Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

PRE EKLAMSI BERAT (PEB)

A. Pengertian
Pre eklamsia merupakan penyakit khas akibat kehamilan yang
memperlihatkan gejala trias (hipertensi, edema, dan proteinuria), kadang-kadang
hanya hipertensi dan edema atau hipertensi dan proteinuria (dua gejala dari trias
dan satu gejala yang harus ada yaitu hipertensi).
Menurut Mansjoer (2014), pre eklamsia merupakan timbulnya hipertensi
disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu
atau segera setelah persalinan.
Pre eklampsia merupakan suatu kondisi spesifik kehamilan dimana
hipertensi terjadi setelah minggu ke-20 pada wanita yang sebelumnya memiliki
tekanan darah normal dan diartikan juga sebagai penyakit vasospastik yang
melibatkan banyak sistem dan ditandai oleh hemokonsentrasi, hipertensi dan
proteinuria (Bobak, Lowdermilk, & Jensen, 2015).
Klasifikasi pre eklamsia dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:
a. Pre eklamsia ringan
Pre eklamsia ringan ditandai dengan:
1) Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring
terlentang; kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih dari tensi baseline (tensi
sebelum kehamilan 20 minggu); dan kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih.
Cara pengukuran sekurang-kurangnya pada 2 kali pemeriksaan dengan jarak
periksa 1 jam, atau berada dalam interval 4-6 jam.
2) Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka; kenaikan berat badan 1 kg atau
lebih dalam seminggu.
3) Proteinuria kuantatif 0,3 gr atau lebih per liter; kualitatif 1 + atau 2 + pada
urin kateter atau midstream (aliran tengah).
b. Pre eklamsia berat
Pre eklamsia berat ditandai dengan:
1) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
2) Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.

1
2

3) Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam .


4) Adanya gangguan serebral atau kesadaran, gangguan visus atau
penglihatan, dan rasa nyeri pada epigastrium.
5) Terdapat edema paru dan sianosis
6) Kadar enzim hati (SGOT, SGPT) meningkat disertai ikterik.
7) Perdarahan pada retina.
8) Trombosit kurang dari 100.000/mm.

B. Etiologi
Penyebab pre-eklampsia belum diketahui secara jelas. Penyakit ini dianggap
sebagai "maladaptation syndrome" akibat penyempitan pembuluh darah secara
umum yang mengakibatkan iskemia plasenta (ari-ari) sehingga berakibat
kurangnya pasokan darah yang membawa nutrisi ke janin. Namun ada beberapa
faktor predisposisi terjadinya pre eklamsia, diantaranya yaitu:
a. Primigravida atau primipara mudab (85%).
b. Grand multigravida
c. Sosial ekonomi rendah.
d. Gizi buruk.
e. Faktor usia (remaja; < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun).
f. Pernah pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya.
g. Hipertensi kronik.
h. Diabetes mellitus.
i. Mola hidatidosa.
j. Pemuaian uterus yang berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan ganda atau
polihidramnion (14-20%).
k. Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan eklamsia (ibu dan saudara
perempuan).
l. Hidrofetalis.
m. Penyakit ginjal kronik.
n. Hiperplasentosis: mola hidatidosa, kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi
besar, dan diabetes mellitus.
o. Obesitas dan Interval antar kehamilan yang jauh.
3

C. Patofisiologi
Pada preeklampsia terdapat penurunan aliran darah. Perubahan ini
menyebabkan prostaglandin plasenta menurun dan mengakibatkan iskemia
uterus. Keadaan iskemia pada uterus, merangsang pelepasan bahan tropoblastik
yaitu akibat hiperoksidase lemak dan pelepasan renin uterus. Bahan tropoblastik
berperan dalam proses terjadinya endotheliosis yang menyebabkan pelepasan
tromboplastin. Tromboplastin yang dilepaskan mengakibatkan pelepasan
tomboksan dan aktivasi/ agregasi trombosit deposisi fibrin. Pelepasan
tromboksan akan menyebabkan terjadinya vasospasme sedangkan
aktivasi/agregasi trombosit deposisi fibrin akan menyebabkan koagulasi
intravaskular yang mengakibatkan perfusi darah menurun dan konsumtif
koagulapati. Konsumtif koagulapati mengakibatkan trombosit dan faktor
pembekuan darah menurun dan menyebabkan gangguan faal hemostasis. Renin
uterus yang di keluarkan akan mengalir bersama darah sampai organ hati dan
bersama- sama angiotensinogen menjadi angiotensin I dan selanjutnya menjadi
angiotensin II. Angiotensin II bersama tromboksan akan menyebabkan terjadinya
vasospasme. Vasospasme menyebabkan lumen arteriol menyempit. Lumen
arteriol yang menyempit menyebabkan lumen hanya dapat dilewati oleh satu sel
darah merah. Tekanan perifer akan meningkat agar oksigen mencukupi
kebutuhan sehingga menyebabkan terjadinya hipertensi. Selain menyebabkan
vasospasme, angiotensin II akan merangsang glandula suprarenal untuk
mengeluarkan aldosteron. Vasospasme bersama dengan koagulasi intravaskular
akan menyebabkan gangguan perfusi darah dan gangguan multi organ.
Gangguan multiorgan terjadi pada organ- oragan tubuh diantaranya otak,
darah, paru- paru, hati/ liver, renal dan plasenta. Pada otak akan dapat
menyebabkan terjadinya edema serebri dan selanjutnya terjadi peningkatan
tekanan intrakranial. Tekanan intrakranial yang meningkat menyebabkan
terjadinya gangguan perfusi serebral, nyeri dan terjadinya kejang sehingga
menimbulkan diagnosa keperawatan risiko cedera. Pada darah akan terjadi
endotheliosis menyebabkan sel darah merah dan pembuluh darah pecah.
Pecahnya pembuluh darah akan menyebabkan terjadinya pendarahan, sedangkan
sel darah merah yang pecah akan menyebabkan terjadinya anemia hemolitik.
4

