Anda di halaman 1dari 18

Skenario 2

Aduh Suaraku Hilang


Seorang remaja laki laki, usia 20 tahun, bekerja di kafe sebagai penyanyi,
datang untuk memeriksakan diri ke poliklinik THT dengan keluhan suaranya makin
lama makin serak dan makin hilang. Keluhan ini sudah berlangsung selama 3 bulan,
keluhan disertai nyeri telan dan tenggorokan terasa kering terutama pada waktu pagi
hari kadang kadang timbul batuk tidak berdahak, sejak timbul keluhan sudah tidak
dapat bekerja menyanyi lagi. Selama timbul gejala tidak disertai sulit menelan.
Pasien adalah seorang perokok, setiap hari menghabiskan setengah bungkus rokok
selain itu juga hobby minum es dan makan gorengan.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran compos mentis, tekanan darah 110/80
mmhg, denyut nadi 84 x/mnt, frekuensi nafas 20x/mnt, suhu 36,70C, ada
pemeriksaan tenggorok ditemukan tonsil T2-T2, granulasi (+) di dinding posterior,
hyperemia (+), pada pemeriksaan laringoskopi posterior didapatkan epiglottis
edema (-), plika aryepiglotika edema (-), aritenoid edema (+), plika vokalis edema
(+),mukosa hiperemis, gerakan plika vokalis sulit terevaluasi. Pada pemeriksaan
kelenjar getah bening leher tidak didapatkan lymphaadenopathi, pada pemeriksaan
hidung dan telingga tidak ada kelainan.

STEP 1
1. limphadenopati : kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai tanda
dan infeksi berat dan terlokalisasi
2. granulasi : jaringan fibrosa yang ibentuk dari bekuan darah an membentuk
jaringan parut yang berasal ari agregat makrofag

STEP 2
1. mengapa pasien tidak mengeluh sulit menelan?
2. mengapa pasien mengeluh suara menghilang dan kenapa setiap pagi
tenggorokan kering?
3. mekanisme menghasilkan suara?
4. apa hubungan asap roko dengan penyakit pasien dan apa hubungan dengan
kebiasaan pasien?
5. mengapa saat pemeriksaan aritenoid dan plica epiglotika tidak ditemukan
edem?
6. apa faktor penyabab keluhan pasien?
7. apa yang terjadi pada pasien?
8. apa pemeriksaan penunjang yang tepat?
9. diagnosis banding?
10. tata laksana penyakit pasien?
11. Aik?

STEP 3
1. mengapa pasien tidak mengeluh sulit menelan?
Karena pasien tidak mengalami disfagi ( gangguan menelan ) dan
kemungkinan pasien hanya mengalami gangguan pada laring saja sehingga
bermanifestasi pada gangguan suara, sedangkan tidak ada kelainan pada
faring sehingga tidak mengeluh sulit menelan. Dan secara anatomis, posisi
makanan ketika di telan maka akan masuk ke laringofaring bukan ke laring
. Sehingga ketika terdapat kelainan pada laring tidak akan bermanifestasi
pada sulit menelan
2. mengapa pasien mengeluh suara menghilang dan kenapa setiap pagi?
Tenggorokan kering
pada laringitis terjadi peradangan pada bagian laring/ area kotak pita suara
didalam tenggorokan seseorang dimana pita suara penderita mengalami
pembengkakan dan membuat pita suara yang dikeluarkan menjadi serak
bahkan hilang suara sama sekali.
Pada skenario pasien mengaku suaranya makin lama makin serak
dan menghilang. Ini merupakan suatu disfonia . Disfonia merupakan
istilah untuk setiap gangguan suara yang disebabkan gangguan fonasi ,
terutama laring baik bersifat organic maupun fungsional. Disfonia
merupakan suatu gejala / tanda kelainan laring , bukan suatu penyakit.
Penyebabnya dapat berupa radang, ,tumor, (neoplasma, paralisis otot-otot
laring, kelainan laring.
nikotin dapat mengiritasi epitel sehingga menyebabkan penurunan
fungsi mukosiliar apabila fungsinya menurun maka tubuh mudah dimasuki
bakteri irus dan jamur selain itu juga menyebabkan pengeluaran mucus
terganggu, tenggorokan kering dipagi hari karena pada saat posisi tidur
mucus menumpuk di dinding posterior laring sehingga menyebabkan rasa
kering dan merangsang batuk untuk mengeluarkan mucus dan membasahi
laring.
3. mekanisme menghasilkan suara?
sumber bunyi untuk produksi suara adalah laring dan plica vocalis
proses pembentukan suara melibatkan sistem respirasi sebagai sumber
energi. pada saat ekspirasi tekanan udara diglotis berbeda sehingga
membuat plica vocalis bergetar. jika tenanan intraglotal negatif maka plica
vocalis akan menutup jika tekanan intraglotal positif maka plica vocalis
akan membuka. udara pernafasan melewati plica vocalis dan bervibrasi
menghasilkan gelombang suara. lidah, gigi, bibir dan hidung membantu
sebagai modulator penghasil berbagai bunyi yang berbeda.
4. apa hubungan asap roko dengan penyakit pasien dan apa hubungan dengan
kebiasaan pasien?
karna kebiasaan pasien sebagai penyanyi, kerusakan pada pita
suara karna adanya percepatan vibrasi pada organ tersebut yang melebihi
batas ketahanan, misalnya akibat penderita berteriak terlalu keras/
bernyanyi dengan suara tinggi.
zat-zat yang terkandung dalam rokok dapat secara kronis
mengiritasi mukosa laring yang kemudian menjadi inflamasi. Inflamasi
karena iritan yang terus menerus itu dapat merusak epitel pada laring
terutama dinding posterior, epitel yang terdapat pada faring sebagian besar
kolumner bersilia. Karena iritan silia akan rusak maka pengeluaran mukus
akan terganggu.
Merokok sendiri dapat menyebabkan edema pada pita suara. Ini
mengakibatkan terjadinya gangguan vibrasi sehingga frekuensi
fundamental (F0) menurun. Damborenea (1999) pada studinya
menemukan bahwa frekuensi frekuensi fundamental (F0) lebih rendah
ditemukan pada perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.
Kebiasaan pasien merokok juga berpengaruh terhadap keluhan pasien
dalam skenario ini. Asap rokok dapat mengiritasi mukosa dari saluran
pernapasan, disamping itu paparan asap rokok terus menerus
mengakibatkan epitel respiratorius (pseudokompleks kolumner brsilia
dengan sel goblet) mengalami metaplasi menjadi epitel skuamus kompleks
sebagai bentuk pertahanan. Akibatnya, fungsi filia sebagai proteksi juga
akan berkurang.
5. mengapa saat pemeriksaan aritenoid dan plica epiglotika tidak ditemukan
edem?
Epiglotis dan plica aryploglotica tidak terkena edem sedangkan
bangunan-bangunan lain disekitarnya seperti arytenoid, plica vocalis yang
edema. hal ini dimungkinkan karena epiglotis dan plica aryploglotica tidak
berperan secara langsung dalam proses fonasi. Sedangkan disini yang
dikeluhkan oleh pasien adala suara seraj yang berhubungan dengan organ
fonasi.
6. apa faktor penyabab keluhan pasien?
Faktor penyebab keluhan yang dialami pasien yaitu:
-Reaksi alergi
-Infeksi
-Bronkitis
-Gashoesophageal reflux desease
-Bahan kimia/stimulator
-Trauma
-Infeksi Saluran Pencernaan akut
-Pneumonia
Faktor Jenis kelamin
pita suara pada wanita lebih tipis dibandingkan pita suara laki laki.
Hal ini menyebabkan mengapa pitch pada suara yang dihasilkan wanita
lebih tinggi dibanding laki laki, hal ini juga meningkatkan resiko wanita
menjadi lebih mudah serak karena pita suara wanita lebih tipis.
7. apa yang terjadi pada pasien?
Dari skenario dapat diketahui bahwa keluhan utama pasien berupa
suara yang serak dan semakin hilang. Pasien berprofesi sebagai penyanyi
dan memiliki kebiasaan merokok serta mengonsumsi gorengan dan air
dingin. Keluhan sudah berlangsung selama 3 bulan dan disertai keluhan
berupa nyeri telan dan tenggorokan kering. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan ukuran tonsil T2-T2, granulasi dinding posterior, hyperemia,
aritenoid edema, plica vocalis edema, dan gerakan plica vocalis sulit
dinilai. Dari pemeriksaan tersebut, kemungkinan pasien terkena laringitis;
yang merupakan peradangan bagian bawah pita suara; yang bersifat
kronis.
Pada skenario pasien mengaku suaranya makin lama makin serak
bahkan menghilang,nyeri tekan,tenggorokan kering dan timbul batuk.
Setelah dilakukan pemeriksaan ditemukan hasil sedemikian rupa. Diduga
pasien mengalami peradangan pada laring / laryngitis kronik (non
spesifik/non inflammation ) dengan factor yang mendukung seperti pasien
suka minum es, makan gorengan, vocal abuse/ penyalahgunaan suara yang
sering dialami professional vocal user seperti penyanyi.
8. apa pemeriksaan penunjang yang tepat?
a. Pemeriksaan laringoskopi direct
Pemeriksaan laringoskopi direk tidak dilakukan pada semua
pasien. Pemeriksaan awal untuk melihat laring dapat dilakukan secara
indirek dengan menggunakan cermin. Pemeriksaan laringoskopi
sebaiknya dilakukan sebelum pasien melakukan terapi suara.
Laringoskopi direk dengan endoskopi fleksibel atau
strobovideolaringoskopi diindikasikan pada pasien dengan:
- Gejala menetap setelah 3 minggu
- Stridor, tetapi hanya pada keadaan dimana patensi jalan napas dapat dijaga
- Riwayat pembedahan pada bagian leher (kecurigaan adanya kerusakan
nervus laringeal)
- Riwayat intubasi endotrakeal
- Riwayat terapi radiasi pada daerah leher
- Riwayat merokok
- Penggunaan suara berlebihan
- Berat badan turun yang tidak diketahui penyebabnya
- Hemoptisis
- Disfagia atau odinofagia
- Otalgia
- Adanya benjolan pada leher
- Adanya gejala neurologi
b. Pemeriksaan Barium Swallow
Pemeriksaan dilakukan pada pasien yang diduga mengalami
laringitis akibat refluks dan tidak menunjukkan perbaikan dengan proton
pump inhibitor dan menunjukkan gejala disfagia ketika makan makanan
padat atau tersedak, maka pemeriksaan barium swallow dengan
videofluoroskopi dapat dilakukan.
9. diagnosis banding?
- masa pita suara bilateral
Adanya massa pada pita suara, misalnya nodul pita suara, dapat
menyebabkan gejala yang menyerupai laringitis. Cara membedakannya
adalah dengan laringoskopi dimana akan ditemukan penebalan fibrosa
subepitelial pada lipatan plika vokalis. Penyebab paling sering adalah
penggunaan suara yang berlebihan.
- Pseudokista laring
Pseudokista dibedakan dengan laringitis berdasarkan temuan laringoskopi.
Pseudokista akan terlihat sebagai lesi translusen pada vibratory margin.
Penyebab yang sering adalah penggunaan suara yang berlebihan dan
paresis plika vokalis.
- Hematoma pita suara
Hematoma pita suara dapat timbul pada pengguna antikoagulan, trauma
laring langsung, ataupun penggunaan suara yang berlebihan. Pada
laringoskopi akan tampak ekstravasasi darah pada subepitel.
Diagnosis banding lainnya juga dapat didasarkan penyebab dari
laringitis yaitu bacterial laryngitis, viral laryngitis, fungal laryngitis,
trauma laryngitis, dan gastroesophageal reflux laryngitis.
10. tata laksana penyakit pasien?
Untuk laringitis kronis, pengobatannya termasuk mengistirahatkan
suara, menghilangkan setiap infeksi taktur respiratorius primer yang
mungkin ada, dan membatasi meokok. Penggunaan kortikosteroid topical,
seperti inhalasi berklometalason dipropinate (vanceril), dapat digunakan.
Dalam buku penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT, penatalaksanaan
laringitis kronid adalah menghindari dan mengobati faktor-faktor
penyebab dengan:
1. Istirahat suara (vocal rest), tidak banyak bicara atau bersuara keras
2. Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi
3. Ekspektoran

Tata laksana laryngitis

a. Kronik tanpa hiperplasi


1.Mengobati infeksi saluran atas/bawah pernapasan seperti infeksi
sinus,gigi,amandel,dll
2.Meanghindari factor yang mengganggu
(merokok,alcohol,debu,dan asap)
3. Voice rest untuk pemulihan suara
4. Steam inhalasi membantu melonggarkan sekresi
5. Ekspektoran
b. Kronik dengan hiperplasi
1. Koservatif sesuai dengan tata laksana non hiperplasi
2. Operasi/bedah
11. aik
‘’ dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri kedalam kebinasaan’’.

STEP 4 - SKEMA

STEP 5 - SASARAN BELAJAR


1. anatomi & fisiologi
2. etiologi
3. patofisiologi
4. prognosis & komplikasi
5. diagnosis & diagnosis banding
6. pemeriksaan penunjang
7. pencegahan
8. kedokteran keluarga

Step 7
1. anatomi & fisiologi
larynx adalah organ yang berperan sebagai spincter pelindung pada pintu
masuk jalan nafas dan berperan dalam pembentukan suara. larynx terletak
dibawah lidah dan os.hyoid, diantara pembuluh-pembuluh besar leher, dan
terletak setinggi vertebra cervicalis ke4, ke5, dan ke6.
referensi : anatomi klinis snell
Laring adalah bagian dari saluran pernafasan bagian atas yang
merupakan suatu rangkaian tulang rawan yang berbentuk corong. Terletak
setinggi Vertebra Cervicalis IV-VI, pada anak-anak dan wanita relatif
lebih tinggi. Selalu terbuka, kecuali saat menelan. Laring berbentuk
piramida triangular terbalik dengan dinding kartilago tiroid diatas dan
kartilago krikoidea dibawahnya.
Skelet larynx terdiri atas 3 tulang rawan tunggal yang besar dan 3 pasang tulang
rawan kecil, yaitu:
1. Cartilage thyroidea
2. Cartilage cricoidea
3. Di cranial dari larynx terdapat os. Hyoideum
4. Cartilage arytenoidea
5. Cartilage epigloticca
ligamentum dan membrana :
1). ligamentum ekstrinsik
- membran tirohioid
- lig tirohioid
- lig tiroepiglotis
- lig hioepiglotis
- lig krikotracheal
2). ligamentum intrinsik
- membran quadriangularis
- lig vestibular
- konus elastikus
- lig krikotitoid media
- lig vocalis
Otot - otot pada laring :
Otot–otot laring terbagi dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu otot-otot
ekstrinsik dan otot-otot intrinsik yang masing-masing mempunyai fungsi yang
berbeda
1). Otot ekstrinsik
Terbagi atas :
1. Otot-otot suprahioid / otot-otot elevator laring, yaitu :
- M. Stilohioideus
- M. Geniohioideus
- M. Genioglosus
- M. Milohioideus
- M. Digastrikus
- M. Hioglosus
2. Otot-otot infrahioid / otot-otot depresor laring, yaitu :
- M. Omohioideus
- M. Sternokleidomastoideus
- M. Tirohioideus

2). Otot intrinsik


- otot aduktor :
~ Mm. Interaritenoideus transversal dan oblik
~ M. Krikotiroideus
~ M. Krikotiroideus lateral
- otot abduktor : M. Krikoaritenoideus posterior
- Otot tensor :
~ Tensor Internus : M. Tiroaritenoideus dan M. Vokalis
~ Tensor Eksternus : M. Krikotiroideus
fisiologi
Fungsi laring yang lain ialah untuk fonasi, dengan membuat suara serta
menentukan tinggi rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh
peregangan plica vokalis. Bila plica vokalis dalam aduksi, maka m.krikotiroid
akan merotasikan kartilago tiroid kebawah dan kedepan, menjauhi kartilago
aritenoid. Pada saat yang bersamaan m.krikoaritenoid posterior akan menahan
atau menarik kartilago aritenoid ke belakang. Plika vokalis kini dalam keadaan
yang efektif untuk berkontraksi. Sebaliknya kontraksi m. Krikoaritenoid akan
mendorong kartilago aritenoid ke depan, sehingga plika vokalis akan mengendor.
Kontraksi serta mengendornya plika vokalis akan menentukan tinggi rendahnya
nada.
fungsi respirasi saat inspirasi diafragma akan kebawah untuk memperbesar
rongga dada dan M. krikoaritenoideus posterior akan terangsang sehingga
kontraksinya menyebabkan rima glotios terbuka. bila pO2 tinggi maka
akan menghambat pembukaan rima glotis apabila pCO2 tinggi maka akan
merangsang pembukaan rima glotis
-Fungsi Batuk: Bentuk plika vokalis memungkinkan laring berfungsi
sebagai katup, sehingga tekanan intratorakal meningkat pelepasan
meningkat mendadak menimbulkan batuk yang berguna untuk
mempertahankan laring dari benda asing.
2. etiologi
laringitis akut merupakan kondisi peradangan didaerah larynx dan mukosa
pita suara, dikatakan akut apabila gejalanya muncul kurang dari 3 minggu.
laringitis dikatakan kronis karna gejala yang timbul menetap hingga lebih
dari 3 minggu. laringitis kronis paling sering disebabkan karna merokok
dan vocal abuse dalam jangka waktu lama.
referensi : kapita selecta kedokteran ed lv
ranti ; sebagaian dari bakteri kalo virus sistemik
Etiologi
1. Dapat terjadi setelah laryngitis akut yang tidak diselesaikan dengan tuntas
atau serangan berulang.
2. Adanya infeksi kronis pada sinus paranasal,gigi, amandel,dan dada
adalah penyebab yang paling berpengaruh.
3. Factor pekerjaan , missal paparan debu dan asap seperti penambang dan
lainnya.
4. Merokok dan minum alcohol
5. Trauma batuk yang persisten seperti pada penyakit paru-paru kronis
6. Penyalahgunaan vocal/vocal abuse
Laringitis akut biasanya disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur. Patogen
spesifik yang sering menyebabkan laringitis diantaranya
● Virus : rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus, adenovirus,
coronavirus, dan RSV
● Bakteri : Mycobacterium tuberculosis , Group A streptococcus,
Corynebacterium diphteriae, dll
● Jamur : candida, blastomyces, histoplasma.
3. pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan untuk memastikan laryngitis
diantaranya adalah foto rontgen soft tissue leher anteroposterior lateral.
Yang perlu diamati dari rontgen tersebut adalah adanya steeple sign yaitu
tampaknya pembengkakan pada jaringan subglottis yang dalam keadaan
normal pada foto akan terlihat berwarna hitam jadi berwarna abu-
abu/buram. Steeple sign ini biasa terlihat pada sekitar 50% kasus.
Pemeriksaan penunjang lain yang bisa digunakan diantaranya adalah Foto
Thorax AP dan Pemeriksaan Darah Lengkap
4. pencegahan
-Menjaga daya tahan tubuh dengan makanan bergizi dan olahraga
-Berhenti merokok
-Mengistirahatkan pasien bersuara dan bersuara bersuara berlebihan
-Menghindari makanan yang mengiritasi dan meningkatkan asam
lambung.
Pencegahan :

1. Jangan merokok dan hindari asap rokok. Rokok dapat menyebabkan


tenggorokan kering dan mengakibatkan iritasi pada pita suara.

2. Minum banyak air. Cairan akan membantu menjaga lender yang terdapat
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah dibersihkan.

3. Batasi penggunaan alcohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.


4. Jangan berdehem untuk membersihkan tenggorokan, berdehem
mengakibatkan terjadinya vibrasi abnormal pada pita suara dan meningkatkan
pembengkakan.

5. patofisiologi
suara adalah produksi aliran udara yang berasal dari dalam paru yang
menggetarkan epitel pita suara. berbagai etiologi dapat menyebabkan pita
suara membengkak dan mengganggu proses bergetarnya. dapat pula
menyebabkan edema dan hiperemis dari membran yang melapisi pita
suara. pembengkakan yang terjadi bukan saja menyebabkan lapisan
tersebut menebal. namun juga membuat pita suara menegang. keadaan
tersebut meningkatkan ambang fonasi untuk menghasilkan suara, sehingga
sering muncul suara serak. terkadang pasien tidak bisa melewati ambang
fonasi sehingga afonia (tidak bersuara sama sekali).
referensi : kapita selecta kedokteran ed lv
6. diagnosis & diagnosis banding
Hasil anamnesis
1. Pasien datang dengan keluhan suara serak atau hilang suara
(afonia)
2. Sesak nafas dan stridor
3. Nyeri tenggorokan, terutama nyeri ketika menelan atau berbicara
4. Gejala radang umum, seperti demam, malaise
5. Batuk kering yang lama kelamaan disertai dengan dahak kental
Pemeriksaan Fisik
Laringoskopi indirek ( khusus untuk pasien dewasa )
1. Pada pemeriksaan fisik akan tampak mukosa laring yang hiperemis dan
membengkak terutama di bagian atas dan bawah pita suara
2. Biasanya terdapat radang akut di hidung atau sinus paranasal
3. Pada laringitis kronik, dapat ditemukan nodul, ulkus dan penebalan
mukosa pita suara
pem.fisik laringoskopi akan dimukan
Diagnosis banding
laringitis kronis spesifik yang terdiri dari laringitis tuberkulosis dan
laringitis leutika
Nodul pita suara atau vocal nodule, polip pita suara, kista pita suara
kelumpuhan pita suara
7. prognosis & komplikasi
 Komplikasi
adanya sekret pada daerah pita suara dapat menimbulkan
laryngospasme. Perubahan yang berarti juga dapat terjadi pada
epitel dari pita suara berupa hiperkeratosis, diskeratosi, &
parakeratosis
 prognosis
tergantung pada keadaan sosial ekonomi pasien, kebiasaan hidup
sehat serta ketekunan berobat bila diagnosis dapat ditegakkan
diawal maka prognosisnya akan baik
8. kedokteran keluarga
Dokter keluarga yang baik harus dapat menelusuri sumber penyakit
pasien, menemukan masalah utama pasien, dan memberi solusi yang tepat.
Karenanya, dokter keluarga harus menanyai pasien dari beberapa sudut
pandang yaitu :
● Sudut pandang biologis untuk mengetahui apakah ada kelainan
biologis pada pasien (misalnya menanyakan apakah pasien
memiliki rhinitis alergi karena ini merupakan salah satu faktor
risiko laringitis)
● Sudut pandang psikologis yaitu untuk mengetahui adakah peran
psikologis pasien yang berhubungan dengan keluhan pasien
(misalnya alasan pasien merokok, lalu dokter sebaiknya memberi
solusi agar pasien dapat menghilangkan kebiasaan merokok)
● Sudut pandang sosial-ekonomi pasien yaitu untuk mengetahui
adakah faktor dari kehidupan sosial maupun perekonomian pasien
yang terlibat dengan keluhan pasien (misalnya bagaimana
pekerjaan pasien, lingkungan sehari-hari, diet pasien, dll)
lalu pasien juga harus ditangani secara menyeluruh dan
berkelanjutan yaitu dengan mengatasi sumber penyakit, edukasi
pasien dan keluarga, dll sehingga pasien tidak terkena penyakit
yang sama berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pearce, C. Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta: PT
Gramedia,2004.
2. Hermani B, Abdurrachman H, Cahyono A. Kelainan Laring. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi
keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2007
3. Elsevier . Kamus Saku Kedokteran Dorland . Edisi 29 . Singapore :
Elsevier inc ; 2015
4. Davey,Pattrick. At a glance Medicine. Jakarta: gramedia ,2010Colton,RH .
Casper,JK . Leonard,R . Understanding Voice Problems . Edisi 4 .
Baltimore ; 2011
5. Dhingra,Shruti,Deeksha. Disease of ear , nose, and throat. 6th ed. Hindia :
Elsevier.2014
6. F. Paulsen, J. waschke. Sobotta atlas anatomi manusia. 23th ed .
Jakarta:EGC,2010
7. lesi jinak laring Pearce, C. Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk
Paramedis. Jakarta: PT Gramedia,2004.
8. Ganong, W. F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta:
EGC,2009.
9. Dhingra,Shruti,Deeksha. Disease of ear , nose, and throat. 6th ed. Hindia :
Elsevier.2014
10. Wood . John,M . Laryngitis : The BIMG ; 2014
11. IDI . Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayan Kesehatan
Primer . Edisi 1 . Jakarta : IDI ; 2017
12. Hollinshead. The pharynx and larynx in anatomy for surgeons. Vol 1 :
Head and neck. A hoeber-harper international edition. 1966 :425-6
13. Banovetz JD. Gangguan Laring Jinak. Boies Buku Ajar Penyakit THT.
Edisi keenam. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC: 1997
14. Reveiz L, Cardona AF. 2013. Antibiotic for Acute Laryngitis in Adults.
Cochrane Database Syst Rev.

Anda mungkin juga menyukai