Anda di halaman 1dari 12

MAKNA DAN ARTI KEBANGKITAN NASIONAL 1908

DALAM PERJUANGAN KEMERDEKAAN REPUBLIK


INDONSIA
 Aina Mulyana  Sunday, February 02, 2020  materiPPKn

Tahukah kamu Nama sangga Pramuka Penegak?  Nama Sangga yang dipakai
Pramuka Penegak adalah Perintis, Pencoba, Pendobrak, Penegas, dan Pelaksana.
Penamaan tersebut tidak asal tetapi memiliki keterkaitan dengan perkembangan
nasionalisme di Indonesia. Dalam perkembangannya ada 5 tahapan nasionalisme di
Indonesia yakni masa perintis (sebelum tahun 1908); masa penegas (tahun 1928);
masa pencoba (1938); masa pencoba (1945) dan masa pelaksana (1945 sampai
dengan sekarang).

a. Masa perintis
Masa perintis adalah masa mulai dirintis semangat kebangsaan melalui
pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan
munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Hari kelahiran
Budi Utomo kemudian diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

b. Masa penegas
Masa penegas merupakan masa ditegaskannya semangat kebangsaan Indonesia
yang ditandai dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928.
Peristiwa ini menegaskan perlu satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu
Indonesia.

c. Masa percobaan
Melalui organisasi pergerakan, bangsa Indonesia mencoba meminta kemerdekaan
dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung
dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan Indonesia
Berparlemen. Tetapi, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut belum
berhasil.

d. Masa pendobrak
Semangat dan gerakan nasionalisme Indonesia pada masa ini telah berhasil
mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan yang
diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu, bangsa Indonesia
menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan bangsa lain. Nasionalisme
telah mendasari pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.

e. Masa Pelaksana
Setelah bangsa Indonesia mampu merebut kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus
1945 tugas selanjutnya adalah mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam
masa ini bangsa Indonesia pun berjuang membebaskan diri dari berbagai bentuk
keterbelakangan dan ketertinggalan dalam berbagai bidang.

A. Sejarah Kelahiran Budi Utomo


Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan
kampanye menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau
Jawa. Upaya dr. Wahidin ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan
membantu para pelajar yang kekurangan dana. Dari kampanye tersebut akhirnya
pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo dengan ketuanya Dr.
Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia.

Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya
adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak
dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf
yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja anak-anak bersekolah,
membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri, menghidupkan
kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita
kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo dengan
alasan yang hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau
aristikrat mengkhawatirkan eksistensinya karena jika gerakan tersebut mengancam
kedudukan kaum aristokrasi yang menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan
yang dapat menjamin kepentingan mereka. Di kalangan priyayi elite/ gedhe yang
mempunyai status mapan kurang senang keberadaan Budi Utomo sehingga para
bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun 1908 di
Semarang untuk mencegah cita-cita Budi Utomo yang dianggap menganggu
stabilitas mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif seperti Tirtokusumo
(Karanganyar) sangat mendukung Budi Utomo. Resistensi dikalangan golongan
elite priyayi karena terhadap Budi Utomo sebagai hal yang wajar gerakan kaum
terpelajar tersebut akan membawa perubahan struktur sosial sehingga kaum
intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite birokrasi. Meskipun
kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum priyayi
namun Budi Utomo dapat membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif
terkait masalah status sosialnya.

Keunggulan dari dibentuknya Budi Utomo bagi bangsa Indonesia adalah


meningkatnya kualitas penduduk di Indonesia. Karena organisasi ini melaksanakan
pembelajaran bahasa Belanda. Namun pada awal pembentukan Budi Utomo,
organisasi ini memiliki berbagai kendala, yaitu :
a. Pembatasan anggota Budi Utomo hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura;
b. Tidak mencampuri urusan politik.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3


Oktober – 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor,
Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia.
Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
a. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
b. Tidak melibatkan diri dalam politik.
c. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
d. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
e. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara
dan bangsa.

Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya


dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan
bupati memberi dampak positif dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan
dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan keberadaan Budi Utomo diusahakan
untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah Belanda. Hal ini
terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo disahkan.
Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut:
a. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar
saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran
sekolah saja.
b. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah
gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang
menderita.
Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan.
Dr. Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan.
Akibatnya gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor
yang menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo.
a. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada
penduduk umumnya.
b. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat
Indonesia.
c. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum
terpelajar tersisih.

