Anda di halaman 1dari 37

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritime karena sebagian besar wilayah


Indonesia adalah perairan dan oleh sebab itu juga banyak pekerjaan
masyarakat Indonesia adalah pelaut. Karena saat bekerja menjadi pelaut
mempunyai banyak resiko yang dapat mengancam keselamatan jiwa para
pelaut Indonesia. Oleh sebab itu para pelaut Indonesia harus memahami
bagaimana cara menanggulangi kecelakaan di atas kapal untuk mencegah
korban jiwa.
Sebagai bagian warga dunia, Indonesia memiliki hak dan kewajiban
untuk bersama-sama memberi rasa aman, jaminan keselamatan, dan kerelaan
bersama mengatasi sebuah kecelakaan, bencana, dan kondisi yang
membahayakan manusia. Oleh karena itu penyelenggaraan pelatihan SAR di
Indonesia sejak awal kelahirannya di laksankan berdasarkan peraturan-
peraturan internasional, antara lain :
1. United Nation Convention for of the Sea (UNCLOS)
2. Ketentuan Internasional convention for the safety of life at sea (SOLAS)
1974
3. International Aviantion and Maritime SAR Manual (LAMSAR),
ICAO/IMO, 1998
4. International Convention on Maritime Search and Rescue 1979
5. “Search and Rescue”, International Civil Aviantion Organization Annex
12

Menurut data statistik IMO (International Maritime Organitation) di


tahun 2010 menunjukan bahwa 80% dari semua kecelakaan laut di sebabkan
oleh kesalahan manusia (human eror), dimana 60% merupakan keselahan
manajemen seperti dalam mengoprasikan kapal atau secara sadar membuat

1
muatan dalam kapal secara berlebihan dan 40% karena kurangnya
kemampuan awak kapal dalam menjalankan serta mengatasi berbagai
pemersalahan yang timbul saat bekerja di atas kapal yang terjadi karena tidak
di aplikasinnya konvensi STCW 1978/ 45 (standart of training, certification
and watch keeping for seaferers) yang berisi tentang persyaratan pendidikan
atau pelatihan yang harus di penuhi oleh awak kapal untuk bekerja sebagai
pelaut.

Oleh sebab itu pelaut di Indonesia harus memahami MFR (medical first
responder) sebagai pertolongan pertama korban di laut untuk mengurangi dan
mencegah jumlah korban.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa saja teknik-teknik pertolongan MFR (Medical First Responder) dalam
mengobati pertolongan korban kecelakaan di laut ?

2. Apa saja hal-hal yang harus di informasikan, untuk meminta bantuan medis
MFR (Medical First Responder) ketika terjadi korban kecelakaan di laut ?

3. Bagaimana pertolongan pertama dan MFR (Medical First Responder)


untuk korban yang mengalami jatuh ke laut MOB (Man Overboard) ?

1.3. Tujuan dan kegunaan penulisan

1. Tujuan penulisan
Tujuan penulisan laporan ini selain untuk memberikan gambaran kepada
pembaca tentang cara pertolongan pertama korban kecelakaan :

a. Tujuan Akademik
Sebagai tugas akhir bagi penyusun untuk menyelesaikan pendidikan
diploma III Jurusan Nautika.
b. Tujuan Ilmiah
Sebagai penerapan disiplin ilmu dan memperdalam ilmu yang telah di
peroleh di bangku kuliah dan dilaksanakan atau diterapkan sesuai

2
dengan kondisi di lingkungan praktek serta memberikan sumbangan
pengetahuan kegiatan search and rescue.
c. Tujuan Umum
Sebagai pertolongan ilmu pengetahuan yang telah ada dan memberikan
pengertian kepada taruna/taruni serta masyarakat umum mengenai
pentingnya prosedur dan mekanisme MFR sebagai sarana pertolongan
pertama pada kecelakaan di atas kapal.

2. Kegunaan Penulisan
a. Bagi Akademi
Hasil penelitian ini dapat menjadi perhatian untuk lebih meningkatkan
mutu pendidikan dan pelatihan untuk dapat mengahsilkan sumber daya
manusia yang berkualitas dan terampil sehingga dapat bersaing di dunia
kerja baik didalam negeri maupun internasional.
b. Bagi Penulis
Bagi penulis diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuannya serta mampu mempraktekkan teori-teori yang didapat
selama mengikuti pendidikan, dan juga sebagai persyaratan kelulusan
dari program Diploma III Jurusan Nautika di STIMART"AMNI"
Semarang dengan sebutan ahli madya (Amd). Melatih taruna untuk
menuangkan pemikiran ataupun pendapat dalam bahasa yang dapat
dipertanggung jawabkan.
c. Bagi pembaca
Bagi pembaca untuk menambah wawasan dan gambaran tentang
pengaruh MFR untuk meningkatkan keselamatan pelayaran.

