan jarum itu jadi tak lurus dan terbalik.
Teori Purkinje-Samsonmengenaibayanganmenjelaskanbahwa apabila
seseorang melihat benda maka akan terjadi 3 bayangan pada mata. Bayangan pertama
dibuat oleh kornea, bayangan kedua dibuat oleh lensa kristalina sebelah muka, dan
bayangan ketiga dibuat oleh lensa kristalina sebelah belakang. Bayangan kedua lebih besar
daripada yang pertama, sedangkan bayangan ketiga lebih kecil dan terbalik.
9. Medan Penglihatan
Medan penglihatan adalah daerah yang terlihat oleh sebuah mata pada keadaan tertentu.
Oaerah yang terlihat pada sisi nasal disebut Medan Penglihatan Nasal, dan daerah yang
terlihat pada sisi lateral disebut Medan Penglihatan Temporal. Luas medan penglihatan
normal pada manusia adalah:

97
NodaButa 10. - 20. di temporal
Makuladi pusat
Luas nonnal a. Temporal 90.
b. Atas50.
c. Nasal 60.
d. Bawah 70.

Untuk membuat peta medan penglihatan seseorang dapat dilakukan secara perimetrik
dengan menggunakan perimeter. Perimeter berupa lengkung dari besi yang memiliki
skala. Kepala subjek yang sedang diukur medan penglihatannya diletakkan pada tempat
dagu dan melihat ke arah 0" . Kemudian digerakkan sebuah benda/titik terang dari lampu
batere, dari atas, dari bawah, dari kanan, dan dari kiri. Subjek kemudian dimintauntuk
mencatat letak titik yang maksud. Umumnya daerah penglihatan itu adalah:
a. keluar 90" (tidak terganggu)
b. ke arah dalam 60" (terganggu hidung)
c. ke arah bawah 50" (terganggu pipi)
d. ke arah atas 50" (terganggu arcus super ciliaris/tempat alis)

Perimeter juga dapat memetakan wama-wama yang dapat dilihat dengan penglihatan
tidak langsung dalambagian-bagianyang berlain-Iainanpada retina. Setiap wama mempunyai
medan penglihatan wama tersendiri pada retina, yaitu biru dan kuning mempunyai medan
penglihatan terluas, sedangkan hijau dan merah relatif kecil luas penglihatannya dalam
wilayah sentral retina. Hanya abu-abuyang dapat dilihat di luar batas garis wama-wama unik,
wama lainnya tidak bisa dilihat bila menyimpang dari areanya.
Medan penglihatan juga berkaitan erat dengan gerakan bola mata yang dikendalikan oleh
otot-otot. Gerakan bola mata dikendalikan oleh otot-otot ekstraokuler seperti yang telah
dijabarkan di atas. Otot-otot ekstraokuler ini memungkinkan manusia untuk selalu
mengarahkan muka ke arah objek. Mekanisme gerakan bola mata sangat kompleks, baik
untuk gerakan satu mata maupun kedua mata.
10. Noda Buta
Noda buta adalah suatu titik dimana axon-axon meninggalkan mata sehingga tidak ada reseptor.
Dinamakan noda buta karena tidak sensitif terhadap cahaya. Axon-axon ini berasal dari sel-sel
ganglion yang distimulasi oleh sel-sel bipoler akibat perangsangan dari conus dan basilus. Axon-
axon ini kemudian membentuk nervus opticus. Ketika akan meninggalkan mata, tidak ada reseptor
sehingga tidak sensitif terhadap rangsangan cahaya, akhimya terjadi noda buta. Lihat gambar 6.9.

Noda buta ini terletak pada sisi nasal pada retina. Oleh karena sinar berjalan dalam garis
lurus, maka suatu noda buta berada dalam medan penglihatan temporal pada penglihatan
peripheral.

98
Alat untuk menentukan nod a buta pada seseorang adalah campimeter. Prinsip penggunaannya
sarna dengan perimeter hanya bentuknya saja yang berbeda, campimeter berupa papan dengan
lingkaran-lingkaran yang digambar pada papan campimeter itu lengkap dengan derajat-derajatnya.
Letak dari noda buta (pada papilla nervi optic a) yaitu.:!: ISo keluar dimana pada daerah ini retina
tidak dapat melihat bend a yang digerakkan tadi. Jadi scotoma! scotum (daerah noda buta) dapat
ditetapkan dengan campimeter. Benda digerakkan dari luar ke dalam dan subjek yang diperiksa
diminta memberi tahu bila ia tidak melihat benda yang digerakkan agar daerah noda butanya dapat
dicatat.

Gambar 6.9. Noda Buta

11. Mekanisme Kortikal dari Penglihatan


Kerusakan pada primary visual cortex pada sebelah hemisphere akan mengakibatkan
scotoma (daerah buta) di daerah visual bagian contralateral. Kondisi ini umumnya disertai
dengan kerusakan visual-korteks. Bila seseorang mengalami kerusakan pada kedua
primary visual cortex-nya, maka ia akan mengalami kebutaan; tetapi meskipun mengalami
kebutaan, pasien dengan kebutaan cotical ini bisa melakukan kegiatan-kegiatan dengan
sempuma, seperti merengkuh benda yang bergerak atau mengindikasi arah gerakan
meskipun ia tidak dapat melihatnya. Kondisi ini disebut blindsight.
12. Blindsight: Melihat di luar kesadaran
Seseorang yang mengalami kerusakan pada kedua bagian primary visual cortex akan
mengalami kebutaan. Namun kebutaan yang dialami bukan seperti kebutaan yang dialami
penderita tuna netra karena meskipun ia tidak dapat melihat, ia mampu melaksanakan tugas-
tugas yang membutuhkan kemampuan visual, seperti mengenggam barang yang bergerak,
menandai arah gerakan objek. Kondisi kebutaan kortikal seperti ini disebut "blindsight".
Padakondisi blindsightiniseseorangbukantidakbisamelihat,namunkehilangankesadarannya
dalam melihat.

99
Pada suatu percobaan yang dilakukan oleh Weiskrantz, Warrington, Sanders, dan
Marshall (1974; dalam Pinel, 1993), seorang penderita kebutaan pada medan penglihatan
sebelahkiri karena lobusoccipitalsebelahkanannyamengalamikerusakan;diberi serangkaian
tes. Hasilnya menunjukkan bahwa (1) subjek mampu meraih benda yang terletak di medan
penglihatan sebelah kirinya dengan akurasi yang tinggi; (2) subjek bisa membedakan
orientasi garis vertikal dengan garis horizontal atau dengan garis diagonal; (3) subjek bisa
membedakan huruf "X" dan "0". Tugas-tugas tersebut mampu dilaksanakan dengan baik
bila stimuli yang diberikan lebih besar daripada ukuran kritis yang dibutuhkan seseorang
untuk dapat melihat stimuli tersebut.
Kondisi diatas dapat terjadi karena informasi visual berlangsung melalui beberapa
jalur sehingga meskipun ada hambatan dalam satujalur tertentu, kesan yang disimpan
masih dapat diproses pada jalur-jalur selanjutnya. Jadi pada kasus blindsight; analisis
mekanisme penglihatan yang terjadi diperkirakan sebagai berikut: jalur dari retina yang
menuju ke superiorcolliculli di midbrain akan dilanjutkan ke pulvinar nuclei di thalamus.
Dari thalamus akan dilanjutkan ke secondary visual cortex, melalui primary visual cortex.
Dalam perjalanannya itu, teori tentang sistem retina-geniculate-striate yang berfungsi
sebagai mediator penglihatan pola dan warna; serta jalur collicular-pulvinar yang
berperan dalam mendeteksi dan mengindikasi letak objek dalam ruang; memegang
peranan penting, artinya bila terjadi gangguan dalam perjalanan tersebut, kesan yang
disimpan masih dapat diteruskan sampai ke efektornya.
13. Fenomena "COMPLETION" dan Scotoma
Pada organ mata terdapat noda buta. Daerah noda buta (scotum) pada manusia umumnya
sangat sempit .:t20 - 25 mm dari pusat titik ke kiri atau ke kanan mata. Artinya, bila
bayangan benda terletak kurang dari 20 mm di pusat penglihatan atau lebih dari 25 mm,
maka bayangan benda masih dapat dilihat; namun bila lebih dari 20 mm dan kurang dari
25 mm, maka bayangan tidak dapat dilihat karena jatuh di noda buta.
Pada beberapa kasus, noda buta dapat melebar dan menutup sebagian besar medan
penglihatan (lihat gambar 6.10.).
PETA MATA KIRI PET A MAT A KANAN
DARI PERIMETRI DARI PERIMETRI

