Anda di halaman 1dari 21

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/332013305

ANALISA WAKTU PEMESINAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

Article · October 2016

CITATION READS
S
193
0
1 author:

Nelson Manurung
Politeknik Negeri Medan
2 PUBLICATIONS 0 CITATIONS

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

ANALISA WAKTU PEMESINAN PADA PROSES PEMBUBUTAN View project

All content following this page was uploaded by Nelson Manurung on 27 March 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


ANALISA WAKTU PEMESINAN PADA PROSES PEMBUBUTAN

Nelson Manurung
Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin
Politeknik Negeri Medan

Abstrak

Proses pembubutan adalah suatu proses pembentukan komponen mesin dan peralatan
seperti poros pejal, poros berongga, poros berulir, dan bentuk lainnya dengan aksi
pemotongan.Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisa perbedaan antara waktu
pemotongan teori dan waktu pemotongan praktik pada proses pembubutan. Teknik yang
digunakan dalam menganalisa data perbedaan waktu pemotongan (cutting time) hasil
percobaan menggunakan metoda statistik. Pengolahan data menggunakan distribusi
student “ t “ dengan mengambil taraf signifikasi ά = 0.05 ,(1-t) = 95 %. Dari percobaan
pemotongan untuk kedalaman potong yang tipis (diambil 1 mm), bahwa waktu
pemotongan hasil perhitungan sebesar 69.4 detik. Sedangkan waktu pemotongan
praktek ( percobaan ) adalah 71.125 detik atau perbedaannya 2.39 %. Untuk kedalaman
potong yang tebal ( diambil 4 mm ), waktu pemotongan hasil perhitungan sebesar 42.6
detik dan waktu pemotongan praktek adalah 43.45 detik atau perbedaannya 1.96 %.
Hasil perhitungan distribusi student “ t “ yaitu sebesar 26.87 detik dan 23.78 jauh lebih
besar dari t(0.95) sebesar 1.71. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa
waktu pemotongan praktek lebih lama dari waktu pemotongan teoritis dapat diterima
kebenarannya.
Kata Kunci : pembubutan, waktu, analisa, pemotongan, perhitungan

Pendahuluan:
Proses pembubutan adalah suatu proses pembentukan komponen mesin dan peralatan
seperti poros pejal, poros berongga, poros berulir, dan bentuk lainnya dengan aksi
pemotongan. Untuk proses produksi dengan mesin perkakas salah satu faktor yang perlu
diketahui adalah waktu pemesinan (machining time), faktor ini berpengaruh terhadap
jumlah produksi dan kalkulasi ongkos (biaya), selain waktu setting dan biaya- biaya
lainnya. Dengan mengetahui waktu pemesinan maka dapat ditentukan jumlah produksi
dalam satuan waktu, sehingga memudahkan untuk menentukan ongkos produksi yang
akurat.

Waktu untuk menghasilkan produk atau waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan (memotong bagian tertentu produk) dengan cara yang tertentu (menggunakan
suatu jenis pahat) adalah merupakan variabel yang penting dalam rangka penentuan kondisi
pemesinan optimum. Untuk jumlah produk yang cukup besar maka secara kasar dapat
ditentukan waktu pemesinan rata-rata untuk mengerjakan satu produk, yaitu dengan cara
membagi seluruh waktu yang digunakan dengan jumlah produk
yag dihasilkan. Akan tetapi, cara ini tidak baik untuk dilaksanakan karena
tidakmemberikan informasi yang jelas mengenai komponen waktu (bagian
waktu total) yang berkaitan dengan setiap
langkah pengerjaan dalam proses permesinan
Perumusan Masalah :

Rumusan teoritis untuk waktu pemesinan telah direkomendasikan, terdapat perbedaan


antara rumusan teoritis tersebut dengan pelaksanaan prakteknya. Untuk membuktikan
kebenaran dan sejauh mana perbedaannya maka diperlukan pengujian dan pengkajian
yang akan dilakukan dalam penelitian ini.

Permasalahan yang akan di ungkap dalam penelitian ini adalah:


1. Seberapa lama waktu pemesinan yang dibutuhkan pada proses pembubutan benda
kerja
2. Seberapa besar perbedaan waktu pemesinan antara teori dengan
Prakteknya

Tinjauan Pustaka : Proses Bubut (Turning)


Proses pembubutan adalah suatu proses pemotongan logam dengan menggunakan alat
potong tunggal (single point tool), dimana gerakan utama poros berputar pada
sumbunya dan alat potong bergerak sepanjang benda kerja, sehingga terjadi serpihan-
serpihan yang dinamakan geram.
Secara umum proses pembubutan dapat dikelompokkan dalam tiga kategori,
yaitu:
1. Proses pembubutan memanjang adalah proses pembubutan searah dengan sumbu
utama mesin
2. Proses pembubutan melintang adalah proses pembubutan yang tegak lurus terhadap
sumbu utama mesin.
3. Proses pembubutan konis adalah proses pembubutan yang bersudut terhadap
sumbu utama.
Kecepatan Potong

