Anda di halaman 1dari 63

INDIKASI

VENTILASI MEKANIK

JCCA MECHANICAL VENTILATION WORKSHOP


BOGOR 2018
Kebutuhan Ventilasi Mekanik

Dibutuhkan
informasi lebih
lanjut untuk
SEKARANG membantu klinisi
Menilai kekuatan mengenali tanda
DULU otot respirasi distres
untuk memulai pernapasan dan
AGD untuk ventilasi mekanik
mengidentifikasi gagal napas
Sedikit bukti dan
kriteria yang gagal napas dan
memandu dokter apakah
dalam memulai dibutuhkan
ventilatory support ventilatory support
DIPERLUKAN BUKTI BAHWA INTERVENSI
TERTENTU BERMANFAAT & MEMBERIKAN HASIL
YANG EFEKTIF:
1. PENINGKATAN KUALITAS HIDUP
2. MENURUNKAN LAMA PERAWATAN
3. MENURUNKAN MORTALITAS
Tujuan Ventilasi Mekanik

FISIOLOGIS KLINIS

■ Support manipulasi ■ Mengatasi gagal napas &


pertukaran gas distres pernapasan
■ Meningkatkan volume ■ Mengatasi hipoksemia
paru
■ Mengatasi Atelectasis
■ Menurunkan upaya
■ Mengatasi kelelahan otot
napas (WoB)
pernapasan
■ Memungkinkan sedasi atau
paralisis
■ Menurunkan konsumsi O2
Penilaian awal
Respiratory Distress
Tingkat kesadaran
Tentukan apakah Penampakan dan tekstur kulit
pasien sadar atau
tidak Sianosis Tanda vital
Bila pasien tidak Pucat Tekanan darah
sadar, tentukan Diaforesis Frekuensi jantung
hingga seberapa
pasien dapat Suhu
dibangunkan Frekuensi napas
Status oksigenasi
•Gelisah
•Mata terbuka lebar dengan dahi mengernyit dan napas cuping hidung
•Diaforesis dan flushing
Distres •Ingin duduk tegak atau agak membungkuk dengan siku bertumpu
pernapasan pada sisi bed

•Wajah pucat, seluruh tubuh pucat, atau sianosis


Gangguan •Penggunaan otot bantu napas (sternokleidomastoideus, skaleni,
hemo- trapezius)
dinamik

•Retraksi interkostal dan supraklavikula saat inspirasi aktif


•Napas paradoksik atau gerakan abnormal toraks dan abdomen
Distres •Suara napas abnormal
napas berat •Takikardia, aritmia, hipotensi

Pulse oximetry adalah alat yang efektif dan efisien dalam menilai saturasi
oksigen dan frekuensi nadi
Gagal Napas Akut
■ Ketidakmampuan untuk mempertahankan kadar PaO2, PaCO2,
dan pH normal
– PaO2 di bawah kisaran normal untuk usia pasien pada
kondisi atmosfer tersebut
– PaCO2 > 50 mmHg
– pH ≤ 7.25 mmHg
Gagal Napas Akut
Gagal Napas Hipoksemia: GN Hiperkapnia:
Hipoksia jaringan akut yang Gagal ventilasi
mengancam nyawa atau organ vital akut

Gangguan difusi Gangguan SSP


Terapi:
R-to-L shunt Terapi O2 Gangguan
Akibat neuromuskular
severe V/Q Hipoventilasi
alveolar PEEP atau
mismatch CPAP Kelainan yang
Inspirasi O2 tidak meningkatkan
adekuat MV
usaha napas
Hipoventilasi dan Gagal Napas

Gangguan SSP Gangguan SSP Kelainan yang


dengan ↑ Gangguan
dengan ↓ Trigger meningkatkan usaha
Neuromuskular
Napas Trigger Napas napas (WoB)

