STROKE HEMORAGIK
STROKE HEMORAGIK
Oleh:
Luciana Lorenza
G1A218100
Bagian Ilmu Penyakit Saraf RSUD Raden Mattaher/ Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih dan
penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus CRS yang berjudul
“STROKE HEMORAGIK”. Tulisan ini dimaksudkan sebagai salah satu syarat
dalam mengikuti kepaniteraan klinik senior di Bagian Ilmu Saraf RSUD Raden
Mattaher Kota Jambi.
Terwujudnya laporan kasus CRS ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan,
dan dorongan berbagai pihak, maka sebagai ungkapan hormat dan penghargaan
penulis mengucapkan terima kasih kepada dr. Nidia Suriani, Sp.S, M.Biomed
sebagai pembimbing.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus CRS ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan masukan dari semua
pihak. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pendidikan
kedokteran dan kesehatan. Semoga kebaikan dan pertolongan semuanya
mendapatkan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................ii
KATA PENGANTAR.................................................................................iii
DAFTAR ISI................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS.........................................................................2
BAB III TINJAUAN PUSTAKA...............................................................23
3.1 Anatomi Otak...................................................................................23
3.2 Stroke Hemoragik............................................................................27
3.2.1 Definisi.................................................................................27
3.2.2 Epidemiologi.........................................................................27
3.2.3 Etiologi.................................................................................27
3.2.4 Faktor Risiko........................................................................29
3.2.5 Klasifikasi.............................................................................33
3.2.6 Patofisiologi..........................................................................35
3.2.7 Manifestasi Klinis.................................................................37
3.2.8 Diagnosis..............................................................................38
3.2.9 Tatalaksana...........................................................................41
3.2.10 Komplikasi dan Prognosis....................................................47
BAB 1V ANALISIS KASUS......................................................................48
BAB IV KESIMPULAN.............................................................................51
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................52
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny.J
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Dusun Sebakul RT 03 Sarolangun
Pekerjaan : IRT
No RM : 943027
MRS : 02 Maret 2020; 22:11 WIB
Ruang Perawatan : Neurologi
DAFTAR MASALAH
No Masalah Aktif Tanggal Masalah Pasif Tanggal
.
1. Hemiparesis 02 Maret 2020 - -
Sinistra
2. Nyeri kepala 02 Maret 2020 - -
sebelah kanan
3. Paresis N.VII tipe 02 Maret 2020 - -
sentral
2
II. DATA SUBYEKTIF (Anamnesis tanggal 05 Maret 2020)
Anamnesis : Autoanamnesis
1. Keluhan Utama : Kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak ± 10 jam
SMRS.
2. Riwayat penyakit Sekarang
a. Lokasi Lengan dan tungkai kiri
b. Onset Mendadak saat sedang berbaring
setelah pulang dari berkebun
c. Kualitas Pasien merasa tangan dan kaki kirinya tidak bisa
digerakkan sama sekali
c. Kuantitas Mengganggu aktivitas
d. Kronologi Pasien datang dengan keluhan
kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak ± 10
jam SMRS. Keluhan dirasakan secara mendadak
yang timbul ketika pasien sedang berbaring
sepulang dari berkebun. Pasien mengatakan
sepulang dari berkebun dirinya masih sempat
mandi dan wudhu, sambil menunggu untuk
sholat dzuhur pasien berbaring, tetapi saat
pasien ingin bangun, tiba-tiba pasien tidak bisa
menggerakkan tangan dan kaki sebelah kirinya.
Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala
sebelah kanan yang terjadi secara mendadak dan
semakin lama semakin memberat disertai
dengan rasa kesemutan pada tangan dan kaki
sebelah kiri tetapi pasien masih bisa
beraktivitas. Nyeri kepala dirasakan berdenyut
dan terus-menerus. Keluhan juga disertai dengan
mulut mencong ke sebelah kiri (+), bicara pelo
(-), mual (-), muntah (-), demam (-), kejang(-),
penurunan kesadaran (-), BAK dan BAB tidak
ada keluhan. Karena keluhan tersebut pasien
3
dibawa ke RS Chatib Quzwain Sarolangun dan
kemudian di rujuk ke IGD RSUD Raden
Mattaher Jambi.
e. Faktor memperberat (-)
f. Faktor memperingan (-)
g. Gejala yang (-)
menyertai
4
III. PEMERIKSAAN FISIK (OBJEKTIF)
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 05 Maret 2019
1. Keadaan Umum dan Tanda Vital
Kesadaran : Composmentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 71 kali/menit
Respirasi : 20 kali/menit, pernapasan regular
Suhu : 36,6°C
SpO2 : 99%
2. Status Generalisata
Kepala : Normocephal (+)
Mata : Edema palpebra (-/-), conjungtiva anemis (-/-),
sklera ikterik (-/-), pupil bulat, isokor, ± 3
mm/± 3 mm, refleks cahaya (+/+), katarak (-/-)
THT : Dalam batas normal
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa kering (-), lidah
hiperemis (-), T1-T1, faring hiperemis (-).
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Dada : Simetris ka=ki
Jantung :
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I dan BJ II irregular, gallop (-), murmur (-)
Paru :
Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris kanan dan kiri
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-), fremitus
taktil sama kanan dan kiri
5
Perkusi : Fremitus vokal sama kiri dan kanan, Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : Distensi (-), masa (-).
Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (-), undulasi (-),
shifting dullness (-), hepar dan lien tidak teraba
Perkusi : Timpani (+)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Alat kelamin : Tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas :
Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema (-/-)
3. Status Psikitus :
- Cara berpikir : Baik
- Perasaan hati : Biasa
- Tingkah laku : Normoaktif
- Ingatan : Baik
- Kecerdasan : Baik
4. Status Neurologi
a. Kesadaran kualitatif : Compos mentis
b. Kesadaran kuantitatif (GCS) :15 (E4M5V6)
c. Kepala
- Bentuk : Normocephal
- Simetri : (+)
- Pulsasi : (-)
d. Tanda Rangsang meningeal
- Kaku kuduk : (-)
- Brudzinsky 1 : (-)
- Brudzinsky 2 : (-/-)
6
- Brudzinsky 3 : (-/-)
- Brudzinsky 4 : (-/-)
- Laseque : >700 / >700
- Kernig : >1350 / >1350
e. Nervus kranialis
Nervus Kranialis Kanan Kiri
N I (Olfaktorius)
Subjektif Baik Baik
Objektif (dengan bahan) Baik Baik
N II (Optikus)
Tajam penglihatan 6/60 6/60
Lapangan pandang Baik Baik
Melihat warna Baik Baik
Funduskopi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N III (Okulomotorius)
Sela mata Simetris Simetris
Ptosis Tidak ada Tidak ada
Pergerakan bola mata Normal Normal
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
Ekso/endophtalmus Tidak ada Tidak ada
Pupil :
bentuk Bulat, isokor, 3 mm Bulat, isokor, 3 mm
reflex cahaya + +
reflex konvergensi + +
reflex konsensual + +
Melihat kembar - -
N IV (Trochlearis)
Pergerakan bola mata ke Normal Normal
bawah-dalam
Diplopia - -
N V (Trigeminus)
Motorik
Otot Masseter Normal Normal
Otot Temporal Normal Normal
Otot Pterygoideus Normal Normal
Sensorik
Oftalmikus Normal Normal
Maksila Normal Normal
Mandibula Normal Normal
N VI (Abdusen)
Pergerakan bola mata Normal Normal
(lateral)
7
Diplopia - -
N VII (Fasialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Normal Normal
Memperlihatkan gigi Normal Paresis N.VII
Senyum Normal Paresis N.VII
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N VIII (Vestibulocochlearis)
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Detik arloji Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Rinne test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Weber test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Swabach test Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak ada Tidak ada
N IX (Glossofaringeus)
Sensasi lidah 1/3 blkg Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Refleks muntah + +
N X (Vagus)
Arkus faring Simetris
Berbicara Normal
Menelan Baik
Refleks muntah Baik
Nadi Normal
N XI (Assesorius)
Menoleh ke kanan + +
Menoleh ke kiri + +
Mengangkat bahu + +
N XII (Hipoglosus)
Kedudukan lidah Lurus ke depan
dijulurkan
Atropi papil -
Tremor lidah -
Disartria -
8
f. Badan dan Anggota Gerak
1. Badan
Biseps + +
Triseps + +
9
Radius + +
Ulna + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
Patella + +
Achilles + +
Refleks Patologis Kanan Kiri
10
Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokinesis : Tidak dilakukan
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan
Dismetria : Tidak dilakukan
5. Gerakan Abnormal
Tremor : (-)
Atetosis : (-)
Miokloni : (-)
Khorea : (-)
Rigiditas : (-)
6. Alat Vegetatif
Miksi : Sulit dinilai
Defekasi : Sulit dinilai
7. Test Tambahan
Test Nafziger : Tidak dilakukan
Tes Valsava : Tidak dilakukan
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah Rutin (02 Maret 2020)
11
HCT 30,4 % 35-50 %
PLT 244 x 103/mm3 100-300 x 103/mm3
GDS 112 g/dl <200 g/dl
d. Elektrolit
Hasil Hasil
Parameter Nilai Rujukan
(02 Maret 2020) (09 Maret 2020)
Natrium 142,07 mmol/L 145,43 mmol/L 135-148 mmol/L
Kalium 3,41 mmol/L 4,07 mmol/L 3,5-5,3 mmol/L
Chlorida 107,21 mmol/L 110,12 mmol/L 98-110 mmol/L
Kalsium 1,09 mmol/L 1,05 mmol/L 1,19-1,23 mmol/L
Siriraj Stroke Score (SSS)
(2,5 x derajat kesadaran) + (2 x muntah) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x
tekanan diastolic) – (3 x petanda ateroma) - 12
Keterangan :
Derajat kesadaran : 0 = kompos mentis
1 = somnolen
2 = sopor/koma
Vomitus : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Nyeri kepala : 0 = tidak ada ; 1 = ada
Ateroma : 0 = tidak ada ; 1 = salah satu atau lebih : diabetes,
angina, penyakit pembuluh darah
12
Skor > 1 : perdarahan
Skor -1 s.d 1 : perlu CT Scan
Skor < -1 : infark cerebri
e. Pemeriksaan Radiologi
1. Rontgen Thorax (02 Maret 2020)
13
14
b. CT-Scan Kepala tanpa Kontras (02 Maret 2020)
c. EKG
15
6. Diagnosa Banding
- Stroke non hemoragik
- Space Occupying Lession (SOL)
7. Diagnosa
- Diagnosa Klinis : Hemiparese sinistra + Parese N.VII tipe
sentral ec ICH + Hipertensi grade II +
Hipokalsemia
- Diagnosa Topis : Hemisfer dextra (Thalamus)
- Diagnosa Etiologi : Stroke Hemoragik
I. RINGKASAN
S:
• Kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak ± 10 jam SMRS dirasakan
secara mendadak yang timbul ketika pasien sedang berbaring sepulang
dari berkebun.
• Awalnya pasien mengeluhkan nyeri kepala sebelah kanan yang terjadi
secara mendadak dan semakin lama semakin memberat. Nyeri kepala
dirasakan berdenyut dan terus-menerus.
• Awalnya pasien juga mengeluhkan rasa kesemutan pada tangan dan kaki
sebelah kiri tetapi pasien masih bisa beraktivitas.
• Keluhan juga disertai dengan mulut mencong ke sebelah kiri (+), bicara
pelo (-), mual (-), muntah (-), demam (-), kejang (-), penurunan kesadaran
(-), BAK dan BAB tidak ada keluhan.
• Riwayat stroke disangkal
• Riwayat hipertensi tidak diketahui
• Riwayat DM disangkal
• Riwayat trauma kepala disangkal
• Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak muda
16
O:
Kesadaran : Compos Mentis GCS : 15 ( E4 V5 M6)
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 71 kali/ menit
Respirasi : 20 kali/ menit, pernapasan regular
Suhu : 36,6°C
Pemeriksaan darah rutin : dalam batas normal
Pemeriksaan elektrolit : Hipokalsemia
A:
Diagnosa Klinis : Hemiparese sinistra + Parese N.VII tipe
sentral ec ICH + Hipertensi grade II +
Hiperuricemia
Diagnosa Topis : Hemisfer dextra (Thalamus)
Diagnosa Etiologi : Stroke Hemoragik
Diagnosa Banding : Stroke Non-Hemoragik, SOL
P:
Non Medikamentosa :
- Bed Rest
- O2 Nasal Canul 4 Liter/menit
- Elevasi kepala 30 derajat
- Konsul Spesialis Saraf
- Latihan anggota gerak (Fisioterapi)
Medikamentosa :
- IVFD NaCl 0,9% 20 tpm + Ketorolac drip 30 mg
- Inj. Citicoline 2 x 1 gram
- Inj. Omeprazole 1 x 40 mg
- Inj. Furosemide 2 x 20 mg
- PO: Amlodipin 1 x 10 mg (pagi)
17
Pemeriksaan anjuran :
o Laboratorium : darah rutin, elektrolit, faal ginjal (ureum/kreatinin), faal
hati, faal lemak
o CT-Scan Kepala tanpa Kontras
Mx :
Pantau tanda-tanda vital dan status neurologi
Ex :
Memberi penjelasan kepada keluarga mengenai keadaan pasien dan terapi
yang akan diberikan, rencana rawat, masa dan tindakan pemulihan dan
latihan, manajemen nyeri, risiko, dan komplikasi. Menganjurkan pasien untuk
istirahat yang cukup dan kontrol secara teratur.
II. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : dubia ad bonam
18
RIWAYAT PERKEMBANGAN PASIEN
Tanggal S O A P
06 Maret 2020 • Nyeri - KU: Tampak Hemiparesis IVFD NaCl 0,9% 20
kepala sakit sedang sinistra ec ICH tpm + Ketorolac drip
Onset hari ke- • Kelemahan - Kesadaran: + Hipertensi 30 mg
5 anggota CM stage II + Inj. Citicoline 3 x
Rawatan hari gerak kiri - GCS: Hiperuricemia 250 mg
ke-4 E4M5V6 Inj. Ranitidin 2 x 50
- TD:110/60 mg
mmHg PO: Amlodipin 1 x
- N: 77 x/m 10 mg (pagi)
- RR: 20 x/m PO: Allopurinol 1 x
- T: 36,7˚C 100 mg
Kekuatan
5 3
5 3
07 Maret 2020 • Kelemahan - KU: Tampak Hemiparesis Lanjutkan terapi
anggota sakit sedang sinistra ec ICH Fisioterapi
Onset hari ke- gerak kiri - Kesadaran: + Hipertensi Rencana pulang
6 CM stage II + Senin
Rawatan hari - GCS: Hiperuricemia
ke-5 E4M6V5
- TD:100/60
mmHg
- N: 67 x/m
- RR: 20 x/m
- T: 36,6˚C
Kekuatan
5 3
5 3
09 Maret 2020 • Kelemahan - KU: Tampak Hemiparesis Boleh pulang
anggota sakit sedang sinistra ec ICH
Onset hari ke- gerak kiri - Kesadaran: + Hipertensi Obat pulang:
19
8 CM stage II + - PO: Lansoprazole 1
Rawatan hari - GCS: Hiperuricemia x 10 mg
ke-7 E4M6V5 - PO: Amlodipin 1 x
- TD: 120/60 10 mg (pagi)
mmHg - PO: Allopurinol 1 x
- N: 67 x/m 100 mg
- RR: 20 x/m
- T: 36,6˚C
Kekuatan
5 4
5 4
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
21
b. Lobus Temporalis
Mencakup bagian korteks serebrum yang berjalan ke bawah dari fisura
laterali dan sebelah posterior dari fisura parieto-oksipitalis. Lobus ini
berfungsi untuk mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan
berperan dalam pembentukan dan perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di gyrus
postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan pendengaran.
d. Lobus oksipitalis
Lobus Oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area asosiasi
penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang penglihatan dari
nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini dengan informasi saraf
lain & memori.
e. Lobus Limbik
Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori emosi
dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui pengendalian
atas susunan endokrin dan susunan otonom.
2. Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih banyak neuron
dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran koordinasi yang penting
dalam fungsi motorik yang didasarkan pada informasi somatosensori yang
diterima, inputnya 40 kali lebih banyak dibandingkan output. Cerebellum
merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan tonus otot. Mengendalikan
kontraksi otot-otot volunter secara optimal.6
3. Brainstem
Berfungsi mengatur seluruh proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan
dengan diensefalon diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden traktus
longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak, anyaman sel saraf
dan 12 pasang saraf cranial. Batang otak terdiri dari tiga bagian, yaitu:
a. Mesensefalon atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas
dari batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial
22
III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam hal
mengontrol respon penglihatan, gerakan mata, pembesaran pupil mata,
mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.
b. Pons merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial
(CN) V diasosiasikan dengan pons.
c. Medulla oblongata adalah bagian paling bawah belakang dari batang otak
yang akan berlanjut menjadi medulla spinalis. Medulla oblongata terletak
juga di fossa kranial posterior. CN IX, X, dan XII disosiasikan dengan
medulla, sedangkan CN VI dan VIII berada pada perhubungan dari pons dan
medulla.6
Vaskularisasi
Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan pembuluh –
pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu dengan yang lain
sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk sel.6
1. Peredaran Darah Arteri
23
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan
arteri karotis interna, yang bercabang dan beranastosmosis membentuk circulus
willisi. Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteri karotis komunis
yang berakhir pada arteri serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir
arteri karotis interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri anterior
saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri vertebralis kiri
dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri subklavia kanan
merupakan cabang dari arteria inominata, sedangkan arteri subklavia kiri
merupakan cabang langsung dari aorta. Arteri vertebralis memasuki tengkorak
melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua
arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris.6
2. Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus duramater, suatu
saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam struktur duramater. Sinus-sinus
duramater tidak mempunyai katup dan sebagian besar berbentuk triangular.
Sebagian besar vena cortex superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis
superior yang berada di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena
anastomotica magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan
vena anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-vena
serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia.6
24
3.2 Stroke Hemoragik
3.2.1 Definisi
Menurut definisi WHO, stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang
secara cepat akibat gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih dan dapat menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vascular.1
Stroke hemoragik adalah ekstravasasi darah yang berlangsung spontan dan
mendadak ke dalam parenkim otak yang bukan disebabkan oleh trauma (non
traumatis). Stroke hemoragik umumnya di dahului oleh kerusakan dinding
pembuluh darah kecil otak akibat hipertensi.3,4
Perdarahan Intracerebral (PIS) merupakan ekstravasasi darah akut dan
spontan ke dalam parenkim otak. Perdarahan dapat menjangkau ventrikel atau
ruang subaraknoid. Disfungsi neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh
perdarahan primer substansi otak yang terjadi secara spontan, bukan oleh karena
trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler.7
3.2.2 Epidemiologi
Insidensi kejadian stroke di Amerika Serikat yaitu 500.000 pertahunnya
diama 10-15% merupakan stroke hemoragik khususnya perdarahan intraserebral.
Mortalitas dan morbiditas pada stroke perdarahan hemoragik lebih berat dari pada
stroke iskemik. Dilaporkan hanya sekitar 20% saja pasien yang mendapatkan
kembali kemandirian fungsionalnya. Selain itu ada sekitar 40-80% akhirnya
meninggal pada 30 hari pertama setelah serangan dan sekitar 50% meninggal pada
48 jam pertama. Penelitian menunjukkan dari 251 penderita stroke, ada 47%
wanita dan 53% laki-laki dengan rata-rata umur 69 tahun (78%) berumur lebih
dari 60 tahun. Pasien dengan umur lebih dari 75 tahun dan berjenis kelamin laki-
laki menunjukkan outcome yang lebih buruk.8
3.2.3 Etiologi
Hipertensi merupakan penyebab terbanyak (72-81%). Perdarahan
intraserebral spontan yang tidak berhubungan dengan hipertensi, biasanya
berhubungan dengan diskrasia darah, hemartroma, neoplasma, aneurisma, AVM,
25
tumor otak metastasis,pengobatan dengan antikoagulans, gangguan koagulasi
seperti pada leukemia atau trombositopenia, serebralarteritis, amyloid angiopathy
dan adiksi narkotika.9
Perdarahan intraserebral dapat disebabkan oleh :9
1. Hipertensi
Hipertensi lama akan menimbulkan lipohialinosis dan nekrosis fibrinoid yang
memperlemah dinding pembuluh darah yang kemudian menyebabkan ruptur
intima dan menimbulkan aneurisma. Selanjutnya dapat menyebabkan
mikrohematoma dan edema. Hipertensi kronik dapat juga menimbulkan
sneurisma-aneurisma kecil (diameternya 1 mm) yang tersebar di sepanjang
pembuluh darah, aneurisma ini dikenal sebagai aneurisma Charcot Bouchard.9
2. Cerebral Amyloid Angiopathy
Cerebral Amyloid Angiopathy adalah suatu perubahan vaskular yang unik
ditandai oleh adanya deposit amiloid di dalam tunika media dan tunika
adventisia pada arteri kecil dan arteri sedang di hemisfer serebral. Arteri-arteri
yang terkena biasanya adalah arteri-arteri kortical superfisial dan arteri-arteri
leptomening. Sehingga perdarahan lebih sering di daerah subkortikal lobar
ketimbang daerah basal ganglia. Deposit amiloid menyebabkan dinding arteri
menjadi lemah sehingga kemudian pecah dan terjadi perdarahan intraserebral.