Setelah Dr. Cipto Mangunkusumo meninggalkan Budi Utomo, tidak ada


kontroversi dalam organisasi itu namun Budi Utomo kehilangan kekuatan yang
progresif sehingga perkembangan selanjutnya didominasi golongan ningrat
atau aristokrat. Dengan demikian, Budi Utomo tumbuh menjadi organisasi yang
moderat, kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda dan evolusioner.

Selanjutnya,  Budi Utomo mengalami stagnasi dan aktivitasnya hanya terbatas


pada penerbitan majalah Goeroe Desa dan beberapa petisi yang ditujukan kepada
pemerintah Hindia Belanda dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.
Kelambanan aktivitas Budi Utomo disebabkan para pengurus atau pemimpin
mereka berstatus sebagai pegawai atau bekas pegawai pemerintah. Status tersebut
menjadikan mereka takut bertindak dan lemah dalam gerakan kebangsaan.
Disamping itu, Budi Utomo mengalami kemandegan sejak awal permulaannya
karena kekurangan dana dan kurangnya pemimpin yang dinamis. Pada akhirnya
Budi Utomo diangap sebagai organisasi yang lemah dan juga terlalu sempit karena
keanggotannya terbatas pada daerah yang berbudayaan Jawa sehingga ditinggal
masyarakat.

Sejak meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang
politik. Hal ini dapat dibuktikan dengan peristiwa sebagai berikut :
1)    Dalam rapat umum Budi Utomo di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915
menetapkan mosi, agar dibentuk milisi bagi bangsa Indonesia namun melalui
persetujuan parlemen. Pembentukan milisi berhubungan dengan meletusnya
Perang Dunia I tahun 1914. Meskipun Belanda dan Hindia Belanda tidak terlibat
dalam Perang Dunia I, ancaman peperangan berpengaruh terhadap penduduk
Belanda di Hindia Belanda. Kekhawatiran bukan berasal dari tentara Jerman
namun intervensi pasukan Jepang.
2)   Budi Utomo menjadi bagian dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu misi ke Negeri
Belanda dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Djidjosewoyo sebagai
wakil Budi Utomo dalam misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan-
pendekatan dengan pejabat Belanda. Meski Undang-undang wajib militer atau
pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi pemerintah Belanda, ternyata parlemen
Belanda menyetujui pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagai Hindia
Belanda. Budi Utomo segera membentuk sebuah Komite Nasional untuk
menghadapi pemilihan anggota Volksraad meskipun demikian Komite Nasional ini
tidak dapat berjalan sesuai harapan.

Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.


a. Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.
b. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
c. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
d. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
e. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.

Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada
tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo
menuntut agar keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun
demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati
dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.
Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang
radikal menuntut  perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia Belanda.
Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak krisis
November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale Concentratie, Budi
Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun Gubernur Jenderal yang
baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi peristiwa di
atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah.
Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan radikal dan golongan
moderat di Budi Utomo.

Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada
tanggal 18 Mei 1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo
menuntut agar keanggotaan Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun
demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-wakil Budi Utomo tetap berhati-hati
dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia Belanda.

Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang


radikal menuntut  perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia
Belanda.Unsur-unsur radikal dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak
krisis November tersebut. Ketika di Volksraad berdiri badan Radicale
Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun
Gubernur Jenderal yang baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas
menanggapi peristiwa di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara
drastis oleh pemerintah. Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan
radikal dan golongan moderat di Budi Utomo.

Pada konggres Budi Utomo tahun 1923 diusulkan adanya asas non kooperatif
sebagai asas perjuangan namun ditolak oleh sebagaian peserta konggres.
Penolakan ini disebabkan para anggota dan pengurus Budi Utomo mayoritas
pegawai-pegawai pemerintah sehingga akan menyulitkan posisi mereka. Dr.
Sutomo yang tidak puas dengan Budi Utomo pada tahun 1924 mendirikan
Indonesische Studieclub di Surabaya. Penyebabnya adalah asas “Kebangsaan
Jawa” dari Budi Utomo sudah tidak relevan dengan perkembangan rasa
kebangsaan yang menuju pada sifat nasional. Indonesische Studieclub ini pada
perkembangannya menjadi Persatuan Bangsa Indonesia.

Pada tahun 1927 Budi Utomo masuk dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-
Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia yang dipelopori Ir. Sukarno. Meskipun
demikian, Budi Utomo tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928
Budi Utomo menambah asas perjuangannya yaitu: medewerking tot de
verwezenlijking van de Indonesische eenheidsgedachte ( ikut berusaha untuk
melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia). Hal ini sebagai isyarat bahwa Budi
Utomo menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa dan Madura namun
meliputi seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi
dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi
ini terjadi pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya),
sehingga berakhirlah riwayat Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan pertama
di Indonesia.

B. Arti Penting Budi Utomo dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia


Kegagalan perjuangan putra-putri daerah tersebut telah mengilhami adanya
pemikiran baru dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur
nonfisik yang dipelopori oleh Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Ide dasar
Budi Utomo adalah memajukan bangsa dan menumbuhkan semangat nasionalisme
melalui jalur pendidikan sehingga bangsa Indonesia mampu mengurus negara yang
merdeka dengan kekuatan sendiri. Gagasan Budi Utomo selanjutnya menggugah
dan mendorong lahirnya berbagai organisasi politik seperti Sarikat Islam, NU,
Muhammadiyah, PNI, Parkindo dan sebagainya. Perjuangan baru/nonfisik yang
dirintis Budi Utomo tersebut selanjutnya dikenang dan diabadikan sebagai
Angkatan 08 atau Angkatan Perintis, yang setiap tahun diperingati sebagai hari
Kebangkitan Nasional.

Budi Utomo merupakan organisasi sosial kebangsaan yang pertama berdiri di


Indonesia. Budi Utomo merupakan pelopor organisasi modern. Organisasi ini
menjadi model bagi gerakan berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi
Utomo terbatas pada golongan terpelajar dan wilayahnya meliputi Jawa, Madura
dan Bali, akan tetapi Budi Utomo menjadi tonggak awal kebangkitan nasional.
Oleh karena itu tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai hari
Kebangkitan Nasional.

Semangat kebangsaan ini dibangun dan digelorakan oleh para putraputri bangsa
Indonesia, khususnya di kalangan terpelajar. Kalangan ini mulai menyadari bangsa
mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin
menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal
dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa satu nasib dan penderitaan
sehingga mau bersatu menggalang kekuatan bersama.
C. Tokoh Kebangkitan Nasional dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik
Indonesia
1. Wahidin Sudirohusodo
Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo
1908. Beliau lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan
wafat pada tanggal 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta.
Semasa hidupnya, tahun 1895 bersama rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar
dua bahasa (Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di Yogyakarta. Pada tahun 1906
sampai sdengna 1907 giat melaksanakan perjalanan
mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi penduduk pribumi. Setelah
bertemu dengan Sutomo berpadulah gagasan mereka yang teraktualisasi dengan
berdirinya organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini
akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya kesadaran nasional sehingga setiap
tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional hingga
sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang wanita Betawi yang bernama
Anna. Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya bernama
Abdullah Subroto yang kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki
Abdullah (keduanya pelukis).

Sebagai akibat politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan


pengajaran maka pada dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih
mengalami hambatan kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian
menimbulkan keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk dapat menghimpun
dana itu maka pada tahun 1906-1907 melakukan propraganda keliling Jawa.
Perjalanan keliling Jawa ini dilakukan dalam rangka menganjurkan perlunya
perluasan pengajaran sebagai salah satu langkah untuk memajukan kehidupan
rakyat. Anjurannya itu dapat terealisasi tidak hanya bergantung kepada pemerintah
Hindia Belanda, tetapi juga dapat terealisasinjika bangsa Indonesia juga mau
berusaha sendiri dengan cara membentuk studiefonds atau dana pelajar yang
hasilnya akan digunakan untuk membantu para pelajar yang pandai tetapi kurang
mampu untuk dalam hal biaya. Dalam tperjalanan kelilingnya itu akhirnya pada
tahun 1907 sampai di Jakarta dan bertemu dengan para pelajar Stovia (Sekolah
Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu dengan pemuda Sutomo dan
berbincang-bincang tentang nasib rakyat yang masih kurang mendapat perhatian di
bidang pendidikan. Sejak itu rupanya tumbuh pemikiran dalam diri Sutomo untuk
melanjutkan cita-cita Wahidin Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan untuk
mendirikan suatu organisasi.
Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu pelopor pergerakan nasional, pendiri
organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap perjuangan
kemerdekaan Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai perjuangan pergerakan
nasional adalah memprakarsai organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan
dan meninggikan martabat bangsa. Diantara itu, dia juga mengemukakan gagasan
tentang strategi perjuangan kemerdekaan yaitu dengan mencerdaskan kehidupan
masyarakat melalui pendidikan, mengabdikan pengetahuannya sebagai dokter yang
memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada masyarakat dan memperluas
pendidikan dan pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.

2. Dr. Sutomo
Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti nama menjadi
Sutomo lahir di desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu
belajar di Stovia (Sekolah Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar
laintentang penderitaan rakyat akibat penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr.
Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan untuk membebaskan bangsa 
dari penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA mendirikan Budi
Utomo, organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat
menjadi ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan
kebudayaan.

Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula
di Semarang, sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke
Lubuk Pakam (Sumatera Timur) dan akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di
Malang, ia membasmi wabah pes yang melanda daerah Magetan. Sering berpindah
tempat itu ternyata membawa manfaat. Ia semakin banyak mengetahui
kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai dokter,
Sutomo tidak menetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.

Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo


pada tahun 1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada
pada Budi Utomo. Waktu itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu,
diusahakannya agar Budi Utomo bergerak dibidang politik dan keanggotaannya
terbuka buat seluruh rakyat.

Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang


merupakan wadah bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan
sekolah tenun, bank kredit, koperasi, dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC
berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI). Di bawah pimpinan
Sutomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari pemerintah
Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Karena itu, pada bulan
Desember 1935 Budi Utomo dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama
Partai Indonesia Raya (Parindra). Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra
berjuang untuk mencapai Indonesia merdeka.

Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang
kewartawanan dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di
Surabaya pada tanggal 30 Mei 1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 657 Tahun 1961, tanggal 27
Desember 1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan Nasional.

3. Dr. Cipto Mangunkusumo


Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah putera
tertua dan Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat
Jawa yang bekerja sebagai guru. Meskipun demikian, Mangunkusumo
berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang yang tinggi. Ketika
menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur,
berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een begaald
leerling” atau murid yang berbakat. Cipto juga dengan tegas memperlihatkan
sikapnya. Ia membuat tulisan-tulisan pedas mengkritik Belanda di harian De
locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun 1907. Setelah lulus
dari STOVIA, beliau bekerja sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda yang
ditugaskan di Demak. Sikapnya yang tetap kritis melalui berbagai tulisan
membuatnya kehilangan pekerjaan.

Cipto Mangunkusumo menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk


kesadaran pribumi akan dirinya. Ia menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi
politik yang harus bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat
Indonesia. Hal ini menimbulkan perbedaan antara dirinya dan pengurus Budi
Utomo lainnya. Cipto Mangunkusumo lalu mengundurkan diri dan membuka
praktek dokter di Solo, ia pun mendirikan R.A. Kartini Klub yang bertujuan
memperbaiki nasib rakyat.

Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka


mendirikan Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung
dan aktif menulis di harian De Express. Menjelang perayaan 100
tahun kemerdekaan Belanda dan Perancis, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
mendirikan Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana Belanda
merayakannya di Indonesia.

Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian
De Express menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik
Nederlands Was” (Andaikan Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis
artikel yang mendukung Suwardi keesokan harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua rekannya
dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di De Express yang menyatakan bahwa
keduanya adalah pahlawan. Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama
Suwardi Suryaningrat dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda.

Selama di Belanda, kehadiran mereka membawa perubahan besar terhadap


Indische Vereeniging, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang
semula bersifat social menjadi lebih politis. Konsep Hindia bebas dari Belanda dan
pembentukan sebuah negara Hindia yang diperintah rakyatnya sendiri mulai
dicanangkan oleh Indische Vereeniging. Oleh karena alasan kesehatan, pada tahun
1914 Cipto Mangunkusumo diperbolehkan pulang kembali ke Jawa dan sejak saat
itu dia bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama
menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).

Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan


Rakyat). Cipto Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh gubernur
jenderal Hindia Belanda mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad,
sikap  Cipto Mangunkusumo tidak berubah. Melihat kenyataan itu, Pemerintah
Hindia Belanda pada tahun 1920 mengusir Cipto Mangunkusumo ke luar Jawa.
Cipto kemudian dibuang lagi ke Bandung dan dikenakan tahanan kota. Selama
tinggal di Bandung, Cipto Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter
dengan bersepeda ke kampung-kampung. Di Bandung pula
Cipto Mangunkusumo bertemu dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti
Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk Algemeene Studie Club. Pada tahun
1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI).
Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene Studie Club dan
PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda,
termasuk oleh Sukarno.

Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam


upaya sabotase sehingga membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan,
penyakit asmanya kambuh. Ketika Cipto Mangunkusumo diminta untuk
menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat pulang ke Jawa untuk berobat
dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan bahwa lebih
baik mati di Banda. Cipto kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu ke Sukabumi
pada tahun 1940. Udara Sukabumi yang dingin Ternyata tidak baik bagi kesehatan
beliau sehingga dipindahkan lagi ke Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo
wafat pada 8 Maret 1943.

Anda mungkin juga menyukai