Scotoma

Bintik Kuning
(Makula)

Gambar 6.10. Noda buta yang melebar

100
Kondisi ini menyebabkan fenomena "completion", yaitu meskipun ada bagian yang tidak
terlihat, penderita cenderung menyatakan bahwa ia melihat benda itu secara utuh karena ada
fenomena-fenomena kesadaran yang berkaitan dengan medan penglihatan, contohnya pada kasus
HEMIANOPSIC (scotomanya meliputi 1/2 bagian dari medan penglihatannya), dengan
berkonsentrasi melihat hidung; penderita mengaku dapat melihat keseluruhan wajah yang
dilihatnya.
14. Korteks Visual Sekunder dan Korteks Asosiasi
Bagian otak yang berperan dalam penglihatan, selain yang telah disebutkan di atas adalah
PRESTRIATE CORTEX atau sering disebutjuga dengan PERISTRIATE CORTEX dan INFERO
TEMPORAL CORTEX (lihat gambar 6.11. di bawah ini). Kedua bagian tersebut dinamakan
secondary visual cortex (bandingkan dengan posterior parietal cortex yang disebut korteks
asosiasi karena selain menerima input dari primary dan secondary visual cortex, iajuga menerima
input dari auditory cortex dan somatosensory cortex). Bagian itu disebut secondary visual cortex
karena (1) menerima sebagian besar proyeksi dari primary visual cortex; (2) terlibat dalam proses
analisis visual yang lebih kompleks dibandingkan primary visual cortex.

Korteks Parietal
Bagian Posterior
I.

Korteks Visual
Primer

Korteks
/
Inferotemporal

Gambar 6.11. Bagian-bagian neocortex yang berperan dalam penglihatan (Pinel, 1993)

Dari hasil penelitian diketahui bahwa informasi visual melaju dari primary visual cortex
melalui 2 jalur. Pertama, yang melalui inferotemporal cortex via prestriate cortex yang sangat
berperan dalam pengenalan objek; kedua, yang melalui posterior atau parietal cortex via prestriate
cortex yang berperan dalam persepsi gerak dan lokasi spasial.

15. Agnosia
Agnosia adalah kegagalan dalam melakukan rekognisi (bahasa Yunani: gnosis berarti untuk
mengetahui/to know). Kegagalan ini tidak berhubungan dengan kerusakan sensoris, verbal,

101
---

maupun intelektual. Sebagian besar agnosia umumnya berkaitan dengan satu sistem sensoris
tertentu. Contohnya penderita visual agnosia yang hanya akan mengalami hambatan dalam
merekognisi stimulus yang dihadirkan melalui sistem visual. Macam dari visual agnosia
adalah prosopagnosia (hambatan dalam merekognisi wajah; baik wajah orang lain yang sangat
dikenalnya, maupun wajahnya sendiri di dalam kaca; umumnya disebabkan oleh kerusakan
neuron yang terletak pada inferotemporal cortex), object agnosia (hambatan dalam
merekognisi objek), dan color agnosia (hambatan dalam merekognisi warna).

16. Persepsi Subjective Contours


Bila dilihat gambar-gambar di bawah ini (lihat gambar 6.12.), maka terbukti bahwa
persepsi visual manusia sudah tentu lebih baik daripada kenyataan fisiknya. Karena
melalui persepsi visual manusia cenderung mengintepretasikan adanya bangun persegi
panjang diagonal berwarna putih yang menimpa garis (gambar a) dan ada segitiga
berwarna puitih di tengah-tengah susunan lingkaran (gambar b).

It
(i
.
(A) (B)

Gambar 6.12. Persepsi Subjective Contours (Pinel, 1993)

Gambar di atas menunjukkan bahwa manusia cenderung memiliki persepsi adanya


bangun persegi panjang dan segitiga padahal sebenarnya bangun tersebut tidak ada.
Kontur visual yang sebenarnya tidak ada itu disebut subjective contours. Kontur subjektif
ini merupakan produk kognisi dan berkaitan dengan neuron prestriate.

C. PENDENGARAN
Telinga sebagai indera pendengaran, memiliki kemampuan yang jauh lebih besar daripada yang
dapat dibayangkan. Contohnya saja saat menonton konser musik, seseorang dapat mendengar
bunyi yang dikeluarkan oleh beberapa alat musik sekaligus, bahkan masih mampu membedakan
bunyi antara alat musik yang satu dengan lain. Demikian pula saat seseorang sedang
berkonsentrasi dalam suatu pembicaraan di sebuah pesta dan secara tidak

102
sadar iajuga mampu mendengarkan gosip yang baru disebarkan disekitar tempat ia
berbicara (disebut dengan fenomena cocktail-party).
1. Bunyi
Bunyi adalah vibrasi molekul di udara. Manusia hanya dapat mendengar vibrasi molekul
antara 20 sampai 20.000 Hz (hertz). Vibrasi berjalan melalui udara sekitar 1,238 kilometer
(743 mil) perjam. Gambar 6.13. menunjukkan hubungan antara dimensi fisik dari bunyi dan
persepsi pendengaran yang dilakukan manusia. Persepsi manusia terhadap bunyi yang keras
tergantung dari amplitudonya, persepsi terhadap bunyi yang tinggi tergantung dari
frekuensinya, dan persepsi terhadap kualitas bunyi (timbre) berkaitan dengan kompleksitas
vibrasi. Bunyi yang didengar manusia sehari-hariadalahkombinasi dari berbagai gelombang,
dan kombinasi tertentu dari gelombang menyebabkan tiap bunyi memiliki kualitas (timbre)
atau karakteristik tertentu. Gambar 6.13 disini menunjukkan kompleksitas gelombang bunyi
yang dihasilkan oleh sebuah clarinet yang sekaligus menunjukkan bahwa bunyi yang
kompleks merupakan penjumlahan dari berbagai macam gelombang.

Bentuk Gelornbang
dari bunyi klarinet

Bila dijurnlahkan, berbagai


gelornbang yang di dengar
rnanusia akan rnenunjukkan
bentuk gelornbang yang

~
sarna dengan bent uk ge-
lornbang yang dihasilkan
dari bunyi klarinet

Gambar 6.13. Hubungan antarl.!dimensifisik & persepsi dari bunyi (Pinel, 1993)
2. Anatomi Telinga
Telinga atau organon auditus terdiri dari 3 bagian, yaitu (lihat gambar 6.14):
a) Bagian Luar (Auris Externa), terdiri dari:
Daun Telinga, berfungsi untuk menangkap dan mengarahkan suara
Cuping Telinga
Liang Telinga
Gendang Telinga (Membrana Thympani), membran ini terdiri dari beberapa
membran yang memiliki frekuensi berlainan. Getaran pada membrana thympani

103

- --
- --

akan diteruskan oleh tulang pendengaran (osicula auditiva) menuju sel-sel pendengar
(organon corti)
b) Bagian Tengah (Auris Media), terletak di belakang membrana thympani dan.terdapat saluran
yang menghubungkan dengan rongga tekak (tuba auditiva eustachi). Pad a bagian tengah ini
juga terdapat rumah siput (cochlea) yang mempunyai lubang ell ips yang ditutup selaput
lendir (fonestra ovalis). Bagian ini mempunyai tulang-tulang pendengaran, yaitu:

Tulang Pukul, yang bersandar pada membrana thympani atau milius Incus
atau Tulang Landasan, yang terletak di tengah
Stapes atau Tulang Sanggurdi, yang menghubungkan incus dengan fonestra oval is
c) Bagian Dalam (Auris Interna), terdiri atas dua ruangan yang berhubungan satu dengan yang
lain. Ruaogan-ruangan itu tidak teratur dan disebut "labyrinth". Ada dua macam labyrinth,
yaitu:
Labyrinthus Ossesus (din ding tulang) yang terdiri dari serambi (vestibulum), saluran
gelung (canalis semi circulair), dan rumah siput (cochlea)
Labyrinth us M embranicus (dinding membrana), letaknya di dalam labyrinth tulang.
Terdiri dari sacula, otricula yang terletak di dalam serambi, tiga buah saluran gelung
dan rumah siput yang merupakan bagian yang berhubungan dengan sacula donatricula.

