“SAMSOM”
Disusun Oleh :
018141027
FAKULTAS TARBIYAH
2021
LEMBAR PENGESAHAN
Lilinta Distrik Misool Barat Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat ini telah
disusun sesuai dengan petunjuk buku pedoman Kuliah Kerja Nyata (KKN) IAIN
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
hidayah yang dikaruniakan-Nya,. Akan tetapi, berkat pertolongan pada penulis sehingga
proses penyusunan Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) pada Papua Barat Bistrik
Laporan Kuliah Kerja Nyata ini disusun berdasarkan kegiatan Kuliah Kerja Nyata
yang telah dilaksanakan di Papua Barat Distrik Misool Barat (Kampung Lilinta) Selama
Pada kesempatan ini, Penyusunan Laporan Kuliah Kerja Nyata (KKN) ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada semua Pihak yang terlibat,Khususnya untuk :
1. Kepala Kampung yang telah berkenan memberikan tempat dan kesempatan kepada
penulis guna melaksanakan Praktek Kuliah Lapangan pada instansi yang bapak
pimpin.
2. Rektor IAIN FATTAHUL MULUK PAPUA, Bapak Idrus Al- Hamid, S.Ag.M.Si,
4. Dosen Pembimbing Lapangan Bapak Dr. M. Syukri Nawir M.Ag. yang tak henti-
penulis, serta staf dan civitas akademika yang selalu memberikan pelayanan yang
5. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Finaldi dan Ibu Elmidawati yang tidak henti
6. Koordinator Lapangan kakak Armansyah Loji S.Pd yang selalu membantu kami di
kekurangan dalam laporan KKN ini. Penulis mengharapkan saran dan masukan yang
Penulis
PENDAHULUAN
Tradisi adat di Indonesia sangat melekat di tiap tiap suku yang tersebar di
Indonesia. Tradisi sendiri menurut KBBI merupakan suatu tata cara ataupun
norma turun temurun yg diwariskan sang nenek moyang & masih dilestarikan
oleh masyarakat. (Rofiq, 2019). Sedangkan ahli Bastomi (1984:14)
menyebutkan tradisi merupakan suatu ruh dari suatu budaya & kebudayaan,
adanya tradisi ini sistem kebudayaan ini akan sebagai semakin kuat. Jikalau
tradisi dimusnahkan, maka sanggup dipastikan kebudayaan yg dimiliki suatu
bangsa akan hilang juga. (Rofiq, 2019). Terkhusus untuk Indonesia bagian
timur, Indonesia bagian timur lebih tepat nya papua barat menyimpan tradisi
adat yang masih sangat kental. Masyarakat masih menjalankan petuah dari
nenek moyang terdahulu terkait berjalannya tradisi mereka. Papua barat masih
menjalankan tradisi sesuai adat mereka.
Berbicara tentang keanekaragaman, tidak lepas dari pegaruh faktor
tempat dan lokasi. Dalam kasus ini terjadi di kabupaten Raja Ampat yang mana
budaya mereka masih belum tercampur dengan budaya luar. Raja Ampat adalah
daerah kepulauan yg dikelilingi oleh pulau-pulau yg bertebaran, baik yg
berpenghuni juga yang tidak berpenghuni. Menyebut kepulauan Raja Ampat
memberi kesan berupa lingkungan yg tertata menggunakan estetika perairan yg
mengagumkan. Keanekaragaman kepulauan Raja Ampat menaruh nilai
tersendiri menjadi bagian menurut jejak peradaban lingkungan & budaya.
Kepulauan Raja Ampat mencakup daerah darat dan bahari menggunakan luas
4,6 juta hektare. Terletak pada pintu masuk arus lintas Indonesia bagian timur
bahari, yg mengalir menurut Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia.
(Mas’ud, 2020)
Kampung Lilinta Misool Barat Raja Ampat adalah salah satu Kampung
yang memiliki nilai kebudayaan yang kental akan budayanya. Kebudayaan dari
Kampung Lilinta yang terus diwariskan dari generasike generasi agar
kebudayaan dari Kampung Lilinta tetap terjaga. Kampung Lilinta banyak
menyimpan tradisi tradisi yang mana berkaitan dengan Agama, Budaya, Adat
hingga Kepercayaan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan tradisi adat Samsom di Kampung Lilinta?