Di samping hipertensi, amyloid angiopathy dianggap faktor penyebab kedua
terjadinya perdarahan intraserebral pada penderita lanjut usia.9
3. Neoplasma Intrakranial
Akibat nekrosis dan perdarahan oleh jaringan neoplasma yang
hipervaskular.Perdarahan di putamen, thalamus, dan pons biasanya akibat
ruptur a. lentikulostriata, a. thalamoperforating dan kelompok basilar-
paramedian. Sedangkan perdarahan di serebelum biasanya terdapat di daerah
nukleus dentatus yang mendapat pendarahan dari cabang a. serebelaris superior
dan a.serecelaris inferior anterior.9
26
Faktor yang berperan dalam meningkatkan resiko terjadinya stroke
hemoragik dijelaskan dalam table berikut:10
Faktor Resiko Keterangan
Umur Umur merupakan faktor risiko yang paling kuat untuk stroke.
Sekitar 30% dari stroke terjadi sebelum usia 65; 70% terjadi pada
mereka yang 65 ke atas. Risiko stroke adalah dua kali ganda untuk
setiap 10 tahun di atas 55 tahun.
Hipertensi Risiko stroke berkaitan dengan tingkat sistolik hipertensi. Hal ini
berlaku untuk kedua jenis kelamin, semua umur, dan untuk resiko
perdarahan, atherothrombotik, dan stroke lakunar, menariknya,
risiko stroke pada tingkat hipertensi sistolik kurang dengan
meningkatnya umur, sehingga ia menjadi kurang kuat, meskipun
masih penting dan bisa diobati, faktor risiko ini pada orang tua.
Jenis Kelamin Infark otak dan stroke terjadi sekitar 30% lebih sering pada laki-laki
berbanding perempuan, perbedaan seks bahkan lebih tinggi sebelum
usia 65.
Riwayat keluarga Terdapat lima kali lipat peningkatan prevalensi stroke antara
kembar monozigotik dibandingkan dengan pasangan kembar laki-
laki dizigotik yang menunjukkan kecenderungan genetik untuk
stroke. Pada 1913 penelitian kohort kelahiran Swedia menunjukkan
tiga kali lipat peningkatan kejadian stroke pada laki-laki yang ibu
kandungnya meninggal akibat stroke, dibandingkan dengan laki-laki
tanpa riwayat ibu yang mengalami stroke. Riwayat keluarga juga
tampaknya berperan dalam kematian stroke antara populasi
Kaukasia kelas menengah atas di California.
Diabetes mellitus Setelah faktor risiko stroke yang lain telah dikendalikan, diabetes
meningkatkan risiko stroke tromboemboli sekitar dua kali lipat
hingga tiga kali lipat berbanding orang-orang tanpa diabetes.
Diabetes dapat mempengaruhi individu untuk mendapat iskemia
serebral melalui percepatan aterosklerosis pembuluh darah yang
besar, seperti arteri koronari, arteri karotid atau dengan, efek lokal
pada mikrosirkulasi serebral.
Penyakit jantung Individu dengan penyakit jantung dari jenis apa pun memiliki lebih
dari dua kali lipat risiko stroke dibandingkan dengan mereka yang
27
fungsi jantungnya normal.
Lainnya :
Berbagai lesi jantung lainnya telah dikaitkan dengan stroke, seperti
prolaps katup mitral, patent foramen ovale, defek septum atrium,
aneurisma septum atrium, dan lesi aterosklerotik dan trombotik dari
ascending aorta.
Merokok Beberapa laporan, termasuk meta-analisis angka studi,
menunjukkan bahwa merokok jelas menyebabkan peningkatan
risiko stroke untuk segala usia dan
kedua jenis kelamin, tingkat risiko berhubungan dengan jumlah
batang rokok yang dihisap, dan penghentian merokok mengurangi
risiko, dengan resiko kembali seperti bukan perokok dalam masa
lima tahun setelah penghentian.
Peningkatan Penigkatan viskositas menyebabkan gejala stroke ketika hematokrit
hematokrit melebihi 55%. Penentu utama viskositas darah keseluruhan adalah
dari isi sel darah merah;
plasma protein, terutamanya fibrinogen, memainkan peranan
penting. Ketika meningkat viskositas hasil dari polisitemia,
hyperfibrinogenemia, atau paraproteinemia, biasanya menyebabkan
gejala umum, seperti sakit kepala, kelesuan, tinnitus, dan
28
penglihatan kabur. Infark otak fokal dan oklusi vena retina jauh
kurang umum, dan dapat mengikuti disfungsi trombosit akibat
trombositosis. Perdarahan Intraserebral dan subarachnoid kadang-
kadang dapat terjadi.
Peningkatan Tingkat fibrinogen tinggi merupakan faktor risiko untuk stroke
tingkat fibrinogen trombotik. Kelainan sistem pembekuan darah juga telah dicatat,
dan kelainan seperti antitrombin III dan kekurangan protein C serta protein S dan
system pembekuan berhubungan dengan vena thrombotic.
Penyalahgunaan Obat yang telah berhubungan dengan stroke termasuk
obat methamphetamines, norepinefrin, LSD, heroin, dan kokain.
Amfetamin menyebabkan sebuah vaskulitis nekrosis yang dapat
mengakibatkan pendarahan petechial menyebar, atau fokus bidang
iskemia dan infark. Heroin dapat timbulkan sebuah hipersensitivitas
vaskular menyebabkan alergi . Perdarahan subarachnoid dan
difarction otak telah dilaporkan setelah penggunaan kokain.
Hiperlipidemia Meskipun tingkat kolesterol tinggi telah jelas berhubungan dengan
penyakit jantung koroner, mereka sehubungan dengan stroke kurang
jelas. Peningkatan kolesterol tidak muncul untuk menjadi faktor
risiko untuk aterosklerosis karotis, khususnya pada laki-laki di
bawah 55 tahun. Kejadian hiperkolesterolemia menurun dengan
bertambahnya usia. Kolesterol berkaitan dengan perdarahan
intraserebral atau perdarahan subarachnoid. Tidak ada hubungan
yang jelas antara tingkat kolesterol dan infark lakunar.
Kontrasepsi oral Pil KB, estrogen tinggi yang dilaporkan meningkatkan risiko stroke
pada wanita muda. Penurunan kandungan estrogen menurunkan
masalah ini, tetapi tidak dihilangkan sama sekali. Ini adalah faktor
risiko paling kuat pada wanita yang lebih dari 35 tahun . Mekanisme
diduga meningkat koagulasi, karena stimulasi estrogen tentang
produksi protein liver, atau jarang penyebab autoimun
Diet Konsumsi alkohol :
Ada peningkatan risiko infark otak, dan perdarahan subarakhnoid
dikaitkan dengan penyalahgunaan alkohol pada orang dewasa
muda. Mekanisme dimana etanol dapat menghasilkan stroke
termasuk efek pada darah tekanan, platelet, osmolalitas plasma,
29
hematokrit, dan sel-sel darah merah. Selain itu, alkohol bisa
menyebabkan miokardiopati, aritmia, dan perubahan di darah aliran
otak dan autoregulasi.