Organon Auditus adalah alat pendengaran yang berfungsi sebagai pengindera bunyi.
Reseptornya adalah Organum Spirale pada Organum Vestibulo Cochlearis (sebagai
mekano-reseptor atau interoceptive sensory system yang merupakan lawan dari
exteroceptive sensory system). Bentuk reseptornya berupa sel-sel indera yang ujungnya
berbulu, dan ujung lainnya berupa dendrit bipoler. Sel-sel indera yang menyebar di
sepanjang membrana basiliaris memiliki kepekaan yang berbeda-beda. Contohnya
stimulasi bunyi yang memiliki frekuensi tinggi, akan mengaktifkan sel-sel indera yang
terletak dekat oval window (fonestra ovalis). Sistem pendengaran ini mengacu pada
konsep tonotopic (pada organ mata disebut konsep retinotopic), yaitu bahwa neuron yang
paling besar berperan dalam pembentukan struktur pendengaran, berkumpul di bagian
yang paling responsif. Cara kerja sel-sel reseptor itu adalah sebagai berikut:

Bila membrana basiliaris bergerak ke atas (ke membrana tectoria) karena desakan
perilymphe, maka sel-sel indera atau rambut tertahan oleh membrana tectoria sehingga
membengkok. Bengkokan ini menimbulkan aliran listrik yang disebut aliran mikrofon yang
bekerja sebagai potensial generator sehingga terjadi impuls dalam dendrit neuron bipoler
itu.

3. Jalannya Impuls dari Telinga ke Primary Auditory Cortex


Tidak sepertijalur retina-geniculate-striate pada sistem visual yang tunggal, sistem
auditory tidak memiliki jalur tunggal, melainkan melibatkan jaringan yang kompleks.

104
Saluran Gelung

Saraf \ Ossicle
COCHLEA! Pendengaran
RUMAH SIPUT
(kondisi normal)

Potonggan Melintang
pada Cochlea

Membran
Tektorial
Organ
Sel Rambut of
} Corti
Membran
Basillaris

Saraf
Pendengaran

Gambar 6.14. Anatomi Telinga

Secara umum jalannya impuls dari telinga ke primary auditory cortex bermula dari adanya
suara yang kita dengar. Suara itu menggetarkan membrana tympani yang selanjutnya
menggetarkan tulang-tulang male us, incus, dan stapes secara berturut-turut. Getaran stapes
mendorong perilymphe pada scala vestibuli dan kemudian perilymphe menggetarkan lamina spiral
is ossea dan lamina spiralis secundaria yang disebutjuga membrana basilliaris dimana terdapat
organon corti yang menuju otak.
Perjalanan ke otak dimulai dari axon-axon di sinapsis saraf-sarafpendengaran bagian
ipsilateral dari cochlear nuclei. Kemudian diteruskan ke nucleus superior olivary. Axon di
neuron olivary melanjutkan ke lateral lemniscus agar mencapai inferior colliculi. Dari inferior
colliculi mereka melakukan sinapsis dengan neuron yang menuju nucleus medial geniculate di
thalamus yang akhimya akan menuju ke auditory cortex.
Pad a manusia, sebagian besar primary auditory cortex dan daerah secondary auditory cortex
terletak di bagian lateral fissure, tetapi ada bagian secondary auditory cortex yang meluas sampai
ke parietal cortex. Untuk kemampuan berbahasa umumnya dikontrol dari

105
----

hemisphere bagian kiri, sedangkan sebagian besar auditory cortex sebelah kanan mengontrol
analisis pengucapan (speech).
Bunyi dapat didengar manusia melalui transmisi getaran bunyi. Transmisi getaran bunyi ada
dua macam, yaitu:
a. Transmisi Hawa (Aerotymponal), yaitu jalannya getaran melalui penghantar hawa.
Jalannya impuls sebagai berikut: sumber suara menggetarkan udara ~ daun telinga ~ meatus
acusticus externus ~ menggetarkan membrana thympani ~ osicula auditiva ~ menggetarkan
perilymphe ~ membran basalis bergetar ~ organon corti (reseptor pendengaran)
bergetar~ membrana tectoria ~ menstimulasi ujung rambut neuroepithel
~ nervus cochlearis ~ otak (lobus temporalis) ~ sadar akan bunyi.
b. Transmisi Tulang (Craniotymponal), yaitu jalan getaran melalui penghantar tulang. Jalannya
impuls sebagai berikut: getaran sumber suara ~ menggetarkan tulang kepala
~ menggetarkan perilymphe pada skala vestibuli ~ skala tymphani ~ dan
selanjutnya seperti penghantaran melalui udara atau hawa.
Penghantaran melalui tulang dapat dilakukan dengan percobaan RINE, sedangkan percobaan
WEBER menunjukkan penghantaran bunyi melalui tulang yang diteruskan dengan penghantaran
melalui hawa.
Kecepatan hantaran suara pada orang muda sebelum proses penuaan terjadi pada telinga
adalah biasa dinyatakan antara 30 - 20.000 siklus per detik. Tapi, batas suara ini tergantung
intensitasnya. Bila intensitasnya hanya 60 desibel, batas suara adalah 500 - 15.000 siklus per
detik. Bila intensitasnya adalah 20 desibel, batas frekuensinya adalah 70 - 15.000 siklus per
detik. hanya dengan suara kuat, batas lengkap 30 - 20.000 sikl~s per detik dapat dicapai.
Batas pendengaran seseorangdapat diketahuidengan menggunakanSeruling GALTON.
Dengan seruling Galton kita dapat mencari batas frekuensi tertinggi dan terendah yang
masih terdengar.
Pada orangtua, frekuensi tinggi sering tak terdengar karena adanya perkapuran pada
bagian basis atau frekuensi tinggi sehingga tidak dapat bergetar. Kelainan seperti ini
disebut dengan PRESBYACOSIS.
Ketajaman pendengaran seseorang dapat diketahui dengan alat ZPTH, yaitu suatu alat
elektromagnetis yang dibawahnya ada papan logam yang dapat dinaik-turunkan.
Selain pemahaman mengenai perjalanan impuls pendengaran di atas, kita akan meninjau
Teori Gelombang yang sering digunakan untuk memahami impuls pendengaran. Menurut
Teori Gelombang, bila ada getaran pada membrana thympani, maka akan diteruskan oleh
endolymphe melalui skala vestibuli dan skala thympani sehingga terdapat aliran bolak-balik
yang menyebabkan membran basdakus bergetar. Jika nada tinggi, getaran ada pada serabut
pendek; bila nada rendah, getaran akan terjadi pada serabut panjang.
Selain teori gelombang, HELMHOLTZ juga mengemukakan 2 teori mengenai
pendengaran, yaitu:
1) Teori Resonansi, yang menyatakan bahwa serabut-serabut pada membrana basalis dapat
disamakan dengan senar pada alat musik. Panjang tiap-tiap senar itu tidak sarna,

