Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkembangan merupakan pola gerakan dinamis yang dijalani manusia.


Dari sejak perkembangan pra-natal, proses pendidikan sudah dimulai. Para
psikolog juga membuat value judgment tentang berbagai perubahan dalam
perkembangan bahwa perubahan yang terjadi diasumsikan untuk mencapai
sesuatu yang lebih baik dan menghasilkan perilaku yang adaptif, lebih
terorganisasi, lebih efektif, dan lebih kompleks.

Situasi kehidupan saat ini semakin dihadapkan dengan permasalahan yang


kompleks. Kecenderungan yang muncul dipermukaan dewasa ini, ditunjang
oleh laju perkembangan teknologi dan arus gelombang kehidupan global yang
sulit atau tidak mungkin dibendung, manusia akan semakin didesak kearah
yang sangat kompetitif.

Situasi kehidupan seperti itu memiliki pengaruh kuat terhadap dinamika


kehidupan remaja, apalagi remaja secara psikologis tengah berada pada masa
topan dan badai serta tengah mencari jati diri. Masa remaja merupakan masa
dimana terjadinya transisi dari masa ketidakmatangan anak-anak menuju
kematangan di masa dewasa. Dalam masa remaja tersebut terdapat beberapa
tugas-tugas perkembangan yang harus dipenuhi. Keberhasilan menyelesaikan
tugas perkembangan tertentu akan memberikan kebahagiaan tersendiri dan
membantu individu dalam menyelesaikan tugas perkembangan pada periode
selanjutnya. Sebaliknya, kegagalan dalam mencapai tugas perkembangan pada
periode tertentu akan menjadi sumber ketidakbahagiaan dan menghambat
terselesaikannya tugas perkembangan periode selanjutnya

Pengaruh kompleksitas kehidupan dewasa ini sudah tampak pada berbagai


fenomena remaja yang perlu memperoleh perhatian pendidikan. Fenomena
yang tampak akhir-akhir ini, antara lain : perkelahian antarpelajar,
2

penyalahgunaan obat dan alcohol, reaksi emosional yang berlebihan, dan


berbagai prilaku yang mengarah pada tindak kriminal.

Problem remaja diatas, merupakan perilaku-perilaku reaktif, semakin


mereesahkan jika dikaitkan dengan situasi masa depan remaja yang
diperkirakan akan semakin kompleks dan penuh tantangan. Menurut Tilaar,
tantangan kompleksitas masa depan memberikan dua alternative, yaitu :
pasrah kepada nasib atau mempersiapkan diri sebaik mungkin.

Misi pendidikan yang juga berdimensi masa depan, tentunya menjatuhkan


pilihannya pada alternatifg kedua. Artinya, pendidikan mengemban tugas
untuk mempersiapkan remaja agar kelak menjadi manusia berkualitas
sebagaimana sosok manusia ideal yang diamanahkan melalui Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN).

Keadaan ini menuntut setiap individu untuk mampu memecahkan


permasalahan yang dihadapi tanpa harus tergantung dengan orang lain dan
berani menentukan sikap yang tepat. Salah satu aspek penting yang diperlukan
adalah mandiri dalam bersikap dan bertindak.

Usaha pendidikan yang dilakukan secara sungguh-sungguh untuk


mengembangkan kemandirian menjadi sangat penting karena selain problema
remaja dalam bentuk perilaku negative sebagaimana dipaparkan di atas, juga
terdapat gejala-gejala negative yang dapat menjauhkan individu dari
kemandirian, yaitu :

1. Ketergantungan disiplin kepada kontrol luar saja dan bukan karena niat
sendiri secara ikhlas.

2. Sikap tidak perduli terhadap lingkungan hidup, baik lingkungan fisik


maupun social.

3. Sikap hidup konformistik tanpa pemahaman dan kompromistik dengan


mengorbankan prinsip.
3

B. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi, proses perkembangan, dan jenis-jenis


kemandirian

2. Untuk mengetahui tingkatan dan karakteristik kemandirian

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dan


ciri-ciri individu mandiri.

4. Untuk mengetahui dan menganalisis upaya pengembangan kemandirian


remaja serta implikasinya bagi pendidikan

5. Untuk mengetahui penyebab hambatan perkembangan dalam kemandirian


(dependensi terhadap orangtua)

C. Sistematika Penulisan

Penulisan makalah ini dibagi dalam 3 (Tiga) bab dengan sistematika


sebagai berikut :

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan

C. Sistematika Penulisan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kemandirian

B. Proses Perkembangan Kemandirian

C. Jenis-jenis Kemandirian

D. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian


4

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

F. Ciri-ciri individu mandiri

G. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasi


Kemandirian Bagi Pendidikan

H. Penyebab Hambatan Perkembangan dalam Kemandirian


(Dependensi terhadap Orangtua)

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kemandirian

Kata kemandirian berasal dari kata dasar diri yang mendapatkan awalan ke
dan akhiran an yang kemudian membentuk suatu kata keadaan atau kata
benda. Karena kemandirian berasal dari kata dasar diri, pembahasan mengenai
kemandirian tidak dapat dilepaskan dari pembahasan mengenai perkembangan
diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers disebut dengan istilah self,
karena diri itu merupakan inti dari kemandirian. Kalau menelusuri berbagai
literature, sesungguhnya banyak sekali istilah yang berkaitan dengan diri.
Namun jika dikaji lebih dalam, ternyata istilah atau konsep yang berkenaan
dengan diri tidak selalu merujuk pada kemandirian. Konsep yang seringkali
digunakan atau yang berdekatan dengan kemandirian adalah yang sering
disebut dengan istilah autonomy.

