Anda di halaman 1dari 16

PREMATUR

1. KONSEP DASAR
1.1 Pengertian
Prematuritas (SMK) murni adalah neonatus dengan usia kehamilan yang kurang
dari 37 minggu dan mempunyai berat badan sesuai dengan berat badan untuk masa
kehamilan atau neonatus kurang bulan sesuai dengan masa kehamilan.
1.2 Etiologi
Etiologi pada Prematuritas murni
- Faktor lingkungan
- Faktor ibu yang meliputi penyakit yang diderita ibu toksemia gravidarum,
perdarahan antepartum, trauma fisik dan psikologis, nefritis akut, DM, usia ibu
saat hamil kurang dari 16 tahun atau lebih 35 tahun, keadaan sosial ekonomi
keluarga perokok, peminum alkohol atau narkotik.
- Faktor janin : meliputi hidramnion, kehamilan ganda, kelainan kromosom
1.3 Tanda-tanda
Tanda – tanda Prematuritas murni (SMK) sesuai masa kehamilan :
- Berat badan kurang dari 2500 gram.
- Panjang badan kurang dari 45 cm.
- Lingkar kepala kurang dari 33 cm.
- Lingkar dada kurang dari 33 cm.
- Masa gestasi kurang dari 27 minggu.
- Kulit tipis dan transparan.
- Kepala lebih besar daripada badan.
- Lanugo banyak terutama pada dahi, pelipis, telinga dan lengan, lemah subkutan
kurang.
- Verniks kaseosa ada, ada jaringan lemak dibawah kulit, kulit tipis, merah dan
transparan
- tulang tengkorak lunak mudah bergerak
- Abdomen buncit, tali pusat segar dan tebal
- Tangisan lemah
- Ubun-ubun dan sutura lebar.
- Labio minora belum tertutup oleh labio mayora (pada perempuan) pada laki-laki
testis belum turun.
- Otot hipotonik lemah.
- Pernapasan tak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas).
- Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut atau kaki fleksi lurus.
- Kepala tidak mampu tegak.
- Pernapasan 45 sampai dengan 50 x / menit.
- Frekuensi nadi 100 sampi 140 x / menit
1.4 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada Prematuritas murni
1) Pengaturan suhu badan
Bayi prematuritas mudah dan cepat akan kehilangan panas badan dan menjadi
hipotemia, karena pusat pengaturan panas badan belum berfungsi dengan baik, juga
karena permukaan tubuh bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat
badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak cokelat oleh
karena itu bayi prematur harus dirawat di dalam incubator sehingga panas badannya
mendekati dalam rahim, bila belum memiliki incubator bayi premature dapat
dibungkus dan di sampingnya ditaruh bantal yang berisi air panas, sehingga panas
badannya bisa dipertahankan.
Menurut mochtar, 1989: 492 bayi dimasukkan di incubator dengan suhu diatur
Bayi berat badan < 2 kg : 35 0C
Bayi berat badan 2 kg sampai dengan 2,5 kg : 34 0C
Suhu incubator diturunkan 1 C setiap minggu sampai bayi dapat ditempatkan pada
suhu lungkungan
2) Makanan bayi
Daya hisap, telan dan batuk belum sempurna, kapasitas lambung kecil, enzim
pencernaan belum matang, sedangkan kebutuhan protein 3 sampai 5 gr/ kg BB dan
kalori 110 kal/ kg BB badan, sehingga pertumbuhannya dapat meningkat. Pemberian
minum bayi sekitar 3 jam setelah lahir dan didahului dengan menghisap cairan
lambung, fefleks menghisap lemah sehingga pemberian minum sebaiknya sedikit demi
sedikit, tetapi dengan frekuensi yang lebih sering.
ASI merupakan makanan yang utama sehingga ASI lah yang paling didahulukan,
permulaan cairan yang diberikan sekitar 50/ 60 cc/ kg BB/ hari dan terus dinaikkan
sampai mencapai 200 cc / kg BB / hari.
3) Menghindari infeksi
Bayi prematuritas mudah sekali terkena infeksi, karena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang, dan pembentukan antibody belum
sempurna. Oleh karena itu upaya preventif sudah dilakukan sejak pengawasan
antenatal sehingga tidak terjadi persalinan premature dengan demikian perawatan dan
pengawasan bayi prematuritas secara khusus dan terisolasi dengan baik.
1.5 Komplikasi
Masalah yang sering muncul pada BBLR adalah :
1) Suhu tubuh yang tidak stabil oleh karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh yang
disebabkan oleh penguapan yag bertambah akibat dari kurangnya jaringan lemak
dibawah kulit, permukaan tubuh relatif lebih luas dibandingkan dengan berat badan,
otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang oleh karena lemak coklat (brown
fat) yang belum cukup serta pusat pengaturan suhu yang belum berfungsi sebagaimana
mestinya.
2) Gangguan pernafasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR. Hal ini
disebabkan kekurangan surfactant (rasio lesitin/ sfingomielin kurang dari 2),
pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum sempurna, otot pernafasan yang
masih lemah, tulang iga yang mudah melengkung (pliable thorak)