Penyakit yang Lesi yang mengisi pleura


Depresan ↑ laju menyebabkan
metabolisme paralisis Deformitas dinding dada

Lesi otak atau Obat yang ↑ resistensi jalan napas


batang otak menyebabkan
paralisis Keterlibatan jaringan paru
Asidosis metabolik
Obat yang Masalah vaskular paru
Hipotiroid
mempengaruhi
transmisi Komplikasi pulmonal post-op
neuromuskular
Sleep apnea yang
disebabkan oleh
Dispnea terkait Hiperinflasi dinamis
hipoventilasi Gangguan fungsi
kecemasan
alveolar sentral otot
idiopatik ↑ laju metabolisme
Common Cause of Hypoxemic
Respiratory Failure:
■ Pneumonia
■ Cardiogenic pulmonary edema
■ ARDS
■ Aspiration of gastric contents
■ Multiple trauma
■ Immunocompromised host with pulmonary infiltrates
■ Pulmonary embolism
GEJALA KLINIS HIPOKSEMIA

Ringan hingga Sedang

Respirasi Kardiovaskular Neurologi

Takipnea Pucat Gelisah

Dispnea Takikardia Disorientasi

Sakit kepala
Hipertensi ringan

Letargi

Vasokonstriksi
perifer
GEJALA KLINIS Berat

HIPOKSEMIA Respirasi Kardiovaskular Neurologi

Takipnea Sianosis Somnolen

Dispnea Confusion
Takikardia
 bradikardia,
aritmia Delirium

Pandangan kabur atau


tunnel vision
Hipertensi

hipotensi Gangguan koordinasi

Penilaian terganggu

Reaksi melambat

Aktivitas manik-depresi

Gangguan kesadaran

Koma
GEJALA KLINIS HIPERKAPNIA
Ringan hingga
Sedang

Respirasi Kardiovaskular Neurologi Klinis

Takipnea Takikardia Sakit kepala Berkeringat

Kulit
Dispnea Hipertensi Mengantuk
kemerahan

Vasodilatasi Pusing

Confusion
GEJALA KLINIS HIPERKAPNIA
Berat

Respirasi Kardiovaskular Neurologi

Takipnea Takikardia Halusinasi



bradipnea
Hipertensi Hipomania

hipotensi
Kejang

Penurunan
kesadaran

Koma
Keberhasilan Intervensi

Pemantauan
Penggunaan
berkelanjutan
terapi
status
suplementasi
oksigenasi
O2
dan ventilasi

Mempertahankan
jalan napas tetap
paten
Gagal Napas Akut dan
Indikasi Ventilasi Mekanik
Ventilasi
Nilai Normal Nilai Kritis
pH 7.35-7.45 <7.25
PaCO2 35-45 >55 dan
meningkat
Rasio ruang rugi/volume 0.3-0.4 >0.6
tidal (V0/V1)

Oksigenasi
Nilai Normal Nilai Kritis
PaO2 80-100 <70 (on O2 ≥ 0.6)
P(A-a)O2 5-20 >450 (dengan O2)
PaO2/PAO2 0.75 <0.15
PaO2/FiO2 475 200
Ventilatory Mechanics Nilai Normal Dewasa Nilai Kritis
Tekanan inspirasi -100 to-50 -20 to 0
maksimal (cmH2O)
Tekanan ekspirasi 100 <40
maksimal (cmH2O)
Kapasitas vital (mL/kg) 65-75 <10 to 15
Volume tidal (mL/kg) 5-8 <5
Frekuensi napas 12-20 >35
(napas/menit)
FEV1 (mL/kg) 50-60 <10
PEF: (L/menit) 350-600 75-100

Terbaik digunakan untuk


PENGHENTIAN VENTILASI MEKANIK
Dengan beberapa perkecualian:

1. Pasien dengan kelainan neuromuskular


2. Pasien dengan penyakit saluran napas reaktif (asma, PPOK)
Kriteria Standar Memulai
Ventilasi Mekanik

TUJUAN TERAPI
1. Mendukung sistem pernapasan
2. Menurunkan WoB hingga penyebab
gagal napas diketahui dan diatasi
3. Mengembalikan keseimbangan
asam-basa kembali normal untuk
pasien
4. Meningkatkan delivery O2
5. Mencegah komplikasi terkait
ventilasi mekanik
Kriteria Standar Memulai
Ventilasi Mekanik
PERTIMBANGAN:

1. RIWAYAT MEDIS PASIEN


2. PEMERIKSAAN FISIK
TUJUAN TERAPI
3. EVALUASI AGD
1. Mendukung sistem pernapasan
2. Menurunkan WoB hingga penyebab
4. PARAMETER MEKANIKA
gagal napas diketahui dan diatasiPARU
3. Mengembalikan keseimbangan
5. PROGNOSIS
asam-basa kembali normal untuk
pasien
4. Meningkatkan delivery O2
6. ADVANCED DIRECTIVES (KEINGINAN PASIEN)
5. Mencegah komplikasi terkait
ventilasi mekanik
Indikasi Ventilasi Mekanik Invasif pada
Gagal Napas Akut
Gagal napas
PPOK eksaserbasi hipoksemia akut Perlunya
akut dengan: Insufisiensi disertai takipnea, intubasi
ventilasi akut respiratory distress untuk
pada kasus dan persisten menjaga
1. Instabilitas jalan napas
kardiovaskular akut gangguan hipoksemia dengan
neuromuskular FiO2 tinggi, atau atau
2. Gangguan status disertai: disertai adanya: mengatasi
mental sekret
Apnea atau dengan:
3. Ketidakmampuan
impending
1. Asidosis 1. Instabilitas
henti napas menjaga jalan napas
bawah respiratorik akut kardiovaskular akut
1. ETT ≤ 7
4. Sekret sangat 2. Berkurangnya 2. Gangguan status mm dengan
banyak atau lebih kapasitas vital mental atau tidak MV > 10
kental dari biasanya secara progresif kooperatif terus L/menit
5. Abnormalitas wajah 3. MIP menurun menerus
2. ET ≤ 8 mm
atau jalan napas atas secara progresif 3. Ketidakmampuan dengan MV >
mencegah NIV menjaga jalan napas 15 L/menit
bawah
Postoperative Respiratory Failure.
the need for intubation and mechanical ventilation in the 48 hours after
surgery.

Ann Surg. 2000;232(2):242-253


SHOCK
■ DEFINE AS: a state which a profound and widespread reduction of
effective tissue perfusion leads to reversible and if prolonged,
irreversible cellular injury.

■ Classified into:
– Cardiogenic
– Hypovolemic
– Obstructive
– Distributive

Kumar A et al. Crit Care Med. Mosby; 2001:371-420


Physiologic effect of shock

■ SHOCK  Cell injury, gagal organ dan kematian.


■ Penyebab : multifaktor (iskemia sel, mediator lokal atau
sistemik & radikal bebas)
■ Respons respirasi : dead space ventilasi meningkat, disfungsi
otot respirasi dan inflamasi pulmonal.
■ Meningkatnya dead space terjadi di awal shock, akibat
turunnya perfusi pulmonal.
■ Physiologic Dead Space = Anatomic Dead Space + Alveolar
Dead Space.
Physiologic effect of shock
■ Minute Ventilasi (VE) akan meningkat untuk mencapai kondisi
normokapnia.
■ VE yang meningkat  memicu aliran balik vena dan
vasokonstriksi  Membantu sistem kardiovaskular mengatasi
kondisi hipovolemia.
Physiologic effect of shock
■ Cellular dysfunction & injury  Respiratory muscle
dysfunction.
■ Mekanisme :
– Failure of neuromuscular transmission
– The cytotoxic effect of nitric oxide and its metabolites
– Free radicals
– Ubiquitin-proteasome proteolysis
– Decrease in nicotinic acetylcoholine receptors.
Physiologic effect of shock

■ Shock Patient  Respiratory failure because INABILITY of the


RESPIRATORY MUSCLES TO MAINTAIN ADEQUATE VENTILATION.
■ Kontoyannis et al studies:
– In 28 cardiogenic shock patients.
– Ventilated patiens were weaned from IABP more often, and
their survival was greater.
■ During Shock, PVR increases.
Clinical presentation of shock

■ Sesak Napas
■ Takipnea dan takikardia ( alkalosis respiratorik atau asidosis
metabolik) Menurunnya produksi urin.
■ Penurunan kesadaran (gangguan elektrolit, hipoksemia dan
hiperkapnia)
■ Penurunan kesadaran merupakan indikasi dilakukan intubasi
dan ventilasi mekanik.
Goals of Mechanical Ventilation
in Shock
■ In Hemodynamically unstable patients, tissue perfussion,
including CNS compromised.
■ 2 main goals :
1. establish an adequate airway
2. reduce VO2.
■ By resting the respiratory muscles and allowing for sedation,
MV can reduce VO2 and decrease sympathetic tone. These
effects may improve tissue perfusion.
■ It is important to achieve patient-ventilator synchronization,
otherwise, WoB increase  diverts blood to the respiratory
muscles & away from other vulnerable tissue beds.
Pasien
Suplementasi
diposisikan
oksigen
ulang

Kemungkinan
alternatif
ventilasi
invasif

Noninvasive
Medikamentosa Positive
(bronkodilator Pressure
dan mukolitik) Ventilation
(NIPPV)
Non-invasive Positive
Pressure Ventilation
■ Tata laksana untuk gagal napas acute-on-chronic
■ Tujuan
– Menurunkan perlunya intubasi
– Menurunkan komplikasi ventilasi
– Memperpendek lama perawatan
– Menurunkan mortalitas
■ Juga dapat dipertimbangkan untuk
– Edema paru kardiogenik
– Gagal napas hiperkapnia acute-on-chronic pada pasien
dengan gangguan muskuloskeletal
– Eksaserbasi akut hiperkapnia pada PPOK
INDIKASI NIV
■ Frekuensi napas >25x/menit
■ Asidosis sedang hingga berat (pH 7.25-7.30, PaCO2 45-60
mmHg)
KONTRAINDIKASI NIV
MUTLAK RELATIF
■ Henti napas ■ Sekresi banyak atau
■ Henti jantung kental
■ Hemodinamik tidak stabil ■ Abnormalitas
■ Gagal organ (organ non- nasofaringeal yang
respirasi) menetap
■ Fistula trakeoesofagus
paten ■ Obesitas ekstrim
■ Ketidakmampuan menjaga
jalan napas atau risiko
aspirasi tinggi
■ Pasien tidak kooperatif
■ Operasi atau trauma pada
wajah atau kepala
NIV  Ventilasi Invasif?

Henti napas
Komplikasi
kardiovaskular

Hipersomnolen/
Frekuensi
gangguan
napas >35x/m
status mental

Sesak napas
Asidosis berat
berat

Hipoksemia
yang
mengancam
nyawa
Pertimbangan Etika

■ Hal yang Penting!


■ Apakah pasien ingin berada dalam bantuan ventilasi?
– Bila pasien tidak mampu menjawab  perwakilan
keluarga, wasiat, pesan/keinginan yang diutarakan
sebelumnya, atau dokumen legal lain
– Jangan memaksakan ventilasi invasif bila kontradiktif
dengan keinginan pasien
■ Jangan gunakan ventilasi invasif bila
– Tidak bermanfaat secara medis
– No reasonable chance
CONTOH KASUS
.
.

KASUS 1
Kasus 1

■ Laki-laki 78 tahun dengan riwayat PPOK dan gagal jantung


kongestif, masuk ke RS Anda.

■ Pasien telah 3 kali dirawat dalam 9 bulan terakhir. Pasien


memiliki riwayat kepatuhan pengobatan yang buruk, dan tetap
merokok. Selain itu, pasien memiliki riwayat konsumsi alkohol
yang berlebihan
Kasus 1

■ Pasien diterapi oksigen nasal kanul 2 L/min.

■ Laju napas 18x/min. Ekspirasi memanjang, dan pasien tampak


menggunakan otot-otot bantu napas.

■ Pasien pucat dan terlihat gelisah. Denyut jantung dan tekanan


darah meningkat.

■ Pada auskultasi didapatkan mengi dan ronki.

■ Sputum kemerahan dan berbusa.


Kasus 1

AGD

■ PaO2 = 55 mmHg

■ PaCO2 = 74 mmHg

■ HCO3– = 34 mEq/L

■ pH = 7.28
Analisis?
■ Dengan peningkatan PaCO2, asidosis respiratorik yang cukup
berat, dan peningkatan upaya napas yang jelas terlihat,
pasien ini memperlihatkan semua tanda distres pernapasan.
■ Berdasarkan riwayat pengobatan pasien, dokter jelas harus
menentukan obat mana yang sesuai baik bagi gagal jantung
yang dialami pasien sekaligus masalah pernapasannya.
■ Hasil analisis gas darah dan penilaian pernapasan
mendukung perlunya intervensi untuk meningkatkan ventilasi
pasien dan menurunkan upaya napas sebelum kondisinya
mengalami perburukan.
Intervensi?

Apakah ada tempat untuk NIV?


■ Gagal jantung akut  salah satu kriteria eksklusi NIV pada
pasien dengan PPOK akut-on-kronik.
■ Pasien ini mungkin memerlukan ventilasi invasif.

■ Dapat diupayakan tata laksana lain, namun jangan sampai


menghalangi intubasi bila kondisi pasien memburuk
■ Dua tindakan sederhana yang dapat dicoba:
– melanjutkan terapi oksigen
– menjaga pasien dalam posisi tegak atau semi-Fowler.
Pertimbangan lain?
■ Menentukan keinginan pasien juga penting
■ Apakah pasien menginginkan terapi agresif apabila
diperlukan? Apabila pasien tidak ingin diintubasi, dapat
digunakan NIV, khususnya sebagai pertimbangan alternatif
dibandingkan tidak diberikan ventilasi sama sekali.
.

KASUS 2
Kasus 2
■ Seorang laki-laki berusia 30 tahun dibawa ke IGD RS karena
terdapat kelemahan pada ekstremitas, rasa kesemutan di
kedua tangan dan kaki, dan koordinasi gerak yang semakin
memburuk.
■ Dua minggu sebelumnya ia baru saja berobat sakit flu.
■ Dokter melakukan pemeriksaan AGD, yang hasilnya normal. MIP
sebesar -70 cmH2O, dan VC sebesar 4,3 L (prediksi 4,8 L)
■ Selama periode 36 jam, VC, MIP, V T, SpO2, dan frekuensi napas
dimonitor setiap 3 hingga 4 jam. Nilai tersebut menurun
progresif hingga VC 2,1 L (44%).
■ Evaluasi AGD menunjukkan PaO2 70 mmHg, PaCO2 48 mmHg,
dan pH = 7,34
Diagnosis?
Diagnosis?
Kelainan apa yang ditemukan
pada pasien?

Mekanisme mana yang


terganggu?
Kasus 2
■ Sindrom Guillain-Barrḗ

■ Guillain-Barre adalah paralisis flaccid otot yang terjadi bilateral,


bergerak naik, dan progresif secara cepat.
■ Sekali penyakit ini terjadi, maka dapat terjadi progresi hingga
mengenai otot pernapasan dan otot skelet lainnya.

■ Gangguan: neuromuskular
Intervensi?

Timing?
Kasus 2
■ Intubasi dan ventilasi mekanik
■ Seringkali pada penyakit neuromuskular, terapi obat yang
efektif tidak tersedia untuk melawan progresi paralisis. Saat
mekanika pernapasan mulai memburuk, pasien seringkali
diintubasi atau diberikan support pernapasan invasif
sebelum mekanika pernapasan mencapai keadaan kritis.
■ Menariknya, AGD dan saturasi O2 dapat normal. Klinisi harus
ingat bahwa lebih baik bertindak cepat daripada menunggu
terjadinya henti napas.
.

