Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN INDIVIDU

KULIAH KERJA NYATA (KKN)

“SAMSOM”

(Tradisi Penggunaan Samsom Di Kampung Lilinta, Distrrik Misool Barat, Kabupaten


Raja Ampat)

Dosen Pembimbing Lapangan : Dr. M. Syukri Nawir M.Ag

Disusun Oleh :

FINDY ELSA PRATIWI

018141027

PROGRAM STUDY TADRIS BAHASA INGGRIS

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

FATTAHUL MULUK PAPUA

2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2021 di Kampung

Lilinta Distrik Misool Barat Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat ini telah

disusun sesuai dengan petunjuk buku pedoman Kuliah Kerja Nyata (KKN) IAIN

Fattahul Muluk Papua dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Jayapura, September 2021

Dosen Pembimbing Lapangan

Dr. M. Syukri Nawir M.Ag


NIP.

Mengetahui

Ketua LP2M IAIN FattahulMuluk Papua PembimbingLapanganKampung

Armansyah Loji S.Pd


Dr. SupartoIribaram, S.Sos.,M.A
NIP. 19752210 200604 1 002
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan

hidayah yang dikaruniakan-Nya,. Akan tetapi, berkat pertolongan pada penulis sehingga

proses penyusunan Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Papua Barat Bistrik

Misool Barat (Kampung Lilinta) terselesailah dengan lancar.

Laporan Kuliah Kerja Nyata ini disusun berdasarkan kegiatan Kuliah Kerja Nyata

yang telah dilaksanakan di Papua Barat Distrik Misool Barat (Kampung Lilinta) Selama

40 hari sejak tanggal 6 Juli s.d 14 Agustus 2021

Pada kesempatan ini, Penyusunan Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) ingin

menyampaikan rasa terima kasih kepada semua Pihak yang terlibat,Khususnya untuk :

1. Kepala Kampung yang telah berkenan memberikan tempat dan kesempatan kepada

penulis guna melaksanakan Praktek Kuliah Lapangan pada instansi yang bapak

pimpin.

2. Rektor IAIN FATTAHUL MULUK PAPUA, Bapak Idrus Al- Hamid, S.Ag.M.Si,

3. Kepala Dekan Fakultas Tarbiyah, Bapak

4. Dosen Pembimbing Lapangan Bapak Dr. M. Syukri Nawir M.Ag. yang tak henti-

hentinya memberikan bimbingan hingga terselesainya penulisan laporan individu

penulis, serta staf dan civitas akademika yang selalu memberikan pelayanan yang

maksimal kepada penulis dan rekan-rekan yang lainnya.

5. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Finaldi dan Ibu Elmidawati yang tidak henti

hentinya selalu mendoakan dan mendukung aktifitas penulis.

6. Koordinator Lapangan kakak Armansyah Loji S.Pd yang selalu membantu kami di

setiap kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) ini.


7. Rekan rekan kelompok pada Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang selalu menjaga

kekompakan pada saat pelaksanaan Kuliah Kerja Nyata (KKN).

Saya sebagai penulis mengucapkan banyak terimakasih, walaupun masih banyak

kekurangan dalam laporan KKN ini. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang

membangun, guna penulisan yang lebih baik kedepannya.

Jayapura, … September 2021

Penulis

Findy Elsa Pratiwi


DAFTAR ISI
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya nya.


Indonesia menyimpan banyak keragaman bangsa, ras, agama, keyakinan,
ideologi politik, sosial-budaya, dan ekonomi. Negara Indonesia merupakan salah
satu negara yang unik di dunia. Mengingat Indonesia memiliki jumlah pulau
yang banyak, serta mempunyai keragaman hayati dan kebinekaan budaya tinggi.
Ditilik dari keragaman pulau, kini paling tidak telah tercatat tidak kurang dari
18.110 buah pulau dengan ukuran kecil dan besar di Indonesia. Namun, dari
sejumlah pulau-pulau tersebut baru sekitar 5.707 pula yang telah diberi nama.
(Iskandar, 2017). Keanekaragaman budaya dan kekayaan bahasa yang sangat
banyak, dengan kekhasan yang berbeda satu sama lain, dan ketika
keanekaragaman dan kekayaan itu menyatu menjadi satu bangsa, maka yang
muncul adalah sebuah keindahan. Indonesia bagian timur menyimpan berbagai
keindahan dan keanekaragaman budaya dan adat yang kental. Dengan berbagai
budaya dan adat ini indonesia masih menjunjung tinggi tradisi turun temurun
dari nenek moyang terdahulu.

Tradisi adat di Indonesia sangat melekat di tiap tiap suku yang tersebar di
Indonesia. Tradisi sendiri menurut KBBI merupakan suatu tata cara ataupun
norma turun temurun yg diwariskan sang nenek moyang & masih dilestarikan
oleh masyarakat. (Rofiq, 2019). Sedangkan ahli Bastomi (1984:14)
menyebutkan tradisi merupakan suatu ruh dari suatu budaya & kebudayaan,
adanya tradisi ini sistem kebudayaan ini akan sebagai semakin kuat. Jikalau
tradisi dimusnahkan, maka sanggup dipastikan kebudayaan yg dimiliki suatu
bangsa akan hilang juga. (Rofiq, 2019). Terkhusus untuk Indonesia bagian
timur, Indonesia bagian timur lebih tepat nya papua barat menyimpan tradisi
adat yang masih sangat kental. Masyarakat masih menjalankan petuah dari
nenek moyang terdahulu terkait berjalannya tradisi mereka. Papua barat masih
menjalankan tradisi sesuai adat mereka.
Berbicara tentang keanekaragaman, tidak lepas dari pegaruh faktor
tempat dan lokasi. Dalam kasus ini terjadi di kabupaten Raja Ampat yang mana
budaya mereka masih belum tercampur dengan budaya luar. Raja Ampat adalah
daerah kepulauan yg dikelilingi oleh pulau-pulau yg bertebaran, baik yg
berpenghuni juga yang tidak berpenghuni. Menyebut kepulauan Raja Ampat
memberi kesan berupa lingkungan yg tertata menggunakan estetika perairan yg
mengagumkan. Keanekaragaman kepulauan Raja Ampat menaruh nilai
tersendiri menjadi bagian menurut jejak peradaban lingkungan & budaya.
Kepulauan Raja Ampat mencakup daerah darat dan bahari menggunakan luas
4,6 juta hektare. Terletak pada pintu masuk arus lintas Indonesia bagian timur
bahari, yg mengalir menurut Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia.
(Mas’ud, 2020)

