LP Prematur
LP Prematur
1. KONSEP DASAR
1.1 Pengertian
Prematuritas (SMK) murni adalah neonatus dengan usia kehamilan yang kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.
1.2 Etiologi
Etiologi pada Prematuritas murni
- Faktor lingkungan
- Faktor ibu yang meliputi penyakit yang diderita ibu toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, DM, usia ibu
saat hamil kurang dari 16 tahun atau lebih 35 tahun, keadaan sosial ekonomi
keluarga perokok, peminum alkohol atau narkotik.
- Faktor janin : meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom
1.3 Tanda-tanda
Tanda – tanda Prematuritas murni (SMK) sesuai masa kehamilan :
- Berat badan kurang dari 2500 gram.
- Panjang badan kurang dari 45 cm.
- Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
- Lingkar dada kurang dari 33 cm.
- Masa gestasi kurang dari 27 minggu.
- Kulit tipis dan transparan.
- Kepala lebih besar daripada badan.
- Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemah subkutan
kurang.
- Verniks kaseosa ada, ada jaringan lemak dibawah kulit, kulit tipis, merah dan
transparan
- tulang tengkorak lunak mudah bergerak
- Abdomen buncit, tali pusat segar dan tebal
- Tangisan lemah
- Ubun-ubun dan sutura lebar.
- Labio minora belum tertutup oleh labio mayora (pada perempuan) pada laki-laki
testis belum turun.
- Otot hipotonik lemah.
- Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas).
- Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut atau kaki fleksi lurus.
- Kepala tidak mampu tegak.
- Pernapasan 45 sampai dengan 50 x / menit.
- Frekuensi nadi 100 sampi 140 x / menit
1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Prematuritas murni
1) Pengaturan suhu badan
Bayi prematuritas mudah dan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotemia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, juga
karena permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat
badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak cokelat oleh
karena itu bayi prematur harus dirawat di dalam incubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim, bila belum memiliki incubator bayi premature dapat
dibungkus dan di sampingnya ditaruh bantal yang berisi air panas, sehingga panas
badannya bisa dipertahankan.
Menurut mochtar, 1989: 492 bayi dimasukkan di incubator dengan suhu diatur
Bayi berat badan < 2 kg : 35 0C
Bayi berat badan 2 kg sampai dengan 2,5 kg : 34 0C
Suhu incubator diturunkan 1 C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada
suhu lungkungan
2) Makanan bayi
Daya hisap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB dan
kalori 110 kal/ kg BB badan, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian
minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan
lambung, fefleks menghisap lemah sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi
sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang utama sehingga ASI lah yang paling didahulukan,
permulaan cairan yang diberikan sekitar 50/ 60 cc/ kg BB/ hari dan terus dinaikkan
sampai mencapai 200 cc / kg BB / hari.
3) Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibody belum
sempurna. Oleh karena itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan premature dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
1.5 Komplikasi
Masalah yang sering muncul pada BBLR adalah :
1) Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang
disebabkan oleh penguapan yag bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak
dibawah kulit, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan,
otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown
fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana
mestinya.
2) Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini
disebabkan kekurangan surfactant (rasio lesitin/ sfingomielin kurang dari 2),
pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang
masih lemah, tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorak)
3) Penyakit gangguan pernafasan yang sering pada bayi BBLR adalah penyakit membran
hialin dan aspirasi pneumoni.
4) Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi, distensi abdomen akibat dari motilitas
usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung
bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa,vitamin yang
larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari sfingter kardio
esofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke
esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
5) Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defisiensi vitamin K.
6) Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine yang
sedikit, urea clearence yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan
elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis metabolik.
7) Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile), kekurangan
faktor pembekuan seperti protrombine, faktor VII dan faktor christmas.
8) Gangguan imunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahya
kadar Ig G gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi
dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi masih belum baik.
9) Perdarahan intraventrikuler, lebih dari 50% bayi prematur menderita perdarahan
intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi BBLR sering menderita apnea,
asfiksia berat dan sindroma gangguan pernafasan.
10) Retrolental Fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi
(PaO2 lebih dari 115 mmHg : 15 kPa) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemi
sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi
buta. Untuk menghindari retrolental fibroplasia maka oksigen yang diberikan pada
bayi prematur tidak boleh lebih dati 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan
oksigen dengan kecepatan 2 liter permenit.
Jika masalah yang ada tersebut penanganan kurang tepat dapat terjadi komplikasi :
1) Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks disebabkan oleh distress yang
sering dialami bayi pada proses pesalinan.
2) Jumlah hemoglobin yang tinggi sehingga sering diikuti uterus dan
keras uterus.
3) Hipoglikemia janin karena berkurangnya cadangan glikogen hati
dan meningginya metabolisme bayi.
4) Keadaan klien yang dapat terjadi : aspiksia, perdarahan, panas
badan tinggi, cacat bawaan.
1.6 Pemeriksaan diagnostic
Tergantung pada adanya masalah dan komplikasi sekunder
1) Darah lengkap untuk deteksi adanya penurunan atau peningkatan kadar hemoglobin.