Upaya mendefinisikan kemandirian dan proses perkembangannya, ada


berbagai sudut pandang yang sejauh perkembangannya dalam kurun waktu
sedemikian lamanya telah dikembangkan oleh para ahli. Emil Durkheim
misalnya, melihat makna dan perkembangan kemandirian dari sudut pandang
yang berpusat pada masyarakat. Pandangan ini dikenal juga dengan
pandangan konformistik. Dengan menggunakan sudut pandang ini, Durkheim
berpendirian bahwa kemandirian merupakan elemen esensial ketiga dari
moralitas yang bersumber pada kehidupan masyarakat. Durkheim berpendapat
bahwa kemandirian tumbuh dan berkembang karena dua fakor yang menjadi
prasyarat bagi kemandirian, yaitu :

1. Disiplin, yaitu adanya aturan bertindak dan otoritas, dan

2. Komitmen terhadap kelompok

Dalam pandangan konformistik, kemandirian merupakan konformitas


terhadap prinsip moral kelompok rujukan. Oleh sebab itu, individu yang
6

mandiri adalah yang berani mengambil keputusan dilandasi oleh pemahaman


akan segala konsekuensi dari tindakannya.

Masih dalam perspektif konformistik maka konsep kemandirian


konformistik juga dapat ditelusuri dalam pemikiran McDougal yang
berpandangan bahwa perilaku mandiri sebagai hallmark dari kematangan, dan
berarti juga sebagai pendorong perilaku social.

Penghampiran terhadap kemandirian dengan menggunakan perspektif


yang berpusat masyarakat cenderung memandang bahwa lingkungan
masyarakat merupakan kekuatan luar biasa yang menentukan kehidupan
individu. Dari sudut pandang ini, seolah-olah individu tidak memiliki
kekuatan apa-apa untuk menentukan perbuatannnya sendiri.

Atas dasar kelemahan yang melekat pada pandangan yang berpusat pada
masyarakat maka kemandirian perlu dipahami dengan menggunakan
perspektif lain yang bersifat aktif-progresif. Dalam konteks ini, Sunaryo
Kartadinata mengajukan konsep bahwa proses perkembangan manusia harus
dipandang sebagai proses interaksional dinamis. Dalam perspektif ini,
kemandirian berpusat pada ego atau diri sebagai dimensi pemersatu organisasi
kepribadian. Interaksional mengandung makna bahwa kemandirian
berkembang melalui proses keragaman manusia dalam kesamaan dan
kebersamaan, bukan dalam kevakuman.

Pada hakikatnya, manusia ketika lahir kedunia berada dalam


ketidaktahuan tentang diri dan dunianya. Dalam kondidi seperti itu, individu
menyatu dengan dunianya dalam pengertian belum memahami hubungan
subjek dan objek. Berbekal pengembangan kemampuan berfikir, kreativitas,
dan imajinasi, individu mampu membedakan diri dari individu lain dan
lingkungannya, serta keterpautan dirinya dengan orang lain atau dengan
lingkungannya. Proses ini oleh Sunaryo Kartadinata dinamakan proses
peragaman. Proses peragaman ini sesungguhnya baru sampai pada suatu titik
antara yang disebut dengan having process (proses pemilikan) pengetahuan,
keterampilan dan tekhnologi. Padahal suatu titik dimensi kehidupan yang
7

lebih penting dan harus dicapai oleh manusia dalam proses perkembangannya
adalah yang disebut dengan being process (proses menjadi).

Dalam konteks ini, Stephen R. Covey menegaskan bahwa perkembangan


hidup manusia harus mengarah dan sampai pada manusia sebagai being at
cause (menempatkan manusia pada posisi yang menentukan), berparadigma
inside out (berusaha mengubah dari dalam keluar), memusatkan pada circle of
influence (mengarahkan waktu dan energinya terhadap hal-hal diluar diri yang
dapat dikendalikannya) dan berpikir to be (berusaha untuk memiliki) dan
bukan mengarahkan pada to have (berusaha untuk memiliki) Proses
perkembangan secara kontinu sampai pada titik ini yang oleh Fuad Hassan
disebut sebagai upaya memantapkan jatidiri.

Penggambaran interaksi dan dinamika perkembangan kemadirian manusia


menuju tahapan integrasi dilakukan oleh M.I. Soelaeman dengan lima
karakteristik inheren dan esensial yang saling berinteaksi dalam kehidupan,
yaitu :

1. Kedirian

Kedirian menunjukan pengukuhan bahwa dirinya berbeda dari orang lain.

