Anda di halaman 1dari 6

Makin berisi makin merunduk. Begitulah peribahasa ‘ilmu padi‘ yang sering kita dengar.

Dalam
syari’at Islam yang mulia pun diajarkan hal yang serupa, sifat dan sikap tawadhu’.
Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyebutkan pujian bagi orang-orang yang tawadhu’ dan
mengancam orang yang sombong. Tidak ada keutamaan seseorang terhadap yang lain kecuali
ّ berfirman:
ّّ ‫عز‬
nilai takwanya. Alloh ‫وجل‬
َّ ‫َّللا أَتْقَا ُك ْم ِإ َّن‬
ٌ ‫َّللاَ َع ِلي ٌم َخ ِب‬
‫ير‬ ِ َّ َ‫ِإ َّن أ َ ْك َر َم ُك ْم ِعند‬
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Alloh ialah orang yang paling
takwa di antara kamu. Sesungguhnya Alloh Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. al-
Hujurot [49]: 13)
Maka yang menjadi ukuran adalah ketakwaan, bukan banyaknya harta, tingginya pangkat atau
kemuliaan nasab. Takwa adalah barometer dalam segala perkara. Tidak akan bermanfaat harta,
pangkat dan keturunan kecuali diiringi dengan takwa. Salah satu perangai ketakwaan yang
dianjurkan dalam agama adalah sifat tawadhu’.
DEFINISI TAWADHU’
Tawadhu’ secara bahasa bermakna rendah terhadap sesuatu.[1] Sedangkan secara istilah adalah
menampakkan perendahan hati kepada sesuatu yang diagungkan. Ada juga yang mengatakan
tawadhu’ adalah mengagungkan orang karena keutamaannya. Tawadhu’ adalah menerima
kebenaran dan tidak menentang hukum.[2]
Tidak ada yang mengingkari, tawadhu’ adalah akhlak yang mulia. Yang menjadi pertanyaan,
ّ menyifati hamba yang dicintai-Nya dalam
ّّ ‫عز‬
kepada siapa kita merendahkan hati. Alloh ‫وجل‬
firman-Nya;

َ‫أَذِلَّ ٍة َعلَى ْال ُمؤْ ِمنِينَ أ َ ِع َّزةٍ َعلَى ْال َكا ِف ِرين‬
“Yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-
orang kafir.” (QS. al-Maidah [5]: 54)
SYARAT TAWADHU’
Tawadhu’ adalah akhlak yang agung dan ia tidak sah kecuali dengan dua syarat;
ّ semata. Rosululloh ‫ صلّهللاّعليهّوسلم‬bersabda;
ّّ ‫عز‬
Pertama: Ikhlas karena Alloh ‫وجل‬ ‫ي‬
ُ‫َّللا‬ ِ َّ ِ ٌ‫ض َع أ َ َحد‬
َّ ُ‫ّلِل ِإ ََّّل َرفَعَه‬ َ ‫َو َما ت َ َوا‬
“Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh, kecuali Alloh akan angkat derajatnya.” (HR. Muslim:
2588)
Kedua: Kemampuan
Rosululloh ‫ّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ صل‬bersabda:
َ ‫اّلِل َي ْو َم ْالق َي َامة َع ََل ُر ُءوس ْال َخ ََلئق َح َىّت ي ُي َخ ر َّي ُه م ْن َأ ري ُح َلل ْاْل‬
َ‫يمان َشاء‬ ُ َ َ َ َ ِّ َ َ َ ْ َ
ُ ‫اض ًعا هّلِل َو ُه َو َي ْقد ُر َع َل ْيه َد َع ُاه ه‬‫من ترك اللباس تو‬
َ َ َ َ ِ ََ ِ َ َ َ َ َ َ
َ ََْ
‫يلب ُسها‬
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian[3] karena tawadhu’ kepada Alloh[4] padahal dia
mampu, maka Alloh akan memanggilnya pada hari kiamat di hadapan seluruh makhluk hingga
Alloh memberinya pilihan dari perhiasan penduduk surga, ia bisa memakainya
sekehendaknya.” [5]
KEUTAMAAN TAWADHU’
Tidaklah sifat yang terpuji melainkan menyimpan keutamaan. Ini adalah sebagai pendorong bagi
kita agar segera berhias dengan sifat tersebut. Di antara keutamaan sifat tawadhu’ adalah;
