Anda di halaman 1dari 41

Clinical Report Session

*Program Studi Profesi Dokter /G1A217106/Desember 2019

**Pembimbing

Kolelithiasis

Oleh :

Tommy Akasia Laksana Putra (G1A217106)

Dosen Pembimbing : dr. Anton Trihartanto, Sp.B

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR BAGIAN BEDAH

RSUD RADEN MATTAHER JAMBI

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
LEMBAR PENGESAHAN

Clinical Report Session (CRS)

Kolelithiasis

Oleh:

Tommy Akasia Laksana Putra (G1A217106)

Kepaniteraan Klinik Senior Bagian Ilmu Bedah

Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Jambi

RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi

2019

Jambi, Desember 2019

Pembimbing,

dr. Anton Trihartanto, Sp.B


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan referat yang berjudul
“Kolelithiasis”. Dalam kesempatan ini saya juga mengucapkan terima kasih
kepada dr. Anton Trihartanto, Sp.B, selaku dosen pembimbing yang memberikan
banyak ilmu selama di Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Bedah.

Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini jauh dari sempurna, penulis
juga dalam tahap pembelajaran, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran
agar lebih baik kedepannya.

Akhir kata, saya berharap semoga laporan clinical report session (CRS)
ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menambah informasi dan
pengetahuan kita.

Jambi, Desember 2019

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang


ditemukan didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari
Kristal kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang
dipolimerisasi yang dapat terletak di saluran empedu atau kantung empedu.(1)
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua – duanya.
Sebagian besar batu empedu terutama batu kolestrol, terbentuk di kandung
empedu.
Di negara maju, kolelitiasis terjadi pada 10% sampai 15% populasi
dewasa. Di Amerika sekitar 20 – 25 juta orang memiliki atau diprediksi akan
memiliki batu empedu. Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian
cholelithiasis rendah, yaitu antara 3% hingga 15%
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Ny. Jumiah
Umur : 53 tahun
JenisKelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : RT 10 Sarang Burung
Agama : Islam
Bangsa : Indonesia
MRS : 12 Desember 2019

2.2 ANAMNESIS

Keluhan Utama
Nyeri perut kanan atas memberat sejak ±2 hari SMRS.

Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang memberat sejak
±2 hari SMRS, keluhan disertai dengan demam dan mual muntah. Muntah
dikeluhkan terjadi 3 kali berisi makanan sebanyak kurang lebih setengah
gelas aqua. Nyeri dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, terasa
penuh di perut dan menjalar sampai ke punggung belakang. Pasien juga
mengeluhkan badannya kuning dan adanya demam yang tidak terlalu
tinggi sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan gatal-gatal di seluruh
tubuh. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
± 1 bulan SMRS pasien mengeluhkan mual dan muntah lalu pasien
berobat dan melakukan pemeriksaan USG dan didiagnosis batu empedu.

Riwayat Penyakit Dahulu


- Riwayat keluhan seperti ini : Disangkal
- Riwayat sakit jantung : Disangkal
- Riwayat Hipertensi : Disangkal
- Riwayat DM : Disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada anggota keluarga yang pernah mengalami hal serupa seperti
keluhan pasien. Riwayat penyakit lainnya dalam keluarga juga disangkal.

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


TANDA VITAL
KeadaanUmum :Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Frekuensi Napas : 23 kali/menit
Frekuensi Nadi : 84 kali/menit
Suhu : 36,6oC

STATUS GENERALIS

Kulit
Warna : Sawo matang Turgor : Baik
Efloresensi : (-)
Pigmentasi : Dalam batas normal
Jar. Parut : (-)
Edema : (-)
Ikterus : (-)

Kelenjar
Pembesaran Kel. Submandibula : (-)
Jugularis Superior : (-)
Submental : (-)
Jugularis Interna : (-)
Kepala
Bentuk kepala : Normocephal
Ekspresi muka : Tampak sakit sedang
Rambut : Tampak hitam tumbuh merata

Mata
Exophthalmus/endopthalmus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Conjungtiva anemis : (-)
Sklera Ikterik : (-)
Pupil : Isokor (+/+)
Lensa : Tidak keruh
Reflek cahaya : (+/+)
Gerakan bola mata : Baik kesegala arah

Hidung
Bentuk : Normal
Septum : Deviasi (-)
Sekret : (-)
Perdarahan : (-)

Mulut
Bibir : Sianosis (-)
Gusi : Berdarah (-)
Bau pernafasan :Dbn
Tenggorokan : dbn

Leher
Kelenjar getah bening : Pembesaran (-)
Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)
Thorax
Bentuk :Simetris
 Paru-paru
 Inspeksi : Pernafasan simetris
 Palpasi : Fremitus taktil normal, nyeri tekan (-), krepitasi (-)
 Perkusi : Sonor (+/+)
 Auskultasi : Vesikuler, wheezing (-/-), ronkhi (-/-)
 Jantung
 Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
 Palpasi : Ictus cordis teraba 2 jari di ICS V linea
midclavicula sinistra
 Perkusi batas jantung
Kanan : ICS III Linea parasternalis dekstra
Kiri : ICS V Linea midklavikularis sinistra
Atas : ICS II Linea parasternalis sinistra
Pinggang jantung : ICS III Linea parasternalis sinistra
 Auskultasi : BJ I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
 Inspeksi : datar,sikatrik (-), massa (-), bekas operasi (-)
 Auskultasi : Bising usus normal
 Perkusi : Timpani (+), nyeri ketuk CVA (-)
 Palpasi : Nyeri tekan epigastrik (-), Murphy sign (+), hepar
dan lien tidak teraba.

Ekstremitas atas
Gerakan : Dbn Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : (-)

Extremitas bawah
Gerakan : Dbn Nyeri sendi : (-)
Akral : Hangat, CRT < 2 detik Edema : (-)
RT:  Tonus sfingter ani kuat
 Mukosa rectum licin
 Ampula recti tidak colaps
 Massa (-)
 Handscoon : darah (-) feses (-)

2.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah Rutin (12/12/2019)
Jenis Hasil Normal
Pemeriksaan
WBC 6,5 (4-10,0 10^9/L)
RBC 4,17 (3,5-5,5 10^9/L)
HGB 12,6 (11-16 g/dl)
HCT 37,6 (35-50 %)
PLT 216 (100-300 10^9/L)
MCV 90,2 (80-100 fl)
MCH 30,2 (27-34 pg)
MCHC 335 (320-360 g/dl)

GDS : 179 mg/dl

2. Faal Hati (12/12/2019)


Parameter Satuan Nilai Normal
Bilirubin Total 4,0 < 1,0
Bilirubin Direk 1,0 < 0,2
Bilirubin Indirek 3,0 < 1,0
SGOT 192 < 40
SGPT 256 < 41

