Anda di halaman 1dari 45

1

Case Report Session

*Kepaniteraan Klinik Senior/ G1A218108

** Pembimbing/ dr. Alfindra Tamin, Sp.S

STROKE HEMORAGIK

Anisa Rifkia * dr. Alfindra Tamin, Sp.S**

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF RSUD RADEN MATTAHER

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2019
2

HALAMAN PENGESAHAN

Case Report Session

STROKE HEMORAGIK

DISUSUN OLEH

Anisa Rifkia ZS

G1A218108

Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi

Laporan ini telah diterima dan dipresentasikan

Jambi, Mei 2019

PEMBIMBING

dr. Alfindra Tamin, Sp.S


3

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT sebab karena
rahmatNya, laporan kasus atau longcase yang berjudul “STROKE
HEMORAGIK” ini dapat terselesaikan. Laporan kasus ini dibuat agar penulis
dan teman–teman sesama koass periode ini dapat memahami tentang gejala klinis
yang sering muncul ini. Selain itu juga sebagai tugas dalam menjalankan
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Ilmu penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher
Jambi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Alfindra Tamin, Sp.S


selaku pembimbing dalam kepaniteraan klinik senior ini dan khususnya
pembimbing dalam laporan kasus ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini jauh
dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran agar lebih baik
kedepannya. Akhir kata, semoga laporan kasus ini bermanfaat bagi kita semua
dan dapat menambah informasi serta pengetahuan kita.

Jambi, Mei 2019

Penulis
1

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh
karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa
detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam), timbul gejala dan tanda yang
sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu.1

Berdasarkan studi Global Burden of Disease 2010 (GBD 2010), stroke


adalah penyebab kedua kematian global dan penyebab ketiga disabilitas yang
terukur dalam Disability-adjusted life-years (DALY). Dalam kombinasi beban
penyakit neurologis dan serebrovaskular yang diukur dalam GBD 2010, stroke
hemoragik (35.7%) dan stroke Iskemik (22.4%) berkontribusi paling besar
terhadap proporsi DALY, diikuti migraine dan penyakit neurologik lain.2

Stroke hemoragik adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan


mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma (non
traumatis). Stroke hemoragik umumnya di dahului oleh kerusakan dinding
pembuluh darah kecil otak akibat hipertensi.3,4

Banyak kasus stroke hemoragik membutuhkan perawatan jangka panjang,


hanya 20% penderita yang dapat hidup secara independen, sedangkan 40% kasus
meninggal dalam 30 hari dan sekitar separuhnya akan meninggal dalam 48 jam.
Sebanyak 80% kasus stroke hemoragik spontan dimana kerusakan diakibatkan
pecahnya pembuluh darah arteri akibat hipertensi kronis atau angiopati amiloid.5
2

BAB II

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. A
Usia : 51 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : RT 07 Sungai Keruh, Tebo
Pekerjaan : IRT
MRS : 16 April 2019

DAFTAR MASALAH

No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal


1 Penurunan kesadaran 16 April 2019
2 Hemiplegi Dextra 16 April 2019

II. DATA SUBYEKTIF


Anamnesis dilakukan secara alloanamnesis pada hari selasa tanggal 16 April
2019.
1. Keluhan Utama : Penurunan kesadaran mendadak saat sedang
beraktifitas ±5 hari SMRS
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Lokasi : Seluruh tubuh
Onset : ±5 Hari SMRS, mendadak saat sedang beraktivitas
Kualitas : Tidak sadarkan diri
Kuantitas : Terus-menerus hingga tidak bisa melakukan aktivitas

Kronologis :
3

Pasien datang ke IGD RS Raden Mattaher merupakan rujukan dari RS


H. Hanafie dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ±5 hari yang lalu.
Keluhan muncul tiba-tiba ketika pasien sedang duduk di ruang keluarga,
pasien mendadak jatuh dan tidak sadarkan diri. Sebelum tidak sadarkan diri
pasien sempat mengeluhkan kepada keluarga bahwa kepalanya terasa sakit
dan anggota gerak tubuh sebelah kanan terasa berat dan tidak bisa
digerakkan. Setelah tidak sadarkan diri pasien langsung dibawa ke RS H.
Hanafie di Muaro Bungo, saat tidak sadarkan diri pasien muntah sebanyak
4x muntah berwarna coklat berisi sisa makanan dan menyembur.
±1 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan sakit kepala, keluhan
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menghilang saat pasien meminum anti
nyeri (paramex). Keluhan dikatakan hilang timbul dan tidak berkurang
dengan istirahat dan dirasakan semakin lama semakin memberat dan
menyulitkan pasien untuk beraktivitas. Riwayat demam (-), kejang (-),
Riwayat Trauma (-), Nyeri ulu hati (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu


 Riwayat Hipertensi : (+) tidak terkontrol
 Riwayat DM :-
 Riwayat Stroke : (+) satu tahun yang lalu
 Riwayat Penyakit Jantung :-
 Riwayat Trauma :-
 Riwayat Operasi :-

4. Riwayat Penyakit Keluarga


 Riwayat keluhan serupa :-
 Riwayat hipertensi :-
 Riwayat DM :-
4

5. Riwayat sosial, ekonomi, pribadi


 Pasien adalah seorang perempuan yang bekerja sehari-hari sebagai
IRT. Pasien jarang melakukan aktivitas fisik berat.
 Pasien sudah menikah

III.OBYEKTIF
1. Status Present (16 April 2019)
Kesadaran : Somnolen, GCS : E3 M4 V1
Tekanan Darah : 160/120
Nadi : 104x/menit
Suhu : 36,80C
Respirasi : 22x/menit
SpO2 : 98%

