Anda di halaman 1dari 11

APLIKASI SERAT KULIT KAYU GNEMON UNTUK NOKEN

KHAS PAPUA

Yulia Lestari
NIM 16307141004

ABSTRAK

Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan aplikasi serat alam yaitu serat kulit kayu
gnemon sebagai bahan pembuatan noken serta proses pembuatan noken khas Papua. Pohon
melinjo (Gnetum gnemon) merupakan tumbuhan berbiji terbuka yang tumbuh di hutan hujan
dataran rendah, dan merupakan tanaman asli di Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik Barat
termasuk Indonesia. Noken merupakan kerajinan tradisional masyarakat Papua, serupa tas
bertali yang terbuat dari serat pohon. Serat pohon yaitu sel atau jaringan serupa benang atau
pita panjang yang terdapat pada kulit kayu. Serat kulit kayu gnemon digunakan sebagai bahan
dasar pembuatan noken yang melalui berbagai proses yaitu proses pengolahan bahan baku dari
serat pohon dan proses pembuatan noken dengan teknik anyaman maupun rajutan.
Kata Kunci: Pohon Melinjo, Serat kulit kayu, dan Noken.

ABSTRACT

This article is to describe the application of natural fibers, namely gnemon bark fibers
as a material for making noken, as well as the process of making Noken Papua’s. Melinjo tree
(Gnetum gnemon) is gymnospermae that grows in the rainforest of lowland, and it is native
plats in Asia Tenggara and Westers Pacific Island including Indonesia. Noken is traditional
crafts of the people in Papua, like a strappy bag, made of tree fibers. Tree fibers is cells or
thread-like tissue or long ribbon which is found on bark. Gnemon bark fibers used as basic
material of making Noken that through various processes are processing of raw materials from
tree fibers and the process of making noken with woven and knitted techniques.

Key Words: Melinjo tree, Bark fibers, and Noken.

1
PEDAHULUAN

Manusia tidak terlepas dari kebudayaan, hampir semua tindakan aktivitas manusia
disebut kebudayaan. Kebudayaan menurut (Koentjaraningrat, 2005; 72-73), yaitu keseluruhan
sistem gagasan dan rasa, tindakan, serta karya yang dihasilkan manusia dalam kehidupan
bermasya- rakat, yang dijadikan miliknya dengan belajar. E. B. Tylor, menyebutkan
kebudayaan sebagai sesuatu yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni, kesusilan, hukum,
adat istiadat, kesanggupan, serta kebiasaan lainnya yang dipelajari oleh manusia sebagai
anggota masyarakat.

Papua merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki sekitar 250 kelompok
suku bangsa dengan 300 bahasa lokal yang tersebar di seluruh pelosok wilayah. Masyarakat
Papua memiliki beragam warisan budaya dan hidup sederhana dengan memanfaatkan unsur
alam sekitarnya secara tradisional. Budaya yang dihasilkan oleh masyarakat Papua memiliki
keunikan tersendiri. Salah satu produk budaya yang unik dan khas tersebut adalah noken.
Kerajinan ini menjadi ikon budaya dan identitas masyarakat Papua, serta tersebar di beberapa
daerah seperti di Jayapura, Paniai, Wamena, Merauke, Sorong, Biak, Manokwari, dan Nabire.

Noken merupakan kerajinan tradisional masyarakat Papua, serupa tas bertali yang cara
membawanya dikalungkan leher atau digantungkan pada kepala bagian dahi yang diarahkan
ke punggung. Noken terbuat dari serat pohon, kulit kayu, rumput rawa, rotan, dan daun pandan
yang tumbuh liar di daerah pegunungan, pedalaman, dan pesisir pulau. Beberapa jenis pohon
yang digunakan sebagai bahan baku noken antara lain genemon, manduan, nawa dan puma
yang biasanya tumbuh di wilayah dataran dan pegunungan. Pembuatan noken dilakukan secara
tradisional oleh wanita dewasa atau yang telah berusia lanjut yang biasa disebut ”mama-mama
Papua.”

Noken memiliki simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan bagi
masyarakat Papua terutama di daerah Pegunungan puncak seperti suku Damal, suku Yali, suku
Dani, suku Lani, suku Mee, suku Moni, suku Bauzi, dan beberapa suku yang lain. Noken dibuat
oleh masyarakat Papua sebagai wadah atau tempat barang kebutuhan sehari-hari. Masyarakat
Papua umumnya menggunakan noken untuk membawa hasil pertanian, seperti sayuran, umbi-
umbian, dan membawa barang dagangan ke pasar. Selain itu, noken juga digunakan untuk
membawa kayu bakar dan menggendong anak. Namun, sejatinya noken memiliki arti dan
fungsi yang lebih luas dan mendalam, seperti arti sosial, ekonomi dan budaya, salah satunya
dianggap sebagai simbol kesuburan bagi kaum perempuan.

2
Noken dipakai dalam upacara adat atau perayaan, seperti pelengkap pelamaran gadis,
upacara perkawinan, upacara inisiasi anak, pengangkatan kepala suku, dan penyimpanan harta
pusaka. Bahkan noken dipakai oleh beberapa suku sebagai pemberian untuk menciptakan
kedamaian di antara pihak-pihak yang berselisih. Noken umumnya dipakai oleh semua
kelompok usia, baik laki-laki maupun perempuan.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk menulis artikel tentang aplikasi serat
kulit kayu genemon untuk pembuatan noken khas Papua. Diharapkan dengan adanya artikel ini
dapat menambah pengetahuan mengenai aplikasi serat kulit kayu genemon serta proses
pembuatan noken yang menjadi identitas masyarakat Papua.

PEMBAHASAN

Noken merupakan kerajinan tradisional masyarakat Papua, serupa tas bertali yang cara
membawanya dikalungkan leher atau digantungkan pada kepala bagian dahi yang diarahkan
ke punggung. Bahan baku noken salah satunya yakni serat kulit kayu. Bahan kulit kayu atau
serat pohon berasal dari pohon yang tumbuh di hutan. Kulit kayu memiliki serat yang juga
disebut serat kayu diambil dengan cara memisahkan kulit, dari batang pohonnya. Serat kulit
kayu yang digunakan berasal dari pohon gnemon/melinjo yang disebut serat puma atau gnemon
(Anggoro,dkk, 2013).

Menurut National Tropical Botanical Garden (NTBG), melinjo (Gnetum gnemon L.)
termasuk pohon berdaun hijau yang dapat tumbuh mencapai 8-15 meter. Gnetum gnemon
merupakan tanaman asli di Asia Tenggara dan kepulauan Pasifik Barat termasuk Fiji,
Indonesia, Malaysia, Papua Nugini, Filipina, dan Vanuatu. Pohon melinjo tumbuh di hutan
hujan dataran rendah pada ketinggian di bawah 1.700 m. Gnetum gnemon merupakan
tumbuhan berbiji terbuka, berbentuk pohon berumah dua (dioecious) (Budiyanto, 2014).

Serat pohon merupakan sel atau jaringan serupa benang atau pita panjang yang terdapat
pada kulit kayu. Biasanya diambil dari batang pohon yang masih muda sehingga kulitnya
mudah dikupas dan dibeset seratnya dengan tangan ataupun dengan peralatan sederhana seperti
pisau. Serat pohon merupakan bahan baku noken dengan teknik pintal. Bahan baku serat
dihasilkan dengan dua cara yaitu dari batang pohon dan dari kulit kayu (Anggoro,dkk, 2013).

3
Serat (fiber) merupakan suatu jenis bahan berupa potongan – potongan komponen
yang membentuk jaringan memanjang yang utuh. Serat dapat digolongkan menjadi dua jenis
yaitu serat alam dan serat sintetis (Kadolph et al., 1993). Serat alam dibagi menjadi tiga macam,
serat alam yang berasal dari tumbuhan, mineral, dan hewan.

Rapresentatif struktur serat alam berbentuk lapisan – lapisan dinding yang terdiri
dari dinding sel utama, untai selulosa, dan sel sekunder dengan kandungan amorf yang terdiri
dari komponen lignin dan hemiselulosa.

Gambar 1. Struktur serat alam

Serat terbentuk dari polimer, serat sebagai satuan terkecil dari berbagai jenis tekstil
dibuat dari bahan khusus yang memiliki panjang dan diameter tertentu serta memiliki sifat yang
dapat dikenali. Serat adalah sebuah zat yang panjang dan tipis dan mudah dibengkokkan
(Hartanto dan Watanabe, 2003). Serat yang dipakai dalam pembuatan tekstil menurut
Karmakar (1999) dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu serat selulosa alami, serat protein
alami, serat regenerasi, dan serat sintetis. Serat alam yang berasal dari tumbuhan dapat dibagi
yaitu serat biji, serat buah, serat batang, dan serat daun (Jumaeri, 1997).

Selulosa merupakan polimer yang ditemukan di dalam dinding sel tumbuhan seperti
kayu, dahan, dan daun. Selulosa merupakan serat alami dan merupakan bagian terbesar yang
terdapat dalam tumbuh- tumbuhan. Selulosa yang menyebabkan struktur-struktur kayu, dahan
dan daun menjadi kuat. Glukosa adalah nama monomer yang ditemukan di dalam selulosa
(Efan, 2011).

4
Selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding sel pada serat alam dan
tidak pernah ditemui dalam keadaan murni, melainkan berkaitan dengan lignin, dan
hemiselulosa membentuk ligninselulosa. Kandungan selulosa pada serat alam sangat tinggi
mencapai 35-50% dari berat kering tanaman (Lee R. Lynd et al., 2002).

Menurut Anggoro,dkk, (2013), proses pengolahan bahan baku dari serat pohon adalah
sebagai berikut :

a. Pemilihan batang pohon. Batang pohon yang dipilih yang memiliki serat kayu seperti pohon
gnemon, usia pohon muda sekitar 6 bulan hingga 2 tahun, sedangkan pohon tua sekitar 2
sampai 10 tahun.

b. Pemukulan batang pohon. Batang pohon dipukul-pukul terlebih dulu untuk memudahkan
pemisahan kulitnya.

c. Perendaman kulit kayu dan serat pohon. Kulit kayu yang ada serat pohon dipisahkan dari
batang pohon. Untuk memudahkan pengambilan serat, dilakukan perendaman dalam air.
Jika serat masih keras membutuhkan waktu seharian dan jika lunak hanya membutuhkan
waktu perendaman hingga 3-4 jam.

d. Pengeringan serat pohon. Serat pohon yang sudah dapat dipisahkan dari batang pohon lalu
dijemur agar kering. Pengeringan dilakukan dengan dua cara yaitu; diatas tungku api rumah
dan panas sinar matahari. Tetapi pengrajin banyak mengguankan tungku api rumah agar
mudah dipisahkan serat pohonnya. Serat pohon yang sudah kering dapat diurai agar menjadi
benang.

Gambar 2. Kayu dari pohon genemon, yang diambil kulit dalamnya

5
Gambar 3. Kayu dari pohon genemon, yang diambil seratnya

Menurut Anggoro, dkk (2013), teknik pembuatan noken menyesuaikan dengan alam
lingkungan dimana masyarakat tersebut tinggal. Masyarakat yang tinggal di daerah pantai lebih
mengenal teknik pembuatan noken dengan cara dianyam, atau teknik anyam. Hal itu
disebabkan bahan baku yang banyak dijumpai di daerah pantai adalah kulit pohon yang lebih
cocok dibuat noken dengan cara dianyam. Sebaliknya, masyarakat di daerah pedalaman Papua
lebih mengenal teknik pembuatan noken dengan cara dirajut karena bahan baku yang tersedia
di pedalaman Papua lebih banyak berupa serat pohon dan kulit kayu yang teknik pembuatannya
lebih cocok memakai teknik rajut

Teknik anyaman adalah mengatur bilah dengan cara-menindih dan silang-menyilang.