2. Mengapa tradisi adat Samsom masih dipertahankan di Kampung Lilinta?
C. Alur Pikir
D. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian jika dilihat dari datanya adalah penelitian
deskriptif kualitatif yaitu model analisis memberi gambaran bagaimana
alur logika analisis data. (Suharsimi Arikunto, 1996) Suharsimi
Arikunto, mengatakan : Metode dalam penelitian kualitatif lebih pada
penegasan dan penjelasan yang menunjuk pada prosedur-prosedur umum
seperti alasan (1) pendekatan tersebut digunakan (2) unit analisis (3)
metode pengumpulan data dan (4) keabsahan data. (Suharsimi Arikunto,
1996) Penggunaan logika berfikirnya dengan asumsi inter subjektifitas.
(Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln, 2009).
2. Setting Penelitian
Penelitian dilakukan di Distrik Misool Barat, tepatnya di
Kampung Lilinta Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat. Instrumen kunci
dalam penelitian adalah Tetua di Kampung Lilinta, mama mama di
Kampung Lilinta, Pelestari budaya di Kampung Lilinta dan Peneliti
sendiri.
a. Studi Kepustakaan
Penulis memperoleh data atau keterangan sekunder
dengan mempelajari sejumlah catatan, buku-buku, karya tulis
atau dokumen lainnya yang dianggap mempunyai relevansi
dengan masalah yang diteliti.
b. Penelitian Lapangan
Peneliti melakukan Observasi Partisipatoris, yaitu
melakukan kegiatan pemusatan perhatian terhadap obyek dengan
seluruh panca indra tentang gejala tertentu dengan jalan
mengamati langsung sehingga peneliti mengenal obyek yang
diteliti. Peneliti terlibat langsung dengan tradisi pemasangan
Samsom di Kampung Lilinta di Distrik Misool Barat. In-depth
Interview, peneliti melakukan dialog atau wawancara untuk
memperoleh data yang diteliti yang didapat dari informan atau
narasumber, dengan lebih bebas, untuk mendapatkan
permasalahan lebih terbuka, melakukan wawancara tidak
berstruktur. Identitas informan, waktu penelitian dituliskan dalam
penelitian.Dokumentasi : yaitu peneliti mencari sumber data yang
diteliti dari buku, dokumen, peraturan yang mendukung dalam
penelitian, baik berupa catatan harian, gambar atau karya
monumental dari seseorang.
1
Dalam bahasa orang Misool “Jajao” dapat diartikan penguasa atau raja-raja kecil yang
menguasai wilayah tersebut.
2
Kapitan diartikan sebagai Pemuka perang yang datang dari luar/dari laut. Sedangkan dalam
bahasa Misool dapat diartikan sebagai Kapit yang diartikan Cubit dan La yang diartikan Lama.
3
Dalam bahasa orang Misool dapat diartikan sebagai kayu papan yang lapuk pada pinggir-
pinggirnya.
berasal dari Arab sampai saat ini masih banyak kita jumpai diwilayah Misool
Barat, seperti al-Hamid, Bafadal, Kabiran.
1. Raja
2. Sangaji (wakil Raja)
3. Marinyu (Yang menjalankan sangsi)
4. Kapitan
Untuk saat ini istilah Raja sudah tidak berlaku lagi, dimana kedudukan
Raja digantikan dengan istilah kepala adat yang merangkap sebagai kepala
kampung (Kaut = Kepala, Pnu = Kampung).Kampung Lilinta yang awalnya
terletak pada kampung lama atau yang biasa disebut dengan nama Lilinta Pnu
Ga atau negeri lama yang letaknya agak menjorok kedalam, dimana pada saat
ini pindah ke wilayah pesisir pantai.
b. Fagam
c. Sisi5
d. Facet6
e. Naiknibat7
f. Waf
g. Yef Paley8
2. Batas Wilayah
Setiap wilayah baik negara ataupun wilayah dalam suatu negara baik
dalam bentuk propinsi, kabupaten, kota, distrik bahkan yang paling terendah
sekalipun yaitu dalam bentuk desa memiliki batas-batas wilayah, hal ini
dibuat/ditetapkan adalah untuk mempermudah dalam pengurusan dan
pengawasan wilayah tersebut, adapun batas-batas yang dimiliki oleh wilayah
administratif kampung Lilinta adalah sebagai berikut :
9
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai batu yang berlabuh
10
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai tempat sagu, dimana asal muasal
mereka adalah dari Waigeo.
11
Dalam bahasa orang Misool dapat diartikan bahwa Gam = Kunang-kunang dan ta = Depan,
dengan demikian dapat diartikan kampung yang didepannya terdapat banyak kunang-kunang. Akan tetapi
ada pula yang mengartikan sebagai Gam = Sungai dan Ta = Depan atau dapat diartikan sebagai kampong
yang berada di depan sungai.
12
Dalam bahasa orang Misool, maka dapat diartikan sebagai terang
Masyarakat di kampung lilinta mempunyai beberapa sumber mata
pencaharian hidup yang menjadi penopang hidup, diantaranya adalah:
a. Nelayan
Sebagian besar penduduk Kampung Lilinta memiliki mata
pencaharian sebagai Nelayan, dimana hasil laut yang melimpah
mendukung mereka bekerja sebagai nelayan. Sektor bahari memanjakan
warga sekitar sehingga mencari ikan dilaut menjadi sebuah mata
pencaharian utama bagi sebagian besar warga masyarakat kampung
Lilinta.
Jarak masyarakat kampung yang ke laut mencari ikan pun tidak
jauh dari bibir pantai sebab ada laut yang cukup dalam yang dekat
dengan pemukiman jaraknya kurang lebih 100-200 meter, untuk
masyarakat lilinta mecari ikan. Alat-alat untuk masyarakat mencari ikan
menggunakan mata kail yang disusun mulai dari 5 sampai dengan 15
mata kail dalam satu senar mincing biasa disebut mincing (rangke), dari
satu nelon dengan beberapa mata kail yang digunakan pun terkadang
mengait ikan sejumlah dengan 15 mata kail yang dipasang dalam satu
kali tarikan.
Uniknya masyarakat kampung Lilinta dan kampung-kampung
yang berdekatan mencari ikan mulai dari pukul 16.00-18.00 dengan
mendapatkan hasil tangkapan yang memuaskan. Dari hasil pancingan
mereka pun sebagian besar tidak dijual, melainkan sebatas mengisi
kebutuhan warga kampung Lilinta. Hanya sedikit dari mereka yang
memancing dan hasil pancingan mereka untuk dijual. Mereka yang
memancing dan hasil pancingannya dijual mereka melakukannya pada
malam hari, ada pun beberapa jenis ikan yang menjadi tujuan tangkapan
mereka untuk dijual yaitu salah satunya adalah ikan Kerapu (Garopa) ,
ikan ini memiliki nilai jual yang tinggi.
Kendala utama masyarakat kampung Lilinta yang bermata
pencaharian nelayan adalah kondisi cuaca yang buruk. Angin Selatan
menjadi salah satu pertanda bahwa nelayan tidak dapat lagi melakukan
aktifitasnya. Dalam kondisi ini, angina kencang dan gelombang yang
tinggi menjadi salah satu resiko terbesar yang harus ditempuh oleh
nelayan. Disaat cuaca tersebutlah, para nelayan memilih untuk tidak
berlayar untuk menghindari resiko terburuk.
b. Bercocok Tanam
Bercocok tanam menjadi pekerjaan sampingan bagi warga
kampung Lilinta. Walaupun sebagian dari masyarakatnya ada yang
bercocok tanam, namun sangatlah sedikit jumlah masyarakat yang
bercocok tanam. Dengan melimpahya hasil laut, dan ditunjang oleh
cuaca laut yang teduh di tambah dengan persedian bensin yang banyak
maka warga masyarakat desa pun berbondong-bondong untuk melaut.
Inilah yang menjadi salah satu penyebab masyarakat di kampung lilinta
memilih untuk menjadikan bercocok tanam menjadi lading usaha yang
tidak menjadi prioritas.
Walaupun sebagian dari masyarakat kampung Lilinta yang
bercocok tanam hal ini hanyasebagian kecil dan untuk keperluan pribadi
mereka masing-masing. Mereka menanampun tidak memakai metode
khusus namun masih sebatas menanam saja atau dengan kata lain
menanam dengan cara tradisional. Setelah menanam pun mereka tidak
terlalu memerhatikan tanaman yang telah mereka tanam secara baik
(secara professional). Uniknya lagi daratan yang sebagian besar ada
ditempat dimana mereka tempati namun mereka tidak menggunakan
lahan tersebut untuk focus untuk bercocok tanam. Warga masyarakat
kampung Lilinta lebih memilih pulau-pulau yang mereka punya yang
jaraknya jauh ndari lokasi tempat tinggalnya untuk menanam tanaman
jangka panjang salah satunya seperti kelapa.
c. Profesi Kedinasan
Masyarakat di Kampung Lilinta juga berprofesi sebagai profesi
yang mengisi jabatan pemerintahan. Profesi tersebut diantara lainnya
tenaga pengajar, TNI, POLRI, Pegawai Pemerintahan, PLN, dll. Namun
mayoritas masyarakat tersebut tidak semuanya menetap di Kampung
Lilinta, hanya profesi guru dan aparat kampung yang biasanya berada di
kampung. Hal ini terjadi karena penugasan dinas yang tersebar di
Kabupaten Raja Ampat.
d. Usaha Mikro
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sebagian masyarakat di
kampung lilinta mempunyai usaha mikro seperti kios, agen minyak,
penjual bakso, dan penjahit. Di Kampung Lilinta masing-masing dari
RT. 01 sampai dengan RT.05 akan banyak dijumpai yang mempunyai
usaha dagangan kios.
Tabel I.1
Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Jenis Mata Pencaharian Jumlah
1. Nelayan 87 %
2. Petani 2%
3. Pengusaha/Wiraswasta/Usaha Mikro 7 %
Profesi Kedinasan (TNI, POLRI,
4. 4%
PLN,dll)
Jumlah 100 %
(Sumber: Data Monografi Kampung Lilinta 2021)
Menurut Tete Abu Bakar Umkabu, selaku tokoh yang biasa melakukan
ritual adat Samsom di Kampung Lilinta :
“Samsom itu dipasang dengan kain warna warna, tidak lupa kain merah
dengan kain hitam, 2 warna itu harus wajib ada, karena 2 warna itu mereka
suka, setelah itu sirih, pinang dan kapur.”
Hasil wawancara dengan Tete Abu Bakar Umkabu selaku tokoh yang
biasa melakukan ritual adat Samsom di Kampung Lilinta :
“Kalau sudah dibawa lalu kita pasang di tempat seperti di bawah pohon
kayu atau di depan lubang goa dan kita beritahu kepada roh roh tersebut
untuk meminta maaf dan meminta ampun kalau ada yang salah, dan itu
jelas terbukti. Samsom juga dipakai saat kita mendirikan usaha di suatu
tempat maka kita harus tanam Samsom terlebih dahulu.”
Hasil wawancara dengan Tete Abu Bakar Umkabu selaku tokoh yang
biasa melakukan ritual adat Samsom di Kampung Lilinta :
Menurut ahli
Huberman, A. M., & Miles, M. B. (1994). Data management and analysis methods. In
Handbook of qualitative research. (pp. 428–444). Thousand Oaks, CA, US: Sage
Publications, Inc.
Ii, B. A. B. (n.d.). Abdul Chaer, Linguistik Umum (Jakarta: Rineka Cipta, 1994), 286.
Aminuddin, Semantik (Bandung: Sinar Baru, 1998), 50. 8–25.
Iskandar, J. (2017). Etnobiologi dan Keragaman Budaya di Indonesia. Umbara, 1(1),
27–42. https://doi.org/10.24198/umbara.v1i1.9602
Mas’ud, Z. (2020). Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat. Tumotowa,
3(2), 96–103. https://doi.org/10.24832/tmt.v3i2.67
Norman K. Denzin & Yvonna S. Lincoln. (2009). HandBook Of Qualitative Research.
Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Palar, M. R. A., Sukarsa, D. E., & Ramli, A. M. (2018). Indonesian system of
geographical indications to protect genetic resources, traditional knowledge and
traditional cultural expressions. Journal of Intellectual Property Rights, 23(4–5),
174–193.
Rofiq, A. (2019). Tradisi slametan Jawa dalam perspektif pendidikan Islam. Attaqwa
Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 15(2 September), 93–107. Retrieved from
https://doi.org/10.5281/zenodo.3383133
Suharsimi Arikunto. (1996). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Yogyakarta: Renika Cipta.