A. Pengertian
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang
hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias
dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2014), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan.
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang
melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan
proteinuria (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2015).
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau
lebih dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
1
2
B. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat
kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara mudab (85%).
b. Grand multigravida
c. Sosial ekonomi rendah.
d. Gizi buruk.
e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i. Mola hidatidosa.
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
l. Hidrofetalis.
m. Penyakit ginjal kronik.
n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
besar, dan diabetes mellitus.
o. Obesitas dan Interval antar kehamilan yang jauh.
3
C. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik
yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik
berperan dalam proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan
tomboksan dan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan
aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin
uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen
arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel
darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular
akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,
darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan
sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik.
4
D. Pathway
Tekanan darah
Merangsang pengeluaran
Renin+darah hati Proses endotheliosis
bahan tropoblastik
Renin+angiotensinogen
Merangsang pelepasan tromboplastin
Angiotensin I Angiotensin II
Merangsang pengeluaran Aktivasi/agregasi trombosit
bahan tromboksan deposisi fibrin
Gangguan fisiologis
*HIPERTENSI homeostasis
E. Manifestasi Klinis
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan
berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya
proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala
subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia berat ditemukan gejala subjektif
berupa sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di
daerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering
ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk
bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia
yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya
yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi
dalam praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan
sebagai 2 tanda dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia.
F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre
eklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-
45 u/ml)
10
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia
tergantung pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi pre eklamsia antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan
gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,
Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan
ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari hemolisis
(pecahnya sel darah merah), meningkatnya enzim hati, serta rendahnya
jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat
mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis,
peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya
yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
11
4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat
tidur saat serangan kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan
pembekuan darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh
darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).
H. Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat.
2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi
kalau ada faktor-faktor predisposisi.
3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan,
serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta
karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan
yang berlebihan
12
I. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan
kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1
kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya,
dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24
jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
15
b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM jika refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress. Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien
> 140/90 mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan
diastolik > 15 mmHg dari tekanan biasa (base line level/tekanan
darah sebelum usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan untuk pre
eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan atau
tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream
(biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2
pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
16
J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
yaitu sebagai berikut:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre
eklamsia berat.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan
afterload.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan
mengabsorpsi makanan.
h. Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan
intrakranial: kejang.
17
Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukan jantung
jantung selama 3x24 jam diharapkan penurunan 2. Catat adanya disritmia jantung dalam kondisi abnormal
berhubungan curah jantung teratasi dengan indikator: 3. Catat adanya tanda dan gejala 2. Takikardi, bradikardi
dengan perubahan NOC: penurunan cardiac putput 3. Tanda dan gejala
preload dan - Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status pernafasan yang penurunan cardiac output
afterload. - Circulation Status menandakan gagal jantung : pucat, akral dingin,
- Vital Sign Status 5. Monitor balance cairan udema ekstermitas
- Tissue perfusion: perifer 6. Monitor respon pasien terhadap 4. Gagal jantung kiri
Indikator Awal Target efek pengobatan antiaritmia menyebabkan udema di
TTV dbn 2 3 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, paru dan gagal jantung
Dapat mentoleransi 1 3 tekipneu dan ortopneu kanan menyebabkan
aktivitas, tidak ada 8. Anjurkan untuk menurunkan stress udema ekstermitas
kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 5. Mengetahui adanya
Tidak ada edema 1 1 10. Monitor irama jantung kelebihan cairan karena
paru 11. Monitor frekuensi dan irama klien biasanya udema
Tidak ada asites 5 5 pernapasan 6. Mengetahui respon
12. Monitor pola pernapasan abnormal pasien terhadap obat
19
Tidak ada udema 2 2 13. Monitor suhu, warna, dan 7. Udema paru
perifer kelembaban kulit menyebabkan dyspnea
Tidak terjadi 5 5 14. Monitor sianosis perifer 8. Stres menambah berat
penurunan 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari kerja jantung
kesadaran pemberian oksigen 9. Mengetahui kondisi
Tidak ada distensi 5 5 16. Kelola pemberian obat anti aritmia hemodinamik klien
Vena jugularis dan vasodilator 10. Suara jantung tambahan,
Warna kulit normal 1 2 S3, S4
Keterangan : 11. Ronchi basah
1= keluhan ekstrim menunjukan adanya
2= keluhan substansial cairan di pulmo
3= keluhan sedang 12. Dyspnea, cepat dan
4= keluhan ringan dangkal
5= tidak ada keluhan 13. Memungkinkan
terjadinya sianosis
14. Kurang 02 menyebabkan
sianosis perifer
15. Membantu suplai O2 ke
pasien
16. Obat antiaritmia dan
vasodilatator untuk
membantu pengelolaan
kontraktilitas jantung
Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pengeluaran urin, catat 1. Pengeluaran urin mungkin
cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan volume jumlah dan warna saat dimana sedikit dan pekat karena
dengan gangguan cairan pasien stabil dengan kriteria hasil: diuresis terjadi. penurunan perfusi ginjal.
mekanisme 1. Keseimbangan intake dan output Pemantauan urin dengan
regulasi cairan (4). memperhatikan jumlah
2. TTV normal (4). dan warna urin akan
3. BB stabil dan tidak terdapat edema membantu dalam proses
(4).
20
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan
berhubungan selama 3x24 jam, pasien mempunyai pasien, rencanakan dan jadwalkan periode istirahat pasien
dengan kelemahan cukup energi untuk beraktivitas sehingga periode istirahat dan tirah baring serta upaya untuk
umum toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria yang cukup dan adekuat. menurunkan keletihan dan
hasil: kelemahan pasien.
1. TTV normal (4).
2. EKG normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik secara 2. Tahapan-tahapan yang
3. Koordinasi otot, tulang, dan anggota bertahap (ROM, ambulasi dini, cara diberikan membantu
gerak lainnya baik (4). berpindah, dan pemenuhan proses aktivitas secara
4. Pasien melaporkan kemampuan kebutuhan dasar). perlahan dengan
dalam ADL (4). menghemat tenaga namun
tujuan tepat.
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian
kebutuhan dasar. enargi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan
sesuai resep bila pasien menderita mengurangi anemia berat
anemia berat. yang berakibat pada
kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga kemungkinan
setelah latihan aktivitas (Monitor adanya respon abnormal
TTV). dari tubuh sebagai akibat
dari latihan.
Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan keperawatan 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, 1. Meningkatkan nafsu
nutrisi: kurang dari selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan dan makanan yang disukai pasien. makan pasien dan
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria menghindari makanan
b.d faktor hasil: yang alergi.
22
psikologis dan a. Masukan per oral meningkat (5). 2. Kaji TTV pasien secara rutin, status 2. Monitor KU pasien,
ketidakmampuan b. Porsi makan yang disediakan habis mual, muntah, dan bising usus. mengetahui kemampuan
untuk mencerna, (5). pasien dalam memenuhi
menelan, dan c. Masa dan tonus otot baik (5). kebutuhan nutrisi.
mengabsorpsi d. Tidak terjadi penurunan BB (5). 3. Berikan makanan sesuai diet dan 3. Meminimalkan anoreksia
makanan. e. Mual dan muntah tidak ada (5). berikan selagi hangat. dan mengurangi iritasi
gaster.
4. Jelaskan pentingnya makanan untuk 4. Pasien termotivasi untuk
kesembuhan. makan.
5. Anjurkan pasien makan sedikit 5. Meningkatkan
tetapi sering. kenyamanan saat makan.
6. Anjurkan pasien untuk 6. Glukosa dalam
meningkatkan asupan nutrisi yang karbohidrat cukup efektif
adekuat terutama makanan yang untuk pemenuhan energi,
banyak mengandung karbohidrat sedangkan lemak sulit
atau glukosa, protein, dan makanan untuk diserap sehingga
berserat. akan membebani hepar,
protein baik untuk
meningkatkan dan
mempercepat
kesembuhan pasien,
makanan berserat
membantu mencegah
terjadinya konstipasi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 7. Meningkatkan proses
pemberian diet sesuai indikasi. penyembuhan
Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi keterbatasan fisik 1. Mengetahui penyebab
berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan tidak dan kognitif pasien yang dapat pasien mengalami
dengan diplopia, terjadi cedera, dengan kriteria hasil: meningkatkan risiko cedera. risiko cedera.
dan peningkatan 1. Pasien tidak mengeluh pusing (5). 2. Ajarkan pasien untuk 2. Memberikan
intrakranial: kejang meminimalkan cedera, misalnya pengetahuan kepada
23
2. Pasien tidak mengalami cedera ketika ditempat tidur maka pasien sehinggapasien
(5). gunakan side rail, ketika bisa terhindar dari
3. Pasien mampu menjelaskan cara mobilitas dari tempat tidur cedera.
mencegah terjadinya cedera (5) anjurkan untuk dibantu oleh
keluarga atau gunakan tongkat
sebagai pegangan dan jika pasien
pusing anjurkan untuk istirahat
terlebih dahulu.
3. Dampingi pasien dalam 3. Mengantisipasi hal-
melakukan pemenuhan hal yang dapat
kebutuhan ADL. menyebabkan
terjadinya cedera.
4. Anjurkan pasien untuk banyak 4. Sayuran hijau dapat
mengkonsumsi makanan yang menambah darah dan
dapat menambah darah seperti mengobati anemia
sayur-sayuran hijau dan diet serta diet rendah
rendah garam untuk menurunkan garam dapat
tekanan darah, sehingga bisa mengurangi
mengurango pusing. kekambuhan penyakit
hipertensi.
24
DAFTAR PUSTAKA
Arif, M. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2015). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi 4.
Jakarta: EGC
Febriani, Ferra (2014). Laporan Pendahuluan Keperawatan Maternitas Peb (Pre Eklamsi
Berat) Di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Banyuma. Kementerian
Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Program Profesi Ners Purwokerto.
Herdman, T. H. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Johnson, M. M., & Sue M. (2015). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (2016). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sumiati & Dwi F. (2017). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.
Widiastuti, N. P. A. (2017). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/.