3) Penyakit gangguan pernafasan yang sering pada bayi BBLR adalah penyakit membran
hialin dan aspirasi pneumoni.
4) Gangguan alat pencernaan dan problema nutrisi, distensi abdomen akibat dari motilitas
usus berkurang, volume lambung berkurang sehingga waktu pengosongan lambung
bertambah, daya untuk mencernakan dan mengabsorbsi lemak, laktosa,vitamin yang
larut dalam lemak dan beberapa mineral tertentu berkurang. Kerja dari sfingter kardio
esofagus yang belum sempurna memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke
esofagus dan mudah terjadi aspirasi.
5) Immatur hati memudahkan terjadinya hiperbilirubinemia dan defisiensi vitamin K.
6) Ginjal yang immatur baik secara anatomis maupun fungsinya. Produksi urine yang
sedikit, urea clearence yang rendah, tidak sanggup mengurangi kelebihan air tubuh dan
elektrolit dari badan dengan akibat mudah terjadi edema dan asidosis metabolik.
7) Perdarahan mudah terjadi karena pembuluh darah yang rapuh (fragile), kekurangan
faktor pembekuan seperti protrombine, faktor VII dan faktor christmas.
8) Gangguan imunologik, daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena rendahya
kadar Ig G gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup membentuk antibodi
dan daya fagositosis serta reaksi terhadap infeksi masih belum baik.
9) Perdarahan intraventrikuler, lebih dari 50% bayi prematur menderita perdarahan
intraventrikuler. Hal ini disebabkan oleh karena bayi BBLR sering menderita apnea,
asfiksia berat dan sindroma gangguan pernafasan.
10) Retrolental Fibroplasia : dengan menggunakan oksigen dengan konsentrasi tinggi
(PaO2 lebih dari 115 mmHg : 15 kPa) maka akan terjadi vasokonstriksi pembuluh
darah retina yang diikuti oleh proliferasi kapiler-kapiler baru ke daerah yang iskemi
sehingga terjadi perdarahan, fibrosis, distorsi dan parut retina sehingga bayi menjadi
buta. Untuk menghindari retrolental fibroplasia maka oksigen yang diberikan pada
bayi prematur tidak boleh lebih dati 40%. Hal ini dapat dicapai dengan memberikan
oksigen dengan kecepatan 2 liter permenit.
Jika masalah yang ada tersebut penanganan kurang tepat dapat terjadi komplikasi :
1) Aspirasi mekonium yang sering diikuti pneumotoraks disebabkan oleh distress yang
sering dialami bayi pada proses pesalinan.
2) Jumlah hemoglobin yang tinggi sehingga sering diikuti uterus dan
keras uterus.
3) Hipoglikemia janin karena berkurangnya cadangan glikogen hati
dan meningginya metabolisme bayi.
4) Keadaan klien yang dapat terjadi : aspiksia, perdarahan, panas
badan tinggi, cacat bawaan.
1.6 Pemeriksaan diagnostic
Tergantung pada adanya masalah dan komplikasi sekunder
1) Darah lengkap untuk deteksi adanya penurunan atau peningkatan kadar hemoglobin.
2) Kadar darah (BS) untuk menyatakan hipoglikemi atau hiperglikemia.
3) Kalsium serum mungkin rendah.
4) Serum elektrolit biasanya normal.
5) Golongan darah dapat menyatakan potensial inkompatibilitas ABO.
6) Gas darah uteri PO2 mungkn rendah, PCO2 mungkin meningkat dan menunjukkan
asidosis ringan / sedang, sepsis atau kesulitan napas yang lama.
7) Laju sedimentasi eritrosit (ESR) meningkat, menunjukkan respons inflamasi akut,
penurunan ESR menunjukkan resdusi inflamasi.
8) Protein C reaktif (beta globulin) ada dalam serum sesuai dengan proporsi beratnya
proses radang infeksinus atau non infeksinus.
9) Jumlah trombosit : trombositopenia dapat menyertai sepsis.
10) Kadar fibrinogen : dapat menurun selama koagulasi intravascular diseminata (KID)
atau menjadi meningkat selama cidera atau inflamasi.
11) Kultur darah : mengidentifikasi organisme penyebab yang dihubungkan dengan sepsis.
12) Sinar x dada (Pa dan leteral) dengan bronkogram udara dapat menunjukkan
penampilan ground glass (RDS).
13) Sel ultrasonografi cranial : mendeteksi ada dan beratnya hemoragi intraventrikuler
(IVH).
2. PENGKAJIAN
a. Biodata
1) Umur kurang dari 16 tahun atau diatas 35 tahun.
2) Pekerjaan dan penghasilan sering kali dapat menggambarkan status sosial ekonomi
terutama dalam kecukupan gizi saat hamil yang kurang.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pada kelahiran premature dirasakan bayi lahir berat badan kurang dari 2500 gram sesuai
umur kehamilan. Sedangkan pada dismatur berat bayi lahir kurang dari 2500 gram tetapi
tidak sesuai umur kehamilan. Pada ANC adanya riwayat perdarahan antepartum, pre
eklampsia dan eklampsia, jarak kehamilan dan bersalin terlalu dekat, adanya gangguan
pembuluh darah, gangguan insersi tali pusat, kelainan bentuk plasenta, kahamilan ganda,
hamil dengan hidramnion.

c. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Manuaba, 1998, 326)


Adanya penyakit menahun pada ibu, hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah,
penyakit paru dan penyakit gula, infeksi dalam rahim.

d. Riwayat Obstetric
Riwayat menstruasi : ingat hari pertama menstruasi terakhir, denyut jantung terdengar
pada minggu ke 18 sampai 22.

e. Pola Aktivitas Sehari-hari


Kaji apakah ibu merokok atau minum alkohol, sebab rokok dan alkohol merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya kelahiran dengan berat badan rendah.

f. Pemeriksaan Fisik (Doengoes, 2001, 634 dan Perinasia, 2006, 8-9)


Sirkulasi
1) Nadi apical mungkin cepat atau tidak teratur dalam batas normal 120 sampai 160 x /
menit.
2) Murmur jantung yang dapat didengar dapat menandakan daktus arteriasus paten
(PDA).
3) Tekanan darah terlalu rendah atau tinggi.
4) Frekuensi denyut jantung rendah sering terjadi apnoe.

g. Pernapasan
1) Apgar skor mungkin rendah
2) Pernapasan mungkin dangkal, tidak teratur, pernapasan diafrgamatik, intermiten atau
periodik 40-60 x / menit.
3) Mengorok, pernapasan cuping hidung, retraksi suprasternal atau substernal, atau
berbagai derajat siarosis.
4) Adanya bunyi ampelas pada auskultasi, menandakan sindrom distress pernapasan,
(RDS) penyakit membran Hialin penyebab surfaktan dalam paru-paru tidak cukup.

h. Neurologis
1) Tangis lemah, suhu berfluktuasi dengan mudah, kulit kemerahan, tembus pandang,
tonus atat lunak.
2) Bisa terjadi ROP (Retinopathy Of Prematurity) untuk mneghindari dapat diberikan
oksigen tidak lebih dari 40 % / 2 lt / menit.

i. Pencernaan
Destensi abdomen akibat dari motilitas usus berkurang, volume lambung berkurang
sehingga waktu pengosongan lambung bertambah, daya untuk mencernakan dan
mengabsorbsi lemak laktosa, kerja dari sfingter kardio esofagus yang belum sempurna
memudahkan terjadinya regurgitasi isi lambung ke esofagus dan mudah terjadi aspirasi.

j. Imonologi
Daya tahan tubuh terhadap infeksi berkuran karena rendahnya kadar Ig gamma globulin,
bayi premature relatif belum sanggup membentuk antibody dan daya fagositosis serta
reaksi terhadap peradangan masih belum baik.

2) Diagnosa keperawatan yang muncul


(1) Pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi,
ketidakadekuatan kadar surfaktan, stress dingin.
(2) Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan imaturitas pusat perapasan,
keterbatasan perkembangan otot, ketidakseimbangan metabolik.
(3) Termoregulasi tidak efektif berhubungan dengan keterbatasan simpanan lemak
cokelat.
(4) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan,
berlebihan kulit tipis, kurang lapisan lemak, peningkatan suhu lingkungan.
(5) Resti cidera (kerusakan system saraf pusat) berhubungan dengan hipoksia jaringan,
ketidak seimbangan metabolik (hipoglikemia, perpindahan elktrolit, peningkatan
bilirubin).
(6) Resti infeksi berhubungan dengan respon imun, imatur kulit rapuh, prosedur invasive.
(7) Resti integritas kulit berhubungan dengan kulit tipis, tidak ada lemak subkutan.
3) Intervensi dan Rasional

DP 1. Pertukaran Gas
Tujuan :
Fungsi penapasan optimal
Kriteria hasil :
- Mempertahankan kadar O2 / PCO2 dalam batas normal
- Menderita RDS minimal
- Bebas dari displasia bronkopulmonal.
Intervensi
1. Kaji ulang informasi yang berhubungan dengan kondsi bayi, seperti lama persalinan,
tipe kelahiran, apgar skor, kebutuhan tindakan resusitasi saat kelahiran, dan obat-
obatan ibu yang digunakan selama kehamilan atau kelahiran termasuk betametason.
Rasional :
Persalinan yang lama meningkatkan resiko hipoksa dan depresi pernapasan dapat terjadi
setelah pemberian atau penggunaan obat oleh ibu. Selain itu bayi yang memerlukan
tindakan resusitatif pada kelahiran atau apgar skornya rendah, memerlukan intervensi
lebih untuk menstabilkan gas darah dan mungkin menderita cidera SSP dengan kerusakan
hipotalamus yang mengontrol fungsi pernapasan. Pemberian kortikosteroid pada ibu
dalam 1 minggu sebelum lahir membantu mengembangkan maturitas paru bayi dan
produksi surfaktan.
2. Kaji status pernapasan, perhatikan tanda-anda distress pernapasan, (misalnya takipnea,
pernapasan cuping hidung, pernapasan dada, ronchi atau krekels).
Rasional :
Takipnea menandakan distress pernapasan, khususnya bila pernapasan lebih besar 60X /
menit, setelah 5 jam pertama kehidupan terdapat pernafasan cuping hidung sebagai
mekanisme kompensasi untuk menambah diameter hidung dan meningkatkan masukan
oksigen. Krekels atau ronchi menandakan vasokontriksi pulmonal yang berhubungan
dengan PDA.
3. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati 5-10 detik, observasi pemantauan oksigen
traskutan atau oksimeter sebelum dan selama penghisapan.
Rasional :
Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan napas, khususnya pada bayi yang
menerima ventilasi terkontrol. Penghisapan dapat merangsang saraf vagus, menyebabkan
bradikardi hipoksemia atau bronkospasme.
4. Tingkatkan istirahat dan minimalkan rangsangan serta penggunaan energi.
Rasional :
Menurunkan laju metabolik dan konsumsi oksigen.
5. Posisikan bayi pada abdomen bila mungkin berikan matras tidak rata sesuai indikasi.
Rasional :
Memungkinkan ekspansi dada optimal merangsang pernapasan dan pertumbuhan
ventrikel.
6. Pantau terhadap tanda-tanda nekrosis enterokoktis.
Rasional :
Hipoksi dapat menyebabkan pirau darah ke otak sehingga menurunkan sirkulasi ke usus
dengan akibat lanjut kerusakan sel usus dan invasi oleh bakteri pembentuk gas.
7. Pantau pemeriksaan BGA secara berseri atau berkala.
Rasional :
Hipoksemia, hiperkapnia dan asidosis menurunkan produksi surfaktan, kadar Pa O 2 harus
50 sampai dengan 70 mmHg atau lebih, kadar Pa CO2 harus 35 sampai 45 mmHg dan
saturasi oksigen 92 % sampai 94 %.
8. Lakukan Thorak foto berseri
Rasional :
Untuk memantau atelektasis, bronkogram udara menunjukkan RDS.
9. Berikan oksigen sesuai kebutuhan
Rasional :
Hipoksia dan asidemia dapat berlanjut menurunkan produksi surfaktan, meningkatkan
tahanan vaskuler pulmonal dan vaso kontriksi dan menyebabkan daktus arteriosus tetap
terbuka.
10. Lakukan drainase postural, fisioterapi dada atau vibrasi lobus setiap 2 jam, sesuai
indikasi. Perhatikan toleransi bayi terhadap prosedur.
Rasional :
Memudahkan penghilangan sekresi, waktu disesuaikan dengan toleransi bayi.
11. Berikan obat sesuai indikasi natrium bikarbonat dan surfaktan.
Rasional :
Penggunaan natrium bikarbonat dapat membantu menaikkan PH ke dalam rentang normal.
Surfaktan untuk menurunkan beratnya kondisi dan komplikasi yang berhubungan efek
barakhir sampai 72 jam.