Raja Ampat sekurang-kurangnya mempunyai tiga nilai penting. Pertama,


secara geografis mempunyai posisi strategis sebagai keliru satu titik persentuhan
budaya Melanesia dan Austronesia. Kedua, secara historis Raja Ampat adalah
keliru satu kerajaan awal pada masa sejarah Papua. Ketiga, secara diplomasi,
Raja Ampat mempunyai nilai dunia mendasar yg memberi pengaruh luas
menurut aspek ideologis, pendidikan dan pariwisata. (Mas’ud, 2020)

Kampung Lilinta Misool Barat Raja Ampat adalah salah satu Kampung
yang memiliki nilai kebudayaan yang kental akan budayanya. Kebudayaan dari
Kampung Lilinta yang terus diwariskan dari generasike generasi agar
kebudayaan dari Kampung Lilinta tetap terjaga. Kampung Lilinta banyak
menyimpan tradisi tradisi yang mana berkaitan dengan Agama, Budaya, Adat
hingga Kepercayaan.

Masyarakat di Kampung Lilinta masih menerapkan tradisi turun temurun


ini, menerapkan ajaran dari leluhur tentang adat adat yang biasa digunakan di
acara acara sakral ataupun sudah menjadi kebiasaan masyarakat di Kampung ini.
Masyarakat di kampung Lilinta ini masyarakat yang ramah terhadap orang baru,
sangat menerima dengat hangat kedatangan orang asing ke kampung mereka,
mungkin ini juga bagian dari tradisi yang mereka jalankan. Kental nya
kebudayaan dari masyarakat setempat menuntun penulis untuk mengambil judul
penelitian yang berjudul Samsom atau biasa di sebut Timay.

Samsom merupakan suatu kegiatan adat yang sampai sekarang masih di


pegang teguh oleh masyarakat setempat. Pengertian Samsom sendiri yaitu tradisi
meminta izin kepada leluhur atau roh halus yang dipercaya oleh masyarakat
kampung Lilinta untuk menghindari dari sesuatu yang buruk. Samsom
mempunyai fungsi yang banyak dan memberikan dampak positif bagi
masyarakat setempat. Sampai saat sekarang ini tradisi Samsom dipakai di setiap
kegiatan adat ataupun untuk keperluan pribadi masyarakat kampung terkhusus di
Kampung Lilinta. Dari budaya budaya yang ada di Kampung Lilinta. Dari
sekian banyak budaya dan adat dari Kampung Lilinta, Samsom menjadi daya
tarik tersendiri dari segi adat dan budaya kampung yang khas dikarenakan
sejarah dan penggunaannya yang unik. Itulah alasan penulis mengambil Samsom
sebagai judul Laporan Individu kali ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan tradisi adat Samsom di Kampung Lilinta?
2. Mengapa tradisi adat Samsom masih dipertahankan di Kampung Lilinta?
C. Alur Pikir

D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian jika dilihat dari datanya adalah penelitian
deskriptif kualitatif yaitu model analisis memberi gambaran bagaimana
alur logika analisis data. (Suharsimi Arikunto, 1996) Suharsimi
Arikunto, mengatakan : Metode dalam penelitian kualitatif lebih pada
penegasan dan penjelasan yang menunjuk pada prosedur-prosedur umum
seperti alasan (1) pendekatan tersebut digunakan (2) unit analisis (3)
metode pengumpulan data dan (4) keabsahan data. (Suharsimi Arikunto,
1996) Penggunaan logika berfikirnya dengan asumsi inter subjektifitas.
(Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, 2009).
2. Setting Penelitian
Penelitian dilakukan di Distrik Misool Barat, tepatnya di
Kampung Lilinta Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Instrumen kunci
dalam penelitian adalah Tetua di Kampung Lilinta, mama mama di
Kampung Lilinta, Pelestari budaya di Kampung Lilinta dan Peneliti
sendiri.

3. Teknik Pengumpulan Data


Data untuk menganalisis permasalahan penelitian diperoleh dari
dua sumber yaitu: data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data
yang diperoleh langsung dari para responden, sedangkan data sekunder
yaitu data yang diperoleh melalui studi dokumentasi, berupa hasil-hasil
laporan baik pada saat berada dilapangan penelitian, maupun yang
berada ditempat lain, semuanya itu mempunyai relevansi dengan obyek
penelitian.Untuk mendapatkan data yang dimaksud, tehnik yang
digunakan yaitu :

a. Studi Kepustakaan
Penulis memperoleh data atau keterangan sekunder
dengan mempelajari sejumlah catatan, buku-buku, karya tulis
atau dokumen lainnya yang dianggap mempunyai relevansi
dengan masalah yang diteliti.

b. Penelitian Lapangan
Peneliti melakukan Observasi Partisipatoris, yaitu
melakukan kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan
seluruh panca indra tentang gejala tertentu dengan jalan
mengamati langsung sehingga peneliti mengenal obyek yang
diteliti. Peneliti terlibat langsung dengan tradisi pemasangan
Samsom di Kampung Lilinta di Distrik Misool Barat. In-depth
Interview, peneliti melakukan dialog atau wawancara untuk
memperoleh data yang diteliti yang didapat dari informan atau
narasumber, dengan lebih bebas, untuk mendapatkan
permasalahan lebih terbuka, melakukan wawancara tidak
berstruktur. Identitas informan, waktu penelitian dituliskan dalam
penelitian.Dokumentasi : yaitu peneliti mencari sumber data yang
diteliti dari buku, dokumen, peraturan yang mendukung dalam
penelitian, baik berupa catatan harian, gambar atau karya
monumental dari seseorang.

4. Teknik Analisa Data


Menggunakan tehnik analisa data yang dikembangkan oleh Miles
dan Huberman, yang menganalisa data dengan membagi dalam tiga
bagian, yaitu:
1. Reduksi Data : merangkum data, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan membuang hal-hal
yang tidak diperlukan;
2. Data Display (Penyajian Data) : membuat uraian singkat, bagan,
hubungan antar kategori dan sejenisnya
3. Conclusion Drawing/verification : penarikan kesimpulan dan
verifikasi (Huberman & Miles, 1994).
BAB II
GAMBARAN UMUM

A. Deskripsi Umum Distrik Dan Kampung

Kampung Lilinta yang merupakan salah satu kampung yang berada


dibawah petuanan kerajaan Islam kecil yaitu kerajaan Islam Misool dimana
kerajaan tersebut telah mengalami beberapa kali pergantian raja, semenjak
masuknya Islam diwilayah ini terdapat beberapa raja Islam yang diantaranya
adalah sebagai berikut :

1. Sabyar Umkabu (1872-1904)


2. Salahuddin Umkabu (1904-1945)
3. Bahawdin Umkabu (1945 - 2013)
4. Abdul Razak Umkabu (2013-2017)

Pada zaman sebelum munculnya Istilah raja, masyarakat sekitar


kepulauan misool telah mengenal istilah penguasa dengan sebutan Fun. Mereka
merupakan raja-raja kecil diseputar kepulauan Misool. Dimana sebelum
munculnya raja Lilinta dikenal dengan nama Jajao1, dimana terdapat dua Jajao
di wilayah Misool yaitu Jajao Gamta dan Jajao Waigama. Setelah kedatangan
para pendatang, munculah istilah Kapitan2 Fafanlap3 dan Raja Lilinta sebagai
penguasa, dimana itu merupakan pemberian dari kesultanan Tidore. Kekuasaan
Jajao telah terbukti dalam surat perjanjian jual beli pohon kelapa sebanyak 300
buah di dusun Fagita sebelah kampung Folley antara Jajao Gamta kepada
Bafadal warga Arab yang bermukim di Folley pada tahun 1913 dimana dusun
tersebut jaraknya melewati wilayah Fafanlap. Pendatang-pendatang yang

1
Dalam bahasa orang Misool “Jajao” dapat diartikan penguasa atau raja-raja kecil yang
menguasai wilayah tersebut.
2
Kapitan diartikan sebagai Pemuka perang yang datang dari luar/dari laut. Sedangkan dalam
bahasa Misool dapat diartikan sebagai Kapit yang diartikan Cubit dan La yang diartikan Lama.
3
Dalam bahasa orang Misool dapat diartikan sebagai kayu papan yang lapuk pada pinggir-
pinggirnya.
berasal dari Arab sampai saat ini masih banyak kita jumpai diwilayah Misool
Barat, seperti al-Hamid, Bafadal, Kabiran.

Struktur dalam pemerintahan di wilayah Misool Barat adalah sebagai


berikut:

1. Raja
2. Sangaji (wakil Raja)
3. Marinyu (Yang menjalankan sangsi)
4. Kapitan

Untuk saat ini istilah Raja sudah tidak berlaku lagi, dimana kedudukan
Raja digantikan dengan istilah kepala adat yang merangkap sebagai kepala
kampung (Kaut = Kepala, Pnu = Kampung).Kampung Lilinta yang awalnya
terletak pada kampung lama atau yang biasa disebut dengan nama Lilinta Pnu
Ga atau negeri lama yang letaknya agak menjorok kedalam, dimana pada saat
ini pindah ke wilayah pesisir pantai.

Namun sebelum raja-raja tersebut diatas, sudah ada raja-raja sebelumnya


yang telah memeluk Islam dimana sejarah keberadaannya hanya dihafal oleh
masyarakat kampung Lilinta tanpa dibuat dalam sebuah tulisan yang lengkap
tentang silsilah tersebut. Hal ini mengakibatkan banyak dari warga Misool baik
tua dan muda yang melupakan sejarah tersebut, baik yang ada di kampung
halaman terlebih yang telah merantau kedaerah lain diluar kepulauan Raja
Ampat.
B. Keadaan Geografis
1. Letak
Adapun letak geografis, Kabupaten Raja Ampat berada pada koordinat
2 25’LU-4o25’LS & 1300-132o55’BT, dan memiliki luas wilayah sebesar
o

±46.108km2, yang terbagi menjadi 10 distrik, 86 kampung, dimana didalamnya


termasuk kampung Lilinta yang masuk dalam wilayah distrik Misool Barat.

