Sediaan radiofarmaka dibuat dalam berbagai bentuk kimia dan fisik yang
diberikan dengan berbagai rute pemberian untuk memberikan efek radioaktif
pada target bagian tubuh tertentu.
Beberapa contoh rute pemberian: per oral (kapsul dan larutan), intravena,
intraperitoneal, intrapleural, intratekal, inhalasi, instilasi melalui tetes mata,
kateter urin, kateter intraperitoneal dan shunts.
Bentuk fisika dan kimiawi sediaan radiofarmaka dapat berupa unsur (Xenon
133, krypton 81m), ion sederhana (iodida, pertechnetate), molekul kecil
yang diberi label radioaktif, makromolekul yang diberi label radioaktif,
partikel yang diberi label radioaktif, sel yang diberi label radioaktif. Informasi
selanjutnya dapat dilihat pada tabel 18.1.
Kedokteran Nuklir
Penggunaan Radiofarmaka
Jumlah bahan radioaktif yang diberikan pada pasien dalam kedokteran
nuklir, disebut juga sebagai dosis, umumnya dinyatakan dalam ukuran
millicuries (mCi, atau 10-3 Ci). Satu Curie (Ci) setara dengan 3,7 x 1010
disintegrasi (kerusakan atom) per detik. Dalam satuan Unit International,
kekuatan bahan radioaktif diukur dalam satuan becquerels (Bq). Satu Bq
setara dengan 1 disintegrasi per detik; sehingga, 1 mCi = 37 MBq. Jumlah
radiasi yang diabsorbsi oleh jaringan tubuh disebut dosis radiasi dan
dinyatakan dengan satuan rad (dosis radiasi yang diabsorbsi). Satu rad
setara dengan 100 ergs energi yang diabsorbsi oleh 1 gram jaringan. Satuan
Unit Internasional (IU) dosis yang diabsorbsi, Gray (Gy), setara dengan 1
joule energi yang diabsorbsi oleh 1 kg jaringan (1 Gy = 100 rad).
Bentuk Contoh
Unsur Xenon 133
(133Xe),
krypton 81m
(81mKr)
Ion 131I- (odida),
sederhana
99mTcO -
4
(pertechnetate)
Molekul kecil 131I-MIBG (ikatan
berlabel kovalen)
radioaktif 99mTc-DTPA
(senyawa kelat)
Makromolekul 125I-serum
berlabel albumin manusia
radioaktif (protein)
111In-capromab
pendetide
(antibodi)
Partikel 99mTc-sulfur
berlabel colloid
radioaktif 99mTc-
macroaggregated
albumin
Sel berlabel 51Cr-or 99mTc-
radioaktif eritrosit
51In-or 99mTc-
leukosit
Rute Bentuk
pemberian Sediaan
Oral Kapsul dan
Larutan
Injeksi Larutan,
intravena dispersi
koloid,
suspensi
Injeksi Larutan
intratekal
Inhalasi Gas dan
Aerosol
Instilasi Larutan steril
melalui
Tetes mata
Kateter
uretra
Kateter
intraperitoneal
Shunt
FARMASI NUKLIR
Teknik penanganan
1. Teknik protektif
Teknik protektif mencegah atau meminimalisasi kontaminasi radioaktif
dan paparan radiasi yang tidak perlu.
2. Teknik aseptik
Teknik aseptik mencegah atau meminimalisasi kemungkinan
kontaminasi mikroba pada larutan steril dan peralatan.
OTAK
Radiofarmaka untuk pemeriksaan organ pada sistem saraf pusat (SSP) dibagi menjadi lima kelompok
utama yaitu:
1. Nondiffusible tracers
Merupakan senyawa yang pertama kali digunakan untuk pencitraan otak. Kelompok ini secara
umum mempunyai karakteristik sebagai senyawa hidrofilik terionisasi dengan mekanisme lokalisasi
pada lesi otak yang tidak spesifik. Umumnya, senyawa dalam kelompok ini tidak dapat memasuki
otak melalui sawar darah otak (Blood-brain barrier, BBB) utuh. Namun, pada kondisi dimana sawar
darah otak terganggu oleh kondisi patologi, senyawa ini meninggalkan ruang vaskuler dan
terkonsentrasi pada lesi.
Senyawa yang termasuk pada kelompok ini diantaranya 99mTc-natrium perteknetat, 99m Tc-pentetat
(99mTc-DTPA), 99mTc-gluseptat (99mTc-GH), dan senyawa untuk digunakan pada metoda positron
emission tomography (PET) yaitu 82Rb-rubidium klorida.