DP 2. Pola Pernapasan tidak Efektif


Evaluasi :
- Mempertahankan pola pernapasan (periodic apnoe 5 -10 detik)
- Membran mukosa merah
- Frekuensi jantung dalam batas normal (120-160 x / menit)
Intervensi
1. Kaji frekuensi pernapasan dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnea dan
perubahan frekuensi jantung, tonus otot dan warna kulit, berkenaan dengan prosedur
atau perawatan.
Rasional :
Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari serangan
apnoe sejati yang terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu ke 30.
2. Hisap jalan napas sesuai kebutuhan.
Rasional :
Menghilangkan mukus yang menyumbat jalan napas.
3. Posisikan bayi terlentang dengan bantal tipis di bawah bahu untuk menghasilkan
sedikit hiperektensi.
Rasional :
Posisi dapat memudahkan pernapasan dan menurunkan episode apnoe khususnya pada
adanya hipoksia, asidosis metabolik atau hiperkapnia.
4. Berikan rangsangan taktil bila apnea.
Rasional :
Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernapasan spontan.
5. Lakukan pemeriksaan serum elektrolit, glukosa serum, kultur darah sesuai indikasi.
Rasional :
Hipoksia, asidosis metabolik, hiperkapnia, hipoglikemia, hipokalsemia dan sepsis dapat
memperberat serangan apnea.
6. Berikan oksigen sesuai indikasi.
Rasional :
Perbaikan kadar oksigen dan karbon dioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan.
7. Berikan obat-obatan (antibiotic, calsium gulkonas, aminofilin).
Rasional :
Antibiotik mengatasi infeksi pernapasan atau sepsis hipokalsemia mempredisposisikan
bayi pada apnea. Aminofilin dapat meningkatkan aktivitas pusat pernapasan dan
menurunkan karbondioksida, menurunkan frekuensi apnea.