Kegemukan :
Diukur dengan berat tubuh relatif atau body mass indexs, obesitas
telah secara konsisten meramalkan berikutnya
stroke. Asosiasi dengan stroke dapat dijelaskan sebagian oleh
adanya hipertensi dan diabetes. Sebuah berat relatif lebih dari 30%
di atas rata-rata kontributor independen ke-atherosklerotik infark
otak berikutnya.
Infeksi Infeksi meningeal dapat mengakibatkan infark serebral melalui
pengembangan perubahan inflamasi dalam dinding pembuluh darah.
Sifilis meningovaskular dan mucormycosis dapat menyebabkan
arteritis otak dan infark.
Sirkadian dan Variasi sirkadian dari stroke iskemik, puncaknya antara pagi dan
faktor musim siang hari. Hal ini telah menimbulkan hipotesis bahwa perubahan
diurnal fungsi platelet dan fibrinosis mungkin relevan untuk stroke.
Hubungan antara variasi iklim musiman dan stroke iskemik telah
didalihkan. Peningkatan dalam arahan untuk infark otak diamati di
Iowa. Suhu lingkungan rata-rata menunjukkan korelasi negatif
dengan kejadian cerebral infark di Jepang. Variasi suhu musiman
telah berhubungan dengan resiko lebih tinggi cerebral infark dalam
usia 40-64 tahun pada penderita yang nonhipertensif, dan pada
orang dengan kolesterol serum bawah 160mg/dL.
3.2.5 Klasifikasi
Stroke hemoragik termasuk dalam patologi primer dimana area perdarahan
secara langsung menyebabkan kerusakan jaringan otak. Stroke hemoragik
memiliki prevalensi sekitar 10-15% dari semua stroke dan signifikan lebih tinggi
terhadap morbiditas dan mortalitas dibandingkan stroke iskemik.
1. Intracerebral Hemorrhage (ICH)
30
Gambar 3.3 Intracerebral Hemmorhage pada pasien Stroke Hemoragik
31
milier, juga perdarahan lokal kecil yang mungkin terjadi pada hematoma akan
terus-menerus membesar sehingga mengakibatkan kerusakan klinis pada
otak.4
32
3.2.6 Patofisiologi
Stroke hemoragik intraserebral merupakan jenis kedua terbanyak dari stroke
setelah stroke iskemik. Persentasi penderita stroke hemoragik intraserebral
ditemukan sebanyak 8-25%. Stroke hemoragik intraserebral sendiri dibagi
menjadi primer dan sekunder. Dimana stroke hemoragik intraserebral primer
terjadi ketika melemahnya pembuluh darah otak sehingga darah keluar menuju
parenkim otak, sedangkan stroke hemoragik intraserebral sekunder terjadi jika
perdarahan lesi merupakan akibat dari trauma, tumor, ataupun anomali dari sistem
vaskuler seperti aneurisma atau malformasi atriovenosus. Dari semua tipe stroke,
sebanyak 10% stroke hemoragik intraserebral berhubungan dengan tingginya
angka kematian dan memiliki derajat neurologik terberat. Hal ini disebabkan
hampir setengah dari penderita akan meninggal dalam 30 hari, dan hanya 10 %
saja yang selamat dan fungsionalnya kembali.12
Sejauh ini, faktor risiko yang paling penting dan dapat diubah dari stroke
hemoragik intraserebral adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi akan
merusak tunika media dari arteri kecil di otak, melemahkan dindingnya dan
membuatnya mudah rupture. Perdarahan umumnya terjadi pada ganglia basalis
dan thalamus. Ruptur arteri terjadi di arteri lentikulostriata yang merupakan
cabang dari arteri cerebri media.12
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron didaerah yang terkena
darah dan sekitarnya lebih tertekan lagi. Gejala neurologis timbul karena
ekstravasasi darah ke jaringan otak yang menyebabkan nekrosis.13
Rupturnya pembuluh darah di otak menyebabkan terbentuknya tekanan
yang terjadi tiba-tiba dari darah ke parenkim otak, dimana tekanan tersebut
merusak jaringan lokal disekitanya. Adanya hematoma akan menginisiasi
terbentuknya edema dan kerusakan saraf pada perenkim disekitarnya. Pada
kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-tiba menyebabkan
rupturnya arteri penetrasi kecil. Keluarnya darah dari pembuluh darah kecil
membuat efek penekanan pada arteriole dan pembuluh kapiler yang akhirnya
33
membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini mengakibatkan volume perdarahan
semakin besar.12,13
Adanya gangguan blood barinbarier, kebocoran cairan dan protein dapat
memicu edema berkontribusi dengan otak, yang biasanya meningkat selama
beberapa hari dan secara lebih lanjut dapat merusak otak. Beberapa edema
terbentuk pasca intracerebral hemorrhage (ICH), dimana edema yang terbentuk
merupakan edema vasogenik. Terdapat dua fase pembentukan edema
pascaintracerebral hemorrhage (ICH): (i) tahap sangat dini (beberapa jam
pertama) yang melibatkan tekanan hidrostatik dan penyusutan koagulasi dengan
adanya pembekuan serum ke jaringan sekitar; (ii) tahap kedua (beberapa hari
pertama) dimana pembekuan kaskade dan trombin diproduksi (yang juga
menginduksi inflamasi infiltrasi dan pembentukan bekas luka).14
Lima presentasi klinis dari hemoragik intraserebral yaitu sakit kepala yang
berat, muntah, kejang, meningkatnya tekanan sistolik lebih besar dari 220 mmHg
dan menurunnya kesadaran secara cepat. Meskipun tidak satupun dari hal tersebut
spesifik untuk hemoragik intraserebral. Riwayat kesehatan juga perlu diperhatikan
seperti penggunaan antikoagulan, trauma kepala baru, stroke sebelumnya dan
perdarahan di tempat lain.14
34
Gambar 3.5 Patofisiologi Stroke Hemoragik
3.2.8 Diagnosis
Penegakan diagnosis stroke dilakukan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik umum dan neurologis, serta pemeriksaan penunjuang. Hal terpenting adalah
menentukan tipe stroke; stroke iskemik atau perdarahan. Hal ini berkaitan dengan
tatalaksana yang sangat berbeda diantara keduanya, sehingga kesalahan akan
megnakibatkan morbiditas bahkan mortalitas.
35
a. Anamnesis
Dalam anamnesis, hal yang perlu ditanyakan meliputi identitas, kronologis
terjadinya keluhan, faktor risiko pada pasien maupun keluarga dan kondisi
sosial ekonomi pasien. Dari anamnesis seharusnya didapatkan informasi
apakah keluahan terjadi secara tiba-tiba, saat pasien beraktivitas, atau saat
pasien baru bangun tidur. Pada stroke hemoragik, pasien umumnya berada
dalam kondisi sedang beraktivitas atau emosi yang tidak terkontrol. Durasi
sejak serangan hingga dibawa ke pusat kesehatan juga merupakan hal penting
yang turut menentukan prognosis.