2. Diffusible tracers
Kelompok ini mempunyai kapasitas untuk memasuki otak normal melalui sawar darah otak (Blood-
brain barrier, BBB) utuh. Hal ini mungkin karena senyawa ini merupakan kompleks lipofilik netral
yang berdifusi secara pasif melalui sel endotelial kapiler otak.
Senyawa yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya adalah 99mTc eksametazim (99mTc-HMPAO)
dan 99mTc-bisitat (99mTc-ECD).
3. Penanda metabolisme
Merupakan agen yang terlokalisasi pada area otak yang berhubungan dengan aktivitas metabolik
dan hipermetabolik. Penanda metabolik yang utama digunakan dalam pencitraan PET adalah 18F-
fluodeoksiglukosa (18F-FDG).
4. Radiofarmaka untuk pemeriksaan larutan serebrospinal
Radiofarmaka yang digunakan untuk pemeriksaan ruang larutan serebospinal ini meliputi senyawa
yang tetap ada pada ruang larutan serebospinal setelah injeksi lumbar diberikan. Senyawa ini
digunakan untuk mengevaluasi distribusi dan pergerakan larutan serebospinal pada berbagai
tahapan penyakit. Sebagai contoh hidrosefalus secara rutin diperiksa dengan menggunakan 111In-
pentetat (111In-DTPA).
5. Radiofarmaka untuk pencitraan reseptor otak
Radiofarmaka untuk pencitraan reseptor otak terutama digunakan untuk penelitian. Komponen
reseptor avid yang diberi label 99mTc dan radionuklida lainnya sedang dikembangkan.
TIROID
Radionuklida pada kelenjar tiroid digunakan untuk menilai fungsi kelenjar tiroid dengan pemeriksaan
radioactive iodine uptake (RAIU), dalam pengobatan hipertiroidisme dan kanker tiroid, dan pencitraan
untuk mendeteksi penyakit dalam kelenjar tiroid dan deteksi adanya metastasis tiroid dengan
memindai seluruh tubuh.
Pemeriksaan yang lazim digunakan dalam kedokteran nuklir untuk mengevaluasi pasien yang diduga
mengalami gangguan tiroid adalah pemeriksaan RAIU, pemindaian kelenjar tiroid, dan terapi
radioiodin.
Pemeriksaan ini dapat membantu proses diagnosis hipertiroidisme dan berguna dalam menentukan
dosis terapi 131I yang tepat. Penerapan bersama RAIU dan pemindaian tiroid berguna untuk
membedakan penyebab hipertiroidisme, seperti penyakit Grave, penyakit Plummer (toxic multinodular
goiter) dan tiroiditis subakut.
Untuk mengukur serapan radioiodin, sejumlah kecil radioiodin diberikan per oral. Radioaktif yang
dapat digunakan 123I atau 131I-natrium iodida. 131I-natrium iodida lebih sering digunakan, karena lebih
murah dan lebih mudah diperoleh. Pengukuran serapan biasanya dilakukan pada jam ke-4 dan jam
ke-24 setelah pemberian bahan radioaktif. Dosis lazim 131I-natrium iodida adalah 4-10 µCi (148-370
kBq).
Hasil pemeriksaan dikatakan normal jika nilainya 5 - 15% untuk serapan jam ke-4 dan 10 - 35%
untuk serapan jam ke-24. Pada orang-orang tertentu yang mengalami hipertiroid, hasil pemeriksaan
serapan jam ke-4 akan lebih besar daripada serapan jam ke-24. Pada kondisi ini, dapat digunakan
dosis 131I yang lebih besar karena terjadi pengembalian iodin yang lebih cepat dari normal pada
kelenjar tiroidnya.
Pemindaian tiroid
Pemindaian tiroid digunakan untuk menilai fungsi kelenjar berdasarkan kondisi struktur. Berguna
untuk membedakan penyakit keganasan berat dengan keganasan ringan. 123I-natrium iodida dan
99mTc-natrium pertehnetat digunakan untuk pemindaian tiroid. Keduanya ditangkap oleh kelenjar
tiroid (seperti dipindahkan kedalam sel folikel tiroid). Namun hanya iodin yang diatur dan dibentuk
kedalam hormon tiroid. Baik 123I-natrium iodida dan 99mTc-natrium pertehnetat cukup adekuat untuk
pemindaian anatomi, namun 123I lebih akurat untuk pemindaian fungsional. 131I juga dapat digunakan
untuk pemindaian tiroid, namun jarang digunakan karena dosis radiasinya tinggi terhadap kelenjar,
sehingga waktu paruhnya panjang mencapai 8,04 hari dan emisi partikel beta.
123I-natrium iodida adalah bahan radioaktif yang lebih banyak dipakai karena karakteristik pemindaian
yang baik. Waktu paruhnya pendek sekitar 13 jam, energi gama (159 keV) yang terdeteksi secara
efesien dengan kamera gama, dan tidak terdapat emisi beta. Namun demikian, 123I-natrium iodida
lebih mahal dan sulit diperoleh dibanding 99mTc-natrium pertehnetat. 99mTc-natrium pertehnetat lebih
mudah diperoleh dari generator 99Mo-99mTc dan lebih murah sehingga 99mTc-natrium pertehnetat lebih
sering dipilih sebagai bahan radioaktif untuk pemindaian tiroid.
Pengobatan Radioiodin
Pengobatan radioiodin merupakan pilihan penting dalam pengobatan hipertiroidisme akibat penyakit
Graves, adenoma toksik tiroid, dan toxic multinodular goite atau penyakit Plummer. Pengobatan
hipertiroidisme dapat dilakukan dengan obat antitiroid, bedah atau terapi menggunakan 131I natrium
iodida.
Pasien yang menjalani pengobatan menggunakan terapi radioiodin 131I perlu berhati-hati untuk
meminimalkan paparan radiasi lain. Pasien yang diterapi dengan dosis lebih besar dari 30mCi (1110
MBq) 131I perlu dirawat di rumah sakit dalam ruangan khusus dan dimonitor sampai dosis yang
terpakai di bawah 30 mCi (1110 MBq), hal ini dapat disesuaikan dan tergantung pada kondisi spesifik
masing-masing pasien.
JANTUNG
Pemeriksaan kedokteran nuklir klinis, sekarang ini pada umumnya menggunakan metoda Single-
Photon Emission Computed (SPECT) dan metoda Positron Emission Tomography (PET).
Radiofarmaka yang digunakan untuk memeriksa penyakit jantung terdiri dari empat kelompok utama
yaitu (1) bahan perfusi untuk memeriksa aliran darah arteri koroner dan iskemik, (2) bahan
pengumpul darah untuk memeriksa fungsi jantung, (3) bahan untuk memeriksa infark miokard, dan
(4) bahan metabolisme untuk menilai viabilitas miokard. Bahan utama yang digunakan dalam
pencitraan SPECT adalah sel darah merah berlabel 99mTc untuk pemeriksaan pengumpul darah, 201Tl-
thallous klorida, 99mTc-sestamibi, dan 99mTc-tetrofosmin untuk pemeriksaan perfusi miokardia. 18F-
fludeoksiglukosa (18F-FDG) adalah bahan utama PET yang digunakan untuk pemeriksaan viabilitas
miokard. Waktu paruhnya yang panjang memungkinkan bahan ini tetap tersedia pada daerah farmasi
nuklir PET. Bahan lain yang digunakan pada pencitraan PET antara lain 82Rb-rubidium klorida, 15O-air,
dan 13N-amonia untuk pemeriksaan perfusi, dan 11
C-asetat dan 11
C-palmitat untuk pemeriksaan
metabolisme.
klorida
99mTc-albumin
15O-air
99m
Tc-sel darah
merah 13N-amonia
11C-asetat
111In-imikromab
pentetat 11C-palmitat
fludeoksiglukosa
201Tl-talus klorida
99mTc-sestamibi
99mTc-tetrofosmin
99mTc-teboroksim
99mTc-nitrido
ditiokarbamat [Tc-
N-(NOEt)2]
PARU-PARU
Radiofarmaka untuk pencitraan paru-paru dapat dibagi menjadi dua kelompok utama, bahan perfusi
paru, dan bahan ventilasi paru.
Pencitraan untuk melihat fungsi paru-paru dalam kedokteran nuklir dilakukan untuk mengevaluasi
fungsi ventilasi dan perfusi paru. Fungsi ini dapat dilihat dengan melakukan inspirasi gas inert seperti
Xenon 133Xe atau aeorosol berlabel radioaktif seperti 99mTc-DTPA. Indikasi pencitraan ventilasi dan
perfusi paru terutama untuk pemeriksaan pasien yang diduga mengalami embolisme paru akut.
Indikasi lainnya adalah pemeriksaan pasien transplantasi paru (misalnya cystic fibrosis), pemeriksaan
pasien yang diduga mengalami embolisme paru kronis sebagai penyebab hipertensi paru,
pemeriksaan pra-operasi pasien obstruksi paru kronis, dan pemeriksaan fungsi paru diferensial
sebelum operasi lobektomi atau pneumonektomi.
HATI, LIMPA, DAN SISTEM SALURAN CERNA
Sekarang ini, Magnetic Resonance Imaging (MRI), Computed Tomography (CT) dan ultrasound lazim
dipakai untuk memeriksa anatomi hati, sistem hepatobilier dan limpa. Namun, pencitraan dengan
menggunakan radionuklida memberikan lebih banyak informasi mengenai fisiologi dan fungsi organ-
organ tersebut.
Beberapa pemeriksaan kedokteran nuklir pada organ hati, limpa dan sistem saluran cerna adalah
pencitraan hati-limpa, scintigraphy hepatobilier, pemeriksaan perdarahan saluran cerna, dugaan
adanya Meckel’s diverticulum, refluks gastroesofagal dan pengosongan lambung.
Radiofarmaka technetium yang pada awalnya dirancang untuk pemeriksaan hati dan limpa, sekarang
digunakan juga untuk pemeriksaan fungsi saluran cerna, termasuk pemeriksaan refluks
gastroesofagal, pengosongan lambung dan tempat perdarahan saluran cerna.
Sebagai contoh, radiofarmaka untuk mendeteksi perdarahan saluran cerna adalah 99mTc - koloid sulfur
dan 99mTc - Sel darah merah. Penggunaan 99mTc - koloid sulfur untuk perdarahan dengan kondisi
bersihan darah cepat, perbandingan ‘target-penyebab’ yang tinggi (high target-to-background ratio),
terjadi perdarahan aktif. Sedangkan Tc - Sel darah merah diberikan untuk kondisi perdarahan
seperti bersihan darah lambat, perbandingan ‘target-penyebab’ yang rendah (low target-to-
background ratio), dan untuk perdarahan intermiten (perdarahan yang kadang muncul kadang tidak)
GINJAL
Metode scintigraphy
telah dikembangkan untuk menilai fungsi glomerolus dan tubulus ginjal, untuk mendeteksi
keberadaan tumor atau kista, dan juga untuk mengukur fungsi relatif antara kedua ginjal kiri dan
kanan. Selain itu, scintigraphy ginjal berperan penting dalam evaluasi perfusi ginjal, fungsi ginjal, dan
pada kasus tertentu juga berperan untuk melihat abnormalitas anatomi. Pencitraan menggunakan
radionuklida dapat memberikan kombinasi informasi anatomi dan fisiologi ginjal.
Pemeriksaan ginjal dengan radiofarmaka berdasarkan pada dua prinsip yaitu, prinsip yang
berhubungan dengan bahan radioaktif yang digunakan untuk memeriksa bersihan ginjal, yang
kemudian dapat dibagi lagi menjadi bahan radioaktif untuk memeriksa GFR dan bahan radioaktif
untuk memeriksa fungsi tubulus; dan prinsip yang berhubungan dengan bahan radioaktif untuk
melakukan pencitraan ginjal yang digunakan untuk menilai morfologi ginjal dan fungsi relatif ginjal.
Contoh radiofarmaka untuk menilai GFR adalah 125I-iothalamat; 99mTc-pentetat (99mTc-DTPA); menilai
ERPF adalah 131I-o-iodohippurat (131I-OIH) dan 99mTc-mertiatid (99mTc-MAG3). Radiofarmaka untuk
pencitraan ginjal: 99mTc-gluseptat (99mTc-GH) dan 99mTc-succimer (99mTc-DMSH).
Berikut ini beberapa radiofarmaka yang digunakan pada organ ginjal beserta kegunaannya.
Bahan ini digunakan untuk mengevaluasi aliran darah gross ke ginjal dan untuk memvisualisasi
gangguan/halangan aliran urin pada sistem pengumpulan dan ureter. Pada prinsipnya, 99mTc-DTPA ini
digunakan untuk menilai perfusi ginjal, fungsi ginjal relatif, dan gangguan uropati.
Digunakan untuk mendeteksi abnormalitas fokal pada korteks ginjal, dan juga bermanfaat untuk
menilai fungsi relatif ginjal kanan dan ginjal kiri.
Digunakan untuk mengevaluasi perfusi renal, gangguan uropati, fungsi relatif ginjal, dan massa ginjal.
Digunakan untuk memvisualisasi sistem pengumpul ginjal, evaluasi obstruksi urinari, dan menilai
fungsi tubulus ginjal.
Digunakan untuk mengukur aliran plasma ginjal efektif (Effective Renal Plasma Flow, ERPF).
TULANG
Pencitraan tulang dilakukan untuk berbagai tujuan, diantaranya untuk pemeriksaan penyakit
metastase, infeksi, dan luka trauma. Keunggulan dari pencitraan tulang adalah sensitivitasnya yang
tinggi, sehingga dimanfaatkan untuk menilai lesi patologis pada tulang pada tahap awal timbulnya
penyakit. Kelemahan pencitraan tulang adalah tidak dapat mendeteksi jenis patologi tulang.
Radiofarmaka yang paling sering digunakan untuk pemeriksaan tulang adalah 99m Tc-difosfonat seperti
99m Tc-MDP (methylene diphosphonate) dan 99m Tc-HDP (99m Tc-oxydronate). Dosis untuk pencitraan
tulang dan distribusi dosis lazim dewasa 99m TC-HDP atau 99m TC-MDP adalah 20 mCi (740 MBq)
melalui rute intravena. Pencitraan pada umumnya dilakukan 2 - 3 jam setelah pemberian melalui
injeksi untuk memberikan waktu plasma dan latar belakang aktivitas jaringan yang akan ditampilkan.
Sekitar 40% sampai 50% dari dosis yang diinjeksikan, terlokalisasi pada tulang, dan sisanya
dikeluarkan melalui urin.
Dosis untuk pemindaian tulang pada dewasa, dosis yang diberikan biasanya 20-30 mCi (740 sampai
1110 MBq) melalui intravena. Pada anak, dosis ditentukan berdasarkan berat badan, biasanya 250-
300 µCi/kg (9,25 – 11,1 MBq/kg) dengan minimum 1-2,5 mCi (37-92,5 MBq). Jika terdapat
kontraindikasi, pasien harus dalam kondisi terhidrasi dengan baik setelah pemberian injeksi.
Monografi:
EKSAMETAZIM
Indikasi:
o skintigrafi otak (brain scintigraphy). Mendiagnosis kelainan aliran darah serebral atau
area aliran darah serebral pasca stroke atau penyakit serebrovaskular lain, epilepsi,
Alzheimer dan bentuk lain dari demensia, transient ischemic attack, migrain dan tumor
otak.
o Digunakan pada “pelabelan” secara in vitro pada leukosit menggunakan Teknesium-99m.
Leukosit yang telah berlabel disuntikkan untuk mendeteksi lokasi infeksi penyebab
penyakit (jika ada abses abdomen), untuk pemeriksaan gejala pireksia yang tidak
diketahui penyebabnya dan pemeriksaan gejala inflamasi bukan disebabkan oleh infeksi,
seperti penyakit inflamasi pada usus besar.
Peringatan:
Tidak boleh diberikan langsung kepada pasien. Hanya digunakan untuk penyiapan obat berlabel
radioaktif teknesium-99m, dengan prosedur yang tercantum pada kemasan. Kehamilan dan
menyusui, anak.
Efek Samping:
Hipersensitif.
Dosis:
Penggunaan satu kali:
(I) Brain scintigraphy Dewasa dan Lansia: injeksi intravena, 350 - 500 MBq (9,5-13 mCi).
(II) Labelisasi Leukosit dengan Teknetium-99 secara in vivo Dewasa dan Lansia: injeksi
intravena 200 MBq (5mCi) sebagai leukosit berlabel teknesium-99m. Suntikkan suspensi
leukosit berlabel teknesium-99m menggunakan jarum 19G sesegera mungkin setelah pelabelan.
Tidak direkomendasikan untuk penggunaan pada anak.
Pencitraan:
(I) Brain scintigraphy
pencitraan otak bisa dimulai dari 2 menit setelah injeksi.
(II) Dalam lokalisasi in vivo leukosit berlabel teknesium-99m. Pencitraan dinamis dapat
dilakukan dalam 60 menit pertama setelah injeksi untuk memeriksa klirens paru-paru dan untuk
menunjukkan migrasi sel yang segera terjadi.
Pencitraan statis dilakukan dalam waktu 0,5-1,5 jam, 2-4 jam dan jika perlu, pada 18-24 jam
pasca injeksi, untuk mendeteksi akumulasi aktivitas titik pemeriksaan (bahan radioaktif). Setelah
satu jam pertama penyuntikkan leukosit berlabel teknesium-99m, aktivitas terlihat pada paru-
paru, hati, limpa, pompa darah, sumsum tulang dan kandung kemih.