Anda di halaman 1dari 19

CLINICAL SCIENCE SESSION/CSS

* Kepaniteraan Klinik Senior/GIA218061/Januari 2020


**Pembimbing : dr. Sulistyowati, Sp.An

FISIOLOGI ENDOTHEL VASCULAR DAN PATOFISIOLOGI


ENDOTHEL VASCULAR PADA HIPERTENSI

Evita Oktavia
G1A218061

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR


BAGIAN ANESTESI RSUD RADEN MATTAHER PROVINSI JAMBI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
LEMBAR PENGESAHAN

CLINICAL SCIENCE SESSION (CSS)


FISIOLOGI ENDOTHEL VASCULAR DAN PATOFISIOLOGI
ENDOTHEL VASCULAR PADA HIPERTENSI

Oleh :
Evita Oktavia
G1A218061

Laporan Ini Telah Diterima dan Dipresentasikan


Jambi, Januari 2020

Pembimbing,

dr. Sulistyowati, Sp.An


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
limpahan kasih dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan Clinical Science
Session (CSS) ini dengan judul “Fisiologi Endothel Vascular Dan Patofisiologi
Endothel Vascular Pada Hipertensi”. Laporan ini merupakan bagian dari tugas
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Anestesi RSUD Raden Mattaher Provinsi
Jambi.
Terwujudnya laporan ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan dan
dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada dr. Sulistyowati, Sp.An selaku pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis saat mengikuti program
profesi dokter di Bagian Anestesi RSUD Raden Mattaher Provinsi Jambi,
sehingga laporan Clinical Science Session ini dapat terselesaikan dengan baik.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan
dan masih terdapat banyak kekurangan. Sebagai penutup semoga kiranya Clinical
Science Session ini dapat bermanfaat bagi kita khususnya dan bagi dunia
kesehatan pada umumnya.