ّ ‫عز‬ ّ
1. Menjalankan perintah Alloh ‫وجل‬
ّ berfirman:
Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
‫ي‬ َ ‫اح َك ل َمن ىات َب َع َك من ال ُمؤمن‬
ْ ْ َ َ َ َ ْ
‫َواخ َفض جن‬
ْ
َِ َ َ ِ َ
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang
beriman.” (QS. asy-Syu’aro [26]: 215)
Syaikh Ibnu Utsaimin ‫ رحمه ّهللا‬berkata: “Maksudnya adalah tawadhu’, karena orang yang
ّ
sombong melihat dirinya bagaikan burung yang terbang di angkasa, maka Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
memerintahkan untuk merendahkan sayapnya dan merendahkan diri terhadap orang-orang
beriman yang mengikati Nabi ‫صلّهللاّعليهّوسلم‬.'” ‫ي‬ [6]
ّ ّ
2. Alloh ‫ عزوجل‬membenci orang yang sombong
Allohَ ‫سبحانهّوّتعال‬
ّ berfirman:
ُ ‫َ َ ً ى ه َ َ ُ ُّ ُ ى ُ ْ َ ي‬ َْ ْ ْ َ ََ ‫ََ ُ َ رْ َ ى َ ى‬
‫ال فخور‬ ٍ ‫ض مرحا َإن اّلِل َل ي َحب كل مخت‬ ِ ‫ش َ يف اْلر‬ ِ ‫اس وَل تم‬
ِ ‫وَل تصعر خدك َللن‬
“Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah
kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Alloh tidak menyukai orang-orang
yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman [31]: 18)
Sahabat mulia Ibnu Abbas ‫رض ّهللا ّعنهما‬ ‫ي‬ berkata: “Yaitu janganlah kamu sombong, sehingga
membawa kalian merendahkan hamba Alloh dan berpaling dari mereka jika mereka berbicara
kepadamu.” [7]
3. Perangai hamba yang terpuji
ّ berfirman:
Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
ً َ َ ُ َ َ ُ َ ْ ُ َُ َ َ َ َ ً ْ َ
‫اهلون قالوا سَلما‬ َْ ْ َ َ َ ُ ْ َ َ ‫َ َ ُ ى ْ َ ه‬
َ ‫ض هونا و َإذا خاطبهم الج‬ ِ ‫و َعباد الرحم ِن ال َذين يمشون عَل اْلر‬
“Dan hamba-hamba Alloh yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas
bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan
kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. al-Furqon [25]: 63)
ّ berjalan di atas bumi dengan
Imam Ibnul Qoyyim ‫ رحمه ّهللا‬mengatakan: “Firman Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
rendah hati yaitu mereka berjalan dengan tenang, penuh dengan ketawadhu’an, tidak congkak
dan sombong.” [8]
4. Jalan menuju surga
Alloh ‫سبحانهّوّتعال‬
ّ berfirman:
َ‫ادا َو ْال َعاق َب ُة ي ل ْل ُم ىتقي‬ً َ َ ََ
‫ض وَل فس‬ َْ ْ ًّ ُُ َ ُ ُ َ َ ‫ْ َ ى ُ ْ َ ُ َ ْ ََُ ه‬
َِ َ َ ِ ‫َتلك الدار اْل َخرة نجعلها َلل َذين َل ي ِريدون علوا َ يف اْلر‬
“Negeri akhirat[9] itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan
berbuat kerusakan di (muka) bumi. dan kesudahan (yang baik) itu[10] adalah bagi orang-orang
yang bertakwa.” (QS. al-Qoshos [28]: 83)
5. Mengangkat derajat seorang hamba
Selayaknya bagi setiap muslim untuk berhias diri dengan sifat tawadhu’ karena dengan tawadhu’
tersebut Alloh if. akan meninggikan derajatnya. Rosululloh ‫صلّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ ي‬bersabda;
‫َ َ ََ َ َ َ َ ٌ ه ى َ ََ ُ ه‬
ُ‫اّلِل‬ ‫ّلِل َإَل رفعه‬ َ َ ‫وما تواضع أحد‬
“Tidaklah seseorang tawadhu’ karena Alloh kecuali Alloh ‫وجل‬ ّ ّ ‫ ّعز‬mengangkat derajatnya.” (HR.
