Anda di halaman 1dari 7

Berita Biologi 12(3) - Desember 2013

SERAT KULIT KAYU BAHAN SANDANG: KEANEKARAGAMAN JENIS


DAN PROSPEKNYADI INDONESIA
[Bark Fiber Clothing Materials: Its Diversity and Prospect in Indonesia]

Mulyati Rahayu dan Vera Budi Lestari Sihotang


Laboratorium Etnobotani, Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi - LIPI, Jln Raya Jakarta Bogor Km 46,
Cibinong Science Center, Cibinong, Bogor; E-mail: mulyati_r@yahoo.com

ABSTRACT
Indonesia has known to have several fiber plants used as rope, craft and clothing material. The literature study, observations well as inter-
view with local community in several places in Sumatra, Kalimantan, Moluccas and Sulawesi suggested that there were nine fiber plant
species that were used as clothing material in the past. But clothing material from the bark of Broussonetia papyrifera (L.) L’Her. ex Vent.,
“kumpe”, is still being fabricated and used in Cental Sulawesi up to now. Two of those nine fiber plant species for clothing material had
good economic value namely Boehmeria nivea (L.) Gaudich and Broussonetia papyrifera (L.) L’Her. ex Vent.

Key words: Bark tree, clothing material, Indonesia.

ABSTRAK
Indonesia memiliki beberapa jenis tumbuhan serat yang digunakan sebagai bahan baku anyaman, kerajinan dan sandang. Hasil studi
pustaka, pengamatan lapang dengan wawancara terhadap beberapa etnis lokal di beberapa kawasan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan
Maluku diketahui sembilanjenis tumbuhan penghasil serat yang digunakan sebagai bahan sandang di masa lampau.Tetapi, sampai saat ini
sandang dari kulit kayu Broussone tiapapyrifera (L.) L’Her. ex Vent.“kumpe”, dilakukan pembuatan dan penggunaannya di Sulawesi
Tengah. Dua dari sembilan jenis tumbuhan penghasil serat yaitu Boehmeria nivea (L.) Gaudich. dan Broussonetia papyrifera (L.) L’Her. ex
Vent. diketahui memiliki nilai ekonomi.

Kata kunci: Tumbuhan serat, bahan sandang, Indonesia.

PENDAHULUAN dan kekayaan keanekaragaman hayati merupakan


Penggunaan tetumbuhan oleh manusia untuk salah satu modal dasar bagi berkembangnya beragam
pemenuhan kehidupan sehari-harinya, baik secara budaya suku bangsa di Indonesia.
langsung maupun tidak langsung telah lama menda- Indonesia merupakan salah satu negara tropis
pat perhatian dalam botani – ekonomi. Sehubungan yang memiliki lebih dari lima ratus entri atau lema
dengan perannya, tetumbuhan telah dibedakan atas (Melalatoa, 1995). Entri atau lema dikategorikan
beberapa kelompok seperti sebagai sumber bahan sebagai suku bangsa, sub suku bangsa, komunitas
pangan, bangunan, sandang, ritual, peralatan rumah masyarakat yang mendiami pulau kecil, atau
tangga, kayu bakar, permainan anak-anak, dan pe- masyarakat yang memiliki ciri khas spesifik yaitu
warna (Power, 1874). kebudayaan, pengetahuan dan kearifan lokal
Tercatat tidak kurang dari 50 jenis diantara 290 tersendiri, antara lain dalam memanfaatkan tetumbu-
jenis tumbuhan penghasil serat digunakan sebagai han sebagai bahan sandang.
bahan sandang oleh berbagai suku bangsa di Indone- Saat ini dengan semakin derasnya kemajuan
sia (Heyne, 1987). Sedangkan menurut buku teknologi dan tranportasi yang telah memasuki ke
PROSEA No. 17 (2003) diketahui terdapat 72 jenis pelosok-pelosok terpencil, dikhawatirkan kebu-
tumbuhan penghasil serat utama, 128 jenis penghasil dayaan, pengetahuan dan kearifan lokal tersebut
serat sekunder dan 619 jenis lainnya namun peranan tererosi bahkan hilang. Walujo (1991) mengungkap-
utamanya adalah sebagai sumber bahan pangan, kan bahwa proses modernisasi ternyata dengan mu-
obat, bangunan, hias dan sebagainya. Selama ini dah menggeser sejumlah pengetahuan atau kebu-
serat alam telah dimanfaatkan sebagai bahan tekstil, dayaan asli suku bangsa diluar Pulau Jawa. Oleh
tali telali, kerajinan, kertas dan sebagainya.Namun, karena itu diharapkan data etnobotani ini menjadi
pemanfaatannya masih belum mencapai taraf komer- dokumentasi tentang pemanfaatan serat kulit kayu
sialisasi. Pengetahuan tradisional masyarakat lokal dari beberapa jenis tumbuhan yang digunakan seba-