2) Kadar darah (BS) untuk menyatakan hipoglikemi atau hiperglikemia.
3) Kalsium serum mungkin rendah.
4) Serum elektrolit biasanya normal.
5) Golongan darah dapat menyatakan potensial inkompatibilitas ABO.
6) Gas darah uteri PO2 mungkn rendah, PCO2 mungkin meningkat dan menunjukkan
asidosis ringan / sedang, sepsis atau kesulitan napas yang lama.
7) Laju sedimentasi eritrosit (ESR) meningkat, menunjukkan respons inflamasi akut,
penurunan ESR menunjukkan resdusi inflamasi.
8) Protein C reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnya
proses radang infeksinus atau non infeksinus.
9) Jumlah trombosit : trombositopenia dapat menyertai sepsis.
10) Kadar fibrinogen : dapat menurun selama koagulasi intravascular diseminata (KID)
atau menjadi meningkat selama cidera atau inflamasi.
11) Kultur darah : mengidentifikasi organisme penyebab yang dihubungkan dengan sepsis.
12) Sinar x dada (Pa dan leteral) dengan bronkogram udara dapat menunjukkan
penampilan ground glass (RDS).
13) Sel ultrasonografi cranial : mendeteksi ada dan beratnya hemoragi intraventrikuler
(IVH).
2. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Umur kurang dari 16 tahun atau diatas 35 tahun.
2) Pekerjaan dan penghasilan sering kali dapat menggambarkan status sosial ekonomi
terutama dalam kecukupan gizi saat hamil yang kurang.
d. Riwayat Obstetric
Riwayat menstruasi : ingat hari pertama menstruasi terakhir, denyut jantung terdengar
pada minggu ke 18 sampai 22.
g. Pernapasan
1) Apgar skor mungkin rendah
2) Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur, pernapasan diafrgamatik, intermiten atau
periodik 40-60 x / menit.
3) Mengorok, pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, atau
berbagai derajat siarosis.
4) Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distress pernapasan,
(RDS) penyakit membran Hialin penyebab surfaktan dalam paru-paru tidak cukup.
h. Neurologis
1) Tangis lemah, suhu berfluktuasi dengan mudah, kulit kemerahan, tembus pandang,
tonus atat lunak.
2) Bisa terjadi ROP (Retinopathy Of Prematurity) untuk mneghindari dapat diberikan
oksigen tidak lebih dari 40 % / 2 lt / menit.
i. Pencernaan
Destensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang
sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan
mengabsorbsi lemak laktosa, kerja dari sfingter kardio esofagus yang belum sempurna
memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
j. Imonologi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkuran karena rendahnya kadar Ig gamma globulin,
bayi premature relatif belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta
reaksi terhadap peradangan masih belum baik.
DP 1. Pertukaran Gas
Tujuan :
Fungsi penapasan optimal
Kriteria hasil :
- Mempertahankan kadar O2 / PCO2 dalam batas normal
- Menderita RDS minimal
- Bebas dari displasia bronkopulmonal.
Intervensi
1. Kaji ulang informasi yang berhubungan dengan kondsi bayi, seperti lama persalinan,
tipe kelahiran, apgar skor, kebutuhan tindakan resusitasi saat kelahiran, dan obat-
obatan ibu yang digunakan selama kehamilan atau kelahiran termasuk betametason.
Rasional :
Persalinan yang lama meningkatkan resiko hipoksa dan depresi pernapasan dapat terjadi
setelah pemberian atau penggunaan obat oleh ibu. Selain itu bayi yang memerlukan
tindakan resusitatif pada kelahiran atau apgar skornya rendah, memerlukan intervensi
lebih untuk menstabilkan gas darah dan mungkin menderita cidera SSP dengan kerusakan
hipotalamus yang mengontrol fungsi pernapasan. Pemberian kortikosteroid pada ibu
dalam 1 minggu sebelum lahir membantu mengembangkan maturitas paru bayi dan
produksi surfaktan.
2. Kaji status pernapasan, perhatikan tanda-anda distress pernapasan, (misalnya takipnea,
pernapasan cuping hidung, pernapasan dada, ronchi atau krekels).
Rasional :
Takipnea menandakan distress pernapasan, khususnya bila pernapasan lebih besar 60X /
menit, setelah 5 jam pertama kehidupan terdapat pernafasan cuping hidung sebagai
mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatkan masukan
oksigen. Krekels atau ronchi menandakan vasokontriksi pulmonal yang berhubungan
dengan PDA.
3. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati 5-10 detik, observasi pemantauan oksigen
traskutan atau oksimeter sebelum dan selama penghisapan.
Rasional :
Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan napas, khususnya pada bayi yang
menerima ventilasi terkontrol. Penghisapan dapat merangsang saraf vagus, menyebabkan
bradikardi hipoksemia atau bronkospasme.
4. Tingkatkan istirahat dan minimalkan rangsangan serta penggunaan energi.
Rasional :
Menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen.
5. Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan matras tidak rata sesuai indikasi.
Rasional :
Memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernapasan dan pertumbuhan
ventrikel.