1.4. Sistematika penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ini di susun untuk memberikan uraian


mengenai susunan penulisan karya tulis yang penulis uraikan secara singkat
dan sistematik dalam lima bab yang terdiri atas :

3
BAB 1 Pendahuluan
Dalam bab ini penulis menguraikan dalam sub bab antara lain : Latar
Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penulisan dan Kegunaan
Penulisan, Sistematika Penulisan.
BAB 2 Tinjauan Pustaka
Yang berisi teori-teori yang ada hubungannya tentang pertolongan
pertama antara lain pelatihan pertolongan pertama, peralatan
pertolongan pertama, dasar hukum pertolongan pertama, persetujuan
pertolongan, penilaian korban, dan cara-cara mengangkat dan
memindahkan korban.
BAB 3 Metode Pengumpulan Data
Terdiri dari gambaran umum objek penelitian, pengumpulan data dan
analisis observasi, saat pelaksanaan praktek darat di perusahaan atau
instansi serta di lengkapi dengan struktur organisasi dan gambaran
kondisi perusahaan atau instansi.
BAB 4 Pembahasan dan Hasil
Dalam bab ini penulis membahas masalah yang sudah teridentifikasi
dalam rumusan masalah, pemecahan masalah ini berdasarkan logika
deduktif (pernyataan yang logis dan benar berdasarkan teori-teori,
aturan-aturan dan lain-lain).
BAB 5 Penutup
Dalam bab ini penulisan memberikan kesimpulan dari masalah yang
telah terpecahkan di bab 4 serta penulis memberikan saran yang di
tujukan untuk memperbaiki atau menyelesaikan masalah yang
muncul.

4
5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pertolongan Pertama


Pengertian pertolongan pertama adalah upaya pertolongan dan
perawatan sementara terhadap korban kecelakaan sebelum mendapatkan
pertolongan yang lebih sempurna dari dokter (Abu Al-Fatih, 2014). Ini berarti
pertolongan tersebut bukan sebagai pengobatan atau penanganan yang
sempurna, tetapi hanyalah pertolongan sementara yang dilakukan petugas.
Pemberian pertolongan pertama harus seceara cepat dan tepat menggunakan
sarana dan prasarana yang di tempat kejadian bila tindakan pertolongan
pertama ini di lakukan dengan benar dan baik akan mengurangi cacat atau
penderitaan pada korban dan bahkan dapat menyelamatkan korban dari
kematian, tetapi apabila tindakan pertolongan pertama ini tidak berjalan
dengan baik maka kemungkinan besar memperburuk keadaan dan bahkan
dapat mengakibatkan cacat dan kematian.
Tujuan dari pertolongan pertama adalah menyelamatkan nyawa atau
mencegah kematian, mencegah cacat yang lebih berat (mencegah kondisi
memburuk), dan menunjang penyembuhan dengan mengurangi rasa sakit,
takut dan mencegah infeksi.

2.2. Pelatihan Pertolongan Pertama Pada Korban


Pelatihan pertolongan pertama pada korban dinamakan Medical First
Responder (MFR) ini adalah pelatihan dasar untuk seorang penolong yang
pertama kali tiba di lokasi kejadian. Seorang penolong harus memiliki
kemampuan dalam penanganan kasus gawat darurat dan terlatih dalam
tingkatan paling dasar untuk menolong. Sebelum korban di bawa ke rumah
sakit penolong mempuyai kewajiban yaitu :

1. Menjaga keselamatan diri, anggota tim, korban dan orang orang di sekitar
2. Menjangkau korban

6
3. Dapat mengenali dan membatasi masalah yang mengancam jiwa
4. Meminta bantuan
5. Memberikan pertolongan pertama berdasarkan keadaan korban
6. Membantu pelaku pertolongan lainnya
7. Ikut menjaga kerahasiaan medis korban
8. Berkomunikasi dengan petugas lainnya
9. Mempersiapkan korban untuk di bawa ke tempat medis.

Seorang penolong harus mempunyai kualitas yang bertanggung jawab,


kemampuan bersosialisasi, jujur, dan percaya diri, kematangan emosi,
berprilaku professional. Peralatan dasar MFR yang harus digunakan saat
menolong korban yaitu berupa sarung tangan, kacamata pelindung, baju
pelindung, masker penolong, masker resusitasi jantung paru (RJP).
Perlindungan diri seorang penolong di lakukan dengan dasar pemikiran
bahwa semua darah dan cairan yang keluar dari tubuh korban bersifat
menular sehingga perlu perlindungan terhadap tubuh seorang penolong
sebagai upaya pencegahan. Beberapa tindakan umum untuk perlindungan diri
yaitu mencuci tangan, membersihkan dengan desinfektan memakai bahan
pembunuh kuman sehingga membuat sterilisasi.

Seorang penolong melakukan penilaian dini pada korban (bila sadar)


dengan memperkenalkan diri supaya korban tidak panik lagi, mengenali dan
mengatasi cidera, gangguan yang mengancam jiwa, stabilkan dan teruskan
pemantuan penderita. Dalam melakukan pertolongan pertama seorang
penolong jangan panik, memperhatikan pernapasan dan denyut jantung,
menghentikan pendarahan secepat mungkin, perhatikan tanda-tanda syok dan
segera di tanganin, jangan memindahkan korban dengan terburu-buru bila
tidak ada keadaan bahaya lain. Melakukan pemeriksaan fisik kepada korban
sehingga kita dapat mengetahui apa yang harus kita lakukan pertolongan
kepada korban pemeriksaan fisik ini di lakukan secara menyeluruh dapat di
lakukan dari ujung kepala sampai ujung kaki.

