3. Menjalin koordinasi dan Kerjasama dengan berbagai elemen, dlam upaya menanggulangi
bencana.
STRUKTUR KEPENGURUSAN
DIFAGANA DI YOGYAKARTA 2019-2020
• SEKRETARIS 2 : Hardi
• BIDANG-BIDANG :
Yulius Yulianto
Triyanto
Yati Indari
Suparjiyanto
Maridi
Rosmiyati
Waluyo
1. TIM DUKUNGAN :
Sarjiyanto
Dwi Windarto
Didik Susanti
Suparman
Sri Widayanti
DIFABEL SIAGA BENCANA
DIFAGANA D.I YOGYAKARTA
2. KOORDINATOR KABUPATEN/KOTA :
Roby Solahudin
KETUA
WAKIL KETUA
SEKRETARIS BENDAHARA
1& 2 1&2
BIDANG HUMAS,
BIDANG PROGRAM DAN BIDANG PENDIDIKAN DAN
INFORMASI DAN BIDANG OPERASI
PERENCANAAN PELATIHAN
KERJASAMA
Waktu
No. Bidang/Seksi Usulan Kegiatan Pelaksanaan Sumber Dana PIC/PJ Prioritas Catatan
1 Sekretaris Pelatihan Pembuatan Laporan Maret 2020 Swadaya SEKERTARIS SEDANG TAGANA DIY
Kegiatan, Notulensi dan Realease
Giat
Pelatihan Pembuatan Proposal MEI 2020 Swadaya SEKERTARIS SEDANG TAGANA DIY
2 Wakil Ketua Realisasi KTA DIFAGANA DIY Maks Desember 2020 Dinas Sosial DIY KETUA Tinggi DINSOS DIY
Realisasi SK DIFAGANA DIY Maks Desember 2020 Dinas Sosial DIY KETUA Tinggi DINSOS DIY
I. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan Negara dengan potensi terjadi bencana yang cukup tinggi, hal
tersebut dibuktikan dengan hasil penelitian yang dilakukan para pakar kebencanaan
yang menyatakan bahwasanya wilayah Indonesia dikelilingi oleh potensi bencana yang
tinggi hal tersebut dibuktikan dengan adanya “circle of fire” dimana merupakan daerah
yang dilewati oleh pegunungan-pegunungan berapi yang aktif, selain itu indonesiapun
rentan akan bencana gempa bumi akibat titik pertemuan antara lempeng indo-Australia
dengan lempeng samudra pasifik. Dengan kondisi tersebut indonesia memiliki potensi
bencana yang besar, belum lagi bencana yang sifatnya akibat kerusakan lingkungan
seperti longsor banjir dll.
Mitigasi merupakan suatu upaya untuk mengurangi resiko terburuk jika terjadi suatu
bencana. Istilah mitigasi sudah berkembang diindonesia terutama ketika bencana telah
terjadi. Pemerintah dengan wewenangnya telah peka akan istilah mitigasi ini dengan
pembuatan kebijakan dan peraturan perundang-undangan diantaranya dengan adanya
undang-undang no 24 tahun 2007 yang menjelaskan mengenai dasar, prinsip,
kewenangan dan tanggung jawab daerah serta penyelenggara pemerintahan untuk
penanggulangan suatu bencana. Pada undang-undang inipun dijelaskan mengenai hak
dan kewajiban masyarakat dalam hal penanggulangan bencana. Seperti yang tertera
pada pasal 27 ayat b “ Setiap orang berkewajiban melakukan kegiatan penanggulangan
bencana, dan” di ayat c “ memberikan informasi yang benar kepada public tentang
penanggulangan bencana”.
DIFABEL SIAGA BENCANA
DIFAGANA D.I YOGYAKARTA
Jika melihat faktor resiko dari semua masyarakat yang akan terdampak bencana,
tentunya Penyandang Disabilitas mempunyai faktor resiko yang lebih besar dari yang
lain. Apalagi faktor kerentanan dari Penyandang Disabilitas atau Difabel atau
menyumbang resiko yang lebih besar. Dan bila warga Difabel ini tidak mendapatkan
pengetahuan tentang mitigasi bencana yang benar dan Inklusif, maka sudah bisa di
perkirakan bahwa Difabel akan lebih besar resikonya menjadi korban bencana,
Berdasarkan latar belakang diatas maka sudah semestinya perlu ada pendidikan dan
pelatihan mitigasi bencana bagi masyarakat, khususnya Penyandang Disabilitas atau
Difabel. Hal ini dilakukan sebagai bentuk nyata dari upaya preventif terhadap
pengurangan resiko korban jiwa jika terjadi suatu bencana. Lanjutnya, juga harus
mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa
pengecualian. Penanggulangan bencana tidak boleh membedakan latar belakang
agama, suku, ras, golongan, gender, status sosial, Difabel atau Non Difabel.
V. PENGORGANISIR KEGIATAN
DIFAGANA DIY
DIFABEL SIAGA BENCANA
DIFAGANA D.I YOGYAKARTA
I. LATAR BELAKANG
Seperti sudah kita ketahui bersama bahwa Negara kita Indonesia ini merupakan negara
dengan potensi terjadi bencana yang cukup tinggi, tentunya sebagai pemerintah negara
Republik Indonesia harus semaksimal mungkin meng-upayakan perihal Penanganan
Resiko Kebencanaan terhadap semua warganya.
Salah satu kelompok warga masyarakat yang mempunyai resiko besar terdampak
bencana adalah kelompok DIfabel. Hal ini dikarenakan karena hambatan “Internal” dan
“Eksternal” yang ada atau dihadapai oleh warga Difabel. Salah satu contoh hambatan
Internal adalah kondisi fisik, mental dan intelektual dari seorang Difabel yang
menyebabkan respon terhadap bencana menjadi lebih beresiko di banding yang bukan
Difabel. Sedangkan salah satu hambatan eksternal yang ada adalah belum dipahaminya
komunikasi dari warga Difabel Tuli oleh warga masyarakat lainnya. Ini menjadi
hambatan yang besar. Bagaimana kemudian kalo kita berpikir lebih lanjut tentang
apakah arahan-arahan atau sosialisasi tentang pengurangan resiko bencana sampai dan
dipahami oleh Difabel Tuli.
Untuk itu DIFAGANA DIY merasa perlu melakukan upaya penyebaran Bahasa Isyarat
Indonesia (BISINDO) di kalangan sendiri terlebih dahulu atau kepada anggota dan
pengurus DIFAGANA DIY. Dalan DIFAGANA DIY sendiri ada 9 (tujuh) Difabel Tuli yang
bergabung. Dan diantara 9 tersebut ada 3 (tiga) Difabel Tuli yang menjadi bagiandari
Pengurus DIFAGANA DIY.
II. NAMA KEGIATAN
Adanya komunikasi yang terjalin lewat bahasa Isyarat antara Difabel Tuli
dengan yang bukan Tuli di lingkup DIFAGANA DIY.
V. PENGORGANISIR KEGIATAN
DIFAGANA DIY