Pembuatan anyaman dilakukan dengan tangan. Pewarnaan pada anyaman noken dilakukan
sebelum bilah dianyam. Proses pembuatan noken dengan teknik anyaman dilakukan
menggunakan tangan dengan tahapan sebagai berikut :

1. Siapkan bahan baku berupa daun pandan, kulit kayu dan rumput rawa serta rotan, hal ini
disesuaikan dengan kearifan komunitas noken di setiap suku bangsanya.

2. Bahan baku ini dipilah-pilah menjadi bagian lembaran-lembaran yang sedang dan kecil
hingga siap dianyam.

3. Buat keranga noken yang dimulai dari pondasi atau dasar. Anyaman dilakukan dengan cara
saling tindih dan menyilang antara satu bagian dengan bagian lainnya. Untuk motif dapat
dilakukan secara langsung dianyam dengan dengan menggunakan bilah yang sudah diwarnai.

4. Selanjutnya membuat bentuknya yang tegak lurus, agar terbentuk wadah seperti tas.

5. Dapat pula dibuat tutup tas/wadahnya dengan cara yang sama.

6. Buat tali untuk tas noken dengan cara yang sama.

6
7. Beri hiasan yang menarik dengan berbagai rumbai dari bahan baku yang digunakan
(Anggoro, 2013).

Teknik rajutan adalah teknik menyirat atau menjalin benang sehingga berbentuk jaring-
jaring atau menyerupai jala. Dalam proses rajutan perlu disiapkan benang. Benang yang terbuat
dari bahan serat pohon harus melalui proses pemintalan terlebih dahulu baru bisa dirajut.
Pemintalan yang dilakukan secara konvensional oleh masyarakat Papua pengrajin noken
adalah dengan menggunakan tangan dan alas paha mereka (Anggoro,dkk, 2013).

Adapun proses pembuatan noken dengan teknik rajutan dilakukan menggunakan tangan
dengan tahapan sebagai berikut :

1. Siapkan bahan baku berupa serat pohon atau rumput rawa. Jenis pohon disesuaikan dengan
kearifan komunitas noken di setiap suku bangsanya.

2. Bahan baku ini dipilah-pilah menjadi bagian lembaran-lembaran yang sedang dan kecil
hingga siap dipintal menjadi benang.

3. Buat keranga noken yang dimulai dari pondasi atau dasar.

4. Selanjutnya membuat bentuknya yang tegak lurus ke atas, agar terbentuk wadah seperti tas.

5. Buat tali untuk tas noken dengan cara yang sama.

6. Beri hiasan yang menarik dengan berbagai hiasan dari bahan lainnya seperti bulu burung,
kerang, gigi hewan, benang, kain perca, manik-manik, dsb (Anggoro,dkk, 2013).

Gambar 4. Proses pemintalan benang dari serat pohon.

7
Gambar 5. Perajin noken merajut noken

Fungsi noken dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada masyarakat pedalaman,


misalnya di Paniai, Wamena, noken berfungsi sebagai tas, pakaian, dan penutup kepala atau
topi. Noken yang berfungsi sebagai tas biasanya terbuat dari rajutan atau anyaman serat pohon
atau daun yang kadang diwarnai dan diberi aneka hiasan (Dedi, 2015)

Noken berukuran besar berfungsi untuk membawa hasil kebun, hasil laut, kayu, hewan
kecil, belanjaan, atau menggendong bayi, dan lain-lain. Noken juga digunakan sebagai tempat
penyimpan berbagai barang atau sebagai “almari” makanan. Noken berukuran kecil untuk
membawa barang pribadi, seperti uang, sirih pinang, makanan, buku bagi anak sekolah, dan
lain-lain (Anggoro,dkk, 2013).

