Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam sejarah pergerakan kebangsaan Indonesia, Budi Utomo mendapat tempat

yang penting. Hari lahirnya ditetapkan sebagai hari kebangkitan nasional yang

diperingati setiap tahunnya pada 20 Mei.1 Terlepas dari perdebatan tentang peran

Budi utomo dalam membentuk kesadaran nasional bangsa Indonesia, Budi Utomo

adalah organisasi modern nasional yang pertama.2 Lahirnya Budi Utomo pada awal

abad XX merupakan suatu gebrakan yang menandai dimulainya suatu zaman baru.

Kelahirannya disebut dengan istilah “Bangkitnya si cantik molek Insulinde.”3

Dalam sejarahnya, Budi Utomo mengalami perkembangan sesuai dengan

situasi zamannya. Di masa awal didirikan, Budi utomo menyatakan diri sebagai

organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan dan kebudayaan Jawa, namun

kemudian secara samar-samar Budi Utomo memiliki cita-cita politik hingga terlibat

dalam volksraad dan pada akhirnya melebur dalam Partai Indonesia Raya (Parindra)

pada 1935.

Budi Utomo adalah organisasi yang eksklusif dan moderat. Pada kongresnya

yang kedua di Jogjakarta ditetapkan bahwa keanggotaan Budi Utomo terbatas pada
1
Penetapan yang mengandung makna simbolik bahwa lahirnya Budi utomo adalah awal dari
kebangkitan pergerakan politik bumiputera.
2
Merujuk pada pendapat Akira Nagazumi, baca Akira Nagazumi, Bangkitnya Nasionalisme
Indonesia: Budi Utomo 1908-1918 (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989), hlm. 250-257.
3
Istilah ini mengisyaratkan bahwa kelahiran Budi Utomo merupakan penanda bangkitnya
kesadaran kaum bumi putera untuk memperbaiki nasibnya melalui cara-cara yang modern yang
terilhami oleh pendidikan Barat. Abdurachman Surjomihardjo, Budi Utomo Cabang Betawi (Jakarta:
Pustaka Jaya, 1980), hlm. 16.

1
orang-orang Jawa saja. Dalam hal ini, orang Jawa yang dimaksud oleh Budi Utomo

adalah elit Jawa, yakni mereka yang merupakan keturunan priyayi ataupun yang telah

berpendidikan barat dan menjadi pejabat bumiputera. Budi Utomo juga bersifat

moderat, yakni dalam pergerakannya tidak menentang tetapi justru mengikuti arus

pemerintah kolonial.

Pusat kegiatan Budi Utomo adalah pada tanah Jawa dan orang-orang Jawa.

Lalu, bagaimana kegiatan Budi Utomo di luar Jawa? Tercatat ada cabang-cabang

yang didirikan di luar Pulau Jawa. Seperti yang tercatat dalam verslag (laporan) Budi

Utomo tahun 1919 terdapat cabang di luar Jawa, yakni cabang Sumatera yang

meliputi wilayah di Sumatera Timur dan Kotaradja (Aceh). Pada verslag 1919, di

Sumatera tercatat ada beberapa cabang Budi Utomo yakni: Lubuk Pakam, Medan,

Binjai, Tebingtinggi, Pematangsiantar, Tanjungbalai, Pangkalan-Brandan.4

Cukup menarik diketahui bahwa telah berdiri cabang-cabang Budi Utomo di

Sumatera Timur. Hal ini berkaitan dengan banyaknya jumlah orang Jawa di Sumatera

Timur pada awal abad XX. Sejak permulaan abad XX, orang Jawa tumbuh menjadi

komunitas etnis terbesar di Sumatera Timur.5 Migrasi orang-orang Jawa dalam

jumlah besar ke Sumatera Timur awal abad XX merupakan dampak dari

berkembangnya kapitalisasi perkebunan.

4
Verslag Budi Utomo 1919:19, dalam Akira, op.cit., hlm. 224.
5
Berdasarkan sensus tahun 1930, jumlah orang Jawa di Sumatera Timur adalah 42,8% dari
jumlah keseluruhan penduduk Sumatera Timur. Lihat Karl J Pelzer, Toean Keboen dan Petani: Politik
Kolonial dan Perjuangan Agraria (Jakarta: Sinar Harapan, 1985), hlm. 86.

2
Orang Jawa yang berada di Sumatera Timur adalah sebagian besar adalah

tenaga kerja atau yang sering disebut koeli (kuli) di perkebunan. Kedudukan ekonomi

dan sosial orang Jawa di Sumatera Timur ketika itu diistilahkan sebagai “wong cilik”

oleh Usman Pelly.6 Wong Cilik menempati kelas sosial terbawah dalam tatanan

masyarakat kolonial di Sumaetra Timur. Namun ini tidak berarti bahwa semua orang

Jawa yang berada di Sumatera Timur adalah pekerja di perkebunan dan tidak

berpendidikan. Harus diingat bahwa Sumatera Timur ketika itu telah menjadi sebuah

wilayah di luar Jawa yang paling progresif perkembangannya. Kehidupan ekonomi,

sosial, dan politik berdenyut secara cepat di sini. Oleh karena itu, datang pula orang-

orang Jawa yang berpendidikan ke Sumatera Timur. Mereka adalah pejabat

pemerintahan dan tenaga profesional seperti dokter, guru, pengacara, dan wartawan.7

Golongan orang Jawa yang terakhir inilah yang membawa Budi Utomo sampai ke

tanah Deli, Sumatera Timur.

Di tanah Deli, Sumatera Timur Budi Utomo menghadapi permasalahan pelik

tentang perbaikan nasib orang-orang Jawa. Budi Utomo di Sumatera Timur

dihadapkan dengan politik kapitalis perkebunan. Polemik tentang poenale sanctie

yang merampas kesejahteraan kuli kontrak Jawa membuat Budi Utomo di Sumatera

Timur harus berteriak lebih keras kepada pemerintah kolonial Belanda. Budi Utomo

merupakan organisasi yang pertama menyuarakan pembelaannya terhadap kuli

6
Untuk keterangan lebih lanjut tentang struktur sosial dan ekonomi orang Jawa di Sumatera
Utara. Lihat Usman Pelly, Urbanisasi dan Adaptasi: Peranan Misi Budaya Minangkabau dan
Mandailing (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 101.
7
Mohammad Said, Koeli Kontrak Tempo Doeloe dengan Derita dan Kemarahannya (Medan:
PT. Harian Waspada Medan, 1990), hlm. 132.

3
kontrak.8 Budi utomo juga dihadapkan pada masalah pendidikan orang-orang Jawa

peranakan di tanah Deli, Sumatera Timur. Sebagaimana diketahui bahwa kebanyakan

orang Jawa di Sumatera Timur adalah pekerja kontrak yang tidak berpendidikan,

maka Budi Utomo berusaha untuk meperbaiki keadaan tersebut dengan mendirikan

sekolah-sekolah.

Menarik untuk dikaji lebih jauh tentang bagaimana peran Budi Utomo dalam

membangun masyarakat Jawa di Sumatera Timur pada awal abad XX dan

keterlibatan Budi Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur. Studi ini akan

menelusuri dinamika pergerakan Budi Utomo di tanah Deli, Sumatera Timur dalam

rentang periode 1908 -1935. Rentang periode tersebut merupakan masa aktif Budi

Utomo secara resmi sebelum melebur dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Aspek

spasial yang tercakup dalam studi ini adalah Karesidenan Sumatera Timur pada masa

kolonial. Secara tematis, studi ini tergolong dalam studi sejarah etnik-politik, yang

merupakan gerakan politik yang didorong oleh faktor etnisitas.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan pokok dalam skripsi ini adalah dinamika pergerakan organisasi

Budi Utomo di Sumatera Timur dalam periode 1908-1935. Untuk membahas

permasalahan dengan lebih mendalam, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan:

1. Bagaimana eksistensi orang Jawa di Sumatera Timur pada awal abad XX?

8
Suprayitno, “Jejak Budi Utomo di Tanah Deli Sumatera Timur”, dalam Makna Organisasi
Beodi Oetomo untuk Hari Ini dan Esok, kumpulan makalah seminar tahun 2013, diterbitkan oleh
Museum Kebangkitan Nasional Direktorat Jendral Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2013, hlm. 76.