6. Pantau terhadap tanda-tanda nekrosis enterokoktis.
Rasional :
Hipoksi dapat menyebabkan pirau darah ke otak sehingga menurunkan sirkulasi ke usus
dengan akibat lanjut kerusakan sel usus dan invasi oleh bakteri pembentuk gas.
7. Pantau pemeriksaan BGA secara berseri atau berkala.
Rasional :
Hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis menurunkan produksi surfaktan, kadar Pa O 2 harus
50 sampai dengan 70 mmHg atau lebih, kadar Pa CO2 harus 35 sampai 45 mmHg dan
saturasi oksigen 92 % sampai 94 %.
8. Lakukan Thorak foto berseri
Rasional :
Untuk memantau atelektasis, bronkogram udara menunjukkan RDS.
9. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Rasional :
Hipoksia dan asidemia dapat berlanjut menurunkan produksi surfaktan, meningkatkan
tahanan vaskuler pulmonal dan vaso kontriksi dan menyebabkan daktus arteriosus tetap
terbuka.
10. Lakukan drainase postural, fisioterapi dada atau vibrasi lobus setiap 2 jam, sesuai
indikasi. Perhatikan toleransi bayi terhadap prosedur.
Rasional :
Memudahkan penghilangan sekresi, waktu disesuaikan dengan toleransi bayi.
11. Berikan obat sesuai indikasi natrium bikarbonat dan surfaktan.
Rasional :
Penggunaan natrium bikarbonat dapat membantu menaikkan PH ke dalam rentang normal.
Surfaktan untuk menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan efek
barakhir sampai 72 jam.
DP 3. Termoregulasi
Kriteria evaluasi :
- Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (35,5 sampai 37,3 0C)
- Bebas dari tanda stress dingin
Intervensi
1. Tempatkan bayi pada penghangat (inkubator).
Rasional :
Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stress dingin.
2. Gunakan lampu pemanas selama prosedur penyebab hangat atau bayi dengan tutup
plastik atau kertas aluminium bisa tepat, obyek panas berkontak dengan tubuh bayi
seperti stetoskop, linen dan pakaian.
Rasional :
Menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang lebih dingin dari ruangan.
3. Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan jendela inkubator yang tidak
semestinya.
Rasional :
Menurunkan kehilangan panas karena konveksi atau konduksi membatasi kehilangan
panas melalui radiasi.
4. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah.
Rasional :
Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi.
5. Berikan penghangatan bertahap pada bayi dengan stress dingin.
Rasional :
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan
apnea.
6. Observasi suhu tubuh pada awal pengahangatan tiap 15 menit.
Rasional :
Hipotermi membuat bayi cenderung pada stress dingin, penghangatan terlalu cepat akan
menyebabkan abnea.
7. Kaji kemajuan kemampuan bayi untuk beradaptasi terhadap suhu rendah di dalam
incubator.
Rasional :
Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh stabil dalam ruangan dan tetap meningkatkan
berat badan.
DP 7. Integritas Kulit
Kriteria evaluasi :
- Mempertahankan kulit utuh
- Bebas dari cidera dermal
Intervensi
1. Observasi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan.
Rasional :
Mengidentifikasi area potensial derma yang dapat mengakibatkan sepsis.
2. Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin soap. Berikan jelly
petroleum pada bibir.
Rasional :
Membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir berkenaan dengan tidak adanya
masukan oral atau efek kering dari terapi oksigen.
3. Hindari penggunaan agen topical keras : cuci dengan hati-hati larutan profidon iodine
setelah prosedur.
Rasional :
Membantu mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier pelindung epidernal.
4. Minimalkan penggunaan plester untuk mengamankan selang, elektroda dan jalur IV.
Rasional :
Melepaskan plester dapat melepaskan lapisan epidermal, karena kohesi antara plester dan
korneum stratum lebih baik daripada antara dermis dan epidermis.
5. Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun ringan. Minimalkan
manipulasi kulit bayi.
Rasional :
Setelah 4 hari kulit mengalami bakterisida Ph asam.
6. Berikan latihan tentang gerak, perubahan poisisi rutin dan bantal kecil yang terbuat
dari bahan yang lembut.
Rasional :
Membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan edema dermis atau
kurangnya lemak subkutan di atas tonjolan tulang.
7. Berikan salep antibiotic pada daerah yang pecah.
Rasional :
Meningkatkan pemulihan pecah-pecah dan iritasi berkenaan dengan pemberian oksigen
dapat membantu mencegah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn E., Mary Frances M., dkk. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan.
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
ke-3. Alih bahasa: I Made Kariasa (1999). Jakarta: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde, (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Oxorn H, Forte WR., (1990). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Alih
bahasa: M. Hakimi. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.
Pritchard, Jack A., Mac Donald PC., (1991). Obstetri Williams. Edisi ke-17. Alih bahasa:
R. Hariadi, dkk. Surabaya: Airlangga University Press.
Saifuddin, Abdul Bari, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, dkk (2003). Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Walsh, Linda V., (2001). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Alih bahasa: Wilda Eka H.
(2007). Jakarta: EGC.