*Diterima: 25 Maret 2013 - Disetujui: 26 September 2013

269
Rahayu dan Sihotang - Serat Kulit Kayu Bahan Sandang: Keanekaragaman Jenis dan Prospek

gai bahan sandang oleh beberapa suku bangsa di suku Moraceae (yaitu Antiaris toxicaria Lesch., Ar-
Indonesia, sehingga prospek pengembangannya se- tocarpus elasticus Reinw. ex Blume, A. integer
bagai salah satu bahan baku kerajinan khas daerah (Thunb.) Merr., Broussonetia papyrifera (L.) L’Her.
yang saat ini banyak diminati oleh wisatawan man- ex Vent., Ficus minahassae (Teijsm. & de Vriesse)
canegara, mendorong kreativitas masyarakat lokal Miq., F. pungens Reinw. ex Blume, F. variegata
untuk meningkatkan ekonomi kesejahteraannya dan Reinw. ex Blume dan Streblus elongatus (Miq.)
pelestariaannya dapat ditindak lanjuti. Corner) dan satu jenis termasuk suku Urticaceae
Boehmeria nivea (L.) Gaudich. Jenis-jenis ini
BAHAN DAN CARA KERJA umumnya dijumpai di hutan primer dan sekunder
Pengumpulan data etnobotani tentang tumbu- sampai pada ketinggian 1.500 m dpl, kecuali A.
han penghasil serta kulit kayu sebagai bahan sandang elasticus sampai diketinggian 3.500 m dpl. Variasi
dilakukan bersamaan pada saat eksplorasi keane- morfologi B. nivea cukup tinggi, dan beberapa kulti-
karagaman jenis tumbuhandengan cara pengamatan var jenis ini telah dibudidayakan di Indonesia; se-
dan wawancara terhadap masyarakat lokal antara lain dangkan jenis-jenis lainnya berasal dari hidupan liar.
di kawasan hutan HPH Loka Rahayu, Jambi (1985); Kegunaan lain dari jenis-jenis tumbuhan
kawasan hutan Tabalong, Kalimantan Timur (1985); penghasil serat kulit kayu untuk bahan sandang
kawasan hutan Matalibaq, Long Iram, Kalimantan antara lain sebagai bahan obat tradisional, bahan
Timur (1986); kawasan hutan Taman Nasional bangunan, penghasil buah dan sayuran, pewarna.
Manusela, Seram-Maluku (1987); Taman Nasional
Bukit Tiga Puluh, Riau (1991 dan 1998); Taman Proses Pembuatan bahan sandang serat kulit
Nasional Lore Lindu, Sulawesi Tengah (2002 dan kayu
2008); kawasan hutan sekitar Tana Toraja (2008); Serat kulit kayu yang digunakan sebagai bahan
dan Taman Nasional Ateka Jawa-Lolobata, Hal- baku sandang umumnya diambil dari bagian kulit
mahera-Maluku Utara (2010 dan 2012). Data yang batang yang telah tua, kecuali pada A. toxicaria dan
dicatat antara lain nama lokal, tempat tumbuh, cara B. papyrifera diambil dari bagian kulit batang muda.
pembuatan bahan sandang dan kegunaan lain jenis Kecuali B. nivea, pembuatan bahan sandang
tersebut. Jenis-jenis yang belum diketahui nama ilmi- serat kulit kayu dilakukan secara tradisional dengan
ahnya, diambil sampelnya, dibuat specimen menggunakan peralatan konvensional yaitu dengan
herbarium untuk diidentifikasi di Herbarium Bo- cara memukul-mukul lembaran kulit kayu bagian
goriense. Selain itu dilakukan pula penelusuran ber- dalam agar semakin tipis, melebar dan halus. Ke-
bagai pustaka. mudian beberapa lembaran kulit kayu yang telah
menipis disusun dan kembali dipukul-pukul agar
HASIL bersambungan atau bertautan. Di Sulawesi Tengah,
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Penghasil alat pemukul serat kulit kayu ini disebut dengan
Serat Kulit Kayu Sebagai Bahan Sandang nama “batu ike” atau “popo”. Dikenal enam tingka-
Tercatat sembilan jenis tumbuhan penghasil tan batu ike dan setiap tingkatan memiliki alur-alur
serat kulit kayu yang digunakan sebagai bahan san- pada permukaan batu yang semakin halus. Waktu
dang oleh beberapa etnis di Indonesia seperti etnis yang diperlukan dalam pembuatan satu lembar
Kubu atau Anak Dalam (Sumatera); etnis Dayak “kumpe” (bahan sandang serat kulit kayu) berkisar
Bahau dan Dayak Iban (Kalimantan); etnis Kaili, 10 – 15 hari dan dilakukan secara terus menerus.
Kulawi, Lore, Toraja (Sulawesi), etnis Manusela Pembuatan bahan sandang dari serat B. nivea dilaku-
(Maluku) dan etnis Togutil atau Tobelo Dalam kan dengan cara serat kulit kayu bagian dalam dije-
(Maluku Utara). Delapan jenis diantaranya termasuk mur dan dipintal untuk dijadikan benang. Diantara

270
Berita Biologi 12(3) - Desember 2013

sembilan jenis tumbuhan penghasil serat kulit kayu 2. Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume.
bahan sandang, serat B. nivea dan B. papyrifera Suku : Moraceae
memiliki kualitas terbaik. Nama lokal: mengko (Aceh); torop, ulalang, hatapul
miak (Batak); tarok (Minangkabau); benda, tereup
PEMBAHASAN (Sunda); bendo, bendo ketan, bendo kebo (Jawa);
Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Penghasil kokap (Madura); taeng (Makassar).
Serat Kulit Kayu Sebagai Bahan Sandang Sebaran: Daerah asalnya mulai dari Burma, Thai-
Untuk membuat pakaian atau sandang dari land, Malaysia, Brunei, Indonesia dan Filipina.
serat kulit kayu diperlukan pengetahuan dan pengala- Jenis ini merupakan sumber utama serat dari marga
man dalam mengenal jenis-jenis pohon yang Artocarpus, bukan karena seratnya berkualitas tinggi,
memiliki serat kulit kayu yang kuat, panjang dan namun karena jenis ini cukup bagus, cepat dan
afinitasnya besar terhadap air sehingga terasa dingin mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
jika digunakan pada hari panas. Habitat : Secara alami dijumpai di hutan yang selalu
Berdasarkan penelusuran beberapa pustaka hijau atau hutan semi meranggas, hutan primer atau
diketahui terdapat 9 jenis pohon serat kulit kayu sekunder sampai pada ketinggian 3.500 m dpl.
yang digunakan oleh beberapa suku bangsa di Indo- Kegunaan lainnya: Kayu memiliki kelas awet III
nesia (Kennedy, 1934; Kartiwa, 1985; Heyne, 1987; dan IV, umumnya digunakan sebagai bahan ban-
Anonimous, 1989; PROSEA, 2003; Berg & Corner, gunan, peralatan rumah tangga. Serat kulit kayu se-
2005; dan Berg et al., 2006). Adapun jenis-jenis tum- bagai bahan tali temali, “tambanan” (dari kulit
buhan serat kulit kayu tersebut sebagai berikut: batang muda), “nyawur” (kulit batang tua), ti-
kar.Getah digunakan sebagai perangkap burung dan
1. Antiaris toxicaria Lesch. obat disentri. Daun sebagai bahan obat penyakit
Suku : Moraceae. TBC, alas lumbung. Buah dapat dimakan. Kulit
Nama lokal: ipoh, upas, tengis, tingeh (Melayu); batang dimakan oleh wanita atau sabuk/ikat ping-
tatai (Lampung); nyaman tacem (Dayak); ancar, gang digunakan sebagai pencegah untuk mempunyai
karag (Jawa); balung, pancar (Madura); impo, ipo anak.
(Sulawesi); gado (Maluku)
Sebaran : Meliputi Afrika Barat sampai dengan 3. Artocarpus integer (Thunb.) Merr.
Madagaskar, Sri Lanka, India, Indo – China, China Suku : Moraceae
bagian selatan, Thailand, Malesia, kepulauan Pasifik Nama lokal: pana, panah, panaik, nangka, nangkow
dan Australia bagian utaraJenis ini merupakan jenis (Aceh); nangka, naka (Batak); naa (Nias); lamasa,
tunggal (monotypic species) dari marga Antiaris. malasa, menaso, benaso (Lampung); batuk, baduk,
Habitat: Tersebar di hutan-hutan primer dan naha, enaduk, maduk (Dayak); nangka (Sunda);
sekunder dataran rendah sampai pada ketinggian nangko (Jawa); nangke (Bali, Sasak); nangga, nanga
1.500 m dpl. Kadang-kadang ditemukan juga di (Bima); hoha (Sawu);nangga, nangka, mangka
padang savana atau di perbukitan tepi pantai. (Sulawesi Utara); cidu (Makassar); tekele, kaolin,
Kegunaan lainnya: Getah mengandung senyawa nongga, tafela, ina ale, ai naa wakasaa (Maluku).
“antiarin” dan digunakan sebagai racun panah atau Sebaran: Tersebar luas di Myanmar, Semenanjung
tuba ikan. Kayunya berkualitas cukup bagus, diguna- Thailand, Semenanjung Malaysia dan Indonesia.
kan sebagai bahan bangunan dan peralatan rumah Jenis ini dibedakan antara yang liar (var. sylvestris)
tangga. Daun dan batangnya sebagai obat penurun dan yang budidaya (var. integer). Hidupan liarnya
panas, namun pemakaiannya dalam jumlah kecil. sangat bervariasi, ada yang gundul dan berbulu
Bijinya sebagai obat disentri. Kulit batangnya macam-macam. Daunnya setelah layu berwarna hi-
digunakan juga sebagai bahan pencelup pewarna. jau sampai kekuning-kuningan. Sedangkan tumbu-

