Disusun oleh :
Kelompok 4
1. M. Robieth (10215008)
2. Efi Rulli Guswati (10215009)
3. Yessi Elita (10215016)
4. Resa Valentina (10215017)
5. Yunita Sari (10215025)
6. Shinta Putri Gitayu (10215026)
7. Kartika Dwi Pratiwi (10215038)
8. Dewi Churany (10215040)
9. Binti Nur Ainun Marifah (10215049)
10. Siti Fatimah (10215049)
A. Pelaksanaan Kegiatan
1. Topik : Pengertian dan Pengobatan Kusta
2. Sasaran : Mahasiswa S1-Keperawatan tingkat 4 IIK Bhakti Wiyata
3. Metode : Ceramah dan Tanya jawab
4. Media : Ms. Powerpoint, Leaflet dan Pamflet
5. Waktu dan tempat :
a. Hari : Rabu
b. Tanggal : 17 Oktober 2018
c. Jam : 07:50 WIB - selesai.
d. Waktu : 30 menit
e. Tempat : IIK Bhakti Wiyata Kediri
B. Latar Belakang
Permasalahan penyakit kusta ini bila dikaji secara mendalam merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan permasalahan kemanusiaan seutuhnya. Masalah
yang dihadapi penderita bukan hanya dari medis saja tetapi juga adanya masalah psikososial
sebagai akibat penyakitnya. Dalam keadaan ini masyarakat berupaya menghindari penderita.
Sebagai akibat dari masalah tersebut akan mempunyai efek atau pengaruh terhadap
kehidupan bangsa dan negara, karena masalah-masalah tersebut dapat mengakibatkan
penderita kusta menjadi tuna sosial, tuna wisma, tuna karya dan ada kemungkinan mengarah
untuk melakukan kejahatan atau gangguan di lingkungan masyarakat.
Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk mencegah terjadinya
penyakit, menurunkan angka kesakitan dan angka kematian serta mencegah akibat buruk
lebih lanjut sehingga memungkinkan tidak lagi menjadi masalah kesehatan masyarakat.
Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang masih merupakan masalah nasional
kesehatan masyarakat, dimana beberapa daerah di Indonesia prevalens rate masih tinggi dan
permasalahan yang ditimbulkan sangat komplek. Masalah yang dimaksud bukan saja dari
segi medis tetapi meluas sampai masalah sosial ekonomi, budaya, keamanan dan ketahanan
sosial.
Pada umumnya penyakit kusta terdapat di negara yang sedang berkembang, dan
sebagian besar penderitanya adalah dari golongan ekonomi lemah. Hal ini sebagai akibat
keterbatasan kemampuan negara tersebut dalam memberikan pelayanan yang memadai di
bidang kesehatan, pendidikan, kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. Di Indonesia
pengobatan dari perawatan penderita kusta secara terintegrasi dengan unit pelayanan
kesehatan.
Dampak sosial terhadap penyakit kusta ini sedemikian besarnya, sehingga
menimbulkan keresahan yang sangat mendalam. Tidak hanya pada penderita sendiri, tetapi
pada keluarganya, masyarakat dan negara. Hal ini yang mendasari konsep perilaku
penerimaan penderita terhadap penyakitnya, dimana untuk kondisi ini penderita masih
banyak menganggap bahwa penyakit kusta merupakan penyakit menular, tidak dapat diobati,
penyakit keturunan, kutukan Tuhan, najis dan menyebabkan kecacatan. Akibat anggapan
yang salah ini penderita kusta merasa putus asa sehingga tidak tekun untuk berobat. Hal ini
dapat dibuktikan dengan kenyataan bahwa penyakit mempunyai kedudukan yang khusus
diantara penyakit-penyakit lain. Hal ini disebabkan oleh karena adanya leprophobia (rasa
takut yang berlebihan terhadap kusta). Leprophobia ini timbul karena pengertian penyebab
penyakit kusta yang salah dan cacat yang ditimbulkan sangat menakutkan. Dari sudut
pengalaman nilai budaya sehubungan dengan upaya pengendalian leprophobia yang
bermanifestasi sebagai rasa jijik dan takut pada penderita kusta tanpa alasan yang rasional.
Terdapat kecenderungan bahwa masalah kusta telah beralih dari masalah kesehatan ke
masalah sosial.
Leprophobia masih tetap berurat akar dalam seleruh lapisan masalah masyarakat
karena dipengaruhi oleh segi agama, sosial, budaya dan dihantui dengan kepercayaan
takhyul. Fhobia kusta tidak hanya ada di kalangan masyarakat jelata, tetapi tidak sedikit
dokter-dokter yang belum mempunyai pendidikan objektif terhadap penyakit kusta dan masih
takut terhadap penyakit kusta. Selama masyarakat kita, terlebih lagi para dokter masih terlalu
takut dan menjauhkan penderita kusta, sudah tentu hal ini akan merupakan hambatan
terhadap usaha penanggulangan penyakit kusta. Akibat adanya phobia ini, maka tidak
mengherankan apabila penderita diperlakukan secara tidak manusiawi di kalangan
masyarakat.
B. Tujuan instruksional
a. Tujuan umum :
Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan klien dan keluarganya mampu
memahami tentang pengertian dan pengobatan kusta.
b. Tujuan khusus :
Setelah mengikuti proses penyuluhan diharapkan klien dan keluarganya mampu
memahami:
1. Penyebab kusta
2. Tanda dan gejala kusta
3. Cara pencegahan kusta
4. Pengobatan terhadap kusta
D. Pengorganisasian
a. Penyaji : M. Robieth, Siti Fatimah (2 orang)
b. Moderator : Yessi Elita (1 orang)
c. Notulen : Binti Nur Ainun Marifah (1 orang)
d. Dokumentasi : Shinta Putri Gitayu (1 orang)
e. Fasilitator : Kartika, Dewi Chur, Yunita (3 orang)
f. Observer : Efi, Resa (2 orang)
E. Kegiatan Penyuluhan
F. Evaluasi
1. Evaluasi proses :
a. Peserta diharapkan datang tepat waktu di acara penyuluhan.
:.....................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
b. Peserta diharapkan tertib serta tetap tenang saat materi penyuluhan dipaparkan.
:.....................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
c. Peserta diharapkan aktif bertanya dan memahami mengenai Katarak.
:.....................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
d. Acara penyuluhan diharapkan tepat waktu dan berjalan lancar.
:.....................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
......................................................................................................................
2. Pertanyaan :
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
..........................................................................................................................
G. Lampiran
- Lampiran 1 : Daftar Hadir
- Lampiran 2 : Materi
- Lampiran 3 : Leatflet
Daftar Hadir
MATERI KUSTA
A. Pengertian Kusta
Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Microbacterium
lepra (M. Leprae). Yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya
menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernafasan bagian atas sistem retikulo
endothelial, mata, otot, tulang dan testis (Amirudin. M.D, 2000).
Penyakit kusta adalah penyakit menular menahun dan disebabkan oleh kuman kusta
(Microbacterium Lepra) yang menyerang kulit, saraf tepi, dan jaringan tubuh lain kecuali
susunan saraf pusat, untuk mendiagnosanya dengan mencari kelainan-kelainan yang
berhubungan dengan gangguan saraf tepid an kelainan-kelainan yang tampak pada kulit
(Depkes, 2005).
B. Klasifikasi Kusta
Klasifikasi penyakit kusta menurut Depkes (2006) yaitu dibagi menjadi tipe
paucibacillary (PB) dan multibacillary (MB). Tipe paucibacillary atau tipe kering memiliki
ciri bercak atau makula dengan warna keputihan, ukurannya kecil dan besar, batas tegas,
dan terdapat di satu atau beberapa tempat di badan (pipi,punggung, dada, ketiak, lengan,
pinggang, pantat, paha, betis atau pada punggung kaki ), dan permukaan bercak tidak
berkeringat. Kusta tipe ini jarang menular tetapi apabila tidak segera diobati menyebabkan
kecacatan (Sofianty, 2009).
Tipe yang kedua yaitu multibacillary atau tipe basah memiliki ciri-ciri berwarna
kemerahan, tersebar merata diseluruh badan, kulit tidak terlalu kasar, batas makula tidak
begitu jelas, terjadi penebalan kulit dengan warna kemerahan, dan tanda awal terdapat
pada telinga dan wajah (Hiswani, 2001).
C. Penyebab Kusta
Penyebab penyakit kusta adalah Mycobacterium leprae (sering disebut hansen),
ditemukan oleh GH. A. Hansen (Norwegia) tahun 1987. Mycobacterium leprae bersifat
tahan asam, bentuk batang, ukuran panjang 1-2 mikron, lebar 0.2-0.5 mikron. Hidup
dalam jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat ditumbuhkan dalam media muatan.
Mycobacterium merupakan parasit obligat intraselular, terutama pada makrofag disekitar
pembuluh darah superfisial yang terletak pada dermis atau sel schwan di jaringan saraf.
Kuman Mycobacterium leprae menular kepada manusia melalui kontak langsung
dengan penderita dan melalui pernapasan, kemudia membelah dalam jangka 12-14 hari
dengan masa inkubasi rata-rata hingga 2-5 tahun. Setelah lima tahun tanda-tanda
seseorang menderita penyakit kusta mulai muncul antar lain kulit mengalami bercak putih,
merah, rasa kesemutan bagian anggota tubuh hingga tidak berfungsi sebagaimana
fungsinya
Faktor resiko tinggi seseorang terkena kusta adalah sebagai berikut :
a. Mereka yang tinggal di daerah endemik edengan kondisi yang buruk seperti tempat
tidur yang tidak memadai, air yang tidak bersih, asupan gizi buruk, dan adanya
penyertaan penyakit lain seperti HIV yang dapat menekan sistem imun.
b. Jenis kelamin, pria memiliki tingkar terkena kusta dua kali lebih tinggi dari wanita.
c. Umur, Kusta diketahui terjadi pada semua umur mulai bayi sampai umur tua (3 minggu
sampai lebih dari 70 tahun), namun yang terbanyak adalah pada umur muda dan
produktif. Berdasarkan penelitian di RSK Sitanala Tangerang oleh Tarusaraya dkk
(1996), dinyatakan bahwa dari 1153 responden diperoleh hasil bahwa kecacatan lebih
banyak terjadi pada usia prosuktif 19-55 tahun (76,1%).
d. Penyakit kusta kebanyakan terdapat di daerah tropis dan subtropis yang panas dan
lembap, kemungkinan karena perkembangbiakan bakteri sesuai dengan iklim tersebut.
e. Faktor kebersihan individu sangat berpengaruh terhadap penyakit ini.
E. Pencegahan Kusta
Upaya Pencegahan Penularan Kusta :
a) Segera melakukan pengobatan sejak dini secara rutin terhadap penderita kusta, agar
bakteri yang dibawa tidak dapat lagi menularkan pada orang lain.
b) Menghindari atau mengurangi kontak fisik dengan jangka waktu yang lama
c) Meningkatkan kebersihan diri dan kebersihan lingkungan
d) Meningkatkan atau menjaga daya tahan tubuh, dengan cara berolahraga dan
meningkatkan pemenuhan nutrisi.
e) Tidak bertukar pakaian dengan penderita, karena basil bakteri juga terdapat pada
kelenjar keringat
f) Memisahkan alat-alat makan dan kamar mandi penderita kusta
g) Untuk penderita kusta, usahakan tidak meludah sembarangan, karena basil bakteri
masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet
h) Isolasi pada penderita kusta yang belum mendapatkan pengobatan. Untuk penderita
yang sudah mendapatkan pengobatan tidak menularkan penyakitnya pada orang lain.
i) Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta.
j) Melakukan penyuluhan terhadap masyarakat mengenai mekanisme penularan kusta
F. Pengobatan Kusta
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam masa pengobatan kusta antara lain : penderita harus
minum obat secara teratur sampai dinyatakan sembuh, penderita mendapat pengobatan
MDT (Multi Drug Treatment) di puskesmas secara gratis dan lama pengobatan 6 – 9 bulan
pada penderita kusta tipe PB dan 12 – 18 bulan pada penderita kusta tipe MB (Multi
Basiler).
