1. Deskripsi
Keraguan rakyat Ayogya yang mempengaruhi Ramawijaya itu membuat Dewi Sinta
merasa perlu untuk membuktikan kesuciannya. Kemudian Dewi Sinta minta agar dirinya
dibakar hidup-hidup, dan bilamana tubuhnya tidak termakan api, berarti ia tetap suci,
walaupun selama 12 tahun berada di dalam kekuasaan Dasamuka.
Ketika api mulai berkobar, Batara Agni melindungi tubuh dan pakaian Sinta,
sehingga tidak hangus dijilat api.
Pada lakon ini juga diceritakan tentang Kapi Jembawan, seekor tua kera yang sedih
karena rupanya yang buruk. Sesudah bertapa, Batara Narada datang menemuinya, dan
mengatakan bahwa ujud sebagai kera sudah nasibnya. Namun, pada dewa berkenan akan
memberikan keturunan yang mulya bagi Kapi Jembawan. Batara Narada lalu mengubah
ujud Jembawan menjadi Laksmana tiruan, dan disuruh menjumpai Dewi Trijata di
Alengka.
Dewi Trijata menyanbut kedatangan Laksamana tiruan dengan suka cita karena
diam-diam ia memang jatuh cinta pada Laksmana. Terjadilah cumbu rayu di antara
mereka.
Ketika kejadian ini dilaporkan Sri Rama, segera Laksama asli disuruh menjumpai
Laksamana tiruan.
Terjadilah perang tanding antara yang asli dengan yang tiruan, dan saat itu yang tiruan
menjelma kembali menjadi Jembawan.
Rama kemudian memutuskan Jembawan menjadi suami Dewi Trijata, sebab itu
memang sudah jodohnya.
2. Analisis bentuk
Bentuk pertunjukan tersebut adalah sendra tari, terdapat sedikit dialog dalam bentuk
tembang dalam pertunjukannya, alur atau benang merahnya sudah tertata meskipun ada
beberapa improvisasi didalamnya, seperti saat irah-irahannya TriJotho terjatuh karena
tersenggol hanoman, penari trijotho mengambil inisiatif untuk improfisasi dengan
mengeksplor irah2an yang jatuh, improvisasi ini malah menjadi menarik, dan sangat
terlihat natural tidak seperti dibuat-buat.
Sedratari tersebut adalah kolaborasi anak-anak sebagai penari pendukung, dan penari
dewasa sebagai tokoh penari karakter. Konsep sendratari Sinto Obong ini berpijak pada
tari tradisi gaya Surakarta.
3. Interpertasi
Sendra tari ramayana ini persembahan dari Sanggar Tari Sang Citra yang dipimpin
oleh Ibu Atik, sanggar tersebut bekerja sama dengan Ahmad Saroji (sebagai koreografer)
yang mempunyai riwayat pendidikan di ISI Surakarta lulus tahun 2019. Para siswa di
sanggar Sang Citra tersebut karena semuanya masih anak-anak digarap sebagai penari
pendukung di pertunjukan tersebut diantaranya sebagai penari ikan-ikan, dan kepiting
(anak buah KatakSini) dan sebagai penari bedayan, karena masih anak-anak yang baru
belajar tentunya dalam menari sangat banyak sekali kekurangan jauh dari kata sempurna,
ekspresi mereka masih sangat polos sekali, belum bisa menguasai panggung dan
berekspresi, dari situ terlihat terdapat fungsi atau tujuan ke pendidikan anak-anak yakni
untuk mencarikan pengalaman yang diharapkan dapat meningkatkan perkembangan anak
dalam dunia seni pertunjukan khususnya tari.
Kekurangan sklil kepenarian anak-anak ini sangat menonjol sekali karena mereka
berkolaborasi dengan para penari dewasa yang mempunyai latar belakang pendidikan
seni formal, ada yang dari ISI Surakarta dan SMK N 8 Surakarta. Jika dilihat dari segi
pertunjukan memang sangat tidak seimbang, namun jika dilihat dari segi manfaat ini
sangat bagus sekali untuk anak-anak sebagai generasi penerus. Anak-anak ketika
berkolaborasi dengan penari yang pengalamannya di atasnya, anak-anak akan terobsesi
pada kepenarian seniornya, sehingga akan muncul semangat baru, angan-angan baru anak
anak untuk bisa bagus seperti idolanya.
4. Evaluasi
Demi kebaikan dan eksistensi dunia Tari maka saya menuliskan beberapa evaluasi
diantaranya adalah :
Penari anak terlihat kurang adaptasi dengan panggung, selain itu para penari
dewasa seperti memaksakan untuk menjangkau jarak dengan melebarkan langkah
juga mengeluarkan tenaga ekstra untuk menjangkau dengan tempu yang terbatas,
olehkarena itu Perlunya proses yang lebih di panggung yang akan dijadikan
tempat pentas, karena anak dan beberapa penari butuh penyesuaian dan orientasi
panggung terutama penari anak-anak.
Bentuk panggung yang unik perlu di ekplor lagi sehingga bentuk panggung tidak
sia-sia dan menyatu dengan garapan.
Perlu adanya alat komunikasi crew berupa HT jadi crew tidak selalu sangat dekat
dengan panggung.
Untuk crew bagian seting panggung untuk lebih detail lagi dalam menata
panggung, seperti meletakkan alat pembuat asap harus melihat arah mata angin.
5. Penentuan Nilai
Dari kritik tersebut diatas maka dapat disimpulkan untuk menetukan nilai
pertunjukan sendra tari Ramayana lakon “Sinto Obong”, bahwa pertunjukan tersebut
kalau dilihat dari kacamata pertunjukan sudah lumayan bagus meskipun masih banyak
hal-hal yang kurang,namun kekurangan tersebut mampu ditutupi oleh manfaat dari
dilibatkannya anak-anak dalam pertunjukan tersebut untuk regenerasi dan peningkatan
mutu kuaitas Penari sangat bagus sekali.
KRITIK TARI
OLEH
OLEH :
EKA MEGIYADI
NIM : 15134146