3. Faal Ginjal (12/12/2019)


Parameter Satuan Nilai Normal
Ureum 13 15 - 39 mg/dl
Creatinin 0,5 L= 0,9 – 1,3 mg/dl

4. Pemeriksaan elektrolit (12/12/2019)


Parameter Satuan Nilai Normal
Natrium (Na) 139,51 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 2,76 3,5 – 5,3 mmol/L
Chlorida (Cl) 106,51 98 – 110 mmol/L
Calsium (Ca) 1.21 1,19-1,23 mmol/L

(14/12/2019)
Parameter Satuan Nilai Normal
Natrium (Na) 145,02 135 – 148 mmol/L
Kalium (K) 3,25 3,5 – 5,3 mmol/L
Chlorida (Cl) 110,04 98 – 110 mmol/L
Calsium (Ca) 1.16 1,19-1,23 mmol/L
5. Foto Thorax (16/12/2019)

Kesan : Cor dan Pulmo dalam batas normal


6. CT Scan Abdomen (16/12/2019)

Kesan :  Batu CBD bagian distal 1,1 cm


 Batu gallbladder multiple diameter (7-9) mm

7. USG Abdomen ( RS Baiturrahim Jambi (13/11/2019))

Kesan :
 Pelebaran duktus biliaris intrahepatal disertai multiple choledocholithiasis
(ukuran terbesar ± 0,95 cm) dan cholecystolithiasis (ukuran terbesar ± 0,65 cm)
 Tak tampak kelanan lainnya pada organ intraabdomen diatas secara sonografi

2.5 DIAGNOSIS

Kolelithiasis + Koledokolithiasis + Kolesistitis + Hipokalemi

2.6 PENATALAKSANAAN
 IVFD Kaen 3B 20 tpm
 Ceftriaxone 1x2gr
 Ketorolac 3x30 mg
 Omeprazole 1x40 mg
 KSR tab 2x1 tab
 Heparmin 3x1 cap
 Cetirizine 1x10 mg
 Pro kolesistektomi

2.8PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

TGl S O A P
18/12 Nyeri perut KU : Tampak Abdomen Kolelithiasis + - IVFD Kaen 3B 20
/2019 kanan atas sakit sedang I: dbn Koledokolithia
tpm
(-), demam GCS : A : bising sis +
(-) E4V5M6 usus (+) Kolesistitis + - Ceftriaxone 1x2gr
TD : 110/70 normal Hipokalemi
- Ketorolac 3x30 mg
N: 84 x/mnt P : timpani
RR :23x/mnt P : Murphy - Omeprazole 1x40
T : 36,6oC sign (+)
mg
SpO2 : 98%
- KSR tab 2x1 tab
- Heparmin 3x1 cap
- Cetirizine 1x10 mg
- Pro kolesistektomi
19/12 Nyeri perut KU : Tampak Abdomen Kolelithiasis + - IVFD Kaen 3B 20
/2019 kanan atas sakit sedang I: dbn Koledokolithia
tpm
(-), demam GCS : A : bising sis +
(-) E4V5M6 usus (+) Kolesistitis + - Ceftriaxone 1x2gr
TD : 120/60 normal Hipokalemi
- Ketorolac 3x30 mg
N: 76 x/mnt P : timpani
RR :22x/mnt P : Murphy - Omeprazole 1x40
T : 36,5oC sign (+)
mg
SpO2 : 98%
- KSR tab 2x1 tab
- Cetirizine 1x10 mg
- Heparmin 3x1 cap
- Pro kolesistektomi
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Anatomi
Kandung empedu berbentuk bulat lonjong dengan panjang sekitar 4 -6 cm
dan berisi 30 – 60 mL empedu. Bagian fundus umumnya menonjol sedikit keluar
ke tepi hati, di bawah lengkung iga kanan, di tepi lateral otot rektus abdominis.
Sebagian besar korpus menempel dan tertanam di dalam jaringan hati. Kandung
empedu tertutup seluruhnya oleh peritoneum viseral, tetapi infundibulum kandung
empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum. Apabila
kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh batu, bagian
infundibulum menonjol seperti kantong (kantong Hartmann).(1)
Duktus sistikus panjangnya 1-2 cm dengan diameternya 2 – 3 mm.
Dinding lumen mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister,
yang memudahkan cairan empedu mengalir masuk ke dalam kandung empedu,
tetapi menahan aliran keluarnya.
Saluran empedu ekstrahepatik terletak di dalam ligamentum
hepatoduodenale yang batas atasnya porta hepatis, sedangkan batas bawahnya
bagian distal Papila Vater. Bagian hulu saluran empedu intrahepatik berpangkal
dari saluran paling kecil, yang disebut kanalikulus empedu, yang meneruskan
curahan sekresi empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris, dan
selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.
Panjang duktus hepatikus kanan dan kiri masing – masing antara 1 -4 cm.
Panjang duktus hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum, menembus
jaringan pankreas dan dinding duodenum, membentuk saluran bersama (common
channel) duktus pankreatikobiliaris atau ampula vater yang terletak di sebelah
medial duodenum, distal dari pilorus. Ujung distal ampula vater dikelilingi oleh
otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran empedu ke dalam duodenum.(2)
Gambar 1. Anatomi Kandung Empedu
Pembuluh arteri kandung empedu adalah a.cystica, cabang a.hepatica
kanan. Vena cystica mengalirkan darah langsung ke dalam vena porta. Sejumlah
arteri dan vena kecil juga berjalan antara hepar dan vesica fellea. Pembuluh limfe
berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica
fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum
sepanjang perjalanan a. hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang
menuju ke kandung empedu berasal dari plexus coeliacus.

Gambar 2. Vaskularisasi kandung empedu

3.2 Fisiologi
Empedu dihasilkan oleh sel hepatosit sebanyak 500 – 1500 mL per hari.
Empedu disimpan untuk sementara di dalam kandung empedu, dan dipekatkan.
Tekanan sfingter Oddi saat istirahat sekitar 13mmHg lebih tinggi dibandung
dengan tekanan duodenum. Aliran cairan empedu diatur oleh sekresi empedu oleh
hati, kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter Oddi. Setelah makan,
kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke dalam
duodenum aliran tersebut dapat dialirkan secara intermiten karena tekanan saluran
empedu akan lebih tinggi daripada tahanan sfingter.(2)
Kontraksi kandung empedu disebabkan oleh distensi gaster dan makanan
berlemak. Hal ini merangsang sekresi kolesistokinin (CCK) dari sel inklusi
duodenum, dan hormon sel APUD dari mukosa usus halus. Hormon ini
merangsang nervus vagus sehingga terjadi kontraksi kandung empedu.(2)
Empedu mengandung beberapa konstituen organik antara lain garam
empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit)
dalam suatu cairan encer alkalis (ditambahkan oleh sel ductus). Garam empedu
merupakan turunan kolesterol yang mempunyai efek emulsifikasi dan
mempermudah penyerapan lemak dengan pembentukan misel. Empedu dapat
mengubah globulus ( gumpalan ) lemak besar menjadi emulsi lemak yang terdiri
dari banyak tetesan / butiran dengan diameter masing-masing 1 mm yang
membentuk suspensi di dalam kimus cair sehingga luas permukaan untuk tempat
enzim lipase pankreas bekerja bertambah. Untuk mencerna lemak, lipase harus
berkontak langsung dengan molekul trigliserida, karena tidak larut dalam air maka
trigliserida cenderung menggumpal menjadi butir-butir besar dalam usus halus
yang banyak mengandung air. Jika empedu tidak mengemulsifikasi gumpalan
lemak besar ini maka lipase hanya bekerja pada permukaannya saja dan
pencernaan lemak akan sangat lama. (3)
Molekul garam empedu mengandung bagian yang larut lemak dan bagian
yang larut air yang bermuatan negatif. Gerakan mencampur oleh usus juga akan
memecah lemak besar menjadi butir- butir kecil, butir kecil ini akan bergabung
kembali menjadi lemak besar jika tidak ada garam empedu yang terserap
dipermukaannya dan menciptakan selubung muatan negatif larut air dipermukaan
setiap butiran kecil. Karena bermuatan sama maka antara butir kecil akan saling
tolak menolak. Daya tolak listrik ini mencegah butir- butir kecil tersebut untuk
begabung sehingga menghasilkan emulsi lemak yang akan meningkatkan
permukaan yang tersedia untuk enzim lipase. (3)
Setelah ikut dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar
garam empedu diserap kembali ke darah oleh mekanisme transport aktif khusus
yang terletak di ileum terminal. Empedu akan kembali ke sistem porta hepar, yang
mengsekresikannya ke dalam kandung empedu. Daur ulang ini disebut sirkulasi
enterohepatik. Jumlah total garam empedu di tubuh sekitar 3 sampai 4 gram,
namun dalam satu kali makan mungkin dikeluarkan 3 sampai 15 gram garam
empedu ke dalam duodenum, biasanya hanya sekitar 5% dari empedu yang
diekskresikan keluar dari tubuh melalui feses setiap hari kehilangan garam
empedu ini diganti oleh pembentukan empedu di hati sehingga jumlah total garam
empedu menjadi
(6)
konstan.

Gambar 3. Fisiologi Kandung Empedu

3.3 Kolelitiasis
3.3.1 Definisi
Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang
ditemukan didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari
Kristal kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang
dipolimerisasi yang dapat terletak di saluran empedu atau kantung empedu.(4)
Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di dalam
kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua – duanya.
Sebagian besar batu empedu terutama batu kolestrol, terbentuk di kandung
empedu.
Kebanyakan batu duktus koledokus (koledokolitiasis) berasal dari batu
kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu
ekstrahepatik maupun intrahepatik. Batu primer saluran empedu harus memenuhi
kriteria sebagai berikut, yaitu ada masa asimptomatik setelah kolsistektomi,
morfologik cocok dengan batu empedu primer, tidak ada striktur pada duktus
koledokus atau tidak ada sisa duktus sistikus yang panjang. (2)

3.3.2 Epidemiologi

Di negara maju, kolelitiasis terjadi pada 10% sampai 15% populasi


dewasa. Di Amerika sekitar 20 – 25 juta orang memiliki atau diprediksi akan
memiliki batu empedu. Prevalensi Kolelitiasis tertinggi dilaporkan terdapat pada
orang Indian Amerika Utarasebesar 64,1% pada wanita dan 29,5% pada laki-laki.
Sedangkan Asia merupakan benua dengan angka kejadian cholelithiasis rendah,
yaitu antara 3% hingga 15% dimana dikaitkan dengan parasit seperti Clonorchis
sinensis, Opisthorchis species, Fasciola hepatica dimana infeksi parasite tersebut
menyebabkan terbentuknya batu-batu duktus primer dan stasis dari obstruksi
bilier
parsial.(5)
Gambar 4. Epidemiologi kolelitiasis

3.3.3 Etiologi dan Faktor Risiko

1) Riwayat Penyakit Keluarga dan Genetik


Genetik merupakan salah satu faktor resiko utama dalam
pembentukan batu empedu, dimana hasil penelitian menunjukkan
peningkatan resiko lima kali lebih tinggi pada orang yang memiliki
keluarga dengan batu empedu. Angka ini bahkan lebih tinggi pada
kembar monozigot pada 12% dan kembar dizigotik pada 6%, namun
pembentukan batu empedu tetap dipengaruhi oleh faktor resiko lain
yaitu faktor lingkungan seperti pola makan dan kebiasaan lainnya. (5)
2) Usia
Frekuensi pembentukan batu empedu meningkat seiring
bertambahnya usia, dimana pada usia >40 tahun meningkat 4-10 kali
lebih tinggi. Jenis batu juga berubah seiring bertambahnya usia:
awalnya terdiri terutama dari kolesterol (berhubungan dengan
peningkatan sekresi kolesterol dan kejenuhan empedu) tetapi pada
akhir hidupnya cenderung menjadi batu pigmen hitam. Selanjutnya,
gejala dan komplikasi meningkat seiring bertambahnya usia, yang
mengarah ke kolesistektomi yang lebih sering. (5)
3) Jenis Kelamin
Menurut penelitian penyakit batu kandung empedu lebih tinggi
resikonya dua kali terjadi pada wanita di bandingkan pada pria.
Kejadian ini dihubungkan oleh hormone seks wanita, dimana
ditemukan pada wanita pengguna kontrasepsi oral dan terapi
pengganti hormone. Estrogen meningkatkan sekresi kolesterol dan
mengurangi sekresi garam empedu sedangkan progestin mengurangi
sekresi garam empedu dan mengganggu pengosongan kantung
empedu sehingga dapat menyebabkan stasis. (5)
4) Obesitas
Perbandingan yang normal antara lemak tubuh dengan berat
badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria.
Wanita dengan lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak
tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas. Seseorang yang
memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran berat
badannya yang normal dianggap mengalami obesitas. Seseorang
yang lemaknya banyak tertimbun di perut mungkin akan lebih
mudah mengalami berbagai masalah kesehatan yang berhubungan
dengan obesitas. Mereka memiliki risiko yang lebih tinggi. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya sejumlah penyakit menahun salah
satunya adalah penyakit batu kandung empedu. Mereka lebih banyak
mencerna dan mensintesis kolesterol sehingga mengeluarkan lebih
banyak kolesterol ke dalam empedu.(5)

5) Sindrom Metabolik
Sindrom metabolik adalah kombinasi dari gangguan medis yang
meningkatkan Sindrom metabolik disini didefinisikan oleh kehadiran
setidaknya 3 fitur dari: obesitas perut, tekanan darah tinggi, glukosa
puasa tinggi, peningkatan kadar trigliserida dan penurunan kadar
HDL merupakan predisposisi pembentukan batu empedu
kolesterol.(5)
6) Penurunan Berat Badan yang Cepat
Insiden diet rendah kalori dan operasi bariatrik dengan
penurunan berat badan secara cepat didapatkan pada 30-71%
individu. Batu empedu yang berhubungan dengan penurunan berat
badan biasanya tidak menunjukkan gejala; hanya 7% hingga 16%
yang mengalami gejala.(5)
7) Diet dan Pola Makan
Selain asupan kalori tinggi, pola makan yang tinggi kolesterol,
asam lemak, karbohidrat, rendah serat dapat meningkatkan
pembentukan batu empedu atau kolelitiasis. (5)
8) Gaya Hidup dan Sosialekonomi
Pola gaya hidup dan sosialekonomi hanya menjadi faktor resiko
secara tidak langsung dimana kurangnya aktivitas fisik
meningkatkan resiko pembentukan batu empedu dihubungkan
dengan perannya dalam penurunan berat badan pada pasien dengan
obesitas. Sedangkan sosialekonomi dihubungkan dengan obesitas
dan kondisi medis kronis.(5)

3.3.4 Klasifikasi
a) Batu Kolesterol

Batu kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan


sisanya adalah kalsium karbonat, kalsium palmitat, dan kalsium bilirubinat.
Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan dengan batu pigmen. Terbentuk hampir
selalu di dalam kandung empedu, dapat berupa batu soliter atau multipel.
Permukannya dapat licin atau multifaset, bulat, berduri.
Derajat penjenuhan empedu oleh kolestrol dapat dihitung melalui
kapasitas daya larut. Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya sekresi
kolesterol atau penurunan relatif asam empedu atau fosfolipid. Peningkatan
ekskresi kolesterol terjadi pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan kolesterol,
dan pemakaian obat yang mengandung estrogen atau klofibrat. Sekresi asam
empedu akan menurun pada gangguan absorbsi di ileum atau gangguan daya
pengosongan primer kandung empedu. Penjenuhan kolesterol yang berlebihan
tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada nidus dan proses lain yang
menimbulkan kristalisasi.

b) Batu Bilirubin

Batu biliribun berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu lumpur atau
batu pigmen. Batu ini sering ditemukan berbentuk tidak teratur, kecil – kecil,
dapat berjumlah banyak, warnanya bervariasi antara coklat kemerahan sampai
hitam, dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh.
Batu pigmen adalah batu empedu yang kadar kolesterolnya kurang dari
25%. Batu pigmen hitam terbentuk di dalam kandung empedu, terutama terbentuk
pada gangguan keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis
hepatis tanpa didahului infeksi.
Terbentuknya batu bilirubin berhubungan dengan bertambahnya usia.
Infeksi, stasis, dekonjugasi bilirubin, dan ekskresi kalsium merupakan faktor
penyebab. Bakteri gram negatif, terutama E.coli merupakan batu yang tersering
ditemukan dalam biakan empedunya.

c) Hepatolitiasis

Hepatolitiasis ialah batu empedu yang terdapat di dalam saluran empedu


dari awal percabangan duktus hepatikus kanan dan kiri meskipun percabangan
tersebut mungkin terdapat di luar parenkim hati. Batu tersebut umumya berupa
batu pigmen yang berwarna coklat, lunak, bentuknya seperti lumpur dan rapuh.
Hepatolitiasis akan menimbulkan kolangitis piogenik rekurens.

d) Kolesistolitiasis

Kolelitiasis dapat berpindah ke dalam duktus koledokus melalui duktus


sistikus. Di dalam perjalanannya, batu tersebut dapat menimbulkan sumbatan
aliran empedu secara parsial atau komplit sehingga menimbulkan gejala kolik
empedu. Pasase batu empedu berulang melalui duktus sistikus yang sempit dapat
menimbulkan iritasi dan perlukaan dukus sistikus yang menyebabkan striktur.
Kalau batu terhenti di dalam duktus sistikus karena diameter batu yang besar dan
tertahan oleh striktur, batu akan menetap sebagai batu duktus sistikus.(2)

3.3.5 Patofisiologi

 Batu Kolesterol

Batu empedu kolesterol terbentuk karena 4 faktor utama, yaitu;

a. Supersaturasi Kolesterol Dalam Kandung Empedu

Kolesterol hanya sedikit larut dalam media air tetapi dibuat larut dalam
empedu melalui misel yang dicampur dengan garam empedu dan
fosfolipid, terutama lesitin. Pengendapan kolesterol terjadi ketika kelarutan
kolesterol terlampaui (indeks saturasi kolesterol> 1). Kristal kolesterol
terjadi pada keadaan fosfolipid rendah. vesikel Multilammellar kemudian
melebur dan mungkin menjadi kristal padat. Dengan demikian,
supersaturasi kolesterol dalam empedu dapat disebabkan oleh hipersekresi
kolesterol, atau dari hyposecretion garam empedu atau fosfolipid.
Penyebab utama supersaturasi kolesterol adalah hipersekresi kolesterol.
Hipersekresi mungkin karena kelainan dalam metabolisme kolesterol hati,
yaitu peningkatan penyerapan hati, meningkat sintesis de novo dan / atau
penurunan konversi terhadap asam empedu atau ester kolesterol. Sintesis
de novo kolesterol hanya menyumbang sekitar 10% dari total kolesterol
bilier, sisanya,yaitu lebih dari 80% berasal dari diet. Peningkatan
konsentrasi kolesterol dapat disebabkan oleh obesitas, diet tinggi kalori
dan kolesterol, pemberian estrogen (kontrasepsi), dan juga pada
kehamilan. Garam empedu dieksresikan dari kandung empedu masuk ke
usus, 90% akan diserap kembali dan lewat vena porta kembali ke hati dan
kantung empedu (sirkulasi enterohepatik). Hambatan dalam sirkulasi
enterohepatik akan mengurangi kadar garam empedu dalam kandung
empedu sehingga terbentuk batu empedu. Hal ini terjadi pada penyakit
Crohn (ileitis terminalis) atau setelah tindakan reseksi ileum. (4,6)

b. Motilitas Kandung Empedu yang Berkurang


Gallbladder hypomotility atau gangguan motilitas kandung empedu dapat
menyebabkan terbentuknya batu empedu. Salah satu yang merangsang
pengosongan kandung empedu adalah hormon cholecystokinin (CCK)
merupakan sel amine-precursor-uptake (APUD) dari selaput lendir usus
halus duodenum. Kolesistokinin (CCK) dikeluarkan atas rangsang
makanan berlemak atau produk lipolitik di dalam lumen usus duodenum.
Ketika terjadi stimulasi makanan, maka kandung empedu akan
mengosongkan isinya sekitar 50-70 persen dalam waktu 30-40 menit.
Dengan demikian, CCK menyebabkan terjadinya kontraksi empedu setelah
makan. Kandung empedu akan terisi kembali setelah 60-90 menit, hal ini
berkorelasi dengan berkurangnya level CCK. Berkurangnya motilitas
kandung empedu terjadi pada puasa yang lama, pemberian nutrisi
parenteral yang lama, pascavagotomi, penderita diabetes, penderita tumor
yang memproduksi somatosatin, atau terapi somatostatin yang lama. Pada
kehamilan juga terjadi penurunan gerakan kandung empedu. (4,6,)
c. Perubahan Absorbsi dan Eksresi Kandung Empedu

Kandung empedu adalah organ yang sangat aktif dalam absorbsi dan
fungsinya adalah mengentalkan dan mengasamkan empedu. Perubahan
dalam absorbsi natrium, klorida, bikarbonat, air akan mengubah
lingkungan saturasi kolesterol, pembentukan kristal dan presipitasi
kalsium. (4,6)

d. Pembentukan Nidus Dan Kristalisasi

Pembentukan batu baru diawali dengan pembentukan nidus dan diikuti


kristalisasi yang meliputi nidus itu. Nidus dapat berasal dari pigmen
empedu, mukoprotein, lendir, protein lain, bakteri, atau benda asing lain.
Pertumbuhan batu akan terjadi karena pengendapan kristal kolesterol
diatas matriks anorganik dan kecepatannya ditentukan oleh kecepatan
relatif peralutan dan pengendapan. Statis kandung empedu juga berperan
dalam pembentukan batu. Puasa yang lama akan menimbulkan empedu
yang litogenik akibat statis tadi.(4,6)

 Batu Pigmen
Batu pigmen hitam terbentuk dari supersaturasi dari kalsium bilirubinat,
karbonat dan fosfat. Tingkat bilirubin tak terkonjugasi yang berlebih
misalnya pada anemia hemolitik, meningkatkan bilirubin terkonjugasi,
sehingga meningkatkan pembentukan batu pigmen. Batu coklat terbentuk
terutama pada kandung empedu atau duktus biliaris, biasanya sekunder dari
infeksi bakteri yang disebabkan karena stasis empedu. Kalsium bilirubinat
yang mengedap dan sel- sel bakteri yang mati membentuk inti dari batu.
Bakteri seperti Escherichia coli mensekresi beta-glucuronidase yang akan
memecah bilirubin glukuronide yang akan menjadi bilirubin tak
terkonjugasi. Bilirubin ini akan mengendap dengan kalsium, bersama
dengan sel-sel bakteri yang mati, akan menjadi batu coklat.(6)
3.3.6 Gejala Klinis

 Asimtomatik / Silent gallstones

Mayoritas batu empedu tidak menimbulkan gejala, sekitar 80% tidak


merasakan nyeri bilier atau komplikasi seperti kolesistisis akut, kolangitis, atau
pankreatitis. Oleh karena itu, biasanya silentgallstones baru ditemukan saat
penderita melakukan USG perut karena alasan lain, namun silent batu empedubisa
memiliki gejala dalam 5-20 tahun setelah diagnosis. Pada sekitar 1-2% kasus
asimtomatik akan menjadi simptomatik dalam 1 tahun, dan pada 20 – 30% kasus
akan timbul komplikasi berupa kolestisis akut , koledokolitiasis, pankreatitis,
obstruksi usus dan keganasan dalam 20 tahun.(4)

 Batu empedu simtomatik

Penting untuk menentukan gejala mana yang disebabkan oleh batu empedu
dan atau komplikasinya dengan keluhan perut lain yang tidak spesifik seperti
dyspepsia.Gejala khas pada batu empedu adalah adanya kolik bilier, keluhan ini
didefinisikan sebagai nyeri akut perut bagian atas / epigastrium yang berlangung
secara episodik selama lebih dari 15 menit dengan intensitas sedang sampai berat
dan lebih sering terjadi pada malam hari. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-
lahan, tetapi pada sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke
punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan
muntah.(4)

3.3.7 Penegakkan diagnosis

A. Anamnesis

Keluhan utama berupa nyeri di regio epigastrium, kuadran kanan atas


perut, atau daerah prekordium. Jenis nyeri lain yang mungkin timbul adalah kolik
bilier yang bisa berlangsung lebih dari 15 menit, dan baru menghilang beberapa
jam kemudian. Timbul awal nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada
sepertiga kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri dapat ke punggung bagian
tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Bila nyeri lebih
dari 24 jam kemungkinan telah terjadi kolesistisis akut. Jika terjadi kolesistisis,
keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik napas dalam. (2,7)
Pada batu duktus koledokus (koledokolitiasis), riwayat nyeri atau kolik di
epigastrium dan perut kanan atas juga dapat disertai demam dan menggigil,
hingga tanda sepsis bila telah terjadi kolangitis berat. Ikterus dan urin yang
berwarna gelap dapat hilang timbul. Hilang timbulnya ikterus berbeda dengan
ikterus pada hepatitis.

B. Pemeriksaan Fisik

Kalau ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi,


seperti kolesisitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops kandung
empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis.
Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum di
daerah letak anatami kandung empedu. Tanda Murphy disebut positif apabila
nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang karena kandung
empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa, dan pasien
kemudian berhenti menarik napas.
Pemeriksaan fisik pada koledokolitiasis tidak menimbulkan gejala atau
tanda dalam fase tenang. Kadang teraba hati agak membesar dan sklera ikterik.
Patut diketahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dL, gejala
ikterus tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan
timbul ikterus klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya disertai
obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan beratnya kolangitis
tersebut. Kolangitis akut ringan sampai sedang biasanya merupakan kolangitis
bakteri nonpiogenik yang ditandai dengan trias Charcot, yaitu demam dan
menggigil, nyeri di daerah hati, dan ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya
berupa kolangiolitis piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade
Reynold, berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok, dan kekacauan mental
atau penurunan kesadaran sampai koma. Jika terdapat riwayat kolangitis hilang
timbul, harus dicurigai kemungkinan hepatolitiasis.(2)
C. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan Laboratorium

Studi laboratorium yang direkomendasikan untuk pasien dengan dugaan


komplikasi batu empedu termasuk hitung darah lengkap dan pengukuran
transaminase hati, bilirubin total, alkaline phosphatase, amilase, dan kadar
lipase.Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan
kelainan laobratorik. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Dapat ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus
koledokus oleh batu, dinding yang edema di daerah kantong Hartmann, dan
penjalaran radang ke dinding yang tertekan tersebut. Kadar bilirubin serum yang
tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledokus. Kadar fosfatase
alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang
setiap kali ada serangan akut.

 Pencitraan
a) Ultrasonografi (USG)

USG mempunyai derajat spesifitas dan sensitivitas 90 - 95%untuk


mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik
maupun ekstrahepatik. Dengan USG dapat juga dilihat dinding kandung empedu
yang menebal karena fibrosis atau edema karena peradangan maupun sebab lain.
Batu yang terdapat pada duktus koledokus distal kadang sulit dideteksi karena
terhalang udara di dalam usus. Dengan USG lumpur empedu dapat diketahui
karena bergerak sesuai dengan gaya gravitasi.

Gambar 5. Gambaran USG kolelitiasis


b) Foto polos abdomen

Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas


karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak.
Kadang batu empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi
dapat dilihat pada foto polos.

c) Oral Cholescystography

Oral kolesistografi (OCG) secara historis sering digunakan untuk


diagnosis batu empedu tetapi telah digantikan oleh USG. OCG dapat digunakan
untuk menilai patensi dari fungsi duktus sistikus dan fungsi pengosongan kandung
empedu. Selanjutnya, OCG juga dapat menggambarkan ukuran dan jumlah batu
empedu dan menentukan adanya kalsifikasi.(7)
Pada oral cholecystography, agen kontras iodinasi seperti asam iopanoic
(Telepaque) diberikan secara oral sehari sebelum pemeriksaan. Bahan kontras
diserap dari usus, diambil oleh hati, terkonjugasi dengan asam glukuronat, dan
disekresi ke empedu, di mana ia terkonsentrasi di dalam kandung empedu. Hal ini
berguna pada pasien yang telah diduga gejala kandung empedu tetapi pemeriksaan
USG negatif atau samar-samar. Pada oral cholecystography, kandung empedu
dapat terlihat mengandung batu, polip, atau lumpur, atau mungkin tidak
tervisualisasikan karena bahan kontras diserap melalui dinding kandung empedu
yang meradang atau karena obtruksi dari duktus sistikus.(2,7)
Kolesistografi oral akan gagal pada kelainain ileus paralitik, bila pasien
muntah , kadar bilirubin serum diatas 2 mg/dl, obstruksi pylorus, dan hepatitis
karena pada keadaan tersebut kontras tidak mencapai hati. Pemeriksaan
kolesistografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kadung empedu.
Gambar 6. Gambaran Oral Cholescystography

d) CT scan

CT scan tidak lebih unggul daripada USG untuk mendiagnosis batu


kandung empedu. Cara ini berguna untuk membantu diagnosis keganasan pada
kandun empedu yang mengandung batu, dengan ketepatan sekitar 70-90%.

e) Foto Roentgen dengan ERCP

Indikasi foto Roentgen dengan ERCP (endoscopic retrograde


cholangiopancreatography)adalah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi
hati yang tidak dapat dideteksi dengan USG dan kolesistografi oral, misalnya
karena batu kecil. Saat ini telah dikembangkan pemeriksaan USG endoluminal
(EUS) dengan endoskopi fleksibel untuk mendeteksi batu empedu di saluran
empedu yang dianggap lebih aman dibanding ERCP. Kelemahan ERCP untuk
diagnosis adalah bahaya timbulnya komplikasi pankreatitis. (2)

3.3.8 Komplikasi

1) Kolesistisis akut

Kolesistisis akut adalah inflamasi kandung empedu yang disebabkan


akibat sumbatan batu empedu di duktus sistikus. Hal ini dicurigai pada
pasien dengan demam, leukositosis, massa pada kuadran kanan atas,
nyeri persisten, atau Murphy sign.
2) Koledokolitiasis

Koledokolitiasis adalah batu kandung empedu yang bermigrasi dari


kandung empedu ke duktus komunis, paling sering melewati duktus
sistikus. Batu duktus komunis dapat bersifat asimtomatik atau dapat
menyebabkan komplikasi seperti pankreatitis atau kolangitis akut.

3) Kolangitis

Kolangitis dikarakteristikan dengan demam, ikterus, dan nyeri


abdomen (Trias Charcot), tambahan gejala seperti perubahan mental
dan hipotensi dikenal dengan Reynold pentad.

4) Empiema

Empiema kandung empedu biasanya hasil dari perkembangan


kolesistitis akut dengan obstruksi duktus sistikus persisten disertai
superinfeksi dari empedu yang stagnan dengan pembentukan nanah
oleh bakteri. Gambaran klinis menyerupai cholangitis dengan demam
tinggi; sakit kuadran kanan atas yang parah dan leukositosis. Empiema
kandung empedu memiliki risiko tinggi terhadap sepsis gram-negatif
dan / atau perforasi. Intervensi bedah dengan cakupan antibiotik yang
tepat diperlukan sesegera setelah terdiagnosis.(2)

5) Gangren dan Perforasi

Gangren dari kantong empedu merupakan hasil dari iskemia dinding


dan nekrosis jaringan. Kondisi yang mendasari sering dikarenakan
distensi kandung empedu, vaskulitis, diabetes mellitus, empiema, atau
torsi yang mengakibatkan oklusi arteri. Gangren biasanya merupakan
predisposisi perforasi kandung empedu, tetapi perforasi juga dapat
terjadi pada kolesistitis kronis tanpa gejala awal pertanda. Perforasi
lokal biasanya disebabkan adhesi yang dihasilkan oleh peradangan
berulang dari kantong empedu. Superinfeksi bakteri kandung empedu
menyebabkan terbentuknya abses. Kebanyakan pasien diobati dengan
kolesistektomi, tetapi beberapa pasien dengan sakit serius dapat
dikelola dengan cholecystostomy dan drainase abses. (7)

3.3.9 Tatalaksana
1. Medikamentosa

 Chenodeoxycholic acid (CDCA)

Pasien dengan diameter batu <10 mm pengobatan dengan menggunakan


primary tri-hydroxy bile acid dapat dilakukan dalam 6 bulan sampai 2
tahun.Terapi dengan menggunakan primary tri-hydroxy bile acid oral pertama
kali sukses pada tahun 1972, dengan menggunakan Chenodeoxycholic acid
(CDCA). Sekarang penggunaan CDCA telah di tinggalkan karena efek
sampingnya yang lebih tinggi, diantaranya peningkatan enzim hati dalam
serum, peningkatan LDL serum, dan diare. Kemudian CDCA digantikan
dengan UDCA dimana UDCA lebih hidrofilik dan efek toxicnya lebih rendah
di bandingkan CDCA, sehingga UCDA sekarang digunakan sebagai obat
litholysis oral untuk batu empedu dengan ukuran kecil. (8)

 Ursodeoxycholic acid (UDCA)

Batu dengan diameter < 20 mm. Obat yang digunakan adalah


Ursodeoxycholic acid (UDCA), yang berfungsi menekan sekresi kolesterol
oleh hepar dan mencegah terjadinya pengendapan kolesterol, yang merupakan
kunci utama dalam terbentuknya batu kolesterol. Dosis yang dapat diberikan
adalah 10 - 15 mg / kg BB/ hari. Batu pigmen tidak responsive terhadap
pemberian terapi UDCA, tidak terdapat terapi medikamentosa terhadap batu
pigmen jenis apapun. (8)

 Tauroursodeoxycholic acid (TUDCA)

Pemberian Tauroursodeoxycholic acid (TUDCA) juga merupakan


rekomendasi untuk kasus ini, dimana TUDCA dan UDCA sama-sama
mengatur sekresi empedu oleh hepar, sehingga mengurangi sekresi dari
empedu jenuh, dan dapat bertindak sebagai agent litholytic. (8)

 Obat golongan statin


Supersaturasi kolesterol merupakan kunci utama terbentuknya batu kolesterol.
Penggunakan obat untuk menurunkan kolesterol dapat membantu, yaitu statin.
Statin adalah inhibitor kompetitif dari 3-hydroxy-3-methyl-glutaryl-CoA
(HMG-KoA) reduktase, yang akan membatasi enzim untuk biosintesis
kolesterol yang dapat mengurangi kolesterol empedu. Obat golongan statin
yang dapat digunakan antara lain, simvastatin, lovastatin, pravastatin,
atorvastatin, fluvastatin, dan rosuvastatin. Pada pasien obesitas, biosintesis
kolesterol di hati akan meningkat, maka di perlukan statin dengan dosis yang
lebih besar untuk mengontrolnya. (2,8)

 Analgetik

Nyeri bilier pada pasien dapat diberikan analgesik, diantaranya, meperidine


yang merupakan analgesik golongan narkotik, atau non-steroidal anti-
inflamatory drugs (NSAID) seperti ketorolak (IV atau IM) dan ibuprofen
(PO)19. Obat lini kedua yang dapat digunakan adalah antispasmodik
(antikolinergik) seperti hyosine (scopolamine) walaupun diketahui efektivitas
lini kedua lebih rendah dari NSAID. (2)

2. Tatalaksana Endoskopik
Sfingterotomi endoskopik dapat dilakukan untuk mendrainase empedu dan
nanah, dan membersihkan duktus koledokus dari batu. Indikasi lain dari
sfingterotomi endoskopik ialah adanya riwayat kolesistektomi. Apabila batu
duktus koledokus besar yaitu berdiameter >2cm, sfingterotomi endoskopik
mungkin tidak dapat mengeluarkan batu tersebut. Pada penderita ini dianjurkan
litotripsi terlebih dahulu untuk mengeluarkan batu duktus koledokus secara
mekanik melalui papila vater dengan alat ulltrasonik atau laser. Umumnya
penghancuran ini dilakukan bersama – sama atau dilengkapi dengan sfingterotomi
endoskopik.
Drainase bilier transhepatik perkutan (percutaneous transhepatic biliary
drainage, PTBD) biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah satu
alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus
berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan
pipa T saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk
membantu mengambil batu intrahepatik.(2)

3. Tatalaksana Bedah
Pembedahan dilakukan untuk batu kandung empedu yang simtomatik.
Akan tetapi, perlu ditetapkan apakah akan dilakukan kolesistektomi profilaksis
pada batu kandung empedu asimtomatik.
Indikasi kolesistektomi secara umum adalah:

- Batu empedu simtomatik


- Pankreatitis empedu
- Diskinesia empedu

Indikasi kolesistektomi elektif konvensional maupun laparoskopik adalah:

- Kolelitiasis asimtomatik pada penderita diabetes mellitus karena serangan


kolesistisis akut dapat menimbulkan komplikasi berat.
- Kandung empedu yang tidak terlihat pada kolesistografi oral, yang
menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,
berdiameter > 2cm karena batu besar lebih sering menimbulkan
kolesistisis akut dibanding dengan batu yang kecil
- Kalsifikasi kandung empedu karena dihubungkan dengan kejadian
karsinoma

Pasien batu empedu asimtomatik yang memerlukan kolesistektomi adalah pasien


karier Salmonella yang ditandai dengan kultur feses yang positif untuk S.typhy,
pasien imunodefisiensi, pasien yang akan bertugas jauh dari fasilitas kesehatan,
pasien dengan kandung empedu jenis porselin, dan kandidat transplantasi ginjal.

 Koledokotomi

Sambil memperbaiki keadaan umum serta mengatasi infeksi kolangitis,


diagnosis dipertajam, apakah disertai dengan koledokolitiasis. Pada waktu
laparotomi untuk kolesistektomi, perlu ditentukan apakah akan dilakukan
koledokotomi dengan tujuan eksplorasi saluran empedu.
Indikasi membuka duktus koledokus adalah jelas jika ada kolangitis,
teraba batu, atau ada batu pada foto. Indikasi relatif ialah ikterus dengan pelebaran
duktus koledokus. Untuk menentukan indikasi absolut dilakukan kolangiogram
sewaktu pembedahan.

 Koledokoduodenostomi

Jika duktus koledokus dianggap tidak paten misalkan karena striktur atau
common channel terlalu panjang sehingga dilatasi dan sfingterotomi tidak akan
adekuat, dapat dilakukan pintas saluran empedu dengan membuat anastomosis
duktus koledokus ke duodenum (koledokoduodenostomi latero-lateral) atau ke
jejunum (koledokoyeyunostomi Roux-en-Y).(2)

Indikasi

Absolut Relatif

- Kolangitis - ikterus
- Teraba batu - pelebaran
duktus

- batu kecil
- pankreatitis

koledokotomi positif (+)


Kolangiografi

kolangiografi kontrol neg


(-)

kolangiografi pasca bedah


kolesistektomi

Gambar 7. Indikasi eksplorasi


3.3.10 Prognosis

Kurang dari setengah pasien dengan batu empedu menjadi simtomatik.


Tingkat mortalitas dari kolesistektomi elektif sekitar 0,5% dengan morbiditas
kurang dari 10%, sedangkan tingkat mortalitas dari kolesistektomi emergensi
adalah 3-5% dengan tingkat morbiditias 30-50%.
Setelah dilakukannya kolesistektomi, batu dapat muncul kembali di duktus
biliaris. Kolesistitis tanpa kolesistektomi tingkat kekambuhannya sekitar 60%
selama 6 tahun.(6)
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas yang memberat sejak
±2 hari SMRS. Setelah dilakukan anamnesis lebih lengkap, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang maka pasien ini di diagnosis Kolelithiasis +
Koledokolithiasis + Kolesistitis.
Diagnosa itu sendiri bisa ditegakkan berdasarkan hasil temuan klinis yang
didapat pada anamnesis pasien, lalu temuan yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik serta hasil lain yang mendukung dari pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Berdasarkan anamnesis gejala yang didapatkan pada pasien ini adalah
nyeri perut kanan atas, mual muntah dan demam yang tidak terlalu tinggi, selain
nyeri yang dirasakan hilang timbul seperti ditusuk-tusuk, terasa penuh di perut
dan menjalar sampai ke punggung belakang. Pasien juga mengeluhkan badannya
kuning dan gatal-gatal diselurih tubuh. Hal ini sesuai dengan teori bahwa gejala
dari Kolelithiasis + Koledokolithiasis + Kolesistitis terjadi nyeri perut kanan atas,
mual muntah, demam, badan kuning, dan nyeri yang menjalar sampai ke
punggung.

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Murphy sign (+).

Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan penunjang pada faal hati mengalami peningkatan yaitu,
bilirubin total 4,0, bilirubin direk 1,0, bilirubin indirek 3,0, SGOT 192 dan SGPT
256. Pada pemeriksaan elektrolit didapatkan penurunan kalium 2,76. Pada
pemeriksaan CT Scan abdomen didapatkan kesan batu CBD bagian distal 1,1 cm,
dan batu gallbladder multiple diameter (7-9) mm. Pada pemeriksaan USG
Abdomen didapatkan kesan pelebaran duktus biliaris intrahepatal disertai multiple
choledocholithiasis (ukuran terbesar ± 0,95 cm) dan cholecystolithiasis (ukuran
terbesar ± 0,65 cm).

Diagnosa
Diagnosa pada pasien ini adalah Kolelithiasis + Koledokolithiasis + Kolesistitis +
Hipokalemi

Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan
satu-satunya pilihan yang baik adalah tindakan kolesistektomi. Penangan pada
pasien ini selama observasi yaitu dipasang rehidrasi dengan Kaen 3B, pemberian
antibiotic ceftriaoxon, antinyeri berupa ketorolak, PPI berupa omeprazole, KSR,
hepatoprotektor, antipruritus, dan persiapan utntuk dilakukan kolesistektomi.

Tatalaksana
 IVFD Kaen 3B 20 tpm
 Ceftriaxone 1x2gr
 Ketorolac 3x30 mg
 Omeprazole 1x40 mg
 KSR tab 2x1 tab
 Heparmin 3x1 cap
 Cetirizine 1x10 mg
 Pro kolesistektomi
BAB IV
KESIMPULAN

Kolelitiasis adalah penyakit batu empedu yang dapat ditemukan di


dalam kandung empedu atau di dalam duktus koledokus, atau pada kedua –
duanya. Kolelitiasis atau batu empedu adalah deposit kristal empedu yang
ditemukan didalam kandung empedu. Kristal-kristal tersebut dapat tersusun dari
Kristal kolesterol atau Kristal pigmen-pigmen hitam dari kalsium bilirubinat yang
dipolimerisasi yang dapat terletak di saluran empedu atau kantung empedu. Batu
empedu dibagi menjadi dua, batu empedu kolesterol yang merupakan batu
empedu tersering pada negara barat dan batu empedu pigmen yang tersering di
Asia. Batu empedu biasannya tidak bergejala namun jika terjadi sumbatan pada
duktus sistikus menimbulkan keluhan yang khas yaitu kolik bilier.

Penatalaksanaan utama untuk kolelitiasis baik batu kolesterol maupun batu


pigmen yaitu dengan terapi bedah (kolesistektomi laparoskopi) dengan indikasi
dan kontraindikasi yang telah dijelaskan. Namun apabila terdapat gejala yang khas
seperti nyeri bilier dapat diberikan analgesik.
DAFTAR PUSTAKA

1. Paulsen F, Waschke J. Sobotta: Atlas Anatomi Manusia Organ – Organ


Dalam. Ed 23. Jakarta: EGC. 2014. p110-18.
2. Sjamsuhidayat, Prasetyono T, Rudiman R, Riwanto I, Tahalele P. Buku
Ajar Ilmu Bedah: Sistem Organ dan Tindak Bedahnya. Vol 2. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. 2017
3. Sherwood L,. Fisiologi Manusia ed.6. In: Yesdelita, N (editor).
Jakarta:EGC, 2009: 669-75
4. Gabriel E. Gallstones. Niger J Surg. 2013 Jul-Dec; 19(2): 49–55
5. Stinton LM, Shaffer EA. Epidemiology of Gallblader Disease:
Colelithiasis and Cancer. Gut and Liver. 2012; 6(2):172-87
6. Heuman DM, Mihas AA, Abiad FA, Anand BS, Bernstein DE, Brenner
BE, et all. Gallstones (Cholelithiasis). Available at.
https://emedicine.medscape.com/article/175667-overview#a3
7. Abraham S, Rivero HG, Erlikh IV, Griffith LF, Kondamudi VK. Surgical
and Nonsurgical Management of Gallstones. American Family Physician.
Vol 89: (10) .p.795 -804. 2014. Available at:
https://www.aafp.org/afp/2014/0515/p795.pdf
8. Njeze GE. Gallstone. Nigerian Journal of Surgery. 2013; 19(2): 49–55.
doi:10.4103/1117-6806.119236
9. Kim IS, Myung S, Lee S, et al. Classification and Nomenclature of
Gallstones Revisited. Yonsei Medical J. 2003; 44(4): 561-70

Anda mungkin juga menyukai