271
Rahayu dan Sihotang - Serat Kulit Kayu Bahan Sandang: Keanekaragaman Jenis dan Prospek

han yang budidaya selalu berbulu dan daunnya sete- kerajinan anyaman. Daun sebagai pakan ternak, pu-
lah layu berwarna kuning menyolok sampai jingga. puk hijau, obat asam lambung. Akarnya sebagai obat
Habitat: Dijumpai hanya tumbuh di daerah tropik, disentri, diuretik, menghaluskan kulit, pembengkak-
umum dijumpai di hutan sekunder dan primer data- kan urogenital dan prolapsed uterus.
ran rendah sampai ketinggian 500 m dpl.; seringkali
di lereng bukit yang lembab. Jenis ini merupakan 5. Broussonetia papyrifera (L.) L’ Hér. ex Vent.
pohon yang mengisi kanopi kedua dalam hutan dan Suku : Moraceae
termasuk yang berumur panjang. Nama lokal: Sepukau (Sumatera Barat); saeh
Kegunaan lainnya: Kualitas kayunya cukup bagus (Sunda); galugu, glugu (Jawa); dhulubang,
dengan kelas awet II dan III, umumnya dimanfaatkan dhalubang (Madura); gembala, rowa (Sumba); ambo,
sebagai bahan bangunan, peralatan rumah tanggga, lingowas, iwo (Sulawesi); malak (Maluku).
mebel. Kulit kayu digunakan sebagai pewarna Sebaran: Kisaran alaminya meliputi Jepang, China,
kuning (Selai, agar-agar). Serat kulit kayu selain Indo-China, Thailand, Burma dan India; disebarluas-
untuk bahan sandang, juga bahan tali telali kan ke kepulauan Ryukyu, Taiwan, Filipina, Indone-
(tambang). Akar sebagai bahan obat demam.Getah sia (Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kepulauan Sunda
untuk perangkap burung.Daun sebagai pakan ternak. Kecil dan Maluku), Papua Nugini dan Polinesia.
Buah dan biji dapat dimakan. Jenis ini berkerabat dekat dengan B. kazinoki Sieb.,
terutama dari Jepang dan Korea.
4. Boehmeria nivea (L.) Gaudich. Habitat: Pertumbuhan alaminya dijumpai di hutan–
Suku : Urticaceae hutan meranggas di daerah beriklim sedang, namun
Nama lokal: Goni, rami, kelui (Indonesia); romin juga tumbuh subur di dataranrendah dan pegunungan
(Sumatera); haramay (Sunda); kofo yaba (Maluku). tropis; merupakan tumbuhan pionir sehingga sering-
Sebaran: Daerah asalnya diduga dari China bagian kali merupakan gulma perkebunan (PROSEA, 2003).
barat dan tengah; menyebar ke negara-negara Asia. Kegunaan lainnya: Serat kulit kayunya halus, sangat
Pada abad ke-18 dibawa oleh orang Eropa dan kuat dan agak berkilau. Kayu dan kulit kayunya se-
dibudidayakan di negara-negara tropis, subtropis dan bagai bahan pulp. Kulit batang mengandung senyawa
daerah beriklim sedang. Di negara-negara Asia flavonoid broussochalcon yang berperan sebagai
seperti Filipina, Indonesia, Malaysia, Thailand, Viet- antioksidan, anti jamur dan anti bakteri. Pucuk daun-
nam, Kamboja dan Laos dibudidayakan secara besar- nya dapat dimakan (lalab), daunnya yang tua sebagai
besaran pada awal abad ke-19. Jenis ini memiliki pakan ternak, obat diare pada anak-anak dan peluruh
variasi yang cukup tinggi, sehingga dikenal beberapa keringat; sedangkan buahnya untuk menguatkan lam-
sub jenis, varietas dan forma. Kultivar yang dibudi- bung dan sebagai tonik. Penanaman jenis ini juga
dayakan di Indonesia antara lain “Pujon 10”, dapat sebagai pembasmi pertumbuhan alang-alang
“Bandung A’ dan “Lembang A” (ditanam di Jawa) (Imperata cylindrical (L.) Raeusch.).
dan “Puncur batu” (dikembangkan di Sumatera).
Habitat: Tumbuh pada daerah-daerah ekuatorial, 6. Ficus minahassae (Teijsm. & de Vriesse) Miq.
umumnya dengan dengan suhu 200 – 280 C, namun Suku : Moraceae
peka terhadap lahan tergenang. Untuk menghasilkan Nama lokal: mahang kusei, tambing-tambing, waren
serat yang optimal dan berkualitas bagus diperlukan kusei, langusei (Sulawesi).
perairan yang baik, tanah liat bergaram, pH tanah 5,5 Sebaran: Kalimantan bagian utara, Sulawesi, Kepu-
– 6,5. lauan Talaud dan Filipina.
Kegunaan lainnya: Serat kulit kayunya merupakan Habitat: Hutan primer dataran rendah, terutama
bahan baku tekstil tertua, kertas, jala, tambang dan sepanjang aliran sungai.

