Oleh:
G1A218044
Pembimbing:
Disusun Oleh :
G1A218044
Pembimbing
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa
atas segala limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
Clinical Science Session (CSS) ini dengan judul “Fisiologi Kardiovaskuler dan
Obat- obatan Anestesi pada Kelainan Kardiovaskular”. Laporan ini merupakan
bagian dari tugas Program Studi Profesi Dokter di Bagian Ilmu Anestesi RSUD
Raden Mattaher Jambi.
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN...................................................... . ii
KATA PENGANTAR................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................. 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................... 3
2.1 Anatomi Kardiovaskuler ...................................................... 3
2.2 Fisiologi Kardiovaskuler ...................................................... 5
2.3 Obat-obat Anestesi pada Kelainan Kardiovaskuler ............. 13
2.3.1 Penyakit Jantung Koroner ........................................... 13
2.3.2 Penyakit Katup Jantung ............................................... 17
2.3.3 Hipertensi ..................................................................... 24
BAB III KESIMPULAN ............................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................... 29
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam bahasa Yunani, Anestesia berarti tanpa rasa sensasi. Pemilihan cara
anestesia dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain umur, status fisik, posisi
pembedahan, ketrampilan dan kebutuhan dokter pembedah, keterampilan dan
pengalaman dokter anestesiologi, keinginan pasien, bahaya kebakaran dan
ledakan, dan pendidikan. Sebagian besar operasi (70-75%) dilakukan dengan
anestesia umum, lainnya dengan anestesia regional atau lokal. Operasi sekitar
kepala, leher, intra-torakal, intra abdominal paling baik dilakukan dengan
anestesia umum endotrakea. Anestesia umum dilihat dari cara pemberian obat
yaitu secara parenteral, perektal, perinhalasi. Anestesia regional berdasarkan
teknik pemberian yaitu infiltrasi lokal, field block, blok saraf, analgesia
permukaan (topikal), dan analgesia regional intra vena.4
1
Penyakit kardiovaskuler terutama hipertensi, iskemik, dan penyakit katup
jantung adalah penyakit medis yang paling sering ditemukan dalam praktek
anestesi dan penyebab utama kesakitan (morbiditas) dan kematian (mortalitas)
perioperatif. Respon adrenergik terhadap stimulasi pembedahan dan efek sirkulasi
dari obat-obat anestesi, endotrakheal intubasi, ventilasi tekanan positif, kehilangan
darah, perpindahan cairan, dan perubahan-perubahan di dalam suhu tubuh menjadi
beban tambahan pada sistim kardiovaskuler yang bermasalah. Obat-obat anestesi
kebanyakan menyebabkan depresi jantung, vasodilatasi, atau kedua-duanya.
Bahkan obat-obat anestesi yang tidak langsung berefek pada sirkulasi dapat
menyebabkan depresi pada sirkulasi pada pasien-pasien yang tergantung secara
kronis pada obat-obat yang meningkatkan aktivitas simpatik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Siklus Jantung
Siklus jantung adalah periode dimulainya satu denyutan jantung dan awal
dari denyutan selanjutnya. Siklus jantung terdiri dari periode sistol dan diastol.
Sistol adalah periode kontraksi dari ventrikel, dimana darah akan dikeluarkan dari
jantung. Diastol adalah periode relaksasi dari ventrikel, dimana terjadi pengisian
darah. Diastol dapat dibagi menjadi dua proses yaitu relaksasi isovolumetrik dan
ventricular filling. Pada relaksasi isovolumetrik terjadi ventrikel yang mulai
relaksaasi, katup semilunar dan katup atrioventrikularis tertutup dan volume
ventrikel tetap tidak berubah. Pada ventricular filling dimana tekanan dari atrium
lebih tinggi dari tekanan di ventrikel, katup mitral dan katup trikuspid akan
terbuka sehingga ventrikel akan terisi 80% dan akan mencapai 100 % jika atrium
berkontraksi. Volume total yang masuk ke dalam diastol disebut End Diastolic
Volume .3,7
Sistolik dapat dibagi menjadi dua proses yaitu kontraksi isovolumetrik dan
ejeksi ventrikel. Pada kontraksi isovolumetrik, kontraksi sudah dimulai tetapi
katup-katup tetap tertutup. Tekanan juga telah dihasilkan tetapi tidak dijumpai
adanya pemendekan dari otot. Pada ejeksi ventrikel , tekanan dalam ventrikel
lebih tinggi dibandingkan dengan tekanan pada aorta dan pulmoner sehingga
katup aorta dan katup pulmoner terbuka dan akhirnya darah akan dipompa ke
seluruh tubuh. Pada saat ini terjadi pemendekan dari otot. Sisa darah yang terdapat
di ventrikel disebut End Systolic Volume.3,7
Dua bunyi jantung utama dalam keadaan normal dapat didengar dengan
stetoskop selama siklus jantung. Bunyi jantung pertama bernada rendah, lunak,
dan relatif lama-sering dikatakan terdengar seperti “lub”. Bunyi jantung kedua
memiliki nada yang lebih tinggi, lebih singkat dan tajam- sering dikatakan dengan
terdengar seperti “dup”. Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup
AV , sedangkan bunyi katup kedua berkaitan dengan penutupan katup semilunar.
Pembukaan tidak menimbulkan bunyi apapun. Karena penutupan katup AV
terjadi pada awal kontraksi ventrikel ketika tekanan ventrikel pertama kali
melebihi tekanan atrium, bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol
ventrikel. Penutupan katup semilunaris terjadi pada awal relaksasi ventrikel ketika
tekanan ventrikel kiri dan kanan turun di bawah tekanan aorta dan arteri
pulmonalis. Dengan demikian bunyi jantung kedua menandakan permulaan
diastol ventrikel.3,7
Impuls jantung secara normal berasal dari sinoatrial (SA) node. Sel ini
diketahui mempunyai membran luar yang menghasilkan sodium (dan mungkin
kalsium). Influks yang lambat dari sodium, yang menghasilkan keadaan yang
kurang negatif pada potensial membran istirahat (-50 hingga -60 mV),
mempunyai tiga akibat yang perlu diperhatikan: Inaktifasi yang konstan dari
saluran cepat sodium, sebuah potensial aksi dengan ambang batas -40 mV yang
terutama disebabkan oleh pergerakan ion melewati saluran kalsium lambat, dan
depolarisasi regular yang spontan. Pada setiap siklus, kebocoran sodium
intraselular menyebabkan membran sel menjadi lebih tidak negatif secara
progresif; ketika ambang ambang batas potensial tercapai, saluran kalsium
terbuka, permeabilitas potassium menurun, dan sebuah potensial aksi dapat
timbul. Restorasi dari permeabilitas potassium yang normal mengembalikan sel
yang ada pada SA node kembali kepada membran potensial istirahat.6
Impuls dari SA node secara normal mencapai AV node setelah sekitar 0.04 s
namun sudah hilang sekitar 0.11 s kemudian. Penundaan ini terjadi sebagai hasil
adanya serat miokardial kecil yang mempunyai konduksi yang lambat dalam AV
node, yang bergantung pada saluran kalsium lambat untuk merangsang timbulnya
potensial aksi. Sebagai kebalikannya, konduksi dari impuls antara sel yang ada
dalam atria dan pada ventrikel untuk aktifasi dan non aktifasinya sangat
terpengaruh pada saluran sodium cepat. Serta yang ada dibawah dari AV node
bergabung dan membentuk bundle His. Kelompok serat yang terbentuk dan
mengalami spesialisasi ini melewati septum interventrikular sebelum terbagi
menjadi cabang kanan dan kiri untuk membentuk jaringan kompleks dari serabut
purkinje yang menyebabkan depolarisasi pada kedua ventrikel. Sebagai kontras
yang nyata dengan jaringan AV node, serabut His-purkinje mempunyai
kemampuan konduksi yang paling tinggi pada jantung, menghasilkan depolarisasi
secara hampir simultan pada seluruh endokardium kedua ventrikel (secara normal
dalam 0.03 s). Penyebaran dari impuls dari endokardium hingga epikardium
melalui otot ventrikular membutuhkan tambahan 0.03 s. Karena itu impuls yang
timbul dari nodus SA secara normal membutuhkan waktu kurang dari 0.2 detik
untuk mendepolarisasi seluruh jantung.6
CO = SV x HR
Di mana SV adalah stroke volume (volume yang dipompakan tiap kali kontraksi)
dan HR adalah heart rate. Kompensasinya bervariasi pada berbagai bentuk tubuh,
CO sering diartikan sebagai total luas permukaan tubuh.
CI = CO/ BSA
Di mana CI adalah cardiac index dan BSA adalah total luas permukaan tubuh.
BSA biasanya didapat dari normogram berdasarkan berat badan dan tinggi badan.
CI normal adalah 2,5-4,2 L/menit/m2. karena CI normal memiliki jangkauan
yang luas, dan merupakan pengukuran yang relatif insensitif terhadap performa
ventrikel.6
1. Denyut jantung
Preload
Dimana MAP adalah mean arterial pressure dalam mmHg, CVP merupakan
Central Venous Pressure dalam mmHg dan CO merupakan cardiac output dalam
liter per menit. Normalnnya SVR adalah 900-1500 dyn/menit cm. Tekanan darah
sistolik juga digunakan sebagai perkiraan afterload ventrikel kiri tanpa adanya
perubahan kronis pada ukuran, bentuk, atau ketebalan dinding ventrikel atau
perubahan akut pada tahanan vaskular sistemik.6
Kontraktilitas
a. Manajemen Preoperasi
Anamnesa adalah hal yang penting pada pasien dengan penyakit jantung
iskemik. Pertanyaan harus mencakup gejala-gejala, pengobatan yang sedang
berlangsung dan yang sudah, komplikasi dan hasil pemeriksaan sebelumnya.
Informasi ini biasanya cukup untuk memperkirakan beratnya penyakit dan fungsi
ventrikel.
1. Premedikasi
Berikut adalah terapi yang harus didapatkan pasien dengan PJK sebelum
menjalani operasi :
b. Manajemen Intraoperasi
Prioritas utama dalam mengelola pasien dengan penyakit jantung iskemik
adalah memelihara hubungan suplai dan kebutuhan jantung yang baik.
Peningkatan denyut jantung dan tekanan darah akibat pengaruh otonom harus
dikontrol dengan anestesia yang dalam atau dengan penghambat adrenergik.
Tekanan diastol arteri seharusnya dijaga pada 50 mmHg atau di atasnya.
Peningkatan left ventricular end diastolic pressure harus dihindari sebab
meningkatkan tekanan dinding ventrikel (afterload) dan dapat mengurangi perfusi
subendokard. Konsentrasi hemoglobin darah yang adekuat (>9-10 mg/dl) dan
tekanan oksigen arteri (>60 mmHg) seharusnya dijaga.8
Monitoring tekanan darah intra arteri disarankan untuk semua pasien dengan
PJK yang berat dan disertai faktor risiko. Central venous pressure atau pulmonary
artery pressure harus dimonitor selama operasi yang lama atau sulit, yang berisiko
kehilangan darah dalam jumlah yang besar. Transesofageal ekokardiografi (TEE)
dapat memberikan informasi yang berguna, baik kualitatif maupun kuantitatif,
mengenai kontraktilitas dan ukuran rongga ventrikel (preload).8
Anestesi dengan opioid dosis tinggi telah digunakan lebih dulu secara luas
pada pasien dengan disfungsi ventrikular yang bermakna. Kecuali meperidin
(dalam dosis besar), penggunaan opioid tunggal umumnya dikaitkan dengan
depresi jantung yang minimal atau bahkan tidak ada. Depresi jantung yang nyata
juga dapat timbul pada induksi dengan opioid murni dosis tinggi. Pada umumnya
teknik anestesi yang digunakan pada sebagian besar pasien adalah teknik opioid-
volatil. Nitrit oksida, terutama dalam penggunaan opioid, juga dapat
menghasilkan depresi jantung yang bermakna.8
a. Manajemen Preoperatif
Pemberian obat profilaksis pada pasien dengan MS seperti penanganan
gagal jantung antara lain digitalis untuk memperlambat laju ventrikel pada atrial
fibrillasi, diuretika dan retriksi natrium. Pemberian antikoagulan 1-3 hari sebelum
operasi. Terdapat beberapa obat-obatan untuk mengobati hipertensi pulmonal
yang berat antara lain inhaled prostasiklin dan nitrit oxide.
b. Manajemen Intraoperasi
Pasien dapat sangat sensitif terhadap efek vasodilatasi dari anestesi spinal
dan epidural. Epidural lebih dipilih daripada anestesi spinal karena onset blokade
simpatisnya yang lebih gradual. Ketamin sebagai obat tunggal umumnya
merupakan induksi yang kurang memuaskan karena stimulasi simpatisnya. Begitu
juga dengan takikardi yang disebabkan oleh pankuronium juga harus dihindari.
Dalam pertimbangan pemilihan obat anestesi, opioid mungkin merukapan pilihan
yang lebih baik dibanding obat volatil. Volatil dapat menyebabkan vasodilatasi
yang tidak diinginkan atau mempresipitasi ritmik. Di antara seluruh obat volatil,
mungkin halotan adalah obat yang paling dipilih karena memiliki efek
menurunkan tekanan darah dan memiliki efek vasodilatasi yang paling minimal,
akan tetapi obat volatil lainnya pun telah digunakan dengan aman. Pengunaan
nitrit oksida harus lebih hati-hati karena nitrit oksida dapat meningkatkan tahanan
vaskuler pulmonal pada beberapa pasien.8
c. Pemulihan
2. Regurgitasi Mitral
Prolapse Katup Mitral dan penyakit jantung rheumatik kronis akan
menyebabkan mitral regurgitasi (MR). Ruptur chordae tendineae dan prolaps
katup mitral dapat disebabkan trauma dan endokarditis. Derajat beratnya
regurgitasi dan lesi merupakan faktor yang menentukan perjalanan penyakit. MR
berat akut yang disebabkan oleh apapun, tanpa terapi bedah memiliki prognosis
yang jelek. MR ringan kronik memiliki prognosis yang lebih baik hingga
beberapa tahun tanpa adanya tanda-tanda disfungsi ventrikel kiri. Kelelahan dan
dispnoe merupakan gejala yang timbul sebagai konsekuensi dari disfungsi
ventrikel kiri.8
a. Manajemen Preoperatif
Reduksi afterload bermanfaat dalam hal penatalaksanaan pasien dengan
akut dan kronik MR yang diharapkan akan mempertahankan stroke volume.
Selain itu dengan menurunkan volume ventrikel kiri dapat menurunkan ukuran
annulus mitral dengan demikian terhadap orifisium regurgitasi. Pasien ini
seringkali juga diobati dengan inotropik (digitalis) dan diuretik, karena akan
menurunkan fraksi regurgitan.8
b. Manajemen Intraoperatif
Pasien dengan fungsi ventrikel yang relative baik cenderung memberikan
hasil yang baik pada penggunaan sebagian besar teknik anestesi. Anestesi epidural
dan spinal dapat ditoleransi dengan baik, selama bradikardi dapat dihindari.
Pasien dengan gangguan ventrikel sedang hingga berat seringkali sangat sensitif
pada efek depresan dari obat volatile. Anestesi berbasis opioid tampaknya lebih
sesuai untuk pasien-pasien ini, juga apabila bradikardi dapat dihindari. Pemilihan
pankuronium sebagai pelemas otot pada tindakan anestesi dengan opioid dapat
berguna untuk kepentingan ini.8
Pasien dengan gangguan ventrikel yang berat sering sangat sensitif dengan
efek depresan dari obat volatile. Anestetik yang berbahan dasar opioid lebih cocok
digunakan, karena menghindari bradikardia. Pemilihan pankuronium sebagai
relaksan otot disertai anestetik yang berbahan dasar opioid biasanya sangat
bermanfaat.8
c. Pemulihan
Mencegah nyeri, hipoksemia, hiperkarbia dan asidosis dapat membantu
meningkatkan SVR.8
3. Stenosis Aorta
Tanda kardinal dari AS adalah trias dispnoe, angina, dan sinkop. Pasien bisa
tetap asimptomatik untuk waktu yang lama, namun onset gejala menunjukkan
harapan hidup kurang dari 5 tahun. Ekokardiagrafi sangat penting untuk menilai
derajat beratnya AS. Pada pasien yang menunjukkan gejala diperlukan kateterisasi
jantung untuk menilai gradasi AS berdasarkan pengukuran aortic valve area
(AVA). Pasien bisa ditangani secara non operatif dengan ballon valvuloplasi aorta
perkutaneus. Sedangkan pada pasien senilis dengan fungsi ventrikel yang buruk
mungkin memerlukan pembedahan penggantian katup aorta untuk dapat
memperbaiki gejala klinis.8
a. Manajemen Preoperatif
Stenosis katup aorta adalah penyebab obstruksi outflow ventrikel kiri yang
paling sering. Obstruksi outflow ventrikel kiri lebih jarang disebabkan oleh
kardiomiopati hipertrofi, stenosis subvalvular kongenital, rematik, atau
degeneratif. Stenosis rematik aorta jarang terisolasi, kelainan ini lebih sering
terjadi bersamaan dengan regurgitasi aorta atau kelainan katup mitral.8
b. Manajemen Intraoperatif
Pemeliharaan sinus ritmik, denyut jantung, dan volume intravaskuler yang
normal sangat penting pada pasien dengan stenosis aorta. Pada pasien dengan AS
ringan sampai sedang (biasanya asimptomatik) umumnya anestesi spinal atau
epidural lumbal dapat ditoleransi dengan baik. Perhatian khusus diberikan pada
terjadinya hipotensi akibat penurunan preload, afterload, atau keduanya. Anestesi
epidural lebih disukai karena onset hipotensi lebih lambat dan memungkinkan
penanganan yang lebih agresif.8
Pada pasien dengan AS yang berat, anestesi spinal dan epidural menjadi
kontraindikasi. Pemilihan obat anestesi umum sangat penting. Tekhik anestesi
yang berbahan dasar opioid biasanya menyebabkan depresi jantung minimal,
sehingga lebih sesuai dipakai agen induksi non-opioid seperti etomidat dan
kombinasi ketamin dan benzodiazepine. Jika digunakan agen volatile,
konsentrasinya harus diperhatikan untuk menghindari depresi miokardium,
vasodilatasi, dan hilangnya sistolik atrium yang normal. Esmolol, pilihan
penghambat beta adrenergik, lebih disukai karena waktu paruhnya pendek.8
c. Pemulihan
Analgesia harus diberikan serta menghindari disritmia, hiperkarbia, dan
hipotermia merupakan hal yang diperhatikan post operatif.8
4. Regurgitasi Aorta
a. Manajemen Preoperatif
Regurgitasi aorta biasanya terbentuk perlahan dan terus-menerus (kronis),
tetapi dapat juga terbentuk cepat (akut). Regurgitasi aorta kronik disebabkan oleh
kelainan katup aorta, pembuluh aorta, atau keduanya. Kelainan katup biasnya
kongenital (katup bikuspid) atau akibat demam rematik. Penyakit pada aorta
ascenden menyebabkan regurgitasi dengan mendilatasi anulus aorta; diantaranya
sifilis, ektasia annuloaorta, nekrosis medial cystic (dengan atau tanpa Marfan
syndrome), spondilitis ankilosing, rematoid arthritis dan psoriatik artritis, dan
bermacam-macam gangguan jaringan penyambung. Insufisiensi aorta akut
biasanya paling sering terjadi setelah endokarditis infeksi,trauma, atau diseksi
aorta.8
b. Manajemen Intraoperatif
Denyut jantung harus dijaga dalam batas -batas yang normal (80-100 x/m).
Bradikardi dan peningkatan SVR meningkatkan volume regurgitan pada pasien
dengan regurgitasi aorta, sementara takikardi berperan untuk menyebabkan
iskemia miokardium. Depresi jantung yang besar sebaiknya dihindari.
Kompensasi peningkatan preload jantung harus dijaga, tetapi pengantian cairan
yang terlalu bersemangat dapat menimbulkan edema paru yang segera.
Kebanyakan pasien menerima anestesia spinal dan epidural, volume
intravaskulernya terpelihara. Ketika anestesi umum diperlukan, isofluran dan
desfluran mungkin merupakan obat ideal sehubungan dengan vasodilatasinya.8
Teknik anestesi umum berbasis opioid lebih cocok pada pasien dengan
depresi fungsi ventrikel. Pancuronium meupakan pilihan yang baik untuk teknik
General anestesia sebab sering mencegah takikardia. Pengurangan afterload
intraoperasi dengan nitroprusid memerlukan monitoring ketat yang optimal.
Efedrin biasanya digunakan sebagai vasopresor untuk mengatasi hipotensi. Dosis
kecil fenilefrin (25-50 μg) dapat digunakan ketika hipotensi disebabkan
vasodilatais yang hebat. Dosis besar 18 fenilefrin dapat meningkatkan SVR (dan
tekanan diastol arteri) dan dapat memperburuk regurgitasi.
5. Regurgitasi Trikuspid
Regurgitasi trikuspid umumnya merupakan kelainan fungsional yang
ditandai dilatasi dari ventrikel kanan yang disebabkan hipertensi pulmonal.
Regurgitasi trikuspid biasanya terjadi pada hipertensi pulmonal dan overload
volume dari ventrikel kanan yang sering disebabkan kegagalan ventrikel kiri
akibat penyakit katup aorta atau mitral. Angka kejadian yang signifikan
regurgitasi tricuspid yang merupakan komplikasi sekunder dari infeksi
endokarditis yang sering menyertai penderita penyalahgunaan obat secara
intravena. Regurgitasi trikuspid biasanya dikarenakan stenosis dari katup tricuspid
yang merupakan komplikasi dari demam rheumatik.8
a. Manajemen Preoperatif
Secara klinis regurgitasi trikuspid, kebanyakan disebabkan oleh dilatasi
ventrikel kanan akibat hipertensi pulmoner yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri. Regurgitasi trikuspid juga dapat terjadi setelah endokarditis infeksi
(biasanya pada pengguna narkotik dengan menggunakan injeksi), demam rematik,
sindroma karsinoid, atau truma dada atau akibat anomali Ebstein (Letak katup
kebawah karena kelainan letak daun katup).8
b. Manajemen Intraoperatif
Sasaran hemodinamik seharusnya ditujukan terhadap penyakit yang
mendasarinya. Hipovolemia dan faktor-faktor yang meningkatkan afterload
ventrikel kanan, seperti hipoxia dan asidosis, seharusnya dihindari untuk menjaga
stroke volume ventrikel kanan yang efektif dan preload ventrikel kiri. PEEP dan
tekanan jalan nafas yang tinggi diharapkan selama ventilasi mekanik sebab
mengurangi venous return dan menambah afterload ventrikel kanan.8
a. Premedikasi
Premedikasi mengurangi kecemasan preoperasi dan sangat dibutuhkan pada
pasien-pasien hipertensi. Hipertensi preoperasi yang ringan sampai moderat sering
membaik setelah pemberian obat anxiolitik, seperti midazolam. Obat
antihipertensi preoperatif harus dilanjutkan sampai dengan jadwal operasi dan
dapat diberikan dengan seteguk air. Agonis α2-adrenergik pusat dapat bermanfaat
sebagai ajuvan untuk premedikasi pasien-pasien hipertensi; clonidine (0,2 mg)
meningkatkan sedasi, mengurangi pemberian obat anestesi intraoperatif, dan
mengurangi hipertensi perioperatif. Sayangnya, pemberian clonidin preoperatif
berkaitan dengan hipotensi intraoperatif yang berat dan bradikardia.8
b. Manajemen Intraoperatif
Rencana anestesi menyeluruh untuk pasien hipertensi adalah memelihara
satu batas tekanan darah yang stabil. Pasien-pasien dengan hipertensi borderline
bisa diperlakukan sebagai pasien normotensif. Karena kebanyakan pasien-pasien
dengan hipertensi lama diasumsikan memiliki CAD dan hipertropi jantung,
peningkatan tekanan darah berlebihan tidak diharapkan. Hipertensi, terutama yang
disertai takikardia, dapat memicu atau memperburuk iskemia miokardium,
disfungsi ventrikel, atau kedua-duanya. Tekanan darah arteri biasanya dijaga
supaya berada di kisaran 10–20% dari ukuran preoperatif. Jika hipertensi
(>180/120 mmHg) didapatkan preoperasi, tekanan darah arteri harus
dipertahankan pada normal tinggi (150–140/90–80 mm Hg).8
Keunggulan suatu obat hipertensi atau teknik dibanding yang lain belum
jelas. Bahkan setelah anestesia regional, pasien-pasien hipertensi sering
mengalami penurunan tensi yang besar dibanding pasien-pasien normotensi.
Propofol, barbiturat, benzodiazepin, dan etomidate mempunyai keamanan yang
sama untuk induksi anestesi umum pada kebanyakan pasien hipertensi. Pemberian
ketamine (tanpa disertai obat lain) merupakan kontraindikasi pada operasi elektif,
karena stimulasi simpatisnya dapat memicu hipertensi. Stimulasi simpatisnya ini
dapat dihambat atau dihilangkankan dengan pemberian dosis kecil obat lain secara
bersamaan, khususnya suatu benzodiazepin atau propofol.8
c. Manajemen Post-Operatif
Hipertensi sesudah operasi biasa terjadi dan harus diantisipasi pada pasien-
pasien yang tensinya kurang terkontrol. Monitoring ketat tekanan darah harus
dilanjutkan di ruang pemulihan dan periode awal sesudah operasi. Hipertensi pada
periode penyembuhan sering disebabkan banyak faktor dan diperkuat oleh
kelainan pernapasan, nyeri, kelebihan volume cairan, atau distensi kandung
kencing.8