Muslim: 2588)
Imam an-Nawawi ‫ رحمهّهللا‬berkata: “Hadits ini mempunyai dua makna:
Pertama: Alloh ‫ّتعال‬ ّ‫ي‬ ‫ سبحانه ّو‬akan meninggikan derajatnya di dunia, dan mengokohkan sifat
ّ mengangkat derajatnya di mata manusia.
tawadhu’nya dalam hati hingga Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
ّ akan mengangkat derajatnya di akhirat disebabkan
Kedua: Pahala di akhirat, yakni Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
tawadhu’nya di dunia.[11]
6. Mendatangkan rasa cinta, persaudaraan dan menghilangkan kebencian
Rosululloh ‫ صلّهللاّعليهّوسلم‬bersabda:
َ َ َ َ ٌ َ َ ْ َ َ َ َ َ َ َ ‫َ ى ه َ َ ْ َ َ ى َ ْ َ َ َ ُ َ َى َ َ ْ َ َ َ َ ٌ ي‬
‫و َإن اّلِل أوَح َإ يل أن تواضعوا حّت َل يفخر أحد عَل أح ٍد وَل يب ِغ أحد عَل أح ٍد‬
“Sesungguhnya Alloh ‫وجل‬ ّ ّ ‫ ّعز‬mewahyukan kepadaku agar kalian tawadhu’, hingga tidak ada
seorang pun yang membanggakan dirinya atas orang lain dan tidak ada lagi orang yang
menyakiti atas orang lain.” (HR. Muslim: 2865)
MACAM-MACAM TAWADHU’
Pertama: Tawadhu’ yang terpuji
ّ dan meninggalkan
Yaitu tawadhu’nva seorang hamba ketika melaksanakan perintah Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
larangan-Nya. Karena jiwa ini secara tabiat akan mencari kesenangan dan rasa lapang serta tidak
ingm terbebani sehingga akan menimbulkan keinginan lari dari peribadatan dan tetap dalam
kesenangannya. Maka apabila seorang hamba mampu menundukan dirinya dengan
melaksanakan perintah Alloh dan menjauhi larangan-Nya, sungguh ia telah tawadhu’ dalam
peribadatan.
Kedua: Tawadhu’ yang tercela
Yaitu tawadhu’nya seseorang kepada orang yang mempunyai pangkat dunia karena berharap
mendapat bagian dunia darinya.
Orang yang memiliki akal sehat dan selamat tentunya ia akan berusaha meninggalkan tawadhu’
tercela ini dan akan berusaha berhias dengan sifat tawadhu’ yang terpuji.[12]
TINGKATAN TAWADHU’
Pertama: Tawadhu’ di dalam agama
Yaitu patuh dan mengerjakan yang diajarkan oleh Nabi Muhammad ‫صل ّهللا ّعليه ّوسلم‬ ‫ي‬ secara
pasrah, runduk dan taat. Hal itu tidak bisa terwujud kecuali dengan tiga perkara;
Tidak mempertentangkan ajaran yang dibawa oleh Nabi ‫ ص يل ّهللاّعليهّوسلم‬dengan akal, analogi,
perasaan, atau siasat.
Tidak menuduh bahwa dalil-dalil dalam agama ini adalah cacat dan jelek serta berprasangka
bahwa dalil-dalil agama ada yang kurang, atau yang lainnya lebih utama. Barangsiapa yang
terlintas dalam pikirannya hal seperti ini, maka salahkanlah pemahamannya.
Tidak menyelisihi nash dan dalil yang telah tetap.
Kedua: Menerima kebenaran dari orang yang dicintai atau yang dibenci
Tidak termasuk sikap tawadhu’ adalah menolak kebenaran dikarenakan ia berasal dari musuh.
Ketiga: Menjunjung al-haq
Yaitu menjadikan al-haq dan perintah sebagai dasar perbuatan dan menjalankan ibadah kepada
ّ semata-mata karena perintah dari Alloh ‫سبحانهّوّتعال‬
Alloh ‫وجل‬ّّ ‫عز‬ ّ‫ي‬ dan bukan karena kebiasaan
atau hawa nafsu.[13]
TAWADHU’ DAN MENGHINAKAN DIRI
Kita sering mendengar istilah tawadhu’ dan menghinakan diri. Keduanya sangat berbeda. Sifat
ّ dan karena
tawadhu’ muncul karena atas dasar ilmu dan pengetahuannya kepada Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
pengagungan dan kecintaan kepadaNya serta kesadaran mengintropeksi terhadap aib pribadi.
Semua hal tersebut melahirkan sifat tawadhu’ dalam dirinya. Hatinya tunduk kepada Alloh ّ‫سبحانه‬
ّ‫ي‬
‫وّتعال‬, patuh dan berserah diri serta mempunyai sifat kasih sayang kepada manusia. Ia melihat
tidak mempunyai keutamaan atas orang lain dan ti-dak merasa benar sendiri atas orang lain.
ّ kepada hamba-Nya yang dicintai dan yang
Akhlak semacam ini hanyalah pemberian Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
dimuliakan serta dekat kepadaNya.
Adapun menghinakan diri adalah merendahkan dan menghinakan dirinya kepada orang lain
untuk meraih bagian dan kelezatan syahwatnya. Seperti perendahan diri karyawan karena ingin
mendapat sesuatu yang diinginkan dari atasannya, kepatuhan orang yang diajak maksiat kepada
orang yang mengajaknya, atau kepatuhan orang yang ingin meraih bagian dunia kepada orang
yang ia harapkan.
ّ hanya mencintai
Semua ini adalah bentuk penghinaan diri dan bukan tawadhu’. Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
orang-orang yang tawadhu’ dan membenci perendahan dan penghinaan diri.[14]
Imam Ahmad bin Abdurrahman al-Maqdisi ‫ رحمه ّهللا‬mengatakan: “Sikap pertengahan adalah
dengan tawadhu’ tanpa merendahkan diri, dan ini adalah terpuji. Sikap tawadhu’ yang terpuji
adalah dengan berbuat adil, yaitu memberikan kepada setiap orang yang mempunyai kedudukan
haknya.” [15]
KIAT MENGGAPAI TAWADHU’
1. Berfikirlah dari apa kita diciptakanJika seorang muslim bisa mengukur diri, dan menyadari
siapa dirinya, dia akan menilai bahwa dirinya adalah insan yang rendah dan hina. Karena manusia
bila dilihat dari asal penciptaan berasal dari setetes mani yang keluar dari saluran air kencing,
kemudian menjadi segumpal darah, segumpal daging dan akhirnya menjadi seorang insan.
Berawal dari tidak bisa mendengar, tidak melihat dan lemah kemudian menjadi insan yang
ّ berfirman;
sempurna penciptaannya. Alloh ّّ ‫عز‬
‫وجل‬
ُ َ ‫ ى ى َ َ ى‬.ُ َ ُ ‫ى‬ َ َ ُ َ َ َ َ ْ ُّ ُ َ ْ َ ‫ْ َ ر‬
َ َ
‫َّسه‬ ‫ َمن نطف ٍة خلقه فقدره ثم الس َبيل ي‬.‫ش ٍء خلقه‬ ‫َمن أي ي‬
“Dari apakah Alloh menciptakannya? dari setetes mani, Alloh menciptakannya lalu
menentukannya, kemudian Dia memudahkan jalannya.” (QS. ‘Abasa [80]: 18-20)
ّ juga berfirman;
Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
ً َ ً ُ َْ َ َ َْ‫ى‬ َ ْ َ َ ْ ُّ َ َ ْ ََْ َ ‫ى‬
‫يه فج َعلناه َس َميعا ب َص ِّيا‬ َ ‫َإنا خلقنا َاْلنسان َمن نطف ٍة أمشاج نبت َل‬
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami
hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan
melihat.” (QS. al-Insan [76]: 2)
Apabila kondisi manusia seperti ini, mengapa ia sombong dan tidak tawadhu’?!
Imam Ibnu Hibban Asy-Sayfi’i ‫ رحمه ّهللا‬mengatakan: “Bagaimana mungkin seseorang tidak
tawadhu’ padahal ia diciptakan dari setetes mani yang hina dan akhir hidupnya ia akan kembali
menjadi bangkai yang menjijikkan serta kehidupannya di dunia ia membawa kotoran?” [16]
2. Kenalilahَ diri AndaAlloh ّ
‫سبحانهّوّتعال‬ berfirman:
ً ُ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ َ َْ َ ْ َ ‫َ َ ً ى َ َ ي‬ َْ ْ َ َ َ
‫ض مرحا َإنك لن تخ ِرق اْلرض ولن تبلغ ال َجبال طوَل‬ ِ ‫ش َ يف اْلر‬
ِ ‫وَل تم‬
“Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu
sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.”
(QS. al-Isro’ [17]: 37)
Syaikh Muhammad Amin as-Syinqithi ‫ رحمه ّهللا‬berkata: “Wahai orang yang sombong, engkau
adalah orang yang lemah, hina dan terbatas di dunia ini. Bumi yang engkau berpijak di atasnya,
engkau tidak bisa berbuat apapun walaupun engkau injak dengan sekuat tenaga. Jangan angkuh,
jangan berjalan di muka bumi ini dengan sombong.” [17]
POTRET TAWADHU’ RASULULLAH
Barangsiapa yang ingin membersihkan hatinya dari sifat sombong dan ingin berhias dengan
tawadhu’, maka hendaklah ia melihat suri tauladan kaum muslimin yakni Rosululloh ّ‫صلّّهللاّعليه‬ ‫ي‬
‫وسلم‬. Sungguh Alloh M telah memuji dan menyempurnakan akhlaknya.
Alloh ‫سبحانهّوّتعال‬
ّ‫ي‬ berfirman:
‫يم‬
َ ُ ُ ََ َ ‫َ ى‬
ٍ ‫و َإنك لعَل خل ٍق ع َظ‬
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. al-Qolam [68]: 4)
ّ adalah:
Di antara sifat tawadhu’ Rosululloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬
Rosululloh ‫ّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ صل‬bersabda:
ُ ُ ُ ََ ‫َ َ َ ْ َ ْ ى َ َ ْ َ َ ْ َ َ َ ى َ ََ ي َ ْ ُ ُ َ ُ ُ َ ْ ُ ه‬ ُ ْ ُ َ
‫اّلِل ورسوله‬َ ‫ون كما أطرت النصارى ابن مريم ف َإنما أنا عبده فقولوا عبد‬ ‫َل تطر َ ي‬
“Janganlah kalian berlebihan kepadaku sebagaimana orang-orang Nasrani yang berlebihan
kepada Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba. Katakanlah; hamba Alloh dan Rosul-Nya.”
(HR. Bukhori: 3445)
Aisyah ‫رض ّهللا ّعنها‬ ‫ي‬ berkata: “Rosululloh ‫صل ّهللا ّعليه ّوسلم‬ ‫ي‬ sangat perhatian dalam membantu
urusan keluarganya. Apabila telah tiba waktu sholat, beliau bergegas pergi menuju sholat.” (HR.
Bukhori: 676)
Rosululloh ‫صلّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ ي‬bersabda: “Aku makan sebagaimana makannya seorang hamba, dan
aku duduk sebagaimana duduknya seorang hamba.” [18]
Rosululloh ‫صل ّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ ي‬melewati sekumpulan anak kecil, kemudian beliau ‫صل ّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ي‬
mengucapkan salam kepada mereka. (HR.Bukhori: 6247, Muslim: 2168)
Rosululloh ‫صلّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ ي‬menjahit sandalnya, menambal bajunya, memeras susu ternak untuk
keluarganya dan memberi makan unta. Beliau ‫صل ّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ ي‬makan bersama pembantunya
dan mengundang orang-orang miskin. Berjalan bersama para janda dan anak-anak yatim untuk
memenuhi kebutuhan mereka. Beliau ‫صلّهللاّعليهّوسلم‬ ‫ ي‬memulai salam lebih dahulu jika bertemu
orang lain dan beliau ‫صل ّهللا ّعليه ّوسلم‬ ‫ي‬ memenuhi undangan orang yang mengundangnya
sekalipun dalam sesuatu undangan yang ringan.[19]
Abu Sa’id al-Khudri ‫رض ّهللا ّعنه‬ ‫ي‬ berkata: “Cintailah orang-orang yang miskin karena aku
mendengar Rosululloh ‫صل ّهللا ّعليه ّوسلم‬ ‫ي‬ bersabda dalam do’anya: “Ya Alloh, hidupkanlah aku
dalam keadaan miskin, wafatkanlah aku dalam keadaaan miskin dan masukkanlah aku bersama
orang-orang yang miskin pada hari kiamat.” [20]
Al-Hafizh Ibnu Rojab ‫ رحمهّهللا‬mengatakan: “Yang dimaksud dengan miskin dalam hadits ini adalah
ّ
