Tahukah kamu Nama sangga Pramuka Penegak? Nama Sangga yang dipakai
Pramuka Penegak adalah Perintis, Pencoba, Pendobrak, Penegas, dan Pelaksana.
Penamaan tersebut tidak asal tetapi memiliki keterkaitan dengan perkembangan
nasionalisme di Indonesia. Dalam perkembangannya ada 5 tahapan nasionalisme di
Indonesia yakni masa perintis (sebelum tahun 1908); masa penegas (tahun 1928);
masa pencoba (1938); masa pencoba (1945) dan masa pelaksana (1945 sampai
dengan sekarang).
a. Masa perintis
Masa perintis adalah masa mulai dirintis semangat kebangsaan melalui
pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan
munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Hari kelahiran
Budi Utomo kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.
b. Masa penegas
Masa penegas merupakan masa ditegaskannya semangat kebangsaan Indonesia
yang ditandai dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Peristiwa ini menegaskan perlu satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu
Indonesia.
c. Masa percobaan
Melalui organisasi pergerakan, bangsa Indonesia mencoba meminta kemerdekaan
dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung
dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan Indonesia
Berparlemen. Tetapi, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut belum
berhasil.
d. Masa pendobrak
Semangat dan gerakan nasionalisme Indonesia pada masa ini telah berhasil
mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu, bangsa Indonesia
menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme
telah mendasari pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.
e. Masa Pelaksana
Setelah bangsa Indonesia mampu merebut kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945 tugas selanjutnya adalah mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam
masa ini bangsa Indonesia pun berjuang membebaskan diri dari berbagai bentuk
keterbelakangan dan ketertinggalan dalam berbagai bidang.
Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya
adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak
dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf
yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah,
membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan
kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita
kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.
Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo dengan
alasan yang hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau
aristikrat mengkhawatirkan eksistensinya karena jika gerakan tersebut mengancam
kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan
yang dapat menjamin kepentingan mereka. Di kalangan priyayi elite/ gedhe yang
mempunyai status mapan kurang senang keberadaan Budi Utomo sehingga para
bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun 1908 di
Semarang untuk mencegah cita-cita Budi Utomo yang dianggap menganggu
stabilitas mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif seperti Tirtokusumo
(Karanganyar) sangat mendukung Budi Utomo. Resistensi dikalangan golongan
elite priyayi karena terhadap Budi Utomo sebagai hal yang wajar gerakan kaum
terpelajar tersebut akan membawa perubahan struktur sosial sehingga kaum
intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun
kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi
namun Budi Utomo dapat membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif
terkait masalah status sosialnya.
Sejak meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang
politik. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa sebagai berikut :
1) Dalam rapat umum Budi Utomo di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915
menetapkan mosi, agar dibentuk milisi bagi bangsa Indonesia namun melalui
persetujuan parlemen. Pembentukan milisi berhubungan dengan meletusnya
Perang Dunia I tahun 1914. Meskipun Belanda dan Hindia Belanda tidak terlibat
dalam Perang Dunia I, ancaman peperangan berpengaruh terhadap penduduk
Belanda di Hindia Belanda. Kekhawatiran bukan berasal dari tentara Jerman
namun intervensi pasukan Jepang.
2) Budi Utomo menjadi bagian dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu misi ke Negeri
Belanda dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Djidjosewoyo sebagai
wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan-
pendekatan dengan pejabat Belanda. Meski Undang-undang wajib militer atau
pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi pemerintah Belanda, ternyata parlemen
Belanda menyetujui pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagai Hindia
Belanda. Budi Utomo segera membentuk sebuah Komite Nasional untuk
menghadapi pemilihan anggota Volksraad meskipun demikian Komite Nasional ini
tidak dapat berjalan sesuai harapan.
Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada
tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo
menuntut agar keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun
demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati
dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.
Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang
radikal menuntut perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia Belanda.
Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak krisis
November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale Concentratie, Budi
Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun Gubernur Jenderal yang
baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi peristiwa di
atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah.
Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan radikal dan golongan
moderat di Budi Utomo.
Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada
tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo
menuntut agar keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun
demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati
dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.
Pada konggres Budi Utomo tahun 1923 diusulkan adanya asas non kooperatif
sebagai asas perjuangan namun ditolak oleh sebagaian peserta konggres.
Penolakan ini disebabkan para anggota dan pengurus Budi Utomo mayoritas
pegawai-pegawai pemerintah sehingga akan menyulitkan posisi mereka. Dr.
Sutomo yang tidak puas dengan Budi Utomo pada tahun 1924 mendirikan
Indonesische Studieclub di Surabaya. Penyebabnya adalah asas “Kebangsaan
Jawa” dari Budi Utomo sudah tidak relevan dengan perkembangan rasa
kebangsaan yang menuju pada sifat nasional. Indonesische Studieclub ini pada
perkembangannya menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.
Pada tahun 1927 Budi Utomo masuk dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia yang dipelopori Ir. Sukarno. Meskipun
demikian, Budi Utomo tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928
Budi Utomo menambah asas perjuangannya yaitu: medewerking tot de
verwezenlijking van de Indonesische eenheidsgedachte ( ikut berusaha untuk
melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia). Hal ini sebagai isyarat bahwa Budi
Utomo menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa dan Madura namun
meliputi seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi
dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi
ini terjadi pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya),
sehingga berakhirlah riwayat Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan pertama
di Indonesia.
Semangat kebangsaan ini dibangun dan digelorakan oleh para putraputri bangsa
Indonesia, khususnya di kalangan terpelajar. Kalangan ini mulai menyadari bangsa
mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin
menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal
dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa satu nasib dan penderitaan
sehingga mau bersatu menggalang kekuatan bersama.
C. Tokoh Kebangkitan Nasional dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia
1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo
1908. Beliau lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan
wafat pada tanggal 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Semasa hidupnya, tahun 1895 bersama rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar
dua bahasa (Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada tahun 1906
sampai sdengna 1907 giat melaksanakan perjalanan
mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi penduduk pribumi. Setelah
bertemu dengan Sutomo berpadulah gagasan mereka yang teraktualisasi dengan
berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini
akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional sehingga setiap
tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional hingga
sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang wanita Betawi yang bernama
Anna. Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya bernama
Abdullah Subroto yang kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki
Abdullah (keduanya pelukis).
2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti nama menjadi
Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu
belajar di Stovia (Sekolah Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar
laintentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr.
Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa
dari penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi
Utomo, organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat
menjadi ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan
kebudayaan.
Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula
di Semarang, sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke
Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di
Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan. Sering berpindah
tempat itu ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui
kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter,
Sutomo tidak menetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.
Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang
kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di
Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 657 Tahun 1961, tanggal 27
Desember 1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.
Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian
De Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik
Nederlands Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis
artikel yang mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya
dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di De Express yang menyatakan bahwa
keduanya adalah pahlawan. Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama
Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda.