Anda di halaman 1dari 37

MATERI IMUNISASI

A. Pengertian
Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap
penyakit tententu sedangkan. Vaksin adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam
tubuh bayi/anak yang disebut antigen. Dalam tubuh antigen akan bereaksidengan antibody
sehingga akan terjadi kekebalan. Juga ada vaksin yang dapat langsung menjadi racun terhadap
kuman yang disebut anti toksin.

B. Tujuan Imunisasi

1. Untuk mencegah /melindungi dari penyakit tertentu


2. Apabila terjadi penyakit tidak terlalu parah
3. Dapat mencegah timbulnya cacat atau kematian

C. Jenis imunisasi

1. Imunisasi aktif

Kekebalan aktif adalah Kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak thd suatu
penyakit tertentudimana prosesnya lambat tetapi dapatbertahan lama.
Ada 2 macam :
a. Kekebalan aktif alamiah, dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami/
sembuh dari suatu penyakit, misalnya anak yang telah menderita campak setelah sembuh tidak
akan terserang campak lagi karena tubuhnya telah membuat zat penolak terhadap penyakit
tersebut.
b. Kekebalan aktif buatan yaitu kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi)
misalnya anak diberi vaksinasi BCG, DPT dan polio.

2. Kekebalan pasif
Kekebalan pasif adalah tubuh tidak membuat zat anti bodi sendiri tetapi kekebalan tersebut luar
setelah memperoleh zat penolak sehingga prosesnya cepat tetapi tidak bertahan lama. Kekebalan
ada 2 macam :
a. Kekebalan Pasif alamiah atau pasif bawaan yaitu kekebalan yang diperoleh bayi sejak lahir dari
ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama ( kira kira hanya sekitar 5 bulan setelah bayi lahir)
misalnya difteri, morbili dan tetanus.
b. Kekebalan Pasif buatan dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolak.
Misalnya pemberian vaksinasi ATS ( anti tetanus serum)

D. Jenis vaksin yang digunakan pada dasarnya dibuat dari :

1. virus dari kuman hidup yang dilemahkan

a. virus campak dalam vaksin campak


b. virus polio dalam jenis sabinpada vaksin polio
c. Kuman TBC dalam vaksin BCG

2. Vaksin dari kuman yang dimatikan seperti :

a. bakteri pertusis dalam DPT


b. virus polio jenis salk dalam vaksin polio

3. vaksin dari racun/ toksin kuman yang dilemahkan

a. racun kuman TT, difteri toxoid dalan DPT

4. vaksin yang terbuat dari protein khusus kuman :

a. vaksin yang dibuat dari protein yaitu hepatitis B

E. Persyaratan pemberian vaksin

1. Pada bayi/ anak yang sehat


2. Kontra Indikasi pada bayi yang sedang sakit
- Sakit keras
- Dalam masa tunas suatu penyakit
- defisiensi imunologi

3. vaksin harus baik disimpan dalam almari es dan belum lewat masa berlakunya
4. pemberian dengan teknik yang tepat
5. mengetahui jadwal, umur dan jenis imunisasi
6. tepat vaksin
7. tepat dosis

F. Cara pengambilan dan penyuntikan


1. Teknik dan prosedur injeksi sesuai jenis imunisasi ( IC, SC, IM , peroral )
2. Pengambilan vaksin harus hati-hati dengan cara sbb :
a. Bagian tengah tutup botol metal dibuka sehingga kelihatan karet
b. Tutup karet didesinfeksi dengan desinfektan
c. Ambil jarum yang streril dengan spuitnya untuk mengisap vaksin kedalam spuit
d. Kulit yang akan disuntik didesinfektan, kemudian dibersihkan dengan kapas alcohol baru
dilakukan penyuntikan.

G. Reaksi tubuh terhadap/ setelah imunisasi

1. Reaksi lokal

Biasanya terlihat pada tempat penyuntikan misalnya terjadi pembengkakan, yang kadang disertai
demam, agak sakit.

2. Reaksi umum

Dapat terjadi kejang kejang , shock dll.


Pada keadaan pertama (reaksi local) ibu takusah panic sebab panas akan sembuh dan itu berarti
kekebalan sudah dimiliki oleh bayi. Tetapi pada keadaan kedua (reaksi umum) sebaiknya ibu
konsultasi pada dokter.
H. Tujuh macam penyakit yang dapat dicegah :

1. TBC
2. Difteri
3. Pertusis
4. Tetanus
5. Polio
6. Campak
7. Hepatitis B

I. MACAM MACAM VAKSIN

1. Vaksin BCG

 Membuat kekebalan terhadap penyakit TBC


 Diberikan pada bayi umur 0-11 bulan sebaiknya 0-2 bulan
 Vaksinasi ulang usia 5 tahun
 Dosis 0,05 cc , IC ( 1/3 lengan kanan atas)
 Sebelum menyuntikan vaksin dilarutkan dengan 4 cc pelarut Na Cl 0,9 %
 Vaksin yang sudah dilarutkan digunakan maks 3 jam
 Disimpan dengan suhu 4-8 0 celcius
 Imunisasi > 2 bulan → mantoux test , jika positif jangan diimunisasi
 Keefektifan 5s/d 10 tahun, ≠ 100%
 Efek samping :
- pada dasarnya tidak ada
- timbul pembengkakan ( setelah 2 minggu)
- abses kecil ( diameter 10 mm) , suhu meningkat
- luka, sembuh dengan sendirinya dengan meninggalkan jaringan parut 4-8 mm
KIPI : anak yang sakit ditempat penyuntikan , anak yang terjangkit TBC
2. Vaksin DPT ( Difteri, pertusis, Tetanus)

Tujuan pemberian vaksin ini adalah untuk memberi kekebalan aktif yang bersamaan terhadap
penyakit dipteri, pertusis dan tetanus
Vaksin pertusis terbuat dario kuman bardotella pertusis yang telah dimatikan , dikemaskan dengan
vaksin difteri dan tetanus.
a. Jenis
Vaksin tetanus dikenal ada 2 macam vaksin yaitu:

1. Vaksin yang digunakan untuk imunisasi aktif ialah toxoid tetanus, kuman tetanus
yang dilemahkan ada 3 macam :

1) kemasan tunggal (TT)


2) kemasan dengan vaksin difteri (DT)
3) kemasan dengan vaksin difteri tetanus pertusis (DPT)

2. kuman yang telah dimatikan yang digunakan untuk imunisasi pasif yaitu ATS (anti
tetanus serum)

b. Jadwal pemberiannya:
1. pada bayi umur antara 2-11 bulan sebanyak 3 x suntikan dengan selang 4 minggu secara IM
2. imunisasi ulang lainnya diberikan setelah umur 11/2 -2 tahun
3. Diulang kembali dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun ( kelas 1 SD)
4. diulang lagi pada umur 10 tahun ( menjelang tamat SD)
KIPI:
Reaksi yang mungkin terjadi setelah pemberian imunisasi adalah demam ringan,
pembengkakan dan rasa nyeri pada tempat penyuntikan selama 1-2 hari, kadang terjadi reaksi yang
lebih berat seperti demam tinggi dan kejang → disebabkan unsur pertusisnya.
Kekebalan yang diperoleh dari vaksin DPT :
1. vaksin difteri 80-90 %
2. vaksin pertusis 50-60 %
3. vaksin tetanus 90-95 %
c. Kontra indikasi pemberian vaksin DPT :
1. anak dengan sakit keras
2. riwayat kejang bila demam
3. panas tinggi yg > 38 0 C
4. penyakit ganggguan kekebalan ( def imun)

3. Vaksin Polio

a. untuk mendapatkan kekebalan poliomielitis


b. pencegahan :
1) kekebalan pasif bawaan ( 3-6 bulan terlindung polio)
2) kekebalan aktif alam ( setelah infeksi dengan virus ganas)
 Vaksin polio terdapat dalam 2 kemasan :

a. vaksin salk → disuntikan


b. vaksin sabin → oral

 Jadwal pemberian vaksin polio

a. bayi 2-11 bulan → 3x , 2 tetes dengan interval 4 minggu


b. ulangan pada umur 1,5-2 tahun
c. menjelang 5 tahun
d. umur 10 tahun

 kekebalan yang diperoleh 45-100 %


 Efek samping → hampir tidak ada
Nangis, rewel, berak ringan
Kelumpuhan anggota gerak
 Kontra indikasi :
d. diare berat
e. anak sakit parah
f. defisiensi kekebalan