106
masing-masing mempunyai nada sendiri sesuai frekuensinya, dan serabut-serabut
yang mempunyai frekuensi sarna akan turut bergetar.
2) Place Theory, yang merupakan pembaharuan teori resonansi yang menyatakan bahwa
bukan serabut-serabut yang bergetar, melainkan suatu tempat yang bergetar pada
membrana.
4. Organisasi Tonotopic dari Primary Auditory Cortex
Pada awalnya, auditory cortex dibagi-bagi menjadi bagian-bagian tertentu sesuai dengan
kepekaannya, tetapi menurut Woolsley (1960; dalam Pinel, 1993), bagian anterior dari
primary auditory cortex paling peka terhadap nada-nada berfrekuensi tinggi, sedangkan
bagian posteriomya cenderung peka terhadap frekuensi-frekuensi yang rendah. Demikian
pula halnya dengan secondary auditory cortex.
5. Lokasilasi Suara
Kecepatan hantaran gelombang bunyi oleh udara adalah 331,33 mldetik. Suatu sumber suara
yang berasal dari bidang medium pada tubuh kita, dari muka, atas, atau belakang manusia itu
akan mencapai telinga pada waktu yang sarna, sehingga sumber itu akan sulit ditemukan
letaknya. Bila sumber bunyi ada di sebelah kiri, bunyi yang muncul akan mencapai telinga
sebelahkiridulusehinggatimbulkesanbahwasumberbunyiterletakdi sebelahkiri. Tetapi
bila bunyi muncul terus menerus pada waktu yang sarna, maka sumber bunyi akan sulit
diketahui asalnya.Oleh karenaitu apabilamembunyikan sesuatudengan maksudmemberitahu
sumber bunyi, maka haruslah tidak dilakukan terus menerus tetapi secara terputus-putus.
Beberapa neuron di medial superior olives mampu membedakan datangnya sumber
suara pada telinga kiri dan kanan. Sebaliknya, beberapa neuron di lateral superior olives
mampu membedakan amplitudo bunyi antara kedua telinga.
6. Efek kerusakan di Auditory Cortex
Auditory cortex manusia terletak didalam fissurre sehingga tidak mudah rusak. Bahkan
kerusakan pada primary dan secondary auditorycortex hanya akan menyebabkan
kekurangan pendengaran yang permanen namun tidak terlalu parah. Namun konsekuensi
dari hambatan pendengaran ini umumnya berkaitan dengan fungsi organ yang lain,
contohnya word deafness. Word deafness adalah hambatan dalam mempersepsikan
pengucapan karena ketidakmampuan mendeteksi suara dengan jelas. Umumnya word
deafness muncul setelah terjadi kerusakan bilateral pada auditory cortex. Setelah terjadi
kerusakan, umumnya penderita mengalami ketulian sementara. Dalam beberapa minggu
ketulian ini akan pulih, namun suara yang mampu didengarkan tidak dapat lagi ditangkap
denganjelas, hanya seperti suara yang ramai atau mendengung.

D.SENSASISOMATIS:PERABA

Sensasi somatis mengacu pada sensasi di permukaan kulit. Somato sensoris tampaknya hanya
mengacu pada satu sistem saja, yaitu sistem peraba, namun sebenamya ia memiliki tiga sistem
yang berbeda namun saling berinteraksi satu sarna lain, yaitu:

107
--

1) Sistem Exteroceptive, yang mengindera stimulus ekstemal yang dirasakan kulit


2) Sistem Proprioceptive, yang memonitor informasi tentang posisi tubuh berdasarkan
reseptor di otot, persendian, dan organ-organ keseimbangan
3) Sistem Interoceptive, yang mampu menyediakan semua informasitentang kondisi
tubuh (temperatur, tekanan darah)

Pada bagian ini, akan dititikberatkan pada sistem exteroceptive yang mampu
mengindera stimulus eksternal yang dirasakan kulit.
1. Anatomi Organon Tactus
Organon Tactus adalah alat yang berkaitan dengan indera peraba. Organon tactus meliputi
kulit dan alat-alat tambahan.
Kulit adalah pelindung terhadap dunia luar, sebagai penghalang dari kerusakan dan
kuman. Kulit juga membantu membuang zat-zat yang tidak berguna dan mengatur suhu
badan. Kulit terdiri dari 2lapisan (lihat gambar 6.15), yaitu:
a) Cutis, terdiri dari epidermis dan corium
b) Subcutis, mengandung banyak lemak terdiri dari Stratum Corneum dan Stratum
Gemanaticum
Di dalam kulit terdapat berbagai macam organ, yaitu:
a) Rambut, akarrambut tertanam dalam-dalam di dermis. Tiap helai rambut terdiri dari akar dan
batang yang tumbuh melalui epidermis ke permukaan kulit. Akar rambut terpancang dalam
liang yang disebutfolikel dan mendapat suplai makanan dari darah melalui bagian kembang
yang disebut papUa.
b) Kelenjar, terdiri dari:
Kelenjar Minyak, berhubungan dengan folikel rambut dan menghasilkan minyak untuk
melumasi kulit
Kelenjar Keringat, terletak pada dermis yang terbuka pada permukaan kulit, dan
melepaskan air serta sisa-sisa metabolisme tubuh.
c) Panca Indera, terdiri dari:
Inter Epithelial, merupakan jaringan-jaringan yang bersama-sama membentuk organ
kulit, termasuk didalamnya jaringan saraf
Jaringan Pengikat, mendukung dan membungkus sel-sel kulit dan memungkinkan
makanan dari dalam darah masukke sel. Seljaringan ikat inijuga menyimpan lemak dan
terutama terdapat di lapisan kulit yang terbawah dan di sekitar usus.

2. Reseptor Kulit dan Hantaran Impuls di Saraf Perifer Kulit


berfungsi sebagai:
a) Mekanoreseptor, berkaitan dengan indera raba, tekanan, getaran, dan kinestesi
b) Thermoreseptor, berkaitan dengan penginderaan yang mendeteksi panas dan dingin
c) Reseptor Nyeri, berkaitan dengan mekanisme protektif bagi tubuh.

108
Lapisan Malpigian

Melanoblas

Ujung Saraf
Otot Penegak Bulu Roma

Kelenjar Lemak

Rambut Folikel

Papila
Kelenjar Keringat
Kapiler Darah
JARINGAN
ADIPOS

Gambar 6.15. Anatomi kulit

Pada glabrous atau kulit yang tidak memiliki rambut (seperti pada telapak tangan). memiliki
empat macam reseptor. Dua diantaranya sangat mudah beradaptasi dan merespon stimulasi taktil
yang datang, yaituPacinian Corpuscle (Corpuscullus Lamellosum Paccini), reseptor terbesar dan
letaknya paling dalam (pada subcutis); dan Meissner Corpuscle (Corpuscullus Tactus dari
Meissner) yang terietak persis di bawah kulit terluar (epidermis). Sebaliknya, reseptor Merkel dan
Ruffini Corpuscle (Corpuscullus Ruffini) hanya akan merespon terhadap stimulasi taktil yang lama.
Seperti halnya pada kulit glabrous, kulit yang berambut juga memiliki corpuscullus Paccini,
corpuscullus Ruffini, reseptor Merkel, tetapi ia tidak memiliki corpuscullus Meissner. Sebagai
gantinya, maka terdapat reseptor rambut yang terietak didekat pangkal akar rambut. Lihat
gambar6.16. Berdasarkan reseptor-reseptortadi, makaseseorang dapat mengidentifikasi objek
melalui sentuhan (stereognosis).
Modalitet peraba bagi tubuh adalah taktil, sakit atau nyeri, panas, dingin, dan tekanan.
Reseptor taktil dan sakit adalah corpuscullus Tactus dari Meissner. Reseptor panas adalah
corpuscuIIus Ruffini (di dekat subcutis dan corium), reseptor dingin adalah CorpuscuIIus Bulbo
ldeakrauso (di dekat subcutis dan corium). Reseptor tekanan adalah corpuscuIIus LameIIosum
Paccini yang terletak di subcutis.

109
MEKANORESEPTOR
PADA KULIT
GLABROUS

MEKANORESEPTOR
PADA KULIT
ADAPTASICEPAT ,
1 BERAMBUT
Meissner Akhiran Saraf i"~ .-! ADAPTASI CEPAT
Pacinian corpuscle r'A.T"[
Bebas 4 ~ Reseptor rambu!
(rasa saki! Pacinian corpuscle
dan ADAPTASI LAMBAT
ADAPTASI LAMBAT temperatur)
'\ Reseptor Merkel
Reseptor Merkel Ruffini Corpuscle
Ruffini Corpuscle

Gambar 6.16. Perbedaan Mekanoreseptor di Glabrous (A) dan di bagian kulit yang
berambut (B), (Pinel, 1993)

Serabut sarafyang menghantarkanimpulspanaslebihtebaldaripadayang menghantarkan


impuls dingin. Impuls panas dan dingin dihantarkan melalui tractus spino thalamic us
lateralis. Berhubungan dengan asalnya, rangsang-rangsang taktus dibedakan atas:
1) Rangsang Eksteroseptif, yaitu rangsang yang diterima dari luar, misalnya rangsang
dari kulit
2) Rangsang Proprioseptif, yaitu rangsang yang ditimbulkan oleh suatu alat dan diterima
oleh otot sendiri, misalnya bagian visceral.
3) Rangsang Introseptif, yaitu rangsang yang datang dari dalam tubuh, misalnya
rangsang yang diterima oleh usus
4) Rangsang Kinestesi, yaitu gerakan-gerakan dan ketegangan-ketegangan dari berbagai
bagian tubuh dan otot. Rangsang ini terdapat pada persendian dan otot.

Bila suatu saraf pada satu tempat dipanasi atau didinginkan akan timbul aliran listrik
yang dapat menimbulkan aliran aksi. Aliran listrik ini jadi timbul bila ada dua tempat yang
berurutan pada saraf ada perbedaan dalam suhu atau bila adagradient. Berhubungan
dengan hal ini ada pendapat bahwa reseptor thermal juga berupa akhiran saraf bebas (free
nerve endings), jadi bila suhu reseptor lebih rendah daripada dendrit, maka akan timbul
potensial generator sehingga timbul impuls yang menyebabkan perasaan dingin.
Sebaliknya, bila suhu reseptor lebih tinggi dari dendrit, akan timbul perasaan panas.
Serabut saraf yang membawa informasi dari reseptor somatosensori berkumpul di
kumpulan saraf perifer yang selanjutnya masuk ke sumsum tulang belakang melalui
serabut-serabut saraf di bagian dorsal (dorsal root). Bagian tubuh yang dipengaruhi dorsal
root pada tiap segmen tulang belakang disebut dermatome. Gambar 6.17 di bawah ini
menunjukkan peta dermatomal bagian tubuh. Antara dermatome yang satu dengan yang
lain ada tugas-tugas yang overlap atau saling mendukung, sehingga kerusakan pada dorsal
root yang tunggal hanya akan menimbulkan efek somatosensoris yang minimal.

110
1:
Ruas
C7 Sacral

SISI LATERAL

~.
:Lsi :~
,
L' :"

,U i
I~)~
. 81
iT .~

Gambar 6.17. Pola Dermatomal Tubuh Manusia (Pinel, 1993)

Informasi somatosensoris dikirim ke sistem saraf pusat melalui dua jalur utama,
yaitu: sistem dorsal-column medial-lemniscus dansistem anterolateral. Umumnya sistem
dorsal-column medial-lemniscus membawa informasi sentuhan dan proprioception ke
cortex (diilustrasikan melalui gambar 6.18 di bawah ini).
Neuron-neuron sensorispada sistem dorsal-column medial-lemniscus bentuknya sangat
panjang. Dimulai dari reseptor di kulit, melewati saraf-saraf perifer, kemudian menuju
sumsum tulangbelakang melalui dorsal root. Neuron-neuron tersebut naik menuju cortex
secara ipsilateral di dorsal columns. Akhirnya bersinapsis dengan neuron-neuron dorsal
column di medulla (batang otak bagian bawah). Neuron-neuron pelanjut inidecussate (silang
bertumpuk ke bagian otak yang lain) dan naik di bagian medial lemniscus ke
ventralposterior nucleus secara kontralateral di thalamus.

111
--

Korteks
Somatosensoris

Nukleus
Posterior
Ventral
TELENCEPHALON (di thalamus)

Medial
Lemniscus Nukleus
Trigeminal
Tiga Cabang

SarafTrigeminal
MEDULLA Nukleus

di bagian
kolom dorsal
Kolom
Dorsal

SUMSUM
TULANG
BELAKANG
Akar bagian
dorsal

\ Neuron Sensoris
dari kulit

Gambar 6.18. Sistem Dorsal-Column Medial-Lemniscus (Pinel, 1993)

Ventral posterior nuclei juga menerima input melalui cabang-cabang saraf trigeminal
yang membawa informasi somatosensoris dari bagian wajah yang kontralateral. Jadi
neuron-neuron di ventral posterior akan melakukan proyeksi ke primary somatosensory
cortex, secondary somatosensory cortex, dan posterior parietal cortex. Ahli-ahli neurologi
memperkirakan bahwa bagian tubuh yang memiliki neuron terpanjang adalah bagian ibu
jari kaki.
Sistem anterolateral yang diilustrasikan melalui gambar 6.19. di bawah ini,
membawa informasi tentang sentuhan, tetapi fungsi utamanya adalah membawa informasi
tentang rasa sakit dan temperatur. Sebagian besar neuron dorsal root pada sistem
anterolateral langsung bersinapsis di substansi grissea (bagian dorsal horns pada sumsum
tulang belakang). Axonpenerima kemudian naik dan decussateke otak, yaituke bagian
anterolateral dari sumsum tulang belakang secara contralateral (meskipun ada beberapa
yang diteruskan secara ipsilateral).

112
Sistem anterolateral terdiri dari tiga traktus Ualur), yaitu: (1) Traktus Spinothalamic, yang
mengirim impuls ke ventral posterior nuclei (seperti pada sistem dorsal-column-medial-
lemniscus), (2) Traktus Spinoreticular, yang mengirim impuls ke reticular forma-tion
(kemudian diteruskan ke parafascicular dan nukleus intralaminar di thalamus), (3) Tractus
Spinotectal, yang membawa impuls ke tectum (ke collicul/i di midbrain). Cabang-cabang saraf
tigeminal membawa informasi rasa sakit dan temperatur dari kulit wajah ke bagian thalamus
seperti di atas. Informasi rasa sakitdan temperatur yang mencapai thalamus, kemudian akan
disampaikan ke bagian otak yang lain, termasuk ke primary somatosensory cortex dan
secondary somatosensory cortex, serta posterior parietal cortex.
Dari penelitian Mark, Evin, dan Yakolev (1962, dalam Pinel, 1993). Tiap jalur sistem
anterolateral menerima rangsang sakit yang berbeda-beda. Percobaan operasi terhadap objek
penelitian menunjukkan bahwa pemotongan nucleus ventral-posterior, yang menerima input
baik dari traktus spinothalamic dan sistem dorsal-column medial-lemniscus, mengakibatkan
berkurangnya sensitivitas kulit terhadap sentuhan,perubahan temperatur, dan rasa sakit yang
ditimbulkan dari benda tajam (tetapi tidak mengurangi rasa sakit terhadap sentuhan yang
dalam dan bersifat terus menerus/kronis). Sebaliknya, pemotongan parafascicular dan
intralaminar (yang menerima input dari spinoreticular tract) menyebabkan berkurangnya
sensitifiitas terhadap rasa sakit yang kronis tetapi tidak mengurangi sensitifitas yang lain.
3. Lokalisasi Kortikal dari Sensasi Somatis
Wilder Penfield (1937; dalamPinel, 1993)membuat suatupeta tentang cortex
somatosensory pada manusia. Lihat gambar 6.19 di bawah ini:

Gyrus
Korteks Postcentral
Somatosensoris
Primer(SI)
Fissure
Lateral "

Fissure
Somatosensoris
Sekunder (SII)
SISI LATERAL HAGIAN CORONAL HEMISFER
HEMISFER KIRI KIRI PADA POTONGAN
LANDASAN YANG DIMAKSUD

Gambar 6.19. Peta Primary Somatosensory di Cortex (Pinel, 1993)

113
Pada cortex terdapat dua bagian sensori somatis, yaitu primary somatosensory cortex (SI) di
bagian postcentral gyrus dan secondary somatosensory cortex (SII) di bagian lateral fissure.

Kerusakan pada primary somatosensory cortex menyebabkan hilangnya kemampuan untuk


mendeteksi sentuhan yang ringan, mendeteksi posisi sambungan (contohnya ujungjari telunjuk
kanan ditemukan dengan ujung jari telunjuk kiri), dan mendeteksi dengan tepat tempat-tempat
dimana seseorang disentuh (disentuh jari kelingking, tetapi menurutnya yang disentuh adalah jari
tengah), dan muncul hambatanstereognosis (tidak dapat mengidentifikasi objek melalui sentuhan,
misalnya diminta mengindentifikasi bentuk kubus (dengan mata ditutup), tetapi dikatakannya itu
bentuk bola). Kerusakan-kerusakan pada SI bersifat unilat-eral dan akibatnya bersifat kontralateral
(bila cortex bagian kanan yang rusak, maka yang akan terpengaruh adalah bagian tubuh sebelah
kiri, demikian sebaliknya) dan sifatnya hanya ringan, kecuali apabila yang mengalami kerusakan
itu berkaitan dengan saraf-saraf di bagian tangan.