Jambi, Januari 2020

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

Endotel merupakan organ yang memiliki peran penting dalam patogenesis


berbagai keadaan patologis seperti hipertensi, aterosklerosis, hiperkolesterolemia,
diabetes melitus dan lain-lain. Peran penting endotel terletak pada fungsinya
dalam mensekresi berbagai substansi yang mengatur konstriksi dan relaksasi
pembuluh darah. Ketidakseimbangan antara faktor konstriksi dan relaksasi
tersebut dapat menyebabkan keadaan disfungsi endotel yang pada akhirnya
menyebabkan gangguan pada organ. Disfungsi endotel adalah perubahan status
fungsional sel endotel yang terjadi sebagai respon terhadap rangsangan
lingkungan.
Disfungsi endotel ditandai dengan adanya pergeseran aksi endotel
pembuluh darah ke arah penurunan kemampuan vasodilatasi, keadaan
proinflamasi, dan protrombotik.1 Disfungsi endotel akan menurunkan daya
vasodilatasi darah, karena terjadi penurunan produksi dan bioaktivitas faktor
vasodilatasi lokal, khususnya Nitrogen Monoksida (NO) atau nama lainnya
Endothelium Derivate Relaxing Factor (EDRF). Disfungsi endotel dapat dipicu
oleh dua hal utama yaitu stres fisik dan zat-zat iritan. Disfungsi endotel juga dapat
terjadi akibat paparan zatzat toksik. Sebagai contoh merokok, level lipid yang
abnormal atau hiperkolesterolemia dan diabetes, yang dikenal sebagai faktor
risiko mayor aterosklerosis, dapat menginduksi terjadinya disfungsi endotel.2
Pada kondisi hipertensi juga berperan agen proinflamasi yang
meningkatkan formasi hidrogen peroksida (hidroksi radikal) dan radikal bebas
(anion superoksida) dalam plasma.3 Substansi itu mereduksi pembentukan nitrit
oksida oleh endotel, meningkatkan adhesi leukosit, dan peningkatan resistensi
perifer. Selanjutnya formasi radikal bebas akan memperburuk fungsi endotel dan
akhirnya akan menimbulkan disfungsi endotel yang bersifat irreversibel.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Endothelium
Endotelium merupakan bagian terdalam dari vaskular yang berhubungan
dengan aliran darah. Perangsangan pada sel endotelium yang normal (intak), oleh
neurotransmiter, hormon dan substansia yang berasal dari trombosit dan sisiem
koagulasi akan menghasilkan keluarnya zat yang dapat mengakibatkan relaksasi
otot polos pembuluh darah yang bersangkutan. Demikian pula kekuatan
rangsangan yang ditimbulkan oleh aliran darah yang kuat dalam lumen vaskular
dapat mengakibatkan vasodilatasi sebagai respons terhadap kegiatan olahraga
yang dilakukan seseorang. Faktor yang dihasilkan endotelium yang
mengakibatkan vasodilator disebut "endotelium-derived relaxing factor" (EDRF).
Zat ini mempunyai waktu paruh hanya beberapa detik sehingga zat tersebut
beraksi in situ. tidak mempengaruhi daerah yang lain. EDRF tersebut akhir-akhir
ini dikenal sebagai nitric oxide (NO). NO dibentuk dari proses oksidasi L-Arginin
yang dikatalisir oleh enzim NO sintase (NOS).4
Enzim NO sintase ini terlihat dalam beberapa isoform di dalam sel
endotelium, trombosit, makrofag, sel otot polos vaskular, saraf dan otak.Aktivitas
NOS dapat dihambat oleh bentuk asam amino dalam sirkulasi yang disebut
"asymetrical dimethylarginin " (ADMA), yang kadarnya didalam darah meninggi
pada penderita dengan gagal ginjal kronis. Kenaikan ADMA juga terdapat pada
kelinci yang mengalami kenaikan kadar kolesterol dalam darahnya walaupun
fungsi ginjalnya normal. NOS terlihat di dalam otot polos vaskular dan makrofag,
dimana kalau diaktifkan oleh sitokin misalnya endotoksin, interleukin-1 ß dapat
mengakibatkan terbentuknya NO yang sangat bedebihan dan hal ini dapat
diaktifkan dalam proses peradangan dan syok endotoksin. NO dapat dihambat
oleh analog dari L-Arginin seperti LNG-monomelhyl arginine (L-NMMA) atau
L-nitroarginine methylester (L-NAME) dimana zat tersebut berkompetisi dengan
L-Arginin. Di dalam pembuluh darah. penghambat ini mengakibatkan
vasokonstriksi, sedangkan pada daerah jantung mengakibalkan penurunan aliran
coroner. Infus lokal dari L-NMMA di dalam sirkulasi darah mengakibatkan
kenaikan resistensi pembuluh darah perifer apabila zat ini dimasukkan secara
intavena dapat mengakibatkan kenaikan resistensi pembuluh darah Perifer.4
sebagai tambahan dari NO sel endothelium dapat mengeluarkan
prostasiklin sebagai akibat "shear stress" , hipoksia. dan beberapa substansi yang
juga melepaskan NO. Prostasiklin menaikkan siklik 3,5-Adenosine monophospate
(c AMP) didalam otot polos dan trombosit. NO dan prostasiklin secara sinergis
menghambat agregasi trombosit, sehingga adanya kedua mediator ini sangat
diperlukan untuk efek maksimal penghambatan aktivasi trombosit.4

A. Endotelium-Derived contracllng Facto6 (EDCF)

EDCF dapat dirangsang oleh berbagai substansi misalnya asetilkholin.


asam arakhidonat, prostaglandin H2. trombin, nikotin. kadar kalium yang tinggi,
ion kalsium, dan juqa oleh kekuatan fisik serta hipoksia. Yang termasuk EDCF
adalah endothelium - l (ET-1), golongan prostanoid seperti tromboxan A2 dan
proslaglandin H2 serta komponen sistem renin angiotensin seperti angiotensin 2.
ET-1 mengakibatkan vasodilatasi pada konsentrasi yang rendah tapi
mengakibatkan kontraksi yang menetap pada konsentrasi yang tinggi. di dalam
jantung dapat mengakibatkan iskemia, aritmia dan kematian. ET-1 dapat juga
merangsang pelepasan NO dan prostasiklin dari sel endotelium dan proses ini
menurunkan produksi ET-l di dalam endotelium dan aksi vasokonstriksinya pada
otot polos.4

B. Endotelium dan Struktur Vaskular

Hilangnya sel endotelium akibat tindakan dengan balon akan


mengakibatkan deposisi trombosit dan sel darah putih pada tempat tersebut,
hiperplasi intima akan selanjutnya terjadi dalam beberapa hari atau minggu.
Observasi ini menunjukkan bahwa endotelium mengatur struktur vaskular dan
bahwa hal ini mencegah aktivasi dari sel otot polos vaskular. Oleh karena itu
disfungsi endotel merupakan faktor yang sangat penting pada atherosklerosis,
restenosis dan penyakit hipertesi vaskular. Disfungsi endotel dapat mengakibatkan
trombosit melekat pada dinding pembuluh darah Yang akan kemudian
mengeluarkan tromboxan A2 dan serotonin dan dapat pula merangsang proliferasi
dan migrasi dari olot polos vaskular melalui lepasnya "platelet-derived growth
factors".4

2.1.1 Fisiologi Endotel

Kemampuan khusus sel endotel yang berhubungan dengan aterogenesis


adalah kemampuan memodifikasi lipoprotein. LDL yang ditangkap oleh reseptor
LDL endotel mengalami oksidasi, masuk ke dalam sel endotel dan dikirim ke sub-
intima. LDL yang telah teroksidasi tersebut akan ditangkap oleh reseptor khusus,
yang disebut reseptor scavenger di permukaan makrofag. LDL tersebut kemudian
ditelan oleh makrofag dan membentuk sel busa.5

Dalam keadaan normal, permukaan sel endotel mempunyai sifat


antitrombotik sehingga menghambat adhesi trombosit dan tidak mengaktifkan
kaskade koagulasi. Namun pada saat terjadinya inflamasi atau kerusakan sel
endotel, sel-sel ini akan mensintesis dan mensekresikan faktor-faktor yang bersifat
protrombotik.5

Sitokin merupakan zat yang dihasilkan pada reaksi inflamasi, yang


merangsang pembentukan dan sekresi zat-zat lain yang akan menarik leukosit
yang beredar dalam darah untuk mendekati tempat inflamasi seperti interleukin-8,
ICAM-1 dan -2, VCAM-1, yang merupakan regulator pengumpulan sel-sel
leukosit ke permukaan pembuluh darah yang mengalami gangguan.5
Tabel 1. Fungsi Endotel5

Target Fungsi Spesifik


Fungsional dari
sel endotel
Lumen Vasokonstriksi Vasodilatasi
Endotelin NO
Angiotensin II Bradikinin
ET – 1 Hyperpolarizing factor
Tromboksane A2
PGH2
Pertumbuhan Stimulasi Inhibisi
Platelet growth- derived NO
factor (PDGF) PGI2
Fibroblast Growth Factor TGF
IGF-1
Endothelin
Angiotensin II
Inflamasi Proinflamasi Antiinflamasi
Molekul adhesi : ELAM,
VCAM, ICAM
Hemostasis Protrombotik Antitrombotik
PAI-1 Prostasiklin
TPA

Efek nontrombogenik pada sel endotel terjadi karena:

 Permukaan licin dilapisi oleh heparin sulfat.


 Kemampuannya menghasilkan derivat-derivat prostaglandin, terutama
PGI2 (prostasiklin) yang merupakan vasodilator kuat yang efektif
menghambat agregasi trombosit.
 Menghasilkan vasodilator lain yang dikenal sebagai vasodilator terkuat
yang pernah ditemukan, yaitu EDRF (Endothelial Derived Relaxing
Facto).
 Menghasilkan zat fibrinolitik, termasuk plasminogen.

Sedangkan efek trombogeniknya terjadi karena:

 Faktor von Willebrand yang dihasilkan oleh sel endotel yang cedera/rusak.
 Zat-zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi seperti endotelin,
angiotensin converting enzyme dan PDGF.

Dalam tubuh, kedua efek ini berinteraksi dan secara dinamis menjaga
homeostasis pembuluh darah, sehingga secara normal pembuluh darah terjaga
keutuhannya. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel endotel memegang
peran penting dalam proses homeostasis yang terjadi melalui integrasi berbagai
mediator kimiawi.5 Sistem ini mempunyai efek baik terhadap sel-sel otot polos
pembuluh darah maupun sel-sel darah sehingga dapat menimbulkan berbagai
perubahan antara lain:

 Vasodilatasi atau vasokonstriksi untuk mengatur kebutuhan suplai darah


bagi seluruh organ tubuh manusia.
 Pertumbuhan dan atau perubahan-perubahan karakteristik fenotip dari sel-
sel otot polos pembuluh darah.
 Perubahan-perubahan proinflamasi atau antiinflamasi.
 Mempertahankan kekentalan darah dan mencegah perdarahan.

Fungsi utama endotel adalah mengatur tonus pembuluh darah, mengatur


adhesi leukosit dan inflamasi, dan mempertahankan keseimbangan antara
trombosis dan fibrinolisis. Fungsi endotel ini dilakukan oleh substansi-substansi
khusus yang dikelompokkan dalam 2 golongan besar yaitu Endothelium Derived
Relaxing Factors (EDRFs) dan Endothelium Derived Contracting Factors
(EDCFs).6,7

EDRF
Substansi yang tergolong EDRF adalah: nitric oxide (NO), prostasiklin
dan faktor relaksasi hiperpolarisasi (Endothelium Derived Hyperpolarizing
Factor, EDHF). NO merupakan EDRF terpenting yang terbentuk dari
transformasi asam amino L-arginin menjadi sitrulin melalui jalur L-arginine-
nitric oxide dengan bantuan enzim NO sintetase (NOS). NO diproduksi atas
pengaruh asetilkolin, bradikinin, serotonin dan bertindak sebagai reseptor endotel
spesifik. NOS diaktivasi oleh adanya robekan pada pembuluh darah dan estrogen,
sebaliknya aktivasi NOS dihambat oleh asam amino dalam sirkulasi dan oleh
ADMA (asymmetrical dimethylarganine). Pada pembuluh darah, sintesis NO
mempengaruhi tonus pembuluh darah sehingga berperan pada pengaturan tekanan
darah, selain itu pada sistem saraf pusat NO merupakan neurotransmiter yang
menjalankan bebrapa fungsi termasuk pembentukan ingatan.6,7

Prostasiklin dihasilkan endotel sebagai respons adanya shear stress dan


hipoksia. Prostasiklin meningkatkan cAMP pada otot polos dan trombosit. NO
dan prostasiklin secara sinergistik menghambat agregasi trombosit sehingga
dengan adanya kedua zat ini terjadilah penghambatan aktivasi trombosit secara
maksimal.6,7

EDCF

Endotel juga menghasilkan faktor kontraksi yang disebut EDCF seperti


ET-1 (endotelin-1), tromboksan A2 (TXA2), prostaglandin H2 (PGH2), dan
angiotensin II.Pembuluh darah intramiokard lebih sensitif terhadap efek
vasokonstriksi ET-1 daripada arteri koronaria, sehingga endotel berperan penting
dalam pengaturan aliran darah koroner. Hinga kini terdapat 3 isoform endotelin,
yaitu: endotelin-1, endotelin-2, dan endotelin-3. Telah ditemukan dua reseptor
endotelin, yaitu reseptor ET A dan ET B. 6,7

Reseptor ET B berperan dalam pembentukan NO dan prostasiklin, hal ini


menjelaskan mengapa endotelin memilik efek vasodilatasi sesaat. ET-1
menyebabkan vasodilatasi pada konsentrasi rendah dan terus menerus
menimbulkan kontraksi pada konsentrasi tinggi sehingga dapat menyebabkan
iskemia, aritmia dan kematian (otot) jantung. Angiotensin II menyebabkan
proliferasi dan migrasi sel otot polos melalui reseptor AT 1, selain itu angiotensin
II memproduksi vasokonstriktor poten dan menyebabkan retensi garam dan air.
Hal ini merupakan komponen utama dalam patogenesis berbagai penyakit
vaskular seperti hipertensi. 6,7

Pada keadaan tertentu seperti penuaan, menopause, dan keadaan patologis


seperti hipertensi, diabetes melitus, dan aterosklerosis, sel endotel akan teraktivasi
untuk menghasilkan faktor konstriksi seperti EDCF (TXA2, PGH2) dan radikal
bebas yang menghambat efek relaksasi NO. Radikal bebas dapat menghambat
fungsi endotel dengan menyebabkan rusaknya NO. 6,7

Ketidakseimbangan antara faktor kontraksi dan relaksasi yang terjadi pada


endotel inilah yang disebut disfungsi endotel. Sumber lain menyebutkan disfungsi
endotel merupakan perubahan fungsi sel endotel yang berakibat pada kegagalan
availabilitas NO, sehingga disfungsi endotel harus dibedakan dari kerusakan
endotel akibat dari kerusakan anatomis.6