7
2.3. Peralatan Pertolongan Pertama
1. Macam-macam alat pelindung diri
a. Sarung Tangan
b. Lateks
c. Baju pelindung
d. Masker penolong
e. Masker resisutisasi
f. Helm
2. Macam-macam peralatan pertolongan pertama
a. Kasa steril
b. Bantalan kasa
c. Pembalut
d. Pembalut gulung/pita
e. Pembalut segita/mitela
f. Pembalut tabung
g. Pembalut rekat
h. Cairan anti septik
i. Alkohol 70%
j. Iodine
k. Cairan pencuci mata
l. Gunting

2.4. Dasar Hukum Pertolongan Pertama


Menjadi seorang pelaku pertolongan pertama bukanlah hal yang mudah
karena selain harus memiliki pengetahuan dan keterampilan dan pengetahuan
dalam memberikan pertolongan pertama terhadap korban penolong pertama
juga harus mengetahui dasar hukum dalam melakukan pertolongan pertama.
Landasan atau dasar hukum dalam melakukan pertolongan pertama adalah :

8
1. Dalam pasal 531 KUH pidana dinyatakan :
Barang siapa menyaksikan sendiri ada orang di dalam keadaan bahaya,
lalai memberikan atau mengadakan pertolongan kepadannya sedang
pertolongan itu dapat diberikannya atau diadakan dengan tidak akan
mengkhawatirkan, bahwa dia sendiri atau orang lain akan kena bahaya
dihukum kurungan selama-selamanya tiga bulan, jika orang yang perlu di
bantu itu meninggal diancam dengan : KUHP 45, 165, 187, 304S, 478,
525, 566. Pasal 531 KUHP ini berlaku bila pelaku pertolongan pertama
dapat melakukan pertolongan tanpa membahayakan keselamatan dirinya
dan orang lain.

2. Pasal 322 KUH Pidana :


a. Barang siapa dengan sengaja membuka sesuatu rahasia yang wajib
disimpanya oleh karena jabatannya atau pekerjaannya baik yang
sekarang maupun yang dahulu dipidana dengan pidana penjara selama-
lamanya sembilan bulan atau denda sebanyak-banyaknya sembilan ribu
rupiah.

b. Jika kejahatan itu di lakukan yang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat di tuntut atas pengaduan orang itu.

Pasal 322 KUHP ini mengatur tentang kerahasiaan medis korban yang
ditolong. Dengan adanya kedua landasan hukum di atas, baik yang mengatur
tentang kewajiban melakukan pertolongan dan juga hak korban yang ditolong
maka setiap pelaku hendaknya selalu bertindak sesuai dengan prosedur
penatalaksanaan pertolongan pertama agar si pelaku tidak terjerat hukum.

2.5. Persetujuan Pertolongan

Saat memberikan pertolongan sangat penting untuk meminta izin kepada


korban terlebih dahulu atau kepada keluarga korban dan orang disekitar
korban bila korban tidak sadarkan diri. Prosedur ini sangat penting bagi
penolong dan sudah tertera berdasarkan (Peraturan Menteri Kesehatan R.I.

9
no. 023/Birhub/1972) tentang proses pertolongan pertama. Ada 2 macam izin
yang dikenal dalam proses pertolongan pertama yaitu :
1. Persetujuan yang dianggap diberikan atau tersirat (Implied Consent)
persetujuan yang diberikan penderita sadar dengan cara memberikan
isyarat.

2. Persetujuan yang dinyatakan (Expressed Consent) persetujuan yang di


nyatakan secara lisan maupun tulis oleh penderita.

2.6. Penilaian Korban


Ditahap ini penolong harus mengenali dan mengatasi keadaan yang
mengancam nyawa penderita dengan cara yang tepat, cepat dan sederhana.
Bila dalam pemeriksaan ditentukan adanya masalah, khususnya pada sistem
pernapasan dan sistem sirkulasi maka penolong langsung melakukan tindakan
(Bantuan Hidup Dasar dan Resusitasi). Adapun langkah-langkah yang
dilakukan dalam Penilaian Dini adalah :

1. Kesan umum harus di lakukan untuk menentukan korban mengalami kasus


trauma atau kasus medi :

a. Kasus Trauma adalah kasus yang disebabkan oleh luka yang terlihat
jelas atau teraba contohnya seperti luka terbuka, luka memar, patah
tulang.

b. Kasus Medis adalah kasus yang di sebabkan oleh riwayat kesehatan


seperti sesak nafas ataupun alergi terhadap suatu obat, dalam kasus
ini para penolong harus berupaya mencari tau dulu riwayat gangguan
korban.

2. Memeriksa respon hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran berat


ringan gangguan yang terjadi di dalam otak. Respon dinilai berdasarkan
reaksi yang diberikan korban terhadap rangsangan yang diberikan oleh
penolong. Respon korban di bagi menjadi 4 bagian :

10
a. Awas : korban ini sadar dan mengetahui keberadaanya, biasanya
korban tangggap terhadap orang, waktu dan tempat, sedikit
gangguan dapat bermakna, beberapa korban mungkin terkena sadar
penuh tetapi tidak menyadari keadaan lingkungan atau dimana
mereka berada.

b. Suara : Korban hanya bisa menjawab atau bereaksi bila di panggil atau
mendengar suara. Penderita ini dikatakan respon terhadap rangsang
suara. Seorang korban yang tidak bisa menjawab tempat dan waktu
mungkin termasuk golongan ini.

c. Nyeri : Korban hanya bereaksi bila diberikan respon (rangsang)


nyeri, misal dengan cubitan yang kuat, penekanan ditengah tulang
dada (bila tidak ada cedara dada) oleh penolong. Bila korban respon
terhadap suara, maka ramgsang nyeri tidak perlu diberikan. Reaksi
yang mungkin bisa dilihat ketika diberi rangsang nyeri adalah
membuka mata, melipat atau menjatuhkan alat gerak, dan gerakan
ringan lainnya. Laporannya adalah korban respon terhadap nyeri.

d. Tidak Respon : Korban tidak bereaksi dengan rangsan apapun yang


dilakukan penolong. Jika dijumpai kasus ini, maka penolong harus
segera melakukan penatalaksanaan penanganan jalan nafas dan
lainnya.

Pemeriksaan fisik harus dilakukan dengan rinci dan sistematis mulai dari
ujung kepala sampai ujung kaki. Dapat kita gunakan tiga metode yaitu
penghilatan (inspection), perabaan (palpation), dan pendengaran
(ausculcation). Dalam melakukan pemeriksaan ada beberapa hal yang harus
di perhatikan yaitu adalah perubahan bentuk bandingkan sisi sehat dan sisi
sakit, luka terbuka biasanya terlihat dengan jelas karena mengeluarkan darah,
nyeri daerah cidera lunak bila di tekan, dan bengkak berada di daerah yang
mengalami cidera. . (Aksomo Tri-Academia.Edu).

11
2.7. Cara Mengangkat dan memindahkan Korban
Pada saat keadaan berbahaya kita harus memindahkan korban dengan
cara yang baik dan benar sehingga tidak mengakibatkan cidera tambahan
parah atau mengakibatkan luka tambah serius. Mekanika tubuh penggunaan
tubuh dengan baik untuk memfasilitasi pengangkatkan dan pemindahan
korban untuk mencegah cedara pada pertolongan pertama, cara yang salah
dapat mengakibatkan cedera pada penolong, saat mengangkat ada beberapa
hal yang di perhatikan :

1. Reencana pemindahan sebelum mengangkat

2. Gunakan tungkai jangan gunakan punggung

3. Upayakan untuk memindahkan beban serapat mungkin dengan tubuh

4. Lakukan gerakan secara menyuluruh dan upayakan agar bagian tubuh


saling menopang

5. Bila dapat kurangin jarak atau ketinggian yang harus di laluin korban

6. Pastikan posisi dan angkat korban secara bertahap

Hal-hal tersebut di atas harus selalu dilakukan bila akan memindahkan


atau mengangkat korban, kunci yang paling utama adalah menjaga kelurusan
tulang belakang upayakan kerja berkelompok terus berkomukasi dan lakukan
koordinasi. Mekanika tubuh yang baik akan sangat membantu saat
mengangkat korban. (Aji Wibowo-Academia.Edu).

Dalam memindahkan korban ada beberapa hal yang di perhatikan :

a. Pada saat memindahkan jangaan sampai cedera pada korban bertamba atau
semakin parah

b. Jangan ragu-ragu hubungi medis untuk mengangkat korban

c. Syarat utama dalam mengangkat korban yaitu keadaan fisik yang baik
terlatih dan dijaga dengan baik

12
d. Nyeri pinggang (low hack pain) merupakan hal yang paling sering
dikeluarkan oleh tenaga medis di lapangan

e. Saat mengangkat dengan tangan, telapak tangan menghadap ke arah


depan

f. Jaga titik berat beban lengan dan tungkai adalah selebar bahu jarak
terlalu dekat atau rapat dapat mengurangi stabilitas dan jarak terlalu
lebar dapat mengurangi tenaga.

13
14
BAB 3

METODE PENGUMPULAN DATA

3.1. Metodologi Pengamatan


Metode (methode), secara harfia berati cara. Selain ini metode atau
metodik dari bahasa Greeka, metha, (melaluin/melewati), dan hodos
(jalan/cara) jadi metode bisa berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk
mencapai tujuan tertentu. Metodologi peneletian/pengamatan adalah
sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh penulis.
Metodologi juga mengenai suatu cara atau metode. Pengamatan merupakan
suatu penyeledikan atau pantauan yang sistematis untuk meningkatan
sejumlah pengetahuan. Metedologi pengamatan yang digunakan penulis
adalah deskriptis untuk menggambarkan dan menguraikan objek yang diteliti.
Pengertian deskriptif adalah pengamatan yang bertujuan membuat gambaran
secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat pada
satu objek pengamatan tertentu. Jadi metode deskriptif adalah tulisan yang
berisi pemaparan, uraian dan penjelasan mengenai suatu objek baik secara
alamiah maupun secara buatan manusia. Dalam pembahasan ini penulis
berusaha untuk memaparkan hasil dari semua studi dan penelitian yang
diperoleh baik secara langsung maupun pengalaman penulis melaksanakan
praktek darat dan maupun dari buku. (Anwar Hidayat, 2012).

3.2. Jenis dan Sumber Data

Sumber data terbagi menjadi dua yaitu data primer dan data sekunder.
Data primer adalah yang diperoleh peniliti secara langsung (dari tangan
pertama), sementara data sekunder adalah data yang di peroleh peniliti dari
sumber yang sudah ada.

15
Contoh data primer adalah data yang di peroleh dari responder melalui
kuesioner, kelompok fokus, dan panel, atau juga data hasil wawancara
peneliti dengan narasumber.
Contoh data sekunder misalnya catatan atau dokumentasi perusahaan
berupa absensi, gaji, keuangan, publikasi perusahaan, laporan pemerintah,
data yang diperoleh dari majalah, internet dan lain sebagainya.