Keluhan yang dialami pasien juga dapat menuntun proses penegakan
diagnosis. Pasien dengan keluhan sakit kepala disertaia muntah (tanpa mual)
dan penurunan kesadaran, umumnya mengarahkan kecurigaan kepada stroke
hemoragik dengan peningkatan TIK akibat efek desak ruang. Meskipun
demikian, pada stroke hemoragik dengan volume perdarahan kecil, gejala
dapat menyerupai stroke iskemik tanpa ditemukan tanda-tanda peningkatan
TIK. Perlu ditanyakan juga faktor risiko stroke yang ada pada pasien dan
keluarganya, seperti diabetes mellitus, hipertensi, dislipidemia, obesitas,
penyakit jantung, dan pola hidup. (merokok, alcohol, obat-obatan).
b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan keadaan umum, kesadaran, dan tanda
vital. Pada stroke hemoragik, keadaan umum pasien bisa lebih buruk
dibandingkan dengan kasus stroke iskemik. Selanjutnya, dilakukan
pemeriksaan kepala, mata, telinga, hidung dan tenggorokan (THT), dada
(terutama jantung), abdomen, dan ekstremitas. Pemeriksaan ekstremitas
bertujuan terutama untuk mencari edema tungkai akibat thrombosis vena dalam
atau gagal jantung.
Pada pemeriksaan tekanan darah, perlu dibandingkan tekanan darah di
ekstremitas kiri dan kanan, serta bagian tubuh atas dan bawah dengan cara
menghitung rerata tekanan darah arteri (mean arterial blood pressure/ MABP),
karena akan mempengaruhi tatalaksana stroke. Pola pernapasan merupakan
merupakan hal penting yang harus diperhatikan, karena dapat menjadi petunjuk
36
lokasi perdarahan, misalnya : Cheyne Stokes, hiperventilasi neurogenik,
klaster, apneuristik, atau ataksik.
Pemeriksaan neurologis awal adakah penilaian tingkat kesadaran dengan
skala koma Glasgow (GCS), yang selanjutnya dipantau secara berkala.
Kemudian diikuti pemeriksaan reflex batang otak meliputi reaksi pupil
terhadap cahaya, reflex kornea, dan reflex okulosefalik. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan nervus kranialis. Satu persatu serta motorik untuk menilai trofi,
tonus, dan kekuatan otot, dilanjutkan reflex fisiologis dan reflex patologis.
Hasil pemeriksaan motorik dibandingkan kanan dan kiri, serta atas dan bawah
guna menentukan luas dan lokasi lesi. Selanjutnya pemeriksaan sensorik dan
pemeriksaan autonom.
Penggunaan sistem skor dapat bermanfaat bila tidak terdapat fasilitas
pencitraan otak yang dapat membedakan secara jelas patologi penyebab stroke.
Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan:
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score
Skor stroke siriraj merupakan sistem penskoran yang sering digunakan untuk
membedakan stoke iskemik atau hemoragik.
Sistem penskoran :
(2,5 x kesadaran) + (2 x vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x tekanan
diastolic) – (3 x ateroma) – 12
Interpretasi :
Skor < -1 = stroke iskemik
Skor > 1= Sroke hemoragik
Skor -1 – 1 = meragukan
37
Ada DM, hipertensi, angina atau penyakit pembuluh
1
darah
c. Pemeriksaan Penunjang
Pencitraan otak menggunakan CT-Scan merupakan gold standart dalam
diagnosis stroke hemoragik. CT scan lebih unggul dalam mendeteksi
perdarahan lansung berdasarkan gambaran hiperdens di parenkim otak
dibandingkan MRI yang memerlukan perbandingan beberapa sekuens gambar.
Selain itu, pemeriksaan CT scan membutuhkan waktu yang lebih singkat
dengan harga yang lebih ekonomis.
MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan gelombang
magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang dihasilkan MRI jauh
38
lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan, tetapi ini bukanlah pemeriksaan
garis depan untuk stroke.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan untuk
secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa
menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA (Magnetic
Resonance Angiogram).
Pemeriksaan laboratorium meliputi, gula darah, darah lengkap,
pemeriksaan faktor pembekuan darah (bila ada indikasi), pemeriksaan kimia
darah, dan elektrolit.
Pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG) untuk menilai kelainan jantung.
3.2.9 Tatalaksana
Tujuan dari penatalaksanaan stroke secara umum adalah menurunkan
morbiditas dan menurunkan tingkat kematian serta menurunnya angka kecacatan.
Salah satu upaya yang berperan penting untuk mencapai tujuan tersebut adalah
pengenalan gejala-gejala stroke dan penanganan stroke secara dini yang dimulai
dari penanganan prahospital yang cepat dan tepat.2
Terapi umum2
1. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
Pemantauan secara terus menerus terhadap status neurologis, nadi,
tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi oksigen dianjurkan dalam 72
jam, pada pasien dengan defisit neurologis yang nyata
Pembetian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan saturasi oksigen
< 95%
Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring pada
pasien yang tidak sadar. Berikan bantuan ventilasi pada pasien yang
mengalami penurunan kesadaran atau disfungsi bulbar dengan
gangguan jalan napas
2. Stabilisasi Hemodinamik
Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena
Optimalisasi tekanan darah
39
Bila tekanan darah sistolik <120mmHg dan cairan sudah mencukupi,
maka obat-obatan vasopressor dapat diberikan secara titrasi seperti
dopamine dosis sedang/tinggi, norepinefrin dan epinefrin dengan
target tekanan darah sistolik berkisar 140mmHg
Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan selama 24
jam pertama setelah serangan stroke iskemik.
Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan saline normal dan
aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah jantung
sekuncup harus dikoreksi.
3. Penanganan TIK
Pemantauan ketat terhadap penderita dengan risiko edema serebral
harus dilakukan dengan memperhatikan perburukan gejala dan tanda
neurologis pada hari-hari pertama setelah serangan stroke.
Monitor TIK harus dipasang pada pasien dengan GCS <9 dan
penderita yang mengalami penurunan kesadaran karena kenaikan TIK
Sasaran terapi adalah TIK kurang dari 20 mmHg dan CPP>70 mmHg.
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan intrakranial
meliputi :
1. Tinggikan posisi kepala 20o – 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik
4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi
Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit, diulangi
setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310 mOsrn/L. Osmolalitas
sebaiknya diperiksa 2 kali dalam sehari selama pemberian
osmoterapi.
Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial 1
mg/kgBB i.v.
7. Intubasi untuk menjaga normoventilasi (pCO2 35 - 40 mmHg).
40
Hiperventilasi mungkin diperlukan bila akan dilakukan tindakan
operatif
4. Pengendalian Suhu Tubuh
Pengendalian Suhu Tubuh Setiap pederita stroke yang disertai
demam harus diobati dengan antipiretika dan diatasi penyebabnya.
Berikan Asetaminofen 650 mg bila suhu lebih dari 38,5 oC atau
37,5 oC
Pada pasien febris atau berisiko terjadi infeksi, harus dilakukan
kultur dan hapusan (trakea, darah dan urin) dan diberikan
antibiotik. Jika memakai kateter ventrikuler, analisa cairan
serebrospinal harus dilakukan untuk mendeteksi meningitis.
Jika didapatkan meningitis, maka segera diikuti terapi antibiotic.
Terapi Khusus
a. Neuroprotektan
Neuroprotektan secara farmakologis dapat mencegah pembentukan
gumpalan seperti antitrombotik atau antiplatelets, dan untuk memecah
gumpalan seperti trombolitik, juga dapat menghasilkan pelindung saraf,
golongan ini terutama menargetkan pembuluh darah otak yang disebut
neuroprotektan ekstrinsik atau tidak langsung. Beberapa peristiwa
molekuler yang dapat ditargetkan oleh neuroprotektan meliputi antara lain:
pelepasan glutamat, aktivasi reseptor glutamat, excitotoxicity, masuknya
Ca2+ ke dalam sel, disfungsi mitokondria, aktivasi enzim intraseluler,
produksi radikal bebas, produksi oksida nitrat, apoptosis, dan inflamasi.
Dikenal dua jenis obat-obat neuroprotektan seperti piracetam dan citicoline
yang didasarkan pada patogenesis kerusakan sel otak yaitu (1) mencegah
kematian sel akibat iskemik injuri (2) mencegah kematian sel akibat
reperfusi injuri.16
- Citicoline
Citicoline merupakan molekul organik kompleks yang terdiri dari
ribosa, pirofosfat, sitosin dan kolin yang mempunyai peran penting
dalam metabolisme sel dan berpartisipasi dalam biosintesis fosfolipid
membran sel. Hal ini merupakan prekursor molekul penting untuk
41
sintesis fosfatidilkolin serta komponen penting dalam integritas
membran sel dan untuk perbaikan. Kolin merupakan basa nitrogen
trimethylated yang masuk tiga jalur metabolik utama: (1) sintesis
fosfolipid melalui phosphorylcholine; (2) sintesis asetilkolin; dan (3)
oksidasi betaine, yang berfungsi sebagai donor metil. Citicoline
meningkatkan metabolisme otak dengan meningkatkan sintesis
asetilkolin dan memulihkan fosfolipid konten di otak. Citicoline dapat
melewati sawar darah otak dan memperbaiki gangguan otak yang
terkait. Dosis citicoline optimal ialah 500 mg per hari dan dapat naik
menjadi 2.000 mg.17,18
- Piracetam
Piracetam merupakan turunan siklik dari GABA. Ini adalah salah satu
kelompok dari racetams. Piracetam meningkatkan fungsi
neurotransmitter asetilkolin melalui reseptor kolinergik muskarinik
yang terlibat dalam proses memori. Selain itu, piracetam mungkin
memiliki efek pada reseptor glutamat NMDA (N-Metil-D-Aspartate)
yang terlibat dengan proses pembelajaran dan memori. Piracetam dapat
meningkatkan permeabilitas membran sel, serta menggunakan efek
global pada neurotransmisi otak melalui modulasi saluran ion (yaitu
Na+, K+). Dalam metabolisme ATP dapat meningkatkan konsumsi
oksigen di otak. Dosis yang biasa digunakan mulai dari 4,8-9,6 gram
dibagi menjadi tiga dosis sehari setiap 8 jam.18
b. Diuretik Osmotik
Efek terapi osmotik terhadap tekanan intrakranial diduga dapat
menyebabkan penyusutan otak setelah pergeseran air keluar dari substansi
otak. Berbagai zat yang digunakan sebagai terapi osmotik, antara lain urea,
gliserol, sorbitol, manitol, dan salin hipertonik. Meskipun efektif, urea
tidak lagi digunakan karena memiliki berbagai efek samping termasuk
mual, muntah, diare, hemoglobinuria, koagulopati, dan rebound hipertensi
intrakranial. Gliserol dan sorbitol dapat menurunkan tekanan intrakranial
akan tetapi dapat menyebabkan hiperglikemia yang signifikan. Manitol
42
cukup efektif dan aman serta direkomendasikan oleh Brain Trauma
Foundation dan European Brain Injury Consortium sebagai terapi osmotik
pilihan. Pasien dengan edema serebri dan kenaikan tekanan intrakranial
dapat diberi larutan hipertonik mannitol (diuresis osmotik). Mannitol 25%
dapat diberikan dalam dosis 0,5 – 1 g/kgBB dalam waktu 2-10 menit
parenteral.16
c. Antihipertensi
Berdasarkan PERDOSSI 2011 mengenai guideline stroke sebagian
besar (70-94%) pasien stroke akut mengalami peningkatan tekanan darah
sistolik >140 mmHg. Sebesar 22,5-27,6% diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah sistolik >180 mmHg. Pada sebagian besar
pasien, tekanan darah akan turun dengan sendirinya dalam 24 jam pertama
setelah serangan stroke. Pada pasien stroke intracerebral hemorrhage
(ICH) akut, apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan menggunakan obat
antihipertensi intravena secara kontiniu dengan pemantauan tekanan darah
setiap 5 menit. Pada pasien subarachnoid hemorrhage (SAH) akut,
tekanan darah diturunkan hingga TDS 140-160 mmHg. Sedangkan TDS
160-180 mmHg sering digunakan sebagai target TDS dalam mencegah
resiko terjadinya vasospasme, namun hal ini bersifat individual, tergantung
pada usia pasien, berat ringannya kemungkinan vasospasme dan
kardiovaskular.16
Calcium channel blockers dapat mengurangi resistensi perifer dan
tekanan darah yang tinggi. Mekanisme kerja CCB (calsium channel
blocker) pada hipertensi menghambat masuknya kalsium ke dalam sel otot
polos arteri. Verapamil, diltiazem, dan golongan dihidropiridin
(amlodipine, felodipin, isradipin, nicardipine, nifedipine, dan nisoldipin)
sama-sama efektif dalam menurunkan tekanan darah, dan saat ini banyak
disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat.16
d. Antidislipidemia
Tingginya kadar kolesterol dan LDL dapat meningkatkan resiko
arterosklerosis. Aterosklerosis mempengaruhi berbagai daerah sirkulasi
43
istimewa dan memiliki manifestasi klinis yang tergantung pada hambatan
aliran darah tertentu yang terkena dampak. Salah satunya yaitu
aterosklerosis pada arteri yang memasok darah ke sistem saraf pusat yang
dapat menimbulkan stroke. Untuk itu, diperlukan terapi obat dalam
pengelolaan dislipidemia, meningkatkan profil lemak, memperlambat
perkembangan arterosklerosis, menstabilkan plak yang akan pecah,
mengurangi resiko thrombosis arteri, dan memperbaiki prognosis.16
Tujuan terapi farmakologis pada dislipidemia terutama ditujukan untuk
penurunan kolesterol LDL, meningkatkan kolesterol HDL dan
menurunkan kadar trigliserida. Salah satu obat yang direkomendasikan
NCEP ATP-III (National Cholesterol Education Program Adult
Treatment Panel III) adalah HMG CoA reduktase inhibitor (statin).16
e. Rehabilitasi dan pemulihan
Mengingat potensi yang serius dari perdarahan intrakranial berupa
kecacatan yang berat, serius dan kompleks, semua pasien sebaiknya
dilakukan rehabilitasi secara multidisiplin. Jika memungkinkan,
rehabilitasi dapat dilakukan sedini mungkin dan berlanjut disarana
rehabilitasi komunitas, sebagai bagian dari program terkoordinasi yang
baik antara perawatan di rumah sakit dengan perawatan berbasis rumah
sakit dengan perawatan berbasis rumah (Home care) untuk meningkatkan
pemulihan.2
44
Ukuran perdarahan sangat berpengaruh pada mortalitas. Untuk perdarahan
putamen atau area striata, penampang 3 cm atau lebih, motralitas dapat
mencapai 100%. Demikian pula dengan perdarahan thalamus yang
berukuran 2-3cm, perdarahan di pons penampang diatas 1cm dan
perdarahan serebelum penampang lebih besar dari 3cm. perdarahan-
perdarahan dengan ukuran-ukuran yang lebih kecil, prognosisnya lebih
baik.
c. Derajat Kesadaran
Mortalitas pasien yang kesadarannya masih baik, kurang dari 10-30%.
Sedangkan yang koma 75-100%. Untuk pasien dengan tingkat kesadaran
spoor atau koma, mortalitasnya dapat mencapai 80-90%.
BAB IV
ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan kelemahan anggota gerak sebelah kiri sejak
± 10 jam SMRS. Keluhan dirasakan secara mendadak yang timbul ketika pasien
sedang berbaring sepulang dari berkebun. Pasien mengatakan sepulang dari
berkebun dirinya masih sempat mandi dan wudhu, sambil menunggu untuk sholat
dzuhur pasien berbaring, tetapi saat pasien ingin bangun, tiba-tiba pasien tidak
bisa menggerakkan tangan dan kaki sebelah kirinya. Awalnya pasien
mengeluhkan nyeri kepala sebelah kanan yang terjadi secara mendadak dan
45
semakin lama semakin memberat disertai dengan rasa kesemutan pada tangan dan
kaki sebelah kiri tetapi pasien masih bisa beraktivitas. Nyeri kepala dirasakan
berdenyut dan terus-menerus. Keluhan juga disertai dengan mulut mencong ke
sebelah kiri (+), bicara pelo (-), mual (-), muntah (-), demam (-), kejang(-),
penurunan kesadaran (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Karena keluhan
tersebut pasien dibawa ke RS Chatib Quzwain Sarolangun dan kemudian di rujuk
ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi.
Riwayat Stroke (-), Hipertensi (-), DM (-), Kolesterol (-), pasien memiliki
kebiasaan merokok (+) sejak muda.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran komposmentis dengan GCS 15
E4M6V5 TD 110/70 mmHg dan tanda vital lain dalam batas normal. Pada
pemeriksaan motorik didapatkan kekuatan motorik anggota gerak sebelah kanan
adalah 5 dan anggota gerak sebelah kiri adalah 3. Refleks fisiologis normal,
refleks patologis Babinski (-/+) dan Chaddock (-/+), dan rangsang mengineal
normal.
Pada pemeriksaan kimia darah didapatkan kadar asam urat = 6,8 mg/dl
dengan kesan hiperuricemia. Pemeriksaan darah rutin, faal ginjal, dan elektrolit
dalam batas normal.
Selanjutnya ditentukan apakah stroke yang dialami Ny. J adalah stroke
iskemik atau stroke hemoragik berdasarkan tanda dan gejala klinis yang telah
diamati.
46
Berdasarkan tanda dan gejala klinis pada pasien Ny. J diketahui lebih banyak
mengarah pada stroke hemoragik. Selain itu berdasarkan algoritma stroke Gajah
Mada pasien ini termasuk dalam stroke perdarahan, yaitu : didapatkan 2 dari 3
gejala yaitu nyeri kepala (+) dan refleks babinski (+).
47
Dari hasil CT-Scan kepala tanpa kontras didapatkan kesan perdarahan di
thalamus kanan dengan perifokal edema (estimasi volume ± 3,29 cc). Maka dari
itu, pasien didiagnosis etiologik yaitu, Stroke Hemoragik.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang yang telah
dilakukan tersebut sesuai teori, maka dibuat diagnosis klinis Hemiparese sinistra +
Parese N.VII tipe sentral ec ICH + Hipertensi Stage II + Hiperuricemia.
Stroke menurut WHO merupakan gangguan fungsional otak yang terjadi
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang
berlangsung lebih dari 24 jam, atau dapat menimbulkan kematian, disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak.
Diagnosis pasien ini didasarkan karena dari anamnesis adanya nyeri
kepala, reflek patologis (+). Adanya kelemahan pada anggota gerak sebelah kiri
disebabkan karena adanya perdarahan pada otak. Pada pasien ini dirawat, kepala
diposisikan 30 derajat, dan dilakukan latihan gerak (fisioterapi). Obat yang
diberikan adalah IVFD NaCl 0,9% 20 tpm, Inj. Citicoline 3 x 250 mg IV, Inj.
Ranitidine 2 x 50 mg IV, Inj. Furosemid 2 x 20 mg, PO Amlodipin 1 x 10 mg, PO
Allopurinol 1 x 100 mg. Citicoline adalah bentuk eksogen dari citydine-5-
dihoshokoline yang digunakan pada biosintesis membran, membatasi kematian/
disfungsi neuron setelah lesi SSP dan mencoba untuk mempertahankan interaksi
seluler di dalam otak sehingga fungsi neuronal tidak terganggu dan
meminimalkan lesi dengan menstabilkan membran dan mengurangi pembentukan
radikal bebas.
48
BAB V
KESIMPULAN
49
DAFTAR PUSTAKA
50
13. Caplan, L.R. 2000. Caplan’s Stroke : A Clinical Approach. 3 rd ed.
Butterworth-Heinemann. Boston
14. Cordonnier, C. R. (2014). Stroke and Cerebrovascular. o.-t. intracerebral,
Oxford Textbook (hal. 51-53). United Kingdom: Oxford University Press.
15. Carhuapoma, J.R.; Mayer, S.A.; Hanley, D.F. 2010. Intracerebral
Hemorrhage.Cambridge University Press. New York
16. Perdossi. (2011). Guidline Stroke. Jakarta: Perdossi.
17. Rajguru, M., Agrawal, A., Kumar, N.S.S., and Kumar, T.A. 2014. An
overview of clinical and therapeutic implications of citicoline. Narayana
Medical Journal. Vol. 3. 2 : 2.
18. Doijad, R.C., Pathan A.B., Pawar, N.B., Baraskar, S.S., Maske, V.D., and
Gaikwad, S.L. (2012). Therapeutic Applications of Citicoline and Piracetam
as Fixed Dose Combination. Review Article: Asian Journalof Biomedical &
Pharmaceutical Sciences, 2 (12) : 15-20.
19. Setiawan. Stroke Hemoragik dalam Stroke pengelolaan mutakhir. Badan
Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang : 1992
51