2.2 Disfungsi Endothel


2.2.1 Definisi
Istilah disfungsi endotel pertama kali dipublikasikan dalam materi
hipertensi pada manusia berdasarkan vaskularisasi pada lengan pada tahun 1990.1
Endotel berada diantara lumen dan otot polos pembuluh darah. Meskipun hanya
terdiri dari satu lapisan sel yang tebal, lapisan endotel memiliki kemampuan
untuk "merasakan sensasi" perubahan dalam gaya hemodinamik, atau merasakan
sinyal darah yang ditanggung oleh mekanisme reseptor membran dan merespon
rangsangan fisik dan kimia dengan sintesis atau pelepasan berbagai molekul
vasoaktif dan tromboregulatori dan pertumbuhan.8
Disfungsi endotel ditandai oleh pergeseran gerakan endothelium sehingga
menyebabkan penurunan vasodilatasi, pada keadaan proinflamasi, dan gambaran
prothrombic. Hal ini berhubungan dengan sebagian besar bentuk penyakit
kardiovaskular, seperti hipertensi, penyakit arteri koroner, gagal jantung kronis,
penyakit pembuluh darah perifer, diabetes, gagal ginjal kronis, dan infeksi virus
berat. Radikal bebas dapat mengganggu keseimbangan NO, merusak endothelium,
dan membiarkannya melewati membran permeabel, sehingga memungkinkan
toksin masuk ke jaringan tubuh. Disfungsi endotel diduga berperan dalam
perkembangan aterosklerosis, angiogenesis pada kanker, kebocoran vaskular,
penyakit infeksi, dan stroke. Disfungsi endotel dapat disebabkan oleh beberapa
kondisi, termasuk diabetes atau sindrom metabolik, hipertensi, merokok, dan
aktivitas fisik.9

2.2.2 MEDIATOR DISFUNGSI ENDOTEL


1. Nitrat oksida : mediator kunci dari sel endotel.
Selama beberapa dekade , telah terbukti bahwa nitrat oksida tidak hanya
berperan dalam mengontrol tonus vasomotor melainkan juga berperan dalam
homeostasis pembuluh darah dan syaraf serta proses imunologik. Nitrat oksida
endogen diproduksi melalui perubahan asam amino L-arginine menjadi L-
citrulline oleh enzim NO-synthase (NOS). Saat ini beberapa isoform dari NOS
telah berhasil dipurifikasi dan diklon sebagai NOS-type I (yang diisolasi dari
otak) dan NOS-type III (yang diisolasi dari sel endotel) yang disebut juga
constitutive-NOS (cNOS). Kedua isoform ini diatur oleh Ca +2-calmodulin dan
NADPH, flavin adenine dinucleotide/mononucleotide (FAD/FMN), dan
tetrahydrobiopterin (HB4) sebagai kofaktor. Neuronal-NOS type I berperan
penting dalam proses transmisi syaraf, kontrol homeostasis pembuluh darah dan
dalam proses pembelajaran dan memori. Didalam sistem saraf tepi, NOS
berhubungan dengan jalur syaraf non adrenergik non kolinergik (NANC).2,9
Endothelial-NOS (eNOS type III) berperan penting dalam mengontrol tonus
pembuluh darah sebagai respons terhadap berbagai rangsangan, seperti
rangsangan mekanik (shear stress), receptor dependent (asetil kholin) dan reseptor
independen (calcium ionophore). Nitrat Oksida yang dihasilkan oleh NOS type III
didalam endotel akan berdifusi kedalam otot polos pembuluh darah yang akan
mengaktifkan enzim guanylate cyclase. Bersamaan dengan peningkatan cyclic
GMP, akan terjadi relaksasi dari otot polos pembuluh darah. Jadi hasil akhir dari
peningkatan Nitrat Oksida akan terjadi vasodilatasi. Sel endotel memproduksi
nitrat oksida (NO) yang akan berdifusi kedalam sel-sel otot polos pembulah darah
dan mengaktivasi enzim guanylate cyclase yang memproduksi cyclic GMP.
Cyclic GMP akan merangsang relaksasi otot sehingga akan terjadi vasodilatasi.
NOS type III juga berperan dalam pencegahan aggregasi platelet yang abnormal.
NOS type II dan IV (yang diisolasi dari makrofag) bersifat independen terhadap
Ca++-calmodulin dan disebut juga "inducible-NOS", karena aktivasinya hanya
terjadi pada saat makrofag menimbulkan efek sitotoksik sebagai respons terhadap
sitokin (misal dalam keadaan sepsis).1,10