Kampung Lilinta merupakan salah satu kampung yang masuk dalam


wilayah distrik Misool Barat Kabupaten Raja Ampat dimana secara
geografis distrik Misool Barat terletak pada 2 o2’57,028’’LS
130o18’3,326’’BT dengan luas wilayah belum dilakukan pengukuran secara
keseluruhan khususnya wilayah pegunungan untuk mengetahui besar luas
tanah yang dipergunakan untuk beberapa kepentingan masyarakat
diantaranya adalah sebagai berikut : Fasilitas Umum = ± 7Ha2, Tanah
Perkebunan = ±35Ha2, Areal Pemukiman Masyarakat = ± 20 Ha 2,Tanah
hutan Lebat = ± 700Ha2, Lain-lain ( Tanah tandus dan pasir ) = ± 10Ha 2,
dimana sebagian besar ekosistem pesisir pantainya terdiri dari, hutan
mangrove, hutan pantai, dan hutan hujan tropis dengan keindahan panorama
lautnya yang mempesona merupakan daya tarik tersendiri untuk wilayah ini.

Dengan keadaan wilayah yang terdiri atas lautan yang diatasnya


terhampar pulau-pulau dan gugusan pulau-pulau (archipelago), dimana
kampung Lilinta terletak di pulau besar Misool atau biasa disebut dengan
Batan Me (Tanah Besar Misool), dengan luas pulau Misool sendiri adalah :
2.034km2, memiliki wilayah pulau-pulau kecil atau biasa disebut dengan Yef
(pulau) lainnya. Pulau-pulau kecil tersebut diantaranya adalah :
a. Yos4

b. Fagam

c. Sisi5

d. Facet6

e. Naiknibat7

f. Waf

g. Yef Paley8

Pulau-pulau kecil yang indah tersebut tidak semuanya berpenghuni,


dimana masyarakat cenderung menetap pada tempat-tempat keramaian
masyarakat lebih menyukai tinggal di kampung atau daerah distrik. Biasanya
masyarakat menggunakan pulau-pulau kecil tersebut sebagai tempat untuk
bercocok tanam. Sedangkan tinggi pusat Pemerintahan Distrik dari
Permukaan Laut = ± 5mdpl. Sedangkan suhu di wilayah ini berkisar antara
± 23 s/d 35°C

Jarak Pemerintah Distrik dengan


a. Kampung Terjauh ( Kampung Kapatcol ) : ± 10 KM
b. Kampung Terdekat ( Kampung Lilinta ) :± 0 m
c. Ibukota Kabupaten( Waisai ) :± 120 Mil
d. Ibukota Provinsi ( Manokwari ) :± … Mil

Sedangkan daratan besar Sorong biasa disebut dengan istilah Batan Mo


(Daratan Besar Sorong). Berikut adalah gambar lokasi Kampung Lilinta:
4
Dalam bahasa orang Misool, berasal dari nama ikan Samandar atau Baronang
5
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai nasib
6
Dalam bahasa orang Misool, “fa” berarti “pari” dan “”cat” berarti “berjalan”
7
Dalam bahasa orang Misool, “naik” berarti “naik” dan “”nibat” berarti “tanah”
8
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai pulau besar/tanah besar
Gambar 1.1 Lokasi Kampung Lilinta

2. Batas Wilayah

Setiap wilayah baik negara ataupun wilayah dalam suatu negara baik
dalam bentuk propinsi, kabupaten, kota, distrik bahkan yang paling terendah
sekalipun yaitu dalam bentuk desa memiliki batas-batas wilayah, hal ini
dibuat/ditetapkan adalah untuk mempermudah dalam pengurusan dan
pengawasan wilayah tersebut, adapun batas-batas yang dimiliki oleh wilayah
administratif kampung Lilinta adalah sebagai berikut :

a. Batas Utara : Kampung Waigama ( Misool Utara )


b. Batas Selatan : Kampung Dabatan ( Misool Selatan )
c. Batas Timur : Kampung Folley ( Misool Timur )
d. Batas Barat : Laut Seram ( Pulau Seram )
Batas-batas wilayah yang ada pada kampung Lilinta tersebut akan
mengalami perubahan/pemekaran seiring dengan perkembangan jumlah
penduduk diwilayah tersebut, namun demikian batas wilayah berdasarkan
hak ulayat masyarakat tidak dapat berubah. Hal ini disebabkan batas-batas
tersebut sudah ada secara turun temurun. Sedangkan kampung-kampung
terdekat yang ada diantaranya adalah :

a. Kapatcol9 : Dimana kampung ini memiliki penduduk yang mayoritas


beragama Nasrani, dimana asal muasalnya merupakan orang yang
berasal dari Tomolol.
b. Biga10 : Dimana kampung ini memiliki penduduk yang mayoritas
beragama Nasrani, dimana asal muasal kampungnya merupakan orang
yang berasal dari Waigeo.
c. Gamta11 : Dimana kampung ini memiliki penduduk yang mayoritas
beragama Islam nama asli kampung adalah Daliwo.
d. Magei12 : Dimana kampung ini memiliki penduduk yang mayoritas
beragama Nasrani, yang asal muasal kampungnya adalah Bahaupop.

3. Mata Pencarian Hidup Masyarakat

9
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai batu yang berlabuh
10
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai tempat sagu, dimana asal muasal
mereka adalah dari Waigeo.
11
Dalam bahasa orang Misool dapat diartikan bahwa Gam = Kunang-kunang dan ta = Depan,
dengan demikian dapat diartikan kampung yang didepannya terdapat banyak kunang-kunang. Akan tetapi
ada pula yang mengartikan sebagai Gam = Sungai dan Ta = Depan atau dapat diartikan sebagai kampong
yang berada di depan sungai.
12
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai terang
Masyarakat di kampung lilinta mempunyai beberapa sumber mata
pencaharian hidup yang menjadi penopang hidup, diantaranya adalah:

a. Nelayan
Sebagian besar penduduk Kampung Lilinta memiliki mata
pencaharian sebagai Nelayan, dimana hasil laut yang melimpah
mendukung mereka bekerja sebagai nelayan. Sektor bahari memanjakan
warga sekitar sehingga mencari ikan dilaut menjadi sebuah mata
pencaharian utama bagi sebagian besar warga masyarakat kampung
Lilinta.
Jarak masyarakat kampung yang ke laut mencari ikan pun tidak
jauh dari bibir pantai sebab ada laut yang cukup dalam yang dekat
dengan pemukiman jaraknya kurang lebih 100-200 meter, untuk
masyarakat lilinta mecari ikan. Alat-alat untuk masyarakat mencari ikan
menggunakan mata kail yang disusun mulai dari 5 sampai dengan 15
mata kail dalam satu senar mincing biasa disebut mincing (rangke), dari
satu nelon dengan beberapa mata kail yang digunakan pun terkadang
mengait ikan sejumlah dengan 15 mata kail yang dipasang dalam satu
kali tarikan.
Uniknya masyarakat kampung Lilinta dan kampung-kampung
yang berdekatan mencari ikan mulai dari pukul 16.00-18.00 dengan
mendapatkan hasil tangkapan yang memuaskan. Dari hasil pancingan
mereka pun sebagian besar tidak dijual, melainkan sebatas mengisi
kebutuhan warga kampung Lilinta. Hanya sedikit dari mereka yang
memancing dan hasil pancingan mereka untuk dijual. Mereka yang
memancing dan hasil pancingannya dijual mereka melakukannya pada
malam hari, ada pun beberapa jenis ikan yang menjadi tujuan tangkapan
mereka untuk dijual yaitu salah satunya adalah ikan Kerapu (Garopa) ,
ikan ini memiliki nilai jual yang tinggi.
Kendala utama masyarakat kampung Lilinta yang bermata
pencaharian nelayan adalah kondisi cuaca yang buruk. Angin Selatan
menjadi salah satu pertanda bahwa nelayan tidak dapat lagi melakukan
aktifitasnya. Dalam kondisi ini, angina kencang dan gelombang yang
tinggi menjadi salah satu resiko terbesar yang harus ditempuh oleh
nelayan. Disaat cuaca tersebutlah, para nelayan memilih untuk tidak
berlayar untuk menghindari resiko terburuk.

b. Bercocok Tanam
Bercocok tanam menjadi pekerjaan sampingan bagi warga
kampung Lilinta. Walaupun sebagian dari masyarakatnya ada yang
bercocok tanam, namun sangatlah sedikit jumlah masyarakat yang
bercocok tanam. Dengan melimpahya hasil laut, dan ditunjang oleh
cuaca laut yang teduh di tambah dengan persedian bensin yang banyak
maka warga masyarakat desa pun berbondong-bondong untuk melaut.
Inilah yang menjadi salah satu penyebab masyarakat di kampung lilinta
memilih untuk menjadikan bercocok tanam menjadi lading usaha yang
tidak menjadi prioritas.
Walaupun sebagian dari masyarakat kampung Lilinta yang
bercocok tanam hal ini hanyasebagian kecil dan untuk keperluan pribadi
mereka masing-masing. Mereka menanampun tidak memakai metode
khusus namun masih sebatas menanam saja atau dengan kata lain
menanam dengan cara tradisional. Setelah menanam pun mereka tidak
terlalu memerhatikan tanaman yang telah mereka tanam secara baik
(secara professional). Uniknya lagi daratan yang sebagian besar ada
ditempat dimana mereka tempati namun mereka tidak menggunakan
lahan tersebut untuk focus untuk bercocok tanam. Warga masyarakat
kampung Lilinta lebih memilih pulau-pulau yang mereka punya yang
jaraknya jauh ndari lokasi tempat tinggalnya untuk menanam tanaman
jangka panjang salah satunya seperti kelapa.

c. Profesi Kedinasan
Masyarakat di Kampung Lilinta juga berprofesi sebagai profesi
yang mengisi jabatan pemerintahan. Profesi tersebut diantara lainnya
tenaga pengajar, TNI, POLRI, Pegawai Pemerintahan, PLN, dll. Namun
mayoritas masyarakat tersebut tidak semuanya menetap di Kampung
Lilinta, hanya profesi guru dan aparat kampung yang biasanya berada di
kampung. Hal ini terjadi karena penugasan dinas yang tersebar di
Kabupaten Raja Ampat.

d. Usaha Mikro
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat di
kampung lilinta mempunyai usaha mikro seperti kios, agen minyak,
penjual bakso, dan penjahit. Di Kampung Lilinta masing-masing dari
RT. 01 sampai dengan RT.05 akan banyak dijumpai yang mempunyai
usaha dagangan kios.

Tabel I.1
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1. Nelayan 87 %
2. Petani 2%
3. Pengusaha/Wiraswasta/Usaha Mikro 7 %
Profesi Kedinasan (TNI, POLRI,
4. 4%
PLN,dll)
Jumlah 100 %
(Sumber: Data Monografi Kampung Lilinta 2021)

4. Sistem Budaya Masyarakat


Masyarakat kampung Lilinta mempunyai banyak system budaya yang
sangat kental, salah satunya adalah budaya Famajal. Famajal merupakan
sebuah kebudayaan yang turun temurun dilakukan oleh masyarakat kampung
Lilinta dan beberapa kampung muslim lainnya di Distrik Misool Barat. Pada
umumnya budaya ini dipakai ketika seseorang memiliki hajat khitanan dan
aqikah. Budaya tersebut sendiri dilakukan oleh seseorang yang memiliki
hajat untuk saudaranya, seperti seorang kakak yang melakukan famajal
terhadap adiknya yang telah memiliki anak. Upacara budaya tersebut
dilakukan agar lebih mempererat tali silaturrahmi antara saudara.
Budaya masyarakat kampung Lilinta yang lainnya adalah acara ritual
keagamaan 1 Muharram, dalam kebiasaan budaya kabupaten Raja Ampat
dalam memperingati pergantian Tahun Hijriah diisi dengan kegiatan
pembuatan susunan ketupat 3000 buah. Susunan ketupat selanjutnya
diletakkan dilokasi yang telah disepakati dan disetujui oleh bapak Bupati dan
para took adat yang ada di Raja Ampat. susunan ketupat ini biasanya disebut
dengan nama manggurebe ketupat (manggurebe = saling rampas) dan hal ini
dibuka langsung oleh bapak Bupati secara Langsung. Selain itu juga masih
banyak system budaya yang lainnya yang dapat menunjukan bahwa
kampung Lilinta masih sangat kental dengan system budaya yang mereka
pegang.

5. Sistem Sosial Masyarakat


Dalam kehidupan social masyarakat Kampung Lilinta banyak sekali
kita temui dalam beberapa hal yang mungkin cukup berbeda ketika berada di
kampung lainnya yang telah terpengaruh dengan gaya hidup masyarakat
perkotaan. Gotong royong merupakan salah satu kehidupan sosial yang
masih melekat kuat dikehidupan sosial masyarakat kampung Lilinta.
Kehidupan sosial tidak hanya antar masyarakat kampung Lilinta saja,
namunseluruh kampung yang dekat dengan kampung Lilinta atau kampung-
kampung Muslim di Misool. Contohnya ketika salah satu kampung memiliki
hajat yang besar, maka warga kampung mengundang warga kampung
lainnya untuk membantu dalam bergotong royong dalam menyelesaikan
hajat kampung tersebut tanpa meminta atau menerima imbalan apapun. Tuan
rumah sebagai kampung penyelenggara hajat pun tidak semata-mata
mengundang dan meminta bantuan semata tetapi ibu-ibu rumah tangga
kampung penyelenggara hajat pun sejak pagi telah mempersiapkan seluruh
kebutuhan konsumsi dalam kegiatan hajat tersebut.
Disamping itu tolong menolong pun terlihat jelas dalam kegiatan
keagamaan seperti pada saat terjadi kedukaan dan acara lainnya. Ketika
seorang warga kampung berduka dengan kondisi dan keadaan ekonomi yang
kurang , maka seluruh warga kampung berbondong-bondong untuk
membantu menutupi kekurangan keluarga yang berduka ketika hendak
membuat hajat. Hal itu dilakukan tidak hanya membantu secara materil,
namunsebagian masyarakat membantu keluarga yang ditinggalkan dengan
bantuan secara moril, seperti ibu-ibu membantu masak secara bersama sejak
hari pertama berturut-turut sampai hari ketujuh dan bahkan sampai pada
seratus harinya almarhum. Selain itu warga lain membantu membaca do’a
secara bersama di rumah dan membantu melengkapi kebutuhan acara hajat
tersebut.
Selain itu beberapa kegiatan gotong-royong yang melibatkan seluruh
masyarakat kampung lilinta yang biasanya dilakukan pada saat
pembangunan rumah baru. Tradisi yang dilakukan adalah dengan
mengundang seluruh masyarakat untuk membantu pemilik rumah memasang
tiang pondasi rumah yang biasanya disebut pancag tiang. Kegiatan ini
diakhiri dengan pemilik rumah menyuguhkan air panas (kopi, the, dan kue)
sebagai bentuk rasa terima kasih yang diberikan oleh pemilik rumah kepada
seluruh masyarakat yang turut serta membantu melakukan pancang tiang.
Dari contoh sistem sosial masyarakat diatas maka dapat diketahui
bahwa kampung Lilint mempunyai sistem sosial yang sangat kental dan hal
tersebut tidak akan pernah hilang dari kehidupan warga masyarakat
kampung Lilinta.
BAB III
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Tradisi Adat Samsom Di Kampung Lilinta


1. Kebudayaan Tata Cara Pemasangan Samsom yang Masih Dipertahankan
Oleh Masyarakat di Kampung Lilinta
Samsom merupakan salah satu tradisi adat yang di jalankan oleh
masyarakat kampung lilinta sampai saat sekarang ini. Tradisi Samsom sangat
kental dan masih asli tidak diubah ubah dari zaman nenek moyang
masyarakat dahulu. Begitu pula dengan tata cara pelaksanaan yang dilakukan
saat peletakan Samsom ini, masih menjalankan tradisi sesuai ajaran tetua
tetua adat. Adapun cara pemasangan adat Samsom ini dibilang sangat unik
dikarenakan harus ditutup dahulu dengan kain sebelum diletakkan di tempat
yang seharus nya di pasangkan Samsom, dan dihias dengan barang barang
yang biasa kita jumpai sehari hari.

Hasil wawancara dari mama Habasiah Umkabu yang merupakan tokoh


wanita yang memasangkan Samsom di Kampung Lilinta.