DP 3. Termoregulasi
Kriteria evaluasi :
- Mempertahankan suhu tubuh dalam batas normal (35,5 sampai 37,3 0C)
- Bebas dari tanda stress dingin
Intervensi
1. Tempatkan bayi pada penghangat (inkubator).
Rasional :
Mempertahankan lingkungan termonetral, membantu mencegah stress dingin.
2. Gunakan lampu pemanas selama prosedur penyebab hangat atau bayi dengan tutup
plastik atau kertas aluminium bisa tepat, obyek panas berkontak dengan tubuh bayi
seperti stetoskop, linen dan pakaian.
Rasional :
Menurunkan kehilangan panas pada lingkungan yang lebih dingin dari ruangan.
3. Kurangi pemajanan pada aliran udara, hindari pembukaan jendela inkubator yang tidak
semestinya.
Rasional :
Menurunkan kehilangan panas karena konveksi atau konduksi membatasi kehilangan
panas melalui radiasi.
4. Ganti pakaian atau linen tempat tidur bila basah.
Rasional :
Menurunkan kehilangan panas melalui evaporasi.
5. Berikan penghangatan bertahap pada bayi dengan stress dingin.
Rasional :
Peningkatan suhu tubuh yang cepat dapat menyebabkan konsumsi oksigen berlebihan dan
apnea.
6. Observasi suhu tubuh pada awal pengahangatan tiap 15 menit.
Rasional :
Hipotermi membuat bayi cenderung pada stress dingin, penghangatan terlalu cepat akan
menyebabkan abnea.
7. Kaji kemajuan kemampuan bayi untuk beradaptasi terhadap suhu rendah di dalam
incubator.
Rasional :
Bayi dapat mempertahankan suhu tubuh stabil dalam ruangan dan tetap meningkatkan
berat badan.

DP 4. Resti Kekurangan Volume Cairan


Kriteria evaluasi :
- Bebas dari tanda-tanda dehidrasi
- Masukan cairan sama dengan haluaran
- Menunjukkan penambahan berat badan 20-30 gram / hari
Intervensi
1. Timbang berat badan setap hari dalam waktu yang sama.
Rasional :
Berat badan adalah indikator paling sensitif dari keseimbangan cairan, penurunan berat
badan tidak boleh melebihi 15 % dari berat badan total.
2. Balance cairan tiap pergatian dinas.
Rasional :
Haluran harus 1-3 cc / kg / jam, sementara keutuhan terapi cairan kira-kira 80-100 cc /kg /
hari pada hari pertama dan meningkat 120-140 cc/ kg/ hari pada hari ketiga.
3. Meminimalkan kehilangan cairan yang tidak kasatmata melalui penggunaan pakaian,
suhu termonetral, mengahangatkan atau melembabkan oksigen.
Rasional :
Bayi praterm kehilangan cairan dalam jumlah besar melalui kulit, karena pembuluh darah
dekat dengan permukaan dan kadar lapisan lemak berkurang atau tidak ada.
4. Observasi tekanan darah dan tekanan arterial merata.
Rasional :
Kehilangan 25 % volume darah mangakibatkan syok.
5. Evaluasi turgor kulit, membran mukosa, keadaan fontanel anterior.
Rasional :
Cadangan cairan dibatasi pada bayi praterm, kehilangan cairan yang minimal dapat
dengan cepat menimbulkan dehidrasi.
6. Berikan infuse panenteral dalam jumlah lebih besar dari 180 cc/ kg, khususnya pada
PDA, desplasia bronkopulmenal (BPD) atau enterokolitis nekrotisan (NEC).
Rasional :
Penggantian cairan menambah volume darah, membantu mengembalikan vasokonstriksi
berkenaan dengan hipoksia acidosis dan pirau ke kanan ke kiri melalui PDA dan
membantu dalam penurunan komplikasi NEC dan BPD.
7. Observasi letargi menangis dengan nada tinggi, distensi abdomen, peningkatan apnea,
keadaan hipotonia atau aktivitas kejang.
Rasional :
Tanda ini menunjukkan hipokalsemia yang paling mungkin terjadi selama 10 hari pertama
kehidupan.

DP. 5. Resti Cidera (Kerusakan system syaraf pusat)


Kriteria evaluasi :
- Bebas dari kejang dan tanda-tanda kerusakan SSP.
- Mempertaakan homeostasis dibuktikan dengan GDA kadar elektrolit dan bilirubin.
Intervensi
1. Observasi bayi terhadap perubahan fungsi SSP dimanifestasikan oleh perubahan
perilaku, letargi, hipotonia, penonjolan pada fontanel, mata terbalik, kejang, menangis
nada tinggi, pernapasan sulit dan sianosis.
Rasional :
Trauma kelahiran, kapiler rapuh, kerusakan proses kuagulasi membuat bayi berisiko
terhadap IVH.
2. Pantau kadar dextrosit, dan observasi adanya perilaku yang menandakan hipokalsemia.
Rasional :
Karena kebutuhannya terhadap glukosa otak dapat menderita kerusakan yang tidak dapat
pulih, bila kadar glukosa serum lebih rendah dari 30-40 mg/ dl hipoklasemia (kurang dari
7 mg / dl) dapat mengakibatkan apnea dan kejang.
3. Ukur lingkar kepala sesuai indikas.
Rasional :
Membantu mendeteksi kemungkinan peningkatan tekanan intra kranial atau hidrosepalus
yang mungkin merupakan akibat dari hemoragi subdural.
4. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi Hb / GDA.
Rasional :
Penurunan kadar Hb atau anemia menurunkan kapasitas pembawa oksigen, meningkatkan
kerusakan SSP yang permanen berkenaan dengan hipoksemia, penurunan Hb yang tiba-
tiba menjadi indikator pertama dari cidera otak.
5. Berikan suplai oksigen.
Rasional :
Hipoksemia meningkatkan resiko kelemahan atau kerusakan SSP yang permanen.
6. Berikan obat-obatan sesuai indkasi.
- Kalsium, magnesium, natrium bikarbonat atau glukosa.
Rasional :
Perbaikan ketidakseimbangan membantu mencegah aktivitas kejang neonatus yang dapat
terjadi pada respons terhadap keadaan metabolik keadaan sementara.
- Fenobarbital
Rasional :
Membantu untuk mengontrol kejang akut serta status epileptikus pada bayi dan janin.
- Vitamin E
Rasional :
Sifat antioksidan melindungi membrane SDH terhadap hemolisis.
- Furosemid, aseta zolamid atau steroid.
Rasional :
Membantu menurunkan tekanan intracranial dan mengatasi efek sekunder dari perdarahan.
- Indometasid
Rasional :
Pemberian intravena dapat memperbaiki ketidakseimbangan henodinamik melalui
penutupan duktus arteriosus paten.
DP 6. Resti Infeksi
Kriteria evaluasi :
- Mempertahankan serum negatif
- CSS, urin dan kultur nasofarengeal dengan hitung darah lengkap trombosit, kadar PH.
Intervensi
1. Lakukan cici tangan pada orang tua, staf, dan tenaga kesehatan lain, gunakan
antiseptic dalam membantu prosedur invansif.
Rasional :
Mencuci tangan adalah praktek yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang
serta mengontrol infeksi dalam ruang perawatan.
2. Berikan jalan yang adekuat antara bayi, gunakan ruangan isolasi terpisah dan tekhnik
isolasi sesuai indikasi.
Rasional :
Memberikan jarak 4-6 x dengan bayi, membantu mencegah penyebaran droplet infection
melalui udara.
3. Kaji bayi terhadap tanda infeksi (ketidakstabilan suhu, hipotermia atau hipotermi).
Rasional :
Bermanfaat dalam mendiagnosa infeksi.
4. Lakukan perawatan tali pusat sesuai protokol.
Rasional :
Penggunaan alcohol, tripel day dan berbagai antimikroba yang membantu mencegah
kolonisasi.
5. Siapkan lokasi tempat prosedur invansif dengan alcohol 70 %.
Rasional :
Menurunkan insiden kemungkinan phlebitis atau bakteriemia.
6. Gunakan teknhik aseptic selama penghisapan.
Rasional :
Menurunkan kesempatan untuk masuknya bakteri yang dapat mengakibatkan infeksi
pernapasan.
7. Observasi terhadap tanda syok atau koagulasi intravaskuler diseminata (KID) seperti
bradikardi, penurunan TD, ketidakstabilan suhu, malas minum, edema dan eritema
pada dinding abdomen.
Rasional :
KID dapat terjadi dengan septic gram negatif.
8. Berikan ASI untuk pemberian makan bila tersedia.
Rasional :
ASI mengandung IgA, makrofak, limfosit dan netrofil yang memberikan beberapa
perlindungan dari infeksi.
9. Berikan antibiotik intravena sesuai dengan laporan sensitivitas.
Rasional :
Antibiotik spectrum luas meliputi ampisilin dan aminoglikosida biasanya diindikasikan,
menunggu hasil test kultur dan sensitivitas.
10. Pantau Pemeriksaan laboratorium (jumlah trombosit, glukosa darah dan kadar Ph
serum).
Rasional :
Prematuritas menunjukkan respons imun pada infeksi. Sepsis menyebabkan jumlah
trombosit menurun, hipoglikemi, hiperglikemi atau asidosis metabolic menandakan
infeksi.
11. Berikan imunoglobuliin intravena dengan tepat
Rasional :
Penelitian menunjukkan Ig intravena dapat meningkatkan laju kehidupan pada bayi septic.

