Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN TUTORIAL

BLOK THT

SKENARIO 3
ADA APA DENGAN TENGGOROKANKU?

KELOMPOK IV
ALDORA DUTA P G0015013
LEONARD SARWONO ATTA G0015137
THEODORE AMADEO N G0015225
MUHAMMAD RAIS G0015167
CHRISTA ADELINE G0015047
SIWI HESTI UTAMI G0015215
FAIZAH NUR N G0015077
NI PUTU DIAN A G0015187
HELENA CHRISTINA YOL G0015107
ISMI CAHYA DHELIMA G0015117
KARISA INDRIATI G0015123
SYIFA ADIBA SARI G0015219

TUTOR: dr. Muchtar Hanafi, M.Sc.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

SKENARIO III

ADA APA DENGAN TENGGOROKANKU?


Seorang laki-laki, usia 35 tahun pekerjaan penyanyi kafe, datang ke
Poliklinik THT dengan keluhan suara serak dan makin lama makin hilang.keluham
sudah dirasakan sejak 4 bulan terakhir. Keluhan disertai dengan tenggorokan terasa
kering terutama pada pagi hari. Kadang dirasakan nyeri telan, kadang disertai batuk.
Tidak didapatkan keluhan sulit menelan. Pasien mempunyai hobi menyanyi dan
sejak timbul keluhan tersebut pasien sudah tidak dapat bernyanyi lagi. Pasien
merokok setiap hari menghabiskan 12 bungkus rokok.pasien juga mempunyai
kebiasaan mengkonsumsi goreng-gorengan, dan makanan instan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan : kesadaran compos mentis, tekanan


darah 120/80 mmHg, denyut nadi 80x/menit, respiration rate 18x / menit, suhu
36c. Pada pemeriksaan tenggorok didapatkan : tonsil T1-T1, granulasi (+) di
dinding faring posterior, hiperemis (+). Dari pemeriksaan laringoskopi indirek
didapatkan epiglotis edema (-), plika aryepiglotica edema (-), aritenoid edema (+),
mukosa hiperemis, plica vocalis edema (+), gerakan plica vocalis sulit di evaluasi.
P emeriksaan hidung dan telinga tidak didapatkan kelainan. Pada pemeriksaan
kelenjar getah bening leher tidak didapatkan lymphadenopathy.
BAB II

DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Langkah I: Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah dalam


scenario. Dalam skenario pertama ini kami mengklarifikasi beberapa istilah sebagai
berikut:
1. Laringoskopi indirek : pmx laring dengan banuan laringoskop/ cermin
laring
2. Granulasi : jaringan fibrosa karena bekuan darah, jadi jadi jaringan parut
agregat makrofag
3. Plica aryepiglotica : lipatan mukosa di batas lateral aditus larynges

Langkah II: Menentukan/ mendefinisikan permasalahan. Permasalahan pada


skenario pertama antara lain:
1. Apa hubungan gaya hidup pasien dengan keluhan?
2. Mengapa pasien tidak bisa bernyani lagi?
3. Mengapa tenggorokan pasien terasa kering, nyeri tekan, dan kadang batuk?
4. Bagaimana mekanisme terjadi suara serak dan menghilang?
5. Mengapa gerakan plica vocalis harus dievaluasi?
6. Mengapa dilakukan pemeriksaan kelenjar getah bening?
7. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi dari faring dan laring?
8. Bagaimana interpretasi pemeriksaan fisik?
9. Apa hubungan usia dan pekerjaan dengan keluhan pasien?
10. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan laryngoskopi?
11. Bagaimana diagnosis dan differential diagnosis dari kasus?
12. Bagaimana penatalaksanaan kasus?
13. Bagaimana pencegahan kasus?
Langkah III : Menganalisa masalah yang telah dirumuskan pada langkah
sebelumnya
1. Apa hubungan usia dan pekerjaan dengan keluhan pasien?
Pekerjaan pasien itu adalah penyanyi yang merupakan faktor resiko
dari vocal nodule. Menyanyi dengan frekuensi nada tinggi menyebabkan
lesi pada plica vokalis yang lama kelamaan akan menjadi nodul. Bila nodul
terletak 2/3 anterior dari plica vocalis maka pasien akan kesulitan dalam
hal berbicara namun bila nodul terletak 1/3 posterior maka pasien akan
mengalami kesulitan dalam bernapas. Nodul ini terbentuk karena penebalan
epitel yang disebabkan oleh vocal abuse, infeksi, reflux, alregi.

Vibrasi yang terjadi secara terus menerus menyebabkan terjadinya


kongesti pada vaskuler setempat sehingga terjadilah edema pada pars
membranosa. Edema ini membuat hialinisasi pada reinkers space sehingga
epitel pada plica vokalis menebal dan menybebkan menurunnya
kemmapuan dari pita suara.

Gejala klinis dari vocal node diantaranya

1. Suara pecah, kasar, dan serak


2. Tidak bisa mengeluarkan suara dengan nada tinggi
3. Menurunnya modulasi suara
4. Meningkatnya tegangan otot leher

2. Apa indikasi dan kontraindikasi pemeriksaan laringoskop?


Laringoskop : untuk memeriksa bagian belakang dari tenggorokan
seperti pita suara, glottis dan laring

Indikasi pemeriksaan laringoskopi antara lain

1. Keluhan suara: serak, hilang, pelan


2. Keluhan nyeri di tenggorkan dan telinga
3. Disfagia
4. Benjolan di tenggorokan
5. Batuk lendir berdarah
6. Cedera pada tenggorokan
7. Tenggorokan menyempit
8. Keganasan

Kontraindikasi pemerikasaan laringoskopi adalah

1. Trismus yang hebat


2. Trauma
3. Apa Dx dan Dd pada kasus tersebut?
1. Laringitis akut
Merupakan lanjutan dari penyakit faringitis. Mukosa laring hiperemis dan
terjadi edema supra-subglotis

2. Laringitis kronis
Terjadi inflamasi karena troponema pallidum & tubrcolosis. Mukosa
hiperemis dan edema Rienick

3. Vocal nodule
4. Faringitis
Langkah IV: Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan
pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III

anatomi, histologi,
batuk
fisiologi organ terkait

gejala dan tanda nyeri telan


suara serak

faktor resiko tenggorkan kering

patofisiologi
akut
pemeriksaan fisik dan
laringitis
penunjang
kronis
diagnosis vocal nodul

tatalaksana faringitis

Langkah V: Merumuskan tujuan pembelajaran.

Mahasiswa mampu menjelaskan :

1. Anatomi, histologi, dan fisiologi faring dan laring

2. Faktor resiko dan etiologi keluhan

3. Patofisiologi keluhan

4. Pemeriksaan fisik dan penunjang pada kasus beserta indikasi, kontra indikasi, dan
intrepretasi hasil

5. Tatalaksana pada kasus

6. Pencegahan pada kasus

Langkah VI: Mengumpulkan informasi baru.


Masing-masing anggota kelompok kami telah mencari sumber-sumber ilmiah
dari beberapa buku referensi dan jurnal online yang sesuai dengan topik diskusi
tutorial ini secara mandiri untuk disampaikan dalam pertemuan berikutnya.
Langkah VII: Melaporkan, membahasm dan menata kembali informasi baru
yang diperoleh.

1. Anatomi, histologi, dan fisiologi faring dan laring

Faring

Anatomi

Merupakan saluran muskulomembranosa dengan panjang 12-14 cm. Pharynx


membentang dari basis cranii hingga ke batas bawah kartilago cricoidea setinggi
VC VI yang kemudian akan belanjut menjadi oesophagus. Pharynx terdiri dari dua
jenis muskulus yaitu 3 muskulus sirkuler yang berfungsi sebagai konstriktor dan 3
muskulus longitudinal yang berfungsi sebagai elevator.

Nasopharynx

Nasopharynx disebut juga epipharynx, pars nasalis pharyngeus. Nasopharynx


merupakan bagian dari pharynx yang paling cranial. Cavum nasi terletak di anterior
nasopharynx, keduanya dihubungkan oleh Choanae Berhubungan dengan telinga
tengah melalui Tuba auditiva Nasopharynx berlanjut ke bawah menjadi oropharynx
melalui isthmus pharyngeus atau hiatus nasopharyngeus, yang dibatasi oleh
palatum molle, arcus palatopharyngeus dan dinding dorsal pharynx. Isthmus
pharyngeus ini akan menutup pada saat menelan akibat peninggian palatum molle
dan konstriksi sphincter palatopharyngealis.

Oropharynx

Disebut juga mesopharynx, pars oralis pharynges Merupakan bagian pharynx yang
terletak di belakang cavum oris Membentang dari setinggi palatum molle hingga
bagian atas epiglottis Skeletopis setinggi VC 2- bagian atas VC 3 Dihubungkan
dengan cavum oris oleh isthmus faucium dengan batas-batas :

Cranial : Palatum molle


Lateral : Arcus palatopharyngeus, tonsilla palatina
Caudal : Radix linguae

Bangunan-bangunan penting :

Arcus palatoglossus
o Merupakan suatu pelipatan mukosa di bagian anterior
o Membentang dari palatum molle hingga tepi lingua
o Terbentuk karena adanya desakan dari M. Palatoglossus
Arcus palatopharyngeus
o Merupakan suatu pelipatan mukosa di bagian posterior
o Membentang dari palatum molle hingga dinding lateral pharynx
o Terbentuk karena adanya desakan dari M. Palatopharyngeus
Diantara arcus palatoglossus dan arcus palatopharyngeus terdapat
suatu cekungan yang disebut dengan fossa tonsilaris yang
merupakan cekungan terdapatnya tonsilla palatina.
Tonsilla palatina merupakan sepasang jaringan limfoid yang dilapisi
oleh membana mukosa di bagian luarnya. Benda asing yang runcing
dan kecil seperti tulang ikan atau potongan tulang ayam sering
tersangkut disini. Tonsilla palatina mendapatkan vaskularisasi dari
R.tonsilaris A.facialis dan aliran limfenya menuju ke nodus limfe
cervicalis profundus.
Antara radix lingua dan epiglottis dihubungkan oleh membrana
glossoepiglotica. Pada membrana tersebut terdapat penebalan di
bagian medial disebut dengan plica glossoepiglotica mediana.
Penebalan di bagian lateral disebut dengan plica glossoepiglotica
laterale. Diantara dua penebalan tersebut terdapat cekungan yang
disebut dengan vallecula epiglotica yang berfungsi untuk
menampung benda tumpul yang tertelan. Bila benda asing berada di
vallecula epiglotica dan menekan epiglotis dapat menyumbat saluran
nafas
Saat menelan, isthmus faucium terbuka, palatum terelevasi, cavitas
laryngis tertutup dan makanan bergerak mengarah ke esofagus.
Seseorang tidak dapat bernafas dan menelan bersamaan karena
saluran nafas tertutup pada 2 sisi yaitu isthmus pharyngeum dan
larynx.

Innervasi oropharynx didapatkan dari N.IX

LARYNGOPHARYNX

Merupakan bagian pharynx yang teletak sepanjang larynx maka juga disebut
sebagai hypopharynx Membentang dari epiglottis hingga batas bawah cartilago
cricoideaSkeletopis setinggi VC 3-6Bangunan-bangunan penting :

Fossa piriformis
o Terletak di kanan dan kiri dari laryngopharynx
o Berbatasan di bagian medial dengan plica aryepiglotica
o Berbatasan di bagian lateral dengan cartilago thyroidea dan
membrana thyroidea
o Berfungsi untuk menampung benda tajam yang tertelan
Adytus laryngis
o Merupakan pintu masuk menuju larynx
o Terletak pada dinding anterior laryngopharynx

Histologi Faring

Faring merupakan rongga peralihan antara rongga mulut, sistem pernapasan dan
sistem pencernaan, membentuk hubungan antara bagian nasal dan faring. Faring
dilapisi oleh epitel berlapis gepeng jenis mukosa, kecuali pada daerah bagian
respirasi yang tidak mengalami gesekan. Daerah terakhir ini dilapisi oleh epitel
bertingkat silindris bersilia bersel goblet. Faring mengandung tonsila, mukosa
faring memiliki banyak kelenjar mukosa kacil dalam lapisan jaringan ikat padat.
Muskular konstriktor dan longitudinalis faring terletak di luar lapisan ini.

LARING

Anatomi Laring

Merupakan saluran pernapasan, sfingter, dan organ fonasi yang membentang dari
lingua hngga trachea. Larynx merupakan saluran yang fleksibel saat proses
menelan. Saat istirahat, larynx terletak setinggi skeletopis VC 3- VC 6.

Skeleton Laryngeus

Merupakan bagian keras dari larynx yang dibentuk oleh kartilago yang
dihubungkan oleh ligamentum-ligamentum dan memrana fibrosa serta digerakkan
oleh beberapa muskulus.Cartilagines Laryngis

Cartilago hyoid VC 3
Cartilago thyroid VC 4- VC 5
Cartilago cricoidea VC 6

Fibrocartilago elastis Hyalin

Corniculata Thyroid

Epiglottis Cricoidea

Apex arytenoidea Sebagian besar arytenoidea

Tritiata (triticea)

Cavitas Laryngis
Membentang dari adytus laryngis (pintu masuk larynx) sampai setinggi tepi bawah
cartilago cricoidea yang akan beralih menjadi lumen trachea.

Adytus laryngis

Terbagi menjadi 3 regio utama:

- Vestibulum laryngis
Daerah di bawah aditus laryngis sampai ke atas plica vestibularis

- Bagian tengah: terletak di antara plica vestibularis di atas dan plica


vocalis
- Cavitas infraglottica
Ruang paling inferior dan diantara plica vocalis

Bagian penting cavitas laryngis:

- Ventriculus laryngis
Terletak diantara plica vestibularis dengan plica vocalis. Pada bagian
anterior meluas dan membentuk suatu katung buntu yang disebut
dengan sacculus laryngis yang banyak terdapat glandula mucosa
untuk lubrikasi plica vocalis.

- Rima vestibuli
Merupakan celah yang terletak antara kedua plica vestibularis dexter
et sinister.

- Plica vestibularis (pita suara palsu)


Lipatan membran mukosa yang meliputi ligamentum vestibulare.
Membentang antara cartilago thyroidea dan cartilago arytenoidea.

- Rima glotidis
Celah antara plica vocalis dexter et sinister

- Plica vocalis (pita suara asli)


Melingkupi ligamentum vocale yang disebelah lateralnya terdapat
m. Vocalis

Untuk systema respiratorium inferior dan memberi mekanisme menghasilkan


suara. Selama respirasi tenang, aditus laryngis, rima vestibuli dan rima glottidis
terbuka, cartilago arytenoidea abduksi. Saat fonasi, cartilago arytenoidea dan plica
vocalis teradduks dan udara didorong melalui rima glottidis yang tertutup. Gerakan
ini menyebabkan plica vocalis bergetar yang kemudian dimodifikasi oleh saluran
nafas atas dan juga cavum oris. Tegangan plica vocalis disesuaikan oleh M. Vocalis
dan cricothyroideus.

Histologi Laring

Laring merupakan tabung ireguler yang menghubungkan faring dengan trakea.


Dalam lamina propia terdapat sejumlah rawan laring, struktur yang paling rumit
pada jalan pernapasan. Rawan-rawan yang lebih besar (tiroid, krikoid, dan sebagian
besar aritenoid) adalah rawan hialin, dan pada orang tua sebagian dapat mengalami
kalsifikasi. Rawan yang lebih kecil (epiglottis, cuneiformis, kornikulatum, dan
ujung aritenoid) adalah rawan elastin. Ligamentum-ligamentum menghubungkan
rawan-rawan tersebut satu sama lain, dan sebagian besar bersambung dengan otot-
otot intrinsic larynx, di mana mereka sendiri tidak bersambungan karena mereka
adalah otot lurik. Selain berperanan sebagai penyokong (mempertahankan agar
jalan udara tetap terbuka) rawan-rawan ini berperanan sebagai katup untuk
mencegah makanan atau cairan yang ditelan masuk trakea. Mereka juga berperanan
dalam pembentukan irama fonasi.

Epiglotis, yang menonjol dari pinggir laring, meluas ke faring dan karena itu
mempunyai permukaan yang menghadap ke lidah dan laring. Seluruh permukaan
yang menghadap ke lidah dan bagian permukaan apikal yang menghadap ke laring
diliputi oleh epitel berlapis gepeng. Ke arah basis epiglottis pada permukaan yang
menghadap laring, epitel mengalami perubahan menjadi epitel bertingkat toraks
bersilia. Kelenjar campur mukosa dan serosa terutama terdapat di bawah epitel
toraks, bebas menyebar ke dalam, yang menimbulkan bercak pada rawan elastin
yang berdekatan. Di bawah epiglottis, mukosa membentuk dua pasang lipatan yang
meluas ke dalam lumen larynx. Pasangan yang di atas merupakan pita suara palsu
(atau lipatan vestibular), dan mereka mempunyai epitel respirasi yang di bawahnya
terletak sejumlah kelenjar seromukosa dalam lamina proprianya. Pasangan yang
bawah merupakan lipatan yang merupakan pita suara asli. Di dalam pita suara, yang
diliputi oleh epitel berlapis gepeng, terdapat berkas-berkas besar sejajar dari selaput
elastin yang merupakan ligamentum vocale. Sejajar dengan ligamentum terdpat
berkas-berkas otot lurik, m.vocalis, yang mengatur regangan pita dan ligamentum
dan akibatnya, waktu udara didorong melalui pita-pita menimbulkan suatu suara
dengan tonus yang tidak sama.

2. Etiologi keluhan pasien

Tanda dan gejala faringitis dibedakan berdasarkan etiologinya, yaitu:

Virus
Jarang ditemukan tanda dan gejala yang spesifik. Faringitis yang
disebabkan oleh virus menyebabkan rhinorrhea, batuk, dan konjungtivitis3
Gejala lain dari faringitis penyebab virus yaitu demam yang tidak terlalu
tinggi dan sakit kepala ringan.5
Pada penyebab rhinovirus atau coronavirus, jarang terjadi demam, dan
tidak terlihat adanya adenopati servikal dan eksudat faring
Pada penyebab virus influenza, gejala klinis bisa tampak lebih parah dan
biasanya timbul demam, myalgia, sakit kepala, dan batuk
Pada penyebab adenovirus, terdapat demam faringokonjungtival dan
eksudat faring.2 Selain itu, terdapat juga konjungtivitis3
Pada penyebab HSV, terdapat inflamasi dan eksudat pada faring, dan
dapat ditemukan vesikel dan ulkus dangkal pada palatum molle
Pada penyebab coxsackievirus, terdapat vesikel-vesikel kecil pada palatum
molle dan uvula. Vesikel ini mudah ruptur dan membentuk ulkus dangkal
putih
Pada penyebab CMV, terdapat eksudat faring, demam, kelelahan,
limfadenopati generalisata, dan splenomegali
Pada penyebab HIV, terdapat demam, myalgia, arthralgia, malaise, bercak
kemerahan makulopapular yang tidak menyebabkan pruritus,
limfadenopati, dan ulkus mukosa tanpa eksudat2

Bakteri

Faringitis dengan penyebab bakteri umumnya menunjukkan tanda dan gejala


berupa lelah, nyeri/pegal tubuh, menggigil, dan demam yang lebih dari 380C.
Faringitis yang menunjukkan adanya mononukleosis memiliki pembesaran nodus
limfa di leher dan ketiak, tonsil yang membesar, sakit kepala, hilangnya nafsu
makan, pembesaran limpa, dan inflamasi hati.4

Pada penyebab streptokokus grup A, C, dan G, terdapat nyeri faringeal, demam,


menggigil, dan nyeri abdomen. Dapat ditemukan hipertrofi tonsil, membran faring
yang hiperemik, eksudat faring, dan adenopati servikal. Batuk tidak ditemukan
karena merupakan tanda dari penyebab virus.

Pada penyebab S. Pyogenes, terdapat demam scarlet yang ditandai dengan bercak
kemerahan dan lidah berwarna stoberi

Pada penyebab bakteri lainnya, ditemukan adanya eksudat faring dengan atau
tanpa tanda klinis lainnya

Tanda dan gejala dari laringitis yaitu:

Afonia, yaitu suara serak atau hilang suara


Nyeri tenggorokan
Batuk karena teriritasi
Stridor, biasanya ditemukan pada anak-anak
iritasi pada tenggorokan yang menggelitik sehingga memicu keinginan
untuk batuk, demam, dan nyeri tenggorokan
rhinorrhea
kongesti nasal
Pada pemeriksaan dengan laringoskopi, ditemukan tanda laringitis yaitu
eritem laring difus, edema, dan pembengkakan vaskular pada pita suara
Pada laringitis kronik, dapat ditemukan nodul dan ulkus pada mukosa

Faktor resiko Faringitis

Faktor resiko penyebab faringitis yaitu udara yang dingin, turunnya daya tahan
tubuh yang disebabkan infeksi virus influenza, konsumsi makanan yang kurang
gizi, konsumsi alkohol yang berlebihan, gejala predormal dari penyakit scarlet
fever dan seseorang yang tinggal di lingkungan kita yang menderita sakit
tenggorokan atau demam.
Faktor risiko Laringitis

Infeksi saluran pernapasan, seperti pilek, sinusitis dan bronkitis


Pemaparan terhadap bahan iritan, seperti asap rokok, asam perut, atau uap
bahan kimia
Penggunaan suara yang berlebihan

3. Patofisiologi Keluhan.

Suara serak

Gangguan fonasi disebabkan oleh gangguan organik dan fungsional dari produsen,
aktivator, dan resonator suara. Banyak faktor yang menyebabkan suara serak
(hoarseness). Penyebab dasar dari suara serak adalah penutupan glottis yang
insufisien selama fonasi (glottal gap), perubahan kekakuan plica vocalis, dan
ketidakseimbangan mekanik antara kedua plica.

Patofisiologi dari suara serak:

1. Glottal gap menyebabkan kebocoran udara yang berlebihan selama fonasi


dan konversi yang tidak cukup dari udara yang diekspirasi menjadi getaran.
Turbulensi dari partikel udara yang diekspirasi meningkat, mengakibatkan
terbentuknya bunyi atau suara serak.
2. Plica vocalis yang terlalu kaku mengganggu proses vibrasi dan
menyebabkan terbentuknya suara serak.
3. Ketidakseimbangan tegangan antara kedua plica vocalis, dan terutama
dalam massanya, akan mengakibatkan terbentuknya glottal gap.

Nyeri telan
Nyeri telan atau nyeri tenggorok atau odinofagia merupakan gejala yang sering
dikeluhkan akibat adanya kelainan atau peradangan di daerah nasofaring,
orofaring, dan hipofaring. Odinofagia dapat menyertai kelainan atau kesulitan
menelan atau disebut juga disfagia, yang merupakan gejala kelainan atau penyakit
di orofaring dan esofagus. Biasanya odinofagia menjadi gejala dan tanda dari
faringitis.

Odinofagia dapat disebabkan oleh kondisi minor seperti rhinitis, yaitu


inflamasi pada rongga hidung. Tetapi, jika odinofagia merupakan gejala kronis,
kemungkinan penyebabnya antara lain:

1. Tumor dan keganasan: Odinofagia adalah gejala awal dari tumor ganas
esofagus. Tumor ganas dapat berkembang karena kebiasaan merokok yang
menahun, konsumsi alkohol berlebihan, heartburn yang menetap, atau
faktor keturunan.
2. Infeksi Candida: Jamur ini dapat menginfeksi bagian mulut dan menyebar,
menyebabkan inflamasi yang berujung pada odinofagia.
3. Gastroesophageal reflux disease (GERD): GERD disebabkan oleh sfingter
esofagus bagian bawah tidak tertutup dengan sempurna. Dampaknya adalah
asam lambung dapat memasuki esofagus, menyebabkan gejala odinofagia
dan gejala lain seperti nyeri dada dan heartburn.
4. Ulserasi: Ulserasi di bagian mulut, tenggorokan, dan esofagus dapat terjadi
sebagai akibat dari GERD yang tidak ditangani dan penggunaan obat anti-
inflamasi jangka panjang seperti ibuprofen.

Bentuk mukosa faring bervariasi, tergantung pada letaknya. Pada nasofaring


yang merupakan bagian saluran respirasi, maka mukosanya memiliki epitel
respirasi dengan sel goblet yang menghasilkan mukus. Pada orofaring dan
laringofaring yang merupakan bagian saluran cerna, epitelnya adalah skuamous
kompleks tidak bersilia. Pada mukosa faring dapat terjadi inflamasi yang
disebabkan oleh etiologi di atas. Ketika bolus melewati bagian faring dan esofagus,
bolus akan memberi penekanan pada mukosa yang mengalami inflamasi.
Proses menelan itu sendiri merupakan proses yang kompleks. Mekanisme
menelan tergantung dari beberapa faktor seperti ukuran bolus makanan,
diameter lumen esofagus yang dilalui bolus, kontraksi peristaltik esofagus,
fungsi sfingter esofagus bagian atas dan bagian bawah, dan kerja otot-otot
rongga mulut dan lidah.

Tenggorokan kering
Tenggorokan kering merupakan salah satu gejala dari faringitis. Bagian faring
memiliki epitel dengan sel goblet yang berfungsi memproduksi mukus, yang dapat
menjaga agar tenggorokan tidak kering. Jika terjadi inflamasi dan fungsi sel goblet
terganggu, maka produksi mukus juga terganggu.

Pada faringitis akut, awalnya terdapat hiperemia, kemudian edema dan


sekresi eksudat yang meningkat. Eksudat mula-mula serosa tetapi menebal dan
membentuk mukus, yang kemudian cenderung menjadi kering dan melekat pada
dinding faring. Hal inilah yang menyebabkan rasa kering dan gatal pada
tenggorokan pada pasien faringitis akut dan memberikan gambaran dinding faring
kemerahan dan kering, seperti kaca dan dilapisi sekresi mukus.

Pada faringitis atrofika, kekeringan menjadi menyolok, lapisan mukosa


memiliki konsistensi seperti lem, dan sewaktu-waktu tampak krusta. Jika sekresi
diangkat, membrana mukosa di bawahnya tampak kering, berkerut. Hal ini akan
menyebabkan gejala rasa kering dan tebal pada faring bagian atas pada pasien
faringitis atrofika.

Selain daripada itu, merokok juga merupakan penyebab paling sering


menimbulkan tenggorokan kering. Pasien memiliki gejala serak ringan, kemudian
kesulitan menelan, dan faringitis sika yang jelas. Tenggorokan dari perokok berat
memiliki gambaran mukosa faring yang kering, mengkilat dan hiperemis.

4. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang pada kasus, beserta indikasi,


kontraindikasi, dan interpretasi hasil.
PEMERIKSAAN FISIK

Pada skenario, kesadaran pasien compos mentis, tekanan darah, denyut


nadi, respiration rate, dan suhu berada pada batas normal. Pada pemeriksaan
tenggorok didapatkan tonsil T1-T1 menunjukkan terjadi pembengkakan tonsil
namun tidak sampai melewati pilar faring posterior. Adapun pengelompokan
ukuran tonsil sebagai berikut:

T1: tonsil tidak melewati pilar faring posterior

T2: tonsil melewati pilar posterior namun tidak melewati garis pertengahan
(imajiner antara uvula dan pilar posterior)

T3: tonsil mencapai garis pertengahan antara uvula dan pilar posterior

T4: tonsil saling menempel (kissing tonsil) atau mendorong uvula

Granulasi (+) di dinding faring posterior dan hiperemis (+) menunjukkan


terjadinya proses inflamasi karena pada dinding faring terdapat jaringan limfatik.
Kemungkinan jaringan limfatik membengkak disebabkan terjadinya faringitis
kronik yang menyebabkan hiperplasia jaringan limfatik pada dinding posterior
faring.

Dari pemeriksaan laringoskopi indirek ditemukan aritenoid edema (+),


mukosa hiperemis, plica vocalis edema + yang menunjukkan terjadi peradangan.
Proses penebalan akibat peradangan plica vocalis yang menyebabkan perasaan
tersangkut di tenggorokan dan timbulnya batuk tanpa mengeluarkan sekret. Apabila
terjadi infeksi dapat teramati pula inspirasi yang membutuhkan kontraksi otot-otot
bantu napas.

Pemeriksaan lymphadenopathy digunakan untuk memastikan terjadinya


infeksi atau tumor yang bermetastasis ke kelenjar limfonodi di area leher. Apabila
terjadi infeksi pada tonsil, faring, laring biasanya timbul lymphadenopathy
cervicalis profundus.
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Apabila pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya eksudat mukopurulen


maka dapat dilakukan uji konfirmasi menggunakan Rapid Streptococcal Antigen
Test (RAT) dengan kriteria Skor Centor. Eksudat diambil kemudian dikultur untuk
menentukan bakteri patogen dan memonitor resistensi antibiotik.

Skor Centor dengan Modifikasi

Kriteria Poin

Tidak adanya batuk 1

Demam (38oC) 1

Lymphadenopathy servikal anterior 1

Tonsil bengkak atau bereksudat 1

Usia

3-14 1

15-44 0

45 -1

Kumulatif Skor Risiko terkena Follow Up


Faringitis GABHS
0 1-2,5% Tidak perlu pemeriksaan
lanjutan ataupun terapi
antibiotik

1 5-10% Dapat dilakukan kultur


ataupun RAT. Pemberian
antibiotik bila hasil positif

2 11-17% Lakukan kultur ataupun RAT.


Pemberian antibiotik bila hasil
positif

3 28-35% Lakukan kultur ataupun RAT.


Pemberian antibiotik bila hasil
positif

4 51-53% Terapi antibiotik empiris

5. Tatalaksana pada kasus

Laringitis

Laryngitis difteri

Tatalaksana:

Trakeostomi
Serum anti difteri
Antibiotic
Istirahat total

Laryngitis kronik

Tatalaksana:
Vocal rest
Mengobati peradangan di hidung, faring, serta bronkus yang
mungkin menjadi penyebab laryngitis kronis

Faringitis

Faringitis Akut

Tatalaksana:

a. Terapi umum:
Istirahat
Minum air yang cukup
Kumur dengan air hangat
Analgetik dan antipiretik bila perlu
b. Terapi spesifik bila disebabkan oleh bakteri (sama kaya yang faringitis
streptococcal)

Faringitis streptococcal

Tatalaksana: Kultur (+), RADT (+), eksudat mukopurulen

b. Antibiotic
Penicillin IM, oral
Alternative: amoxicillin, cephalosporin
c. Antiinflamasi
Dexametason IM
d. Analgetika
e. Edukasi
Istirahat cukup
Minum cukup
Berkumur dengan air hangat
Vocal rest (2-3 Hari)
Menghindari iritan
Menghindari kontak dengan pasien
Cuci tangan sebelum makan

Faringitis Kronik

Kronik hiperplastik

Tatalaksana:

Terapi local dengan kaustik faring menggunakan nitras argenti atau


dengan elektrokauter
Terapi simptomatis (obat kumur, antitusif / ekspektoran)
Obati factor penyebab

Kronik Atrofi

Tatalaksana:

Obat rhinitis atrofi


Obat kumur
Menjaga kebersihan mulut

5. Pencegahan Kekeringan atau Iritasi pada Pita Suara.


1. Jangan merokok, dan hindari asap rokok dengan tidak menjadi perokok
tidak langsung. Rokok akan membuat tenggorokan kering dan
mengakibatkan iritasi pada pita suara.
2. Minum banyak air. Cairan akan membantu agar lendir yang terdapat di
tenggorokan tidak terlalu banyak dan mudah untuk dibersihkan.
3. Batasi penggunaan alkohol dan kafein untuk mencegah tenggorokan kering.
Bila mengalami laringitis, hindari kedua zat tersebut di atas.
4. Jangan berdeham untuk membersihkan tenggorokan. Berdeham tidak akan
berakibat baik, karena berdeham akan menyebabkan terjadinya vibrasi
abnormal pada pita suara dan meningkatkan pembengkakan. Berdeham juga
akan menyebabkan tenggorokan memproduksi lebih banyak lendir dan
merasa lebih iritasi, membuat ingin berdeham lagi.
KESIMPULAN

Pasien dalam skenario mengalami keluhan suara serak yang semakin


bertambah parah dalam 4 bulan terakhir, batuk, dan sulit menelan. Pasien tidak
mengalami demam dan tidak ada riwayat penyakit infeksi saluran nafas atas.
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien dalam skenario
mengalami laringitis kronis non spesifik akibat penggunaan suara yang berlebihan
(vocal abuse). Hal ini berhubungan dengan pekerjaan pasien sebagai penyanyi kafe,
juga dipengaruhi oleh kebiasaan mengkonsumsi gorengan, es, dan makanan instan
serta kebiasaan merokok.
Penatalaksanaan untuk pasien berupa istirahat bicara (vocal rest). untuk
jangka pendek dapat diberikan kortikosteroid yang diberikan dengan mekanisme
tappering off. Selain itu, pasien juga dianjurkan menghindari konsumsi gorengan,
es, maupun makanan instan, serta mengurangi atau menghentikan kebiasaan
merokok.

SARAN
Saran untuk kelompok tutorial kami adalah kami harus terus mengolah
kemampuan kami dalam mencari bahan- bahan yang kredibel serta lebih dalam lagi
agar kami dapat membahas skenario- skenario selanjutnya dengan lebih mantap
serta untuk menambah wawasan kami akan blok THT, agar dapat menerapkan
aplikasinya dalam kehidupan nyata nanti.
DAFTAR PUSTAKA

Pagana KD, Pagana TJ (2010). Mosbys Manual of Diagnostic and Laboratory


Tests, 4th ed. St. Louis: Mosby Elsevier.

Weinberger PM, Terris DJ (2010). Otolaryngology-Head and Neck surgery. In


GM Doherty, ed., Current Diagnosis and Treatment: Surgery, 13th ed., pp. 224-
258. New York: McGraw-Hill.

Diseases of Ear, Nose, Throat, Head and Neck Surgery 6th edition. Oleh PL
dhingra & Shruti Dhingra. Tahun 2014. Penerbit: Elsevier

Diseases of Ear, Nose, Throat. Oleh Mohan Bansal. Tahun 2013. Penerbit: Jaypee
Brothers Medical Publishers

Textbook of Ear, Nose, Throat Second Edition oleh BS. Tuli. Tahun 2013.
Penerbit: Jaypee Brothers Medical Publishers

Soepardi, E., Iskandar, N., Bashiruddin, J., Restuti, R. (2012). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi 7. Jakarta: Badan
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pp.190-245.

Adams, G., Boeis, L., Higler, P. (1997). Boeis Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Jakarta: EGC, pp.328-336.

Milutinovi, Z. (1997). An overview of the symptoms and signs of voice disorders


and the pathophysiology of hoarseness. Pubmed.
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9221516 [diakses 26 September 2017].

Anda mungkin juga menyukai