272
Berita Biologi 12(3) - Desember 2013

Kegunaan lainnya: Daunnya digunakan sebagai Habitat: Hutan sekunder dataran rendah.
bahan obat tradisional untuk penyakit rematik. Buah Kegunaaan lainnya: Kayunya sangat keras, kuat,
dapat dimakan. berat digunakan sebagai bahan bangunan dan per-
kakas rumah tangga.
7. Ficus pungens Reinw. ex Blume
Suku : Moraceae. Proses Pembuatan Bahan Sandang Serat Kulit
Nama lokal: ngesoso, ngeheho, gososo (Maluku). Kayu
Sebaran: Filipina, Maluku dan Papua Nuigini. Setiap jenis pohon serat kulit kayu yang diman-
Habitat: Hutan primer dan sekunder, tepi sungai faatkan sebagai bahan sandang memiliki ciri khasnya
kecil, pada ketinggian sampai 1.500 m dpl. masing-masing, baik dari segi umur tumbuhannya,
Kegunaan lainnya: Daunnya dapat dimasak seperti cara pengolahannya maupun kualitas kain/sandang
sayuran. Air dari batangnya yang dipotong dapat yang dihasilkan. Kulit kayu Antiaris toxicaria Lesch.
diminum. Getahnya sangatnya beracun. Serat kulit dan Broussonetia papyrifera (L.) L'Hér. ex Vent.
batang digunakan sebagai pengganti tikar anyaman diambil dari tumbuhan muda, sedangkan jenis-jenis
atau matras. lainnya diambil dari tumbuhan yang telah cukup
dewasa.
8. Ficus variegate Reinw. ex Blume Bagian kulit kayu yang digunakan adalah serat
Suku : Moraceae bagian dalam setelah dipisahkan dari kulit arinya
Nama lokal: kondang (Sunda), gondang (Jawa, dengan cara dikikis atau dikerok dengan mengguna-
Bali), ghundang (Madura), kanyilu, kencalu, kandelu kan pisau atau potongan kayu/tempurung kelapa
(Sumba), aha, toubukau, matana, naha, latua yang ditajamkan. Semua serat kulit kayu jenis tum-
(Sulawesi), toro, coro (Maluku). buhan yang akan dijadikan sebagai bahan sandang
Sebaran: Dijumpai mulai dari India dan Burma, kecuali Boehmeria nivea (L.) Gaudich., diproses
menyebar ke Indo-China, China, Kepulauan Ryukyu, dengan cara dipukul-pukul cukup keras dengan pe-
Taiwan, Kepulauan Andaman, Thailand, kawasan mukul atau palu kayu.
Malesia, Kepulauan Solomon bagian timur dan sela- Kulit kayu Boehmeria nivea (L.) Gaudich. yang
tan sampai bagian utara Australia. telah dibersihkan dari kulit luarnya yang berlendir
Habitat: Hutan primer dan sekunder pada ketinggian dijemur selama 3 hari. Setelah kering pita-pita serat
sampai dengan 1.200 m dpl. Seringkali dijumpai di ditarik dari kulit batangnya, kemudian dipintal men-
kawasan pedesaan dan di kebun. jadi benang dan diolah lebih lanjut menjadi bahan
Kegunaan lainnya: kualitas kayu tidak bagus se- sandang. Sedangkan jenis lainnya setelah diber-
hingga hanya digunakan sebagai kayu bakar. Kulit sihkan kulit arinya, kemudian dilakukan pemukulan
kayu digunakan sebagai pengganti pinang. Lilin yang awal.Selanjutnya direndam dalam air selama 1-3 hari
dihasilkan dari getah digunakan untuk membatik. agar kotoran atau lendir/getah yang tersisa keluar.
Daun muda dimakan sebagai lalab. Buah yang dire- Proses selanjutnya serat kulit kayu tersebut diperas,
bus sebagai obat disenteri. Akar berkhasiat sebagai kemudian beberapa lembaran serat kulit kayu
anti racun. disusun diatas papan atau landasan kayu dan dipukul
-pukul dengan palu batu atau kayu yang memiliki
9. Streblus elongatus (Miq.) Corner. alur-alur yang berbeda-beda, semakin tinggi tingka-
Suku : Moraceae tannya akan semakin halus alurnya.Rahayu dan Sa-
Nama lokal: daendong, laindong, bunta (Sulawesi). kamoto (2009) melaporkan bahwa masyarakat Ku-
Sebaran: Sumatra, Peninsula Malaya, Kalimantan lawi di Sulawesi Tengah menyebut palu kayu ber-
dan Sulawesi. alur tsb. sebagai “batu Ike”; yang terdiri atas be-

273
Rahayu dan Sihotang - Serat Kulit Kayu Bahan Sandang: Keanekaragaman Jenis dan Prospek

berapa tingkatan “ike pemimpe”, “ike tanga”, “ike Ditinjau dari sifat-sifat dan kegunaan lainnya
tanga koduo”, “ike pompokapu” dan “ike panbodo” dari 9 jenis pohon serat kulit bahan sandang terutama
atau “paroda”. Masyarakat Lore menyebut batu ike Boehmeria nivea (L.) Gaudich. dan Broussonetia
sebagai “popo”; yang terdiri dari “popo pehelai”, papyrifera (L.) L'Hér. ex Vent. prospeknya di masa
“popo kowang”, “popo kasua” dan “popo pawali”. depan perlu ditindak lanjuti. Isdijoso (1992) menge-
Waktu yang diperlukan untuk pembuatan 1 mukakan bahwa selain serat kapas Gossypium hirsu-
lembar “kumpe” (bahan sandang serat kulit kayu) tum L., serat Boehmeria nivea (L.) Gaudich. mem-
berkisar 10 – 15 hari dan dilakukan secara terus punyai sifat kuat, mengkilap, menyerupai lena dan
menerus.Selama proses pembuatan sandang kulit memiliki afinitas terhadap air cukup tinggi, sehingga
kayu ditemukan adanya mitos atau kepercayaan di- serat jenis ini masih memegang peranan penting
kalangan masyarakat setempat antara lain potongan (tidak terdesak oleh serat buatan). Kekurangan dari
atau lembaran serat kulit kayu yang akan diproses serat Boehmeria nivea (L.) Gaudich. antara lain
menjadi bahan sandang tidak boleh terkena kotoran kaku, daya lentur rendah, getas dan kasar; namun
hewan atau manusia, tangan pengrajin tidak boleh kendala ini dapat dimodifikasi dengan diberi campu-
terkena gula merah, tomat, atau mencuci tangan den- ran polyester dengan perbandingan polyester: serat
gan menggunakan sabun. Boehmeria nivea (L.) Gaudich. sebesar 50 : 50 atau
Dari hasil pengamatan dilokasi pembuatan san- 65 : 35 (Anonimous, 1984).
dang serat kulit kayu dan artefakta di beberapa mu- Berbeda dengan sandang serat Boehmeria nivea
seum diketahui bahan sandang serat kulit kayu dari (L.) Gaudich., maka sandang serat kulit kayu Brous-
Boehmeria nivea (L.) Gaudich. dan Broussonetia sonetia papyrifera (L.) L'Hér. ex Vent. tidak banyak
papyrifera (L.) L'Hér. ex Vent. memiliki kualitas dikenal di Indonesia. Namun demikian pembuatan
terbaik antara lain halus, lembut, tipis, mengkilap sandang serat kulit kayu dari jenis ini masih dapat
dan berwarna putih; sedangkan sandang dari jenis dijumpai di daerah pedalaman Sulawesi Ten-
lainnya agak kasar, kusam dan berwarna coklat gah seperti di Desa Kulawi, Pandere, Doda dan
kemerahan. Gintu. Penggunaan pakaian serat kulit kayu ini, ka-
dang kala dijumpai pada saat upacara adat/tradisional
Prospek Masa Depan antara lain upacara pengobatan “balia” atau upacara
Berbeda dengan komoditas pemanfaatan lain- potong gigi “mokeso”. Jenis ini merupakan salah
nya terutama pertanian/pangan, maka peranan tum- satu jenis pionir, mudah tumbuh dan dapat mencegah
buhan untuk bahan sandang di Indonesia mulai terde- pertumbuhan alang-alang.
sak dengan masuknya bahan sintetis sebagai peng- Terkait dari uraian tersebut di atas, perlu
gantinya. Perkembangan ini mungkin tidak terelak- kiranya usaha penanaman pohon Boehmeria nivea
kan terutama bila menyangkut tersedianya bahan (L.) Gaudich. dan Broussonetia papyrifera (L.)
baku dan efisiensi waktu. L'Hér. ex Vent. di lahan-lahan marginal yang cukup
Di Indonesia penggunaan sandang serat kulit luas di Indonesia. Selain itu untuk mengangkat nilai
kayu digunakan oleh masyarakat tradisional atau ekonomi masyarakat setempat maka bahan baku
“terasing” antara lain di Sumatera tengah (Jambi dan setengah jadi dari jenis-jenis tersebut perlu mendapat
Riau), Kalimantan, Sulawesi dan Maluku. Dengan sentuhan kreativitas antara lain sebagai bahan keraji-
masuknya transportasi ke pelosok-pelosok pedala- nan khas daerah. Dengan demikian khasanah sum-
man dan terjangkaunya daya beli terhadap linen atau berdaya hayati, keanekaragaman serta pengetahuan
bahan kain buatan pabrik maka sandang serat kuli lokal suku-suku bangsa di Indonesia dapat terdo-
kayu mulai ditinggalkan. kumentasi dan lestari.