KASUS 3
Kasus 3

■ Seorang anak perempuan berusia 15 tahun dengan


eksaserbasi asma yang mengancam nyawa, telah ditangani di
IGD selama beberapa jam.
■ Telah diberikan oksigen, kortikosteroid, heliox, dan
bronkodilator adrenergik beta-2 dan ipratropium bromida
spray, namun belum dapat mengurangi obstruksi jalan napas
dan upaya napas (WoB)
■ RR 37x/m dan usaha napas besar.
■ Terdengar mengi inspirasi maupun ekspirasi, bilateral.
■ PEF 70 L/menit dan FEV1 0,75 L
Kasus 3

■ AGD saat pasien bernapas dengan O2 50% adalah sebagai


berikut:
■ PaO2 73 mmHg, PaCO2 28 mmHg, HCO3 19 mEq/L, pH
7,46. PaO2/PAO2 sebesar 0,23.
Kasus 3

■ Hiperventilasi pada serangan asma sedang atau berat biasanya


terlokalisasi pada area paru yang resistensinya paling rendah
terhadap aliran udara.
■ Area paru lainnya biasanya kurang terventilasi, sehingga terjadi
shunting dan oksigenasi berkurang.
■ Lamanya waktu seorang pasien dapat mentoleransi upaya napas
yang berat dan hipoksemia sangat bervariasi. Bila
bronkospasme dan mucus plug tidak dapat diatasi, PaCO2 akan
meningkat meskipun minute ventilation tinggi.
■ Pada sebagian kasus pasien dapat mulai kelelahan dan
berlanjut ke gagal napas akut. Indikasi gagal napas akut salah
satunya adalah penurunan bermakna suara napas (silent chest)
Intervensi?
Kasus 3

■ Diberikan intervensi nebulisasi kontinu pada pasien, dan


setelah 2 jam terapi, AGD pasien adalah sebagai berikut:
■ PaO2 75 mmHg dalam O2 80%, PaCO2 56 mmHg, HCO3 28
mEq/L, pH 7,31, VE sebesar 18 L/m.
Timing Intervensi?
Kasus 3

■ Intubasi dengan sedasi ringan sangat perlu dipertimbangkan,


dan support ventilasi mekanik diberikan.
■ Keputusan ini seringkali sulit dilakukan pada pasien yang
sadar penuh dan mengalami distres pernapasan. Bahkan
penggunaan sedasi pun masih kontroversial.
■ Sayangnya, ventilasi mekanik mungkin merupakan satu-
satunya jalan. Apabila tidak dilakukan intervensi, bisa jadi
upaya napas yang sebelumnya kuat kemudian melemah.
Frekuensi napas dan volume tidal mulai menurun drastis.
Pasien mungkin menjadi stupor atau agitasi yang tidak
terkontrol, yang sering merupakan pertanda kelelahan
(fatigue)
NIV?
Kasus 3

■ Keadaan ini merupakan contoh gagal napas impending di mana


diperlukan penanganan agresif untuk mencegah gagal napas atau
kemungkinan henti jantung.
■ NIV mungkin dikontraindikasikan atau tidak cukup bagi pasien-pasien
tersebut. Apabila NIV masih dimulai, kemudian PaCO2 pasien meningkat
dan terjadi asidosis berat selama NIV, maka ini dapat merupakan
argumen kuat untuk intubasi dan ventilasi.
■ Sebagian pasien memulai support ventilasi saat PaCO2 meningkat ke
angka normal meskipun minute ventilation tinggi (ini mengindikasikan
peningkatan VD/V T), tidak menunggu hingga PaCO2 melebihi 45 mmHg.
■ Klinisi lain menggunakan bukti gagal jantung dan penurunan intensitas
nadi, serta adanya disritmia sebagai kriteria untuk intubasi dan memulai
ventilasi mekanik. Penurunan status mental dan kelelahan dapat
merupakan indikator penting intubasi dan ventilasi mekanik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai