“Tawa untuk Merubah Tekanan Darah pada Lansia Penderita
Hipertensi”
Puspa Yunita
ppayta27@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan terapi komplementer untuk
mengatasi masalah kesehatan pada lansia. Adapapun yang melatarbelakangi penulisan ini adalah dikarenakan Indonesia sekarang telah memasuki era aging population dimana populasi lansia yang ada semakin bertambah dan persentasenya semakin meningkat tiap tahunnya. Prevalensi penyakit lansia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini dikarenakan kerentanan terhadap penyakit dan meningkatnya disabilitas seiring dengan meningkatnya usia. Dikutip dari data RISKESDAS tahun 2018, salah satu penyakit yang paling banyak diderita lansia ialah hipertensi. Untuk mengatasi masalah tersebut yang dapat dilakukan yakni dengan memeriksakan lansia pada layanan kesehatan dan akan diberikannya terapi farmakologis berupa obat. Tetapi semakin banyak obat yang konsumsi oleh tubuh dapat menimbulkan efek yang lebih serius pada organ ginjal. Sedang hangat dibicaran pengobatan-pengobatan herbal dan juga terapi yang sangat baik untuk mengatasi hipertensi. Salah satu terapi komplementer yang dapat dilakukan terhadap fenomena ini ialah terapi tawa. Selain tidak memerlukan biaya terapi ini juga sangat mudah dilakukan dan tidak menimbulkan efek samping. Terapi ini bahkan dapat memberikan efek senang sehingga dapat memperpanjang umur lansia, sehingga kualitas hidupnya meningkat. Hal tersebut sangat berpengaruh bagi kesehatan lansia yang menderita hipertensi untuk mengatasi tekanan darahnya yang tinggi akibat berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Menurunnya fungsi organ tersebut dapat diakibatkan oleh kurangnya aktifitas yang dilakukan oleh lansia yang dikarenakan kertebatasan. Tertawa dapat mengasilkan hormon endorphin yang dapat diserap oleh pembuluh darah yang akhirnya membuat elastisitas pembuluh darah tersebut menjadi meningkat dan aliran darah menjadi lancar kembali, sehingga peningkatan pembuluh darah tidak terjadi. Kata kunci: lansia, tekanan darah, terapi tawa. Saat ini kita telah memasuki era aging population, dimana terjadi peningkatan umur harapan hidup dan diikuti dengan peningkat jumlah lansia. Menurut data UHH Indonesia mengalami peningkatan jumlah penduduk lansia dari 18 juta jiwa (7,56%) pada tahun 2010, meningkat menjadi 25,9 juta jiwa (9,7%) pada tahun 2019 dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2035 menjadi 48,2 juta jiwa (15,77%) (Kemenkes RI, 2019). Sedangkan di kota Palembang UHH tahun 2010-2020 sebesar 73,81% (BPS Kota Palembang, 2018). Berdasarkan data RISKESDAS tahun 2018, penyakit yang paling banyak di derita oleh lansia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) (Kemenkes RI, 2019). Hipertensi merupakan salah satu penyakit tidak menular yang paling banyak dijumpai, karena penyakit ini diderita oleh siapa saja, baik pria maupun wanita, serta pada golongan apa saja, baik golongan lansia, dewasa maupun golongan muda. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah di dalam pembuluh darah arteri. Tekanan darah merupakan gaya yang dihasilkan oleh aliran darah didalam pembuluh darah arteri ketika darah dipompa dari jantung keseluruh tubuh. Aliran darah yang cepat atau tinggi dapat menimbulkan hipertensi. Pada lansia, mengecilnya pembuluh darah arteri dapat memicu terjadinya peningkatan aliran darah di sepanjang arteri dan menyebabkan hipertensi. Seseorang dapat dikatakan hipertensi jika pada tekanan darah sistoliknya ≥ 140 mmHg dan tekanan diastolik ≥ 90 mmHg atau lebih (Asikin, 2016). Tekanan darah tinggi (hipertensi) juga sering disebut sebagai “sillent killer” karena penyakit ini terkadang tidak menimbulkan tanda dan gejala pada penderita, tetapi dapat menyebabkan kematian secara mendadak. Tanpa disadari penyakit ini menimbulkan komplikasi pada organ-organ vital seperti jantung, otak, dan ginjal (Depkes, 2013). Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang dapat menimbulkan komplikasi berbagai penyakit tidak meular lainnya seperti infark miokard, stoke, dan gagal ginjal. Bahkan hipertensi dapat menyebabkan seseorang mengalami kematian (Nurhusna, et al, 2018). Menurut WHO 2011, 1 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan oleh WHO dimana jumlah penderita hipertensi tidak terkontrol di dunia terus meningkat dari tahun 1980 dengan jumlah 600 juta jiwa dan akan meningkat kurang lebih 1 miliar di tahun 2008 (WHO, 2013). Pravelensi hipertensi juga diprediksi akan terus meningkat tajam pada tahun 2025. Dimana pada tahun 2025 diperkirakan sebanyak 29% orang di dunia akan menderita hipertensi dimana usia orang tersebut masuk kedalam kategori dewasa. Peningkatan hipertensi ini menyebabkan kematian sebanyak 7,5 juta jiwa, sekitar 12,8 % dari total semua kematian (WHO, 2013). Menurut WHO 2/3 dari jumlah kejadian hipertensi terjadi di negara berkembang, salah satunya di negara Indonesia. Menurut Apriyani, 2012 penderita Hipertensi di Indonesia kurang lebih sebanyak 20 juta jiwa dengan persentase 31,76%. Sedangkan prevalensi hipertensi menurut Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 mencapai angka 25,8% dengan 45,9% pada usia 55- 64 tahun, 57,65% pada usia 65-74 tahun, dan 63,85 pada usia ≥ 75 tahun (Infodatin, Kemenkes RI, 2016). Selain itu Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) merilis data terbarunya yakni pada tahun 2018 yang menyatakan bahwa terjadi peningkatan hipertensi dengan persentase 34,1% dari angka kejadian hipertensi tahun 2013. Selain itu terjadi penurunan angka kepatuhan minum obat serta pengukuran tekanan darah secara rutin dimana responden nya terdiri dari responden yang berusia ≥ 18 tahun. Angka kepatuhan minum obat pada tahun 2013 berada pada persentase 9,5% sedangkan pada tahun 2018 hanya berada pada persentase 8,8%. Untuk angka pengukuran tekanan darah rutin pada tahun 2013 sebanyak 9,4% menjadi 8,4% (RISKESDAS, 2018). Di Sumatera Selatan kasus hipertensi memiliki prevalensi yang tinggi dimana pada tahun 2015 sebanyak 47.090 kasus. Kemudian terjadi peningkatan pada tahun 2016 menjadi 77.499 kasus. Dan data terbaru yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan semakin menunjukkan pertambahan kasus hipertensi menjadi 122.353 kasus yang terjadi di Sumatera selatan (Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan, 2017). Sedangkan di kota Palembang jumlah penderita hipertensi yang didata dari berbagai puskesmas berjumlah 31.804 jiwa (23%) (Dinkes Palembang, 2017). Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Menurut penelitian Nurhusna, Yosi Oktarina dan Andika Sulistiawan, (2018), ada beberapa faktor penyebab hipertensi diataranya usia, riwayat hipertensi (genetik) obesitas, olahraga, merokok, stress, mengkonsumsi alkohol, dan asupan garam yang berlebih. Sedangkan menurut Susilo dan Wulandari, (2011), faktor resiko yang mempengaruhi hipertensi yang dapat ataupun tidak dapat dikontrol adalah faktor keteurunan, mengkonsumsi lemak, garam, dan kolestrol berlebih, terlalu banyak mengkonsumsi makanan dan minuman yang benyak mengandung bahan pengawet, obesitas, gaya hidup, merokok dan minum minuman berakohol dan stres. Penatalaksanaan hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara farmakologis dan non farmakologis. Pada terapi farmakologi biasanya terdiri dari diuretik, menekan simpatetik (simpatolik), vasodilator arteriol yang berkerja langsung, antagonis angiotensin (ACE inhibitor), dan penghambat saluran kalsium (Muttaqin Arif, 2009). Menurut laporan Duthie dan Katz mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi dapat menimbulkan beberapa kerugian, antara lain efek samping obat, efek ketergantungan, biaya yang mahal, dan masalah lainnya yang dapat memperberat pasien. Selain itu, penatalaksanaan non farmakologi lebih efektif dalam proses penurunan tekanan darah (Hidayat, 2010). Banyak penatalaksanaan non farmakologi yang dapat dilakukan bagi penderita hipertensi. Penatalaksanaan non farmakologi yang dapat dilakukan yaitu mengurangi stres, penurunan berat badan, meningkatkan aktivitas fisik dengan cara olahraga, membatasi mengkonsumsi garam, rokok, alkohol dan natrium, melakukan diet makanan khusus penderita hipertensi, dan menghentikan kebiasaan merokok ( Kowalski, 2010). Selain penataksanaan tersebut ada juga penatalaksanaan non farmakologi lain yang dapat dilakukan yaitu dengan cara terapi komplementer. Menurut Arthini, ada beberapa terapi komplementer yang sering dilakukan untuk membantu menurunkan tekanan darah diantaranya terapi musik, yoga, hipnoterapi, guided imagery, relaksasi otot progresif, dan terapi tawa (Setyoadi & Kushariyadi, 2011). Salah satu terapi non farmakologi yang dapat dilakukan oleh penderita hipertensi adalah terapi tawa. Menurut Nurulita (2013), tertawa 1 menit sebanding dengan kondisi bersepeda selama 15 menit, hal ini dapat membuat tekanan darah menjadi menurun dan dapat meningkatkan kadar oksigen dalam darah yang akan mempercepat penyembuhan. Tertawa juga dapat melatih otot dada, pernafasan pada wajah, kaki dan punggung, selain kondisi fisik tertawa juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental. Tertawa terbukti dapat memperbaiki suasana hati dalam konteks sosial (Hidayati. 2011). Menurut Kataria (2004) terapi tawa dapat melepaskan endorphin kedalam pembuluh darah dan menyebabkan vasodilatasi dan mengakibatkan tekanan darah menjadi turun. Hal tersebut juga sesuai dengan teori perkembangan Haruyama Shigeo bahwa dengan berlaksasi yang bisa didapatkan melalui meditasi dan tertawa tubuh akan melepaskan hormon endorphin yang dapat membantu menurunkan tekanan darah (Haruyama, 2011). Azizah LM. Keperawatan lanjut usia. yogyakarta: Graha Ilmu; 2011. Erfrandau, A, Murtaqib & Widayati, N 2018, ‘Pengaruh Terapi Tawa terhadap Kualitas Tidur pada Lansia di Unit Pelayanan Teknis Panti Sosial Lanjut Usia (UPT PSLU) Kabupaten Jember, e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol.5. no.2, hh. 276-283. Kataria M. Laugh for no reason (Terapi tawa). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama; 2004. Nurhusna, Oktarina, Y & Sulistiawa, A 2018, ‘PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH PENDERITA HIPERTENSI DI PUSKESMAS OLAK KEMANG KOTA JAMBI’, Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan Universitas Jambi, Volume 1. Nomor 1, hh. 75-81. Setyaningrum, N, Setyorini, A & Fitriyanta, F 2018, ‘PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP PENURUNAN TEKANAN DARAH LANSIA DI UPT PANTI WREDHA BUDHI DHARMA YOGYAKARTA’, Surya Medika, Volume 13. No. 1, hh. 41-50. Surbakti, T, Joan, A, G & Rick, D 2016, ‘TERAPI TERTAWA DAN PERUBAHAN TEKANAN DARAH PADA MAHASISWA DI UNIVERSITAS ADVENT INDONESIA’, SKOLASTIK KEPERAWATAN, Vol. 2. No.2, hh. 187-190.