Kecepatan Potong adalah suatu kecepatan berbanding lurus dengan gerakan utama, jika
benda berputar satu kali perputaran pada panjang tertentu yang dilalui oleh sisi
potong dari alat potong, akan
berhubungan dengan keliling dari benda kerja tersebut. Maka kecepatan potong adalah
jarak yang didapat karena putaran benda kerja dalam satuan waktu. Hubungan antara benda
kerja yang tersayat dalam kelilingnya sebagaimana gambar berikut :

Gambar 1 Penampang potong dari keliling benda kerja


Dari gambar 1 diatas bahwa, bila benda kerja membuat putaran satu menit maka panjang
tatal (chip) yang tersayat dalam satu menit adalah keliling dari benda kerja tersebut, yaitu:
C=‫ת‬xd C = keliling benda kerja d = diameter benda kerja
Bila benda kerja membuat n putaran dalam satu menit, maka panjang geram yang
tersayat dalam satu menit adalah :
l=‫ת‬xdxn l = panjang geram n = putaran
Panjang geram ini biasanya diukur dalam satuan meter tiap menit ( V = m/menit ).
Jadi kecepatan potong adalah panjang pemotongan dalam meter / menit. Maka
besarnya kecepatan potong dapat dinotasikan seperti rumus berikut :
V=‫ת‬xdxn ( meter/menit) .......... 2.1
1000

dimana, d = diameter rata-rata


n = putaran mesin (rpm)
Dari rumus diatas, besarnya kecepatan potong berbanding lurus dengan besar diameter
benda kerja dan putaran mesin. Tetapi dalam beberapa literatur, besar kecepatan potong
yang diizinkan telah
ditentukan sesuai dengan jenis alat potong dan material yang digunakan.

Disamping itu kecepatan potong tergantung dari beberapa faktor :

a. Bahan dari pada benda kerja

Bahan-bahan yang keras menghasilkan lebih banyak panas yang lebih besar dari pada
baja kecepatan tinggi (HSS). Oleh karena itu diperlukan kecepatan potong tinggi

b. Bahan dari alat potong

Bahan dari cemeted karbid dapat menahan panas lebih besar dari pada baja
kecepatan tinggi (HSS). Oleh karena itu alat potong ini mempunyai kecepatan
potong yang lebih tinggi

c. Penampang dari beram (serpihan) Pemotongan beram yang tipis bisa diambil
kecepatan yang lebih tinggi dari pada pemotongan beram yang tebal.
d. Pendingin
Kecepatan potong yang tinggi dapat dipakai bila menggunakan cairan pendingin selama
proses pembubutan
e. Bentuk dari mesinMesin yang besar mempunyai kapasitas untuk menentukan
kecepatan potong yang tinggi dari pada mesin yang berukuran kecil.
Putaran mesin
Salah satu faktor yang menentukan hasil pemotongan adalah tersedianya putaran mesin
yang sesuai dengan kondisi pemotongan. Dimana untuk jenis dan besarnya diameter
membutuhkan putaran yang berbeda. Putaran mesin tersebut dapat kita tentukan dari
rumus kecepatan potong, yaitu :
V = ‫ ת‬x d x n maka , n = 1000. V
1000 ‫ת‬xd
(put/menit) .......... 2.2
Dari rumus diatas bahwa besarnya putaran berbanding lurus dengan kecepatan potong dan
besar diameter kerja.

Pemakanan dan Dalamnya Pemotongan


Disamping memilih putaran mesin yang benar, proses pembubutan juga tergantung pada
pemakan (feed) dan dalamnya pemotongan (depth of cut).
Pemakan adalah pergerakan alat potong dalam satu kali perputaran dari benda kerja dalam
pembubutan arah memanjang atau arah melintang. Sedangkan dalamnya pemakan adalah
masuknya alat potong kedalam benda kerja.
Untuk menganalisa pamakanan dan dalamnya pemotongan dapat dilihat pada gambar 2.
Dari gambar tersebut sudut potong utama adalah Kr, yaitu sudut antara mata potong (S)
dengan arah kecepatan makan vf. Besar dari sudut ditentukan oleh geometri pahat dan cara
pemasangan pahat pada mesin perkakas.

Gambar 2 Geometri pemakanan dan dalamnya pemakanan

Ketebalan geram sebelum terpotong dipengaruhi oleh beberapa parameter pemotongan


lainnya. Gambar 3 akan
dipakai sebagai acuan untuk menguraikan lebih lanjut tentang ketebalan geram sebelum

terpotong ini.