Regimen pengobatan mengikuti rekomendasi dari WHO yaitu :
1. MDT untuk kusta PB 1
Regimen obat kusta PB 1 pada penderita dewasa dengan berat badan 50–70 kg
menggunakan rifamppicin 600 mg, ofloxasin 400 mg, minocyclin 100 mg, pada
penderita anak umur kurang dari 5 – 14 tahun menggunakan rifampicin 300 mg,
ofloxasin 200 mg, minocyclin 50 mg dan pada penderita anak umur kurang dari 5 tahun
dan ibu hamil tidak diberi Rifampicin Ofloxasin Minocyclin ( ROM ).
Pemberian obat sekali saja langsung Relies From Treatmen ( RFT), bila obat-obat ini
belum datang dari WHO maka sementara semua kasus PB 1 diobati selama 6 bulan
dengan regimen PB 2–5. lesi satu dengan pembesaran syaraf diberikan regimen PB 2–5
2. MDT untuk kusta PB 2 – 5
Regimen obat kusta PB 2 – 5 terdiri dari 2 macam obat yaitu Rifampicin dan Dapsone
atau DDS (Diamino Diphenyl sulfon).
a) Hari ke 1 : Obat diberikan dan diminum di puskesmas dengan pengawasan petugas
puskesmas terdiri dari 2 kapsul : Rifampicin 300 mg dan 1 tablet DDS 100 mg.
b) Hari ke 2 : Obat diteruskan selama sebulan ( 28 hari ) obat dibawa pulang dan
ditelan setiap hari di rumah yaitu tablet DDS 100 mg. Setelah selesai minum obat
sesuai dengan jumlah dosis dan batas waktu yang ditentukan, tanpa pemeriksaan
laboratorium penderita dinyatakan RFT dan diawasi selama 2 tahun pada kusta tipe
MB. Pada penderita kusta yang terlambat diobati dengan obat MDT dapat
menimbulkan kecacatan seperti jari-jari tangan atau kaki terjadi pemendekan atau
kontraktur, tangan lunglai, kaki simper (lumpuh lunglai ) dan kebutaan.
Penderita yang beresiko terjadi kecacatan adalah penderita yang terlambat
ditemukan dan terlambat diobati dengan kombinasi MDT (Multi Drug Treatment),
penderita dengan reaksi terutama reaksi refersal dan penderita dengan banyak bercak
dikulit terletak didekat saraf.
DAFTAR PUSTAKA
Amiruddin, M.D. 2000. Penyakit Kusta. Dalam Harahap, M. (ed). Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta :
Hipokrates.
Depkes RI, 2005; Undang-Undang Republik Indonesia Nomor : 23 tahun 2005 Tentang Kesehatan;
Jakarta; Hal 1. Fisioterapi Indonesia; Jakarta; Hal.5.
Depkes RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia.
Jakarta: Depkes RI.
Dinas Kesehatan RI. (2012). Petunjuk Operasional Program P2 Kusta Tahun 2012
Kabupaten Bojonegoro. Bojonegoro, Tidak Dipublikasikan
Hiswani. 2001. Penyuluhan Kesehatan pada Penderita Diabetes Mellitus. USU Repository 2006.
Available from : http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-hiswani3.pdf. (Accesed 19
April 2016)
Zulkifli. Penyakit Kusta dan Masalah yang Ditimbulkannya.2003. Diakses 15 Oktober 2018.
http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-zulkifli2.pdf