“Biasanya Samsom digunakan untuk membuka hasil laut atau membuka


lahan di hutan, harus membawa barang itu, diletakan di batang kayu kecil
kalau di hutan di batang kayu besar, lalu kita ikat kain kain, kain merah
kuning dan lain lain sebanyak 7 kain, dan rokok 7, pinang 7 potong, sirih
juga 7 potong, kapur 7 potong, diikat semua di kayu itu baru diletakan di
depan mata jalan baru tikam disitu. Kalau untuk di hutan biasanya ikat di
pohon beringin kalau tidak biasanya diletakan di piring. Tapi kalau barang
itu dibawa kesana harus dibungkus biar tidak ada orang yang lihat, jadi
makhluk halus ini tidak bisa ambil barang barang yang kita bawa.”

Menurut Tete Abu Bakar Umkabu, selaku tokoh yang biasa melakukan
ritual adat Samsom di Kampung Lilinta :
“Samsom itu dipasang dengan kain warna warna, tidak lupa kain merah
dengan kain hitam, 2 warna itu harus wajib ada, karena 2 warna itu mereka
suka, setelah itu sirih, pinang dan kapur.”

Menurut ahli Ward Goodenough, Kebudayaan suatu masyarakat terdiri


atas segala sesuatu yang harus diketahui atau dipercayai seseorang agar dia
dapat berperilaku dalam cara yang dapat diterima oleh anggota-anggota
masyarakat tersebut. (Palar, Sukarsa, & Ramli, 2018)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan dari suatu


masyarakat terdiri dari sesuatu yang harus diketahui, seperti hal nya barang
barang yang digunakan pada saat membuatnya dan dipercayai kuat ole
masyarakat. Berupa kain perca warna warni, pinang, rokok, kapur, sirih dan
semuanya dibungkus dengan kain dahulu sebelum di letakkan agar
menghindari roh halus melihat dan mengambil Samsom tersebut selagi
diperjalanan, dan kebudayaan juga mencangkup kepada perilaku yang dapat
diterima oleh anggota masyarakat tersebut yaitu kepercayaan masyarakat
Kampung Lilinta terhadap tradisi nenek moyang terdahulu.

2. Kepercayaan Yang merujuk Kepada Makna Filosofis Dari Tradisi Adat


Samsom
Adapun makna dari tradisi adat Samsom ini yaitu lebih mengarah kepada
dampak dari tiap tiap fungsi dari peletakan Samsom ini. Samsom tidak hanya
untuk sekedar perizinan di laut dan di darat, melainkan Samsom juga sebagai
permintaan maaf kepada roh halus, dan juga bisa sebagai obat dari sakit yang
didapat dari tempat tempat tertentu. Adapun makna dari tiap tiap fungsi ini
yaitu, perizinan di laut dan di darat merupakan bentuk meminta izin kepada
roh halus agar diizinkan untuk di ambil hasil laut atau di kunci hasil laut
untuk sementara. Sedangkan makna dari sebagai permintaan maaf kepada
roh halus merupakan bentuk kerendahan hati masyarakat meminta maaf
terhadap apa yang telah masyarakat perbuat sehingga membuat mereka tidak
senang dan marah, seperti salah salah bicara, menebang pohon sembarangan
atau hal hal lain, maka di tanam lah Samsom sebagai bentuk permohonan
maaf. Dan makna dari Samsom sebagai obat dari sakit merupakan bentuk
meminta kesembuhan kepada roh halus yang menyebabkan sakit di tempat
tempat tertentu, seperti terjatuh di bawah pohon atau dapat sakit setelah
pulang dari hutan, maka di buat lah Samsom untuk meminta kesembuhan.

Hasil wawancara dengan Tete Abu Bakar Umkabu selaku tokoh yang
biasa melakukan ritual adat Samsom di Kampung Lilinta :

“Kalau sudah dibawa lalu kita pasang di tempat seperti di bawah pohon
kayu atau di depan lubang goa dan kita beritahu kepada roh roh tersebut
untuk meminta maaf dan meminta ampun kalau ada yang salah, dan itu
jelas terbukti. Samsom juga dipakai saat kita mendirikan usaha di suatu
tempat maka kita harus tanam Samsom terlebih dahulu.”

Menurut E. B. Tylor, Animisme secara biasanya merujuk pada suatu


doktrin mengenai roh dan semangat (Philosophy of Souls and Spirits).
Animisme jua merupakan agama mengenai makhluk-makhluk berjiwa yg
mencakup 2 bentuk, yaitu agama bahawa insan memiliki jiwa yg abadi
walaupun selesainya kematiannya dan agama bahawa jiwa juga terdapat
dalam makhluk-makhluk lain. Jiwa & roh itu mesti dihormati supaya dia
tidak mengganggu kehidupan manusia atau boleh membantu mereka pada
kehidupan ini. (Ii, n.d.)

Dari uraian diatas dapat dijelaskan bahwa kepercayaan merujuk pada


suatu doktrin yang berkaitan dengan roh seperti kepercayaan kepada roh
untuk meminta izin, memohon maaf hingga percaya akan di obati penyakit.
Yang mana telah dijelaskan bahwa jiwa dan roh mesti dihormati agar tidak
mengganggu kehidupan manusia, tradisi ini selalu di jalankan oleh
masyarakat di Kampung Lilinta untuk menghindari kejadian yang buruk
terjadi, serta menjadi bagian dari adat mereka untuk selalu menghormati roh
dan percaya akan keberadaannya agar tidak mengganggu kehidupan sehari-
hari.