3.3. Metode Pengumpulan Data


Untuk memperoleh data yang objektif sebagai usaha untuk
menyelesaikan penulisan karya tulis ilmiah ini saya menggunakan berbagai
cara dalam pengumpulan data, adapun metode-metode yang peenulis gunakan
adalah sebagai berikut :

1. Metode pengamatan (Observation)


Observation diartikan sebagai pengamatan dan pencarian secara sistematis
terhadap apa yang tampak pada objek pengamatan langsung. Dalam
pengartian ini penulis melakukan pengamatan dan pencatatan yang
sistematis terhadap apa yang menjadi rumusan masalah dalam karya tulis
ilmiah ini. Pengamatan juga dilakukan secara langsung pada saat praktek
darat. Sebelum melakukan observasi, pertama-tama dahulu harus di
persiapkan pengetahuan mengenai apa yang akan di amati, hal tersebut
sangat penting karena akan menyangkut titik konsentrasi pengamatan
seorangg penulis, sehingga dalam pengamatan dapat sesuai dengan yang
akan dibuat dalam karya tulis ilmiah ini. Penulis juga harus selalu
dikaitkan dengan dua hal yaitu informasi mengenai objek karya tulis dan
konteks (hal-hal yang berkaitan dengannya). Oleh karena dalam observasi
tidak hanya mencatat suatu kejadian, akan tetapi juga sesuatu atau
sebanyak mungkin hal-hal yang diduga ada kaitannya oleh sebab itu
pegamatan harus seluas mungkin dan catatan hasil observasi selengkap
mungkin.

16
2. Metode Wawancara (Interviewing)
Dalam penggunaan metode ini saya menggunakan komunikasi langsung
antara penulis dan narasumber. Hal terebut saya lakukan dalam berbagai
kesempatan.
Wawancara ini saya lakukan pada :
a. Para pegawai basarnas
b. Anggota dan kru kapal KN SAR SADEWA 231
c. Kepala bagian bidang Kasie Operasi dan Kasie Potensi

3. Metode kepustakaan (Library Research)

Yaitu teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi terhadap buku-


buku sepeti catatan dan laporan-laporan yang ada kaitanya dengan
masalah yang ingin disampaikan saya dalam karya tulis ilmiah ini.
Pengumpulan berbagai informasi dan referensi yang dilakukan di dalam
berbagai catatan atau tulisann yang ada dengan cara merangkum dan
mempelajari buku-buku yang ada.

17
18
BAB 4

PEMBAHASAN DAN HASIL

4.1. Gambaran Umum Obyek Pengamatan


1. Basarnas
Sejarah search and rescue (SAR) di Indonesia di awali dengan masuknya
Indonesia menjadi anggota International Civil Aviantion Organization
(ICAO) atau organisasi penerbangan sipil internasional pada tahun 1950.
Pemerintahan meninjaklanjutkan dengan mengeluarkan peraturan pemerintah
nomor 5 tahun 1995 tentang penetapan dewan penerbangan untuk
membentuk panitia SAR yang memiliki tugas pokok membentuk Badan
Gabungan SAR.
Tahun 1995, Indonesia masuk menjadi anggota International maritime
Consultative Organization (IMCO) yang sekarang menjadi International
Maritime Organization (IMO) atau organisai pelayaran internasional.
Kedua organisasi internasional ini sangat penting karena beranggotakan
negara-negara hampir di seluruh dunia. Jika pemerintah Indonesia tidak
menjadi anggota kedua organisasi tersebut maka negara Indonesia akan
mendapatkan sebutan atau predikat ‘Wilayah Hitam’ atau black area, dimana
kedua organisasi tersebut melarang atau tidak merekomendasikan negara-
negara anggotanya untuk melintas di Indonesia. Kondisi tersebut sudah pasti
akan mempengaruhi semua aspek perkembangan sebuah negara yang
mencakup ilmu pengetahuan, polotik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan,
dan keamanan Indonesia. Bisa di bayangkan kalau Indonesia mnjadi negara
yang terisolir.
Syarat mutlak menjadi anggota kedua organisasi internasional tersebut
adalah Indonesia harus memiliki tim search and rescue atau SAR yang
memberikan jaminan keselamatan pada kecelakan pada modal transportasi
khususnya di bidang penerbangan sipil dan pelayaran.

19
Tahun 1968, pemerintahan membentuk tim SAR lokal Jakarta. Tim
inilah yang menjadi cikal bakal organisasi SAR di Indonesia. Dalam
perkembangannya pemerintah selanjutnya menerbitkan keputusan. Presiden
Nomor 11 Tahun 1978 tentang pembentukan badan SAR Indonesia (Basari)
dengan pusat SAR Nasional sebagai pelaksanaan di lapangan. Tahun 1979,
pusarnas berubah nama menjadi SAR Nasional (Basarnas). Tahun 2007,
Basarnas yang sebelumnnya di bawah Departemen Perhubungan menjadi
LPND (Lembaga Pemerintah Non Departemen) di bawah Presiden RI.
Tahun 2014, basarnas berubah nama lagi menjadi Badan Nasional
Pencarian dan Pertolongan yang ditetapkan UU No 29 tahun 2014 tentang
Pencarian dan Pertolongan.

2. Lambang Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (BASARNAS)

Gambar 1. Lambang BASARNAS


(Sumber Dokumen BASARNAS Semarang)

20
Keterangan :
1. Delapan penjuru mata angin
Warna merah putih mengandung arti dan makna bahwa Badan SAR
Nasional dalam mengemban tugas di bidang kemanusiaan senantiasa
menitikberatkan pada kecepatan serta dilaksanakan dengan penuh
ketulusan (warna putih) dan kebenarian (merah).
2. Awan, gunung dan 5 ombak di laut
Mengandung arti dan makna bahwa dalam menjalankn tugasnya Badan
SAR Nasional melingkupi segala tugas. Awan menggambarkan lingkup
medan dan tugas darat, ombak di laut menggambarkan lingkup medan
tugas di air di landasin dengan kelima sila dalam Pancasila.
3. Pita bertuliskan Indonesia
Mempunyai arti bahwa Badan SAR Nasional merupakan lembaga
pemerintah Indonesia yang dapat melaksanakan tugas pencarian dan
pertolongan.

3. Logo Pencarian dan Pertolongan (SAR) Nasional

Gambar 2. Logo SAR Nasional


(Sumber: Basarnas.com)

21
Arti Simbol:
1. Bintang
Jumlah bintang sebanyak 5 buah menggambarkan bahwa pancasila
merupakan falsafah Negara Republik Indonesia dan sebagai pandangan
hidup dari bangsa kita, yang mana pada sila kedua adalah ‘Kemanusiaan
Yang Adil dan Beradab’ merupakan ciri khas SAR Nasional yang selalu
berkaitan dengan keempat sila lainnya.
2. Bulatan dengan dasar warna kuning
Warna kuning dan gugusan peta negara kepulauan dengan warna hijau
adalah warna “pare anom” yang menurut sejarah dan tradisi bangsa
Indonesia merupakan simbol keseburun tanah air kita yang diperuntukan
kesejahteraan rakyat. Wilayah Indonesia dari Sabang sampai Merauke
terdiri 13.677 pulau atau kepulauan pada posisi silang antara dua benua
dan dua samudera, dengan meengandung kekayaan bumi dan air.
3. SAR Nasional
Tulisan SAR Nasional dengan warna merah sebagai ketegasan
dalam melaksanakan tugas kemanusiaan yang meliputi seluruh wilayah
dengan tekat para petugasnya untuk bertindak dengan cepat, tepat dan
berani setiap saat dipergunakan.
4. Avignam jagat samagram
Kalimat yang diambil dari khazanah sastra lama kita ini mengandung
makna “Semoga Selamatkan Alam Semesta” merupakan sandaran moral
dan kekuatan setiap anggota SAR yang di jiwain sila pertama dari
pancasila sebagai suatu keyakinan dari setiap petugas SAR bahwa segala
tugas ini diridhoi Tuhan Yang Maha Esa dengan tetap berdoa “Semoga
Selamatkan Alam Semesta”

22
4. Visi dan Misi
1. Visi perusahaan
Berhasilnya pelaksanaan operasi SAR pada setiap waktu dan tempat
dengan cepat, handal, dan aman.
2. Misi perusahaan
Menyelenggarakan kegiatan operasi SAR yang efektif dan efisien
melalui upaya tindakan awal yang maksimal serta pengarahan potensi
SAR yang didukung oleh sumber daya manusia yang profesional
fasilitas SAR yang memadai, dan prosedur kerja yang menatap dalam
rangka mewujudkan visi Badan SAR Nasional.

5. Tugas dan fungsi


Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan mempunyai tugas pokok
melaksanakan pembinaan, pengkoordinasian, dan pengendalian potensi
SAR dalam kegiatan SAR terhadap orang dan material yang hilang atau d
ikhawatirkan hilang atau menghadapi bahaya dalam pelayaran atau
penerbangan, serta memberikan bantuan dalam bencana dan musibah
lainnya sesuai dengan peraturan SAR nasional dan internasional.
Secara jelas tugas dan fungsi SAR adalah penanganan
musibah pelayaran atau penerbangan atau bencana atau musibah lainnya
dalam upaya pencarian dan pertolongan saat terjadinya musibah.
Penanganan terhadap musibah yang dimaksud meliputi 2 hal pokok yaitu
pencarian (search) dan pertolongan (rescue). Dalam melaksanakan tugas
penanganan musibah pelayaran dan penerbangan harus sejalan
dengan IMO dan ICAO.

23
Gambar 3. Kantor SAR Semarang
(Sumber: Dokumen BASARNAS Semarang)

6. Struktur Organisasi Basarnas

Gambar 5. Struktur Organisasi Basarnas


(Sumber: Basarnas.com)

24
7. Profil KN. SAR Sadewa 231
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis, penelitian
dilakukan pada waktu taruna melakukan praktek darat di KN. SAR Sadewa
231. Penulis akan memaparkan fakta-fakta yang didapatkan selama
melakukan penelitian di lapangan mengenai KN. SAR Sadewa 231.

Gambar 6. Kapal KN SAR SADEWA 231


(Sumber: Basarnas.com)

SHIP PARTICULAR
1. Nama kapal : KN.SAR Sadewa 231
2. Bendera : Imdonesia
3. Kontruksi : Fiber
4. Daerah Pelayaran : Lokal
5. Type : Kapal SAR
6. Panjang Kapall : 40 meter
7. Lebar Kapal : 7,80 meter
8. Drraft Kapal : 1,20 meter
9. Tinggi Kapal : 3,50 meter
10. Merek Kapal : MAN

25
11. Main Engine : 3 x 1400 HP
12. Kecepatan Maksimum : 29 Knot
13. Kapasitas BBM : 40.000 liter
14. Kapasitas Air Bersih : 8 ton
15. Jumlah Awak Kapal : 24 orang
16. Dikeluarkan Oleh : Basarnas Indonesia

8. Struktur Organisasi kapal KN. SAR Sadewa 231

MASTER

Capt.HARPODO S.T

Ch. / Eng Ch. / Off

ARIF YULIAWAN AYU MELATI

2ND / E R.O

SALIMA SUSANTO

3 RD / E A/B SEAMAN

MAHERI ARIF SUGIYARTO

OILER
A/B SEAMAN
HERI ANAWAN
ILHAM CHARISTO

OILER
A/B SEAMAN
RANTO ARDIAN
SEPTIYANA ADITYA
WIPER

NOR ROHMAD Ord. SEAMAN

HASAN MUZHAKI
WIPER

HARYANTO
Ord. SEAMAN

ELECTRITION ANDI JATMIKO


26
ISNA
4.2. Pembahasan dan Hasil
1. Apa saja teknik-teknik pertolongan pertama MFR (Medical First Responder)
dalam menangani kecelakaan di laut ?
Dalam melakukan pertolongan, penolong selain harus bertindak cepat,
tepat dan lidak boleh panik, juga harus menguasai teknik-teknik pertolongan
pertama pada korban kecelakaan, diantaranya :
a. Melakukan bantuan pernapasan buatan mulut ke mulut (mouth to mouth)
dan mulut ke hidung (mouth to nose)
b. Melakukan pijat jantung
c. Menghcntikan pendarahan
d. Mengobservasi vital sign penderita :
- tensi S/100- D/1110 70-95 mm Hg
- denyut nadi = denyut jantung N 60 - 90 kali per menit
- frekwensi pernafasan 16 - 22 kali per menit, suhu badan 36- 37°C

Sikap penolong pada saat menghadapi korban kecelakaan pertama kali


adalah memastikan apakah korban sudah meninggal atau masih hidup.
Apabila korban telah meninggal, amankan jenazah korban dan catat ciri-ciri
korban, sedangkan untuk korban yang masih hidup segera lakukan prosedur
sebagai berikut :
a. Segera pindahkan korban ke tempat yang relatif lebih aman
b. Longgarkan pakaian korban
c Lakukan pertolongan pertama pada korban kecelakaan sesuai prosedur
d. Terus menerus observasi vital sign korban
e. Saat keadaan udab aman/bantuan datang, segera pindahkan ke rumah sakit
(RS)
f. Perhatikan clan catat gerakan korban (cara jalan, cara berbicara)
g. Catat jenis, tempat kecelakaan serta identitas korban untuk kemudian
diserahkan kepada yaug berwenang.

27
Prosedur di atas barus diperhatikan, untuk menjaga pedoman pertolongan
pertama pada korban kecelakaan yaitu :
- Selamatkan nyawa
- Cegah timbulnya cacat
- Cegah tidak bertambahnya cacat pada korban

Gambar 7. Bantuan Pernapasan Mulut ke Hidung


(Sumber : La Bania La Saleh)

Gambar 8. Bantuan Pernapasan Mulut ke Mulut


(sumber : La Bania La Saleh)

28
Gambar 9. Penggunaan Kain Pembalut Untuk Menekan Pembuluh Darah
(Sumber : La Bania La Saleh)

Gam bar 10. Penggunaan Tourniquet


(Sumber : La Bania La Saleh)

29
Resusitasi Jantung dan Paru (RJP) ada1ah tindakan pertolongan
kombinasi antara pertolongan pengembalian fungsi jantung dan pemafasan
terhadap seseorang dimana :
1. Kedua fungsi tersebut mengalami kegagalan total oleh suatu sebab yang
datangnya tiba-tiba
2. Dengan kondisi tubuh yang memungkinkan untuk hidup normal bila kedua
fungsi tersebut bekerja kembali. Teknik kompresi dada luar dilakukan
dengan membaringkan korban di tempat yang datar, penolong berlutut
disamping dada korban dan tentukan letak titik untuk melakukan tindakan
kompresi pada dada korban.

Teknik RJP dapat dilakukan satu orang maupun oleh dua orang :

Gambar 11. Resusitasi Jantung dan Paru


(Sumber : La Bania La Saleh)

30
Patah Tulang
Patah tulang terdiri dari dua macam, yaitu :
1. Patah tulang terbuka· (fi·acture complicate). Patah tulang terbuka ini
dapat ditandai dari gejalanya ada trauma dan jelas terlihat pcndarahan
tulang mencuat.
Tindakan yang dapat dilakukan pada kejadian patah tulang adalah :
- amankan korban
- usahakan lokasi longgar
- tutup lukanya
- atasi pcndarahan
- observasi vital sign nya
- di bawa ke rumah sakit.
2. patah tulang tetiutup (ji-acture incomplicate)
Patah tulang tertutup dapat diketahui dari gejala sebagai berikut :
- ada riwayat trauma
- pada anggota gerak umumnya daerah 113 distal :
i. ada perubahan bentuk, bengkak
ii. merah kebiru-biruan
iii. tampak kesakitan, nyeri ditekan
iv. fimction less (seperti lumpuh), karena sakit kalau digerakakan
v. nyeri tekan sumbu.
Tindakan yang dapat dilakukan pada kejadian patah tulang adalah :
- amankan korban
- awasi vital sign korban
- pasang bidai senientara
- segera bawa ke rumah sakit

31
Gambar 12. Patah Tulang Terbuka dan Tertutup
(Sumber : Yerika Arum)

2. Apa saja hal-hal yang harus di informasikan, untuk meminta bantuan medis
MFR (Medical First Responder) ketika terjadi korban kecelakaan di laut ?

Untuk meminta bantuan medis, hal-hal yang harus diinformasikan adalah :


1. Nama pasien, umur, jenis kelamin bangsa dan bahasa
2. Pernafasan pasien, denyut nadi, suhu badan dan tekanan darah
3. Lokasi yang sakit
4. Jenis sakit/lukanya, termasuk penyebab dan riwayat
5. Gejala-gejala
6. Tipe, waktu, dan jumlah obat yang sudah diberikan
7. Tipe, waktu, dan jumlah obat yang sudah diberikan
8. Kemampuan makan pasien, minum, berjalan dan bergerak
9. Keberadaan petugas medis di kapal atau petugas terlatih
10. Ada /tidak fasilitas untuk helicopter landing
11. Nama, alamat dan no. Telephone agen kapal
12. Pelabuhan tolak dan pelabuhan tujuan dan ETAnya

32
Medevac : Adalah berita urgency yang di lakukan kapal melalui radio
pantai yang ada hubungannya dengan upaya pengevakuasiaan
awak kapal yang mengalami gangguan kesehatan.
Medico : Berita urgency yang biasanya diawali dengan medico yang
dilakukan kapal melalui stasiun radio pantai yang ada
hubungannya dengan fasilitas bantuan kesehatan untuk awak
kapal. Kapal tersebut dapat dihubungkan dengan Dokter/RS
sehingga dapat dilakukan komunikasi advice tentang
penanganan gangguan kesehatan kaitan Medevac dan Medico
dalam prosedur medical emergency di kapal adalah untuk
membantu Kru/Penumpang yang sakit ataupun mengalami
gangguan kesehatan atau kecelakaan.

3. Bagaimana pertolongan pertama dan MFR (Medical First Responder)


untuk korban yang mengalami jatuh ke laut MOB (Man Overboard) ?

Orang jatuh kelaut merupakan salah satu bentuk kecelakaan yang dapat
membuat situasi menjadi darurat dalam melakukan upaya penyelamatan
pertolongan yang diberikan tidak dengan mudah dilakukan karena akan
sangat tergantung pada keadaan cuaca pada saat itu serta kemampuan yang
akan memberi pertolongan maupun fasilitas yang tersedia.

Tata cara khusus dalam prosedur Keadaan Darurat yang harus dilakukan
antara lain :

1. Lemparkan pelampung yang sudah dilengkapi dengan lampu apung


dan asap sedekat orang yang jatuh
2. Usahakan orang yang jatuh terhindar dari benturan kapal dan
balingbaling
3. Posisi dan letak pelampung diamati
4. Mengatur gerak tubuh menolong (bila tempat untuk mengatur gerak
cukup disarankan menggunakan metode “ WILLIAMSON TURN “

33
5. Tugaskan seseorang untuk mengatasi orang yang jatuh agar tetap
terlihat
6. Bunyikan 3 (tiga) suling panjang dan diulang sesuai kebutuhan
7. Regu penolong siap di sekoci
8. Nakhoda diberi tahu
9. Kamar mesin diberi tahu
10. Letak atau posisi kapal relatif terhadap orang yang jatuh di plot
11. Posisi kapal tersedia di kamar radio dan diperbaharui bila ada
perubahan.

34
35
BAB 5

PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Karya tulis ini dibuat untuk pengenalan bagaimana cara kita untuk
melakukan pertolongan pertama. Berdasarkan proses penulisan yang telah di
bahas di bab sebelumnnya mengenai optimalisasi MFR (Medical First
Responder) di laut sebagai pertolongan pertama korban kecelakaan, melalui
pengamatan, wawancara dan studi pustaka maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagaai berikut :
1. Masih kurangnnya pemahaman para masyarakat maupun para awak kapal
tentang prosedur pertolongan pertama khususnya MFR di atas kapal,
sehingga mereka bekerja dengan tidak sesuai prosedur, karena saat kita
salah melakukan prosedur MFR akan mengakibatkan cidera pada korban
bertambah, mengakibatkan kesakitan pada korban dan dapat
mengakibatkan korban jiwa.
2. Pengenalan penggunaan dan pengoprasian alat-alat MFR di kapal sangat di
butuhkan agar semua awak kapal mengetahui cara dan penanganan tentang
kecelakaan.
3. Kurang maksimalnya perusahaan pelayaran untuk pembaharuan alat-alat
MFR di atas kapal guna menunjang keamanan di atas kapal.

5.2. Saran
1. Dalam beberapa bulan sekali para crew kapal harus mengadakan pelatihan
tentang pertolongan pertama saat terjadi kecelakaan. Sehingga saat terjadi
kecelakaan di atas kapal, para crew sudah tau apa yang harus di lakukan
sehingga dapat menolong korban, lalu dapat mengurangi rasa sakit yang di
derita korban dan tidak mengakibatkan cidera baru pada korban. Sambil

36
menunggu bantuan datang untuk menolong korban yang mengalami
kecelakaan di atas kapal.
2. Selalu melakukan pengecekan alat pertolongan pertama di atas kapal
apakah masih layak digunakan apa tidak.
3. Para perwira harus lebih meningkatkan kedisiplinan awak kapal saat kerja
sehingga saat berkerja harus sesuai prosedur yang ada untuk menghindari
kecelakaan.

37

Anda mungkin juga menyukai