274
Berita Biologi 12(3) - Desember 2013

KESIMPULAN Heyne K. 1987.Tumbuhan Berguna Indonesia, 660, 674, 677,


684, 692, 698, 705. Badan Litbang Departemen
Tercatat sembilanjenis tumbuhan penghasil Kehutanan RI (Terjemahan).
serat kulit kayu yang digunakan sebagai bahan Isdijoso SH.1992. Tumbuhan Sebagai Sumber Bahan Sandang,
Tali Temali dan Anyam-anyaman. Prosiding Seminar
sandang oleh masyarakat tradisional di Indonesia. dan Lokakarya Nasional Etnobotani I, Bogor, 19–20
Februari 1992. RE Nasution, S Riswan, P Tjitropranoto,
“Kumpe” sandang dari kulit kayu Broussonetia EB Waluyo, W Martowikrido, H Roemantyo dan SS
papyrifera (L.) L'Hér. ex Vent., pembuatan dan Wardoyo (Penyunting), 328 – 334. Departemen Pen-
didikan dan Kebudayaan RI, Departemen Pertanian RI,
penggunaannya khususnya untuk upacara adat masih Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Perpusta-
dapat dijumpai di Sulawesi Tengah. kaan Nasional RI.
Kartiwa S. 1985. Berbagai Jenis Bahan Pakaian Tradisional dan
Untuk mencegah hilangnya pengetahuan lokal Penggunaannya di Indonesia, 8. Proyek Pengembangan
masyarakat tradisional, keanekaragaman tetumbuhan Museum Nasional.
Kennedy R. 1934.Bark-cloth in Indonesia.The Journal of Polyne-
di Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan sia Society 43, 229–243.
Melalatoa MJ. 1995. Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesia.
masyarakat daerah/lokal maka perlu dilakukan
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
penanaman jenis yang memiliki nilai ekonomi Power S. 1874. Aboriginal Botany. Calif. Acad. Sci. Proc. 5, 373–
379.
seperti Boehmeria nivea (L.) Gaudich. dan PROSEA. 2003. Fibre Plants. In: Plant Resources of South-East
Broussonetia papyrifera (L.) L'Hér. ex Vent. Asia 17. Prosea Network office. Bogor, Indonesia.
Rahayu M dan I Sakamoto.2009. Kajian Etnobotani Brous-
sonetia papyrifera (L.)L’ Her.ex Vent. sebagai Bahan
DAFTARPUSTAKA Sandang di Sulawesi Tengah. Prosiding Seminar Na-
sional Etnobotani IV, Cibinong Science Center–LIPI,
Anonimous.1984. Suatu Studi Kemungkinan Penggunaaan Serat
Bogor, 18 Mei 2009.Y Purwanto dan EB Walujo
Rami Sebagai Bahan Baku Tekstil, 5.Balai Besar (Penyunting), 448–504. Pusat Penelitian Biologi – LIPI,
Penelitian dan Pengembangan Industri Tekstil. Band-
Perhimpunan Masyarakat Etnobiologi Indonesia,
ung.
UNESCO dan MAB.
Anonimous. 1989. Pakaian Kulit Kayu: Teknik dan Fungsinya.
Walujo EB. 1991. Perkembangan Pemanfaatan Tumbuhan Obat
Museum Negeri Propinsi Sulawesi Tengah.
di luar Pulau Jawa.Prosiding Pelestarian Pemanfaatan
Berg CC and EJH Corner. 2005. Moraceae (Ficus). In: Flora
Tumbuhan Obat dari Hutan Tropis Indonesia, 120 –
Malesiana Series I- Seed Plants. 17 Part 1, 347-350, 127. Fakultas MIPA – IPB.
373-377.
Berg CC, EJH Corner and FM Jarret. 2006. Moraceae (Genera
other than Ficus). In: Flora Malesiana Series I – Seed
Plants. 17 Part 1, 32-33, 88-90, 94-96, 141-144.

275

Anda mungkin juga menyukai