4. Vaksin campak
a. kekebalan penyakit campak, vaksin campak → virus campak hidup yang dilemahkan
b. vaksin campak dalam kemasan kering tunggal atau kombinasi dengan MMR
c. jadWal pada usia 9-11 bulan
d. dosis 0,5 cc dengan injeksi SC
e. apabila diberikan < 9 bulan, diulang usia 15 bulan
f. vaksin disebut “ FURTHER ATTERNATED LIFE MEASLES VAKSIN”
g. Pemberian 1x bersamaan DPT III dan polio III
h. Keefektifan : 96-99 %
KIPI :
Demam, bengkak, bercak merah dipipi, bawah telinga ( setelah 7-8 hari )
 Efek samping : jarang →kejang , GX radang otak ( 1: 1000000)
 Kontra indikasi:
a. Anak sakit parah
b. Menderita TBC tanpa pengobatan
c. Def gizi dalam derajat berat
d. Def kekebalan
e. Demam > 38 0 C

5. Imunisasi Hepatitis B

Imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis yang kandungannya
adalah HbsAg dalam bentuk cair. Frekuensi 3 kali dengan waktu pemberian 0-11 bulan. Cara
pemberian IM

Dari segi epidemiologis penyakit dan penyediaan dana serta manfaat bagi masyarakat ada:

1. Imunisasi wajib
2. Imunisasi anjuran
3. Imunisasi masa depan
1. Imunisasi wajib adalah pencegahan terhadap 6 jenis penyakit yaitu TBC, Difteri, Tetanus,
pertusis, poliomielitis, campak.
Yang termasuk imunisasi wajib adalah :BCG, DPT, Polio, Campak, Hepatitis B, TT,

2. Imunisasi anjuran
Mencakup pencegahan terhadap penyakit yang dampaknya belum meluas di masyarakat
a. Imunisasi MMR ( Measles Mumps dan Rubella)
b. Imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya Penyakit campak (measles), gondong,
parotis epidemika (mumps) dan rubella ( campak jerman).
c. Antigen yang dipakai virus campak strain edmonson yang dilemahkan,virus rubella strain 27/3
dan virus gondong. Vaksin ini tidak dianjurkan pada bayi dibawah 1 tahun karena dikhawatirkan
terjadi interferensi dgn antibodi maternal yang masih ada.
d. Imunisasi HiB (Haemophilus influenza Type B)
e. Untuk mencegah terjadinya penyakit influenza tipe B. Pada imunisasi awal diberikan 3 kali
suntikan dengan interval 2 bulan
f. Imunisasi thipus abdominalis →untuk mencegah penyakit thipus
g. Imunisasi varicella →untuk mencegah penyakit cacar air
h. Imunisasi Hepatitis A : untuk mencegah penyakit hepatitis A. Dapat diberikan diatas usia 2 tahun
i. Kombinasi DPT- Hepatitis B : berisi gabungan antara DPT dan Hep B
Kombinasi Hib- DPT
j. Influenza ( virus Influenza A dan B)

3. Imunisasi masa depan


Diangggap berbahaya tetapi vaksinnya belum dapat diproduksi, karena masih dalam taraf
penelitian, termasuk vaksin terhadap penyakit diare karena rotavirus, malaria,
Dengue, AIDS, berbagai infeksi saluran pernafasan, herpes dan penyakit keganasan lain.
RANTAI DINGIN (COLD CHAIN)
Merupakan cara menjaga agar vaksin dapat digunakan dalam keadaan baik atau tidak rusak
sehingga mempunyai kemampuan atau efek kekebalan pada penerimanya , tetapi apabila vaksin
diluar temperatur yang dianjurkan maka akan mengurangi potensi kekebalannya.
Dibawah ini potensi vaksin dalam temperatur
Vaksin 0-8 oC 35-37oC
DT 3-7 tahun 6 minggu
Pertusis 18-24 bulan Dibawah 50% dalam 1 mgg
BCG 1 tahun Dibawah 20%dlm3-14 hari
- kristal dipakai dlm 1 kali kerja Dipakai dlm 1 kali kerja
- cair

Campak 1 minggu
- kristal 2 tahun dipakai dalam 1 kali kerja
- cair dipakai dalam 1 kali kerja

Polio 6-12 bulan 1-3 hari


Sumber : Ismoedijanto,2003

DOSIS DAN CARA PEMBERIAN IMUNISASI


VAKSIN DOSIS CARA PEMBERIAN

BCG 0,05 CC Intracutan didaerah muskulusdeltoideus


DPT 0,5 CC IM
HEPATITIS B 0,5 CC IM
POLIO 2 TETES Mulut
CAMPAK 0,5 CC Sub cutan daerah lengan kiri atas
TT 0,5 CC IM
Sumber : Depkes 2000

JUMLAH DAN INTERVAL WAKTU PEMBERIAN IMUNISASI


VAKSIN JUMLAH INTERVAL WAKTU
PEMBERIAN PEMBERIAN
BCG 1 kali 0-11 bulan
DPT 3 kali 4 minggu 2-11 bulan
Hepatitis B 3 kali 4 minggu 0-11 bulan
Polio 4 kali 4 minggu 0-11 bulan
Campak 1 kali 9-11 bulan
Beranda » Kebidanan » Konsep Dasar Imunisasi: Pengertian, Jenis, Jadwal Pemberian dan
Macam Kekebalan

Konsep Dasar Imunisasi: Pengertian, Jenis,


Jadwal Pemberian dan Macam Kekebalan

Konsep Dasar Imunisasi: Pengertian, Jenis, Jadwal Pemberian dan Macam Kekebalan

A. Pengertian Imunisasi

Kata imun berasal dari bahasa Latin (imunitas) yang berarti pembebasab (kekebalan) yang

diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka terhadap kewajiban sebagai

warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah istilah ini kemudian berkembang

sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi,

terhadap penyakit menular.

Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penykit dengan memasukkan

sesuatu kedalam tubuh agr agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau

berbahaya bagi seseorang (blog indonesia,2008).

Banyak hal yang harus diperhatikan oleh para orang tua agar tubuh kembang anak tidak

terganggu. Salah satu hal yang patut dicermati adalah kesehatan anak. Jangan sampai di masa emas
prtumbuhannya, anak terjangkit penyakit yang membahayakan fisik apalagi jiwanya oleh karena

itu, orang tua mesti waspada terhadap penyakit yang senantiasa mengancam kesehatan anak.

”Lebih baik mencegah dari pada mengobati“. Ini ungkapan yang tepat, karena dalam dunia

kesehatan modern seperti sekarang, bukan lagi soal pengobatan yang terpenting, melainkan cara

pencegahannya. Sebab, apabila tindakan yang dilakukan menunggu anak sakit terlebih dahulu,

maka biayanya bisa menjadi semakin tinggi.

Salah satu cara yang tepat untuk mengantisipasi kemungkinan anak terinfeksi penyakit

sewaktu-waktiu mengancam ialah pemberian imunisasi sebagaimana yang dianjurkan. Imunisasi

sangat diperlukan demi memberikan perlindungan, pencegahan, sekaligus membangun kekebalan

tubuh anak teerhadap berbagai penyakit menular maupun penyakit berbahaya yang dapat

menimbulkan kecacatan tubuh, bahkan kematian.(Mahayu,2014:85)

Pemberian imunisasi secara lengkap dan sesuai jadwal bukan hanya bermanfaat untuk

menghasilkan kekebalan tubuh terhadp penyakit,melain juga mencegah penularan penyakit atau

wabah. Imunisasi termasuk salah satu jenis usaha memberikan kekebalan kepada anak dengan

memasukkan vakin ke dalam tubuh guna membuat zat anti untuk mecegah terhadap penyakit

tertentu. Sdangkan, yang dimaksud dengan vaksin adalah bahan yang digunakan untuk

merangsang pembentukkan zat anti, yanh dimasukan ke dalam tubuh melalui suntikan

(mialnya,vaksin BCG, DPT, dan campak) dan mulut (contohnya, vaksin polio).

Program imunisasi merupakan cara terbaik untuk melindungi seseorang dari serangan

penyakit yang berbahaya dan mematikan, khususnya bagi bayi dan anak-anak. Beberapa peneliti

telah membuktikan bahwa banyak sekali kematian akibat penyakit bisa dicegah dengan

imunisasi,diharapkan bisa menurunkan angka morbiditas dan mortalitas, serta mampu mengurangi

kecacatan akibat penyakit.


Ada beberapa penyakit infeksi yang cukup berbahaya dan bisa dicegah dengan baik oleh

imunisasi, di antaranya adalah penyakit polio, campak, hepatitis A dan B, serta tetanus. Memang

tidak semua penyakit ini membahayakan jiwa manusia, tetapi jika tidak diberikan imunisasi untuk

mencegahnya, maka kejadian seperti cacat tubuh sangat mungkin terjadi. Oleh karena itu,

pemerintah mencanangkan program imunisasi untuk mengantisipasi dan mencegah kemungkinan

terburuk dari beberapa penyakit yang bisa menimpa anak.

Berikut beberapa manfaat imunisasi bagi bayi dan anak-anak :

1) Menghindari bayi dan anak dari serangan penyakit.

2) Meningkatkan kekebalan anak terhadap penyakit tertentu.

3) Memperkecil kemungkinan terjadinya penyakit menular.

4) Meningkatkan derajat kesehatan nasional karena semakin jarang penyakit.

5) Lebih menghemat biaya untuk keperlun berobat.

(Mahayu,2014 :86)

B. Jenis – jenis Imunisasi

1) Imunisasi pasif (passive immunization)

Imunisasi pasif ini adalah “inmuno globulin” jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit

campak (measles pada anak)

2) Imunisasi aktif (active immunization)

a) Hepatitis B : booster

Imunisasi Hepatitis B berfungsi untuk memberi tubuh kekebalan terhadap penyakit hepatitis

B, penyakit hepatitis disebabkan oleh virus yang telah mempengaruhi organ liver (hati). Bayi yang

terjangkit virus hepatitis beresiko terkena kangker hati atau kerusakan pada hati.
Penularan Virus Hepatitis B biasanya disebarkan melalui kontak dengan cairan tubuh (darah,

air liur, air mania tau dari ibu ke anak pada saat melahirkan). Gejala yang dirasakan oleh penderita

penyakit Hepatitis B mirip flu, yaitu hilangnya nafsu makan, mual, rasa lelah, mata kuning dan

muntah serta demam, urine menjadi kuning, dan sakit perut.

Imunisasi ini diberikan tiga kali pada umur 0-11 bulan melalui intramuscular, sedangkan

yang diberikan sesaat setelah lahir atau dapat diberikan pada usia 0-7 hari yaitu vaksin B-PID.

Efek samping yang terjadi yaitu berupa reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan

pembungkakan disekitar tempat penyuntikan, reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya

hilang setelah 2 hari.

b) BCG

Imunisasi BCG berfungsi untuk mencegah penularan TBC (Tuberkulosis). Kemasan vaksin

BCG dalam 1 ampul, beku kering dilarutkan ke 4 ml pelarut. Imunisasi BCG dilakukan pada bayi

usia 0-2 bulan sebanyak 0,05 cc yang di suntikan secara intrakutan di daerah lengan kanan atas.

Kontra indiikasi imunisasi BCG yaitu tidak boleh diberikan pada kondisi seorang anak yang

menderita penyakit kulit yang berat atau menahun, seperti eksim. Efek samping setelah diberikan

imunisasi BCG, reaksi yang timbul tidak seperti pada imunisasi vaksin lain. Imunisasi BCG tidak

menyebabkan demam.

Setelah 1-2 minggu di berikan imunisasi, akan timbul indurasi dan kemerahan ditempat

suntikan yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka ini akan sembuh

dengan sendirinya secara spontan.

c) DPT : booster

Imunisasi DPT adalah Vaksin yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam

waktu yang bersamaan terhadap penyakit difteri, pertusis (batuk rejan/batuk seratus hari), dan
tenanus. DPT berfungsi untuk mencegah penyakit diptheri, pertusis, dan tetanus. Vaksin DPT

terdapat 3 kemasan sekaligus, pemberian imunisasi DPT dilakukan 3 kali mulai bayi berumur 2

bulan sampai 11 bulan dengan interval 4 minggu melalui injeksi intramuscular pada paha tengah

luar. Sedangkan efek samping pemberian imunisasi DPT yaitu demam.

d) Polio : booster

Polio dapat menyebabkan gejala yang ringan atau penyakit yang sangat parah. Penyakit ini

dapat menyerang system pencernaan dan system saraf. Polio dapat menyebabkan demam, muntah-

muntah, dan kekauan otot-otot dan dapat menyerang saraf-saraf. Diantara dua sampai lima persen

penderita polio akan meninggal.

Imunisasi polio berfungsi untuk mencegah penyakit poliomilitis. Di berikan 4 kali (polio

I,II,II, dan IV)Dosis pemberian imunisasi polio sebanyak 2 tetes ke dalam lidah.

e) Campak : dasar

Imunisasi campak diberikan untuk mencegah penyakit campak (measles). Pemberian vaksin

campak hanya diberikan satu kali, dapat dilakukan pada umur 9-11 bulan dengan dosis 0,5 cc.

sebelum disuntikan, vaksin campak terlebih dahulu dilarutkan dengan pelarut steril yang telah

tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut.

f) Tetanus Toxoid ( TT )

Imunisasi TT diberikan pada ibu hamil dan calon pengantin, imunisasi ini berfungsi untuk

mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang akan dilahirkan. (Mahayu,2014:87)

C. Jadwal Pemberian Imunisasi


Sangat bagi para orang tua mengetahui jadwl imunisasi yang diberikan kepada si buah hati.

Dengan adanya jadwal tersebut, diharapkan tidak ada imunisasi yang terlewatkan. Jadwal

imunisasi ini adalah yang harus diberikan kepada anak. (Mahayu.2014:109)

Tabel 2.1
Pemberian Imunisasi
Jenis Bulan
No
Imunisasi 1 2 3 4 5 6 9 15
1 Hepatitis B I II III
2 BCG X
3 DPT I II III
4 Polio I II III IV
5 Campak X

D. Macam Kekebalan

Kekebalan terhadap suatu penyakit, menular dapat digolongkan menjadi 2 yakni:

1) Kekebalan tidak spesifik (non-spesifik resistance)

Yang dimaksud factor-faktor khusus adalah pertahanan tubuh pada manusia yang secara

alamiah dapat melindungi badan dari suatu penyakit, misalnya, kulit air mata, cairan-cairan khusus

yang keluar dari perut (usus), adanya reflek-reflek tertentu misalnya batuk dan bersin dan

sebagainya.

2) Kekebalan spesifik (specipic resistance)

Kekebalan specipic dapat diperoleh dari dua sumber yakni:

a) Genetik

Kekebalan yang berasal dari sumber genetic ini biasanya berhubungan dengan ras (warna

kulit dan kelompok-kelompok etnis).

b) Kekebalan yang diperoleh (acquaied immunity)

Kekebalan ini diperoleh dari luar tubuh anak atau orang yang bersangkutan. Kekebalan dapat

bersifat aktif, dan dapat bersifat fasif. Kekebalan aktif dapat diperoleh setelah orang sembuh dari
penyakit tertentu. Kekebalan juga dapat diperoleh melalui imunisasi, yang berarti kedalam

tubuhnya dimasukan organisme pathogen (bibit) penyakit. Kekebalan pasif ini hanya bersifat

sementara (dalam waktu pendek saja).

E. Factor-faktor yang Mempengaruhi Kekebalan

Banyak faktor yang mempengaruhi kekebalan, antara lain umur, sek, kehamilan, gizi dan

trauma.

1) Umur

Untuk beberapa penyakit tertentu pada bayi (anak balita), dan orang tua lebih mudah

terserang. Dengan dengan kata lain orang pada usia sangat muda atau usia tua lebih rentan, kurang

kebal terhadap penyakit-penyakit menular tertentu. Hal ini mungkin disebabkan karena kedua

kelompok umur tersebut daya tahan tubuhnya rendah.

2) Jenis Kelamin

Untuk penyakit menular tertenu seperti polio dan diphtheria lebih parah terjadi pada wanita

dari pada pria.

3) Kehamilan

Wanita yang sedang hamil pada umumnya lebih rentan terhadap penyakit-penyakit menular

tertentu misalnya penyakit polio, pneumonia, malaria serta amubiasis.

4) Gizi

Gizi yang baik pada umumnya akan meningkatkan resistensi tubuh terhadap penyakit-

penyakit infeksi, tetapi sebaliknya kekurangan gizi berakibat kerentanan seseorang terhadap

penyakit infeksi.

5) Trauma
Stress salah satu bentuk trauma adalah merupakan penyebab kerentanan seseorang terhadap

suatu penyakit infeksi tertentu


KONSEP DASAR IMUNISASI
Maret 17, 2016 ilmukesehatan15

Pengertian

Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada
bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Suparni,Y, 2004). Pentingnya imunisasi
didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak.

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi

1. Sistem Pendingin

Yaitu sistem penyimpanan dan distribusi vaksin sebagai vaksin dapat memenuhi syarat secara
kontimeu dari produsen sampai tempat pelaksanaan imunisasi / vaksinasi.

2. Penyimpanan vaksin

Dalam lemari es dan kamar pendingin yang harus diperhatikan jika vaksin disimpan di lemari es
adalah :

* Vaksin diletakkan pada rak paling dalam sehingga pengaruh udara luar dapat diminimalkan.

* Vaksin jangan diletakkan pada lemari es, karena suhunya tinggi.

* Termometer harus tetap diletakkan pada lemari es, untuk mengoreksi suhunya.

3. Pengiriman Vaksin

Yang lazim digunakan pada waktu pengiriman vaksin adalah termos cold box dan pengangkutan
dalam jumlah besar pada cold truck dengan volume paling sedikit 1/3 dari volumenya.

4. Panas merusak jenis vaksin

Contoh : suhu tinggi dan sinar matahari

Sinar matahari terutama merusak vaksin hepatitis B, campak, dan polio. Pembekuan dapat
merusak vaksin yang terbuat toxoid.

Jenis-Jenis Imunisasi

1. Imunisasi Hepatitis B
Diskripsi

Hepatitis B rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasikan dan bersifat
non-infeksiosus, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha)
menggunakan teknologi DNA rekombinan.

Indikasi

 Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B.
 Tidak dapat mencegah infeksi virus lain seperti virus Hepatitis A atau C atau yang diketahui
dapat menginfeksi hati.

Cara pemberian dan dosis

 Sebelum disuntikkan, kondisikan vaksin hingga mencapai suhu kamar.


 Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB.
 Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1(buah) HB ADS PID, pemberian suntikkan secara
intra muskuler, sebaiknya pada anterolateral paha.
 Pemberian sebanyak 3 dosis.
 Dosis pertama diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu
(1 bulan).
 Di unit pelayanan statis, vaksin HB yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 4
minggu.Sedangkan di posyandu vaksin yang sudah terbuka tidak boleh digunakan lagi untuk hari
berikutnya.

2. Imunisasi BCG ( Bacillus Calmette Guerin )

Diskripsi
BCG adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung mycobacterium bovis hidup yang
sudah dilemahkan.

Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap TBC (Tuberculosa).

Cara Pemberian dan Dosis :

 Sebelum disuntikkan vaksin BCG harus dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCl 0,9%. Melarutkan
dengan menggunakan alat suntik steril dengan jarum panjang.
 Dosis pemberian 0,05 ml, sebanyak 1 kali, untuk bayi.

Kontra indikasi

Adanya penyakit kulit yang berat / menahun seperti : eksim, furunkulosis dan sebagainya.
Mereka yang sedang menderita TBC.

Efek samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. 1-2 minggu
kemudian akan timbul indurasi dan kemerahan di tempat suntikkan yang berubah menjadi
pustule, kemudian pecah menjadi luka. Luka tidak perlu pengobatan, akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di
ketiak dan / atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini
normal, tidak memerlukan pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya.

3. Imunisasi Polio

Diskripsi
Vaksin Oral Polio hidup adalah Vaksin Polio trivalent yang terdiri dari suspensi virus
poliomyelitis tipe 1,2 dan 3 (strain sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan jaringan
ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa.

Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap Poliomyelitis.

Cara pemberian dan dosis

 Sebelum digunakan pipet penetes harus dipasangkan pada vial vaksin.


 Diberilan secara oral, 1 dosis adalah 2 (dua) tetes sebanyak 4 kali (dosis) pemberian, dengan
interval setiap dosis minimal 4 minggu.
 Setiap membuka vial baru harus menggunakan penetes (dropper) yang baru.
 Di unit pelayanan statis, vaksin polio yang telah dibuka hanya boleh digunakan selama 2 minggu
dengan ketentuan :
 vaksin belum kadaluarsa
 vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
 tidak pernah terendam air
 sterilitasnya terjaga
 VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

Efek samping

Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralysis yang disebabkan
oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000.

Kontraindikasi

Pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek yang berbahaya yang timbul
akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan, misalnya sedang
menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh. Bagi individu yang
terinfeksi oleh HIV (Human Immunodefisiency Virus) baik yang tanpa gejala maupun dengan
gejala, imunisasi OPV harus berdasarkan standar jadwal tertentu.

4. Imunisasi DPT – Hepatitis B

Diskripsi
Vaksin mengandung DPT berupa toxoid difteri dan toxoid tetanus yang dimurnikan dan pertusis
yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan sub unit vaksin virus yang mengandung
HbsAg murni dan bersifat non-infectious. Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA
rekombinan yang berasal dari HbsAg yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada
sel ragi.

Indikasi

Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit difteri, tetanus, pertusis dan hepatitis B.

Cara pemberian dan dosis

Pemberian dengan cara intra muskuler 0,5 ml sebanyak 3 dosis.


Dosis pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval minimal 4 minggu (1 bulan).
Dalam pelayanan di unit statis, vaksin yang sudah dibuka dapat dipergunakan paling lama 4
minggu dengan penyimpanan sesuai ketentuan :

 vaksin belum kadaluarsa


 vaksin disimpan dalam suhu 2 derajat Celcius sampai dengan 8 derajat Celcius
 tidak pernah terendam air
 sterilitasnya terjaga
 VVM (Vaksin Vial Monitor) masih dalam kondisi A atau B

Efek samping

Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari.

5. Imunisasi Campak

Diskripsi
Vaksin Campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin ini berbentuk vaksin
beku kering yang harus dilarutkan dengan aquabidest steril.

Indikasi
Untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit Campak.

Cara pemberian dan dosis

 Sebelum disuntikkan vaksin Campak terlebih dahulu harus dilarutkan dengann pelarut steril
yang telah tersedia yang berisi 5 ml cairan pelarut aquabidest.
 Dosis pemberian 0,5 ml disuntikkan secara subkutan pada lengan atas, pada usia 9-11 bulan.
Dan ulangan (booster) pada usia 6-7 tahun (kelas 1 SD) setelah cath-up campaign Campak pada
anak Sekolah Dasar kelas 1-6.
 Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan maksimum 6 jam.

Efek samping
Hingga 15% pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang dapat
terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi.

Kontraindikasi

Individu yang mengidap penyakit immuno deficiency atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma. ( Dinkes Prov Jatim, 2005 )

DAFTAR PUSTAKA

Depkes. RI. 2000. Manajemen Terpadu Balita Sakit. Depkes RI. Jakarta.

Yupi Supartini. 2004. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta : EGC.

Dinkes. Prov. Jatim. 2005. Buku Pegangan Kader Posyandu


BAB 1

PENDAHULUAN

Imunisasi atau vaksinasi merupakan teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran yang
oleh Katz (1999) dikatakan sebagai “sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah
diberikan para ilmuwan di dunia ini”, satu upaya yang paling efektif dan efisien dibandingkan
dengan upaya kesehatan lainnya. Pada tahun 1974, cakupan imunisasi baru mencapai 5% dan
setelah dilaksanakannya imunisasi global yang disebut dengan expanded program in
immunization (EPI) cakupan terus meningkat dan hampir setiap tahun minimal sekitar 3 juta
anak dapat terhindar dari kematian dan sekitar 750.000 anak terhindar dari kecacatan. Namun
demikian, masih ada satu dari empat orang anak yang belum mendapatkan vaksinasi dan dua juta
anak meninggal setiap tahunnya karena penyakit yang dapat dicegah dengan vaksinasi.1

Dalam dunia kesehatan dikenal tiga pilar utama dalam meningkatkan kesehatan masyarakat,
yaitu preventif atau pencegahan, kuratif atau pengobatan, dan rehabilitatif. Dua puluh tahun
terakhir, upaya pencegahan telah membuahkan hasil yang dapat mengurangi kebutuhan kuratif
dan rehabilitatif. Imunisasi sendiri merupakan suatu upaya pencegahan primer guna menghindari
terjadinya sakit atau kejadian yang dapat mengakibatkan seseorang sakit atau menderita cedera
dan cacat.1

Dalam masa 2000-an tahun terakhir vaksinasi telah berhasil mengontrol sembilan penyakit
menular: cacar, difteri, tetanus, demam kuning, pertusi, poliomyelitis, campak, gondongan, dan
rubella. Eradikasi cacar tercapai pada tahun 1974, dan saat ini telah dinyatakan eradikasi polio di
sebagian tempat di dunia termasuk di Indonesia yang dinyatakan bebas polio oleh WHO pada
tahun 2014.1

Di Indonesia, program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi


(PPI) yang dilaksanakan sejak tahun 1977. Imunisasi yang termasuk dalam PPI adalah Hep.B,
BCG, polio, DTP, Hib, dan campak. 1

Program imunisasi nasional disusun berdasarkan keadaan epidemiologi penyakit yang terjadi
saat itu. Maka jadwal program imunisasi nasional dapat berubah dari tahun ke tahun. Oleh
karena itu, penting untuk mengetahui jadwal program imunisasi nasional yang terbaru yakni
tahun 2014. 1

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi1

Kekebalan tubuh dapat dimiliki secara pasif maupun aktif. Keduanya dapat diperoleh secara
alami maupun buatan. Kekebalan pasif yang didapatkan secara alami adalah kekebalan yang
didapatkan transplasenta, yaitu antibodi diberikan ibu kandung secara pasif melalu plasenta
kepada janin yang dikandungnya. Sedangkan, kekebalan pasif (buatan) adalah pemberian
antibodi yang sudah disiapkan dan dimasukkan ke dalam tubuh anak.

Kekebalan aktif dapat diperoleh pula secara alami maupun buatan. Secara alami, kekebalan
tubuh didapatkan apabila anak terjangkit suatu penyakit, yang berarti masuknya antigen yang
akan merangsang tubuh anak membentuk antibodi sendiri secara aktif dan menjadi kebal
karenanya. Sedangkan, kekebalan aktif (buatan) adalah pemberian vaksin yang merangsang
tubuh manusia secara aktif membentuk antibodi dan kebal secara spesifik terhadap antigen yang
diberikan.

Istilah imunisasi dan vaksinasi seringkali diartikan sama. Imunisasi pasif adalah suatu
pemindahan atau transfer antibodi secara pasif. Vaksinasi adalah imunisasi aktif dengan
pemberian vaksin (antigen) yang dapat merangsang pembentukan imunitas (antibodi) oleh sistem
imun di dalam tubuh.

2.2 Manfaat Imunisasi1

Adapun keuntungan yang didapat dari vaksinasi, yaitu : pertahanan tubuh yang terbentuk oleh
beberapa vaksin akan dibawa seumur hidup, cost-effective karena murah dan efektif, dan tidak
berbahaya (reaksi serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang daripada komplikasi yang timbul
apabila terserang penyakit tersebut secara alami).

Selain keuntungan tersebut di atas, imunisasi juga memiliki dampak secara individu, sosial, dan
epidemiologi. Secara singkat, apabila anak telah mendapatkan imunisasi maka 80-95%
diantaranya akan terhindar dari penyakit infeksi yang ganas. Kekebalan individu ini akan
mengakibatkan pemutusan rantai penularan penyakit dari anak ke anak lain atau kepada orang
dewasa yang hidup bersamanya. Inilah yang disebut keuntungan sosial karena dalam hal ini 5-
20% dari anak-anak yang tidak diimunisasi juga akan terlindung, disebut herd immunity
(kekebalan komunitas). Maka mendeteksi daerah penularan penyakit melalui program imunisasi
sangat membantu mencari siapa target vaksinasi, sehingga akan tepat sasaran dan lebih cepat
menurunkan insidens penyakit. Upaya tersebut disebut source drying.

Keuntungan lain, seiring angka kesakitan yang menurun, akan menurun pula biaya pengobatan
dan perawatan di rumah sakit. Selain itu, dengan mencegah seorang anak dari penyakit infeksi
yang berbahaya, berarti akan meningkatkan kualitas hidup anak dan meningkatkan daya
produktivitas di kemudian hari.

2.3 Respon Imun1,2

Sistem imun merupakan jaringan kerja kompleks dan interaksi berbagai sel tubuh yang
pada dasarnya bertujuan untuk mengenal dan membedakan antigen, serta mengeliminasi antigen
yang dianggap asing. Secara garis besar respon imun dibedakan menjadi respon imun non-
spesifik dan respon imun spesifik (Gambar 2.1). Respon imun non-spesifik tidak ditujukan
terhadap antigen tertentu sedangkan respon imun spesifik ditujukan khusus untuk struktur
antigen tertentu dan tidak dapat bereaksi terhadap struktur antigen lain.
Respon imun non-spesifik (non-adaptif, innate immunity) diperankan oleh sel makrofag, sel
dendrit, neutrofil, dan polimorfonuklear lainnya, sel natural killer, sel-sel jaringan tubuh (epitel,
endotel, sel makrofag jaringan, fibroblast, keratinosit, dll); serta berbagai produk seperti sitokin,
interferon, kemokin, CRP, komplemen, dan lain-lain. Respon imun non-spesifik dapat teraktivasi
dalam beberapa menit atau jam setelah infeksi dan pajanan antigen dan kemudian akan
mengaktivasi sistem imun spesifik dalam hitungan waktu lebih lama (Gambar 2.1).

Gambar 2.1 Respon imun innate dan respon imun adaptif

Dikutip dari Abbas, Lichtman, & Pillai : Basic Immunology: Functions and Disorders of Immune
System www.studentconsult.com2

Respon imun terhadap mikroorganisme bermula pada jaringan non-limfoid dengan


pemeran utama makrofag dan sel dendrite. Aktivasi sel dendrit merupakan pencetus awal yang
menginisiasi respon imun primer. Selain mengikat antigen dengan reseptor permukaan sel, sel
dendrit juga secara aktif melakukan pinositosis dan menangkap antigen soluble. Ikatan antara
antigen dengan salah satu atau beberapa reseptor sel dendrit menginisiasi tiga langkah awal
respon imun yaitu pemrosesan antigen (antigen processing), migrasi sel dendrit ke kelenjar
limfe, dan maturasi sel dendrit.

Apabila antigen dapat dieliminasi oleh innate immunity, maka respon imun spesifik tidak perlu
terlibat lebih jauh. Sinyal sistem imun non-spesifik tetap disampaikan kepada sistem imun
spesifik sehingga pada infeksi berikutnya dapat member respon anamnestik yang bersifat
protektif.

Sel dendrit bersama antigen akan menghasilkan sitokin dan kemokin serta influks sel inflamasi.
Sel dendrit tersebut akan migrasi ke kelenjar limfoid dan berinteraksi dengan sel limfosit T dan
sel limfosit B serta memulai respon imun spesifik. Sel T efektor dan antibodi akan meninggalkan
kelenjar limfoid, sebagian akan berada di sirkulasi dan akan ke tempat inflamasi.

2.4 Jenis Vaksin1

Secara garis besar vaksin dapat dibagi menjadi dua kelompok jenis vaksin, yaitu vaksin dari
mikroba hidup dilemahkan (vaksin hidup) dan vaksin mikroba yang diinaktivasi (vaksin
inaktivasi). Vaksin hidup dibuat dengan memodifikasi virus atau bakteri patogen di
laboratorium. Vaksin inaktivasi dapat berupa virus atau bakteri utuh (whole cell) atau fraksi
patogen, atau gabungan keduanya.

Vaksin fraksional dapat berbasis protein atau polisakarida. Vaksin berbasis protein dapat berupa
toksoid (toksin bakteri inaktif), dan produk subunit atau subvirion. Vaksin berbasis polisakarida
umumnya terbuat dari polisakarida murni dinding sel bakteri, atau dapat juga dikonjugasikan
secara kimiawi dengan protein sehingga sifat antigenik vaksin polisakarida tersebut menjadi
lebih poten.

Vaksin hidup bersifat labil dan mudah rusak oleh paparan suhu panas dan cahaya, sehingga harus
dibawa dan disimpan dengan cara aman dari penyebab kerusakan tersebut. Virus atau bakteri
dalam vaksin hidup diharapkan dapat bereplikasi dalam tubuh penerima vaksin sehingga cukup
diberikan dalam dosis relatif kecil. Contoh vaksin hidup misalnya vaksin campak, gondongan,
rubela, vaksinia, varisela, demam kuning, polio (oral), dan BCG.

Vaksin inaktif tidak mengandung mikroba hidup, tidak bereplikasi, dan tidak berpotensi
menimbulkan penyakit. Vaksin inaktif diberikan melalui suntikan, selalu dengan dosis multipel,
dan umumnya tidak dipengaruhi oleh antibodi sirkulasi. Vaksin inaktif juga memerlukan
penguatan (booster) karena antibodi yang terbentuk akan menurun seiring dengn perjalanan
waktu. Respon imun yang terbentuk sebagian besar bersifat humoral dan hanya sedikit
merangsang respon imun seluler. Contoh vaksin inaktif sel utuh : vaksin influenza, rabies,
hepatitis A, polio (suntikan), pertusis, kolera. Vaksin inaktif fraksional dan subunit misalnya
vaksin hepatitis B, influenza, pertusis aselular, toksoid (difteri, tetanus).

Selain kedua jenis vaksin tadi, dikenal pula vaksin rekombinan yang dibentuk dengan rekayasa
genetik. Contohnya : vaksin hepatitis B rekombinan, vaksin tifoid Ty21a, dan vaksin influenza
LAIV.

Respon terhadap dosis pertama vaksin inaktif lebih bersifat sebagai pembentukan respon imun
awal (priming) yang menjadi dasar pembentukan imunitas protektif. Dosis berikutnya pada
vaksinasi primer merupakan vaksinasi ulang yang membentuk tingkat antibodi protektif.
Vaksinasi ulang diberikan saat respon imun terhadap dosis pertama atau dosis sebelumnya pada
vaksinasi primer mulai menurun, pada umumnya 4-6 minggu setelah dosis sebelumnya.
Tergantung dari karakteristik antigen vaksin inaktif, maka vaksin penguatan perlu diberikan satu
atau beberapa kali untuk mencapai tingkat kekebalan protektif primer (Gambar 2.2). Sedangkan,
vaksin hidup umumnya diberikan satu kali sebagai vaksinasi primer dan tidak memerlukan
vaksinasi ulang.

Gambar 2.2 Respon imun terhadap imunisasi

Dikutip dari Abbas, Lichtman, & Pillai : Basic Immunology: Functions and Disorders of
Immune System http://www.studentconsult.com2

2.5 Jadwal Imunisasi 1,3

Jadwal imunisasi terbaru yang direkomendasikan oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia tahun 2014
adalah sebagai berikut :

Gambar 2.3 Jadwal Imunisasi Anak Umur 0-18 Tahun

Dikutip dari Ikatan Dokter Anak Indonesia : http://idai.or.id/public-


articles/klinik/imunisasi/jadwal-imunisasi-idai-2014.html3

Rekomendasi imunisasi ini berlaku mulai 1 Januari 2014. Angka dalam kolom umur tabel
mencerminkan umur dalam bulan (atau tahun) mulai 0 hari sampai 29 hari ( atau 11 bulan 29
hari untuk tahun). Adapun hal-hal yang diperbaharui pada jadwal imunisasi 2014 adalah sebagai
berikut.
1. Vaksin Hepatitis B. Paling baik diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir dan
didahului pemberian injeksi vitamin K1. Hal tersebut penting untuk mencegah terjadinya
perdarahan akibat defisiensi vitamin K. Bayi lahir dari ibu HbsAg positif, diberikan
vaksin hepatitis B dan HBIg pada ekstremitas yang berbeda, untuk mencegah infeksi
perinatal yang beresiko tinggi untuk terjadinya hepatitis B kronik. Vaksinasi hepatitis B
selanjutnya dapat menggunakan vaksin hepatitis B monovalen atau vaksin kombinasi.
2. Vaksin Polio. Pada saat bayi lahir atau saat dipulangkan harus diberikan vaksin polio
oral (OPV-0). Selanjutnya, untuk polio-1, polio-2, polio-3 dan polio booster dapat
diberikan vaksin polio oral (OPV) atau inaktivasi (IPV), namun sebaiknya paling sedikit
mendapat satu dosis vaksin IPV.
3. Vaksin BCG. Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal diberikan
pada umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan
uji antibodi.
4. Vaksin DTP. Vaksin DTP pertama diberikan paling cepat pada umur 6 minggu. Dapat
diberikan vaksin DTwP atau DtaP atau kombinasi dengan vaksin lain. Untuk anak umur
lebih dari 7 tahun DTP yang diberikan harus vaksin Td, di booster setiap 10 tahun.
5. Vaksin Campak. Imunisasi campak menurut Permenkes No.42 tahun 2013, diberikan 3
kali pada umur 9 bulan, 2 tahun, dan pada SD kelas 1 (program BIAS). Untuk anak yang
telah mendapat imunisasi MMR umur 15 bulan, imunisasi campak umur 2 tahun tidak
diperlukan.
6. Vaksin Pneumokokus (PCV). Apabila diberikan pada umur 7-12 bulan, PCV diberikan
3 kali dengan interval 2 bulan; pada umur lebih dari 1 tahun diberikan 1 kali. Keduanya
perlu dosis booster 1 kali pada umur lebih dari 12 bulan atau minimal 2 bulan setelah
dosis terakhir. Pada anak umur di atas 2 tahun PCV diberikan cukup satu kali.
7. Vaksin Rotavirus. Vaksin rotavirus monovalen diberikan 2 kali, vaksin rotavirus
pentavalen diberikan 3 kali. Vaksin rotavirus monovalen dosis I diberikan umur 6-14
minggu, dosis ke-2 diberikan dengan interval minimal 4 minggu. Sebaiknya vaksin
rotavirus monovalen selesai diberikan sebelum umur 16 minggu dan tidak melampaui
umur 24 minggu. Vaksin rotavirus pentavalen: dosis ke-1 diberikan umur 6-14 minggu,
interval dosis ke-2, dosis ke-3 diberikan pada umur kurang dari 32 minggu (interval
minimal 4 minggu).
8. Vaksin Varisela. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik
pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun,
perlu 2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.
9. Vaksin Influenza. Vaksin influenza diberikan pada umur minimal 6 bulan, diulang
setiap tahun. Untuk imunisasi pertama kali (primary immunization) pada anak umur
kurang dari 9 tahun diberi dua kali dengan interval minimal 4 minggu. Untuk anak 6 –
<36 bulan, dosis 0,25 mL.
10. Vaksin Human papiloma virus (HPV). Vaksin HPV dapat diberikan mulai umur 10
tahun. Vaksin HPV bivalen diberikan tiga kali dengan interval 0, 1, 6 bulan; vaksin
HPV antibodi dengan interval 0, 2, 6 bulan.

2.6 Imunisasi Program Nasional1,4

Imunisasi program nasional meliputi BCG, polio, hepatitis B, DTP, Hib, campak, dan Td.
1. a) BCG

Gambar 2.4 Vaksin BCG Kering

Deskripsi : Vaksin BCG merupakan vaksin beku kering yang mengandung


Mycobacterium bovis hidup yang dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin), strain Paris (vaksin
hidup). Oleh karena itu, tidak diberikan pada pasien imunokompromais (leukemia, anak yang
sedang mendapatkan pengobatan steroid jangka panjang, atau bayi yang telah diketahui atau
dicurigai menderita HIV

Komposisi : Tiap ampul vaksin mengandung BCG hidup 1,5 mg

Pelarut mengandung Natrium klorida 0,9 % (4cc)

Indikasi : Pencegahan terhadap penyakit tuberkulosa

Posologi : Vaksin dilarutkan dengan menambahkan 4cc pelarut pada satu vial vaksin
kemudian diambil 0,05mL. Sebelum pemberian suntikan kulit tidak boleh dibersihkan dengan
antiseptic. Vaksin yang telah dilarutkan harus diamati secara visual. Jika tampak benda asing
maka vaksin harus dibuang.

Gunakan syringe dan jarum steril untuk setiap penyuntikan. Vaksin BCG sensitif terhadap sinar
ultraviolet, maka harus dilindungi dari sinar matahari.

Penyimpanan : Jika setelah dilarutkan tidak segera digunakan maka disimpan pada suhu
antara +2°C s/d +8°C, selama maksimal 3 jam.

Dosis : 0.05 mL

Pemberian : Intrakutan di daerah lengan kanan atas pada insersio m. deltoideus sesuai
anjuran WHO, tidak di tempat lain (misalnya bokong atau paha). Hal ini mengingat penyuntikan
secara intradermal di daerah deltoid lebih mudah dilakukan (jaringan lemak subkutis tipis), ulkus
yang terbentuk tidak mengganggu struktur otot setempat (dibandingkan di daerah gluteal lateral
atau paha anterior), dan sebagai tanda baku untuk keperluan diagnosis apabila diperlukan.

Imunisasi ulang : tidak dianjurkan

Masa kadaluarsa : satu tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)

Reaksi imunisasi : biasanya tidak demam

Efek samping : Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG adalah wajar. Suatu
pembengkakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada daerah bekas suntikan, yang kemudian
berubah menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi sebuah ulkus dalam waktu 2 – 4 minggu.
Reaksi ini biasanya hilang dalam 2 – 5 bulan, dan umumnya pada anak-anak akan meninggalkan
bekas berupa jaringan parut dengan diameter 2 – 10 mm. Jarang sekali nodus dan ulkus tetap
bertahan. Kadang-kadang pembesaran kelenjar getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2 –
4 bulan setelah imunisasi. Sangat jarang sekali pembesaran kelenjar getah bening tersebut menjadi
supuratif. Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan jaringan parut.

Indikasi kontra : tidak ada larangan, kecuali pada anak yang berpenyakit TBC atau uji
mantoux positif dan adanya penyakit kulit berat/menahun. Juga kontra indikasi pada defisiensi
sistem kekebalan, individu yang terinfeksi HIV asimtomatis maupun simtomatis tidak boleh
menerima vaksinasi BCG.

Jadwal : Pemberian vaksin BCG dianjurkan sebelum 3 bulan, optimal diberikan pada
umur 2 bulan. Apabila diberikan sesudah umur 3 bulan, perlu dilakukan uji tuberculin terlebih
dahulu. Vaksin BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif. Apabila uji tuberculin tidak
memungkinkan, BCG dapat diberikan namun perlu diobservasi dalam waktu 7 hari. Apabila
terdapat reaksi lokal cepat di tempat suntikan (accelerated local reaction), perlu tindakan lebih
lanjut (tanda diagnostik tuberculosis).

1. b) Hepatitis B

Deskripsi : Vaksin inaktif, vaksin hepatitis B rekombinan.


Vaksin Hepatitis B rekombinan mengandung antigen virus Hepatitis B, HBsAg, yang tidak
menginfeksi yang dihasilkan dari biakan sel ragi dengan teknologi rekayasa DNA. Vaksin
Hepatitis B rekombinan berbentuk suspensi steril berwarna keputihan dalam prefill injection
device, yang dikemas dalam aluminum foil pouch, and vial.

Gambar 2.5. Vaksin Hepatitis B Rekombinan

Komposisi : Tiap 1,0 mL mengandung 20 mcg HBsAg yang


teradsorpsi pada 0,5 mg Al3+.

Tiap 0,5 mL mengandung 10 mcg HBsAg yang teradsorbsi pada 0,25 mg Al3+.

Seluruh formulasi mengandung 0,01 w/v% thimerosal yang ditambahkan sebagai pengawet.

Indikasi : Vaksin Hepatitis B rekombinan diindikasi- kan untuk imunisasi aktif


pada semua usia, untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus
Hepatitis B, tetapi tidak dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis A,
Hepatitis C atau virus lain yang dapat menginfeksi hati. Vaksinasi direkomendasikan
pada orang yang beresiko tinggi terkena infeksi virus Hepatitis B.
Posologi : Vaksin Hepatitis B rekombinan disuntikkan secara intramuskular,
pada orang dewasa dan anak di bagian otot deltoid, sedangkan pada bayi di bagian
anterolateral paha. Kecuali pada orang dengan kecenderungan pendarahan berat (seperti
hemofilia), vaksin diberikan secara subkutan.

Dosis : 0,5 ml sebanyak 3 kali pemberian (Tabel 2)

Reaksi imunisasi : Nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin disertai rasa panas atau
pembengkakan akan menghilang dalam 2 hari.

Kemasan : HepB-0 monovalen (dalam kemasan uniject), vaksin kombinasi DTP/HepB,


vaksin pentavalen DTP/HepB/Hib. Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat disimpan sampai 26
bulan setelah tanggal produksi pada suhu antara +2°C s/d +8°C. Jangan dibekukan.

Efek samping : Reaksi lokal yang umumnya sering dilaporkan adalah rasa sakit, kemerahan
dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan
biasanya berkurang dalam 2 hari setelah vaksinasi. Keluhan sistemik seperti demam, sakit
kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan karena pemberian vaksin.

Indikasi kontra : Hipersensitif terhadap komponen vaksin.Vaksin Hepatitis B Rekombinan


sebaiknya tidak diberikan pada orang yang terinfeksi demam berat.
Adanya infeksi trivial bukan sebagai kontra indikasi

Imunisasi ulang : Pada usia 5 tahun tidak diperlukan. Dapat dipertimbangkan pada usia 10-12
tahun apabila kadar pencegahan belum tercapai (anti HBs < 10 µg/mL).

Jadwal : Diberikan sedini mungkin (dalam waktu 12 jam) setelah lahir (HepB-1).
Imunisasi HepB-2 diberikan setelah 1 bulan dari imunisasi HepB-1 yaitu saat usia 1 bulan.
Untuk mendapat respon imun optimal, interval imunisasi HepB-2 dengan HepB-3 minimal 2
bulan, terbaik 5 bulan. Maka imunisasi HepB-3 diberikan pada umur 3-6 bulan (Tabel 1).

Apabila diketahui HbsAg ibu positif maka ditambahkan hepatitis B immunoglobulin (HBIg)
0,5mL sebelum bayi berumur 7 hari. Pemberian vaksin HepB-1 dan HBIg 0,5mL diberikan
secara bersamaan pada bagian tubuh yang berbeda dalam waktu 12 jam setelah lahir.

Tabel 1. Jadwal alternatif 1,2,3 untuk vaksinasi hepatitis B pada anak dan dewasa

Ket: *untuk jadwal alternatif 2 dan 3 direkomendasikan untuk melakukan booster (vaksinasi
ulangan) satu tahun kemudian.

Tabel 2. Dosis Vaksin Hepatitis B

1. c) Polio

Jenis vaksin : (1) OPV (oral polio vaccine) , adalah vaksin trivalen merupakan cairan
berwarna kuning kemerahan dikemas dalam vial gelas yang mengandung suspensi dari tipe
1,2, dan 3 virus Polio hidup (strain Sabin) yang telah dilemahkan. Vaksin Polio Oral ini
merupakan suspensi “drops” untuk diteteskan melalui droper (secara oral).

(2) IPV (inactivated polio vaccine), virus inaktif (salk), injeksi

Gambar 2.6 Vaksin OPV Trivalen dan droper

Komposisi : Tiap dosis (2 tetes = 0,1 mL) mengandung Virus Polio


hidup dilemahkan (strain Sabin) tipe 1,2,dan3

Zat tambahan :

 Eritromisin tidak lebih dari 2 mcg


 Kanamisin tidak lebih dari 10 mcg
 Sukrosa 35 % (v/v) (sebagai zat penstabil)

Indikasi : Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap Poliomyelitis.

Penyimpanan : OPV : Freezer, suhu -20º C

Dosis : OPV 2 tetes per-oral, IPV 0,5 mL intramuskular

Kemasan : OPV : vial, disertai pipet tetes

IPV : dapat diberikan tersendiri atau dalam kemasan kombinasi (DTaP/Hib/IPV)

Masa kadaluarsa : OPV : dua tahun pada suhu -20°C, Dan hanya dapat disimpan selama 6
bulan pada suhu antara +2°C dan +8°C.

Reaksi imunisasi : biasanya tidak ada, mungkin pada bayi ada berak-berak ringan

Efek samping : Umumnya tidak terdapat efek samping. Sangat jarang terjadi kelumpuhan
(paralytic poliomyelitis), yang diakibatkan karena vaksin (perbandingan 1 / 1.000.000 dosis).
Individu yang kontak dengan anak yang telah divaksinasi, jarang sekali beresiko mengalami
lumpuh polio (paralytic poliomyelitis) akibat vaksinasi (perbandingan 1 / 1.400.000 dosis sampai
1 / 3.400.000 dosis). Dan hal ini terjadi bila kontak belum mempunyai kekebalan terhadap virus
polio atau belum pernah diimunisasi. Sindroma Guillain Barré.

Kontra Indikasi : Apabila sedang mengalami diare, dosis OPV yang diberikan tidak akan
dihitung sebagai bagian dari jadwal imunisasi, dan harus diulang setelah sembuh.

Penderita leukemia dan disgammaglobulinemia.

Anak dengan infeksi akut yang disertai demam.

Anak dengan defisiensi sistem kekebalan.


Anak dalam pengobatan imunosu- presif.

Jadwal : Polio-0 diberikan saat bayi lahir atau pada kunjungan pertama. Mengingat
OPV berisi virus polio hidup maka diberikan saat bayi dipulangkan dari rumah sakit/rumah
bersalin untuk menghindari tranmisi virus vaksin kepada bayi lain yang sakit/imunokompromais
karena virus polio vaksin dapat dieksresi melalui tinja. Selanjutnya dapat diberikan vaksin OPV
atau IPV. Untuk imunisasi dasar (polio-1,2,3) diberikan pada umur 2,4, dan 6 bulan, interval
antara dua imunisasi tidak kurang dari 4 minggu.

Imunisasi ulang : Diberikan satu tahun sejak imunisasi polio-4, selanjutnya saat masuk
sekolah (5-6 tahun)

1. d) DTwP (whole-cell pertussis) dan DTaP (acelullar pertussis)

Gambar 2.7 Vaksin DTP

Deskripsi : Vaksin DTP merupakan suspensi koloidal homogen berwarna putih susu
dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus murni, toksoid difteri murni, dan bakteri pertusis
yang diinaktivasi, yang teradsorbsi kedalam aluminium fosfat. Vaksin DTP merupakan jenis
vaksin bakteri yang inaktif.

Komposisi : Tiap dosis (0,5 mL) mengandung :

Zat berkhasiat :

 Toksoid difteri murni 20 Lf


 Toksoid tetanus murni 7,5 Lf
 B. pertussis yang diinaktivasi 12 OU

Zat tambahan:

 Aluminium fosfat 1,5 mg


 Thimerosal 0,05 mg

Indikasi : Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap difteri, tetanus dan pertusis
(batuk rejan) secara simultan pada bayi dan anak-anak.

Dosis : 0,5mL diberikan secara intramuskular, baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan

Penyimpanan : lemari es, suhu 2-8º C, tidak boleh dibekukan

Kemasan : Vial 5 ml, dapat diberikan secara kombinasi dengan vaksin lain sebagai
vaksin tetravalent yaitu DTwP/HepB, DTaP/Hib, DTwp/Hib, DTaP/IPV, atau vaksin pentavalen
DTP/HepB/Hib, DTaP/Hib/IPV sesuai jadwal (Gambar 2.8)
Gambar 2.8 Vaksin DTP kombinasi

Masa kadaluarsa : Dua tahun setelah tanggal pengeluaran (dapat dilihat pada label)

Reaksi imunisasi : demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama 1-2 hari

Efek samping : Biasanya reaksi lokal atau sistemik ringan. Sakit, bengkak dan kemerahan
pada lokasi suntikan disertai demam yang bersifat sementara, merupakan kasus terbanyak.
Kadang-kadang reaksi berat seperti demam tinggi, iritabilitas dan histeria dapat terjadi 24 jam
setelah imunisasi. Dilaporkan adanya episode hypotonichyporesponsive. Kejang karena demam
(step) dilaporkan terjadi dengan perbandingan 1 kasus per 12.500 dosis pemberian. Pemberian
asetaminofen pada 4-8 jam setelah imunisasi mengurangi terjadinya demam.

Studi nasional mengenai ensefalopati (penyakit degeneratif otak) pada anak di Inggris
menunjukkan adanya sedikit peningkatan resiko terjadinya ensefalopati akut setelah imunisasi
DTP.

Namun demikian, penelitian lebih lanjut oleh States Institute of Medicine, The Advisory
Committee on Immunization Practices, dan the Paediatric Association of Australia, Canada, The
United Kingdom and The United States, menyimpulkan bahwa data yang didapat tidak
menunjukkan adanya hubungan antara DTP dan disfungsi sistem saraf kronis pada anak. Jadi
tidak ada bukti ilmiah bahwa episode hypotonic-hyperesponsive dan kejang karena demam (step)
mempunyai dampak yang permanen pada anak.

Apabila sesudah pemberian DTP terjadi reaksi yang berlebihan, dosis imunisasi berikutnya
diganti dengan DT atau DTaP.

Indikasi kontra : Anak yang sakit parah, anak yang menderita penyakit kejang demam
kompleks, anak yang diduga menderita batuk rejan, anak yang menderita penyakit gangguan
kekebalan. Batuk, pilek, demam atau diare yang ringan bukan merupakan kotraindikasi yang
mutlak, disesuaikan dengan pertimbangan dokter.

Dosis kedua DTP jangan diberikan pada individu yang mengalami reaksi anafilaktik terhadap
dosis sebelumnya atau terhadap komponen vaksin, hipersensitif terhadap komponen vaksin,Pada
anak-anak yang menderita kelainan saraf, mudah mendapat kejang, asma dan eksim.

Individu yang terinfeksi HIV asimtomatis maupun simtomatis, harus divaksinasi DTP menurut
jadwal yang telah ditetapkan.

Jangan diberikan pada anak-anak usia diatas 5 tahun.

Jadwal : Imunisasi dasar DTP diberikan 3 kali sejak umur 2 bulan (DTP tidak boleh
diberikan sebelum umur 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Interval terbaik diberikan 8
minggu, jadi DTP-1 diberikan pada umur 2 bulan, DTP-2 pada umur 4 bulan, dan DTP-3 pada
umur 6 bulan. Ulangan booster DTP-4 diberikan satu tahun setelah DTP-3 yaitu pada umur 18-
24 bulan (pada usia 18 bulan sesuai ketentuan WHO) dan DTP-5 pada saat masuk sekolah umur
5 tahun. Vaksinasi penguat Td diberikan 2 kali sesuai program BIAS (SD kelas 2 dan 3)

1. e) Campak

Gambar 2.9 Vaksin Campak Kering

Deskripsi : Vaksin campak adalah vaksin aktif yaitu vaksin virus hidup yang
dilemahkan, merupakan vaksin beku kering berwarna kekuningan pada vial gelas, yang harus
dilarutkan hanya dengan pelarut yang telah disediakan secara terpisah. Vaksin campak ini berupa
serbuk injeksi.

Komposisi : Tiap dosis (0,5 mL) vaksin yang sudah dilarutkan mengandung:

Zat aktif:

 Virus Campak strain CAM 70 tidak kurang dari 1.000 CCID50 (Cell Culture Infective
Dose 50)

Zat tambahan:

 Kanamisin sulfat tidak lebih dari 100 mcg


 Eritromisin tidak lebih dari 30 mcg

Pelarut mengandung :

 Air untuk injeksi

Indikasi : Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap penyakit campak

Penyimpanan : Vaksin campak beku kering disimpan pada suhu antara +2°C s/d +8°C. Vial
vaksin dan pelarut harus dikirim bersamaan, tetapi pelarut tidak boleh dibekukan dan disimpan
pada suhu kamar. Vaksin harus terlindung dari cahaya. Waktu kadaluarsa 2 tahun. Vaksin
campak yang sudah dilarutkan, sebaiknya digunakan segera, paling lambat 6 jam setelah
dilarutkan, apabila masih bersisa maka harus dimusnahkan.

Dosis : setelah dilarutkan, diberikan dalam satu dosis 0.5 mL secara subkutan dalam

Kemasan : vial berisi 10 dosis vaksin yang dibekukeringkan, beserta pelarut 5 ml


(aquadest). Kemasan untuk program imunisasi dasar berbentuk kemasan kering tunggal. Namun
ada vaksin dengan kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/ mumps dan rubella
(campak jerman) disebut MMR.

Reaksi imunisasi : biasanya tidak terdapat reaksi. Mungkin terjadi demam ringan dan sedikit
bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan, atau
pembengkakan pada tempat penyuntikan.
Efek samping : Vaksin campak dapat mengakibatkan sakit ringan dan bengkak pada lokasi
suntikan, yang terjadi 24 jam setelah vaksinasi. Pada 5-15 % kasus terjadi demam (selama 1-2
hari), biasanya 8-10 hari setelah vaksinasi. Pada 2 % terjadi kasus kemerahan (selama 2 hari),
biasanya 7-10 hari setelah vaksinasi.

Kasus ensefalitis pernah dilaporkan terjadi (perbandingan 1/1.000.000 dosis), kejang demam
(perbandingan 1/3000 dosis ).

Kontra Indikasi : Terdapat beberapa kontraindikasi pada pemberian vaksin campak. Hal ini
sangat penting, khususnya untuk imunisasi pada anak penderita malnutrisi.

Vaksin ini sebaiknya tidak diberikan bagi; orang yang alergi terhadap dosis vaksin campak
sebelumnya, wanita hamil karena efek vaksin campak terhadap janin belum diketahui; orang
yang alergi berat terhadap kanamisin dan eritromisin, anak dengan infeksi akut disertai demam,
anak dengan defisiensi sistem kekebalan, anak dengan pengobatan intensif yang bersifat
imunosupresif, anak yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap protein telur.

Jadwal : Usia 9 bulan, 24 bulan, dan 6 tahun (SD kelas 1 dalam program BIAS).
Apabila telah mendapat imunisasi MMR pada usia 15-18 bulan dan ulangan umur 6 tahun;
ulangan campak SD kelas 1 tidak diperlukan.

1. f) Haemophillus influenza tipe b (Hib)

Jenis vaksin : Vaksin Hib yang berisi PRP-T (capsular polysaccharide polyribosyl ribitol
phosphate-konjugasi dengan protein tetanus

Jadwal : Pada usia 2,4,dan 6 bulan. Dapat diberikan dalam bentuk komninasi
(DTwP/Hib, DTap/Hib, DTap/Hib,IPV)

Imunisasi ulang : diulang pada usia 18 bulan

Dosis : 0,5mL, intramuskular.

Kemasan : Vaksin kombinasi tersedia dalam kemasan prefilled syringe 0,5mL.


Program imunisasi nasional menggunakan DTwP/HepB/Hib

BAB 3

KESIMPULAN

Imunisasi merupakan bagian yang penting dalam tahap kehidupan seorang anak karena berfungsi
sebagai pencegahan primer terhadap penyakit infeksi. Dalam imunisasi aktif atau vaksinasi,
sistem imunitas tubuh dirangsang untuk mengenali dan memproduksi antibodi terhadap suatu
bakteri atau virus penyebab penyakit tertentu sehingga tubuh memiliki pertahanan yang lebih
baik jika sewaktu-waktu terinfeksi. Oleh karena itu, sangat penting bagi orangtua dan petugas
kesehatan untuk memastikan seorang anak mendapatkan imunisasi sesuai jadwalnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Ranuh, IG.N.G., Suyitno, H., Hadinegoro, S.R.S., et al. 2014. Pedoman Imunisasi di
Indonesia Edisi Kelima. Jakarta : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S. 2014. Basic Immunology: Functions and
Disorders of Immune System. 4th Edition. Philadelpia : Elsevier. Available from :
www.studentconsult.com

Anda mungkin juga menyukai