2. Komunikasi

Kedirian manusia itu tidak pernah berlangsung dalam kesendirian,


melainkan dalam komunikasinya dengan lingkungan fisik, lingkunga
social, diri sendiri, maupun Tuhan.

3. Keterarahan

Komunikasi manusia dengan berbagai pihak itu menunjukan adanya


keterarahan dalam diri manusia yang ,menyatakan bahwa hidupnya
bertujuan.

4. Dinamika

Proses perwujudan dan pencapaian tujuan manusia memerlukan


adanya dinamika yang menyatakan bahwa manusia memiliki pikiran,
8

kemampuan dan kemauan sendiri untuk berbuat dan bereaksi, dan tidak
menjadi objek yang dipolakan atau digerakan oleh orang lain.

5. Sistem nilai

Keempat karakteristik diatas muncul segera terintegrasi dalam


keterpautannya dengan sistem nilai sebagai elemen inti dari cara dan
tujuan hidup.

Walgito menyatakan bahwa perkembangan sifat mandiri adalah satu hal


penting dalam perkembangan anak remaja yang dipengaruhi oleh
pembentukan kepercayaan diri. Kepercayaan diri ini selanjutnya merupakan
dasar bagi perkembangan sikap yang lain seperti halnya sikap kreatif dan
tanggungjawab. Sejalan dengan pernyataan ini adalah pendapat Misiak dan
Sexton (Hadipranata dkk., 2000) bahwa hal-hal yang ikut mendukung
seseorang disebut mandiri adalah mereka yang mempunyai kepercayaan diri,
yakin akan kemampuannya dan tidak suka meminta bantuan pada pihak lain.

Monks mengemukakan bahwa kemandirian meliputi perilaku mampu


berinisiatif, mampu mengatasi hambatan atau masalah, mempunyai rasa
percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain.
Kemandirian adalah hasrat untuk melakukan segala sesuatu bagi diri sendiri.
Secara singkat dapat dipahami bahwa kemandirian mengandung pengertian :

a. Suatu keadaan dimana seseorang yang memiliki hasrat bersaing untuk


maju demi kebaikan dirinya.

b. Mampu mengambil keputusan dan berinisiatif untuk mengatasi masalah


yang dihadapi.

c. Memiliki kepercayaan diri dalam menyelesaikan tugas- tugasnya.

d. Bertanggung jawab atas apa yang telah dilakukannya.

Kemandirian merupakan suatu sikap yang diperoleh secara kumulatif


selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap
mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu
9

pada akhirnya akan mampu bertindak dan berpikir sendiri. Untuk dapat
mandiri, dukungan dan dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya,
agar dapat mencapai otonomi atas diri sendiri. Peran orangtua dan respon dari
lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai “penguat” bagi setiap
perilakunya. Hal ini sejalan dengan apa yang dikatakan Rober (dalam
Santrock) bahwa kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana
seseorang relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapat, dan kenyakinan
orang lain. Dengan otonomi tersebut seorang remaja diharapkan akan lebih
bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas dapat disimpulkan


bahwa kemandirian adalah salah satu hal yang dituju dalam perkembangan
hidup manusia. Kemandirian didefinisikan sebagai keinginan untuk merasa
bebas, berbuat sesuatu atas dorongan sendiri, merasa yakin akan
kemampuannya, mampu mengatasi masalah, memutuskan atau mengerjakan
sesuatu tanpa bantuan orang lain. Sikap mandiri ini dapat terbentuk dari pola
interaksi anak dengan orang tua dan keluarganya, sebagai pondasi awal. Sikap
mandiri ini perlu diarahkan pada hal-hal yang positif, misalnya untuk
melaksanakan tugas sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga maupun
masyarakat.

B. Proses Perkembangan Kemandirian

Kemandirian seperti halnya kondisi psikologis yang lain, dapat


berkembang dengan baik apabila diberikan kesempatan untuk berkembang
melalui latihan yang dilakukan secara terus-menerus dan dilakukan sejak dini.
Latihan tersebut dapat berupa pemberian tugas-tugas tanpa bantuan, dan tentu
saja tugas-tugas tersebut disesuaikan dengan usia dan kemampuan anak.

Mengingat kemandirian banyak memberikan dampak yang positif bagi


perkembangan individu, maka sebaiknya kemandirian diajarkan pada anak
sedini mungkin sesuai dengan kemampuannya. Seperti telah diakui segala
10

sesuatu yang dapat diusahakan sejak dini akan dapat dihayati dan akan
semakin berkambang menuju kesempurnaan. Latihan kemandirian yang
diberikan kepada anak harus disesuaikan dengan usia anak. Contoh: untuk
usia anak 3-4 tahun, latihan kemandirian berupa membiarkan anak memasang
kaos kaki dan sepatu sendiri, membereskan mainan setiap kali selesai bermain,
dll. Sementara untuk anak remaja berikan kebebasan misalnya dalam memilih
jurusan atau bidang studi yang diminatinya, atau memberikan kesempatan
pada remaja untuk memutuskan sendiri jam berapa ia pulang ke rumah jika
remaja tersebut keluar malam bersama temannya (tentu saja orangtua perlu
mendengarkan argumentasi yang disampaikan anak remaja tersebut
sehubungan dengan keputusannya). Dengan memberikan latihan-latihan
tersebut (tentu saja dengan unsur pengawasan dari orangtua untuk memastikan
bahwa latihan tersebut banar-benar efektif), berfikir secara objektif, tidak
mudah dipengaruhi, berani mengambil keputusan sendiri, tumbuh rasa percaya
diri, tidak tergantung pada orang lain dan dengan demikian kemandirian akan
berkembang dengan baik.

C. Jenis-jenis Kemandirian

Dalam bukunya Psikologi Remaja (Perkembangan Peserta Didik),


Mohammad Ali dan Mohammad Asrori mengutip pendapat Abraham H.
Maslow membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu :

1. Kemandirian aman (Secure autonomy)

Kemandirian aman adalah kekuatan untuk menumbuhkan cinta kasih


pada dunia, kehidupan, dan orang lain, sadar akan tanggung jawab
bersama, dan tumbuh rasa percaya terhadap kehidupan. Kekuatan ini
digunakan untuk mencintai kehidupan dan membantu orang lain.
11

2. Kemandirian tidak aman (Insecure autonomy)

Kemandirian tidak aman adalah kekuatan kepribadian yang dinyatakan


dalam perilaku menentang dunia. Maslow menyebut kondisi seperti ini
sebagai selfish autonomy atau kemandirian mementingkan diri sendiri.

Robert Havinghurst membedakan kemandirian atas beberapa bentuk


kemandirian, yaitu :

1. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi sendiri dan tidak


tergantungnya emosi pada orang lain.

2. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi dan tidak


tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang lain.

3. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai


masalah yang dihadapi.

4. Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan


orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain

Sementara itu, steiberg membedakan karakteristik dari tiga aspek


kemandirian, yaitu :

1. Kemandirian emosional (emotional autonomy), yakni aspek kemandirian


yang menyatakan perubahan kedekatan hubungan emosional antar
individu, seperti hubungan emosional peserta didik dengan guru atau
dengan orangtuanya.

2. Kemandirian tingkah laku / behavioral (behavioral autonomy), yakni suatu


kemampuan untuk membuat keputusan-keputusan tanpa tergantung pada
orang lain dan melakukannya secara bertanggung jawab

3. Kemandirian nilai (values autonomy), yakni kemampuan memaknai


seperangkat prinsip tentang benar dan salah, tentang apa yang penting dan
apa yang tidak penting.
12

D. Tingkatan dan Karakteristik Kemandirian

Sebagai suatu dimensi psikologis yang kompleks, kemandirian dalam


perkembangannya memiliki tingkatan-tingkatan. Perkembangan kemandirian
seseorang juga berlangsung secara bertahap sesuai dengan tingkatan
perkembangan kemandirian tersebut. Lovinger mengemukakan tentang
tingkatan kemandirian beserta ciri-cirinya sebagai berikut :

1. Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri. Ciri-ciri


tingkatan ini adalah :

a. Peduli terhadap control dan keuntungan yang dapat diperoleh dari


interaksinya dengan orang lain.

b. Mengikuti aturan secara oportunistik dan hedonistic.

c. Berpikir tidak logis dan tertegun pada cara berpikir tertentu


(stereotype).

d. Cenderung melihat kehidupan sebagai zero-sum game.

e. Cenderung menyalahkan dan mencela orang lain serta lingkungannya.

2. Tingkatan kedua, adalah tingkat konformistik. Ciri-ciri tingkatan ini


adalah :

a. Peduli terhadap penampilan diri dan penerimaan social.

b. Cenderung berpikir stereotype dan klise.

c. Peduli akan konformitas terhadap aturan ekternal.

d. Bertindak dengan motif yang dangkal untuk memperoleh pujian

e. Menyamakan diri dalam ekpresi emosi dan kurangnya introspeksi

f. Perbedaan kelompok didasarkan atas cirri-ciri eksternal

g. Takut tidak diterima kelompok

h. Tidak sensitif terhadap keindividualan

i. Merasa berdosa jika melanggar.


13

3. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah :

a. Mampu berpikir alternative

b. Melihat harapan dan berbagai kemungkinan dalam situasi

c. Peduli untuk mengambil manfaat dari kesempatan yang ada

d. Menekankan pada pentingnya pemecahan masalah

e. Memikirkan cara hidup

f. Penyesuaian terhadap situasi dan peranan

4. Tingkatan keempat, adalah tingkat saksama (conscientious). Ciri-ciri


tingkatan ini adalah :

a. Bertindak atas dasar nilai-nilai internal

b. Mampu melihat diri sebagai pembuat pilihan dan pelaku tindakan

c. Mampu melihat keragaman emosi,motif, dan perspektif diri sendiri


mau-pun orang lain.

d. Sadar akan tanggung jawab

e. Mampu melakukan kritik dan penilaian diri

f. Peduli akan hubungan mutualistic

g. Memiliki tujuan jangka panjang

h. Cenderung melihat peristiwa dalam konteks social

i. Berpikir lebih kompleks dan atas dasar pola analitis.

5. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis. Ciri-ciri tingkatan ini


adalah :

a. Peningkatan kesadaran individualitas

b. Kesadaran akan konflik emosional antara kemandirian dengan keter-


gantungan

c. Menjadi lebih toleran terhadap diri sendiri dan orang lain


14

d. Mengenal eksistensi perbedaan individual

e. Mampu bersikap toleran terhadap pertentangan dalam kehidupan

f. membedakan kehidupan internal dengan kehidupan luar dirinya

g. Mengenal kompleksitas diri.

h. Peduli akan perkembangan dan masalah-masalah sosial.

6. Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri. Ciri-ciri tingkatan ini adalah :

a. Memiliki pandangan hidup sebagai suatu keseluruhan.

b. Cenderung besikap realistik dan objektif terhadap diri sendiri maupun


orang lain.

c. Peduli terhadap pemahaman abstrak, seperti keadilan social.

d. Mampu mengintregrasikan nilai-nilai yang bertentangan.

e. Toleran terhadap ambiguitas.

f. Peduli akan pemenuhan diri ( self-fulfilment ).

g. Ada keberanian untuk menyelesaikan konflik internal.

h. Responsif terhadap kemandirian orang lain.

i. Sadar akan adanya saling ketergantungan dengan orang lain.

j. Mampu mengekpresikan perasaan dengan penuh keyakinan dan


keceriaan.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Sebagaimana aspek-aspek psikologis lainnya, kemandirian juga bukanlah


semata-mata merupakan pembawaan yang melekat pada diri individu sejak
lahir. Perkembangannya juga dipengaruhi oleh berbagai stimulasi yang datang
dari lingkungannya, selain potensi yang dimiliki sejak lahir sebagi keturunan
dari orang tuanya.
15

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kemandirian yang terbagi


menjadi faktor internal maupun eksternal, antara lain sebagai berikut :

1. Faktor Internal, faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri
yang meliputi :

a. Gen atau keturunan orang tua

Orang tua yang memiliki sifat kemandirian tinggi seringkali


menurunkan anak yang memiliki kemandirian juga. Namun, factor
keturunan iuni masih menjadi perdebatan karena ada yang berpendapat
bahwa sesungguhnya bukan sifat kemandirian orang tuanya itu
menurun kepada anaknya, melainkan sifat orang tuanya muncul
berdasarkan cara orang tua mendidik anaknya.

b. Intelegensi

Gunarsa menyatakan bahwa individu dapat dikatakan mempunyai


kecerdasan (intelegensi) yang baik jika ia mampu menyelesaikan
masalahnya sendiri. Secara umum intelegensi memegang peranan yang
penting dalam kehidupan seseorang, individu yang memiliki
intelegensi yang rata-rata normal tentunya akan mudah melakukan
sesuatu tanpa bantuan orang lain, bila dibandingkan individu dengan
tingkat intelegensi yang rendah karena intelegensi mempengaruhi cara
berpikir logis seseorang.

c. Usia

Kemandirian dapat dilihat sejak individu masih kecil, dan akan


terus berkembang sehingga akhirnya akan menjadi sifat-sifat yang
relatif menetap pada masa remaja. Bertambahnya usia seseorang maka
secara otomatis terjadi perubahan fisik yang lebih kuat pada individu,
sehingga akan memudahkan seseorang melakukan sesuatu tanpa
bantuan dari orang lain.
16

d. Jenis kelamin

Sesungguhnya pada anak perempuan terdapat dorongan untuk


melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, tetapi dengan
statusnya sebagai gadis mereka dituntut untuk bersikap pasif, berbeda
dengan anak lelaki yang agresif dan ekspansif, akibatnya anak
perempuan berada lebih lama dalam ketergantungan daripada anak
laki-laki. Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila banyak siswa
putri yang terkesan kurang mandiri.

Penelitian yang dilakukan oleh Fleming (2005) mengenai pengaruh


usia dan jenis kelamin menunjukkan bahwa isu mengenai kemandirian
lebih sering muncul pada remaja pria. Hal ini senada dengan yang di
utarakan oleh Hoff (dalam Yusuf, 2001) bahwa laki-laki lebih mandiri
dari pada perempuan. Remaja pria lebih sering mengalami konflik
dengan orangtua seputar kepatuhan terhadap nasihat orangtua
sedangkan remaja putri dinilai lebih patuh terhadap nasihat orangtua.
Tetapi pada penelitian Feldman (dalam Musdalifah, 2007) bahwa tidak
ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan kemandirian. Jadi
remaja laki-laki belum tentu lebih mandiri dari remaja perempuan.

2. Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar diri individu yang meliputi :

a. Kebudayaan

Kebudayaan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan norma


dan nilai-nilai yang berlaku di dalam lingkungan masyarakat, sehingga
sikap dan kebiasaan masyarakat tertentu akan berbeda dengan
masyarakat yang lainnya. Siswa dengan kebudayaan metropolitan yang
terbiasanya dengan kehidupan instan dan serba canggih tentunya akan
memiliki kemandirian yang berbeda dengan siswa dengan latar
belakang kebudayaan di desa.
17

b. Pola asuh orang tua

Orang tua mengasuh atau mendidik anak akan memperngaruhi


perkembangan kemandirian naak remajanya. Orang tua yang terlalu
banya melarang atau mengeluarkan kata jangan kepda anaknya tanpa
disertai dengan penjalsan yang rasional akan menghampbat
perkembangan kemandirian anak . sebalinya, orang tua yang
menciptakan suasana aman dalam intyeraksi keluarganya akan dapat
menorongnkelancaran perkembangan anak. Demikian juga, otang tua
yang cenderung sering membandingkan anak yang satu dengan lainnya
juga berpengaruh kurang baik terhadapperkembangan kemandirian
anak.

c. Jumlah anak dalam keluarga

Adanya perlakuan yang demokratis anak didorong untuk


memegang peran yang dipilihnya sendiri dan anak didorong untuk
berprestasi. Keluarga yang mempengaruhi kemungkinan paling besar
untuk memperlakukan anak secara demokratis adalah keluarga kecil,
namun tidak menutup kemungkinan jumlah anak yang banyak dalam
keluarga juga menuntut tingkat kemandirian anak tinggi, karena
perhatian orangtua lebih fokus pada anaknya yang masih kecil.

d. Tingkat Pendidikan, Status Sosial (Sistem kehidupan dimasyarakat)


dan Ekonomi

1) Proses pendidikan disekolah yang tidak mengembangkan


demokrasi pendidikan dan cenderung menekankan indoktrinisasi
tanpa argumentasi akan menghambat perkembangan kemandirian
remaja. Demikian juga, proses pendidikan yang banyak
menekankan pentingnya pemberian sanksi atau hukuman
(punishment) juga dapat menghambat perkembangan kemandirian
remaja. Sebaiknya, proses pendidikan yang lebih menekankan
pentingnya penghargaan terhadap potensi anakanak, pemberian
18

reward, dan penciptaan kompetisi positif akan memperlancar


perkembangan kemandirian remaja.

2) Penelitian yang dilakukan oleh Khon (dalam Hurlock 2000)


menemukan fakta bahwa berbagai kultur pada orangtua yang
berasal dari tingkat pendidikan yang rendah dan sosial ekonomi
yang rendah pula mengajarkan nilai kemandirian yang lebih tinggi
kepada anak-anaknya akibat keterbatasan yang meraka miliki.
Orangtua yang memiliki status sosial ekonomi yang tinggi mereka
lebih menekankan gengsi dan sikap konformitas pada anak-anak
mereka.

3) Lingkungan masyarakat yang aman, menghargai ekspresi potensi


remaja dalam bentuk berbagai kegiatan dan tidak terlalu
mementingkan hierarki struktur social akan merangsang dan
mendorong perkembangan kemandirian remaja.

F. Ciri-ciri Individu Mandiri

Ciri merupakan tanda khas yang membedakan sesuatu hal dari hal yang
lainnya. Orang yang mandiri pun memiliki ciri tertentu yang membedakan
dirinya dengan orang yang tidak mandiri.

Danuri menyatakan bahwa seseorang dikatakan mandiri apabila memiliki


ciri-ciri sebagai berikut :

1. Adanya tendensi untuk berperilaku bebas dan berinisiatif, mampu bersikap


dan berpendapat.

2. Adanya tendensi untuk percaya diri dan tidak tergantung pada orang lain.

3. Adanya sikap original (keaslian) yang bukan sekedar menerima orang lain.

4. Tidak mengharapkan pengarahan dari orang lain.

5. Adanya tendensi untuk mencoba segala sesuatunya sendiri


19

Suyoto dkk mengungkapkan bahwa anak dikatakan mandiri apabila


memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1. Menemukan dirinya atau identitas dirinya.

2. Memiliki inisiatif.

3. Bertanggung jawab atas tindakannya.

4. Mencukupi kebutuhan dirinya.

5. Mampu membebaskan diri dari keterikatan yang tidak perlu.

6. Membuat pertimbangan-pertimbangan sendiri dalam bertindak.

7. Mampu mengambil keputusan sendiri dalam bentuk kemampuan memilih.

Kemandirian sebagai salah satu unsur dalam kepribadian, menurut Masrun


dapat dicirikan sebagai pribadi yang memiliki ciri-ciri :

1. Bebas

2. Progresif dan ulet

3. Inisiatif

4. Pengendalian dari dalam (internal locus of control), dan

5. Kemantapan diri.

Kemandirian ini oleh Zakiyah dicirikan sebagai pribadi yang mempunyai


beberapa ciri, yaitu :

1. Memiliki kebebasan untuk berinisiatif.

Mempunyai kebebasan untuk berpendapat dan menuangkan ide-ide


baru serta mencoba sesuatu hal baru yang mungkin belum dilakukan orang
lain.

2. Memiliki rasa percaya diri.

Memiliki kepercayaan diri bahwa segala masalah yang dihadapi


mampu untuk diatasi dan tidak mempunyai perasaan ragu-ragu dalam
mempertimbangkan sesuatu.
20

3. Mampu mengambil keputusan.

Berusaha mengambil keputusan sendiri dalam mengatasi masalah yang


dihadapi tanpa bergantung orang lain.

4. Mampu bertanggung jawab.

Segala hal yang dikeijakan dapat dipertanggungjawabkan pada diri


sendiri dan orang lain.

5. Mampu mengendalikan diri.

Mampu untuk mengendalikan diri dalam melakukan suatu tindakan


dan apabila melakukan suatu kesalahan akan cepat menyadarinya.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dapat disimpulkan mengenai


ciri-ciri individu mandiri, yaitu :

1. Memiliki inisiatif

2. Mampu mengerjakan sendiri tugas-tugas rutin

3. Mampu mengatasi rintangan dari lingkungan

4. Mampu mendapatkan kepuasan dari bekerja

5. Mampu mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan, dan

6. Mampu menetapkan sendiri keinginan dan tujuannya.

G. Upaya Pengembangan Kemandirian Remaja dan Implikasi Kemandirian


Bagi Pendidikan

Dengan asumsi bahwa kemandirian sebagai aspek psikologis berkembang


tidak dalam kevakuman atau diturunkan oleh orang tuanya maka intervensi
positif melalui ikhtiar pengembangan atau pendidikan sangat diperlukan bagi
kelancaran perkembangan kemandirian remaja.

Sejumlah intervensi dapat dilakukan sebagai usaha pengembangan


kemandirian, antara lain sebagai berikut :
21

1. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga. Ini dapat


diwujudkan dalam bentuk :

a. Saling menghargai antaranggota keluarga

b. Keterlibatan dalam memecahkan masalah remaja atau keluarga.

2. Penciptaan keterbukaan. Ini dapat diwujudkan dalam bentuk :

a. Toleransi terhadap perbedan pendapat

b. Memberikan alasan terhadap keputusan yang diambil bagi remaja

c. Keterbukaan terhadap minat remaja

d. Mengembangkan komitmen terhadap tugas remaja

e. Kehadiran dan keakraban hubungan dengan remaja.

3. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan. Ini dapat


diwujudkan dalam bentuk :

a. Mendorong rasa ingin tahu remaja

b. Adanya jaminan rasa aman dan kebebasan untuk mengeksplorasi


lingkungan

c. Adanya aturan tetapi tidak cenderung mengancam apabila ditaati

4. Penerimaan positif tanpa syarat. Ini dapt diwujudkan dalam bentuk :

a. Menerima apapun kelebihan maupun kekurangan yang ada pada diri


remaja

b. Tidak membeda-bedakan remaja satu deengan yang lain

c. Mengahrgai ekspresi potensi remaja dalam bentuk kegiatan produktif


apapun meskipun sebenarnya hasilnya kurang memuaskan

5. Empati terhadap remaja. Ini dapat diwujudkan dal bentuk :

a. Memahami dan menghayati pikiran dan perasaan remaja


22

b. Melihat berbagai persoalan remaja dengan mengguanakn perspektif


atau sudut pandang remaja

c. Tidak mudah mencela karya remaja betapapun kurang bagusnya karya


itu

6. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja. Ini dapat diwujudkan


dalam bentuk :

a. Interaksi secara akrab tetapi tetap saling mengahragai

b. Menambah frekuensi interaksi dan tidak bersikap dingin terhadap


remaja

c. Membangun suasana humor dan komunikasi ringan dengan remaja.

Dalam buku Psikologi Perkembangan Peserta Didik karangan Desmita,


mengatakan bahwa kemandirian sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
pengalaman dan pendidikan. Oleh sebab itu, pendidikan di sekolah perlu
melakukan upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik,
diantaranya :

a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis, yang


memungkinkan anak merasa dihargai.

b. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan keputusan


dan dalam berbagai kegiatan sekolah.

c. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan,


mendorong rasa ingin tahu mereka.

d. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak, tidak


membeda-bedakan anak yang satu dengan yang lain.

e. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak


23

H. Penyebab Hambatan Perkembangan dalam Kemandirian (Dependensi


terhadap Orangtua)

Penyebab seorang individu mengalami hambatan dalam memenuhi tugas-


tugas perkembangan dalam hal kemandirian khususnya dependensi terhadap
orangtua adalah :

1. Tidak dapat mencapai kebebasan emosional dari orangtua. Ketika anak


memasuki masa remaja, mereka inginberkembang menjadi dewasa dan
bebas dari sipat kekanak-kanakan (childish) dan ketergantungan pada
orangtua, tapi ternyata dunia dewasa adalah asing dan rumit bagi mereka,
sehingga menyebabkan mereka mempunyai keinginan untuk melanjutkan
kehidupan yang aman di bawah perlindungan dibawah orangtua.

2. Pola asuh orangtua. Pola asuh orangtua yang permissive akan membuat
anak tidak dapat mandiri, karena mereka mempunyai penghayatan bahwa
anaknya adalah manusia muda yang tidak tahu apa-apa dan kurang
berpengalaman sehingga mereka risau dan tidak ingin anaknya
mempunyai masalah dalam kehidupan ini. Apapun kebutuhan anak selalu
dipenuhi tanpa melatih dan memberi kesempatananak untuk mandiri.

3. Kurangnya perhatian dari orangtua sehingga tidak ada kesempatan untuk


mempelajari tugas perkembangan atau kurangnya bimbingan untuk
menguasai tugas perkembangan tersebut.

4. Kurang adanya motivasi dari individu yang bersangkutan.


24

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Kemandirian adalah salah satu hal yang dituju dalam perkembangan hidup
manusia. Kemandirian didefinisikan sebagai keinginan untuk merasa
bebas, berbuat sesuatu atas dorongan sendiri, merasa yakin akan
kemampuannya, mampu mengatasi masalah, memutuskan atau
mengerjakan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

2. Sikap mandiri ini dapat terbentuk dari pola interaksi anak dengan orang
tua dan keluarganya, sebagai pondasi awal.

3. Jenis-jenis Kemandirian :

a. Abraham H. Maslow membedakan kemandirian menjadi dua, yaitu :

1) Kemandirian aman (Secure autonomy)

2) Kemandirian tidak aman (Insecure autonomy)

b. Robert Havinghurst membedakan kemandirian atas beberapa bentuk


kemandirian, yaitu :

1) Kemandirian emosi

2) Kemandirian ekonomi

3) Kemandirian intelektual

4) Kemandirian social

c. Steiberg membedakan karakteristik dari tiga aspek kemandirian, yaitu :

1) Kemandirian emosional (emotional autonomy)

2) Kemandirian tingkah laku / behavioral (behavioral autonomy)

3) Kemandirian nilai (values autonomy)


25

4. Tingkatan kemandirian :

a. Tingkatan pertama, adalah tingkat impulsif dan melindungi diri

b. Tingkatan kedua, adalah tingkat konformistik

c. Tingkatan ketiga, adalah tingkat sadar diri

d. Tingkatan keempat, adalah tingkat saksama (conscientious)

e. Tingkatan kelima, adalah tingkat individualistis

f. Tingkatan keenam, adalah tingkat mandiri.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemandirian dibagi menjadi factor


internal dan eksternal, yaitu :

a. Faktor Internal, faktor yang berasal dari dalam diri individu itu sendiri
yang meliputi :

1) Gen atau keturunan orang tua

2) Intelegensi

3) Usia

4) Jenis kelamin

b. Faktor Eksternal, faktor yang berasal dari luar diri individu yang
meliputi :

1) Kebudayaan

2) Pola asuh orang tua

3) Jumlah anak dalam keluarga

4) Tingkat Pendidikan dan Status Sosial Ekonomi

6. Ciri-ciri individu mandiri, yaitu :

a. Memiliki inisiatif

b. Mampu mengerjakan sendiri tugas-tugas rutin

c. Mampu mengatasi rintangan dari lingkungan


26

d. Mampu mendapatkan kepuasan dari bekerja

e. Mampu mengarahkan tingkah laku menuju kesempurnaan, dan

f. Mampu menetapkan sendiri keinginan dan tujuannya.

7. Upaya pengembangan kemandirian remaja dan Implikasi kemandirian


bagi pendidikan :

a. Penciptaan partisipasi dan keterlibatan remaja dalam keluarga

b. Penciptaan keterbukaan

c. Penciptaan kebebasan untuk mengeksplorasi lingkungan

d. Penerimaan positif tanpa syarat

e. Empati terhadap remaja

f. Penciptaan kehangatan hubungan dengan remaja

8. Upaya-upaya pengembangan kemandirian peserta didik, yaitu :

a. Mengembangkan proses belajar mengajar yang demokratis

b. Mendorong anak untuk berpartisipasi aktif dalam pengambilan


keputusan dan dalam berbagai kegiatan sekolah

c. Memberi kebebasan kepada anak untuk mengeksplorasi lingkungan

d. Penerimaan positif tanpa syarat kelebihan dan kekurangan anak

e. Menjalin hubungan yang harmonis dan akrab dengan anak

9. Penyebab Hambatan Perkembangan dalam Kemandirian (Dependensi


terhadap Orangtua)

a. Tidak dapat mencapai kebebasan emosional dari orangtua

b. Pola asuh orangtua yang permissive

c. Kurangnya perhatian dari orangtua

d. Kurang adanya motivasi dari individu yang bersangkutan.


27

B. Saran

Diharapkan kepada para pendidik, agar dapat menciptakan situasi dan


kondisi yang mendukung perkembangan kemandirian peserta didik dalam
penyelanggaran proses pembelajaran, misalnya : Menciptakan proses belajar
mengajar yang demokratis, Menciptakan komunikasi yang saling terbuka dan
hangat, membebaskan peserta didik mengeksplor potensinya, tidak membeda-
bedakan perlakuan pada setiap peserta didik agar peserta didik dapat tumbuh
sebagai sosok yang mandiri dan memiliki kepercayaan diri serta siap untuk
menghadapi kompleksitas kehidupan.

Anda mungkin juga menyukai