DP 7. Integritas Kulit
Kriteria evaluasi :
- Mempertahankan kulit utuh
- Bebas dari cidera dermal
Intervensi
1. Observasi kulit, perhatikan area kemerahan atau tekanan.
Rasional :
Mengidentifikasi area potensial derma yang dapat mengakibatkan sepsis.
2. Berikan perawatan mulut dengan menggunakan salin atau gliserin soap. Berikan jelly
petroleum pada bibir.
Rasional :
Membantu mencegah kekeringan dan pecah pada bibir berkenaan dengan tidak adanya
masukan oral atau efek kering dari terapi oksigen.
3. Hindari penggunaan agen topical keras : cuci dengan hati-hati larutan profidon iodine
setelah prosedur.
Rasional :
Membantu mencegah kerusakan kulit dan kehilangan barier pelindung epidernal.
4. Minimalkan penggunaan plester untuk mengamankan selang, elektroda dan jalur IV.
Rasional :
Melepaskan plester dapat melepaskan lapisan epidermal, karena kohesi antara plester dan
korneum stratum lebih baik daripada antara dermis dan epidermis.
5. Mandikan bayi dengan menggunakan air steril dan sabun ringan. Minimalkan
manipulasi kulit bayi.
Rasional :
Setelah 4 hari kulit mengalami bakterisida Ph asam.
6. Berikan latihan tentang gerak, perubahan poisisi rutin dan bantal kecil yang terbuat
dari bahan yang lembut.
Rasional :
Membantu mencegah kemungkinan nekrosis berhubungan dengan edema dermis atau
kurangnya lemak subkutan di atas tonjolan tulang.
7. Berikan salep antibiotic pada daerah yang pecah.
Rasional :
Meningkatkan pemulihan pecah-pecah dan iritasi berkenaan dengan pemberian oksigen
dapat membantu mencegah infeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Irene M, Deitra L. Lowdermilk, dkk. (1995). Buku Ajar Keperawatan


Maternitas. Edisi ke-4. Alih bahasa: Maria A. Wijayarini (2004). Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynn E., Mary Frances M., dkk. (1993). Rencana Asuhan Keperawatan.
Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi
ke-3. Alih bahasa: I Made Kariasa (1999). Jakarta: EGC.

(1994). Rencana Perawatan Maternal/Bayi: Pedoman untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi ke-2. Alih bahasa: Monica Ester
(2001). Jakarta: EGC.

Klaus, Marshall H, (1998). Penatalaksanaan Neonatus Resiko Tinggi. Edisi Bahasa


Indonesia edisi 4, Jakarta, EGC

Manuaba, Ida Bagus Gde, (2007). Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Mochtar, Rustam. (1989). Sinopsis Obstetri: obstetri fisiologi, obstetri patologi.Ed


2.Jakarta: EGC

Oxorn H, Forte WR., (1990). Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan. Alih
bahasa: M. Hakimi. Jakarta: Yayasan Essentia Medica.

Pritchard, Jack A., Mac Donald PC., (1991). Obstetri Williams. Edisi ke-17. Alih bahasa:
R. Hariadi, dkk. Surabaya: Airlangga University Press.

Saifuddin, Abdul Bari, Gulardi Hanifa Wiknjosastro, dkk (2003). Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi ke-1. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Walsh, Linda V., (2001). Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Alih bahasa: Wilda Eka H.
(2007). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai