Anda di halaman 1dari 6

panggung7

Kepimpinan Berpikir (Qiyadah Fikriyah)


panggung7 8 tahun yang lalu

Manusia dibekali oleh Allah Swt 3 potensi dalam diri mereka, yaitu:
1. Jasmaniah jika tidak dipenuhi bisa mengakibatkan kematian
2. Naluri/Gharizah/instink jika tidak dipenuhi menimbulkan kegelisahan, dan tidak
sampai pada kematian. Naluri ini bisa dialihkan ke sesuatu yang hampir mirip/serupa.
Ada 3 naluri/instink/gharizah dalam diri manusia, yakni:
a. Naluri untuk mensucikan sesuatu / Gharizah Taddayun
The example : manusia punya keinginan untuk menyucikan sesuatu, sperti beribadah,
menyembah sesuatu dll
b. Naluri untuk melestarikan jenis/Gharizah Nau’
The example : Manusia punya cinta kasih pada sesama, pada lawan jenis, pada orang
tua, anak, binatang dll.
c. Naluri untuk mempertahankan diri/Gharizah Baqa’
The example : Marah jika dihina, rasa ingin menang sendiri/egois, ingin menguasai
sesuatu dan semua yang berhubungan dengan mempertahankan eksistensi dirinya.
3. Akal
Akal digunakan sebagai alat untuk mencari kebenaran dan memahami eksistensi 3
unsur pokok kehidupan (manusia, hidup, dan alam semesta), sehingga akan lahir
suatu pemikiran cemerlang ( kru mustanir) tentang kehidupan, alam semesta dan
manusia. Bahwa ke-3 unsur pokok tadi ada Seorang Pencipta yang menciptakannya.

Dalam hubungan nya dengan ikatan, ada beberapa ikatan yang mengikat antar
manusia, yakni:
1. Ikatan kebangsaan (patriotisme)
Ikatan ini tumbuh ditengah2 masyarakat tatkala pola pikir manusia mulai merosot.
Ikatan ini terjadi ketika manusia mulai hidup bersama dalam suatu wilayah tertentu
dan tidak beranjak dari situ.
Naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’) sangat berperan dan mendorong
mereka untuk mempertahankan negerinya, tempat dimana mereka hidup dan
menggantungkan diri.
Dari sinilah cikal bakal tumbuhnya ikatan kebangsaan. Ikatan ini tergolong ikatan
yang paling lemah dan rendah nilainya.
Ikatan seperti ini tampak juga dalam dunia binatang serta burung-burung dan
senantiasa emosional sifatnya yang muncul ketika ada ancaman pihak asing yang
hendak menyerang atau menaklukkan suatu negeri. Dan bila suasananya aman dari
serangan musuh dan musuh tersebut dapat dilawan/diusir dari negeri tersebut, maka
sirnalah kekuatan ini. Oleh karena itu ikatan ini rendah nilainya.

2. Ikatan kesukuan (Nasionalisme)


Sama dengan ikatan patriotisme, ikatan ini tumbuh ditengah2 masyarakat pada saat
pemikiran manusia mulai sempit. Ikatan ini mirip dengan ikatan kekeluargaan, hanya
sedikit lebih luas. Yang mana ikatan ini muncul karena pada dasarnya manusia
memiliki naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’), kemudian dalam dirinya
mencuat keinginan untuk berkuasa. Keinginan iin muncul pada individu yang rendah
taraf berpikirnya. Apabila kesadarannya meningkat dan pemikirannya berkembang
maka bertambah luaslah wilayah kekuasaannya, sehingga timbul keinginan keluarga
dan familinya untuk berkuasa dan terus melebar sesuai dengna perkembangan
pemikirannya, sampai suatu saat timbul keinginan sukunya di negeri tesebut. Apabila
mereka telah mendapatkan kekuasaan itu, iapun ingin sukunya menguasai bangsa-
bangsa lain.

Keadaan yang ingin agar suku/keluarganya menang dari suku/keluarga lain akan
menimbulkan rasa fanatisme golongan (ta’ashub) dalam diri anggota ikatan ini.
Mereka dikuasai oleh hawa nafsu dalam usahanya membela anggotanya terhadap
anggota suku yang lain. Sehingga ikatan ini tidak sesuai dengan martabat manusia
yang senantiasa menimbulkan berbagai pertentangan intern seperti perselisihan
dengan pihak luar (keluarga, ,suku, bangsa, dan lain-lain)

Ikatan patriotisme merupakan ikatan yang rusak (tabiatnya buruk) karena 3 hal:
a. Karena mutu ikatannya rendah, sehingga tidak mampu mengikat antara manusia
satu dengan lainnyau untuk menuju kebangkitan dan kemajuan.
b. Karena ikatannya bersifat emosional yang selalu didasarkan pada perasaan yang
muncul secara spontan dari naluri mempertahankan diri (gharizah baqa’). Ikatan yang
bersifat emosional sangat berpeluang untu berubah-ubah, sehingga tidak bisa
dijadikan ikatan yang langgeng antara manusia satu dengan lainnya.
c. Ikatannya bersifat temporal, yaitu muncul saat membela diri karena datangnya
ancaman. Sedangkan dalam keadaan normal (stabil), ikatan ini tidak muncul. Dan
tidak bisa menjadi pengikat antar sesama manusia.

Ikatan kesukuan (nasionalisme) juga termasuk ikatan yang rusak (tabiatnya buruk)
karena 3 hal :
a. Karena berlandaskan pada qobilah / keturunan, sehingga tidak bisa dijadikan
pengikat antar manusia satu dengan lainnya menuju kebangkitan dan kemajuan.
b. Karena ikatannya bersifat emosional selalu didasarkan pada perasaan yang muncul
secara spontan dari naluri baqa’ yaitu keinginan dan ambisi untuk berkuasa.
c. Karena ikatannya tidak manusiawi, sebab menimbulkan pertentangan dan
perselisihan antar sesama manusia dalam berebut kekuasaan. Oki (oleh karena itu)
tidak bisa menjadi pengikat antara sesama manusia.

3. Ikatan Kemaslahatan
Ikatan ini bersifat temporal dan dianggap oleh sebagian orang sebagai alat untuk
mengikat anggota masyarakat. Karena adanya peluang tawar menawar dalam
mewujudkan kemaslahatan mana yang lebih besar, sehingga eksistensinya akan
hilang saat suatu maslahat dipilih/didahulukan dari maslahat yang lain.
Persoalannya akan berakhir saat kemaslahatan ini telah ditentukan. Kemudian
orang2nya pun membubarkan diri karena ikatan itu berakhir tatkala maslahat telah
tercapai. Ikatan ini amat berbahaya bagi pengikutnya.

4. ikatan kerohanian
ikatan ini tidak memiliki peraturan dan akhirnya hanya terlihat dari kegiatan spiritual
saja.
Ikatan ini tidak tampak dalam kancah kehidupan dan bersifat parsial (terbatas pada
aspek kerohanian semata), yang tidak berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
sehingga tidak layak menjadi pengikat antar manusia dalam seluruh aspek
kehidupannya.

MABDA
Seluruh ikatan tadi tidak layak dijadikan pengikat antar manusia dalam kehidupannya,
untuk meraih kebangkitan dan kemajuan.
Ikatan yang benar untuk mengikat manusia dalam kehidupannya adalah aqidah
aqliyah (aqidah yang sampai melalui proses berpikir) sehingga disebut sebagai ikatan
ideologis (didasarkan pada suatu mabda / ideologi).
Aqidah adalah pemikiran menyeluruh tentang alam semesta, manusia, dan hidup,
serta tentang apa yang ada sebelum dan setelah kehidupan dunia, disamping
hubungannya dengan sebelum dan sesudah kehidupan dunia.
Jadi mabda adalah aqidah aqliyah yang melahirkan peraturan.
Peraturan yang lahir dari aqidah berfungsi untuk:
1. Memecahkan dan mengatasi berbagai problematika hidup manusia
2. Menjelaskan bagaimana cara pelaksanaan pemecahannya.
3. Memelihara aqidah serta untuk mengemban mabda

Point 1 (pemecahan masalah dan problematika hidup manusi) tercakup dalam krah.
Sedangkan point 2, dan 3 (penjelasan tata cara pelaksanaan pemeliharaan aqidah dan
penyebaran risalah dakwah) dinamakan thariqah

Mabda muncul di benak seseorang, baik melalui wahyu allah yang diperintahkan
untuk mendakwahkannya atau dari kejeniusan yang nampak pada diri orang itu.
Mabda yang benar muncul dalam benak sesorang melalui wahyu allah dan bersumber
dari al Khaliq yaitu pencipta alam, manusia, dan hidup dan pasti kebenarannya
(qath’i) adalah mabda yang benar.
Sedangkan mabda yang muncul karena kejeniusan yang nampak pada dirinya adalah
mabda yang salah (bathil), karena berasal dari akal manusia yang terbatas, yang tidak
mampu menjangkau segala sesuatu diluar batas kemampuan akalnya.
Pemahaman manusia terhadap proses lahirnya peraturan selalu menimbulkan
perbedaan, perselisihan dan pertentangan serta selalu terpengaruh lingkungan tempat
ia hidup. Sehingga membuahkan peraturan yang saling bertentangan dan
mendatangkan kesengsaraan bagi manusia. Oki (oleh karena itu) mabda yang muncul
dari benak seseorang adalah mabda yang salah baik dilihat dari segi aqidahnya
maupun peraturan yang lahir dari aqidah tersebut.
Aqidah menjadi qoidah kriyah (kaedah berpikir) sekaligus menjadi qiyadah kriyah
(kepemimpinan ber kir).
Kaedah berpikir (qoidah kriyah) adalah dasar proses berpikir yang memunculkan
aturan-aturan cabang. Ibarat rel kereta dan lokomotif, maka qoidah kriyah adalah
lokomotifnya.
Qiyadah kriyah (kepemimpinan berpikir) adalah arah pandang kehidupan dan
kembali jika diibaratkan dengan rel kereta dan lokomotif, maka qiyadah kriyah
adalah rel kereta apinya.