Gambar 3 Penentuan Ketebalan Geram Sebelum Terpotong


Untuk harga a dan f yang sama, sudut ini menetukan besarnya lebar pemotongan b dan
lebar geram yang terpotong h sebagai berikut :
- lebar pemotongan : b = a/sin
Kr dalam mm
- tebal beram : h = f . sin Kr dalam mm
Maka penampang geram yang terpotong adalah :
a = b . h (mm2)
Besarnya kedalaman pemotongan dapat dicapai dengan pengaturan yang sesuai dengan
kondisi pemotongan yang diinginkan. Dengan kata lain bahwa dalamnya pemotongan
pada proses pembubutan memanjang berarti pengurangan garis tengah, yaitu:
a = D0 - dm (mm)
2
Jika untuk menyelesaikan pekerjaan diperlukan beberapa kali pemotongan ( i
), maka kedalaman pemotongan adalah :
a = D0 - dm (mm)
2. i
Waktu Pemotongan
Parameter waktu pemotongan cukup penting diketahui dalam proses produksi pembubutan,
karena dengan menghitung faktor ini dapat diketahui beberapa lama proses berlangsung.
Dengan demikian dapat ditentukan besarnya ongkos pemakaian mesin/ongkos produksi.
Untuk mendapatkan waktu yang dibutuhkan dalam proses produksi pembubutan, terdiri
dari:
a. waktu persiapan (setting time)
b. waktu tambahan (auxiliary time)
c. waktu pemesinan (machining time)

a. Waktu persiapan (setting time) Adalah waktu yang dibutuhkan untuk


mempersiapkan mesin, peralatan, alat ukur yang diperlukan dan pembacaan
gambar kerja. b. Waktu tambahan (auxiliary time)
Adalah waktu yang dibutuhkan untuk memasang benda kerja, menyetel alat potong,
pengukuran dan pemeriksaan hasil pemesinan. Besarnya waktu
Adapun rumusan waktu pemesinan berdasarkan literatur adalah sebagai berikut :
1. tc = L ( menit) .......... 2.3 f x n
( Jutz & scharcus, hal. 102 )

persiapan dan waktu tambahan tidak


dapat ditentukan, tergantung dari kesiapan peralatan dan kecakapan/pengalaman
operator.

c. Waktu pemesinan (Machining time) Tentang waktu pemesinan pada mesin bubut,
jutz & scharcus mengatakan :
The machining ( turning ) time is the periode in which the machine performs The actual
turning operation ( Jutz & scharcus, hal . 107 )

Waktu pemesinan (pembubutan) adalah perioda dimana mesin melakukan proses


pembubutan sebenarnya
Dimana :
tc = waktu pemesinan untuk satu kali pemotongan (menit)
L = panjang benda kerja yang dipotong
(mm)
f = pemakanan ( mm/putaran )
n = putaran mesin ( rpm )

2. tc = Lt ( menit) .......... 2.4 f x n


(Heinrich gerling, hal . 45 )
Dimana :
tc = waktu pemesinan untuk satu kali pemotongan ( menit )
Lt = panjang pembubutan (la + li + l)
la = awal kedudukan pahat (mm)
li = akhir kedudukan pahat (mm)
l = panjang sebenarnya benda kerja yang dipotong ( mm )
f = pemakanan ( mm/putaran )
n = putaran mesin ( putaran/menit)

Lt

Gambar 4. Kedudukan awal alat potong


pemotongan, dimana menurut
Dari kedua rumus tersebut terdapat
“Heinrich gerling” ada penambahan
perbedaan dalam menentukan titik awal
pada awal dan akhir pemotongan sebesar
untuk memudahkan dalam awal
la + li. Hal ini
pemotongan dan akhir pemotongan,
terutama untuk operator yang belum
berpengalaman.
Pahat Bubut
Untuk membubut material benda kerja, c. Untuk mendapatkan standard waktu
maka material pahat bubut yang sesuai pengerjaan benda kerja yang
adalah HSS (High Speed Steel) dan SC nantinya berguna untuk menentukan
(Semented Carbide). HSS digunakan ongkos produksi.
untuk material benda kerja baja karbon Manfaat Penelitian :
sedang dengan kecepatan potong 155 Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan
m/min, dan mampu mempertahankan oleh :
kekerasannnya sampai temperatur 600 a. Instruktur bengkel Teknik Mesin
0
C, sedangkan pahat bubut SC dapat dalam menentukan waktu
digunakan hinggga kecepatan pemotongan pada proses pembubutan
pemotongan 4 kali dari kecepatan potong untuk masing-masing latihan.
yang dicapai oleh pahat HSS, dan SC b. Perbengkelan /Industri manufaktur,
mampu mempertahankan kekerasannnya dalam menentukan waktu produksi
sampai suhu disekitar 800 0C. dan ongkos produksi permesinan
Tujuan Penelitian :
Tujuan yang ingin dicapai dalam Metode Penelitian :
penelitian ini adalah : Metode penelitian ini dimulai dengan
a. Untuk mengetahui perbedaan antara studi pustaka dengan menggunakan
waktu pemesinan teoritis dengan beberapa literatur, diantaranya buku,
waktu pemesinan praktik jurnal, artikel, dan lain-lain. Setelah studi
b. Untuk mendapatkan informasi yang pustaka, dilakukan analisa terhadap data
jelas berkaitan dengan waktu yang waktu permesinan teoritis dan praktik .
dibutuhkan dalam proses Setelah analisa selesai dilakukan, maka
pembubutan memanjang selanjutnya adalah menarik kesimpulan
(longitudinal turning). dan membuat laporan.
Persiapan Hasil Pengujian
bahan data
peralatan olah data
Mulai Hasil
Pemeriksaan uji pemotongan
test
kajian pustaka
Mesin Pengujian dibengkel Mesin

Gambar 5 Fishbon diagram metode pelaksanaan penelitian


Data Waktu Pemotongan
Penelitian dilaksanakan di Workshop 1. Untuk pembubutan dengan kedalaman
Teknik Mesin Polmed. Data bersumber potong, a = 1 mm
dari percobaan pembubutan terhadap baja - diameter bahan, d = 24 mm
permesinan St 50 dengan ukuran bahan ¢ - gerakan pemakanan (feeding), f
25 x 125 (mm) sebanyak 24 buah sampel. =0.2 mm/putaran
Sedangkan ukuran diameter bahan dalam - kecepatan potong (cutting speed),
percobaan adalah ¢ 24 dan ¢ 23 mm. v = 44 m/menit
Kedalaman potong (depth of cut) 2. Untuk pembubutan dengan
ditentukan, yaitu 1 dan 4 mm. Alat yang kedalaman potong, a = 4 mm
digunakan adalah : - diameter bahan, d = 23 mm
1. Mesin bubut maximat V13, panjang - gerakan pemakanan (feeding), f = 0.4
bed 1.5 m mm/ putaran
2. Alat potong baja kecepatan tinggi - kecepatan potong (cutting speed), V
(HSS), merek DIAMOND (made in =32 m/menit
Cina ) Putaran mesin ( n ) didapat dengan
3. Jam henti (Stop Watch) menghitung sesuai dengan rumus berikut
Parameter Kerja Kerja Waktu :
pemotongan
1000 xV
Sebagaimana dijelaskan pada bab 2, n= (rpm)
xd
bahwa parameter pemotongan logam
Maka untuk kedalaman potong ( a)
pada mesin perkakas merupakan besaran-
= 1 mm, kecepatan potong
besaran kinematik yang besarnya dapat
(V) = 44 m/ menit, putaran mesin
diatur meliputi:
(n1) adalah :
1. Gerakan pemakanan (feeding ), f
1000x44
(mm/ put ) n1 =
x24
2. Kedalaman pemotongan (depth of cut
= 561 rpm
), a (mm)
Putaran 561 tidak tersedia pada mesin,
3. Putaran mesin, n (rpm )
maka diambil putaran yang mendekati
Parameter kerja tersebut harus ditentukan
sesuai dengan yang tertera pada tabel
terlebih dahulu sesuai dengan kondisi
mesin yaitu 540 rpm.
pemotongan (tingkat kualitas) yang
diinginkan. Pada percobaan ini besaran
Untuk kedalaman potong (a) = 4 mm,
kinematika ditentukan, untuk matrial baja
kecepatan potong
50 dengan alat potong Baja Kecepatan
Tinggi (HSS), maka diambil :
(V) = 32 m/menit, putaran mesin 7. Hidupkan mesin, periksa putaran
(n4) adalah : dengan tacho meter dan matikan
1000 x32 setelah pemeriksaan.
n4 =
x23 8. Persiapkan alat pencatat waktu, atur
= 443 rpm pada posisi nol.
Putaran 443 tidak tersedia pada mesin,
9. Hidupkan mesin dan gerakan tuas
maka diambil putaran yang mendekati
otomatis bersamaan dengan menekan
sesuai dengan yang tertera pada tabel
tombol jam henti (stop watch )
mesin yaitu 440 rpm.
10. Amati proses pemotongan sampai
batas pemotongan.
Prosedur Percobaan 11. Gerakan tuas otomatis ke posisi nol
Prosedur percobaan adalah prosedur
setelah pembubutan sampai batas
pengambilan data Waktu Pemotongan
yang ditentukan, bersamaan dengan
1. Persiapkan Mesin dan Peralatan
itu tekan tombol henti jam ukur.
2. Ukur benda kerja berupa diameter
12. Catat waktu pemotongan
dan panjang, berikan nomor urut
13. Matikan mesin setelah pengujian
masing-masing specimen dan bagi
selesai
dalam 6 sub group.
14. Ulangi dengan cara yang sama untuk
3. Pasang alat potong (pahat bubut)
benda uji berikutnya.
4. Cekam benda kerja diantara 2 senter
5. Atur posisi pemotongan, kedudukan
Data Hasil Percobaan Setelah
pahat tepat pada ujung sebelah kanan
melakukan percobaan pembubutan
dari benda kerja
terhadap spesimen, maka diperoleh data-
6. Atur putaran mesin, kedalaman
data seperti tabel di bawah ini.
potong dan kecepatan pemakanan.
Tabel 1 Data waktu pemotongan baja 50 , a = 1 mm
No Waktu (t), 21 70.9 5026.81
Sampel detik (x2) 22 70.7 4998.49
(x)
23 71.4 5097.96
01 71.4 5097.96
24 71.2 5069.44
02 71.2 5069.44
03 71.4 5097.96 X 1707 X 2 =121458
04 71.5 5112.25
05 71.3 5083.69
06 70.9 5026.81
07 71.1 5055.21
08 71.2 5069.44
09 70.8 5012.64
10 71.2 5069.44
11 71.4 5012.64
12 71.3 5069.44
13 71.4 5097.96
14 70.8 5012.64
15 70.5 4970.25
16 71.1 5055.21
17 71.3 5083.69
18 71.4 5069.44
19 70.9 5026.81
20 71.4 5097.96

Tabel .2 Data waktu pemotongan baja 50 , a = 4 mm


Waktu (t), 19 42.9 1840.41
No
detik (x2) 20 43.4 1927.56
Sampel (x) 21 42.9 1840.41
01 44.4 1971.36 22 42.7 1823.29
02 43.2 1866.24 23 43.4 1927.56
03 43.4 1883.56 24 42.2 1780.84
04 44.5 1980.25
X 1042.9 X 2 =4540
05 43.3 1874.89
8.71
06 43.9 1927.21
07 44.1 1944.81
08 44.2 1953.64
09 43.8 1918.44
10 43.2 1866.24
11 44.4 1971.36
12 43.3 1874.89
13 43.4 1927.56
14 42.8 1831.84
15 42.9 1840.41
16 44.1 1944.81
17 43.3 1874.89
18 43.2 1866.24
Pembahasan Dan Analisa Data = 135 mm
Hasil perhitungan teoritis dianalisa sesuai 135
=
dengan rumusan yang di tetapkan. 0.2 x 540
=1.25 menit
Sedangkan data hasil percobaan
= 75 detik
dilakukan pengujian secara statistik
Lt
sebagaimana yang dijelaskan pada bab Tc4 = (menit) > Lt = 1+1a +1i
f x n4
sebelumnya.
= 125 + 5 + 5
= 135 mm
1. Perhitungan Waktu Pemotongan 135
=
a. Waktu pemotongan menurut Jutz & 0.4 x 440
Scharcus = 0.76 menit
L = 46 detik
Tcl = (menit) > L =125 mm
f x n1 Dari kedua metoda analisa di atas terlihat
125 bahwa terdapat perbedaan waktu
= > f = 0.2 mm/put
0.2 x 540
pemotongan antara metoda Jutz &
= 1.15 menit > n1=540 rpm
Scharcus dan metoda Heinrich gerling.
= 69.4 detik
Besar perbedaan, yaitu Tc1 = 75 detik -
L
Tc4 = (menit) > L = 125mm 69.4 detik
f x n4
125 = 5.56 detik
= > f = 0.4 mm/put
0.4 x 440 = 7.41 %
= 0.71 menit > n4 = 440 rpm Tc4 = 46 detik - 42.6 detik
= 42.6 detik = 3.41 detik
= 7.41%
b. Waktu pemotongan Menurut Heinrich Dari analisa di atas metoda Jutz &
Gerling Scharcus lebih menguntungkan untuk
Lt dipakai dalam proses pemotongan, bila
Tc1 = (menit) > Lt = 1+1a +1i
f x n1 operator sudah cukup memahami operasi
= 125 + 5 + 5
pembubutan.