8
Menurut Anggoro,dkk (2013), sebagai produk budaya, noken memiliki makna filosofis
yang luas. Makna filosofis itu berupa lambang yang mencerminkan hubungan keseimbangan
antara orang Papua dengan lingkungan fisik dan kulturalnya, yakni sebagai berikut.

1. Keselarasan dengan alam, kearifan lokal, dan konservasi lingkungan.


Noken merupakan benda yang terbuat dari bahan alami yang berasal dari alam sekitar,
seperti kulit, serat, dan akar pohon. Bahan alami mudah diperoleh dari alam sekitar, apabila
noken telah rusak, bahan alami tersebut akan kembali menyatu dengan tanah dan tidak
menimbulkam dampak negatif seperti pemakaian bahan sintetis.
2. Lambang kesuburan.
Bagi perempuan Papua, noken merupakan lambang kesuburan dan kesehatan
kandungan perempuan. Filosofi ini identik dengan bentuk dan sifat elastis noken yang dapat
menyesuaikan dengan apa yang dibawanya seperti kandungan perempuan yang
mengandung janin kecil hingga tumbuh besar dan siap dilahirkan. Noken digunakan
sebagai penanda bahwa gadis tersebut telah menginjak usia subur dan siap untuk disunting
laki-laki. Keterampilan membuat noken harus dikuasai oleh seorang gadis sebelum dia
melangsungkan pernikahan. Dalam budaya Papua, seorang gadis yang belum mampu
membuat noken tidak akan dilamar oleh jejaka. Keterampilan membuat noken menjadi
prasyarat bagi seorang gadis untuk melewati tahap lanjutan dalam siklus hidupnya.
3. Lambang keragaman budaya
Noken dimaknai sebagai lambang keragaman budaya masyarakat Papua. Semua orang
Papua mengenalnya dan mengetahui ciri khas masing-masing daerah yang membuatnya,
baik bentuk maupun bahan. Bahan baku pembuatan noken bermacam-macam sesuai dengan
daerahnya.
4. Pandangan hidup
Noken melambangkan pandangan hidup dan jati diri masyarakat Papua. Masyarakat
memaknai noken sebagai sebuah warisan budaya yang mencerminkan cita-cita kehidupan
mereka di dunia ini. Melalui keberadaan noken, masyarakat Papua diingatkan untuk
senantiasa menjalin hubungan yang harmonis dengan alam dan memberikan yang terbaik
untuk sesamanya.

Noken juga melambangkan kemandirian seperti terlihat pada berbagai benda di


dalamnya yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Kemandirian tidak
membuat mereka bersikap egois dan mementingkan diri sendiri. Dengan berbagai barang di
dalam noken, orang Papua berbagi dengan sesama. Dalam hal ini, noken dimaknai sebagai

9
“rumah berjalan” karena di dalam sebuah noken berbagai kebutuhan yang menjamin
kelangsungan hidup dapat dipenuhi. Noken telah menjadi bagian dari hidup masyarakat
Papua, sifat lenturnya menyatu dengan tubuh pemiliknya. Noken menjadi simbol percaya
diri dan menimbulkan keyakinan pembawaan (Elisabeth, 2016).

Selain makna filosofis, noken memiliki makna sosial yang terkait dengan hubungan antara
sesama warga masyarakat, warga dengan pemimpinnya, serta warga satu komunitas suku
dengan warga komunitas suku lainnya. Noken dapat menjadi identitas sosial sebuah komunitas
suku karena mencirikan asal suku seseorang. Orang Papua dapat dilihat asal-usul kesukuannya
dengan melihat bentuk dan ciri khas noken yang dikenakan. Bentuk dan ciri khas noken ini
dapat berfungsi sebagai ikatan sosial suatu suku di Papua (Anggoro, 2013).