Syarat mabda yang shohih


Syarat mabda yang shohih (benar) adalah aqidah mabda itu sendiri benar. Kedudukan
aqidah adalah sebagai qoidah kriyah yang menjadi asas bagi setiap pemikiran yang
muncul dan akidah yang menentukan pandangan hidup serta yang melahirkan setiap
pemecahan problematika hidup serta pelaksanaannya (thariqah).

Jadi syarat mabda yang benar adalah Qoidah Fikriyah yang benar yang sesuai dengan:
a. Fitrah manusia (gharizah/naluri)
Pengakuan terhadap apa yang ada dalam trah manusia berupa kelemahan dan
kebutuhan diri manusia pada Yang Maha Pencipta, Pengatur segalanya dan sesuai
dengan naluri beragama (gharizah Taddayun).
b. Dibangun berdasar akal
Bahwa kaidah ini tidak berlandaskan materi atau sikap mengambil jalan tengah.

Di dunia ini, kit a menjumpai ada 3 mabda (ideologi) yaitu:


1. Mabda kapitalisme
2. Mabda Sosialisme termasuk didalamnya komunisme
3. Mabda Islam

Ad. 1. Mabda (ideologi) Kapitalisme


Mabda kapitalisme diemban oleh beberapa negara, terutama barat. Yang menjadi asas
(aqidah) bagi mabda ini adalah ide sekulerisme / pemisahan agama dari kehidupan. Ide
sekulerisme dalam mabda kapitalisme selain menjadi aqidah juga sekaligus menjadi
qoidah (kaedah berpikir) dan qiyadah kriyah (kepemimpinan berpikir).
Sebagai qoidah kriyah karena mereka berpendapat bahwa manusia berhak membuat
peraturan hidupnya. Mereka pertahankan kebebasan manusia yang terdiri dari
kebebasan berakidah, berpendapat, hak milik dan kebebasan pribadi.
Dari kebebasan hak milik ini lahir dari sistem ekonomi kapitalis, yang termasuk
perkara paling menonjol dalam mabda ini, oleh karena itu dinamakan mabda
kapitalisme.
Kelahiran mabda kapitalisme
Bermula pada saat kaisar dan raja-raja di eropa dan rusia menjadikan agama sebagai
alat untuk memeras, menganiaya, dan menghisap darah rakyat. Para pemuka agama
pada waktu itu dijadikan perisai untuk mencapai keinginan mereka. Maka timbullah
pergolakan sengit, yang kemudian membawa kebangkitan bagi para losof dan
cendikiawan. Sebagian mereka mengingkari adanya agama secara mutlak, sedangkan
yang lainnya mengakui adanya agama, tetapi menyerukan agar dipisahkan dari
kehidupan dunia.
Sampai akhirnya dicapai suatu kesepakatan atau jalan tengah yakni memisahkan
agama dari kehidupan yang kemudian menghasilkan usaha pemisahan antara agama
dan negara.
Disepakati pula pendapat untuk tidak mempermasalahkan agama dilihat dari segi
apakah diakui atau ditolak.
Sebab fokus masalahnya adalah agama itu harus dipisahkan dari kehidupan. Ide ini
adalah sikap kompromi/jalan tengah antara pemuka agama yang menghendaki segala
sesuatunya harus tunduk pada mereka dengan mengatasnamakan agama dengan para
losof dan cendikiawan yang mengingkari adanya agama dan dominasi para pemuka
agama.
Jadi ide sekulerisme sama sekali tidak mengingkari adanya agama, tetapi juga tidak
memberikan peran dalam kehidupan

Kategori: 'Ilmi, Tsaqofah, Yang Perlu Kamu Tahu

Tag: berpikir, cara pandang islam, hidup islami, islam, kepemimpinan berpikir, pola pikir, qaidah, qiyadah
fikriyah

Tinggalkan sebuah Komentar

panggung7 Kembali ke atas

Anda mungkin juga menyukai