Analisa Data Percobaan Pemotongan a. Tabel 3 Data sub grup waktu


pemotongan
Uji Normalitas Data Kelompok A Sub Waktu Pengukuran Harga Rata-rata
Dalam uji normalitas data kelompok A, grup (Xi) Sub grup ( Xr)
Ke
data yang bersumber dari tabel 1 1 71.4, 71.2, 71.4, 71.5 71.300
2 71.3, 70.9, 71.1, 71.2 71.125
dibentuk menjadi 6 (enam) sub grup 3 70.8, 71.2, 71.4, 71.3 71.175
4 71.4, 70.8, 70.5, 71.1 70.950
seperti pada tabel berikut : 5 71.3, 71.4, 70.9, 71.4 71.250
6 70.9, 70.7, 71.4, 71.2 71.050 0.3157
X=
6
Jumlah Xr =426.750 = 0.128
Harga rata-rata dari rata-rata sub grup : Untuk mengetahui apakah sub grup
Xr berada dalam batas kontrol dan
X= >k =banyak sub grup
k berdistribusi normal dapat dikoreksi di
(Sutalaksana, hal.25)
antara batas kontrol atas (bka) dan batas
Maka,
kontrol bawah (bkb)
426.750
X= =71.125 BKA=X+3 X
6
BKB=X-3 X
Standard deviasi sebenarnya : (Sutalaksana, hal.140)

n Selanjutnya Sutalaksana mengatakan,


( Xi X ) 2

...Sutalaksana, hal.30
i1

N1
batas kontrol inilah yang merupakan

dimana : batas, apakah suatu sub grup seragam

N= Jumlah sampel yang diukur atau tidak seragam. Jika semua rata-rata

= 24 sub grup berada dalam batas-batas

Xi= Waktu pemotongan yang diamati tersebut, maka data tersebut dikatakan

Sehingga : seragam (normal). Demikian pula


sebaliknya, jika ada rata-rata sub grup
(71.4 71.125) 2 (71.271.125) 2 ....(71.2 71.125) 2

(24 1) berada diluar batas kontrol, maka data

= 0.3175 tersebut dikatakan tidak normal (tidak


seragam).

Maka standard deviasi dari distribusi BKA = 71. 125 + 3 x 0.128

harga rata-rata sub grup adalah : = 71.509


BKB = 71. 125 - 3 x 0.128
X= = standard deviasi = 70.741
k
sebenarnya (Sutalaksana, hal.35)
k= banyak sub grup
71,509
BKA

71,125 Center

70,741 BKB

Gambar 6 Diagram Kontrol Rata-Rata Sub Grup A

Dari diagram kontrol di atas terlihat Harga rata-rata dari rata-rata sub grup :
bahwa harga rata-rata dari data kelompok Xr
X= > k = banyak sub grup
A berada dalam batas kontrol, maka data k
(Sutalaksana, hal.25)
kelompok A berdistribusi normal.
Maka,
260.725
Uji Normalitas Data Kelompok B X= =43.45
6
Sebagaimana uji normalitas kelompok A, Standard deviasi sebenarnya :
uji normalitas kolompok B pada n 2
( Xi X )
i1 ......Sutalaksana, hal.30
prinsipnya sama. Data yang didapat dari N1

hasil percobaan di bentuk seperti tabel dimana :


berikut : N = Jumlah sampel yang diukur
Tabel 4 Data sub grup Waktu = 24
Pemotongan
Xi = Waktu pemotongan yang diamati
Sub Waktu Pengukuran Harga
grup (Xi) Rata-rata Sehingga :
Ke Sub grup
(Xr) 2 2 2
1 44.4, 43.2, 43.4, 44.5 43.875  (44.4 43.45) (43.2 43.45) ....(44.2 43.45)
2 43.3, 43.9, 44.1, 44.2 43.875 (24 1)
3 43.8, 43.2, 44.4, 43.3 43.675
4 43.4, 42.8, 43.9, 44.1 43.300
5 43.3, 43.2, 42.9, 42.4 43.200 = 0.603
6 42.9, 42.7, 43.4, 42.2 42.800
Jumlah Maka standard deviasi dari distribusi
Xr 260.725 harga rata-rata sub grup adalah :
batas, apakah suatu sub grup seragam
X= > =standard
k atau tidak seragam. Jika semua rata-rata
deviasi sebenarnya sub grup berada dalam batas-batas
(Sutalaksana, hal.35) k=banyak sub grup tersebut, maka data tersebut dikatakan
0.603 seragam (normal). Demikian pula
X=
6 sebaliknya, jika ada rata-rata sub grup
= 0.246 berada diluar batas kontrol, maka data
Untuk mengetahui apakah sub grup tersebut dikatakan tidak normal (tidak
berada dalam batas kontrol dan seragam).
berdistribusi normal dapat dikoreksi di
antara batas kontrol atas (bka) dan batas BKA = 43.45+ 3 . 0.246 = 44.188
kontrol bawah (bkb). BKB = 43.45 - 3 . 0.246 = 42.712
BKA = X+3 X
BKB = X-3 X
(Sutalaksana, hal.140)
Selanjutnya sutalaksana mengatakan,
batas kontrol inilah yang merupakan

44,19
BKA

43,45 Center

42,71 BKB

Gambar 7 Diagram Kontrol Rata-Rata Sub Grup B

Dari diagram kontrol di atas terlihat B berada dalam batas kontrol, maka data
bahwa harga rata-rata dari data kelompok kelompok B berdistribusi normal.
Uji Hipotesis X= harga rata-rata su grup waktu
Dalam pengujian hipotesis dikenal pemotong praktek
dengan 3 macam pengertian, yaitu o = harga waktu pemotongan standart /
pengertian sama atau tidak memiliki teoritis
perbedaan disebut hipotesis nol (H0) s= standart deviasi waktu pemotongan
melawan hipotesis tandingan (H1) yang n= jumlah pengukuran
mengandung pengertian tidak sama, lebih Maka distribusi student :
kecil atau lebih besar. Jika hipotesis 71.125 69.4
ta=
tandingan (H1) mempunyai rumusan 0.3175
24
tidak sama, maka distribusi statistik yang
= 26.87
digunakan adalah distribusi normal untuk
43.45 42.0
“z”, distribusi student untuk “t” dan tb=
0.603
seterusnya, maka didapat “z” daerah 24
kritis atau daerah penolakan pada tiap = 23.78
ujung adalah sebesar /2 (hal ini disebut Dari daftar distribusi student t 0.95, =
pengujian dua arah atau dua pihak). 0.05 dengan derajat kebebasan (dk) = n-1

Jika H1 mempunyai rumusan lebih besar, =24-1 =23, didapat t =1.71. Sehingga

maka diperoleh daerah kritis sebelah kriteria pengujian adalah :


kanan sebesar . Kriteria yang dipakai Tolak Ho jika t hitung lebih besar atau
adalah tolak Ho jika statistik yang sama dengan 1.71, terima Ho untuk hal
dihitung berdasarkan sampel tidak sebaliknya. Sedangkan hasil penelitian
kurang (lebih besar) dari daerah kritis. diperoleh ta=26.87 dan tb=23.78 jatuh
Untuk hal lainnya terima Ho. pada daerah penolakan Ho. Jadi hipotesis
Maka pasangan hipotesis adalah : Ho ditolak, maka hipotesis H1 diterima.
untuk kel. A untuk kel. B Dengan demikian hipotesis yang
H0 : = 69.4 H0 : =42.6 menyatakan bahwa waktu pemotongan
H1 : > 69.4 H1 : > 42.6 praktek lebih lama dari waktu
Karena simpangan baku tidak diketahui, pemotongan teoritis dapat diterima
maka distribusi yang digunakan adalah kebenarannya.
distribusi student, yaitu : Selanjutnya akan di uji apakah waktu
pembubutan untuk kedalaman potong 4.0
Xos
t= ………..(Sujana, hal.227) mm dengan feeding 0.4 lebih lama dari
n
waktu pembubutan 1.0 mm.
dimana :
Untuk pengujian ini pasangan hipotesis
digunakan :
Ho : 1 = 2 t1=t2 = t(1-0.5 ) = 22.47 x (1-0.5*0.05)
H1 : 1 2 (Sujana, hal.239) =21.91
dimana : W1.t1W 2.t 2
=
1 = rata-rata waktu pemotongan W1 W 2

untuk kedalaman potong 1.0 mm (0.004153).(21.91) (0.00434).(21.91)


0.004153 0.00434
2 = rata-rata waktu pemotongan
= 21.91
untuk kedalaman potong 4.0 mm
Kriteria pengujian adalah : Terima H0
Karena 1 2 dan data kelompok A
jika -21.91 < t’ <21.91 dan tolak H0
dan B berdistribusi normal, maka rumus
dalam hal lainnya. Dari perhitungan di
statistik yang digunakan :
atas didapat harga t’ =22.47 diluar daerah
X 1X 2 penerimaan H0. Jadi H0 ditolak pada
t’= (Sujana,
2 2
S1 S2 taraf = 0.05
n1 n2
hal.241) Akibatnya hipotesis alternatif H1

Kriteria pengujian adalah : terima H0 jika diterima, yang berarti hipotesis penelitian

: yang menyatakan bahwa waktu


W1.t1W 2.t 2 W1.t1W 2.t 2 pemotongan untuk kedalaman yang tebal
- < t! <
W1 W 2 W1 W 2 tidak sama dengan waktu pemotongan
dimana : untuk kedalaman yang tipis
W1= S12/n1 = (0.3175)2/24 = 0.004153 mengandung kebenaran .

W2= S22/n2 = (0.603)2/24 = 0.004347 Kesimpulan:


t1= t(1-0.5 ), (n1-1) Dari percobaan pembubutan dan hasil
t2= t(1-0.5 ), (n2-1) analisa, dapat diambil beberapa
s1= standar deviasi data kelompok A s2= kesimpulan sebagai berikut :
standar deviasi data kelompok B n1,n2= 1. Analisa statistik terhadap hipotesis
jumlah sampel data kelompok A,B yang menyatakan bahwa waktu
maka harga t’ adalah : pemotongan praktek lebih lama dari
waktu pemotongsn teoritis ( rumusan
teoritis ) benar mengandung

71.125 43.45 kebenaran.


t’ =
(0.3157) 2 / 24) (0.603) 2 / 24) 2. Dari percobaan pemotongan untuk
kedalaman potong yang tipis
27.555
= (diambil 1 mm ), bahwa waktu
0.12263
= 22.47 pemotongan hasil perhitungan sebesar
Sehingga : 69.4 detik. Sedangkan waktu
pemotongan praktek ( percobaan ) 5. Dari hasil perhitungan t’ Sebesar
adalah 71.125 detik atau 22.47 lebih besar dari t1 dan t2 =
perbedaannya 2.39 %. Untuk 21.91. Sehingga Hipotesis Ho ditolak
kedalaman potong yang tebal ( dan hipotesis H1 diterima pada taraf
diambil 4 mm ), waktu pemotongan signifikan = 0.05. Sehingga
hasil perhitungan sebesar 42.6 detik mendukung kebenaran dari hipotesis
dan waktu pemotongan praktek diatas.
adalah 43.45 detik atau perbedaannya 6. Faktor-faktor yang berpengaruh
1.96 %. Berdasarkan literatur , bahwa terhadap kualitas hasil pembubutan
penyimpangan maksimum adalah 6 benda kerja dan umur pahat dalam
%. Maka penyimpangan tersebut proses pembubutan antara lain :
masih dalam batas yang ditentukan a. Material (jenis benda kerja)
untuk mesin yang sudah relatif lama b. Kecepatan pemotongan c.
digunakan ( masa pakai diatas 5 tahun Kedalaman pemotongan
). d.Sudut geram ( rake angle )
3. Hasil perhitungan distribusi student “ e. Gerak makan
t “ yaitu sebesar 26.87 detik dan f. Jenis dan ketajaman pahat
23.78 jauh lebih besar dari t(0.95)
sebesar 1.71, sehingga hipotesis H Saran :
pada taraf signifikasi =0.05. Jadi 1. Geometri pahat bubut yang sesuai
seandainya dilakukan penelitian ulang dengan proses pemesinan material
sebanyak 100 kali terhadap kebenaran tertentu sangat menentukan hasil
hipotesis ini, maka hasilnya akan benda kerja yang akan diperoleh.
memberikan paling sedikit 95 kali Maka pemilihan pahat yang sesuai
sama dengan hasil penelitian ini dan harus diperhatikan agar didapat
paling besar 5 kali untuk sebaliknya. optimasi proses pemesinan.
4. Hipotesis yang menyatakan bahwa 2. Dalam menentukan waktu permesinan
waktu pemotongan lebih lama untuk (waktu potong) baik untuk keperluan
kedalaman potong yang lebih besar ( produksi maupun praktik dapat
dalam hal ini 1.0 mm dengan 4.0 mm ditambahkan sebesar 6 % dari
), ternyata mengandung kebenaran. perhitungan teori.
Daftar Pustaka : Lasco And Potter, 1978, Machine Shop,
American Technical Society, The United
E. Paul De Garmo, 1979, Materials and
State
Processes in Manufacturing , Collier
Machmillian Publisher, London Syamsir A. Muin, 1986, Dasar-Dasar
Perancangan Perkakas Dan Mesin-
Emco, 1981, Instruction Book, Maximat
Mesin Perkakas , Rajawali Pres, Jakarta.
V13, Austria
Sudjana, 1989, Metode Statistika,
Herman Jutz And Scharcus, 1982

Tarsito, Bandung.
,Westerman Tables For Metal Trade,
Willey Eastern Limited, New Delhi, Sutalaksana, 1985, Teknik Tata Cara
India Kerja, Teknik Industri ITB, Bandung
Heinrich Gerling, 1982, All About Taufiq Rochim, 1985, Teori Dan
Machine Tools, Willey Eastern Limited,
Teknologi Proses Permesinan,
New Delhi, India
Laboratorium Teknik Produksi Teknik
Mesin ITB, Bandung 1985
View publication stats

Anda mungkin juga menyukai