3. Makna Simbolis Benda Yang Digunakan Dalam Tradisi Samsom


Dalam tradisi adat Samsom, masyarakat Kampung Lilinta percaya akan
sesuatu yang Tujuh. Yang mana dalam tata cara pelaksanaan dan barang
barang yang digunakan itu harus berjumlah 7 di setiap barang nya. Seperti 7
kain warna warni, 7 pinang, 7 sirih, 7 kapur, 7 uang logam, dan 7 rokok.
Semua ada alasan dibalik angka 7 tersebut. Konon katanya ada 7 roh
mendatangi mimpi untuk meminta makan dan pakaian, oleh karena itu
masyarakat membuat Samsom dengan berjumlahkan 7 disetiap barangnya. 7
kain diartikan sebagai Baju atau Pakaian yang mereka gunakan, tidak lupa
dengan kain hitam dan kain merah, 2 warna itu harus ada karena mereka
sangat suka dengan warna itu. Selanjutnya 7 pinang, sirih, kapur, uang dan
rokok merupakan makanan untuk mereka.
Untuk pemasangan Samsom sendiri harus dilaksanakan pada waktu pagi
atau sore hari dan dilarangkan memasang Samsom pada siang hari. Untuk
membawa Samsom pun dilakukan dengan menutup nya dengan kain putih
sebelum dibawa ke tempat yang ingin di pasangkan Samsom, dipercaya
menghindari makhlus halus lain memakan atau mengambil Samsom yang
telah di siapkan.

Hasil wawancara dengan Tete Abu Bakar Umkabu selaku tokoh yang
biasa melakukan ritual adat Samsom di Kampung Lilinta :

“Kalau pemasangan Samsom itu saya biasanya pasang di hari senin,


rabu,kamis, jum’at, sabtu, minggu pun bisa. Tidak diperbolehkan pada hari
selasa,karena hari selasa adalah hari Naas. Kalau untuk waktu nya lebih
bagus pada waktu pagi dan sore, dan tidak diperbolehkan pada tengah hari.
Dan Samsom ini ditutup dulu dengan kain jangan keluar dulu, karena orang
tua tua dahulu bilang supaya jangan di ambil ambil, nanti setelah sampai
tempat baru dibuka dan di tancap.”

Menurut ahli

Dari uraian diaatas dapat disimpulkan bahwa

B. Alasan Melestarikan Tradisi Adat Di Kampung Lilinta


1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Alasan Dilestarikannya Tradisi Samsom
a. Adanya Pengaruh Lingkungan Sosial Yang Membuat Masyarakat di
Kampung Lilinta Mempertahankan Tradisi Samsom
Dalam pelestarian adat di suatu tempat pastinya ada faktor faktor
tertentu yang membuat adat tersebut terjaga kebudayaan nya sampai saat
sekarang ini, Faktor pertama yang dimaksud merupakan faktor sosial.
Faktor sosial disini mencangkup kepada kelestarian adat yang dijalankan
oleh masyarakat setempat, begitu pun terjadi di Kampung Lilinta Misool
Barat Kabupaten Raja Ampat ini, masyarakat di Kampung Lilinta tetap
menjalankan tradisi adat mereka sampai saat sekarang karena masyarakat
Kampung Lilinta masih berpegang teguh kepada kepercayaan nenek
moyang terdahulu, tidak adanya pertentangan yang terjadi dikarenakan
beda pemahaman terkait adat Samsom ini. Masyarakat saling mendukung
adanya nya adat ini di Kampung Lilinta, berawal dari nenek moyang dan
di turunkan kepada keturunan keturunan selanjutnya.
Sampai dengan saat ini, banyak dari masyarakat di Kampung
Lilinya yang masih menggunakan tradisi samsom untuk keperluan yang
dibutuhkan. Banyaknya masyarakat di kampung yang masih
menggunakan tradisi ini, menjadikan tradisi ini masih berkembang
dipertahankan di Kampung Lilinta.

b. Masih Banyaknya Masyarakat Yang Mempercayai Penggunaan Tradisi


Samsom

2. Pergesaran Kebudayaan Yang Mempengaruhi Eksistensi Tradisi Samsom


a. Pengaruh Modernisasi di Kalangan Masyarakat di Kampung Lilinta

b. Berkembangnya Globalisasi Yang Mempengaruhi Adanya Pergeseran


Kepercayaan Masyarakat Terhadap Penggunaan Samsom
DAFTAR PUSTAKA

Huberman, A. M., & Miles, M. B. (1994). Data management and analysis methods. In
Handbook of qualitative research. (pp. 428–444). Thousand Oaks, CA, US: Sage
Publications, Inc.
Ii, B. A. B. (n.d.). Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 286.
Aminuddin, Semantik (Bandung: Sinar Baru, 1998), 50. 8–25.
Iskandar, J. (2017). Etnobiologi dan Keragaman Budaya di Indonesia. Umbara, 1(1),
27–42. https://doi.org/10.24198/umbara.v1i1.9602
Mas’ud, Z. (2020). Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat. Tumotowa,
3(2), 96–103. https://doi.org/10.24832/tmt.v3i2.67
Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln. (2009). HandBook Of Qualitative Research.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Palar, M. R. A., Sukarsa, D. E., & Ramli, A. M. (2018). Indonesian system of
geographical indications to protect genetic resources, traditional knowledge and
traditional cultural expressions. Journal of Intellectual Property Rights, 23(4–5),
174–193.
Rofiq, A. (2019). Tradisi slametan Jawa dalam perspektif pendidikan Islam. Attaqwa
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 15(2 September), 93–107. Retrieved from
https://doi.org/10.5281/zenodo.3383133
Suharsimi Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta: Renika Cipta.

Anda mungkin juga menyukai