4
2. Bagaimana perkembangan pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur?

3. Bagaimana peran Budi Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur?

1.3 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki tujuan dan manfaat yang penting, bukan hanya bagi

peneliti tetapi juga masyarakat umum. Penelitian bertujuan untuk menjelaskan

tentang:

1. Eksistensi orang Jawa di Sumatera Timur pada awal abad XX.

2. Perkembangan pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur.

3. Peran Budi Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur.

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk menambah referensi dan khasanah historiografi tentang kajian

sejarah pergerakan di Sumatera Timur.

2. Bagi masyarakat umum, penelitian ini dapat memberi pengetahuan baru

tentang keberadaan dan dinamika pergerakan Budi Utomo di Sumatera

Timur.

3. Aspek praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah merefleksikan

nilai-nilai perjuangan Budi Utomo sebagai upaya pemahaman sejarah dan

penanaman rasa nasionalisme bagi rakyat Indonesia.

1.4 Tinjauan Pustaka

Pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur telah disinggung dalam beberapa

tulisan, baik berupa skripsi, disertasi, maupun buku. Namun dalam tulisan-tulisan

5
tersebut menjelaskan hanya sekilas keberadaan Budi Utomo di Sumatera Timur.

Ulasan rinci tentang awal kemunculan Budi Utomo sebagai penanda kebangkitan

nasional Indonesia terdapat dalam karya Akira Nagazumi “Bangkitnya Nasional

Indonesia: Budi Utomo 1908-1918” (1989). Karya Nagazumi ini merupakan karya

yang monumental dan menjadi rujukan utama untuk memahami Budi Utomo dan

perannya terhadap kebangkitan nasional Indonesia. Ulasan yang dicakup di dalamnya

meliput latar belakang berdirinya Budi Utomo dalam kondisi sosial masyarakat Jawa

awal abad XX, perkembangannya di tengah politik kolonial dan masyarakat Jawa

hingga kemudian bertransformasi menjadi kekuatan politik dan terlibat dalam

volksraad. Kajian Nagazumi seluruhnya mencakup perkembangan Budi Utomo di

tingkat pusat. Periode yang dicakupnya juga mencakup masa-masa awal berdirinya

Budi Utomo hingga keterlibatannya dalam volksraad.

Tulisan yang menyinggung keberadaan Budi Utomo di Sumatera Timur

adalah disertasi Michael Van Langenberg “National Revolution in North Sumatera:

Sumatera Timur and Tapanuli 1942-1950” (1976). Dalam disertasi ini disinggung

sekilas tentang keberadaan organisasi-organisasi politik di Sumatera Timur pada abad

XX, termasuk Budi Utomo. Disebutkan bahwa Budi Utomo adalah organisasi yang

pertama kali mendirikan cabanganya di Sumatera Timur. Budi Utomo juga organisasi

yang pertama-tama menyuarakan kritik terhadap sistem poenale sanctie di Sumatera

Timur.

Tulisan berikutnya merupakan sebuah artikel karya Suprayitno yang berjudul

“Jejak Budi Utomo di Tanah Deli Sumatera Timur”. Artikel ini terhimpun dalam

6
Makna Organisasi Boedi Oetomo untuk hari ini dan esok (2013), yang merupakan

kumpulan seminar tahun 2013 dalam rangka memperingati hari kebangkitan nasional

yang ke-105 tahun. Artikel ini merupakan tulisan yang mengungkap eksistensi Budi

Utomo di Sumatera Timur dengan lebih informatif. Namun penjelasan dalam artikel

ini masih terbatas dan hanya mengupas kulit-kulit luar dari Budi Utomo di Sumatera

Timur.

1.5 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian sejarah yang menekankan pada aspek manusia,

temporal, dan spasial. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan metode

sejarah. Metode sejarah yang dimaksud adalah proses menguji dan menganalisis

secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau.9 Metode sejarah berisi tahapan

yang harus dilalui untuk menghasilkan sebuah tulisan sejarah. Tahapan-tahapan

tersebut adalah heuristik, kritik, intepretasi, dan historiografi.

1.5.1 Heuristik

Tahap pertama adalah heuristik. Secara sederhana heuristik berarti proses

pengumpulan sumber-sumber historis yang berkaitan dengan topik penelitian. Dalam

kaitannya dengan hal ini, peneliti telah melakukan studi arsip dan studi pustaka. Studi

arsip dilakukan dengan mengunjungi Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia di

Jalan Ampera Raya, Cilandak, Jakarta Selatan. Studi Arsip dilakukan mengingat

9
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. dari Nugroho Notosusanto (Jakarta: UI Press,
1985), hlm. 39.

7
periode eksistensi Budi Utomo adalah pada masa kolonial, sehingga lebih mudah

mencari informasi terkait di Arsip Nasional Republik Indonesia. Di Arsip Nasional,

peneliti merasa kesulitan untuk mengakses arsip-arsip terkait. Hal ini semata-mata

karena keawaman peneliti terhadap penelitian arsip. Kunjungan ke Arsip Nasional

yang dilakukan pada bulan April 2015 adalah pengalaman pertama bagi penulis

mengunjungi dan mencoba mengakses arsip. Kenyataan yang dihadapi peneliti

selama mengakses arsip tidak semudah seperti yang dibayangkan. Pada awal

kunjungan memang ada arahan dari petugas Arsip Nasional Republik Indonesia.

Namun arahan ini lebih bersifat prosedural semata. Sebagai orang yang benar-benar

awam, peneliti merasa kesulitan mengidentifikasi jenis-jenis arsip. Ditambah lagi

arsip-arsip tersebut menggunakan bahasa Belanda. Arsip-arsip yang berada disimpan

di Arsip Nasional keseluruhannya dimasukan ke dalam katalog-katalog. Untuk

mengakses arsip, pengunjung harus mengetahui kira-kira arsip yang diinginkan

berada dalam katalog yang mana.

Beruntungnya, di Arsip Nasional ada daftar inventaris khusus tentang Boedi

Oetomo. Jenis arsip ini adalah Algemeen Rijkarschief, yakni arsip milik kerajaan

Belanda yang disalin untuk kemudian disimpan di Arsip Nasional Republik

Indonesia. Daftar inventaris khusus tersebut tidak hanya terkait Boedi Oetomo tetapi

juga organsiasi-organisasi pergerakan lainnya seperti Sarekat Islam dan lain-lainnya.

Dalam daftar inventaris tersebut berkaitan dengan organisasi-organisasi pergerakan,

terutama yang radikal. Organsiasi yang radikal tentu menjadi perhatian dari

pemerintah kolonial Belanda, oleh karena itu catatan tentangnya pasti melimpah.

8
Catatan yang melimpah tentang Boedi Oetomo berkaitan dengan fakta bahwa Budi

Utomo adalah organisasi kebangkitan pribumi yang pertama. Oleh karena itu penting

dimasukan ke dalam catatan surat menyurat antara pemerintah kolonial dan

pemerintah kerajaan Belanda.

Dalam Algemeene Rijksarschief koleksi tentang Boedi Oetomo yang tersedia

terbatas kepada laporan-laporan tentang Boedi Oetomo di tingkat pusat. Untuk

keterangan-keterangan di tingkat cabang tidak ada tercatat dalam koleksi tersebut.

Koleksi yang tersedia diantaranya adalah laporan dari Residen Kedu tentang

terselenggaranya Kongres Budyatama yang pertama di Jogjakarta. Kemudian juga

laporan tentang ulang tahun kesepuluh Boedi Oetomo.

Secara umum, di Arsip Nasional Republik Indonesia, peneliti tidak

menemukan sesuatu yang dapat digunakan dalam penulisan skripsi dengan judul di

atas dan hal ini semata-mata karena kebingungan peneliti mengakses arsip-arsip

tersebut. Penulis sempat merasa frustasi dengan kenyataan itu, tetapi kemudian

peneliti mengingat bahwa penelusuran tentang pergerakan Budi Utomo dapat

dilakukan melalui surat-surat kabar sezaman. Untuk menelusuri kembali surat kabar

sezaman, peneliti mengunjungi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang

berada di Jalan Salemba Raya, Jakarta Pusat.

Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menggunakan sistem pelayanan

tertutup, oleh karena itu setiap pengunjung diharuskan untuk memiliki kartu anggota

untuk mengakses koleksi-koleksi di perpustakaan. Setelah kartu anggota didapatkan,

maka langkah selanjutnya adalah mengisi bon permintaan koleksi. Dengan

9
menunjukan bon ini kepada petugas maka petugas akan segera menyediakan koleksi

yang dipesan oleh pengunjung. Perpustakaan Nasional terdiri dari 9 lantai, yang

masing-masing lantai menyimpan koleksi tersendiri. Lantai 3 misalnya, menyimpan

buku-buku bacaan umum, sedangkan koleksi audio-visual berada di lantai empat, dan

seterusnya.

Dalam mengakses surat kabar yang diinginkan, peneliti mengunjungi ruang

audio-visual di lantai 4 Perpustakaan Nasional. Di ruang audio-visual koleksi yang

diakses berupa mikrofilm. Pengunjung harus memasang kaset mikrofilm tersebut ke

alat baca. Di ruang audio visual peneliti mengakses surat kabar terbitan Budi Utomo

pusat yakni Orgaan Boedi Oetomo. Surat kabar ini mulai terbit pada tahun 1910,

terbit dalam 3 bahasa yakni Melayu, Belanda, dan Jawa. Namun karena keterbatasan

waktu, nomor-nomor yang berhasil peneliti periksa adalah nomor-nomor pada

periode tahun 1920 hingga 1924. Ada beberapa nomor yang tidak diperiksa berkaitan

dengan keterbatasan peneliti dalam mengakses bahasa Belanda maupun aksara Jawa,

oleh karena itu nomor-nomor dalam bahasa Jawa dan Belanda tidak peneliti periksa.

Dari memeriksa beberapa nomor orgaan Boedi Oetomo, peneliti menemukan

beberapa laporan rapat umum dan laporan-laporan pendek dari Budi Utomo di

Sumatera Timur, terutama dalam tahun ke XI, XII, dan XIV Budi Utomo.

Selain Orgaan Boedi Oetomo, surat kabar lainnya yang berhasil peneliti

himpun adalah surat kabar Soeara Djawa. Surat kabar ini merupakan surat kabar

terbitan Budi Utomo di Sumatera Timur. Terbit dalam periode tahun 1916 hingga

1918, namun koleksi yang tersisa di perpustakaan nasional adalah nomor-nomor dari

10
tahun 1916 dan 1918 saja. Nomor di tahun 1917 tidak dapat diketahui lagi

keberadaanya. Surat kabar ini sangat penting kedudukannya bagi peneliti untuk

menelusuri lebih lanjut kegiatan pergerakan Budi Utomo di Sumatera Timur, oleh

karena itu peneliti memutuskan untuk menyalin semua nomor-nomor Soeara Djawa

yang masih tertinggal.

Setelah kembali ke Kota Medan, peneliti tetap meneruskan upaya

pengumpulan sumber. Peneliti merasa sangat terbantu dengan hadirnya Taman Baca

Masyarakat milik Tengku Lukman Sinar di Jalan Abdullah Lubis, Medan. Di TBM

ini penulis menemukan banyak salinan arsip-arsip berkaitan dengan Sumatera Timur.

Diantaranya adalah MvO (Memorie van Overgave) atau laporan serah terima jabatan

controluer-controleur di Sumatera Timur. Juga ditemukan politiek verslag dari tahun

1930-an. Di TBM tersebut juga terdapat kroniek tahunan tentang Sumatera Timur.

Dalam kroniek tersebut didapatkan keterangan-keterangan yang lengkap tentang

Sumatera Timur, mulai dari kehidupan politik, sosial, kemasyarakatan, bahkan

olahraga. Selain koleksi arsip, Taman Baca ini juga banyak memiliki koleksi buku

tentang sejarah Sumatera Timur.

1.5.2 Kritik

Setelah mendapatkan sumber-sumber yang diinginkan, maka tahap yang

selanjutnya adalah kritik sumber. Pada tahap ini, sumber-sumber relevan yang telah

11
diperoleh diverifikasi kembali untuk mengetahui keabsahannya.10 Oleh karena itu

perlu dilakukan kritik, baik kritik ekstern maupun intern. Kritik eksteren mencakup

seleksi dokumen. Apakah dokumen tersebut perlu digunakan atau tidak dalam

penelitian. Kemudian juga menyoroti tampilan fisik dokumen, mulai dari ejaan yang

digunakan, jenis kertas, stempel, atau apakah dokumen tersebut telah dirubah atau

masih orisinil.

1.5.3 Intepretasi

Tahap selanjutnya adalah intepretasi. Intepretasi merupakan penafsiran-

penafsiran terhadap sumber-sumber yang telah dikritik. Dalam tahap ini, peneliti akan

melakukan analisa dan sintesa. Analisa berarti menguraikan. Dari proses analisa akan

diperoleh fakta-fakta. Kemudian data-data yang telah diperoleh disintesakan sehingga

mendapat sebuah kesimpulan.11

1.5.4 Historiografi

Tahap terakhir dari penelitian sejarah adalah historiografi. Historiografi

merupakan proses penulisan fakta-fakta yang telah diperoleh secara kronologis dan

kritis-analitis. Penulisan tersebut akan dituangkan dalam bentuk skripsi yang

berpedoman pada outline yang telah dirancang sebelumnya.

10
Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah, (Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1995),
hlm. 99.
11
Ibid., hlm. 100.

12
1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika dalam penulisan skripsi ini dibagi ke dalam Lima bab. Bab

pertama adalah pendahuluan yang berisi tentang uraian latar belakang masalah,

rumusan permasalahan, tujuan, manfaat, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Bab kedua membahas bagaimana eksistensi orang Jawa di Sumatera Timur

pada masa kolonial. Pembahasan dalam bab ini akan dimulai dari bagaimana

transformasi wilayah Pantai Timur Sumatera dari wilayah pinggiran yang tidak

diperhitungkan menjadi “het Dollar-land” atau tanah dolar di Hindia Belanda.

Kemudian pada bab ini juga akan membahas bagaimana perkembangan ekonomi

kapitalis perkebunan membawa dampak besar terhadap struktur sosial serta

komposisi demografis di Sumatera Timur pada awal abad XX. Pembahasan tentang

orang Jawa di Sumatera Timur dalam bab ini merupakan hal yang penting, mengingat

Budi Utomo adalah organisasi yang memusatkan perhatiannya pada orang-orang

Jawa .

Bab ketiga menjelaskan bagaimana dinamika dan pergerakan Budi Utomo,

khususnya pada cabang-cabangnya di Sumatera Timur. Pembahasan diawali dari

bagaimana proses kelahiran serta perkembangan Budi Utomo sebagai sebuah organisasi

modern yang pertama. Kemudian dijelaskan bagaimana perkembangan cabang-

cabang Budi Utomo di Sumatera Timur. Dijelaskan pula dinamika keorganisasian

serta kegiatan-kegiatan yang pernah dilaksanakan Budi Utomo dalam rangka

membangun masyarakat Jawa di Sumatera Timur.

13
Bab keempat membahas tentang bagaimana peranan Budi Utomo dalam

politik pergerakan di Sumatera Timur. Pembahasan dimulai dari penjabaran tentang

makna pergerakan. Selanjutnya dijelaskan tentang latar belakang dunia pergerakan di

Sumatera Timur. Kemudian dibahas tentang apa-apa saja yang telah dilakukan Budi

Utomo dalam politik pergerakan di Sumatera Timur. Pada bagian akhir bab ini

dibahas seputar perdebatan tentang Budi Utomo. Bab lima dalam skripsi ini berisi

kesimpulan.

14

Anda mungkin juga menyukai