Pada paru-paru, LADEP akan meningkat menyebabkan terjadinya kongesti vena


pulmonal, perpindahan cairan sehingga akan mengakibatkan terjadinya edema
paru. Edema paru akan menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas. Pada
hati, vasokontriksi pembuluh darah akan menyebabkan gangguan kontraktilitas
miokard sehingga menyebabkan payah jantung dan memunculkan diagnosa
keperawatan penurunan curah jantung. Pada ginjal, akibat pengaruh aldosteron,
terjadi peningkatan reabsorpsi natrium dan menyebabkan retensi cairan dan dapat
menyebabkan terjadinya edema sehingga dapat memunculkan diagnosa
keperawatan kelebihan volume cairan. Selin itu, vasospasme arteriol pada ginjal
akan meyebabkan penurunan GFR dan permeabilitas terhadap protein akan
meningkat. Penurunan GFR tidak diimbangi dengan peningkatan reabsorpsi oleh
tubulus sehingga menyebabkan diuresis menurun sehingga menyebabkan
terjadinya oligouri dan anuri. Oligouri atau anuri akan memunculkan diagnosa
keperawatan gangguan eliminasi urin. Permeabilitas terhadap protein yang
meningkat akan menyebabkan banyak protein akan lolos dari filtrasi glomerulus
dan menyenabkan proteinuria. Pada mata, akan terjadi spasmus arteriola
selanjutnya menyebabkan edema diskus optikus dan retina. Keadaan ini dapat
menyebabkan terjadinya diplopia dan memunculkan diagnosa keperawatan risiko
cedera. Pada plasenta penurunan perfusi akan menyebabkan hipoksia/anoksia
sebagai pemicu timbulnya gangguan pertumbuhan plasenta sehinga dapat
berakibat terjadinya Intra Uterin Growth Retardation serta memunculkan
diagnosa keperawatan risiko gawat janin.
Hipertensi akan merangsang medula oblongata dan sistem saraf
parasimpatis akan meningkat. Peningkatan saraf simpatis mempengaruhi traktus
gastrointestinal dan ekstrimitas. Pada traktus gastrointestinal dapat menyebabkan
terjadinya hipoksia duodenal dan penumpukan ion H menyebabkan HCl
meningkat sehingga dapat menyebabkan nyeri epigastrik. Selanjutnya akan
terjadi akumulasi gas yang meningkat, merangsang mual dan timbulnya muntah
sehingga muncul diagnosa keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh. Pada ektremitas dapat terjadi metabolisme anaerob yang
menyebabkan ATP diproduksi dalam jumlah yang sedikit yaitu 2 ATP dan
pembentukan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dan sedikitnya ATP yang
5

diproduksi akan menimbulkan keadaan cepat lelah, lemah sehingga muncul


diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas. Keadaan hipertensi akan
mengakibatkan seseorang kurang terpajan informasi dan memunculkan diagnosa
keperawatan kurang pengetahuan.
6

D. Pathway

Tekanan darah

Meningkat (140/90 mmHg) Normal

Hamil < 20 minggu Hamil >20 minggu

Hipertensi kronik Superimposed pre eklamsia Kejang (-) Kejang (+)

Faktor predisposisi PE : PRE EKLAMSIA EKLAMSIA


Primigravida atau primipara mudab (85%),
Grand multigravida, Sosial ekonomi
rendah, Gizi buruk., Faktor usia (remaja; <
Penurunan aliran darah
20 tahun dan usia diatas 35 tahun), Pernah
pre eklamsia atau eklamsia sebelumnya,
Hipertensi kronik, Diabetes mellitus, Mola
hidatidosa, Pemuaian uterus yang Prostaglandin plasenta menurun
berlebihan, biasanya akibat dari kehamilan
ganda atau polihidramnion (14-20%),
Riwayat keluarga dengan pre eklamsia dan Iskemia uterus
eklamsia (ibu dan saudara perempuan),
Hidrofetalis, Penyakit ginjal kronik,
Hiperplasentosis: mola hidatidosa,
kehamilan ganda, hidrops fetalis, bayi Hiperoksidase lemak & pelepasan
besar, dan diabetes mellitus, Obesitas, renin uterus
Interval antar kehamilan yang jauh.