orang yang di dalam hatinya ada rasa tenang, tunduk dan khusyu’ kepada Alloh ‫وجل‬ ّّ ‫عز‬.[21]
MUTIARA SALAF SEPUTAR TAWADHU’
Sahabat mulia Abu Bakr as-Shiddiq ‫رض ّهللا ّعنه‬ ّ‫ي‬ berkata: “Kami mendapati kemuliaan dalam
ketakwaan, kecukupan dalam keyakinan dan kehormatan dalam tawadhu’.” [22]
Ummul Mukminin Aisyah ‫رضّهللاّعنها‬ ‫ ي‬berkata: “Kalian telah melupakan ibadah yang paling afdhol
yaitu tawadhu’.” [23]
Fudhail bin Iyadh ‫ رحمهّهللا‬pernah ditanya tentang tawadhu’, beliau menjawab: “Tawadhu’ adalah
engkau tunduk terhadap kebenaran, mengamalkan dan menerimanya dari orang yang
mengucapkannya. Sekalipun mendengarnya dari seorang anak kecil maka ia akan menerimanya
atau walaupun mendengarnya dari manusia yang paling bodoh maka ia akan tetap
menerimanya.” [24]
‘Urwah bin Wardi ‫ رحمهّهللا‬berkata: “Tawadhu’ adalah salah satu tujuan kemuliaan. Setiap nikmat
pasti ada yang hasad kecuali tawadhu’.” [25]
Ibrohim bin Adham ‫ رحمهّهللا‬berkata: “Tidak pantas bagi seseorang untuk merendahkan dirinya di
bawah kedudukannya. Dan janganlah dia mengangkat dirinya di atas kedudukannya”.[26]
Demikian indahnya sifat tawadhu’. Ya Alloh, tunjukilah kami agar bisa berhias dengan akhlak yang
mulia dan jauhkanlah kami dari sifat yang tercela. Amiin. Alloh A’lam
Mu’jam Maqoyis al-Lughoh hlm.1055, Ibnu Faris, al-Mufrodaat hlm.540, al-Ashfahani
Madarij as-Salikin 2/379, Ibnul Qoyyim, Fathul Bari 11/341, Ibnu Hajar
Yaitu pakaian yang bagus dan mahal.
Maksudnya bukan karena ingin dikatakan dia adalah orang yang tawadhu’, zuhud atau lainnya.
(Tuhfatul Ahwadzi 7/154, Mubarok Fury)
HR. Tirmidzi: 2481, Ahmad 3/439, Hakim 4/183, Abu Nu’aim dalam al-Hilyah 8/48 dll. Hadits ini
dinyatakan hasan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah no.718
Syarah Riyadhus Sholihin 3/515
Fathul Qodir 4/301, Syaukani
Madarijus Salikin 2/375, Ibnul Qoyyim, Tahqiq: Amir Ali Yasin
Yang dimaksud kampung akhirat di sini ialah kebahagiaan dan kenikmatan di akhirat
Maksudnya: surga
Syarah Shohih Muslim 16/143
Roudhotul Uqola hlm.59, Ibnu Hibban, Nadhrotun Na’im 4/1256-1257, Nahwa Akhlaq as-
Salaf hlm.153, Salim al-Hilali, Aina Nahnu Min Haulaa hlm.127, Abdul Malik al-Qosim
Madarij as-Salikin 2/383-388, Ibnul Qoyyim
Ar-Ruuh hlm.273, Ibnul Qoyyim
Mukhtashor Minhajul Qoshidin hlm.298, Tahqiq: Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Roudhotul Uqolaa hlm.61
Adhwaaul Bayan 3/592
HR. Baghowi dalam Syarhus Sunnah 13/248. Dicantumkan oleh Syaikh al-Albani dalam as-
Shohihah: 544
Madarij as-Salikin 2/377-378
HR.Tirmidzi: 2352, Ibnu Majah: 4126. Hadits ini dinyatakan hasan oleh syaikh al-Albani dalam as-
Shohihah: 308, al-Irwaa: 861
Adz-Dzul Wal Inkisar Lil Azizil Jabbar, termuat dalam Majmu’ Rosail al-Hafizh Ibnu Rojab al-
Hanbali 1/309.
lhya’ Ulumuddin 3/343, al-Ghozali
Az-Zuhud 2/463, Imam al-Waki’
Madarij as-Salikin 2/379
lhya Ulumuddin 3/343
Syu’abul Iman no.7874, al-Baihaqi. Lihat pula Nadhrotuu Na’im 4/1267-1268, Min Akhbar as-
Salaf hlm.247-252, Zakaria bin Ghulam al-Bakistani

Anda mungkin juga menyukai