Anda di halaman 1dari 9

Makna Dan Arti Kebangkitan Nasional 1908 Dalam

Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia


Tahukah kamu Nama sangga Pramuka Penegak? Nama Sangga yang dipakai Pramuka Penegak
adalah Perintis, Pencoba, Pendobrak, Penegas, dan Pelaksana. Penamaan tersebut tidak asal
tetapi memiliki keterkaitan dengan perkembangan nasionalisme di Indonesia. Dalam
perkembangannya ada 5 tahapan nasionalisme di Indonesia yakni masa perintis (sebelum tahun
1908); masa penegas (tahun 1928); masa pencoba (1938); masa pendobrak (1945) dan masa
pelaksana (1945 sampai dengan sekarang).

a. Masa perintis

Masa perintis adalah masa mulai dirintis semangat kebangsaan melalui pembentukan organisasi-
organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan munculnya pergerakan Budi Utomo pada
tanggal 20 Mei 1908. Hari kelahiran Budi Utomo kemudian diperingati sebagai Hari
Kebangkitan Nasional.

b. Masa penegas

Masa penegas merupakan masa ditegaskannya semangat kebangsaan Indonesia yang ditandai
dengan adanya peristiwa Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Peristiwa ini menegaskan
perlu satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu Indonesia.

c. Masa pencoba

Melalui organisasi pergerakan, bangsa Indonesia mencoba meminta kemerdekaan dari Belanda.
Organisasi-organisasi pergerakan yang tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia)
tahun 1938 mengusulkan Indonesia Berparlemen. Tetapi, perjuangan menuntut Indonesia
merdeka tersebut belum berhasil.

d. Masa pendobrak

Semangat dan gerakan nasionalisme Indonesia pada masa ini telah berhasil mendobrak belenggu
penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus
1945. Sejak saat itu, bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat dengan
bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari pembentukan negara kebangsaan Indonesia modern.

e. Masa Pelaksana

Setelah bangsa Indonesia mampu merebut kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945 tugas
selanjutnya adalah mengisi dan mempertahankan kemerdekaan. Dalam masa ini bangsa
Indonesia pun berjuang membebaskan diri dari berbagai bentuk keterbelakangan dan
ketertinggalan dalam berbagai bidang.

A. Sejarah Kelahiran Budi Utomo

Pada tahun 1906 Mas Ngabehi Wahidin Sudirohusodo, merintis mengadakan kampanye
menghimpun dana pelajar (Studie Fund) di kalangan priyayi di Pulau Jawa. Upaya dr. Wahidin
ini bertujuan untuk meningkatkan martabat rakyat dan membantu para pelajar yang kekurangan
dana. Dari kampanye tersebut akhirnya pada tanggal 20 Mei 1908 berdiri organisasi Budi Utomo
dengan ketuanya Dr. Sutomo. Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia.

Pada mulanya Budi Utomo bukanlah sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan
bagi Hindia Belanda. Hal ini terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di
sekolah-sekolah, mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan
belanja anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri,
menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi cita-cita
kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Namun tidak semua golongan priyayi mendukung berdirinya Budi Utomo dengan alasan yang
hampir sama yaitu kaum priyayi birokrasi dari golongan ningrat atau aristikrat mengkhawatirkan
eksistensinya karena jika gerakan tersebut mengancam kedudukan kaum aristokrasi yang
menginginkan situasi status quo, yaitu keadaan yang dapat menjamin kepentingan mereka. Di
kalangan priyayi elite/ gedhe yang mempunyai status mapan kurang senang keberadaan Budi
Utomo sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun
1908 di Semarang untuk mencegah cita-cita Budi Utomo yang dianggap menganggu stabilitas
mereka. Sebaliknya, beberapa bupati progresif seperti Tirtokusumo (Karanganyar) sangat
mendukung Budi Utomo. Resistensi dikalangan golongan elite priyayi karena terhadap Budi
Utomo sebagai hal yang wajar gerakan kaum terpelajar tersebut akan membawa perubahan
struktur sosial sehingga kaum intelektual akan mengurangi ruang lingkup kekuasaan elite
birokrasi. Meskipun kaum intelektual pada masa awal pergerakan nasional didominasi kaum
priyayi namun Budi Utomo dapat membahayakan kedudukan kaum feodal konservatif terkait
masalah status sosialnya.

Keunggulan dari dibentuknya Budi Utomo bagi bangsa Indonesia adalah meningkatnya kualitas
penduduk di Indonesia. Karena organisasi ini melaksanakan pembelajaran bahasa Belanda.
Namun pada awal pembentukan Budi Utomo, organisasi ini memiliki berbagai kendala, yaitu :

1. Pembatasan anggota Budi Utomo hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura;
2. Tidak mencampuri urusan politik.
Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3 Oktober – 5
Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II,
Magelang, Surabaya, dan Batavia. Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa
hal berikut.

1. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.


2. Tidak melibatkan diri dalam politik.
3. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
4. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
5. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara dan
bangsa.

Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya dimaksudkan agar
lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan bupati memberi dampak positif
dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi Utomo. Untuk usaha memantapkan
keberadaan Budi Utomo diusahakan untuk segera mendapatkan badan hukum dari pemerintah
Belanda. Hal ini terealisasi pada tanggal 28 Desember 1909, anggaran dasar Budi Utomo
disahkan. Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut:

1. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar saja,
tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran sekolah saja.
2. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah
gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang menderita.

Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr. Cipto
Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya gerak Budi
Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya
Budi Utomo.

1. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada


penduduk umumnya.
2. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat
Indonesia.
3. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum
terpelajar tersisih.

Setelah Dr. Cipto Mangunkusumo meninggalkan Budi Utomo, tidak ada kontroversi dalam
organisasi itu namun Budi Utomo kehilangan kekuatan yang progresif sehingga perkembangan
selanjutnya didominasi golongan ningrat atau aristokrat. Dengan demikian, Budi Utomo tumbuh
menjadi organisasi yang moderat, kooperatif terhadap pemerintah Hindia Belanda dan
evolusioner.

Selanjutnya, Budi Utomo mengalami stagnasi dan aktivitasnya hanya terbatas pada penerbitan
majalah Goeroe Desa dan beberapa petisi yang ditujukan kepada pemerintah Hindia Belanda
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan. Kelambanan aktivitas Budi Utomo disebabkan
para pengurus atau pemimpin mereka berstatus sebagai pegawai atau bekas pegawai pemerintah.
Status tersebut menjadikan mereka takut bertindak dan lemah dalam gerakan kebangsaan.
Disamping itu, Budi Utomo mengalami kemandegan sejak awal permulaannya karena
kekurangan dana dan kurangnya pemimpin yang dinamis. Pada akhirnya Budi Utomo diangap
sebagai organisasi yang lemah dan juga terlalu sempit karena keanggotannya terbatas pada
daerah yang berbudayaan Jawa sehingga ditinggal masyarakat.

Sejak meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang politik. Hal ini
dapat dibuktikan dengan peristiwa sebagai berikut :

1) Dalam rapat umum Budi Utomo di Bandung tanggal 5 dan 6 Agustus 1915 menetapkan
mosi, agar dibentuk milisi bagi bangsa Indonesia namun melalui persetujuan parlemen.
Pembentukan milisi berhubungan dengan meletusnya Perang Dunia I tahun 1914. Meskipun
Belanda dan Hindia Belanda tidak terlibat dalam Perang Dunia I, ancaman peperangan
berpengaruh terhadap penduduk Belanda di Hindia Belanda. Kekhawatiran bukan berasal dari
tentara Jerman namun intervensi pasukan Jepang.

2) Budi Utomo menjadi bagian dalam Komite “ Indie Weerbaar” yaitu misi ke Negeri Belanda
dalam rangka untuk pertahanan Hindia Belanda. Djidjosewoyo sebagai wakil Budi Utomo dalam
misi tersebut berhasil mengadakan pendekatan-pendekatan dengan pejabat Belanda. Meski
Undang-undang wajib militer atau pembentukan suatu milisi gagal dipenuhi pemerintah Belanda,
ternyata parlemen Belanda menyetujui pembentukan Volksraad (Dewan Rakyat) bagai Hindia
Belanda. Budi Utomo segera membentuk sebuah Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan
anggota Volksraad meskipun demikian Komite Nasional ini tidak dapat berjalan sesuai harapan.

Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.

1. Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.


2. Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
3. Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
4. Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
5. Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.

Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada tanggal 18 Mei
1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo menuntut agar keanggotaan
Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-
wakil Budi Utomo tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia
Belanda.

Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang radikal
menuntut perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia Belanda. Unsur-unsur radikal
dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak krisis November tersebut. Ketika di Volksraad
berdiri badan Radicale Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun
Gubernur Jenderal yang baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi
peristiwa di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah.
Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan radikal dan golongan moderat di Budi
Utomo.
Volksraad dibuka secara resmi oleh GubernurJenderal Van Limburg Stirum pada tanggal 18 Mei
1918. Pada tahun 1921 dalam salah satu konggresnya, Budi Utomo menuntut agar keanggotaan
Volksraad dari pribumi diperbanyak. Meskipun demikian di dalam sidang Volksraad, wakil-
wakil Budi Utomo tetap berhati-hati dalam melancarkan kritik kepada pemerintah Hindia
Belanda.

Dengan memanfaatkan kesempatan krisis tersebut, para anggota Volksraad yang radikal
menuntut perubahan bagi Volksraad dan kebijakan politik Hindia Belanda.Unsur-unsur radikal
dalam Budi Utomo menjadi lebih berperan sejak krisis November tersebut. Ketika di Volksraad
berdiri badan Radicale Concentratie, Budi Utomo berperan aktif dalam aktivitas tersebut. Namun
Gubernur Jenderal yang baru yaitu Mr. D. Fock mengambil kebijakan lebih tegas menanggapi
peristiwa di atas. Anggaran pendidikan Budi Utomo dikurangi secara drastis oleh pemerintah.
Sebagai akibatnya terjadi perpecahan antara golongan radikal dan golongan moderat di Budi
Utomo.

Pada konggres Budi Utomo tahun 1923 diusulkan adanya asas non kooperatif sebagai asas
perjuangan namun ditolak oleh sebagaian peserta konggres. Penolakan ini disebabkan para
anggota dan pengurus Budi Utomo mayoritas pegawai-pegawai pemerintah sehingga akan
menyulitkan posisi mereka. Dr. Sutomo yang tidak puas dengan Budi Utomo pada tahun 1924
mendirikan Indonesische Studieclub di Surabaya. Penyebabnya adalah asas “Kebangsaan Jawa”
dari Budi Utomo sudah tidak relevan dengan perkembangan rasa kebangsaan yang menuju pada
sifat nasional. Indonesische Studieclub ini pada perkembangannya menjadi Persatuan Bangsa
Indonesia.

Pada tahun 1927 Budi Utomo masuk dalam PPPKI (Permufakatan Perhimpunan-Perhimpunan
Politik Kebangsaan Indonesia yang dipelopori Ir. Sukarno. Meskipun demikian, Budi Utomo
tetap eksis dengan asas kooperatifnya. Pada tahun 1928 Budi Utomo menambah asas
perjuangannya yaitu: medewerking tot de verwezenlijking van de Indonesische
eenheidsgedachte ( ikut berusaha untuk melaksanakan cita-cita persatuan Indonesia). Hal ini
sebagai isyarat bahwa Budi Utomo menuju kehidupan yang lebih luas tidak hanya Jawa dan
Madura namun meliputi seluruh Indonesia. Usaha ini diteruskan dengan mengadakan fusi
dengan PBI (Persatuan Bangsa Indonesia) suatu partai pimpinan Dr. Sutomo. Fusi ini terjadi
pada tahun 1935, hasil fusi melahirkan Parindra (Partai Indonesia Raya), sehingga berakhirlah
riwayat Budi Utomo sebagai organisasi pergerakan pertama di Indonesia.

B. Arti Penting Budi Utomo dalam Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia

Kegagalan perjuangan putra-putri daerah tersebut telah mengilhami adanya pemikiran baru
dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia melalui jalur nonfisik yang dipelopori oleh Budi
Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Ide dasar Budi Utomo adalah memajukan bangsa dan
menumbuhkan semangat nasionalisme melalui jalur pendidikan sehingga bangsa Indonesia
mampu mengurus negara yang merdeka dengan kekuatan sendiri. Gagasan Budi Utomo
selanjutnya menggugah dan mendorong lahirnya berbagai organisasi politik seperti Sarikat
Islam, NU, Muhammadiyah, PNI, Parkindo dan sebagainya. Perjuangan baru/nonfisik yang
dirintis Budi Utomo tersebut selanjutnya dikenang dan diabadikan sebagai Angkatan 08 atau
Angkatan Perintis, yang setiap tahun diperingati sebagai hari Kebangkitan Nasional.
Budi Utomo merupakan organisasi sosial kebangsaan yang pertama berdiri di Indonesia. Budi
Utomo merupakan pelopor organisasi modern.Organisasi ini menjadi model bagi gerakan
berikutnya. Walaupun ruang lingkup kegiatan Budi Utomo terbatas pada golongan terpelajar dan
wilayahnya meliputi Jawa, Madura dan Bali, akan tetapi Budi Utomo menjadi tonggak awal
kebangkitan nasional. Oleh karena itu tanggal kelahiran Budi Utomo, 20 Mei, diperingati sebagai
hari Kebangkitan Nasional.

Semangat kebangsaan ini dibangun dan digelorakan oleh para putraputri bangsa Indonesia,
khususnya di kalangan terpelajar. Kalangan ini mulai menyadari bangsa mereka adalah bangsa
jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin menjadi bangsa merdeka dan
sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal dari berbagai daerah dan suku bangsa yang
merasa satu nasib dan penderitaan sehingga mau bersatu menggalang kekuatan bersama.

C. Tokoh Kebangkitan Nasional dalam Perjuangan Kemerdekaan Republik Indonesia

1. Wahidin Sudirohusodo

Wahidin Sudirohusodo adalah seorang tokoh pencetus ide lahirnya Budi Utomo 1908. Beliau
lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Sleman, Yogyakarta dan wafat pada tanggal 26 Mei
1917 dan dimakamkan di Mlati, Sleman, Yogyakarta. Semasa hidupnya, tahun 1895 bersama
rekan-rekannya mendirikan Surat Kabar dua bahasa (Jawa dan Melayu) Retno Dumilah di
Yogyakarta. Pada tahun 1906 sampai sdengna 1907 giat melaksanakan perjalanan
mengumpulkan Studiefonds (Dana Pendidikan) bagi penduduk pribumi. Setelah bertemu dengan
Sutomo berpadulah gagasan mereka yang teraktualisasi dengan berdirinya organisasi Budi
Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi ini akhirnya menjadi pioner terhadap bangkitnya
kesadaran nasional sehingga setiap tanggal 20 Mei diperingati sebagai hari kebangkitan nasional
hingga sekarang.Wahidin Sudirohusodo beristri seorang wanita Betawi yang bernama Anna.
Dari perkawinannya lahirlah dua orang anak. Salah satunya bernama Abdullah Subroto yang
kemudian menurunkan Sujono Abdullah dan Basuki Abdullah (keduanya pelukis).

Sebagai akibat politik etis yang didalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran maka pada
dekade pertama abad XX bagi anak-anak Indonesia masih mengalami hambatan kekurangan
dana belajar. Keadaan yang demikian menimbulkan keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo
untuk dapat menghimpun dana itu maka pada tahun 1906-1907 melakukan propraganda keliling
Jawa. Perjalanan keliling Jawa ini dilakukan dalam rangka menganjurkan perlunya perluasan
pengajaran sebagai salah satu langkah untuk memajukan kehidupan rakyat. Anjurannya itu dapat
terealisasi tidak hanya bergantung kepada pemerintah Hindia Belanda, tetapi juga dapat
terealisasinjika bangsa Indonesia juga mau berusaha sendiri dengan cara
membentuk studiefonds atau dana pelajar yang hasilnya akan digunakan untuk membantu para
pelajar yang pandai tetapi kurang mampu untuk dalam hal biaya. Dalam tperjalanan kelilingnya
itu akhirnya pada tahun 1907 sampai di Jakarta dan bertemu dengan para pelajar Stovia (Sekolah
Dokter Pribumi). Disitulah Wahidin bertemu dengan pemuda Sutomo dan berbincang-bincang
tentang nasib rakyat yang masih kurang mendapat perhatian di bidang pendidikan. Sejak itu
rupanya tumbuh pemikiran dalam diri Sutomo untuk melanjutkan cita-cita Wahidin
Sudirohusodo. Dari sinilah muncul gagasan untuk mendirikan suatu organisasi.
Dr Wahidin Sudirohusodo adalah salah satu pelopor pergerakan nasional, pendiri
organisasi Boedi Utomo dan tokoh yang memberi inspirasi terhadap perjuangan kemerdekaan
Indonesia. Gagasan penting yang mewarnai perjuangan pergerakan nasional adalah
memprakarsai organisasi yang bertujuan memajukan pendidikan dan meninggikan martabat
bangsa. Diantara itu, dia juga mengemukakan gagasan tentang strategi perjuangan kemerdekaan
yaitu dengan mencerdaskan kehidupan masyarakat melalui pendidikan, mengabdikan
pengetahuannya sebagai dokter yang memberikan layanan kesehatan secara gratis kepada
masyarakat dan memperluas pendidikan dan pengajaran dan memupuk kesadaran kebangsaan.

2. Dr. Sutomo

Dokter Sutomo yang semula bernama Subroto kemudian berganti nama menjadi Sutomo lahir di
desa Ngepeh, Jawa Timur, pada tangggal 30 Juli 1888. Pada waktu belajar di Stovia (Sekolah
Dokter) ia sering bertukar pikiran dengan pelajar-pelajar laintentang penderitaan rakyat akibat
penjajahan Belanda. Terkesan oleh saran dr. Wahidin untuk memajukan pendidikan sebagai jalan
untuk membebaskan bangsa dari penjajahan, pada tanggal 20 Mei 1908 para pelajar STOVIA
mendirikan Budi Utomo, organisasi modern pertama yang lahir di Indonesia. Sutomo diangkat
menjadi ketuanya. Tujuan organisasi itu ialah memajukan pengajaran dan kebudayaan.

Setelah lulus dari Stovia tahun 1911, Sutomo bertugas sebagai dokter, mula-mula di Semarang,
sesudah itu ia dipindahkan ke Tuban. Dari Tuban dipindahkan ke Lubuk Pakam (Sumatera
Timur) dan akhirnya ke Malang. Waktu bertugas di Malang, ia membasmi wabah pes yang
melanda daerah Magetan. Sering berpindah tempat itu ternyata membawa manfaat. Ia semakin
banyak mengetahui kesengsaraan rakyat dan secara langsung dapat membantu mereka. Sebagai
dokter, Sutomo tidak menetapkan tarif. Adakalanya si pasien dibebaskan dari pembayaran.

Kesempatan memperdalam pengetahuan di negeri Belanda diperoleh dr. Sutomo pada tahun
1919. Setibanya kembali di tanah air, ia melihat kelemahan yang ada pada Budi Utomo. Waktu
itu sudah banyak berdiri partai politik. Karena itu, diusahakannya agar Budi Utomo bergerak
dibidang politik dan keanggotaannya terbuka buat seluruh rakyat.

Pada tahun 1924 Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club (ISC) yang merupakan wadah
bagi kaum terpelajar Indonesia. ISC berhasil mendirikan sekolah tenun, bank kredit, koperasi,
dan sebagainya. Pada tahun 1931 ISC berganti nama menjadi Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).
Di bawah pimpinan Sutomo PBI cepat berkembang. Sementara itu, tekanan-tekanan dari
pemerintah Belanda terhadap pergerakan nasional semakin keras. Karena itu, pada bulan
Desember 1935 Budi Utomo dan PBI digabungkan menjadi satu dengan nama Partai Indonesia
Raya (Parindra). Sutomo diangkat menjadi ketua. Parindra berjuang untuk mencapai Indonesia
merdeka.

Selain bergerak di bidang politik dan kedokteran, dr. Sutomo giat pula di bidang kewartawanan
dan memimpin beberapa buah surat kabar. Ia meninggal dunia di Surabaya pada tanggal 30 Mei
1938 dan dimakamkan disana. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
657 Tahun 1961, tanggal 27 Desember 1961, ia diangkat menjadi Pahlawan Kemerdekaan
Nasional.
3. Dr. Cipto Mangunkusumo

Cipto Mangunkusumo dilahirkan di Desa Pecagakan, Jepara. Ia adalah putera tertua dan
Mangunkusumo, seorang priyayi rendahan dalam struktur masyarakat Jawa yang bekerja sebagai
guru. Meskipun demikian, Mangunkusumo berhasil menyekolahkan anak-anaknya pada jenjang
yang tinggi. Ketika menempuh pendidikan di STOVIA, Cipto dinilai sebagai pribadi yang jujur,
berpikiran tajam, dan rajin. Para guru menjuluki Cipto sebagai “een begaald leerling” atau murid
yang berbakat. Cipto juga dengan tegas memperlihatkan sikapnya. Ia membuat tulisan-tulisan
pedas mengkritik Belanda di harian De locomotive dan Bataviaasch Nieuwsblad sejak tahun
1907. Setelah lulus dari STOVIA, beliau bekerja sebagai dokter pemerintah kolonial Belanda
yang ditugaskan di Demak. Sikapnya yang tetap kritis melalui berbagai tulisan membuatnya
kehilangan pekerjaan.

Cipto Mangunkusumo menyambut baik kehadiran Budi Utomo sebagai bentuk kesadaran
pribumi akan dirinya. Ia menginginkan Budi Utomo sebagai organisasi politik yang harus
bergerak secara demokratis dan terbuka bagi semua rakyat Indonesia. Hal ini menimbulkan
perbedaan antara dirinya dan pengurus Budi Utomo lainnya. Cipto Mangunkusumo lalu
mengundurkan diri dan membuka praktek dokter di Solo, ia pun mendirikan R.A. Kartini Klub
yang bertujuan memperbaiki nasib rakyat.

Ia kemudian bertemu Douwes Dekker dan bersama Suwardi Suryaningrat mereka mendirikan
Indische Partij pada tahun 1912. Cipto selanjutnya pindah ke Bandung dan aktif menulis di
harian De Express. Menjelang perayaan 100 tahun kemerdekaan Belanda dan Perancis, Cipto
Mangunkusumo dan Suwardi mendirikan Komite Bumiputera sebagai reaksi atas rencana
Belanda merayakannya di Indonesia.

Aksi Komite Bumi Putera mencapai puncaknya pada 19 Juli 1913, ketika harian De Express
menerbitkan artikel Suwardi Suryaningrat yang berjudul “Ais ik Nederlands Was” (Andaikan
Saya Seorang Belanda). Cipto kemudian menulis artikel yang mendukung Suwardi keesokan
harinya. Akibatnya, 30 Juli 1913 Cipto Mangunkusumo dan Suwardi dipenjara. Melihat kedua
rekannya dipenjara, Douwes Dekker menulis artikel di De Express yang menyatakan bahwa
keduanya adalah pahlawan. Pada 18 Agustus 1913, Cipto Mangunkusumo bersama Suwardi
Suryaningrat dan Douwes Dekker dibuang ke Belanda.

Selama di Belanda, kehadiran mereka membawa perubahan besar terhadap Indische


Vereeniging, sebuah organisasi mahasiswa Indonesia di Belanda yang semula bersifat social
menjadi lebih politis. Konsep Hindia bebas dari Belanda dan pembentukan sebuah negara Hindia
yang diperintah rakyatnya sendiri mulai dicanangkan oleh Indische Vereeniging. Oleh karena
alasan kesehatan, pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo diperbolehkan pulang kembali ke Jawa
dan sejak saat itu dia bergabung dengan Insulinde. Pada 9 Juni 1919 Insulinde mengubah nama
menjadi Nationaal-Indische Partij (NIP).

Pada tahun 1918, Pemerintah Hindia Belanda membentuk Volksraad (Dewan Rakyat). Cipto
Mangunkusumo terpilih sebagai salah satu anggota oleh gubernur jenderal Hindia Belanda
mewakili tokoh yang kritis. Sebagai anggota Volksraad, sikap Cipto Mangunkusumo tidak
berubah. Melihat kenyataan itu, Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1920 mengusir Cipto
Mangunkusumo ke luar Jawa. Cipto kemudian dibuang lagi ke Bandung dan dikenakan tahanan
kota. Selama tinggal di Bandung, Cipto Mangunkusumo kembali membuka praktek dokter
dengan bersepeda ke kampung-kampung. Di Bandung pula Cipto Mangunkusumo bertemu
dengan kaum nasionalis yang lebih muda, seperti Sukarno yang pada tahun 1923 membentuk
Algemeene Studie Club. Pada tahun 1927 Algemeene Studie Club diubah menjadi Partai
Nasional Indonesia (PNI). Meskipun Cipto tidak menjadi anggota resmi dalam Algemeene
Studie Club dan PNI, Cipto tetap diakui sebagai penyumbang pemikiran bagi generasi muda,
termasuk oleh Sukarno.

Pada tahun 1927, Belanda Menganggap Cipto Mangunkusumo terlibat dalam upaya sabotase
sehingga membuangnya ke Banda Neira. Dalam pembuangan, penyakit asmanya kambuh.
Ketika Cipto Mangunkusumo diminta untuk menandatangani suatu perjanjian bahwa dia dapat
pulang ke Jawa untuk berobat dengan melepaskan hak politiknya, Cipto secara tegas mengatakan
bahwa lebih baik mati di Banda. Cipto kemudian dipindahkan ke Makasar, lalu ke Sukabumi
pada tahun 1940. Udara Sukabumi yang dingin Ternyata tidak baik bagi kesehatan beliau
sehingga dipindahkan lagi ke Jakarta hingga Dokter Cipto Mangunkusumo wafat pada 8 Maret
1943.

Anda mungkin juga menyukai