2. Status Internus
A. Kepala
Mata : Edema palpepral (-/-), Conjungtiva Anemis (-/-),
Sklera ikterik (-/-), pupil bulat isokor RCL (+/+),
RCTL (+/+), diameter pupil ±4mm/±4mm ,
katarak (-/-)
Mulut :Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), Faring hiperemis (-)
Leher : Perbesaran KGB (-), perbesaran kelenjar tiroid
(-), deviasi trakea (-)

B. Dada : Simetris, Retraksi (-), Jejas (-)

o Jatung :
Inspeksi → Ictus cordis tampak pada ICS VI LAA Sinistra.
Palpasi → Ictus cordis teraba pada ICS VI LAA sinistra,
5

Perkusi :
 Batas kiri atas ICS II 2 jari lateral LPS sinistra
 Batas kiri bawah ICS VI LAA sinistra
 Batas kanan atas ICS II LPS dextra
 Batas kanan bawah ICS IV LPS dextra
Auskultasi → BJ I/II reguler, bising (-), gallop (-), murmur(-)

Paru : Inspeksi → Simetris, retraksi (-/-), tertinggal (-/-), jejas (-/-)


Palpasi → Krepitasi (-), massa (-)
Perkusi → Sonor (+/+)
Auskultasi → Suara dasar vesikuler, suara tambahan
whezzing(-/-), Ronkhi (-/-)
C. Perut
Inspeksi → Datar, deformaitas (-), massa (-)
Palpasi → Soepel, massa (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi → Timpani di seluruh lapang abdomen
Auskultasi → Bisig usus (+) Normal

D. Alat kelamin : Tidak diperiksa


E. Ekstremitas : Akral hangat, edema (-/-), CRT <2 detik

3. Status Psikitus
Cara berpikir : Sulit untuk dinilai
Perasaan hati : Sulit untuk dinilai
Tingkah laku : Sulit untuk dinilai
Ingatan : Sulit untuk dinilai
6

4. Status Neurologis
1. Kesadaran kualitatif : Somnolen
2. Kesadaran kuantitatif : E3M4V1
3. Kepala
a. Bentuk : Normocephal
b. Nyeri tekan : (-)
c. Simetri : (+)
d. Pulsasi : (-)

4. Tanda Rangsang Meningeal


a. Kakukuduk :-
b. Brudzinski 1 : -
c. Brudzinski 2 : -/-
d. Brudzinski 3 : -/-
e. Brudzinski 4 : -/-

5. Tanda Rangsang Radikuler


a. Leseque : -/-
b. Kernig : -/-
c. Patrick : sulit dinilai
d. Kontra Patrick : sulit dinilai

6. Pemeriksaan Nervus Cranialis


N.I (Olfactorius)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Subjektif Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Degan bahan Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
7

N.II (Opticus)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Tajam Penglihatan Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Lapang Pandang Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Melihat Warna Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Fundus Okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N.III (Oculomotorius)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Sela mata Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Ptosis Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Pergerakan bola mata Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Nistagmus Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Strabismus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endophtalmus Tidak ada Tidak ada
Bulat, isokor, Bulat, isokor,
Pupil : Bentuk, Besar
±3mm ±3mm
Refleks Cahaya
+ menurun + menurun
Langsung
Refleks Cahaya Tidak
+ menurun + menurun
Langsung
Melihat Kembar Sulit dinilai Sulit dinilai

N. IV (Trochlearis)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Pergerakan bola mata ke
Sulit dinilai Sulit dinilai
bawah-dalam
Melihat Kembar Sulit dinilai Sulit dinilai

N. V (Trigeminus)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Membuka mulut Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Mengunyah Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Menggigit Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Sensibilitas Muka Kanan Kiri
8

Oftalmikus Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai


Maksila Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Mandibula Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Refleks Kornea + +

N. VI (Abducent)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Pergerakan bola mata ke lateral Sulit dinilai Sulit dinilai
Melihat Kembar Sulit dinilai Sulit dinilai

N. VII (Facialis)
Pemeriksaan Keterangan
Mengerutkan dahi Sulit untuk dinilai
Senyum memperlihatkan gigi Sulit untuk dinilai
Menutup mata Sulit untuk dinilai
Bersiul Sulit untuk dinilai
Daya perasa 2/3 anterior lidah Sulit untuk dinilai
Plica nasolabialis Sulit untuk dinilai

N VIII (Vestibulocohlearis)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Detik Arloji Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Tes Garputala Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Gesekan tangan Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai

N IX (Glossopharingeus)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Daya perasa 1/3
Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
posterior lidah
Sensibilitas faring Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Refleks Muntah Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
9

Nadi Dalam Batas Normal

N X (Vagus)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Arkus faring Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinila
Disfonia Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai

N XI (Assesorius)

Pemeriksaan Kanan Kiri


Mengangkat bahu Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinila
Memalingkan kepala Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai

N XII (Hipoglossus)
Pemeriksaan Kanan Kiri
Pergerakan lidah Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Tremor lidah Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Atrofi Papil Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Artikulasi Sulit untuk dinilai

7. Badan dan Anggota Gerak


A. Badan

Motorik Kanan Kiri


Respirasi simetris simetris
Duduk Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Bentuk kolumna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil Normal Normal
Nyeri Normal Normal
Lokalis Normal Normal
10

B. Anggota Gerak Atas

Motorik Kanan Kiri


Pergerakan 0 Cukup
Kekuatan 0 Sulit untuk dinilai
Tonus Normal Normal
Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Nyeri Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Thermi Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Lokalis Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai

Refleks Fisiologis Kanan Kiri


Biseps (++) (++)

Triseps (++) (++)

Refleks Patologis Kanan Kiri


Hoffman-Tromner (-) (-)

C. Anggota Gerak Bawah

Motorik Kanan Kiri


Pergerakan 0 Cukup
Kekuatan 0 Sulit untuk dinilai
Tonus Normal Normal
Sensibilitas Kanan Kiri
Taktil Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Nyeri Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Thermi Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Lokalis Sulit untuk dinilai Sulit untuk dinilai
Refleks Fisiologis Kanan Kiri
Patella (++) (++)
Achilles (++) (++)
Refleks Patologis Kanan Kiri
11

Babinsky (-) (-)


Chaddock (-) (-)
Rosolimo (-) (-)
Mendel-Bechtrew (-) (-)
Schaefer (-) (-)
Oppenheim (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)
Test Provokasi Kanan Kiri
Test Laseque (-) (-)
Test Patrick Sulit dinilai Sulit dinilai
kontra patrick Sulit dinilai Sulit dinilai

D. Koordinasi, Gait, Keseimbangan


 Cara berjalan : Tidak dilakukan
 Test Romberg : Tidak dilakukan
 Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
 Ataksia : Tidak dilakukan
 Rebound phenomen : Tidak dilakukan
 Dismetria : Tidak dilakukan

E. Gerakan Abnormal

 Tremor : (-)
 Atetosis : (-)
 Miokloni : (-)
 Khorea : (-)
 Rigiditas : (-)

F. Alat Vegetatif
12

Miksi : Sulit dinilai


Defekasi : Sulit dinilai

G. Test Tambahan
Test Nafziger : Tidak dilakukan
Tes Valsava : Tidak dilakukan

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Stroke non hemoragik
2. Space Occupying Lession

V. DIAGNOSIS

Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran + Hemiplegi dextra

Diagnosis Topis : Hemisfer Sinistra

Diagnosis Etiologi : Stroke hemoragik

Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin (15 April 2019)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


WBC 21,88 x103/mm3 4-10 x 103/mm3
RBC 4,84 x 106/mm3 3,5 -5,5 x 106/mm3
HGB 13,5 g/dl 11-16 g/dl
HCT 45,1 % 35-50 %
PLT 277 x 103/mm3 100-300 x 103/mm3
GDS 118 g/dl <200 g/dl

b. Kimia Darah (16 April 2019)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Asam Urat 14,4 mg/dl 2,6-6,0 mg/dl
Kolesterol 337 mg/dl <200 mg/dl
Trigliserida 310 mg/dl <150 mg/dl
13

HDL 39 mg/dl >34 mg/dl


LDL 236 mg/dl <120 mg/dl

c. Faal Ginjal (16 April 2019)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Ureum 258 mg/dl 15-39 mg/dl
Kreatinin 7,8 0,6-1,1 mg/dl

d. Elektrolit(15 April 2019)

Parameter Hasil Nilai Rujukan


Natrium 148,22 mmol/L 135-148 mmol/L
Kalium 5,36 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L
Chlorida 104,89 mmol/L 98-110 mmol/L
Kalsium 1,43 mmol/L 1,19-1,23 mmol/L

e. Pemeriksaan Urine (16 April 2019)


1. Urine Rutin
 Warna : Kuning Keruh
 Berat Jenis : 1005
 pH : 7,0
 Protein : Negatif
 Albumin : Negatif
 Reduksi/Glukosa : Negatif
 Keton : Negatif
 Blood : (+++) 3/ positif 3
2. Sedimen
 Leukosit : 7-8/LPB
 Eritrosit : >100/LPB
 Epithel : 2-3/LPB
14

f. Pemeriksaan Radiologi (12 April 2019)


15

VI. RINGKASAN :

S : Pasien datang ke IGD RS Raden Mattaher merupakan rujukan dari


RS H. Hanafie dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ±5 hari
yang lalu. Keluhan muncul tiba-tiba ketika pasien sedang duduk di
ruang keluarga, pasien mendadak jatuh dan tidak sadarkan diri.
Sebelum tidak sadarkan diri pasien sempat mengeluhkan kepada
keluarga bahwa anggota gerak tubuh sebelah kanan terasa berat dan
tidak bisa digerakkan. Setelah tidak sadarkan diri pasien langsung
dibawa ke RS H. Hanafie di Muaro Bungo, saat tidak sadarkan diri
pasien muntah sebanyak 4x muntah berwarna coklat berisi sisa
makanan dan menyembur.
±1 bulan SMRS pasien sering mengeluhkan sakit kepala, keluhan
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan menghilang saat pasien meminum
anti nyeri (paramex). Keluhan dikatakan hilang timbul dan tidak
16

berkurang dengan istirahat dan dirasakan semakin lama semakin


memberat dan menyulitkan pasien untuk beraktivitas. Riwayat demam
(-), kejang (-), Riwayat Trauma (-), Riwayat Kejanag (-), Nyeri ulu
hati (-).

O : Kesadaran : Somnolen, E2M4V1


Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 104x/menit reguler, isi cukup, kuat angkat
Suhu : 37,1oC
Respirasi : 22x/menit
SpO2 : 98%
Kekuatan motorik : Kelemahan anggota gerak kiri
Pemeriksaan sensorik : Sulit untuk dinilai
N.Cranials : Sulit untuk dinilai
Refleks Fisiologis : Normal
Refleks Patologis : (-)

A : Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran + Hemiplegi dextra


Diagnosis Topis : Hemispher Sinistra
Diagnosis Etiologi: Stroke hmoragik + CKD Grade V

P : Terapi Awal :

- O2 2-3 liter NRM


- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm
- Folley kateter
- Inj. Citicolin 2 x 1 gr
- Inj. Manitol 4 x 125 ml
- Inj. Omeprazol e 1 x 40mg
- Inj. Ceftriaxone 1 x 2gr
- Po. Clonidine 1 x 0,15 mg
17

- Po. Bisoprolol 1 x 5 mg
- Po. Spironolakton 1 x 2 mg
- Konsul ke dokter Sp.BS
- Konsul ke dokter Sp.PD

VII. PROGNOSIS

a. Quoadvitam : dubia admalam


b. Quoadfungsionam : dubia admalam
c. Quoadsanam : dubia admalam

VIII. RIWAYAT PERKEMBANGAN

Tanggal S O A P
17 April Penurunan - KU:sakit berat Penurunan  Elevasi kepala 30 derajat
2019 kesadaran, - Kesadaran: kesadaran +  O23 liter
kelemahan Somnolen Hemiplegi  IVFD NaCl 20 gtt/i
Rawatan anggota gerak - GCS(E3V1 M4) dextra ec.  Inj. Manitol 6x100 ml
hari ke-2 kanan - TV: Stroke  Inj. Omprazole 1x40mg
-TD:150/90 hemoragik +  Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
mmHg CKD grade V
- N: 100 x/m PO:
- RR: 26 x/m Onset hari ke-7
 Simvastatin 1x20mg
- T: 37,5˚C
 Allupurinol 1x300mg
SpO2: 98% NRM
Konsul ke dr. Sp.PD
Kekuatan
0 3
0 3

Kesan : sulit
dinilai
18 April Penurunan - KU: sakit berat Penurunan  Elevasi kepala 30 derajat
18

2019 kesadaran, - Kesadaran: kesadaran +  O2 3 liter


kelemahan Sopor Hemiplegi  IVFD NaCl 20 gtt/i
Rawatan anggota gerak - GCS (E1V1 M3) dextra ec.  Inj. Manitol 4 x 125 ml
hari ke-3 kanan - TV: Stroke  Inj. Omprazole 1x40mg
- TD: 90/70 hemoragik +  inj. Paracetamol 1 fl
mmHg CKD grade V 500mg
- N: 112 x/m
- RR: 35 x/m Onset hari ke-8 PO :
- T: 38,9 oC  Simvastatin 1x20mg
SpO2: 98% NRM
 Allupurinol 1x300mg
Kekuatan
0 3
PLUS
0 3

Kesan : sulit
dinilai
19

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

STROKE HEMORAGIK

DEFINISI

Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.6
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke dalam ruang
subaraknoid atau langsung ke dalam jaringan otak.6
Stroke hemoragik adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan
mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma (non
traumatis). Stroke hemoragik umumnya di dahului oleh kerusakan dinding
pembuluh darah kecil otak akibat hipertensi.3,4
Perdarahan Intracerebral (PIS) merupakan ekstravasasi darah akut dan
spontan ke dalam parenkim otak. Perdarahan dapat menjangkau ventrikel atau
ruang subaraknoid.Disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler.7

EPIDEMIOLOGI

Insidensi kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya


diama 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke perdarahan hemoragik lebih berat dari pada
stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan
20

kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40-80% akhirnya


meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% laki-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih
dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.8

ETIOLOGI

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral


spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak
metastasis,pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada
leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi
narkotika.9
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :9

1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur
intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan
sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.9

2. Cerebral Amyloid Angiopathy


Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika adventisia
pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri yang terkena
biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri leptomening.
Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar ketimbang daerah
basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri menjadi lemah
21

sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral. Di samping


hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua terjadinya
perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.9

3. Neoplasma intrakranial.
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskular.Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat ruptur
a. lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-paramedian.
Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah nukleus dentatus
yang mendapat pendarahan dari cabang a. serebelaris superior dan a. serecelaris
inferior anterior.9

FAKTOR RISIKO

Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke hemoragik


dijelaskan dalam table berikut:10

Faktor Resiko Keterangan


Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Jenis Kelamin Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
22

laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk


stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
fungsi jantungnya normal.

Penyakit Arteri koroner :


Indikator kuat kedua dari keberadaan penyakit difus vaskular
aterosklerotik dan potensi sumber emboli dari thrombi mural karena
miocard infarction.

Gagal Jantung kongestif, penyakit jantung hipertensi :


Berhubungan dengan meningkatnya kejadian stroke
Fibrilasi atrial :
Sangat terkait dengan stroke emboli dan fibrilasi atrial
karena penyakit jantung rematik; meningkatkan risiko stroke
sebesar 17 kali.

Lainnya :
23

Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti


prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
24

difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.


Hiperlipidemia  Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.

Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
25

pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.


Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.

KLASIFIKASI

Menurut WHO 1987, Stroke homoragik dibagi dalam :


1. Perdarahan sub arachnoid
2. Perdarahan intraserebral
3. Perdarahan intracranial non spesifik yang lain misalnya perdarahan
epidural.

PATOFIOLOGI

Hipertensi kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100 – 400


micrometer mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah
tersebut. Arteriol – arteriol dari cabang lentikulostriata, cabang arteriotalamus dan
cabang paramedian arteri vertebrobasilar mengalami perubahan degenerative yang
sama, perubahan arteriosklerotik pembuluh darah kecil, terutama pada cabang-
cabang arteri serebri media, yang mensuplai ke dalam basal ganglia dan kapsula
26

interna. Pembuluh-pembuluh darah ini menjadi lemah, sehingga terjadi robekan


dan reduplikasi pada lamina interna, hialinisasi lapisan media dan akhirnya
terbentuk aneurisma kecil yang dikenal dengan aneurisma Charcot-Bouchard. Hal
yang sama dapat terjadi pembuluh darah yang mensuplai pons dan serebelum.
Rupturnya satu dari pembuluh darah yang lemah menyebabkan perdarahan ke
dalam substansi otak.7
Kenaikan tekanan darah yang terjadi secara tiba – tiba atau kenaikan dalam
jumlah yang secara mencolok dapat menginduksi pecahnya pembuluh darah
terutama pada pagi hari dan sore hari . Jika pembuluh darah tersebut pecah, maka
perdarahan dapat berlanjut sampai dengan 6 jam dan jika volumenya besar akan
merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinis. Jika perdarahan
yang timbul kecil, maka massa darah hanya dapat merusak dan menyela di antara
selaput akson white matter(dissecan splitting) tanpa merusaknya. Pada keadaan ini
absorpsi darah akan diikuti pulihnya fungsi neurologi. Sedangkan pada
perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks
serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak dan
perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak.
Kerusakan parenkima otak, akibat volume perdarahan yang relative banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intrakranial dan menyebabkan menurunnya
tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen vasoaktif darah
yang keluar serta kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi,
menyebabkan neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih tertekan
lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Bila volume darah lebih
dari 60 cc maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71%
pada perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebellar dengan
volume antara 30 – 60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75% tetapi
volume darah 5 cc dan terdapat di daerah pons sudah berakibat fatal.11
27

MANIFESTASI KLINIS

Penurunan level kesadaran biasanya akan terlihat pada pasien dengan


perdarahan besar dan hal ini menyebabkan peningkatan tekanan Intracranial dan
menekan langsung dan distorsi dari thalamus dan batang otak.Mayoritas pasien
mengalami nyeri kepala akut dan penurunan kesadaran yang berkembang cepat
sampai keadaan koma. Pada pemeriksaaan biasanya di dapati hipertensi kronik.
Gejala dan tanda tergantung lokasi perdarahan. Herniasi uncal dengan hiliangnya
fungsi batang otak dapat terjadi. Pasien yang selamat secara bertahap mengalami
pemulihan kesadaran dalam beberapa hari. Pasien dengan perdarahan pada lobus
temporal atau lobus frontal dapat mengalami seizure tiba-tiba yang dapat diikuti
kelumpuhan kontralateral.12
Pasien usia tua dengan tekanan darah normal yang mengalami ICH atau
perdarahan intraserebellar karena amyloid angiopathy biasanya telah menderita
penyakit Alzheimer atau demensia progresif tipe Alzheimer dan dalam
perjalanannnya perdarahan dapat memasuki rongga subarachnoid.12
Kejadian muntah banyak terjadi pada perdarahan intraserebral dan perdarahan
subarakhnoid dibandingkan dengan stroke iskemik. Sebanyak 33% kasus
perdarahan intraserebral mengeluhkan nyeri kepala dan penderita koma dijumpai
sebanyak 24% kasus dibandingkan dengan stroke iskemik dengan presentasi 0 –
4% .13

DIAGNOSIS

Penegakan diagnosis stroke dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan penunjuang. Hal terpenting adalah
menentukan tipe stroke; stroke iskemik atau perdarahan. Hal ini berkaitan dengan
tatalaksana yang sangat berbeda diantara keduanya, sehingga kesalahan akan
megnakibatkan morbiditas bahkan mortalitas.
28

Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan meliputi identitas, kronologis


terjadinya keluhan, faktor risiko pada pasien maupun keluarga dan kondisi sosial
ekonomi pasien. Dari anamnesis seharusnya didapatkan informasi apakah
keluahan terjadi secara tiba-tiba, saat pasien beraktivitas, atau saat pasien baru
bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien umumnya berada dalam kondisi
sedang beraktivitas atau emosi yang tidak terkontrol. Durasi sejak serangan
hingga dibawa ke pusat kesehatan juga merupakan hal penting yang turut
menentukan prognosis.

Keluhan yang dialami pasien juga dapat menuntun proses penegakan diagnosis.
Pasien dengan keluhan sakit kepala disertaia muntah (tanpa mual) dan penurunan
kesadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan kepada stroke hemoragik dengan
peningkatan TIK akibat efek desak ruang. Meskipun demikian, pada stroke
hemoragik dengan volume perdarahan kecil, gejala dapat menyerupai stroke
iskemik tanpa ditemukan tanda-tanda peningkatan TIK. Perlu ditanyakan juga
faktor risiko stroke yang ada pada pasien dan keluarganya, seperti diabetes
mellitus, hipertensi, dislipidemia, obesitas, penyakit jantung, dan pola hidup.
(merokok, alcohol, obat-obatan)

Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan umum, kesadaran, dan tanda vital.
Pada stroke hemoragik, keadaan umum pasien bisa lebih buruk dibandingkan
dengan kasus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan pemeriksaan kepala, mata,
telinga, hidung dan tenggorokan (THT), dada (terutama jantung), abdomen, dan
ekstremitas. Pemeriksaan ekstremitas bertujuan terutama untuk mencari edema
tungkai akibat thrombosis vena dalam atau gagal jantung.

Pada pemeriksaan tekanan darah, perlu dibandingkan tekanan darah di


kstremitas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas dan bawah dengan cara
menghitung rerata tekanan darah arteri (mean arterial blood pressure/ MABP),
karena akan mempengaruhi tatalaksana stroke. Pola pernapasan merupakan
merupakan hal penting yang harus diperhatikan, karena dapat menjadi petunjuk
29

lokasi perdarahan, misalnya : Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik, klaster,


apneuristik, atau ataksik.

Pemeriksaan neurologis awal adakah penilaian tingkat kesadaran dengan


skala koma Glasgow (GCS), yang selanjutnya dipantau secara berkala. Kemudian
diikuti pemeriksaan reflex batang otak meliputi reaksi pupil terhadap cahaya,
reflex kornea, dan reflex okulosefalik. Setelah itu dilakukan pemeriksaan nervus
kranialis. Satu persatu serta motorik untuk menilai trofi, tonus, dan kekuatan otot,
dilanjutkan reflex fisiologis dan reflex patologis. Hasil pemeriksaan motorik
dibandingkan kanan dan kiri, serta atas dan bawah guna menentukan luas dan
lokasi lesi. Selanjutnya pemeriksaan sensorik dan pemeriksaan autonom.

Penggunaan sistem skor dapat bermanfaat bila tidak terdapat fasilitas


pencitraan otak yang dapat membedakan secara jelas patologi penyebab stroke.
Skor stroke siriraj merupakan sistem penskoran yang sering digunakan untuk
membedakan stoke iskemik atau hemoragik.

Sistem penskoran :

(2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan


diastolic) – (3 x ateroma) – 12

Interpretasi :

Skor < -1 = stroke iskemik

Skor > 1= Sroke hemoragik

Skor -1 – 1 = meragukan

Tabel 1. Keterangan siriraj Skor4


Keterangan Komponen skor
Kesadaran Kompos mentis 0
Somnolen 1
30

Sopor/koma 2
Tidak ada 0
Vomitus
Ada 1
Tidak ada 0
Nyeri kepala
Ada 1
Tidak ada
0
Ateroma Ada DM, hipertensi, angina atau penyakit pembuluh
1
darah

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pencitraan otak menggunakan CT-Scan merupakan gold standart dalam


diagnosis stroke hemoragik. CT scan lebih unggul dalam mendeteksi perdarahan
lansung berdasarkan gambaran hiperdens di parenkim otak dibandingkan MRI
yang memerlukan perbandingan beberapa sekuens gambar. Selain itu,
pemeriksaan CT scan membutuhkan waktu yang lebih singkat dengan harga yang
lebih ekonomis.

MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang


magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh lebih
detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis
depan untuk stroke.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa menggunakan
pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (Magnetic Resonance
Angiogram).

Pemeriksaan laboratorium meliputi, gula darah, darah lengkap, pemeriksaan


faktor pembekuan darah (bila ada indikasi), pemeriksaan kimia darah, dan
elektrolit.

Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) untuk menilai kelainan jantung.


31

PENATALAKSANAAN2

Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan


morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat.2

 Terapi umum2
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata
 Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen
< 95%
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
 Optimalisasi tekanan darah
 Bila tekanan darah sistolik <120mmHg dan cairan sudah
mencukupi, maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara
titrasi seperti dopamine dosis sedang/tinggi, norepinefrin dan
epinefrin dengan target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama
24 jam pertama setelah serangan stroke iskemik.
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan saline normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi.
32

3. Penanganan TIK
 Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
 Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS<9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
 Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP>70 mmHg.
 Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
1. Tinggikan posisi kepala 20o – 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas
sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif
4. Pengendalian Suhu Tubuh
 Pengendalian Suhu Tubuh Setiap pederita stroke yang disertai
demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
 Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC atau
37,5 oC
 Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan
33

antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan


serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
 Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.

 Terapi Khusus2
1. Diagnosis dan Penilaian Gawat Darurat pada Perdarahan Intrakranial
dan Penyebabnya
a. Pemeriksaan pencitraan yang cepat dengan CT atau MRI
direkomendasikan untuk membedakan stroke iskemik dengan
perdarahan intracranial
b. Angiografi CT dan CT dengan kontras dapat dipertimbangkan
untuk membantu mengidentifikasi pasien dengan risiko perluasan
hematoma. Bila secara klinis atau radiologis terdapat kecurigaan
yang mengarah ke lesi structural termasuk malformasi vaskuler dan
tumor, sebaiknya dilakukan angiografi CT, venografi CT, CT
dengan kontras, MRI dengan kontras, MRA, dan venografi MR.

2. Tatalaksana Medis Perdarahan Intrakranial


a. Pasien dengan defisiensi berat factor koagulasi atau
trombositopenia berat sebaiknya mendapat erapi penggantian
factor koagulasi atau trombosit.
b. Pasien dengan perdarahan intracranial dan peningkatan INR terkait
obat antikoagulan oral sebaiknya tidak diberikan walfarin, tetapi
mendapat terapi untuk menggganti vitamin K-dependent factor dan
mengkoreksi INR, serta mendapat vitamin K intravena. Konsentrat
kompleks protrombin tidak menunjukkan perbaikan keluaran
dibandingkan dengan Fresh Frozen Plasma (FFP). Namun,
34

pemberian konsentrat kompleks protrombin dapat mengurangi


komplikasi dibandingkan dengan FFP dan dapat dipertimbangkan
sebagai alternative FFP .

3. Tekanan Darah
Penurunan tekanan darah yang tinggi pada stroke akut sebagai
tindakan rutin tidak dianjurkan, karena kemungkinan dapat
memperburuk keluarga neurologis. Pada sebagian besar pasien,
tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama
setelah awitan serangan stroke. Berbagai Gudeline (AHA/ASA 2007
dan ESO 2009) merekomendasikan penuurunan tekanan darah yang
tinggi pada stroke perdarahan akut agar dilakukan secara hati-hati
dengan memperhatikan beberapa kondisi di bawah ini
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut, apabila TDS >200
mmHg atau Mean Arterial Preassure (MAP) >150 mmHg, tekanan
darah diturunkan dengan menggunakan obat antihipertensi intravena
secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5 menit.
 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg disertai dengan
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, dilakukan
pemantauan tekanan intracranial. Tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara kontinu atau
intermiten dengan pemantauan tekanan perfusi serebral ≥60 mmHg.
 Apabila TDS >180 mmHg atau MAP >130 mmHg tanpa disertai
gejala dan tanda peningkatan tekanan intracranial, tekanan darah
diturunkan secara hati-hati dengan menggunakan obat antihipertensi
intravena kontinu atau intermitten dengan pemantauan tekanan darah
setiap 15 menit hingga MAP 110 mmHg atau tekanan darah 160/90
mmHg. Pada studi INTERACT 2010, penurunan TDS hingga 140
mmHg masih diperbolehkan.
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral dengan TDS 150-220
mmHg, penurunan tekanan darah dengan cepat hingga TDS 140
35

mmHg cukup aman. Setelah kraniotomi, target MAP adalah


100mmHg.
 Penanganan nyeri termasuk upaya penting dalam penurunan tekanan
darah pada penderita stroke perdarahan intraserebral.
 Pemakaian obat antihipertensi parenteral golongan penyekat beta
(labetalol dan esmolol), penyekat kanal kalsium (nikardipin dan
diltiazem) intravena, digunakan dalam upaya diatas.
 Hidralasin dan nitroprusid sebaiknya tidak digunakan karena
mengakibatkan peningkatan tekanan intracranial, meskipun bukan
kontraindikasi mutlak..
Penurunan tekanan darah pada stroke akut dapat dipertimbangkan
hingga lebih rendah dari target di atas pada kondisi tertentu yang
mengancam target organ lainnya, misalnya diseksi aorta, infark
miokard akut, edema paru, gagal ginjal akut dan ensefalopati
hipertensif. Target penurunan tersebut adalah 15-25% pada jam
pertama, dan TDS 160/90 mmHg dalam 6 jam pertama.

4. Penanganan di Rumah Sakit dan Pencegahaan Kerusakan Otak


Sekunder
a.Pemantauan awal dan penanganan pasien penrdarahan intracranial
sebaiknya dilakukan di ICU dengan dokter dan perawat yang
memiliki keahlian perawatan intensif neurosains
b. Penanganan Glukosa
c.Obat kejang dan antiepilepsi
Kejang sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemantauan
EEG secara kontinu dapat diindikasikan pada pasien perdarahan
intrakrranial dengan kesadaran menurun tanpa mempertimbangkan
kerusakan otak yang terjadi. Pasien dengan perubahan status
kesadaran yang didapatkan gelombang epiloptogenik pada EEG
36

sebaiknya diterapi dengan obat antiepilepsi. Pemberian


antikonvulsan profilaksis tidak direkomendasikan.
5. Prosedur/Operasi
a. Penanganan dan Pemantauan Tekanan Intrakranial
 Pasien dengan skor GCS <8, dengan tanda klinis herniasi
transtentorial,atau dengan perdarahan intraventrikuler yang
luas atau hidrosefalus, dapat dipertimbangkan untuk
penanganan dan Pemantauan tekanan intrakranial. Tekanan
perfusi otak 50-70 mmHg dapat dipertahankan tergantung
pada status otoregulasi otak.
 Drainase ventrikular sebagai tata laksana hidrosefalus dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan penurunan tingkat
kesadaran.
b. Perdarahan Intraventikuler
Walaupun pemberian intraventrikuler recombinant tissue-type
plasminogen activator (rTPA) untuk melisiskan bekuan darah
intraventrikuler memiliki tingkat komplikasi yang cukup rendah,
efikasi dan keamanan dari tata laksana ini masih belum pasti dan
dalam tahap penelitian.
c. Evakuasi hematom
 Pada sebagian besar pasien dengan perdarahan intrakranial,
kegunaan tindakan operasi masih belum pasti.
 Pasien dengan perdarahan serebral yang mengalami perburukan
neurologis, atau yang terdapat kompresi batang otak, dan atau
hidrosefalus akibat obstruksi ventirkel sebaiknya menjalani
operasi evakuasi bekuan darah secepatnnya. Tata laksana awal
pada pasien tersebut dengan drainase ventrikuler saja tanpa
evakuasi bekuan darah tidak direkomendasikan.
 Pada pasien dengan bekuan darah di lobus > 30 ml dan terdapat
di 1 cm dari permukaan, evakuasi perdarahan intrakranial
37

supratentorial dengan kraniotomi standar dapat


dipertimbangkan.
6. Rehabilitasi dan pemulihan
Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa
kecacatan yang berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya
dilakukan rehabilitasi secara multidisiplin. Jika memungkinkan ,
rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin dan berlanjut disarana
rehabilitasi komunitas, sebagai bagian dari program terkoordinasi yang
baik antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan berbasis
rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah (Home care) untuk
meningkatkan pemulihan.2

KOMPLIKASI DAN PROGNOSIS

Komplikasi pada stroke perdarahan terdiri dari komplikasi intracranial


(kerniasi, peningkatan TIK, kejang) dan komplikasi ekstracranial (dekubitus,
sepsis).

Pada stroke hemoragik prognosis dipengaruhi oleh : letak, ukuran dan derajat
kesadaran.14

a. Letak
Perdarahan di putamen mortalitas yang dilaporkan 37%, perdarahan
thalamus 50% dan perdarahan lobus (frontal, temporal dan oksipital) 46%.
b. Ukuran
Ukuran perdarahan sangat berpengaruh pada mortalitas. Untuk perdarahan
putamen atau area striata, penampang 3 cm atau lebih, motralitas dapat
mencapai 100%. Demikian pula dengan perdarahan thalamus yang
berukuran 2-3cm, perdarahan di pons penampang diatas 1cm dan
perdarahan serebelum penampang lebih besar dari 3cm. perdarahan-
38

perdarahan dengan ukuran-ukuran yang lebih kecil, prognosisnya lebih


baik.
c. Derajat Kesadaran
Mortalitas pasien yang kesadarannya masih baik, kurang dari 10-30%.
Sedangkan yang koma 75-100%. Unutk pasien dengan tingkat kesadaran
spoor atau koma, mortalitasnya dapat mencapai 80-90%.
39

BAB IV

ANALISA KASUS

NY. A berusia 51 tahun datang dengan penurunan kesadaran mendadak saat


sedang duduk di rumah sejak ±5 hari SMRS, pasien sempat mengeluhkan sakit
kepala dan berat pada angota gerak kanan. Muntah yang menyembur (+) 4x.
Riwayat stroke (+) 1 tahun yang lalu, riwayat darah tinggi (+) tidak terkontrol.
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien somnolen. Kekuatan
motorik sulit dinilai, sensorik sulit untuk dinilai, N cranialis reflex cahaya
langsung (+) menurun kanan dan kiri, Refleks cahaya tidak langsung (+) menurun
kanan dan kiri. Didapatkan pula perluasan batas jantung, ronkhi (-/-), rangsangan
meningeal (-), tes provokasi (-). Pemeriksaan penunjang berupa CT-Scan kepala
tanpa kontras menunjukkan adanya perdarahan intracerebri hemisfer sinistra. Dari
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien di diagnosa
menderita penurunan kesadaran dan hemiplegi dextra et causa Stroke hemoragik.
Tanda-tanda dan gejala Stroke hemoragik yang di jumpai pada pasien ini
adalah adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial yaitu Nyeri kepala,
muntah dan penurunan kesadaran secara mendadak. CT-Scan didapatkan kesan
perdarahan inrtracerebral pada hemisfer sinistra. Tatalaksana umum pada pasien
ini sesuai dengan tatalaksana yang dianjurkan pada literature dan jurnal, yaitu
stabilisasi jalan napas dan pernapasan dengan pemantauan terus menerus terhadap
status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan saturasi oksigen.
Meninggikan posisi kepala 20o_30o, menjaga dari hipertermia, pemberian manitol.
Sementara untuk perosedur operasi tidak dapat dilakukan meningat kondisi
keseluruhan pasien.
40

BAB V

KESIMPULAN

Stroke hemoragik adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan


mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma (non
traumatis). Stroke hemoragik umumnya di dahului oleh kerusakan dinding
pembuluh darah kecil otak akibat hipertensi.3,4

Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47% wanita dan 53%
laki-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih dari 60 tahun.
Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-laki
menunjukkan outcome yang lebih buruk.8

Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan intraserebral


spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya berhubungan dengan
diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM, tumor otak
metastasis,pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi seperti pada
leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy dan adiksi
narkotika.9

Banyak faktor resiko yang mengakibatkan seseorang terkena stroke yaitu :


Tidak dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, gen, ras) dan dapat dimodifikasi
(riwayat stroke, penyakit jantung coroner, hipertensi, diabetes mellitus, TIA,
hiperdislipidemia, obesitas,merokok).

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan tanda klinis serta


gambaran radiologis. Pencitraan dengan CT-Scan mendukung penegakan
diagnosis stroke hemoragik. Penatalaksanaan stroke hemoragik terdiri dari
penatalaksanaan umum dan khusus.

Prognosis stroke hemoragik dipengaruhi oleh letak, ukuran dan derajat


kesadaran.
41

DAFTAR PUSTAKA

1. Setyopranoto I. 2011. Stroke: Gejala dan penatalaksanaan in CDK 185/Vol.38


no.4/Mei-Juni 2011
2. Kelompok Studi Stroke Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia.
Guideline Stroke 2011. EdisiRevisi. Perhimpunan DokterSpesialis Saraf
Indonesia: Jakarta, 2011
3. Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke. Surabaya :
Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga
4. Mesiano, taufik. Stroje Hemoragik. Dalam buku ajar Neurologi UI buku 2.
Penerbit Kedokteran Indonesia. Tanggerang : 2017
5. Haynes, E., Pancioli, A., Shaw, G., & Woo, D. 2012. Peripheral Leucocytes
and Intracerebral Hemorrhage. Opeolu Ohio Edu, 22: 221-228
6. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6.EGC, Jakarta. 2006
7. Chakrabarty, Arundhaty, Shivane Aditya. 2008. Pathology of intracerebral
haemorrhage. National Health Service UK
8. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Available
at: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview. Access on :
September 29, 2012.
9. Perdarahan Intraserebral Hipertensif Abdul Gofar Sastrodiningrat Divisi Ilmu
Bedah Saraf Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara, MedanSuplemen Majalah Kedokteran Nusantara Volume 39
y No. 3 y September 2006
10. Sotirios AT,. Differential Diagnosis in Neurology and Neurosurgery.New
York. Thieme Stuttgart. 2000
42

11. Qureshi AI, Tuhrim S, Broderick JP, Batjer HH, Hondo H, Hanley DF.
Spontaneous intracerebral hemorrhage. N Engl J Med

12. Caplan, L.R. 2000. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. 3 rd ed.


Butterworth-Heinemann. Boston
13. Carhuapoma, J.R.; Mayer, S.A.; Hanley, D.F. 2010. Intracerebral
Hemorrhage.Cambridge University Press. New York
14. Setiawan. Stroke Hemoragik dalam Stroke pengelolaan mutakhir. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang : 1992

Anda mungkin juga menyukai