2. Angiotensin II (ANG-II).
Sel endotel juga memproduksi mediator-mediator yang merangsang
vasokonstriksi, yaitu endothelin, prostaglandin dan angiotensin II serta mengatur
tonus pembuluh darah dengan cara mempertahankan keseimbangan antara
vasodilatasi (produksi NO) dan vasokonstriksi (pembentukan angiotensin II),
Angiotensin II diproduksi oleh sel endotel pada jaringan local. Enzim yang
mengatur produksi angiotensin II adalah angiotensin converting enzyme (ACE).
Enzim ini bersifat proteolitik, disintesis oleh sel endotel , diekspresikan pada
permukaan sel endotel dan mempunyai aktivitas dibawah pengaruh angiotensin I.
Angiotensin I diproduksi melalui pemecahan dari suatu makromolekul prekursor
(angiotensinogen) dibawah pengaruh renin, suatu enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh ginjal. Angiotensin II berikatan dan mengatur tonus otot polos
pembuluh darah melalui reseptor angiotensin yang spesifik. Tergantung dari
reseptor yang diaktivasi, ANG-II dapat memberi efek regulasi terhadap berbagai
aktivitas fungsional otot polos pembuluh darah, termasuk kontraksi
(vasokonstriksi), pertumbuhan, proliferasi dan differensiasi. Secara keseluruhan ,
kerja dari ANG-II berlawanan dengan kerja Nitrat Oksida (NO).9,10
Sebagaimana diterangkan sebelumnya, bahwa NO merupakan produk dari
enzim NOS sebagai respons terhadap pengaruh aktivator dan inhibitor spesifik.
Produksi NOS juga diatur oleh konsentrasi lokal dari bradykinin. Bradykinin
merupakan suatu peptida yang bekerja dengan reseptor b2 pada permukaan
membran sel endotel untuk meningkatkan produksi NO melalui aktivasi NOS.
Konsentrasi lokal dari bradykinin diatur oleh aktivitas ACE, dimana ACE
memecah bradykinin menjadi peptida yang inaktif. Kadar ACE yang tinggi akan
menghambat aktivitas NO , tidak hanya karena peningkatan produksi ANG-II,
tetapi juga karena penurunan konsentrasi bradykinin. Suatu model pengaturan
tonus pembuluh darah ( dan regulasi lumen pembuluh darah dimana ACE
memegang peranan penting, telah dikemukakan dalam beberapa tahun terakhir.
Model ini memprediksi aktivitas ACE yang tinggi akan menyebabkan
vasokonstriksi karena menyebabkan penurunan produksi NO dan peningkatan
produksi ANG-II. Keadaan ini akan menyebabkan kontraksi sel-sel otot polos
pembuluh darah dan pengecilan diameter lumen pembuluh darah. Aktivitas enzim
ini akan diikuti dengan peningkatan pertumbuhan , proliferasi dan differensiasi sel
otot polos pembuluh darah dan penurunan kerja anti proliferatif dari NO serta
penurunan proses fibrinolisis dan peningkatan aggregasi platelet. Membran sel
endotel mengikat ACE yang bila mengalami overaktif atau over ekspresi, akan
memproduksi sejumlah besar ANG-II. ANG-II bekerja langsung pada sel-sel otot
pembuluh darah dengan cara menempel pada reseptor spesifik yang terdapat di
membran sel. Aktivasi ACE juga akan menyebabkan katabolisme bradikinin yang
lebih cepat.8,10

3. Sel Endotel sebagai regulator hemostasis.


Sel endotel mempunyai peran penting dalam mempertahankan kekentalan
darah dan mengembalikan integritas dinding pembuluh darah bila terjadi cedera
untuk mencegah perdarahan. Secara garis besar, sistem yang mempertahankan
homeostasis pembuluh darah meliputi :
a. Lumen pembuluh darah (efek vasokonstriktor dan atau vasodilator)
b. Platelet
c. Koagulasi
d. Fibrinolisis
Sel endotel berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan antara
sistem koagulasi dan fibrinolitik. Koagulasi terjadi karena terbentuknya trombin
yang aktif. Trombin merupakan suatu enzim proteolitik yang akan merubah
fibrinogen menjadi fibrin dengan cara melepaskan fibrinopeptida A dan B. Fibrin
kemudian akan mengalami polimerisasi dan cross-link membentuk gumpalan
fibrin yang stabil (stable clot).1,9
Gumpalan fibrin selanjutnya akan mengalami pemecahan akibat kerja enzim
proteolitik lain, yaitu plasmin, yang merupakan efektor utama dalam sistem
fibrinolitik. Plasmin terbentuk dari plasminogen melalui kerja beberapa aktivator
spesifik. Secara fisiologik (dan farmakologik) aktivator penting dalam proses
perubahan plasminogen menjadi plasmin adalah tissue plasminogen activator (t-
PA). Peptida ini mempunyai peranan penting dalam proses pemecahan gumpalan
fibrin dan mempertahankan keutuhan lumen pembuluh darah. Zat ini telah banyak
digunakan dalam pengobatan berbagai keadaan dimana terjadi oklusi akut yang
mengancam kehidupan seperti infark miokard, stroke dan emboli paru masif.
Beberapa aktivator positif dan negatif mengatur aktivitas t-PA. Secara fisiologik
regulator utama dari t-PA adalah plasminogen activator inhibitor (PAI) . Saat ini
terdapat 4 jenis PAI, dimana PAI-1 berperan paling menonjol.9,11

4. Sel endotel sebagai mediator pertumbuhan sel otot polos pembuluh darah dan
proses inflamasi.
Sel endotel juga berperan penting dalam pertumbuhan dan differensiasi sel
otot polos pembuluh darah dengan cara melepaskan berbagai promotor atau
inhibitor pertumbuhan dan differensiasi, yang memberi pengaruh terhadap
terjadinya remodelling pembuluh darah. Sejumlah besar peptida telah diketahui
berperan sebagai messenger utama terhadap sinyal-sinyal pertumbuhan seperti
insulin-like growth factor 1 (IGF-1), PGF, basic fibroblast growth factor (bFGF),
dll. Namun berbagai bukti menunjukkan bahwa rangsangan pertumbuhan otot
polos pembuluh darah dimediasi oleh produksi lokal dari PGF dan ANG-II.
Sebagai antagonis utama dari kerja ANG-II dalam merangsang pertumbuhan sel
otot polos pembuluh darah adalah NO dan prostacyclin (PGI2). Sel endotel juga
terlibat dalam produksi berbagai molekul yang berperan dalam proses inflamasi,
yaitu antara lain LAM, intracellular adhesion molecule (ICAM) dan vascular cel
adhesion molecule (VCAM). Molekul-molekul ini disebut sebagai "molekul
adhesi" dan berfungsi mengaktifkan sel-sel yang terlibat dalam reaksi inflamasi.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa dalam proses aterosklerosis terjadi
peningkatan kadar pertanda-pertanda inflamasi (acute phase proteins) didalam
darah.8,11

2.2.3 Patofisiologi
Dalam keadaan homeostasis, endotelium mempertahankan normal tonus
pembuluh darah dan fluiditas darah, dan ada sedikit atau tidak ada ekspresi faktor
pro-inflamasi. Namun, keduanya faktor risiko CVD tradisional dan baru memulai
yang kronis proses inflamasi yang disertai dengan hilangnya vasodilator dan
faktor anti-trombotik dan peningkatan produk vasokonstriktor dan pro-trombotik.
Sebagaimana diuraikan pada Gambar 1, faktor risiko beragam seperti merokok,
penuaan, hiperkolesterolemia, hipertensi, hiperglikemia, dan riwayat keluarga dari
penyakit aterosklerosis prematur semuanya terkait dengan atenuasi / hilangnya
endotel tergantung vasodilatasi pada orang dewasa dan anak-anak.9,10
Faktor risiko yang lebih baru dikenal seperti obesitas ,peningkatan protein
C-reaktif , dan infeksi sistemik kronis juga berhubungan dengan disfungsi endotel.
Vasoreaktivitas yang tidak normal bukanlah satu-satunya ketidakseimbangan yang
ada pada individu yang berisiko tinggi. Sel-sel endotel mungkin mengadopsi
fenotip pro-trombotik, menandakan peningkatan risiko kejadian kardiovaskular
pada individu yang berisiko tinggi. Selanjutnya, ketika terkena proinflamasi
patogen tertentu rangsangan, endotelium mengungkapkan leukosit faktor
kemotaktik, molekul adhesi, dan inflamasi sitokin. Tingkatan dan urutan yang
tepat di mana mekanisme kontrol normal dipengaruhi belum sepenuhnya
diuraikan.10,11
Istilah "disfungsi endotel" mengacu pada perubahan luas pada fenotip
endotelial yang dapat berkontribusi pada perkembangan dan ekspresi klinis
aterosklerosis. Sementara mekanisme yang tepat masih harus dijelaskan, disfungsi
endotel tampaknya berpartisipasi dalam "loop umpan balik positif" di mana faktor
inflamasi mempromosikan monosit dan adhesi sel T, pembentukan sel busa,
pencernaan matriks ekstraseluler, dan migrasi otot polos dan proliferasi pembuluh
darah yang mengarah ke aterosklerotik pembentukan plak. Disfungsi endotel juga
relevan dengan tahap akhir penyakit, dan tampaknya berperan dalam sindrom
koroner akut. Mengingat kemungkinan jalur kausal ini dari disfungsi endotel ke
aterosklerosis (Gambar 1), banyak metode telah digunakan untuk mengukur
disfungsi endotel pada manusia.10,12

Gambar 1. Peran disfungsi endotel dalam patogenesis kejadian penyakit


kardiovaskular. Faktor risiko penyakit kardiovaskular berpengaruh buruk terhadap
beragam fungsi homeostatik endotel dan berkontribusi secara mekanis terhadap
perkembangan, perkembangan, dan ekspresi klinis aterosklerosis. Tanggapan
endothelium terhadap efek kumulatif faktor risiko mungkin, sebagian,
berhubungan dengan faktor intrinsik dan lingkungan seperti polimorfisme genetik,
faktor diet, olahraga, dan faktor lainnya. Dengan demikian, fungsi endotel dapat
berfungsi sebagai barometer untuk risiko kardiovaskular.10

2.3 Disfungsi Endotel dan Hipertensi


Disfungsi endotel pada hipertensi meliputi kenaikkan tahanan perifer vaskular
(pada arteri kecil) atau komplikasi vaskular (pada arteri yang sedang atau besar).
Pada kebanyakan model hipertensi, kenaikan tekanan darah ini sering disertai
dengan menurunnya kadar EDRF. Disfungsi endotel ini lebih nyata didalam
beberapa pembuluh darah daripada yang lain dan terlihat cenderung naik saat ada
kenailkan tekanan darah, sehingga disfungsi endotel di sini lebih merupakan
konsekuensi dan bukan penyebab dari hipertensi. Pada penderita hipertensi
pemberian infus inhibitor siklooksigenase seperti lndomethasin menguatkan efek
vasodilatasi terhadap asetil kholin. Sebaliknya pada hipertensi yang dirangsang
oleh pemberian garam akan mengakibatkan gangguan aktifitas NOS yang sangat
nyata. Konsentrasi endotelin plasma pada kebanyakan penderita hipertensi terlihat
tetap normal kecuali adanya gagal ginjal atau atherosklerosis. Kenaikan produksi
endotelin pada vaskular secara lokal kebanyakan disebabkan oleh terlepasnya
Peptida secara abluminal, konsenrasi endotelin plasma tidak perlu
menggambarkan konsentrasinya dalam jaringan pengikat lokal Produksi endoteln
vaskular menurun pada tikus yang mengalami hipertensi yang spontan akan tetapi
pada tikus yang menqalami Hipertensi akibat perangsangan dari angiotensin ll'

Kesimpulan

Endotel merupakan penghubung yang dinamis secara struktural dan


metabolik yang terletak di antara elemen-elemen darah yang bersirkulasi, dinding
vaskular, dan jaringan di bawahnya. Karena lokasi anatomisnya yang unik,
endotel mengatur trombosis dan hemostasis, respon imunoinflamasi,
permeabilitas vaskular, dan tonus vaskular. Fungsi-fungsi homeostasis ini
responsif terhadap perubahan lingkungan lokal dan sistemik. Kegagalan adaptasi
terhadap stimulus (pato)fisiologis dapat mengaktivasi mekanisme kompensasi
yang mengubah fenotip endotel dan menyebabkan disfungsi endotel. Seiring
kemajuan teknik untuk menilai fungsi endotel, manfaat klinis pengukuran ini,
bersama dengan penilaian biokimia dan molekuler untuk mendefinisikan profil
fenotipe endotel, akan memberikan pemahaman yang unik mengenai fungsi
endotel vaskular individual dan membantu menentukan prognosis dan intervensi
terapeutik.

Anda mungkin juga menyukai