Merangsang pengeluaran
Renin+darah  hati Proses endotheliosis
bahan tropoblastik

Renin+angiotensinogen
Merangsang pelepasan tromboplastin

Angiotensin I  Angiotensin II
Merangsang pengeluaran Aktivasi/agregasi trombosit
bahan tromboksan deposisi fibrin

Angiotensin II + tromboksan Vasospasme PD Koagulasi intravaskuler

Lumen arteriol menyempit Penurunan perfusi darah &


konsumtif koagulatif

Hanya 1 SDM yg dpt lewat


Penurunan trombosit &
Tek. Perifer meningkat  faktor pembekuan darah
kompensasi oksigen

Gangguan fisiologis
*HIPERTENSI homeostasis

Gangguan Multi Organ Gangguan perfusi darah


7

Gangguan Multi Organ

Otak Darah Paru Hati Mata

Endotheliosis Penumpukan darah Vasokontriksi PD Spasmus arteriola


Edema serebri
miokard

Peningkatan LAEDP Edema duktus optikus


Peningkatan PD pecah SDM pecah Gangguan kontraktilitas dan retina
tek.intrakranial miokard
Kongesti vena pulmonal
Perdarahan Anemia
hemolitik Diplopia
Risiko Kejang Payah jantung
Proses perpindahan cairan
Ketidakefektifa
karena perbedaan tekanan
n Perfusi Kelemahan Ketidakseimb Risiko Cedera
Risiko
Jaringan Otak angan suplay Penurunan Curah
Cedera
& kebutuhan Timbul edema (gangguan Jantung
O2 fungsi alveoli (ronchi,
rales, takipnea, PaCO2
menurun
Intoleransi
Aktivitas
Gangguan Pertukaran
Gas
8

Gangguan Multi Organ

Ginjal Plasenta Ekstremitas GI Tract

Adanya rangsangan Vasospasme Penurunan perfusi plasenta Metabolisme HCL meningkat


angiotensin II pada arteriol pada ginjal anaerob
gland.suprarenal 
Hipoksia/anoksia Peristaltik turun
aldosteron
ATP diproduksi  2 ATP
Penurunan Peningkatan
Peningkatan GFR permeabilitas Gangguan
reabsorpsi Na protein pertumbuhan Pembentukan
Peningkatan Konsti
plasenta asam laktat
akumulasi gas pasi
Retensi cairan Diuresis >> protein yg
menurun lolos dari Intra Uterine Growth Cepat lelah &
Kembung
filtrasi Retardation (IUGR) lemah
*EDEMA glomerulus
Oliguri/anuri
Kelemahan umum Mual & Muntah Nyeri
Risiko Gawat
Kelebihan Volume
*PROTEINURIA Janin
Cairan Gangguan
Intoleransi Ketidakseimba
Eliminasi
Aktivitas ngan nutrisi:
Urin
kurang dari
kebutuhan
tubuh
9

E. Manifestasi Klinis
Biasanya tanda-tanda pre eklampsia timbul dengan urutan pertambahan
berat badan yang berlebihan, diikuti edema, hipertensi, dan akhirnya
proteinuria. Pada pre eklampsia ringan tidak ditemukan gejala-gejala
subyektif. Sedangkan pada pre eklampsia berat ditemukan gejala subjektif
berupa sakit kepala di daerah frontal, diplopia, penglihatan kabur, nyeri di
daerah epigastrium, dan mual atau muntah. Gejala-gejala ini sering
ditemukan pada pre eklampsia yang meningkat dan merupakan petunjuk
bahwa eklampsia akan timbul. Penegakkan diagnosa pre eklampsia
yaitu adanya 2 gejala di antara trias tanda utama, dimana tanda utamanya
yaitu hipertensi dan 2 tanda yang lain yaitu edema atau proteinuria. Tetapi
dalam praktik medis hanya hipertensi dan proteinuria saja yang dijadikan
sebagai 2 tanda dalam penegakkan diagnosa pre eklamsia.

F. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan pre
eklamsia yaitu sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap dan Apusan Darah
a) Penurunan hemoglobin (nilai rujukan atau kadar normal
hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr%).
b) Hematokrit meningkat (nilai rujukan 37-43 vol%).
c) Trombosit menurun (nilai rujukan 150.000-450.000/mm3)
2) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine.
3) Pemeriksaan Fungsi Hati
a) Bilirubin meningkat (N= < 1 mg/dL).
b) LDH (laktat dehidrogenase) meningkat.
c) Aspartat aminomtransferase (AST) > 60 uL.
d) Serum Glutamat Pirufat Transaminase (SGPT) meningkat (N= 15-
45 u/ml)
10

e) Serum Glutamat Oxaloacetic transaminase (SGOT) meningkat (N=


< 31 u/ml)
f) Total protein serum menurun (N= 6,7 – 8,7 g/dL)
4) Tes Kimia Darah
Asam urat meningkat > 2,7 mg/dL, dimana nilai normalnya yaitu 2,4
– 2,7 mg/dL
b. Pemeriksaan Radiologi
1) Ultrasonografi (USG).
Hasil USG menunjukan bahwa ditemukan retardasi perteumbuhan
janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat,
dan volume cairan ketuban sedikit.
2) Kardiotografi
Hasil pemeriksaan dengan menggunakan kardiotografi menunjukan
bahwa denyut jantung janin lemah.

G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan pre eklamsia
tergantung pada derajat pre eklamsia yang dialami. Namun yang termasuk
komplikasi pre eklamsia antara lain:
a. Komplikasi pada Ibu
1) Eklamsia.
2) Tekanan darah meningkat dan dapat menyebabkan perdarahan otak dan
gagal jantung mendadak yang berakibat pada kematian ibu.
3) Gangguan fungsi hati: Sindrom HELLP (Hemolisis, Elevated, Liver,
Enzymes and Low Plateleted) dan hemolisis yang dapat menyebabkan
ikterik. Sindrom HELLP merupakan singkatan dari hemolisis
(pecahnya sel darah merah), meningkatnya enzim hati, serta rendahnya
jumlah platelet/trombosit darah. HELLP syndrome dapat secara cepat
mengancam kehamilan yang ditandai dengan terjadinya hemolisis,
peningkatan kadar enzim hati, dan hitung trombosit rendah. Gejalanya
yaitu mual, muntah, nyeri kepala, dan nyeri perut bagian kanan atas.
11

4) Solutio plasenta.
5) Hipofebrinogemia yang berakibat perdarahan.
6) Gangguan fungsi ginjal: oligo sampai anuria.
7) Perdarahan atau ablasio retina yang dapat menyebabkan kehilangan
penglihatan untuk sementara.
8) Aspirasi dan edema paru-paru yang dapat mengganggu pernafasan.
9) Cedera fisik karena lidah tergigit, terbentur atau terjatuuh dari tempat
tidur saat serangan kejang.
10) DIC (Disseminated Intravascular Coagulation) atau kelainan
pembekuan darah.
b. Komplikasi pada Janin
1) Hipoksia karena solustio plasenta.
2) Terhambatnya pertumbuhan janin dalam uterus sehingga terjadi
peningkatan angka morbiditas dan mortalitas perinatal.
3) Asfiksia mendadak atau asfiksia neonatorum karena spasme pembuluh
darah dan dapat menyebabkan kematian janin (IUFD).
4) Lahir prematur dengan risiko HMD (Hyalin Membran Disease).

H. Penatalaksanaan
a. Pencegahan atau Tindakan preventif
1) Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu secara teliti,
mengenali tanda-tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu
diberikan pengobatan yang cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih
berat.
2) Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklemsi
kalau ada faktor-faktor predisposisi.
3) Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan,
serta pentingnya mengatur diet rendah garam, lemak, serta
karbohidrat dan tinggi protein, juga menjaga kenaikan berat badan
yang berlebihan
12

b. Penatalaksanaan atau Tindakan kuratif


Tujuan utama penatalaksanaan atau penanganan adalah untuk
mencegah terjadinya pre-eklamsia berlanjut dan eklamsia, sehingga janin
bisa lahir hidup dan sehat serta mencegah trauma pada janin seminimal
mungkin.
1) Penanganan pre eklamsia ringan
Pengobatan hanya bersifat simtomatis dan selain rawat inap, maka
penderita dapat dirawat jalan dengan skema periksa ulang yang lebih
sering, misalnya 2 kali seminggu. Penanganan pada penderita rawat
jalan atau rawat inap adalah dengan istirahat ditempat, diit rendah
garam, dan berikan obat-obatan seperti valium tablet 5 mg dosis 3 kali
sehari atau fenobarbital tablet 30 mg dengan dosis 3 kali 1 sehari.
Diuretika dan obat antihipertensi tidak dianjurkan, karena obat ini
tidak begitu bermanfaat, bahkan bisa menutupi tanda dan gejala pre-
eklampsi berat. Bila gejala masih menetap, penderita tetap dirawat
inap.Monitor keadaan janin : kadar estriol urin, lakukan aminoskopi,
dan ultrasografi, dan sebagainya.Bila keadaan mengizinkan, barulah
dilakukan induksi partus pada usia kehamilan minggu 37 ke atas.
2) Penanganan pre eklamsia berat
a) Pre eklamsia berat pada kehamilan kurang dari 37 minggu.
Jika janin belum menunjukan tanda-tanda maturitas paru-paru
dengan uji kocok dan rasio L/S, maka penanganannya adalah
sebagai berikut:
(1) Berikan suntikan sulfas magnesikus dengan dosis 8 gr
intramuskular kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr
itramuskular selama tidak ada kontraindikasi.
(2) Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas
magnesikus dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai
dicapai kriteria pre-eklamsia ringan kecuali ada
kontraindikasi.
13

(3) Selanjutnya ibu dirawat, diperiksa, dan keadaan janin


dimonitor, serta berat badan ditimbang seperti pada pre
eklamsia ringan, sambil mengawasi timbulnya lagi gejala.
(4) Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan dilakukan
terminasi kehamilan dengan induksi partus atau tindakan lain
tergantung keadaan.
Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksanaan kasus sama seperti pada kehamilan
diatas 37 minggu.
b) Pre eklamsia berat pada kehamilan lebih dari 37 minggu.
(1) Penderita dirawat inap
(a) Istirahat mutlak dan ditempatkan dalam kamar isolasi.
(b) Berikan diet rendah garam dan tinggi protein.
(c) Berikan suntikan sulfas magnesikus 8 gr intramuskular, 4
gr digluteus kanan dan 4 gr digluteus kiri.
(d) Suntikan dapat diulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam.
(e) Syarat pemberian MgSO4 adalah refleks patella positif;
diuresis 100 cc dalam 4 jam terakhir; respirasi 16 kali per
menit, dan harus tersedia antidotumnya yaitu kalsium
glukonas 10% dalam ampul 10 cc.
(f) Infus dekstrosa 5% dan ringer laktat.
(2) Berikan obat anti hipertensif : injeksi katapres 1 ampul IM dan
selanjutnya dapat diberikan tablet katapres 3 kali ½ tablet atau
2 kali ½ tablet sehari.
(3) Diuretika tida diberikan kecuali bila terdapat edema umum,
edema paru dan kegagalan jantung kongestif. Untuk itu dapat
disuntikan 1 ampul IV lasix.
(4) Segera setelah pemberian sulfas magnesikus kedua, dilakukan
induksi partus dengan atau tanpa amniotomi. Untuk induksi
dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam
infus tetes.
14

(5) Kala II harus dipersingkat dengan ekstraksi vakum atau


forceps, jadi ibu dilarang mengedan.
(6) Jangan diberikan methergin postpartum, kecuali bila terjadi
perdarahan yang disebabkan atonia uteri.
(7) Pemberian sulfas magnesikus, kalau tidak ada kontraindikasi,
kemudian diteruskan dengan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24
jam post partum.
(8) Bila ada indikasi obstetrik dilakukan seksio sesarea.
c. Perawatan Mandiri untuk Kasus Pre Eklamsia
1) Aromatherapy : penelitian membuktikan bahwa minyak tertentu dapat
menimbulkan efek pada penurunan tekanan darah dan membantu
relaksasi seperti : levender, kamomile, kenanga, neroli dan cendana.
Tetapi ada juga aromatehrapy yang dapat meningkatkan tekanan darah
diantaranya rosemary, fenel, hyssop dan sage.
2) Pijat : pijat bagian punggung, leher, bahu, kaki, bisa memberikan
ketenangan dan kenyamanan.
3) Shiatsu, tai chi, yoga, dan latihan relaksasi
4) Terapi nutrisi : spesialis nutrisi menganjurkan penggunaan vitamin dan
suplemen mineral, khususnya zinc dan vitamin B6.

I. Pengkajian
a. Data Subjektif
1) Umur biasanya sering terjadi pada primigravida , < 20 tahun atau > 35
tahun
2) Riwayat kesehatan ibu sekarang : terjadi peningkatan tekanan darah,
adanya edema, pusing, nyeri epigastrium, mual, muntah, penglihatan
kabur, pertambahan berat badan yang berlebihan yaitu naik > 1
kg/minggu, pembengkakan ditungkai, muka, dan bagian tubuh lainnya,
dan urin keruh dan atau sedikit (pada pre eklamsia berat < 400 ml/24
jam).
3) Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit ginjal, anemia, vaskuler
esensial, hipertensi kronik, DM.
15

4) Riwayat kehamilan: riwayat kehamilan ganda, mola hidatidosa,


hidramnion serta riwayat kehamilan dengan pre eklamsia atau eklamsia
sebelumnya
5) Pola nutrisi : jenis makanan yang dikonsumsi baik makanan pokok
maupun selingan
6) Psikososial spiritual : Emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan, oleh karenanya perlu kesiapan moril untuk menghadapi
resikonya.

b. Data Objektif
1) Pemeriksaan Fisik
a) Inspeksi : edema yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
b) Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, dan lokasi edema.
c) Perkusi : untuk mengetahui refleks patella sebagai syarat
pemberian SM jika refleks positif.
d) Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress. Selain itu, untuk pre eklamsia ringan tekanan darah pasien
> 140/90 mmHg atau peningkatan sistolik > 30 mmHg dan
diastolik > 15 mmHg dari tekanan biasa (base line level/tekanan
darah sebelum usia kehamilan 20 minggu). Sedangkan untuk pre
eklamsia berat tekanan darah sistolik > 160 mmHg, dan atau
tekanan darah diastolik > 110 mmHg.
2) Pemeriksaan Penunjang
a) Tanda vital yang diukur dalam posisi terbaring atau tidur, diukur 2
kali dengan interval 4-6 jam
b) Laboratorium : proteinuria dengan kateter atau midstream
(biasanya meningkat hingga 0,3 gr/lt atau lebih dan +1 hingga +2
pada skala kualitatif), kadar hematokrit menurun, BJ urine
meningkat, serum kreatinin meningkat, uric acid biasanya > 7
mg/100 ml.
c) Berat badan : peningkatannya lebih dari 1 kg/minggu.
16

d) Tingkat kesadaran: penurunan GCS sebagai tanda adanya kelainan


pada otak.
e) USG: untuk mengetahui keadaan janin.
f) NST: untuk mengetahui kesejahteraan janin.

J. Diagnosa Keperawatan
Menurut Herdman (2012), diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
yaitu sebagai berikut:
a. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pre
eklamsia berat.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi-perfusi akibat
penimbunan cairan paru : adanya edema paru.
c. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload dan
afterload.
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme
regulasi.
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
f. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyebab multipel.
g. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b.d faktor
psikologis dan ketidakmampuan untuk mencerna, menelan, dan
mengabsorpsi makanan.
h. Risiko cedera berhubungan dengan diplopia, dan peningkatan
intrakranial: kejang.
17

K. Rencana Asuhan Keperawatan


Dx Tujuan Intervensi Rasional
Risiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan Neurologic monitoring
ketidakefektifan selama 1 jam diharapkan status 1. Monitor ukuran pupil, bentuk, 1. Klien dengan cedera
perfusi jaringan neurologi membaik dan ketidakefektifan simetris dan reaktifitas pupil kepala akan
otak berhubungan perfusi jaringan serebral teratasi dengan 2. Monitor keadaan klien dengan mempengaruhi reaktivitas
dengan pre indikator: GCS pupil karena pupil diatur
eklamsia berat. NOC: Management neurology 3. Monitor TTV oleh syaraf cranialis
Indikator Awal Target 4. Monitor status respirasi: 2. Mengetahui penurunan
Status neurologi: 2 3 ABClevels, pola nafas, kesadaran klien
syaraf sensorik dan kedalaman nafas, RR 3. Memantau kondisi
motorik dbn 5. Monitor reflek muntah hemodinamik klien
Ukuran pupil 4 4 6. Monitor pergerakan otot 4. Mengetahui kondisi
Pulil reaktif 3 4 7. Monitor tremor pernafasan klien
Pola pergerakan 3 4 8. Monitor reflek babinski 5. Peningkatan TIK
mata 9. Identifikasi kondisi gawat 6. Memonitor kelemahan
Pola nafas 3 5 darurat pada pasien. 7. Memonitor persyarafan di
TTV dalam batas 3 4 10. Monitor tanda peningkatan perifer
normal tekanan intrakranial 8. Reflek babinsky (+)
Pola istirahat dan 3 4 11. Kolaborasi dengan dokter jika menunjukan adanya
tidur terjadi perubahan kondisi pada perdarahan otak
Tidak muntah 5 5 klien 9. Peningkatan TIK dengan
Tidak gelisah 3 4 tanda muntah proyektil,
Keterangan : kejang, penurunan
1= keluhan ekstrim kesadaran
2= keluhan substansial
3= keluhan sedang
4= keluhan ringan
5= tidak ada keluhan
18

Gangguan Setelah dilakukan tindakan keperawatan NIC: Airway management


pertukaran gas 3x24 jam, status respiratori: pertukaran a. Posisikan klien untuk a. Untuk mempermudah
berhubungan gas dengan indikator: memaksimalkan potensi pertukaran gas
dengan ventilasi- 1. Status mental dalam batas normal ventilasinya.
perfusi akibat (5) b. Identifikasi kebutuhan klien akan b. Untuk memantau kondisi
penimbunan cairan 2. Dapat melakukan napas dalam (5) insersi jalan nafas baik aktual jalan nafas klien
paru : adanya 3. Tidak terlihat sianosis (5) maupun potensial.
edema paru. 4. Tidak mengalami somnolen (4) c. Lakukan terapi fisik dada c. Untuk mengeluarkan
5. PaO2 dalam rentang normal (4) sputum
6. pH arteri normal (4) d. Auskultasi suara nafas, tandai area d. Memantau kondisi
7. ventilasi-perfusi dalam kondisi penurunan atau hilangnya ventilasi pernafasan klien
seimbang (4) dan adanya bunyi tambahan
e. Monitor status pernafasan dan e. Memantau kondisi klien
oksigenasi, sesuai kebutuhan

Penurunan curah Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Evaluasi adanya nyeri dada 1. Menunjukan jantung
jantung selama 3x24 jam diharapkan penurunan 2. Catat adanya disritmia jantung dalam kondisi abnormal
berhubungan curah jantung teratasi dengan indikator: 3. Catat adanya tanda dan gejala 2. Takikardi, bradikardi
dengan perubahan NOC: penurunan cardiac putput 3. Tanda dan gejala
preload dan - Cardiac Pump effectiveness 4. Monitor status pernafasan yang penurunan cardiac output
afterload. - Circulation Status menandakan gagal jantung : pucat, akral dingin,
- Vital Sign Status 5. Monitor balance cairan udema ekstermitas
- Tissue perfusion: perifer 6. Monitor respon pasien terhadap 4. Gagal jantung kiri
Indikator Awal Target efek pengobatan antiaritmia menyebabkan udema di
TTV dbn 2 3 7. Monitor adanya dyspneu, fatigue, paru dan gagal jantung
Dapat mentoleransi 1 3 tekipneu dan ortopneu kanan menyebabkan
aktivitas, tidak ada 8. Anjurkan untuk menurunkan stress udema ekstermitas
kelelahan 9. Monitor TD, nadi, suhu, dan RR 5. Mengetahui adanya
Tidak ada edema 1 1 10. Monitor irama jantung kelebihan cairan karena
paru 11. Monitor frekuensi dan irama klien biasanya udema
Tidak ada asites 5 5 pernapasan 6. Mengetahui respon
12. Monitor pola pernapasan abnormal pasien terhadap obat
19

Tidak ada udema 2 2 13. Monitor suhu, warna, dan 7. Udema paru
perifer kelembaban kulit menyebabkan dyspnea
Tidak terjadi 5 5 14. Monitor sianosis perifer 8. Stres menambah berat
penurunan 15. Jelaskan pada pasien tujuan dari kerja jantung
kesadaran pemberian oksigen 9. Mengetahui kondisi
Tidak ada distensi 5 5 16. Kelola pemberian obat anti aritmia hemodinamik klien
Vena jugularis dan vasodilator 10. Suara jantung tambahan,
Warna kulit normal 1 2 S3, S4
Keterangan : 11. Ronchi basah
1= keluhan ekstrim menunjukan adanya
2= keluhan substansial cairan di pulmo
3= keluhan sedang 12. Dyspnea, cepat dan
4= keluhan ringan dangkal
5= tidak ada keluhan 13. Memungkinkan
terjadinya sianosis
14. Kurang 02 menyebabkan
sianosis perifer
15. Membantu suplai O2 ke
pasien
16. Obat antiaritmia dan
vasodilatator untuk
membantu pengelolaan
kontraktilitas jantung

Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Monitor pengeluaran urin, catat 1. Pengeluaran urin mungkin
cairan berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan volume jumlah dan warna saat dimana sedikit dan pekat karena
dengan gangguan cairan pasien stabil dengan kriteria hasil: diuresis terjadi. penurunan perfusi ginjal.
mekanisme 1. Keseimbangan intake dan output Pemantauan urin dengan
regulasi cairan (4). memperhatikan jumlah
2. TTV normal (4). dan warna urin akan
3. BB stabil dan tidak terdapat edema membantu dalam proses
(4).
20

4. Menyatakan pemahaman tentang penentuan diagnosa


pembatasan cairan individual (5). 2. Monitor dan hitung intake dan pasien.
output cairan selama 24 jam. 2. Pemantauan intake dan
output cairan membantu
dalam proses penentuan
keseimbangan cairan dan
3. Pertahankan duduk atau tirah baring elektrolit pasien.
dengan posisi semifowler atau posisi 3. Posisi duduk atau tirah
yang nyaman bagi pasien selama baring dengan posisi
fase akut. semifowler dapat
meningkatkan filtrasi
ginjal dan menurunkan
produksi ADH sehingga
4. Monitor TTV terutama TD dan CVP meningkatkan diuresis.
(bila ada). 4. Hipertensi dan
peningkatan CVP
menunjukkan kelebihan
cairan dan dapat
menunjukkan kongesti
5. Monitor rehidrasi cairan dan batasi paru serta gagal jantung.
asupan cairan. 5. Pemantauan dan
pembatasan cairan akan
menentukan BB ideal,
keluaran urin, dan respon
6. Timbang berat badan setiap hari jika terhadap terapi.
memungkinkan dan amati turgor 6. Berat badan, turgor kulit,
kulit serta adanya edema. dan adanya edema
mempengaruhi kondisi
7. Kolaborasi pemberian medikasi cairan dalam tubuh.
seperti pemberian diuretik: 7. Diuretik bertujuan untuk
furosemid, spironolacton, dan menurunkan volume
hidronolacton. plasma dan menurunkan
21

retensi cairan dijaringan


sehingga menurunkan
risiko terjadinya edema.

Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Kaji aktivitas dan periode istirahat 1. Mengetahui aktivitas dan
berhubungan selama 3x24 jam, pasien mempunyai pasien, rencanakan dan jadwalkan periode istirahat pasien
dengan kelemahan cukup energi untuk beraktivitas sehingga periode istirahat dan tirah baring serta upaya untuk
umum toleran terhadap aktivitas, dengan kriteria yang cukup dan adekuat. menurunkan keletihan dan
hasil: kelemahan pasien.
1. TTV normal (4).
2. EKG normal (4). 2. Berikan latihan aktivitas fisik secara 2. Tahapan-tahapan yang
3. Koordinasi otot, tulang, dan anggota bertahap (ROM, ambulasi dini, cara diberikan membantu
gerak lainnya baik (4). berpindah, dan pemenuhan proses aktivitas secara
4. Pasien melaporkan kemampuan kebutuhan dasar). perlahan dengan
dalam ADL (4). menghemat tenaga namun
tujuan tepat.
3. Bantu pasien dalam memenuhi 3. Mengurangi pemakaian
kebutuhan dasar. enargi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
4. Lakukan terapi komponen darah 4. Mencegah dan
sesuai resep bila pasien menderita mengurangi anemia berat
anemia berat. yang berakibat pada
kelemahan.
5. Kaji aktivitas dan respon pasien 5. Menjaga kemungkinan
setelah latihan aktivitas (Monitor adanya respon abnormal
TTV). dari tubuh sebagai akibat
dari latihan.

Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tidakan keperawatan 1. Kaji pola makan, kebiasaan makan, 1. Meningkatkan nafsu
nutrisi: kurang dari selama 3x24 jam diharapkan kebutuhan dan makanan yang disukai pasien. makan pasien dan
kebutuhan tubuh nutrisi pasien terpenuhi dengan kriteria menghindari makanan
b.d faktor hasil: yang alergi.
22

psikologis dan a. Masukan per oral meningkat (5). 2. Kaji TTV pasien secara rutin, status 2. Monitor KU pasien,
ketidakmampuan b. Porsi makan yang disediakan habis mual, muntah, dan bising usus. mengetahui kemampuan
untuk mencerna, (5). pasien dalam memenuhi
menelan, dan c. Masa dan tonus otot baik (5). kebutuhan nutrisi.
mengabsorpsi d. Tidak terjadi penurunan BB (5). 3. Berikan makanan sesuai diet dan 3. Meminimalkan anoreksia
makanan. e. Mual dan muntah tidak ada (5). berikan selagi hangat. dan mengurangi iritasi
gaster.
4. Jelaskan pentingnya makanan untuk 4. Pasien termotivasi untuk
kesembuhan. makan.
5. Anjurkan pasien makan sedikit 5. Meningkatkan
tetapi sering. kenyamanan saat makan.
6. Anjurkan pasien untuk 6. Glukosa dalam
meningkatkan asupan nutrisi yang karbohidrat cukup efektif
adekuat terutama makanan yang untuk pemenuhan energi,
banyak mengandung karbohidrat sedangkan lemak sulit
atau glukosa, protein, dan makanan untuk diserap sehingga
berserat. akan membebani hepar,
protein baik untuk
meningkatkan dan
mempercepat
kesembuhan pasien,
makanan berserat
membantu mencegah
terjadinya konstipasi.
7. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 7. Meningkatkan proses
pemberian diet sesuai indikasi. penyembuhan

Risiko cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Identifikasi keterbatasan fisik 1. Mengetahui penyebab
berhubungan selama 3x24 jam, diharapkan tidak dan kognitif pasien yang dapat pasien mengalami
dengan diplopia, terjadi cedera, dengan kriteria hasil: meningkatkan risiko cedera. risiko cedera.
dan peningkatan 1. Pasien tidak mengeluh pusing (5). 2. Ajarkan pasien untuk 2. Memberikan
intrakranial: kejang meminimalkan cedera, misalnya pengetahuan kepada
23

2. Pasien tidak mengalami cedera ketika ditempat tidur maka pasien sehinggapasien
(5). gunakan side rail, ketika bisa terhindar dari
3. Pasien mampu menjelaskan cara mobilitas dari tempat tidur cedera.
mencegah terjadinya cedera (5) anjurkan untuk dibantu oleh
keluarga atau gunakan tongkat
sebagai pegangan dan jika pasien
pusing anjurkan untuk istirahat
terlebih dahulu.
3. Dampingi pasien dalam 3. Mengantisipasi hal-
melakukan pemenuhan hal yang dapat
kebutuhan ADL. menyebabkan
terjadinya cedera.
4. Anjurkan pasien untuk banyak 4. Sayuran hijau dapat
mengkonsumsi makanan yang menambah darah dan
dapat menambah darah seperti mengobati anemia
sayur-sayuran hijau dan diet serta diet rendah
rendah garam untuk menurunkan garam dapat
tekanan darah, sehingga bisa mengurangi
mengurango pusing. kekambuhan penyakit
hipertensi.
24

DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. (2014). Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius.
Bobak, I.M., Deitra L.L., & Margaret D. J. (2015). Buku ajar keperawatan maternitas, Edisi 4.
Jakarta: EGC
Febriani, Ferra (2014). Laporan Pendahuluan Keperawatan Maternitas Peb (Pre Eklamsi
Berat) Di Ruang Anggrek Rumah Sakit Umum Daerah Banyuma. Kementerian
Pendidikan Nasional Universitas Jenderal Soedirman Fakultas Kedokteran Dan Ilmu-
Ilmu Kesehatan Jurusan Keperawatan Program Profesi Ners Purwokerto.
Herdman, T. H. (2015). Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta:
EGC.
Johnson, M. M., & Sue M. (2015). Nursing outcame clasification. Philadelphia: Mosby.
McCloskey & Gloria M.B. (2016). Nursing Intervention Clasification. USA: Mosby.
Prawirohardjo, S. (2016). Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Sumiati & Dwi F. (2017). “Hubungan obesitas terhadap pre eklamsia pada kehamilan di RSU
Haji Surabaya”. Embrio, Jurnal Kebidanan, Vol 1, No.2, Hal. 21-24.
Widiastuti, N. P. A. (2017). “Asuhan keperawatan pre eklamsia”.
http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/12/03/askep-preeklampsia/.

Anda mungkin juga menyukai