Noken merupakan benda budaya yang memiliki makna sebagai penanda pelapisan sosial
dalam masyarakat Papua. Sebagai penanda status sosial, noken berfungsi mengatur hubungan
warga masyarakat antara pemimpin dan yang dipimpin. Kedudukan sosial seseorang dapat
dilihat dari noken yang dikenakan. Makna sosial noken yang lain adalah sebagai penghormatan
yang tinggi dari seseorang kepada lainnya. Noken digunakan sebagai benda pemberian atau
kenang-kenangan kepada seseorang yang dianggap istimewa dan berjasa bagi pemberi. Tamu
yang datang ke Papua biasa mendapat kalungan noken sebagai wujud penghormatan.

Noken digunakan masyarakat Papua dalam berbagai aktivitas seperti peminangan gadis,
upacara perkawinan, inisiasi, pengangkatan kepala suku, dan sebagainya. Dalam peminangan
gadis dan upacara perkawinan, noken berperan istimewa sebagai salah satu benda hantaran
atau mas kawin. Noken menjadi simbol kedewasaan pada upacara inisiasi yaitu upacara adat
yang dilakukan dalam pergantian tingkat pada siklus hidup manusia. Noken juga merupakan
benda adat prasyarat wajib dalam upacara penobatan kepala suku. Pada acara penobatan kepala
suku, tetua adat mengenakan noken kepada kepala suku terpilih yang akan terus memakainya
(Anggoro, 2013).

10
PENUTUP

Berdasarkan uraian-uraian mengenai aplikasi serat kulit kayu gnemon untuk noken
khas papua, dapat disimpulkan bahwa serat kulit kayu gnemon digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan noken yang melalui berbagai proses yaitu proses pengolahan bahan baku dari serat
pohon dan proses pembuatan noken dengan teknik anyaman maupun rajutan. Proses
pengolahan bahan baku dari serat pohon antara lain: pemilihan batang pohon, pemukulan
batang pohon, perendaman kulit kayu dan serat pohon, dan pengeringan serat pohon. Adapun
proses pembuatan noken yakni menyiapkan bahan baku, bahan baku dipilah-pilah menjadi
bagian lembaran-lembaran yang sedang dan kecil, membuat kerangka noken dengan teknik
anyaman maupun rajutan, membuat bentuk tegak lurus agar terbentuk wadah seperti tas,
membuat tali tas noken, dan memberi hiasan yang menarik.

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro,dkk. 2013. Modul Pengembangan Muatan Lokal Noken. Jakarta: Direktorat Jendral
Kebudayaan Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
Budiyanto,Gunawan. 2014. Manajemen Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: LP3M UMY.
Brouwer, W.D, 2000. “Natural Fiber Composites in Structural Components, Alternative for
Sisal”, On the Occasion of the Joint FAO, CFC Seminar,Rome, Italy.
Dedi, Dekme. 2015. Pengrajin Noken pada Suku Banngsa Amungme di Desa Limau Asri
Kecamatan Iwaka Kabupaten Mimika Provinsi Papua. Jurnal Holistik, Tahun VIII, No.16.
Efan,Ahmad. 2011. Polimer. Jember: Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Jember.
Elisabeth, Lenny. 2016. Noken dan Perempuan Papua: Analisis Wacana Gender dan Ideologi.
Jurnal Ilmiah Kajian Sastra dan Bahasa, Vol 01, No.01.
Hartanto dan Watanabe. 2003. Teknologi Tekstil. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Jumaeri. 1997. Pengetahuan Barang Tekstil. Bandung: Institut Teknologi Tekstil.
Kadolph et al. 1993. Textiles edisi ke-7. New York: Macmillan Publishing Company.
Karmakar, S.R. 1999. Chemical Technology in The Pre-Treatment Processes of Textiles. New
Delhi: Elsevier.
Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka.
Lee R Lynd, et al. 2002. Microbial Cellulose Utilization: Fundamental and Biotechnology,
Microbiology, and Molecular Biology. American Society for Microbiology. Vol 66 (3).
Pp 506-577.

11

Anda mungkin juga menyukai