Bila kerusakan pada sebelah bagian otak menyebabkan disfungsi pada kedua bagian tubuh
(bilateral, baik kiri maupun kanan), maka hal tersebut adalah tanda-tanda kerusakan pada bagian
SII (secondary somatosensory cortex).
Seseorang yang mengalami hambatan dalam mengenali suatu objek melalui sentuhan (seperti
stereognosis di atas), tetapi tidak ada kelainan dalam intelektual, maupun dalam saraf-saraf
sensorisnya, maka ia menderita asterognosia. Kelainan ini berkaitan dengan asomatognosia, yaitu
kegagalan untuk mengenali bagian tubuhnya sendiri. Asomatognosia umumnya berkaitan dengan
kerusakan hemisphere sebelah kanan.
Asomatognosia umumnya diikuti oleh anosognosia (mengingkari symptom neurologisnya)
dan contralateral neglect (tendensi untuk tidak merespon stimuli yang kontralateral terhadap
kerusakan hemisphere sebelah kanan).

4. Paradoks tentang Rasa Sakit


Rasa sakit adalah pengalaman sensori yang unik sifatnya. Berdasarkan hasil penelitian, belum
dapat ditentukan dengan pasti bagian cortex yang bila distimulasi akan meningkatkan rasa sakit
atau bila dihilangkan akan mengurangi rasa sakit.
Prefrontal Lobotomy adalah bagian otak yang mampu mengontrol sebab-sebab emosional
yang ditimbulkan oleh rasa sakit, tetapi nilai dari rasa sakit itu berbeda-beda antara orang yang
satu dengan yang lain karena ambang rasa sakit setiap manusia sangat bervariasi.
Meskipun tiap manusia memiliki ambang rasa sakit yang berbeda-beda, namun pada dasarnya
rasa sakit adalah salah satu alat untuk mempertahankan diri (survival). Bayangkan bila seseorang
yang tidak mampu untuk merasakan rasa sakit bila teriris pisau, atau bahkan tertusuk pedang,
dapat saja orang tersebut mati sia-sia apabila pedang tersebut menusuk jantungnya.

Ambang rasa sakit ternyata juga sangat tergantung pada faktor kognisi dan emosional
seseorang, contohnya karena faktor kepercayaan, seseorang tidak merasakan sakit meskipun

114
tubuhnya ditusuk-tusuk dengan pisau tajam, atau tidur di atas paku, juga para tentara yang
sedang berjuang mempertahankankemerdekaannyaumumnya hanya akan merasakan
sedikit sakit pada kakinya yang hancur lebur saat menginjak ranjau darat.
Melzack dan Wall (1965, dalam Pinel, 1993),mengajukan teorigate-control, yaitu
teori yang menyatakan bahwa faktor kognisi dan emosi dapat mempengaruhi sinyal dari
otak yang akan disampaikan ke sumsum tulang belakang. Sinyal tersebut akan
menimbulkan jaringan neural penjaga (gating circuit) yang memblokir reseptor rasa sakit.
5. Mekanisme Pengontrol Rasa Sakit
Disekitar cerebral aquaduct, terdapat bagian berwarna abu-abu (gray matter) yang memiliki efek
analgesic (pengurang rasa sakit), tepatnya bagianperiaqueductal gray matter (PAG). Stimulasi
terhadap PAG dapat mengurangi sensitivitas terhadap rasa sakit tanpa mengurangi sensitivitas
sensasi somatis yang lain. Dalam PAG juga terdapat neuron-neuron yang peka terhadap substansi
yang menurunkan aktivitas (menenangkan), yaitu neuron-neuron serotonergik di bagian batang
medulla yang disebut raphe nuclei. Dari model Basbaum dan Field (gambar 6. 20), dapat
digambarkan mekanisme pengontrol rasa sakit sebagai berikut.

Periaqueductal . -.......

Gray Matter (pAG)


1 Opium menghambat aktivitas neuron

penghambat di PAG. Hal tersebut akan


meningkatkan aktivitas neuron yang
aksonnya menuju ke nukIeus Raphe.
Nuklei ___
Raphe
Aktivitas akson dari PAG akan
2 menstimulasi neuron Raphe yang aksonnya
menuju ke kolom dorsal di sumsum tulang
belakang
Kolom
Dorsal

3 Akti vitas akson dari Raphe akan

mengaktifkan interneuron di sumsum


tulang belakang yang akan memblokir
sinyal-sinyal rasa sakit

Sinyal rasa sakit yang datang


Gambar 6.20. Mekanisme Pengurang Rasa Sakit (Pinel, 1993)

115
E. SENSASIKIMIAWI:PEMBAUDANPERASA
Sistem olfaction (pembau) dangustation (perasa) disebut sensasi kimiawi karena
fungsinya memonitor substansi-substansi kimiawi dari lingkungan diluar tubuh.
Tanggungjawab sistem pembau adalah mengindikasikan molekul-molekul kimia yang
dilepaskan di udara yang mengakibatkan bau. Molekul kimia diudara dapat dideteksi bila
ia masuk ke reseptor olfactory epithelia melalui proses penghirupan.
Tanggungjawab sistem gustation adalah merespon molekul-molekul kimia yang ada
di dalam mulut yang meningkatkan reseptor rasa tertentu di lidah dan di rongga mulut.
Saat individu makan, organ pembau dan perasa bereaksi secara selaras. Molekul
makanan menstimulasi reseptor perasa dan pembau dan memproduksi impresi terintegrasi
yang disebut dengan aromaljlavor. Bayangkan bila seseorang mengalami hambatan dalam
organ pembaunya, maka akan sukar baginya untuk membedakan aroma apel dan bawang
bombay.
Penelitian terhadap organ pembau dan perasa masih jarang dilakukan karena stimulus
kimiawi lebih sulit untuk dikontrol (tidak seperti cahaya atau bunyi yang dapat dihindari,
stimulus kimiawi seperti bau yang menyengat akan sulituntuk dihindarkan meskipun dengan
menutup hidung). Selain itu, manusia yang mengalami hambatan dalam organ pembau dan
perasanya relatif tidak terlalu menemukan kesulitan dalam aktivitas hidupnya sehari-hari.
Bila manusia tidak terlalu mengalami hambatan dalam aktivitas hidupnya apabila ia
mengalami kelainan pada organ pembau dan perasanya, maka pada hewan akan berbeda.
Perilaku manusia tidak terlalu dipengaruhi oleh kemampuan perasa atau pembaunya,
tetapi pada hewan, beberapa perilakunya ditentukan oleh pheromones. Substansi kimia
tersebut terutama mempengaruhi perilaku agresi dan perilaku seksual pada hewan.
Contohnya pada marmut betina yang sedang ovulasi, maka marmutjantan akan
mengatahuinya dan berusaha melakukan kopulasi dengannya. Juga pada marmut jantan
asing yang dimasukkan dalam suatu populasi marmut lain, akan diserang oleh marmut-
marmut jantan pada populasi yang dimasukinya.
1. Sistem Olfactory
Manusia dapat membedakan berbagai macam bau bukan karena memiliki banyak reseptor
pembau namun kemampuan tersebut ditentukan oleh prinsip-prinsip komposisi (component
principle). Seperti pada penglihatan wama (hanya memiliki tiga reseptor wama dasar, namun
dari komposisi yang berbeda-beda dapat dilihat wama yang bermacam-macam), organ
pembau hanya memiliki tujuh reseptor. namun dapat membedakan lebih dari 600 aroma
yang berbeda.
Alat pembau atau sistem olfaction biasajuga disebut dengan Organon Olfaktus, dapat
menerima stimulus benda-benda kimia sehingga reseptomya disebut pula chemoreceptor.
Organon olfaktus terdapat pada hidung bagian atas, yaitu pada concha superior dan
membran ini hanya menerimarangsang benda-benda yang dapat menguap dan berwujud
gas. Bagian-bagiannya adalah sebagai berikut:

116
a. Concha Superior
b. Concha Medialis
c. Concha Inferior
d. Septum nasi (sekat hidung)

Concha-concha tersebut adalahdari tulang,ditutupioleh selaputlendir yang


mengandung penuh pembuluh,..pembuluhdarah dan dapat membesar. Gunanya untuk
memanasi hawa yang akan masuk ke paru-paru.
Reseptor organon olfactory terdapat di bagian atas hidung, menempel pada lapisan
jaringan yang diselaputi lendir dan disebut olfactory muscosa. Selaput lendir tersebut
berfungsi untuk melembabkan udara. Pada bagian tersebut juga terdapat bulu-bulu hidung
yang berfungsi untuk menyaring debu dan kotoran.
Benda kimia yang dapat menstimulasi sel saraf dalam hidung adalah substansi yang
dapat larut dalam zat cair (lendir) yang terdapat pada cilia yang menutupi sel tersebut.
Makin berbau suatu substansi, maka hal tersebut menunjukkan bahwa makin banyak
molekul yang dapat larut dalam air dan lemak (konsentrasi penguapannya tinggi).
Olfactory muscosamemilikiaxonyang mampu melaluibagian tengkorak yang
permiable (cribriform plate) dan masuk ke olfactory bulbs (saraf cranial yang pertama).
Pada olfactory bulbs, terjadi sinapsis dengan neuron yang menyampaikan pesan secara
menyebar ke olfactory paleocortex di lobus temporal bagian medial melalui lateral
olfactory tract. Dari olfactory paleocortex, ada jejak saraf yang menuju medial dorsal
nucleus di thalamus dan kemudian menuju olfactory neocortex dibagiandepan
frontallobes,tepatnya pada permukaan inferior. Neuron-neuron olfactory paleocortex yang
lain akan menuju ke sistem lymbic. Bila proyeksi neuron ke thalamic-neocortical bertugas
sebagai perantara kesadaran persepsi terhadap aroma, maka proyeksi neuron ke sistem
lymbic bertugas sebagai perantara respon emosional terhadap aroma.
Gambar 6.21. menggambarkan skema sistem olfaktori. Reseptor olfaktori hanya mampu
berfungsi selama 35 hari. Bila mati, baik karena sebab yang alami, maupun karena kerusakan
fisik, maka reseptor tersebut akan digantikan oleh reseptor-reseptor baru yang axonnya akan
berkembang ke lapisan olfactory bulbs yang akan dituju, dan bila telah sampai pada lapisan
yang dimaksud, mereka akan memulihkan koneksi synapsis yang terputus.
Kemampuan membau makhluk hidup tergantung pada:
a. Susunan Rongga Hidung. Bentuk Concha dan Septumnasi tempat reseptor pembau
pada masing-masing orang tidak sarna bentuknya. Contohnya pada orang yang
berhidung mancung akan lebih luas daripada yang berhidung pesek.
b. Variasijisiologis, contohnya pada wanita, saat sebelum menstruasi atau pada saat
hamil muda akan menjadi sangat peka.
c. Spesies, pada spesies tertentu yang kemampuan survivalnya tergantung pada
pembauan, akan memiliki indera pembau yang lebih peka, contohnyapada anjing.
d. Besarnya konsentrasi dari substansi yang berbau. Misalnya skatol (bau busuk yang
terdapat pada kotoran atau faeces) memiliki konsentrasi yang kuat karena memiliki

117

- --
Sel.-sel Reseptor
Sistem Olfactory
Sel-sel Reseptor
Sistem Olfactory
Posterior
Anterior
Olfactory Neocortex

'Diteruskan secara difusi


ke sistem lymbic

Sel-sel Reseptor
Sistem Olfactory

Gambar 6.21. Skema sistem Olfactory (Pinel, 1993)

kemampuan menguap yang tinggi. Bila konsentrasinya kuat maka baunya busuk,
sebaliknya bila konsentrsinya rendah akan menimbulkan bau yang berbeda
(contohnya pada bunga yang mengandung skatol dalam konsentrasi yang rendah
malah akan menimbulkan bau harum).
2. Sistem Gustatory
Reseptor sistem gustatory atau perasa berada di lidah dan bagian-bagian rongga mulut.
Reseptor perasa disebut taste buds yang umumnya terletak disekitar kuncup pengecap
yang disebutpapillae. Hubungan antara reseptor perasa, taste buds, dan papilae dapat
dilihat pada gambar 6.22. di bawah ini.
Sistem gustatory atau organon gustus adalah indera pengecap yang terdapat pada
lidah dan memiliki 4 modalitet (Iihat gambar 6.23), yaitu
a. Manis, pada puncak lidah, dapat diselidiki dengan meletakkan gula di lidah.
b. Asin, pada puncak dan tepi lidah, dapat diselidiki dengan meletakkan garam di lidah
c. Asam, pada tepi lidah, dapat dibuktikan dengan meletakkan asam sitrun di lidah.
d. Pahit, pada pangkallidah, dapat dibuktikan dengan meletakkan kina di lidah.

118
PEMBESARAN TASTE BUDS

\
\ Permukaan Lidah
\
\. Taste bud
Taste Buds \
\
\
Reseptor Rasa
/.

//~~,~

Gambar 6.22. Hubungan ReseptorPerasa, Taste Buds, dan Papillae


(Pinel,1993)

Beberapa ahli menambahkan modalitet yang kelima, yaitu rasa alkali. Di luar ke lima
macam rasa tersebut, ada kombinasi antara keempat atau kelima macam rasa itu yang akan
menimbulkan rasa yang berbeda-beda. Berbagai macam rasa tersebut masih dikombinasikan

Sensasi pengecaplTIcnyebabkan
I. Pori-pori perasa permllkaan lidah yang berbcda-beda
2. Epithel Lidah menjadi sensitif. Sebllah kllncllp
pengecap diperlihatkan pada gambar
kiri atas.
3. SelPenyokong

4. Sel Reseptor
5. Serabllt Saraf

Gambar 6.23. Letak modalitet utama pada lidah

119
dengan tipe-tipe rangsangan yang lain, seperti rangsang panas, dingin, lembut, dan nyeri.
Reseptor pada lidah akan digantikan oleh reseptor yang bam setiap 10 hari sekali.
Reseptor perasa tidak memiliki axon sendiri. Tiap neuron yang membawa impuls dari
taste buds, akan menerima input dari beberapa reseptor sekaligus. Sinyal yang timbul pada
reseptor perasa akan meluas ke sistem second-order neuron yang akan disampaikan ke
cortex. Lihat gambar 6.24 untuk keterangan lebih lanjut.

Sisi terpotong diambil


pada bagian ini

Bagian frontal
dari cerebral
hemisfer

f
Nukleus Ventral Korteks Gustatory
Posterior (thalamus) Sekunder

Lidah

B_.O.,. [
Nukleus Gustatory Sumber input
di organon
gustatory
Saraf Vagus

Gambar 6.24. Jejak sara! sistem gustatory (Pinel, 1993)

Saraf afferen pada sistem gustatory meninggalkan rongga mulut yang merupakan bagian dari
saraf cranial bagian facial (VII), glossopharyngeal (IX), dan vagus (X). Infonnasi bennula dari
bagian depan lidah, ke bagian belakang lidah, akhimya menuju ke bagian belakang rongga mulut.
Saraf-saraf tersebut akan berakhir di solitary nucleus di medulla dan bersinapsis dengan neuron
yang akan menyampaikan pesan ke ventral posterior nucleus di thalamus (letaknya berbeda dengan
bagian penerima impuls dari stimulasi oral yang motorik

120
sifatnya). Axon-axon pada nucleus ventral posterior akan membawa berita ke primary
gustatory cortex dan ke secondary gustatory cortex. Sistem gustatory juga akan menuju sistem
lymbic. Proyeksi impuls ke hypothalamus diperkirakan memiliki peranan penting dalam
mengatur rasa lapar. Satu hallagi yang perlu diingat dalam sistem gustatory, yaitu berbeda
dengan sistem sensoris yang lain, sistem gustatory diproyeksikan secara ipsilateral.

Kemampuan mengecap seseorang tergantung pada:


a. Faktor Individual, contohnyaseseorangyang sedangsakit,maka kepekaanmengecapnya
jadi berkurang.
b. Nilai Ambang, nilai ambang ini tergantung dari kebiasaan seseorang. Contohnya
seseorang yang sudah biasanya makan makanan yang asam, akan lebih tinggi
daripada orang yang tidak terbiasa makan asam.
c. Konsentrasi, contohnya seseorang yang makan garam satu mangkok garam, lama
kelamaan tidak merasakan asin lagi seperti pertama kali ia memakannya.
3. Kerusakan Otak dan Sensasi Kimia
Ketidakmampuan dalam membau disebut anosmia, sedangkan ketidak-mampuan dalam
perasa disebut ageusia. Penyebab neurologis yang paling umum adalah benturan pada kepala
yang menyebabkan bergesemya otak di dalam tengkorak dan mengoyak saraf-saraf olfactory
karena masuk ke dalam lubang-Iubang permiabel di cribriform plate. Lihat gambar 6.25.
di bawah ini.

Benturan ke belakang

.~ '"I. ~

Olfact<;>ry Bulb

Landasan Cribriform

Gambar 6.25. Gambaran Bergesarnya Letak Saraf-saraf Olfactory


(Pinel,1993)

121
Kurang lebih 6% pasien yang mengalami benturan kepala, akan mengalami hambatan
olfactory. Ageusia sangat jarang terjadi karena dapat melalui beberapa jejak saraf (saraf facial,
saraf glossopharyngeal, dan saraf vagus), tetapi ageusia pada sebelah sisi dari 2/3 bagian anterior
lidah dapat terjadi bila adakerusakan organ pendengaran pada sisi yang sarna. Hal tersebut terjadi
karena chorda tympani, cabang dari saraf cranial facial (VII) yang membawa informasi gustatory
dari 2/3 bagian anterior, membawa informasi melalui bagian tengah telinga, sehingga kerusakan
pada telinga akan menyebabkan ageusia pad a 2/3 bagian anterior lidah di sisi yang sarna.

Ada tendensi bahwa ageusia akan muncul bersama-sama dengan anosmia. Hal ini
membuktikan bahwa ada bagian di otak yang memiliki fungsi interaksi antara saraf-saraf olfactory
dan saraf-saraf gustatory. namun penelitian lebih lanjut tentang hal ini belum banyak dilakukan
karena kasus-kasus anosmia dan ageusia sangat jarang terjadi.

F. A TENSI SELEKTIF
Psikolog sudah banyak yang membahas tentang fenomena atensi selektif. Mula-mula fenomena
tersebut muncul dari perilaku hewan yang mampu untuk memfokuskan pada satu bagian stimulus
dari berbagai macam stimulus yang diterima oleh organ sensorisnya pada waktu yang bersamaan.

Pada manusia ternyata hal ini pun dapat terjadi, contohnya dalam suatu keramaian kita tidak
akan mampu mendengar satu suara saja apabila kita tidak memfokuskan perhatian pada suara
tersebut, atau kita tidak dapat merasakan tekanan karet kaos kaki pada kaki kita bila kita tidak
memfokuskan perhatian pada bagian tersebut. Atensi selektif pada hewan terutama disebabkan oleh
tujuan yang hendak dicapai saat itu, sedangkan pada manusia cenderung disebabkan oleh
pemusatan perhatian yang mampu dilakukan seseorang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa atensi selektif berkaitan dengan peningkatan reaktivitas
neuron di bagian secondary sensory cortex yang berkaitan dengan stimulus yang datang (bila yang
datang stimulus suara, maka yang aktif adalah secondary sensory cortex yang berkaitan dengan
pendengaran). Pemusatan perhatian tampaknya tidak akan mempengaruhi aktivitas neuron di
primary sensory cortex. Primary sensory cortex akan menerima stimulus sensasi yang sesuai, tetapi
pemusatan atensi hanya akan berpengaruh pada secondary sensory cortex.

G. KESIMPULAN:PRINSIP UMUMORGANISASISISTEMSENSORIS
Tiap sistem sensoris khusus menerima, mengkodekan, dan mengintepretasikan informasi
sensoris yang tertentu. Tetapi secara umum, sistem sensoris memiliki prinsip kerja yang
sarna. Prinsip-prinsip umum dari sistem sensoris yang mampu disimpulkan adalah sebagai
berikut:
1. Sistem sensoris merupakan sistem yang sifatnya hierarkis. Pada setiap jenis sistem
sensoris ada kecenderungan umum bahwa informasi akan mengalir dari sistem yang
lebih rendah ke sistem yang lebih kompleks (lebih persepsual daripada sensoris).

122
2. Sistem sensoris merupakan sistem yang paralel. Pada mulanya sistem sensoris
digambarkan sebagai suatu sistem yang serial (hanya ada satu jalur aliran informasi),
tetapiternyatasistemsensoriscenderungbersifatparalel,yaitu bahwainformasi
dapat mengalir pada komponen-komponen yang sesuai melalui berbagai jalur.
Sebagai contohnya lihat gambar 6.26.

MODEL HIERARKIS
SERIAL DARI SISTEM MODEL HIERARKIS
SENSORIS PARALEL DARI SISTEM SENSORIS
Korteks Asosiasi

Nukleus Korteks Korteks

Relay di
I I Sensoris Sensoris
Thalamus Korteks Sekunder I I I
Sekunder
Sensoris
uotuk
Sistem
Nukleus Tunggal I I I I Korteks
Relay di Sensoris
Thalamus L I Primer
Beberapa
I

& &
Nukleus
Relaydi

{I
Nukleus Nukleus Nuklells Nukleus
Relay di Thalamus Relay di Relay di Relay di
Thalamus uotuk Thalamus I
IThalamus
II
Thalamus
Sistem
Tunggal

Gambar 6.26. Perbedaan Model Serial dan Model Paralel-Multiple-Hierarkis dari


Organisasi Sistem Sensoris (Pinel, 1993)

3. Semua sistem sensoris yang eksteroseptif akan diproyeksikan ke neocortex melalui thalamus.
Meskipun ada perbedaan yang nyata an tara jejak -jejak saraf ke lima macam sistem sensoris
eksteroseptif, tetapi adajejak sarafutama dari thalamus yang menuju ke neocortex. Tiap sistem
sensoris umumnya memiliki lebih dari satu pasang jalur yang menuju thalamus (misalnya
sinyal-sinyal visual yang disampaikan melalui nucleus pulvinar dan nucleus lateral
geniculate).
4. Korteks sensoris umumnya diorganisasikan dalam satu colum ljalurlsaluran). Setiap sistem
sensoris eksteroseptifyang neuronnya terletak padajaringan cortical yang sarna
(pada satu column) memiliki kecenderungan untuk responsif terhadap input sensoris pada
column yang sarna.
5. Permukaan cortex sensoris terbagi-bagi secara sistematis. Cortex terbagi-bagi secara jelas an
tara cortex visual (retinotopically), cortex auditory (tonotopically), dan cortex somatosensory
(somatotopically). Sedangkan bagian cortex yang berhubungan dengan sistem organisasi
gustatory dan olfactory belum diketahui dengan jelas. Keuntungan

123
mengetahui pembagian cortex tersebut adalahuntuk memahami interaksi antara
chanels atau column sistem organisasi yang satu dengan yang lain.
6. Terdapat Representasi Multiple pada Setiap Sistem Sensoris di Cortex. Mula-mula
diperkirakan bahwa tiap pola daerah di cortex hanya berkaitan dengan satu sistem
sensoris tertentu, tetapi pada hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa satu
daerah di cortex mempresentasikan lebih dari satu macam sistem sensoris.
7. Reaktivitas dan Kemampuan Seleksi Neuron-neuron di Secondary Sensory Cortex
terjadi karena atensi selektif Pada secondary sensory cortex terdapat mekanisme pada
tiap sistem sensoris untuk meningkatkan sensitivitas neuron terhadap stimulus
tertentu yang difokuskan oleh subjek yang bersangkutan.

TES KERJA OTAK (6)


1. Fase sensasi adalah ..........
2. Fase persepsi adalah ......................................................................................................
3. Sebutkan reseptor-reseptor di:
a. Organ Penglihatan .........................................................................................................
b. Organ Pendengaran... .........
c. Organ Peraba .................................................................................................................
d. Organ Pembau ...............................................................................................................
e. Organ Perasa ... .........
4. Apa yang dimaksud dengan diakromatisme ? ...............................................................
5. Apa yangdimaksud dengan presbyacosis?..............
6. Apa yang dimaksud dengan asterognosia? ....................................................................
7. Apa yang dimaksud dengan anosmia? ..........................................................................
8. Apa yang dimaksud dengan ageusia? ............................................................................
9. Mengapa sistem sensoris dikatakan sebagai sistem yang sifatnya hierarkis?
............................................................................................................................
10. Pada manusia, dimanakah terjadinya peningkatan aktivitas neuron pada peristiwa atensi
selektif? .........................................................................................................................

124

Anda mungkin juga menyukai